Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MATA KULIAH

SISTEM PENGHANTARAN OBAT (Kelas A)

“Sisten Penghantaran Obat Tertarget (Targeted Drug Delivery System)”

Kelompok 3

Chairunisa Larasati Yusuf 1006659432

Futty Dewi Nuzulia Famini 1006659470

Sarah Karima 1006659571

Azizah Nurrakhmani 1006775003

Elda Yulia Mamora 1006756572

Aprillia Wulandari 1006683375

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dewasa ini, semakin banyak terjadinya resistensi penyakit terhadap suatu obat ataupun
terapi. Selain itu juga sering terjadi kasus over dosis sehingga menyebabkan efek samping
atau gangguan kesehatan lainnya bagi konsumen atau pasien. Sehi diperlukan suatu metode
penghantaran obat yang dapat dengan selektif mengenali lokasi spesifik tertentu sehingga
dapat meningkatkan efektivitas dari obat tersebut di lokasi tertentu. Oleh karena itu, saat ini
banyak dilakukan penelitian dan perkembangan teknologi dalam bidang sistem penghantaran
obat tertarget atau Targeted Drug Delivery System (TDDS). Komponen yang menjadi target
suatu sediaan TDDS dapat berupa enzim, reseptor, kanal ion, transporter, dll. Perkembangan
teknologi TDDS banyak dikembangkan antaralain dengan tujuan untuk menurunkan dosis
yang diperlukan oleh tubuh, meningkatkan efektivitas terapi dan pengobatan, serta
meminimalisir efek samping daari suatu sediaan konvensional.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan sistem penghantaran obat tertarget?
2. Bagaimana mekanisme penghantaran obat oleh sistem pengahntaran obat tertarget?
3. Apa saja yang menjadi target dalam Sistem Penghantaran Obat tertarget?
4. Apa saja jenis pembawa pada sistem penghantaran obat tertarget?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan sistem penghantaran obat tertarget.
2. Menjelaskan apa saja yang dijadikan target dalam sistem penghantaran obat tertarget.
3. Menjelaskan pembawa apa ssaja yang dapat digunakan dalam sistem penghantaran obat
tertarget.
4. Menjelaskan metode pelepasan dan pengahntaran obat secara targeted.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka untuk mencari
data dan fakta-fakta dari berbagai sumber. Adapun sumber yang digunakan penulis dalam
penulisan makalah ini antara lain buku-buku, jurnal ilmiah, dan berbagai sumber dari
internet.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi tiga bab, antara lain :

BAB I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
I.2. Perumusan Masalah
I.3. Tujuan Penulisan Makalah
I.4. Metode Penulisan
I.5. Sistematika Penulisan

BAB II. Isi


II.1. Sistem Penghantaran Obat Tertarget
II.2. Mekanisme Penghantaran Obat
II.3. Target pada Sistem Penghantaran Obat Tertarget
II.4. Liposom
II.5. Monoklonal Antibody
II.6. Nanopartikel dan Mikropartikel

