BAB 5
PERSEPSI : INTI KOMUNIKASI
Pada abad ke-19 para ilmuwan mengira bahwa apa yang ditangkap pancaindera kita
sebagai sesuatunyang nyata dan akurat. Para psikolog menyebut mata sebagai rentina dan
rentina sebagai film yang merekam pola-pola cahaya yang jatuh di atasnya. Para ilmuwan
modern menentang asumsi itu; kebanyak percaya bahwa apa yang kita amati dipengaruhi
sebagian oleh citra rentina mata dan terutama oleh kondisi pikiran pengamat.
Sebenarnya kita tidak pernah punya kontak langsung dengan dengan realitas.
Segala sesuatu yang kita alami adalah hasil dari sistem syaraf kita. Ketika para ahli fisika
meneliti fenomena alam,atau ketika para insinyur menguji sebuah mesin,presepsi mereka
boleh jadi mendekati akurat. Namun ketika mereka berkomunikasi denagn manusia,baik
dengan sesama ilmuwan atau bahkan dengan pasangan hidup merekeka masing-masing,
presepsi mereka mungkin kurang atau bahkan tidak cermat karena berdasrkan motif,
perasaan, nilai, kepenting dan tujuan yang berlainan.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti
persepsi yang identik dengan penyadiaan balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi
disebut intikomunikasi karena jika presepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita
berkomunikasi dengan efektif.
Untuk lebih memahami persepsi, berikut adalah beberapa defenisi lain persepsi :
Brian Fellows:
Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisasi menerima dan menganalisis
informasi.
Kenneth K Sereno dan Edward M. Bodaken:
Perspsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akn sekeliling dan
lingkungan kita.
Philip Goodarce dan Jennifer follers:
Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenalirangsangan.
Joseph A. Devito:
Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimukus yang
mempengaruhi indra kita.
Persepsi meliputi pengindraan (sensasi) melalui alat-alat indra kita(indra
peraba,indra penglihatan,indra pencium,indra pengecap dan indra pendengar), atensi dan
interprestasi. Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan,
pendenaran, sentuhan, penciuman dan pengecapan. Mata bereaksi terhadap gelombang
cahaya, telinga terhadap gelombang suara, kulitbterhadap tempeatur dan tekanan, hidung
tehdap bau-bauan dan lidah terhadap rasa. Lalu rangsangan-rangsangan ini dikirimkan ke
otak.
Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipalajari. Semua indra punya andil bagi
berlangsungnya komuniksai manusia. Penglihatan menyampaikan pesan nonverbal ke otak
untuk diinterprestasikan. Melalui pengindraan kita mengetahui dunia. Tahap terpenting dalam
persepsi adalah interpretasi atas informasi yang kita peroleh melalui salah satu atau lebih
indra kita. Banyak rangsangan sampai kepada kita melalui pancaindra kita, namun kita tidak
mempresepsi semua itu secara acak. Umumnya kita hanya dapat memperhatikan satu
rangsangan saja secara penuh
Persepsi manusia sebenarnya terbagi dua: persepsi terhadap objek (lingkungan fisik)
dan persepsi terhadap manusia. Presepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks, karena
manusia bersipat dinamis. Persepsi yang kita bahas dalam buku ini adalah persepsi terhadap
manusia, sering juga disebut persepsi sosial, meskipun kadang-kadang mnusia disebut juga
objek. Akan tetapi untuk memahami persepsi sosial secara utuh, terlebih dahulu kita akan
membahas persepsi terhadap lingkungan fisik. Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda
dengan persepsi terhadap lingkungan sosial. Perbedaan tersebut mencakup hal-hal berikut.
* Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap
orang melalui lambang-lambang verbal dan nonverbal. Manusia lebih aktif dari pada
kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan.
* Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi terhadap
manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan dan sebagainya).
* Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi dengan kata lain, objek bersifat statis,
sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karna itu, persepsi terhadap manusia dapat
beruabah dari waktu ke waktu, lebih cepat daripada persepsi terhadap objek. Oleh karen itu,
persepsi terhadap manusia lebih berisiko daripada persepsi terhadap objek.
A. PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN FISIK
Persepsi sering mengecoh kita. Kita marasa bumi datar padahal bulat. Kita merasa bumi diam
padahal bergerak dengan kecepatan ratusan meter per detik.
