Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

CLINICAL ETHICS

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan


dalam Menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
pada matakuliah Etikomedikolegal

Dosen Pengampu : Prof.DR.dr.Gatot S.Lawrence,M.Sc,Sp.PA(K),DFM,Sp.F


Nama Mahasiswa : dr. Steffy Robecca Gosal
NIM : C075221002
Prodi : Patologi Anatomi

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
NAMA : Steffy Robecca Gosal

NIM : C075221002

Departemen : Ilmu Patologi Anatomi

Dosen Pengampu : Prof. Dr.dr. Gatot Susilo Lawrence, Sp.PA(K), Sp.F, DFM

BIOETHICS

Bioetika

Etika adalah seperangkat standar moral dan kode perilaku yang mengatur interaksi
individu dengan individu lain dan dalam masyarakat. Fletcher membedakan moral dari etika,
yang menyatakan, "'moralitas' adalah apa yang orang lakukan pada kenyataannya diyakini
benar dan baik, sementara 'etika' adalah refleksi kritis tentang moralitas dan analisis
rasionalnya." Menurut Fletcher, misalnya, “Haruskah saya menggugurkan kandungan?”
adalah pertanyaan moral, sedangkan "Bagaimana saya harus memutuskan?" adalah masalah
etika. (Lewis, M.A. and Tamparo, 2007)
Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam
kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang
berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang
bersumber pada 4 kaidah dasar moral (kaidah dasar bioetika-kDB) berserta kaidah
turunannya. Kaidah dasar moral bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang
memuat nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika profesi luhur kedokteran. Dalam
profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama yaitu:

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination),

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pasien,

3. Prinsip non maleficemce, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “premium non nocere” atau “above all do no
harm”,
4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice) (Suryadi, 2009).

Kemajuan terbaru dalam biomedis ilmu pengetahuan, perkembangan yang dihasilkan


dari teknologi medis baru dan terus berkembang kemungkinan aplikasinya memprovokasi
kecemasan tertentu. Untuk menjelaskan kekhawatiran masyarakat mungkin berguna untuk
menggambarkan secara singkat metode penelitian eksperimental biomedis dan aplikasi
mereka. Penyelidikan dimulai dengan pembangunan hipotesis yang diuji dalam laboratorium
dan dengan eksperimental hewan. Untuk temuan menjadi klinis bermanfaat, percobaan harus
dilakukan pada subjek manusia dan, bahkan ketika dirancang dengan hati-hati, penelitian
semacam itu mengandung beberapa risiko bagi subjek. Risiko ini dibenarkan bukan oleh
pribadi mana pun bermanfaat bagi peneliti atau institusi dimana penelitian dilakukan, tetapi
dengan manfaatnya bagi subjek manusia terlibat, kontribusi potensialnya terhadap
pengetahuan manusia, untuk melegakan penderitaan atau untuk perpanjangan hidup. Jangka
panjang, manfaatnya mungkin kolektif(Bankowski, 1989).

Prinsip-Prisip Dasar Bioetik


Di dalam kaidah dasar bioetik terkandung prinsip-prinsip dasar bioetik yang harus
selalu diperhatikan. Empat prinsip etik (beneficence, non-maleficence, autonomy, dan
justice) dapat diterima di seluruh budaya, tetapi prinsip etik ini dapat bervariasi antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lainnya. Di indonesia sendiri, ada 4 prinsip berkaitan
dengan bioetik yang harus selalu dipegang oleh seorang dokter. Keempat prinsip tersebut
adalah : 1.1(Giz 471, 2009)

Beneficence

Beneficence adalah prinsip bioetik dimana seorang dokter melakukan suatu tindakan
untuk kepentingan pasiennya dalam usaha untuk membantu mencegah atau menghilangkan
bahaya atau hanya sekedar mengobati masalah-masalah sederhana yang dialami pasien.
Lebih khusus, beneficence dapat diartikan bahwa seorang dokter harus berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dan harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam
kondisi sehat. Point utama dari prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa
seorang dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih bayak dampak baiknya
daripada buruknya sehingga pasien memperoleh kepuasan tertinggi. (Giz 471, 2009)

Non Maleficence
Non-maleficence Non-malficence adalah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak
melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dapat memperburuk pasien. Dokter haruslah
memilih tindakan yang paling kecil resikonya. “Do no harm” merupakan point penting dalam
prinsip non-maleficence. Prinsip ini dapat diterapkan pada kasuskasus yang bersifat gawat
atau darurat. (Giz 471, 2009)