BAB III. Penutup


III.1. Kesimpulan
III.2. Saran

1.1
BAB II
PENGHANTARAN OBAT TERTARGET

2.1 Sistem Penghantaran Obat Tertarget


Sistem penghantaran obat bertarget digunakan untuk menghantarkan obat ke tempat aksi
spesifiknya. Penghantaran ini dapat meningkatkan:
1. Keamanan obat, efek samping toksik karena aksi obat pada tempat non-target
diminimalkan.
2. Efikasi obat, obat terkonsentrasi pada tempat aksi daripada yang tersebar di tubuh.
3. Kepatuhan pasien, peningkatan keamanan dan efikasi meningkatkan penerimaan pasien
dan kepatuhan.
Dalam bentuk sederhana, obat bertarget dapat dilakukan dengan pemberian senyawa
terapetik secara lokal dan bentuk sediaan yang umum. Misalnya, tempat aksi yang diinginkan
adalah kulit, pengobatan dapat menggunakan salep, lotion, krim pada tempat aksi secara
langsung. Injeksi agen anti inflamasi langsung ke dalam sendi juga salah satu bentuk
penghantaran spesifik tanpa menggunakan sistem yang khusus. Teknologi tinggi untuk obat
bertarget banyak tersedia terutama untuk penghantaran oral dan parenteral. Namun belum
cukup maju untuk mendesain “magic bullet” seperti yang dipaparkan Paul Ehrlich pada akhir
abad 20, dimana obat ditargetkan tepat pada tempat aksi.
Teknologi yang paling maju dari sistem penghantaran obat bertarget adalah pemberian
parenteral. Teknologi dilakukan dengan menghantarkan obat ke target spesifik dalam tubuh
dan melindungi obat dari degradasi dan eliminasi yang terlalu cepat.
Kemajuan bidang biologi dan kimia memberikan peran untuk pengembangan teknologi
yang dapat memastikan penghantaran obat bertarget yang lebih efektif. Contohnya adalah
Antibody-Directed Enzyme/Prodrug Therapy (ADEPT), Virus-Directed Prodrug/Enzyme
Therapy (VDEPT), dan sistem penghantaran obat secara kimia.
Karakteristik Sistem Penghantaran Obat Bertarget yang Ideal adalah:
a. Menghantarkan obat ke sel target atau jaringan secara khusus
b. Menghindarkan obat dari organ, sel, atau jaringan non-target
c. Memastikan kebocoran obat yang minimal selama berada pada target
d. Melindungi obat dari metabolisme
e. Melindungi obat dari klirens cepat
f. Mempertahankan obat pada tempat aksi selama waktu yang diinginkan
g. Memfasilitasi transport obat ke dalam sel
h. Menghantarkan obat ke dalam target aksi intraseluler yang sesuai
i. Biokompatibel, biodegradable, dan non-antigenik

Komponen sistem penghantaran obat bertarget


1. Active moiety. Berguna untuk mendapatkan efek terapi.
2. Sistem pembawa. Untuk mengatur distribusi obat yang diinginkan, melindungi obat dari
metabolisme, dan menjaga obat dari klirens cepat.

Sistem pembawa dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan ukuran:


a. Pembawa makromolekular yang larut, termasuk antibodi dan polimer sintetik yang larut
seperti poli(hidroksipropilmetakrilat), poli(lisin), poli(asam aspartat),
poli(vinilpirolidon), poli(N-vinil-2-pirolidon-co-vinilamida) dan poli (stiren co-asam
maleat/anhidrida). Keuntungan utama adalah kemampuannya yang lebih besar untuk
ekstravasasi. Kerugian sistem ini adalah kapasitas muatan dosis yang terbatas, rendahnya
stoikiometri sehingga membatasi transpor masa yang dimediasi pembawa obat, terikat
secara kovalen dengan obat sehingga menutupi tempat aksi obat, reaksi konjugasi dapat
merusak moietas obat yang labil, dan pembawa memberikan perlindungan yang terbatas
pada moietas obat.
1) Antibodi Monoklonal
Penggunaannya terbatas karena efisiensi muatan yang rendah yaitu hanya beberapa
senyawa obat yang dapat berikatan dengan antibodi. Untuk meningkatkan efisiensi
penargetan Mab, dapat diikat dengan obat dengan sistem pembawa partikulat.
2) Immunotoxin
Konjugat dari MAb dan toksin atau fragmennya. Target klinis utama adalah tumor,
contohnya adalah ricin, diphtheria toxin dan abrin. Toksisitas bergantung pada
kemampuan menghambat sintesis protein ribosom protein. Normalnya bersifat toksik
dan tidak cocok untuk tujuan terapi karena menginduksi toksisitas liver dan vaskuler.
Imunotoksin memiliki spesifisitas yang rendah dan imunogenik.
b. Sistem pembawa partikulat
Pembawa partikulat biasanya memiliki tiga karakteristik:
 Ukuran terkecil 0.02 µm dan ukuran terbesar untuk obat bertarget adalah 10–30 µm.
 Biodegradable
 Obat terikat secara fisik dengan pembawa dan secara umum kinetika pelepasan obat
diatur oleh transpor difusi atau degradasi matriks
Keuntungan dari sistem ini adalah tingginya muatan obat, obat tidak terikat secara kimia
dengan pembawa, dan memberi perlindungan obat dengan enkapsulasi. Kekurangannya
adalah ketidakmampuan menembus barier endothelial dan meninggalkan sirkulasi umum.
1) Liposom
Struktur vesikuler dengan satu atau lebih lipid bilayer, diameter antara 0.02 and 20 µm.
Berdasarkan komposisi dasar dan kegunaan in vivo dibagi menjadi liposom konvensional,
sterically stabilized (“stealth”) liposomes, immunoliposom, dan liposom kationik.
2) Misel Polimer
Misel bersifat stabil dalam sirkulasi darah atau memiliki CMC yang sangat rendah.
Diameter dipilih dimana efek EPR terlihat (<0.2 µm) sehingga terjadi akumulasi obat.
3) Pembawa Lipoprotein
Perbandingan lemak dan protein menentukan densitas lipoprotein: kilomikron paling
rendah densitasnya, sebagian besar lipid ukuran 10–90 nm; VLDL (Very Low Density
Lipoproteins) ukuran 30–90 nm; LDL (Low Density Lipoproteins) ukuran 25 nm; dan
HDL (High Density Lipoproteins) ukuran 10 nm.
4) Lain-lain: mikrosfer albumin, mikrosfer Poly(lactide-co-glycolide) (PLGA), dan niosom.
3. Homing device. Untuk menarget obat secara khusus ke sel atau jaringan target (tidak
dibutuhkan untuk pasive tarrgetting), misalnya reseptor galaktosa yang ada di sel liver
parenkim, sehingga residu galaktosa pada pembawa obat dapat menghantarkan ke sel ini.
Homing device bukanlah “magic bullets”, namun dapat meningkatkan spesifisitas obat
pada tempat aksinya.
Misal:
a. Formulasi insulin long, medium, dan short acting dengan manipulasi kristal atau
pembentukan kompleks fisika
b. Injeksi depot (suspensi, injeksi lemak) kontrasepsi dan obat psikotropik
c. Implan polimer, misal Zoladex
d. Pompa infusi

2.2 Mekanisme Penghantaran Obat


Terdapat dua mekanisme penghantaran obat pada system penghantaran obat tepat target,
yaitu active targeting dan passive targeting.
a. Passive Targeting
Passive Targeting memanfaatkan pola distribusi “alami” (pasif) dari pembawa obat in
vivo dan tidak ada perangkat pengenalan target yang dipasangkan di pembawanya.
Passive targeting dikenal juga dengan physical targeting. Mekanisme ini bekerja
berdasarkan preparasi dari kompleks pembawa obat yang dirancang sedemikian rupa agar
terhindar dari metabolism tubuh, eksresi, opsonisasi, dan fagositosis, jadi kompleks
pembawa obat ini akan tetap berada di sirkulasi darah sehingga dapat bertransmisi ke
target reseptor. Kompleks pembawa obat harus disesuaikan pH, suhu, ukuran atau bentuk
molekulnya agar dapat sampai pada target reseptornya.
Jadi pada prinsipnya passive targeting terjadi karena adanya akumulasi atau sistem
pembawa obat pada daerah tertentu karena sifat fisikokimia zat tersebut atau faktor
farmakologis suatu penyakit.
Akumulasi obat pada area fisiologi yang rusak atau jaringan yang rusak dan jaringan
yang terpatologis merupakan area yang dapat dimanfaatkan secara baik untuk mekanisme
passive targeting ini karena area yang terpatologis akan mempunyai area-area yang
bersifat leaky sehingga akumulasi obat pada mekanisme passive targeting ini akan
dengan lenih mudah menembus sel dan sampai pada reseptor target.
Gambar 1: Akumulasi obat pada system passive targeting pada jaringan normal (a) dan
pada jaringan terpatologis (b)