Seperti juga hidung dan lidah, mata yang dimiliki orang-orang berlainan tidak akan
menangkap realitas yang sama. Perhatikanlah bagaimana mata menipu kita. Tipuan mata
sering menimbulkan perbedan pendapat antara wasit, pemain dan penonton pertandingan
olahraga, misalnya sepakbola,badminton, atau tenis, mengenai jalannya pertandingan, seperti
apakah terjadi pelanggaran oleh pemain atau tidak atau apakah bola jatuh di suatu bidang
tertentu atau tidak, padahal mereka sama-sama menyaksikan peristiwa tersebut.
Latar belakang pengalaman, budaya dan suasana psikologi yang berbeda juga
membuat persepsi kita berbeda atas suatu objek. Persepsi kita atas kulit pisang yang
tergeletak di lantai saja.
B. PERSEPSI SOSIAL
Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang
kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap
mereka mengandung risiko. Setiap orang memiliki gambaran berbeda mengenai realitas di
seskelilingnya. Bebera prinsip penting mengenai persepsi sosial yang menjadi pembenaran
atas perbedaan persepsi sosial ini adalah sebagai berikut.
Berbeda dengan manusia individualis yang hanya merasa wajib membantu keluarga
langsungnya, dalam masyarakat kolektivis orang merasa wajib membantu keluarga luas,
kerabat jauh, bahkan teman sekampung, dengan mencarikan pekerjaan , meskipun pekerjaan
itu tidak sesuai keahliannya.
1) KEKELIRUAN DAN KEGAGALAN PERSEPSI
Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi adalah sebagai berikut :
KESALAHAN ATRIBUSI
Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang
lain. Sering juga kita menjadikan perilaku orang sabagai sumber informasi mengenai sifat-
sifat mereka.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang
disebabkan oleh faktor internal,padahal justru faktor eksternal lah yang
menyababkannya,atau sabaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan
seseorang,padahal faktor internal lah yang membangkitkan perilakunya
Salah satu keslahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak
lengkap,sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri
kekurangannya,atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak
lengkap.
EFEK HALO
Kesalahan persepsi yang sisebut efek halo (halo effect) merujuk pada fakta bahwa
begitu kita membentuk kesan menyeluruh mengenai seseorang,kesan yang menyeluruh ini
cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik.
Salah satu efek halo terbesar yang pernah menghinggapi banyak orang di indonesia,terutama
para pengagum gusdur akan menjadi presiden RI yang sukses,tetapi nyatanya tidak karena
Gus Dur tidak ajeg dalam berkomunikasi dengan bawahannya dan dengan rakyat.Akhirnya
Gus Dur dilengserkan oleh DPR.
Efek halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat pada diri kita dalam menilai orang
lain. Dalam kehidupan sehari-hari,kita mungkin menemukan sifat positif yang menonjol pada
seseorang, misalnya bahwa orang itu jujur ,atau periang atau murah hati.
STEREOTIF
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping),yakni
menggeneneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi
mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Contoh stereotip ini banyak sakalli misalnya;
* Laki- laki bepikir logis
* Wanita bersikap emosional
* Orang berkulit hitam pencuri
* Orang meksiko pemalas
* Orang yahudi cerdas
* Orang prancis penggemar wanita,anggur dan makanan enak
* Orang cina panda memasak
* Orang batak kasar
* Orang padang pelit
* Orang jawa halus-pembawaan
* Lelaki sunda suka kawin cerai dan pelit memberi uang belanja
* Wanita jawa tidak baik menikah dengan lelaki sunda (karena suku jawa dianggap lebih
tua daripada sku sunda )
* Orang tasikmalalya tukang kredit
* Orang berkacamata minus jenius
* Orang berjenggot fundamentalis (padahal kambing juga berjenggot) dan lain-lain
Pada umumnya,stereotip bersifat negatif. Stereotip tidak berbahaya sejauh kita simpan dalam
kepala kita.akan tetapi bahanya sangat nyata bila stereotip di aktifkan dalam hubungan
manusia.
PRASANGKA
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu
konsep yang sangat dekat dengan stereotif. Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata
latin praejudicium, yang berarti preseden, atau penilaian berdasarkankeputusan dan
pengalaman terdahulu. Richard W. Brisilin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tida
adil,menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang.
