Alor
LAPORAN
I. PENDAHULUAN
1
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Kondisi topografi dan demografi sebesar ini memungkinkan pengembangan dunia perikanan
dan kelautan yang sangat menjanjikan serta berpeluang terutama dibidang usaha
penangkapan.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas di bidang perikanan budidaya dan
mempunyai peluang pasar exspor yang tidak terbatas. Pengembangan budidaya rumput
laut dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi pengangguran, mengentaskan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2000 hingga saat ini, masyarakat
pesisir Alor (kelompok maupun secara perorangan) mulai mengembangkan budidaya
rumput laut jenis Eucheuma cottonii (local) jenis Sakol di wilayah perairan SAP Selat
Pantar dan Laut sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam
mendukung pengelolaan kawasan SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, WWF Indonesia
mengambil peran dalam mendukung perbaikan perikanan budidaya bekerjasama dengan
Pemerintah Kab. Alor melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, pemerintah propinsi NTT
melalui Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Kab. Alor.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas di bidang perikanan budidaya dan
mempunyai peluang pasar exspor yang tidak terbatas. Pengembangan budidaya rumput
laut dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi pengangguran, mengentaskan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2000 hingga saat ini, masyarakat
pesisir Alor (kelompok maupun secara perorangan) mulai mengembangkan budidaya
2
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
rumput laut jenis Eucheuma cottonii (local) jenis Sakol di wilayah perairan SAP Selat
Pantar dan Laut sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam
mendukung pengelolaan kawasan SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, WWF Indonesia
mengambil peran dalam mendukung perbaikan perikanan budidaya bekerjasama dengan
Pemerintah Kab. Alor melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, pemerintah propinsi NTT
melalui Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Kab. Alor.
Kegagalan panen yang dialami oleh para petani rumput laut ataupun kualitas hasil
panen yang kurang baik. Kegagalan ini menyebabkan kerusakan cukup tinggi karena
rumput laut gagal panen akibat rumput laut terserang oleh hama dan penyakit (ice-
ice).
Permasalahan lainnya adalah soal pemasaran, dimana selama ini para petani rumput
laut menjual rumput laut ke para pengumpul yang ada di desa-desa yang merupakan
perpanjang tangan dari pengusaha rumput laut di ibu kota kabupaten atau yang ada
di luar NTT (Makasar, Surabaya dan Bali).
Penetapan harga ditentukan oleh pasar, karena itu masyarakat petani rumput laut
selalu mengikuti harga yang ditentukan oleh pasar
Disisi lain, kelompok petani rumput laut sendiri kurang memiliki hubungan atau
jaringan dengan pasar, sehingga akses informasi, komunikasi didalam membangun
jaringan dengan pasar terkait pemasaran produk kurang berjalan baik.
3
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Menindaklanjuti kegiatan, maka pada bulan Juni 2021 , WWF Indonesia akan
melakukan kegiatan pengembangan bisnis rumput laut dengan melakukan pemetaan
rantai pasar usaha rumput laut di sekitar Kabupaten Alor, untuk itu diperlukan sebuah
kajian tentang pemetaan dan analisa rantai pasar usaha rumput laut di Kab. Alor
4
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Kegiatan fasilitasi temu petani pembudidaya rumput laut dan pelaku pasar potensial
rumput laut dilaksanakan pada tanggal 14 s/d 24 Juni 2021. Bertempat di desa binaan WWF
yakni Desa Aimoli yang berada di Kecamatan Alor Barat Laut dan Desa Bana di wilayah
Kecamatan Pantar. Waktu kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.
18 Juni 2021 Sentra produksi rumput laut Identifikasi potensi rumput laut dan
s/d 20 Juni 2021 di Aimoli Kecamatan Alor pengusahar/pengumpul di Desa Aimoli
Barat Laut Kecamatan Alor Barat Laut
22 Juni 2021 Sentra produksi rumput laut Identifikasi potensi rumput laut dan
di Bana pengusaha/pengumpul di Desa Bana
Kecamatan Pantar
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari petani rumput laut dan pedagang yang
terlibat dalam pemasaran rumput laut. Pada penelitian ini, metode pengambilan sampel
menggunakan metode sampling bola salju (snowball sampling), yaitu pengambilan sampel
tingkat pertama dalam hal ini adalah petani rumput laut ditentukan secara acak sederhana
(simple random sampling) yaitu Sedangkan sampel berikutnya dalam hal ini adalah
pedagang ditentukan oleh petani dimana petani yang telah dipilih tersebut diidentifikasi
5
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
(digali datanya), kemudian responden ini disuruh untuk mengidentifikasikan responden lain
(pedagang) yang merupakan bagian dari populasi target. Proses ini akan berhenti bilamana
jumlah sampel dianggap telah memadai. Proses penggalian data dan informasi
menggunakan pendekatan tatap muka pengamatan lapangan, diskusi dan wawancara
dengan petani dan pedagang rumput laut.