Oleh karena itu, untuk membuat system penghantaran obat dengan mekanisme
passive targeting, harus diperhatikan beberapa hal, yaitu mempelajari kondisi fisologis
dari area dan sel/jaringan akan ditargetkan dalam pengobatan, menyiapkan pembawa
yang mempunyai berat molekul lebih dari 30kDa dengan ukuran molekul 100-200 nm
dan mempunyai sifat hidrofilik dan bermuatan netral, kemudian menyesuaikan system
penghantaran agar sensitive pada pH, temperature, muatan. System pembawa yang
sensitive pH harus di design agar stabil pada pH fisiologis yaitu 7,4, namun harus dapar
terdegradasi dalam pH yang lebih kecil dari pH fisiologis (pH lebih asam) agar dapat
melepaskan zat aktifnya System pembawa juga harus di desain agar dapat stabil saat
mengalami sirkualsi dalam darah, namun saat akan memasuki sel target dimana
temperaturnya lebih tinggi pembawa akan rusak sehingga obat yang dibawa akan dapat
masuk ke sel yang ditarget. Jadi pembawa yang digunakan harus termosensitif.
Tabel 1. penyiapan sistem passive targeting

Obat yang digunakan dalam system passive targeting ini merupakan suatu
nanopartikel yang cukup besar untuk dapat bertahan akibat adanya aliran darah dalam
pembuluh darah, namun harus mempunyai ukuran yang cukup kecil agar dapat terhindar
dari makrofag. Ukuran nano partikel yang disarankan 100 nm agar dapat terhindar dari 2
kejadian di atas. Selain ukurannya nano partikel yang digunakan harus mempunyai
permukaan yang hidrofilik adar terhindar dari “termakan” oleh makrofag. Hal ini dapat
dilakukan dengan melapisi permukaan nano partikel dengan polimer hidrofilik seperti
polietilen glikol (PEG) yang dapat melindungi nano partikel dari opsonisasi.

Gambar 2 ilustrasi passive targeting dalam sel


Pada fase awal, zat aktif akan menginvaginasi membran sel untuk masuk kedalam sel.
Dalam sel, zat aktif akan terbungkus oleh membrane plasma membentuk endosom. Dari
bentuk endosomnya, zat aktif dan target ligan akan dilepaskan dan menyebar didalam sel.
Saat zat aktif menyebar dalam sel, ligan akan bermigrasi ke permukaan sel.

b. Active Targeting
Terjadi modifikasi obat atau sistem pembawa dengan komponen aktif yang memiliki
afinitas spesifik untuk mengenali dan berinteraksi dengan sel yang dituju Pada system
active targeting suatu terdapat homing device (pengenal target) yang terikat pada system
pembawa untuk menghantarkan obat ke sel, jaringan atau organ spesifik. Oleh karena itu
system pengahntaran active targeting ini terisir dari tiga bagian, yaitu pembawa, homing
device, dan obat. Homing device yang biasa digunakan pada active targeting merupakan
suatu ligan spesifik seperti antibody, hormone, dan protein yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap reseptor pada sel target spesifik yang dituju Sebaiknya homing device
adalah yang kovalen melekat pada pembawa, meskipun perangkan pelacak yang tidak
kovalen melekat pada pembawa juga sukses di targetkan.
Pada aktif targeting, digunkan ligan/anti bodi sebagai target moiet, polimer/lipid sebagai
carrier.
Ada tiga orde untuk aktif targeting, yaitu :
 Target orde pertama, istilah ini mengacu pada jalur terlarang untuk distribusi sistem obat-
carrier, misalnya ke pembuluh-pembuluh kapiler di sekitar situs target, pembuluh limfe,
rongga peritoneal, dan barrier otak.
 Target orde kedua, Selektivitas penghantaran obat ke sel spesifik, misal sel-sel tumor,
tanpa mengenai dan memberi efek ke sel-sel normal disekitarnya. Contoh lain adalah
penghantaran selektif untuk sel kupffer pada liver.
 Target orde ketiga, Didefinisikan sebagai obat yang sistem penghantarannya dibuat
spesifik untuk situs-situs target intraseluler. Contoh aplikasi pada pelepasan kompleks
obat dalam sel melalui endositosis yang dimediasi oleh ligan.
 Reseptor dalam membrane sel
Resptor dalam membrane sel akan menimbulkan interaksi spesifik antara pembawa obat
dengan sel. Berdasarkan uptake via receptor mediated endocytosis
 Komponen lipid dalam membrane sel
Interaksi antara analog fosfolipidsyntesis dengan membrane sel, akan mengubah
komposisi lipid, permeabilitas membrane dan fluiditas.
 Antigen atau Protein dalam permukaan sel
Suatu sel yang rusak akan mengeluarkan suatu protein. Protein ini akan dilawan dengan
antibody monoclonal.