Mekipun kita cenderug mengganggap prasangka berdasarkan suatu dikotomi,yakni
berprasangka atau tidak,lebih bermanfaat untuk menaanggap prasangka ini sebagai bervariasi
dalam suatu rentang dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi.
Sebagai mana stereotip,prasanga ini alamiah dan tidak terhindarkan.penggunaan
prasanga memungkinkan kita merespons lingkungan secara umum aliah-alih secara
khas,sehingga terlalu menyederhanakan masalah.budaya dan kepribadian sangat
mempengaruhi prasangka. Orang berprasangka cenderung mengabaikan informasi yang
tidak sesuai dengan generalisasi mereka yang keliru dan kaku itu,apalagi informasi dari
kelompok yang menjadi objek prasangka.
GEGAR BUDAYA
Menurut Kalvero Oberg gegar budaya (culture shock) ditimbulakan oleh kecemasan
karena hilannya tand-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial.
Meskipun geger budaya sering dengan fenomena memasuki suatu budaya (yg identik dgn
negara),asing linkungan budaya baru yang di maksud sebenarnya bisa juga merujuk pada
agama baru lembaga pendidikan (sekolah atau universitas) baru,dan sebagainya.
Geger budaya seperti dilukiskan di atas,pada dasarnya adalah benturan pesepsi,yang
di akibatkan penggunaaan persepsi berdasarkan faktor-faktor internal (nilai-nilai
budaya)yang telah dipelajari orang yang bersangkuta dalam lingkungan baru yang nilai-nilai
budayanya berbeda dan belum ia pahami.
Kita tidak langsung mengalami geger budaya ketika kita memasuki lingkungan
budaya yang baru. Fenomena itu dapat diganbarkan dalam beberapa tahap.
Tahap reintegrasi ,menurut Adler,diyandai dgn penolakan atas budaya ke dua. Pada
tahap transisi ini, kita mungkin mencari hubungan denagn orang-orang yang berasal dari
budaya yang sama.
Tahap otonomi, dalam transisi ini ditandai dengan kepekaan budaya dan keliwesan
pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru, dan kemapuan menyesuaikan diri
dengan budaya baru itu.
Gagar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja.
Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai fraktor, yang pada dasrnya terbagi dua: yakni faktor
internal( ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) dan faktor eksternal( kerumitan
budaya atau lingkungan baru yang dimasuki).
BAB 6
KOMUNIKASI VERBAL
A. KOMUNIKASI VERBAL
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata
atau lebih. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan
maksud. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek
realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak
mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-
kata itu. Misalnya, kata rumah. Banyak ragam rumah. Ada rumah bertingkat, rumah mewah,
rumah sederhana dan rumah sangat sederhana.
Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya anda sendiri, proses
abstraksi untuk mempresentasikan pengalaman anda jauh lebih mudah, karena dalam suatu
budaya orang-orang bernagi sejumlah pengalaman serupa. Namun bila komunikasi
melibatkan orang yang berbeda budaya, banyak pengalaman berbeda, dan konsekuensinya,
proses abstraksi juga menyulitkan.
B. ASAL-USUL BAHASA
Hingga kini belum ada teori yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu
muncul di permukaan bumi. Teoretikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah
ekstensi perilaku sosial. Konon makhluk-makhluk yang mirip manusia (hominid) dan
menggunakan alat pemotong dari batu ini berkomunikasi secara naluriah, dengan bertukar
tanda alamiah berupa suara, postur dan gerakan tubuh, sedikit lebih maju dari komunikasi
hewan primata masa kini.
Dulu, ketika nenek moyang kita yang disebut Cro Magnon belum mampu berbahasa
verbal, mereka berkomunikasi lewat gambar-gambar yang mereka buat pada tulang, tanduk,
cadas, dan dinding gua yang banyak ditemukan di Spanyol, dan Prancis Selatan. Antara
40.000 dan 35.000 tahun lalu Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan.
Sekitar 5000 tahun lalu manusia melakukan transisi komunikasi dengan memasuki era
tulisan, sementara bahasa lisan pun terus berkembang. Penyebaran sistem tulisan akhirnya
sampai juga ke Yunani. Bangsa Yunani-lah yang kemudian menyempurnakan dan
menyederhanakan sistem tulisan ini. Sistem tulisan dan bahasa lisan it uterus berkembang
hingga kini.