6
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabupaten Alor
potensi lahan Rumput laut 3.884 Ha. Besarnya potensi wilayah yang dimiliki oleh Kabupaten
Alor sebagai penghasil rumput laut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adalah:
1. Luas wilayah perairan lebih luas dibandingakan dengan wilayah daratan
2. Karakter wilayah yang berupa kepulauan dan berteluk yang bisa melindungi budidaya
rumput laut dari hempasan gelombang besar.
3. Terbatasnya jumlah sungai yang merupakan kendala utama bagi wilayah – wilayah yang
melakukan budidaya rumput laut.
4. Jumlah penduduk di desa pesisir relative padat berpotensi untuk menjadi pembudidaya
rumput laut.
5. Alternative mata pencaharian lainnya sangat terbatas, seperti pertanian darat hanya
bisa dilakukan pada musim penghujan yaitu antara bulan Desember – Maret dalam
setiap tahunnya.
6. Keberadaan transportasi ekspedisi swasta dan tol laut yang sudah masuk ke Alor sangat
mendukung. Transfer komoditi dari Kabupaten Alor menuju sentra – sentra industri di
Pulau Jawa sangat mudah, dengan biaya yang masih bisa dijangkau.
Sementara transportasi lokal baik laut dan darat cukup memadai, perahu tradisional sebagai
sarana transportasi antar pulau di Kabupaten Alor cukup banyak dengan kapasitas muat yang
cukup besar.
Beberapa jenis rumput laut yang dikembangkan oleh petani rumput laut di Indonesia
yaitu jenis rumput laut: Spinosium, Eucheuma cottonii, Sargassum dan Gracillaria. Di
Wilayah Perairan laut dan pesisir Kabupaten Alor, saat ini, ada 2 jenis rumput laut yang
sedang dikembangkan oleh petani yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii. dan sakol.
Untuk kebutuhan bibit rumput laut bagi petani yang tidak membudidayakan bibit, bisa beli
petani rumput laut yang sedang membudidayakan bibit dengan harga Rp.
300.000/Tali/Bentangan.
7
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Permasalahan yang ditemui dalam usaha budidaya rumput laut adalah penyakit,
hama tanaman dan hama binatang. Hal ini ditunjukan hasil wawancara dengan petani
menyatakan bahwa sebagai penyebab kerusakan usaha rumput laut adalah penyakit ice-ice
atau lebih dikenal dengan penyakit putih dikalangan masyarakat petani. Selain itu
penyebab lain adalah ikan beronang yang memakan rumput laut.
Wilayah lainnya seperti di Kabola, Teluk Mutiara, Pulau Lapang, Wolu Kangge dan
wilayah lainnya sampai saat ini masih melakukan budidaya, meskipun hanya sedikit petani
yang masih aktif menggeluti usaha tersebut. sebagian baru memulai pasca kerusakan yang
sangat parah pada akhir tahun 2020 akibat terserang hama penyakit dan badai seroja yang
mengakibatkan keberadaan bibit menjadi terbatas. Sehingga mengakibatkan petani hanya
bertahan dengan memanfaatkan sisa bibit yang tersisa hingga kondisi kembali pulih. Selain
itu ada bantuan bibit rumput laut dari Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinisi NTT,
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, WWF dan relawan Geser.
Tabel 2. Data pengumpul dan pembeli rumput laut berdasarkan hasil wawancara
1. Produsen adalah petani yang melakukan usaha budidaya rumput laut di sekitar pantai
(pesisir). Lahan yang digunakan untuk membudidayakan rumput laut adalah laut lepas
yang dikuasai oleh negara, jadi petani hanya memiliki hak guna. Batas lahan yang
digunakan sesuai dengan jumlah bentangan tali yang dimiliki oleh tiap-tiap petani dan
penguasaan lahan tersebut tidak dimiliki secara permanen tetapi hanya dikuasai
sepanjang mereka melakukan kegiatan budidaya. Produksi rumput laut yang dipanen
sebagian dijadikan sebagai bibit kembali dan sebagian dikeringkan untuk dijual kepada
pedagang. Untuk kondisi saat ini kapasitas produksi rumput laut berkisar 200 – 400 kg
setiap kali panen dengan jumlah bentangan tali berkisar 200 bentangan engan Panjang
40 meter. Produksi yang dihasilkan saat ini dijual ke pengepul tingkat desa dengan rata-
rata kualitas cukup baik, meskipun ada beberapa komponen yang harus diperbaiki.
Tetapi petani selalu berusaha menjaga kualitas rumput laut dengan baik dengan cara
pengeringan rumput laut dilakukan di atas rumah panggung yang dibuat oleh petani
sendiri ataupun bantuan dari Dinas Kelautan dan Kabupaten Alor atau di atas terpal.
Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 3 hari apabila kondisi cuaca cerah.
9
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
2. Pedagang tengkulak (pengumpul tingkat desa) adalah pedagang yang membeli langsung
kepada petani yang ada di desa tersebut. Umumnya rumput laut yang dibeli adalah
rumput laut yang telah dikeringkan oleh produsen atau petani rumput laut yang telah
dikemas dengan menggunakan karung yang berisi rata-rata 60-80 kg rumput laut.