2.3 Target Obat dalam TDDS


Target obat spesifik adalah adalah makromolekul atau molekul kompleks yang berperan
penting dalam suatu penyakit. Ada beberapa makromolekul atau molekul kompleks yang
dapat digunakan sebagai target suatu obat, antara lain: enzim, reseptor, viral surface protein,
kanal ion, transporter, DNA RNA, Ligan. Untuk mencapai target-target tersebut, maka
diperlukan pembawa obat yang dapat mengantarkan obat sehingga obat dapat bekerja di
target tersebut. Pembawa obat yang digunakan biasanya berupa nanopartikel. Ada beberapa
bentuk pembawa nanopartikel, antara lain : Liposome, Micelle, Nanosphere, Polimer,
Nanocapsule, dll. Beberapa makromelkul yang dapat digunakan sebagai target suatu obat :
1) Enzim
Enzim adalah senyawa protein yang bertindak sebagai biokatalisator, artinya senyawa
tersebut mampu mempercepat reaksi kimia, tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi.
Enzim digunakan sebagai target obat karena enzim selain berfungsi sebagai
biokatalisator di dalam tubuh manusia dan untuk manusia, enzim di dalam tubuh
manusia dapat dimanfaatkan oleh penyakit sehingga kondisi patofisiologis tubuh
semakin buruk. Intinya, suatu enzim spesifik berperan dalam perkembangan suatu
penyakit. Contohnya, struktur tiga dimensi dari enzim protease pada Human
Immunodeficiency virus (HIV), yang merupakan enzim penting dalam replikasi virus
HIV, memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti untuk mengetahui
konfigurasi molekuler dari protein virus HIV. Para peneliti menggunakan hal ini untuk
mendesain suatu obat yang dapat menginaktifkan enzim protease tersebut.
Mekanisme obat pada enzim, antara lain :
 Inhibitor Enzim
Molekul obat sebagai penghambat enzim-enzim tertentu yang mengganggu kerja
sel.
1. Irreversible Inhibitors
Irreversible Inhibitors, yaitu golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan
suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang penting bagi aktivitas
katalitiknya. Inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada
enzim. Contoh: Diisoprofil fluorofosfat (DFP) yang dapat menghambat enzim
asetilkolinesterase (penting dalam transmisi impuls syaraf).

Gambar 3. Inhibisi Ireversible


2. Reversible Inhibitors
 Competitive
Pada inihibitor kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan
dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat
mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah
inihibitor kompetitif untuk enzimdihidrofolat reduktase.

Gambar 4. Reversible Inhibitors

 Non-Competitive
Inhibitor nonkompetitif biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip
dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini
menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai
lagi dengan substratnya.