Justice
Justice atau keadilan adalah prinsip berikutnya yang terkandung dalam bioetik.
Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan perlakukan yang adil
untuk semua pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membedabedakan pasiennya
berdasarkan tingkat ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial, dsb. Diperlukan nilai moral
keadilan untuk menyediakan perawatan medis dengan adil agar ada kesamaan dalam
perlakuan kepada pasien7 . Contoh dari justice misalnya saja: dokter yang harus
menyesuaikan diri dengan sumber penghasilan seseorang untuk merawat orang tersebut.
Untuk menentukan apakah diperlukan nilai keadilan moral untuk kelayakan minimal dalam
memberikan pelayaan medis, harus dinilai juga dar seberapa penting masalah yang sedang
dihadapi oleh pasien8 . Dengan mempertimbangkan berbagai aspek dari pasien, diharapkan
seorang dokter dapat berlaku adil. (Giz 471, 2009)

Autonomy
Dalam prinsip ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia,
terutama hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pasien diberi hak untuk berfikir secara
logis dan membuat keputusan sesuai dengan keinginannya sendiri. Autonomy pasien harus
dihormati secara etik, dan di sebagain besar negara dihormati secara legal. Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan pasien yang sudah
dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medis5 . Melalui informed consent,
pasien menyetujui suatu tindakan medis secara tertulis.Informed consent menyaratkan bahwa
pasien harus terlebih dahulu menerima dan memahami informasi yang akurat tentang kondisi
mereka, jenis tindakan medik yang diusulkan, resiko, dan juga manfaat dari tindakan medis
tersebut.
Prinsip Autonomy tertuang dalam Informed Consent Pengertian Dalam Bahasa Indonesia,
informed consent seharusnya diterjemahkan dengan istilah Persetujuan Setelah Penjelasan
(PSP) dan bukan “Persetujuan Tindakan Kedokteran” seperti yang terdapat dalam Pemenkes
Nomor 290 Tahun 2009 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Dengan mengatakan
Persetujuan Tindakan Kedokteran, unsur informasi (penjelasan) hilang dan tidak dianggap
sebagai sesuatu yang penting. Padahal unsur informasi ini menjadi unsur yang sangat penting
dari proses itu. Mengapa perlu persetujuan/izin (consent)? Bayangkan saja: Anda memetik
manga dari kebun tetangga tanpa izin secara moral akan sangat berbeda ketika Anda memetik
manga tetangga sesudah meminta persetujuan/izin dari tetangga tersebut, bisa juga
dibayangkan, Anda mengambil pisau lalu membelah perut anak tetangga tentu secara moral
sangat berbeda dengan Anda seorang dokter bedah yang dengan persetujuan dari yang berhak
lalu mengambil pisau untuk membedah perut anak tetangga untuk melaksanakan operasi.
Dari dua contoh ini sangat jelas: bagian pertama dari kedua contoh itu tidak bisa dibenarkan
secara moral bahkan bisa diklasifikasikan sebagai kejahatan, sedangkan bagian kedua dari
dua contoh itu bisa dibenarkan secara moral. Dari sini jelaslah jawaban dari pertanyaan tadi:
izin menjadikan tindakan yang tadinya tidak benar secara moral menjadi benar; apa yang
tadinya tidak boleh menjadi boleh. Definisi informed consent sendiri ada macam-macam.
Jessica W. Berg dan kawan-kawan mengatakan bahwa: “Informed consent adalah aturan
hukum yang menentukan tingkah laku dokter dan pelayan kesehatan lainnya dalam
interaksinya dengan pasien dan dalam situasi tertentu akan memberikan hokum apabila
dokter membelokkannya dari harapan tersebut. (Giz 471, 2009)