C. FUNGSI BAHASA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan
peristiwa. Setiap orang punya nama untuk indentifikasi sosial. Penamaan adalah dimensi
pertama bahasa dan basis bahasa, dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka mereka
yang
lalu menjadi konvensi.Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi:
penamaan, merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan
menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi; interkasi, menekankan
berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan
dan kebingungan; transmisi informasi, melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada
orang lain.
Bahasa dapat menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan.Book
mengemukakan, agar komunikasi berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungs,
yaitu: untuk mengenal dunia sekitar; berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan
koherensi dalam kehidupan kita.
D. KETERBATASAN BAHASA
I. KETERBATAN JUMLAH KATA YANG TERSEDIA UNTUK MEWAKILI
OBJEK
Kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak. Oleh karena
itu kita sulit menamai suatu objek.
Kualitas seseorang atau sesuatu yang ingin kita ungkapkan sebenarnya tidak
sesederhana itu. Baik orang, benda atau peristiwa sebenarnya sulit untuk kita kategorikan
sebagai baik atau buruk. Kesulitan menggunakan kata yang tepat juga dialami ketika ingin
mengungkapkan perasaan. Pesan verbal biasanya lebih lazim kita gunakan untuk
menerangkan sesuatu yang bersifat factual-deskriptif-rasional.
II. KATA-KATA BERSIFAT AMBIGU DAN KONTEKSTUAL
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan
interpretasi orang-orang, yang menganut latar-belakang sosial budaya yang berbeda-beda.
Kata-kata selalu, sering, setiap orang, semua orang dan dengan teratur, sebenarnya bersifat
ambigu.
Kata-kata bersifat kontekstual sebenarnya mengisyaratkan bahwa aturan-aturan baku
dalam berbahasa tidaklah mutlak. Misalnya, kata-kata sifat seperti adil menjadi keadilan;
cantik menjadi kecantikan. Namun prinsip ini tidak berlaku untuk kata sifat malu; malu
menjadi rasa malu bukan kemaluan
III. KATA-KATA MENGANDUNG BIAS BUDAYA
Bahasa terikat oleh konteks budaya. Menurut Hipotesis Sapir-Whorf, sebenarnya
setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas, yang melukiskan realitas
pikiran, pengalaman batin dan kebutuhan pemakainya. Jadi bahasa yang berbeda sebenarnya
mempengaruhi pemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan dan alam semestadi
sekitarnya dengan cara berbeda dan perilaku secara berbeda pula. Hipotesis yang
dikemukakan Benjamin Lee Whorf menegaskan bahwa (1) tanpa bahasa kita tidak dapat
berpikir; (2) bahasa mempengaruhi persepsi; dan (3) bahasa mempengaruhi pola
berpikir.Ketika kita menggunakan bahasa daerah, sifat bahasa daerah yang berlapis-lapis itu
memaksa kita-sadar atau tidak- untuk memandang orang di hadapan kita dengan kategori
tertentu.
IV. PERCAMPURADUKAN FAKTA, PENAFSIRAN DAN PENILAIAN
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta(uraian), penafsiran (dugaan)
dan penilaian. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mencampuradukkan fakta dan dugaan.
Banyak peristiwa yang kita anggap fakta sebenarnya merupakan dugaan yang berdasarkan
kemungkinan.
E. KERUMITAN MAKNA KATA
Kita keliru bila kita menganggap bahwa kata-kata itu mempunyai makna. Kitalah
yang member makna pada kata. Dan makna yang kita berikan kepada kata yang sama bisa
berbeda-beda. Tergantung pada konteks ruang dan waktu. Makna muncul dari hubungan
khusus antara kata dan manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata
membangkitkan makna dalam pikiran orang.
I. BAHASA DAERAH VS BAHASA DAERAH
Di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang
berbeda. Tidak mengherankan bila terdpat kata-kata yang kebetulan sama atau hamper sama
tetapi dimaknai secara berbeda atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama.
II. Bahasa daerah vs bahasa Indonesia
Sejumlah kata dari bahasa daerah juga digunakan dalam bahasa Indonesia, atau
sebaliknya, kata-kata Indonesia terdengar seperti diselipkan dalam bahasa daerah, namun
artinya sangat jauh berbeda.