Gambar 5. Inhibitor non kompetitif


 False Substrat
False substrat akan berinteraksi dengan enzim menghasilkan produk yang salah dan
tidak berfungsi (antimetabolit). Molekul obat sebagai substrat yang salah/palsu
(false substrat) ketika bertemu dengan enzim, molekul obat dapat mengalami
transformasi kimia yang kemudian membentuk produk abnormal sehingga jalur
metabolik di dalam tubuh akan berubah. Contoh:
1. 5-Fluorourasil
Obat ini menggantikan urasil dalam biosintesis purin dan akan terbentuk
nukleotida palsu “fradulent” Nucleotide Fluoro Deoxyuridine Monophosphat
(FDUMP) atau tidak terbentuk 2’-deoxyuridilat monophosphat (DUMP) dan
tidak membentuk timidilat (DTMP) sehingga terjadi penghambatan sintesis
DNA dan penghambatan pertumbuhan dan pembelahan sel.
2. Metotreksat
Menggantikan folat dalam biosintesis purin sehingga penghambatan sintesis
DNA dan penghambatan pertumbuhan dan pembelahan sel.

2) Reseptor
Suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan agonis/
ligan untuk memicu signaling kimia antara dan dalam sel, sehingga menimbulkan efek.
Reseptor digunakan sebagai target obat karena reseptor dapat berfungsi sebagai situs
pengenalan dan pengikatan suatu ligan sehingga mempengaruhi aktivitas sel.
Contoh ligan yang dapat berikatan dengan reseptor dan mempengaruhi aktivitas sel:
1. Hormon: insulin, testosteron, dsb.
2. Autocrine/paracrine factors: hormon yang beraksi lokal (contoh: prostaglandin).
3. Neurotransmitters: dilepaskan oleh ujung syaraf sebagai respon dari depolarisasi
(contoh: asetilkolin, norepinefrin, noradrenalin).
4. Cytokines: diproduksi oleh sel-sel pada sistem imunitas. Targetnya bisa jauh atau
dekat (cth: interferon, interleukin).
5. Membrane-bound ligands: terdapat pada permukaan sel, mengikat pada reseptor
komplementer sel yang lain sehingga menjembatani interaksi antar sel.
6. Drug/chemicals: senyawa yang dipaparkan dari luar.
Mekanisme obat pada reseptor :
 Agonis
1) Agonisme Langsung
Respon berasal dari interaksi agonis dengan reseptornya, menyebabkan
perubahan konformasi reseptor sehingga reseptor aktif dan menginisiasi proses
biokimiawi sel (stimulus atau penghambatan respon seluler).
2) Agonisme Tidak Langsung
Senyawa obat mempengaruhi senyawa endogen dalam menjalankan fungsinya.
(potensiasi atau modulasi). Agonis tidak langsung biasanya merupakan alosterik
dimana obat berikatan dengan reseptor pada tempat yang berbeda dari tempat
berikatannya endogen sehingga reaksi biokimia yang terjadi lebih efisien.
Contoh: Benzodiazepin dan barbiturat pada reseptor GABAA yang dapat
memperkuat aksi GABA pada reseptor tersebut.
 Antagonis
Antagonis melibatkan suatu senyawa yang akan menurunkan aksi suatu agonis atau
ligan dalam memberikan efek.
1. Antagonis kompetitif
Suatu obat yang mengikat reseptor secara reversibel pada daerah yang sama
dengan tempat ikatan agonis, tetapi tidak menyebabkan efek.
Efek antagonis kompetitif dapat diatasi dengan peningkatan konsentrasi agonis,
sehingga meningkatkan proporsi reseptor yang dapat diduduki oleh agonis.
2. Antagonis irreversibel
Antagonis yang dapat mengikat reseptor secara kuat dan bersifat irreversibel,
tidak bisa diatasi dengan penambahan agonis.
3. Antagonis non-kompetitif
Suatu antagonis yang dapat mengurangi efektifitas suatu agonis melalui
mekanisme selain berikatan dengan tempat ikatan agonis pada reseptor.