Perkembangan Pendidikan Bioetik

Munculnya bioetika pada tahun 1970-an sering dikaitkan dengan pertumbuhan pada
pendidikan etika. Kurikulum kedokteran di banyak negara adalah yang pertama
memperkenalkan pengajaran etika profesi. Hal ini tidak dapat dihindari karena perubahan
revolusioner dalam ilmu dan teknologi kedokteran setelah Perang Dunia II serta inovasi
dalam diagnosis dan pengobatan berdampak signifikan pada pendidikan kedokteran.
Kesulitan moral baru dari perubahan ini tidak dapat diabaikan secara profesional pendidikan.
Pada awal 1970an, ada pertumbuhan pesat dari program pengajaran etika di Amerika Serikat.
Pada tahun 1972, program pengajaran etika dapat diidentifikasi dalam 12 sekolah kedokteran,
berkembang menjadi 95 pada tahun 1976 dan 114 pada tahun 1980 (dari 125 yang ada
sekolah). Dalam upaya ini, lebih dari 1.000 anggota fakultas telah terlibat. (Gordijn, no date)
Perkembangan Menjadi Dokter – Menjadi Profesionalisme
Sampai akhir 1970-an, pengajaran formal tentang etika, profesionalisme, dan
humanisme tidak menjadi bagian dari kurikulum sekolah kedokteran. Sejak itu, para
pendidik telah mengembangkan pengalaman kurikuler yang inovatif untuk memaparkan
siswa pada isu-isu profesionalisme dan mempromosikan pengetahuan etika. prinsip,
keterampilan penalaran moral, dan pengembangan sikap humanistik. Salah satu tujuan
utama pembelajaran berbasis masalah (proses belajar kelompok yang ditandai dengan
penciptaan tujuan bersama dan pengejaran pengetahuan) adalah pengembangan
keterampilan kerja tim dan kepemimpinan, atribut yang penting bagi profesionalisme.(Stern
and Papadakis, 2006)
Sebagian besar sekolah kedokteran sekarang mengharuskan siswa untuk mengambil
kursus etika formal. Kursus Pendidik medis harus menetapkan harapan, menciptakan
pengalaman belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil. Pendidik harus jelas tentang
harapan profesional baik alasan di baliknya maupun konsekuensi dari kegagalan
memenuhinya. Tanpa harapan yang terdefinisi dengan baik, siswa tidak akan memiliki cita-
cita yang jelas untuk diperjuangkan. Pendidik harus merancang pengalaman klinis yang
memungkinkan siswa untuk melihat bagaimana praktisi berpengalaman menegosiasikan
dilema praktik medis. (Stern and Papadakis, 2006)
Hukum telah disebutkan berkali-kali dalam buku tentang etika ini. Praktik kedokteran
telah lama menjadi subyek undang-undang, dan banyak Hukum telah disebutkan berkali-
kali dalam buku tentang etika ini. Praktik kedokteran telah lama menjadi subyek undang-
undang, dan banyak kasus peradilan melibatkan praktik medis, terutama ketika dokter
praktik kedokteran telah lama menjadi subyek undang-undang, dan banyak kasus peradilan
melibatkan praktik medis, terutama ketika dokter dituduh lalai. Dalam beberapa tahun
terakhir, volume undang-undang, kasus peradilan telah melibatkan praktik medis, terutama
ketika dokter dituduh lalai. Dalam beberapa tahun terakhir, volume undang-undang, litigasi,
dan peraturan seputar obat-obatan dan perawatan kesehatan telah meningkat dituduh lalai.
Dalam beberapa tahun terakhir, volume undang-undang, litigasi, dan peraturan seputar
kedokteran dan perawatan kesehatan telah meningkat secara signifikan. (Albert R. Jonsen,
Mark Siegler, 2015)
Meskipun profesional kesehatan jarang memiliki pengetahuan rinci tentang litigasi,
dan peraturan seputar obat-obatan dan perawatan kesehatan telah meningkat secara
signifikan. Meskipun tenaga kesehatan jarang memiliki pengetahuan rinci tentang hukum,
mereka harus mampu mengidentifikasi potensi masalah hukum dan mengetahuinya
terutama. Meskipun tenaga kesehatan jarang memiliki pengetahuan rinci tentang hukum,
mereka harus mampu mengidentifikasi potensi masalah hukum dan tahu kapan harus
mencari bimbingan hukum. Bagi siapa pun yang peduli dengan etika klinis, hukum, mereka
harus mampu mengidentifikasi potensi masalah hukum dan tahu kapan harus mencari
bimbingan hukum. (Albert R. Jonsen, Mark Siegler, 2015)
Bagi siapa pun yang peduli dengan etika klinis, pengetahuan umum tertentu tentang
masalah hukum yang relevan adalah penting. Untuk kapan harus mencari bimbingan
hukum. Bagi siapa pun yang peduli dengan etika klinis, pengetahuan umum tertentu tentang
masalah hukum yang relevan adalah penting. (Albert R. Jonsen, Mark Siegler, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Albert R. Jonsen, Mark Siegler, W.J.W.- (2015) Clinical Ethics_ A Practical Approach to
Ethical Decisions in Clinical Medicine-McGraw Hill (2015).

Bankowski, Z. (1989) Ethics and health. World health.

Giz 471 (2009) ‘Modul 6 Otonomi beneficence dan non maleficence’, (Giz 471).

Gordijn, B. (no date) Handbook of Global Bioethics.

Lewis, M.A. and Tamparo, C.. (2007) ‘Medical Law, Ethics, & Bioethics FOR THE
HEALTH PROFESSIONS’.

Stern, D.T. and Papadakis, M. (2006) ‘The Developing Physician — Becoming a


Professional’, New England Journal of Medicine, 355(17), pp. 1794–1799. Available at:
https://doi.org/10.1056/nejmra054783.

Suryadi, T. (2009) ‘Prinsip Prinsip Etika Dan Hukum Dalam Profesi Kedokteran’, Pertemuan
Nasional V JBHKI, p. 13.

Anda mungkin juga menyukai