III. NAMA SEBAGAI SIMBOL
Nama diri-sendiri adalah symbol pertama dan utama bagi seorang. Nama dapat
melambangkan status, citarasa budaya, untuk memperoleh citra tertentu atau sebagai nama
hoki. Nama pribadi adalah unsure penting identitas seseorang dalam masyarakat, karena
interaksi dimulai dengan nama dan baru kemudian diikuti dengan atribut-atribut lainnya.
Penamaan seseorang, suatu objek atau suatu peristiwa ternyata tidak sederhana.
IV. BAHASA GAUL
Orang-orang punya latar belakang sosial budaya berbeda lazimnya berbicara dengan
cara berbeda. Perbedaan ini boleh jadi menyangkut dialek, intonasi, kecepatan, volume dan
yang pasti kosakatanya. Cara bicara dan pilihan kata ilmuwan berbeda dengan cara bicara dan
pilihan kata pedagang. Sejumlah kata atau istilah punya arti khusus, unik, menyimpang atau
bertentangan dengan arti yang lazim digunakan oleh orang-orang dari subkultur tertentu.
V. BAHASA KAUM SELEBRITITS
Kalangan selebritis pun memiliki bahasa gaul. Baronang = baru; pinergini = pergi dan
sebagainya. Bahasa gaul ini bukan hanya alat komunikasi, namun juga alat identifikasi. Ada
kebutuhan di antara pemakainya untuk berkomunikasi dengan bahasa yang tidak diketahui
banyak orang, terutama bila menyangkut hal-hal yang sangat pribadi.
VI. BAHASA GAY DAN BAHASA WARIA
Di negara kita bahasa gaul kaum selebritis ternyata mirip dengan bahasa gaul kaum
gay (homoseksual) dan juga bahasa gaul kaum waria atau banci. Misalnya, binaginus (bagus),
cinakinep (cakep) dan sebagainya.
VII. BAHASA WANITA VS BAHASA PRIA
Wanita dan pria mempunyai kosakata berlainan. Sebabnya adalah sosialisasi mereka
yang berbeda., khususnya minat mereka yang berlainan terhadap aspek kehidupan. Deborah
Tannen (1991) mengatakan bahwa wanita cenderung menata pembicaraan secara kooperatif,
sedangkan pria cenderung menatanya secara kompetitif.
VIII. RAGAM BAHASA INGGRIS
Bahasa Inggris yang lebih universal ternyata tidak konsisten dalam ejaannya,
pengucapannya, pilihan kata juga maknanya. Bahasa Inggris berkembang menjadi beberapa
ragam, antara lain; Inggris-Inggris (British English), Inggris-Amerika, Inggris-Australia,
Inggris-Filipina, dan Inggris-Singapura.
IX. PENGALIHAN BAHASA
Untuk melakukan komunikasi yang efektif, kita harus menguasai bahasa mitra
komunikasi kita. Dalam konteks inilah kita setidaknya perlu menguasai bahasa Inggris untuk
menjadi komunikator yang efektif. Komunikasi dalam bahasa dapat menimbulkan salah
pengertian, bila kita tidak menguasai bahasa lawan bicara kita.
Dalam bab ini menjelaskan tentang persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan
penafsiran adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik dalam proses
komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi itu karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak
mungkin kita dapat berkomunikasi dengan efektif.
Oleh karena itu, persepsilah yang dapat menentukan kita memilih suatu pesan dan
mengabaikan pesan yang lain.
BAB 6
KOMUNIKASI VERBAL
Pada dasarnya, komunikasi verbal ternyata tidak semudah apa yan kita bayangkan.
Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk
menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang
mempresentasikan berbagai aspek realitas individual kita.
Berbicara tentang komunikasi verbal yang porsinya hanya 35% dari keseluruhan
komunikasi kita, banyak orang tidak sadar bahwa bahasa itu terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 5
https://hickmatricahyani.blogspot.com/2010/02/rangkuman-bab-5-pengantar-ilmu.html?m=1
BAB 6
https://mahasiswa.ung.ac.id/291413030/home/2014/1/29/resume-buku-pengantar-ilmu-
komunikasi.html