Reseptor folat, yang diekspresikan pada sel kanker, dapat digunakan sebagai
target pemberian obat tumor spesifik pada kanker seperti payudara, ovarium, otak, dan
paru-paru. Reseptor yang overekspresi tersebut dapat digunakan sebagai target dengan
cara obat kanker tersebut ditempelkan dengan suatu ligan berupa asam folat bisa dalam
bentuk liposom, asam folat ini sangat dibutuhkan oleh sel-sel kanker untuk
pertumbuhannya sehingga ketika obat disuntikan/diberikan asam folat akan dimakan
oleh sel kanker, dan disitulah obat kanker akan dilepaskan dan mulai bekerja.
Pada reseptor peptida dalam beberapa sel tumor disajikan dalam jumlah yang banyak,
sehingga analog peptida dikonjugasikan ke pembawa obat yang memungkinkan
penargetan tumor-spesifik agen sitotoksik, memastikan interaksi dengan reseptor
peptida. Sebagai contoh liposom yang dikopling dengan RGD (arginin-Glisin-Aspartat),
dengan mekanisme kerja hampir sama seperti reseptor asam folat.

3) Viral Surface Protein


Viral surface protein merupakan molekul protein yang terdapat di kulit, atau permukaan
(surface), suatu virus, viral surface protein adalah protein-protein yang penting dalam
interaksi antara suatu sel dengan lingkungan sekitarnya, termasuk dengan sel lainnya.
VSP digunakan sebagai target obat karena VSP dapat dijadikan marker suatu
virus/tumor/sel yang terjangkit penyakit, VSP berperan penting dalam interaksi antar sel
sehingga bila diketahui suatu protein berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan
virus/tumor/sel, maka VSP tersebut dapat ditarget agar dapat menghambat
perkembangannya.
Contoh :
1. Malaria merozoite surface protein (MSP1).
2. Hepatitis B Virus : P39, GP42.
3. Human Breast Tumor Cells : Ret Kinase (Rearranged during transfection).

4) Kanal Ion
Kanal ion merupakan sebuah protein yang bertindak sebagai pori pada membran sel dan
memungkinkan bagian selektif ion (seperti ion kalium, ion natrium, dan ion kalsium),
dengan cara yang arus listrik melewati masuk dan keluar dari sel. Saluran ion juga
melayani banyak fungsi penting lainnya, termasuk bahan kimia sinyal, transportasi
transelular, regulasi pH, dan pengaturan volume sel. Kerusakan saluran ion dapat
menyebabkan penyakit pada banyak jaringan. Kanal ion yang meregulasi dan
merupakan tranpor ion secara selektif dalam proses fisiologi manusia. Mulai dari
pemberi sinyal di jantung dan sistem saraf, sekresi cairan di paru-paru, saluran GI dan
ginjal, sistem imun, remodelling tulang dan poliferasi sel tumor. Mekanisme kerja dari
kanal ion saluran Voltage-gated diatur oleh perubahan perbedaan potensial listrik
melintasi membran (yaitu, potensial membran) sedangkan ligan dan saluran sensory-
gated merespon perubahan di berbagai intraseluler atau ekstraseluler dan ligan terhadap
rangsangan mekanik atau termal, masing-masing. Masalah yang dihadapi yaitu untuk
saluran ion ini bermasalah karena reproduksi otentik sifat fungsional dan farmakologis
asli tergantung pada ekspresi yang efisien, lokalisasi, dan orientasi dari suatu kombinasi
yang tepat dari subunit, masing-masing yang mungkin memiliki beberapa domain
transmembran yang melipat masuk dan keluar dari membran. Akibatnya ada potensi
besar untuk kesalahan berikatan dan kesalahan perakitan. Dalam banyak kasus
komposisi subunit yang tepat dari saluran target dalam jaringan kurang dikarakterisasi.
Demikian pula, kebutuhan untuk faktor selular lain yang mungkin memainkan peran
modulasi spesifik jaringan seringkali kurang dipahami.

5) DNA, RNA
DNA merupakan makromolekul polinukleotida yang tersusun atas polimer nukleotida
yang berulang-ulang, tersusun rangkap, membentuk DNA heliks ganda dan berpilin ke
kanan. Setiap nukleotida terdiri dari 3 gugus molekul, yaitu :

 Gula 5 karbon (2-deoksiribosa),


 basa nitrogen, yaitu adenin (A) dan guanin (G), sitosin (C) dan timin (T),
 gugus fosfat.
DNA digunakan sebagai target karena :

 Mengatur regulasi dari replikasi, transkripsi atau translasi,


 Membunuh sel, kemungkinan melalui apoptosis (agen anti tumor).
Contoh :

Sitabin dan Gemsitabin yang merupakan obat leukimia anak-anak.

Mekanisme :

1. Terminasi sintesis untai DNA,


2. Penggabungan ke genom (DNA) diikuti dengan perubahan siklus hidup sel
termasuk apoptosis (kematian sel terprogram).
RNA merupakan Rantai tunggal polinukleotida, yang setiap ribonukleotida terdiri dari 3
gugus molekul :

5 karbon
basa nitrogen, yaitu adenin (A), guanin (G), sitosin (C) dan Urasil (U)
gugus fosfat
RNA memegang peranan penting dalam proses biologis :

Sintesis protein
Pemotongan mRNA
Regulasi transkripsi
Pengikatan obat ke RNA target spesifik dapat pengaruhi aktivitas biologis dari RNA
dengan cara :

1. Mencegah pengikatan makromolekul (protein/RNA)


2. Mengacaukan konformasi aktif RNA
3. Membentuk ikatan kompetitif pada situs pengikatan kofaktor
Contoh :

Cisplatin merupakan obat kemoterapi untuk mengurangi ukuran tumor, RNA di tumor
sangat berbeda dengan RNA pada sel normal. Cisplatin akan melepaskan Pt yang akan
mengikat dengan kuat ke situs spesifik di RNA menyebabkan konsentrasi yang tinggi di
RNA. Ciplastin dapat dibuat dalam bentuk liposom dengan tipe penargetan passive.
6) Ligan
Ligan (dari bahasa latin ligandum : mengikat) merupakan molekul pemicu sinyal yang
terikat ke sebuah daerah ikatan pada protein target. Ikatan ini terjadi oleh gaya
antarmolekul, seperti ikatan ion, hidrogen dan gaya van der waals.
Sebagai contoh pasangan reseptor ligan yaitu EGF dan EGFR. EGFR merupakan
reseptor glikoprotein transmembran yang dikode oleh proto onkogen Her 1, yang terdiri
dari ekstraseluler dan intraseluler. Ekstraseluler terdiri atas reseptor yang berfungsi
sebagai tempat ikatan antara ligan dengan EGFR. Ligan yang dapat berikatan dengan
EGFR yaitu EGF (Epidermal Growth Factor), Amphiregulin , Transforming Growth
Factor-α (TGF- α), Heparin-binding EGF-like growth factor (HB-EGF), Betacellulin,
dan Epiregulin. Pada intraseluler terdapat domain tirosin kinase yang berperan pada
proses tranduksi sinyal dalam pertumbuhan kanker. Ikatan antara EGFR dengan ligan
dapat mengaktifkan berbagai jalur transduksi sinyal yang berperan dalam regulasi siklus
sel sehinga terjadi proses diferensiasi, apoptosis, proliferasi nan angiogenesis. Pada
terapi anti kanker untuk menghambat kerja EGFR digunakan EGFR Inhibitor.

Tabel 3 Ligan yang biasa digunakan sebagai target obat


Contoh : Antibodi monoklonal anti-EGFR (mAb), yaitu cetuximab, abgenix, medarex.
Ketika mAb berikatan dengan reseptor-reseptor EGFR, akibatnya ikatan antara ligan
dengan reseptor dapat dicegah sehingga EGFR tidak teraktivasi. mAb ini dapat dibuat
dalam bentuk liposom yang sering disebut dengan immunoliposom.

Gambar 6. Mekanisme kerja Antibodi monoklonal anti-EGFR (mAb)


Tabel.4 Target obat Nanopartikel

Tabel 5 Contoh Obat Antikanker yang bekerja dengan Targeting Drugs Delivery

Anda mungkin juga menyukai