Pengumpul desa melakukan pembelian secara door to door ke petani dan menunggu
informasi dari petani kalau hasil produksi rumput laut kering yang dihasilkan sudah mau
dijual. Harga jual petani ke pengumpul desa masih bervariasi tergantung letak
geografisnya. Harga jual petani ke pengumpul desa berkisar Rp.12.500 – Rp.14.000 per
kg kering. Biaya operasional seperti tenaga pengarungan, pengganti karung dan
transportasi semua menjadi kewajiban pengumpul. Petani menerima hasil bersih
dengan harga yang telah disepakati dengan tanpa mengeluarkan biaya tambahan
lainnya. Pengumpul tingkat desa mengambil selisih nilai jual ke pengumpul antar
pulau/pengumpul kabupaten antara Rp.1.000 – Rp.2.000 per kg.
Secara global tata niaga pasar rumput laut yang ada di Kabupaten Alor berlangsung
sangat sederhana, seperti mekanisme pasar yang ada di wilayah sentra budidaya rumput
lainnya di Indonesia. Petani hanya terfokus pada produksi. Tetapi petani memiliki hak atas
harga terbaik yang harus mereka dapatkan. Sebagian petani akan menjual hasil produksinya
kepada pengumpul yang melakukan penawaran lebih tinggi terhadap produksi rumput laut
kering yang mereka hasilkan. Meskipun sebagian petani ada yang telah membangun
kesepakatan dengan pengumpul desa melalui mekanisme utang atau hubungan sosial
lainnya, tipe petani yang seperti ini tidak akan menjual hasil produksinya ke pengumpul lain
meskipun harga berbeda. Pengumpul hanya berfungsi sebagai pembeli saja, tidak ikut
melakukan budidaya rumput laut.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, Secara umum rantai
pemasaran rumput laut kering di lokasi binaan WWF relatif sederhana melalui beberapa
lembaga pemasaran seperti pedagang tengkulak dan pedagang pengumpul. Petani rumput
laut di Desa Aimoli dan Bana menjual hasilnya kepada pedagang tengkulak yang ada di desa,
sebab mereka tidak lagi susah payah membawa hasilnya ke pedagang di kota dan tidak
mengeluarkan biaya yang besar serta waktu dan tenaga. Proses tawar menawar terjadi
antara petani dan pedagang, namun pada umumnya petani selalu dalam posisi yang sulit
sebab pada akhirnya pedagang tengkulak maupun pengumpul yang menentukan harga jual.
Hal ini tidak dipermasalahkan oleh petani sebab antara petani dan pedagang sudah saling
kenal satu sama lain. Selain itu petani cenderung segera menjual hasilnya karena terdesak
kebutuhan ekonomi keluarga. Pada tingkat berikutnya hasil pembelian oleh pengumpul kabupaten
tersebut akan tersebar ke berbagai industri atau eksportir yang ada di Surabaya dan Makasar. Saluran
pemasaran rumput laut kering di Kabupaten Alor dapat di lihat Gambar 1 dan 2.
11
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Gambar 1. Saluran pemasaran dari petani rumput laut di Desa Aimoli dan Bana.
karung palstik ukuran 50 Kg dan 100 Kg untuk dijual kepada para padagang/pengumpul
lokal di desa, setelah itu pengumpul lokal di desa menjual ke pengusaha local di tingkat
kecamatan/kabupaten. Dari pengusaha lokal menjual kepada pabrik pengolahan di
beberapa kota misalnya Surabaya dan Makasar. Tergantung permintaan dan harga yang
diminta pabrik tersebut karena pengusaha local tidak terikat dengan pabrik pengolahan.
Selain itu pengusaha local menggunakan modal usaha sendiri. Sedangkan penjualan
produk rumput laut basah biasanya dalam jumlah kecil dan yang membeli adalah
masyarakat di desa untuk kepentingan bibit.
Rantai pasar yang panjang sangat berpengaruh terhadap aliran informasi dari pembeli
akhir/pabrik ke tingkat petani paling bawah. Petani kecendrungan tidak tahu kualitas
produk yang seperti apa yang diinginkan pabrik, sehingga petani bisa menjaga nilai harga
tetap stabil. Informasi terputus di level pengumpul tersebut, karena jumlah pembelian
yang menjadi target utama, bukan kualitas. Begitu juga dengan harga, panjangnya rantai
pasar membuat informasi harga tersebut tertutup untuk bisa sampai ke tingkat petani
paling bawah. Hambatan yang terjadi dengan rantai pasar yang panjang yaitu:
1. Belum ada pabrik pengolahan rumput laut
2. Tidak ada kepastian soal harga rumput laut kering (harga tidak stabil)
3. Informasi kualitas produk yang sesuai kebutuhan pasar sering tidak sampai ke
tingkat petani.
4. Informasi terkait transparansi harga tidak ada.
5. Banyaknya persaingan pengusaha local sehingga mengakibatkan persaingan tidak
sehat
6. Masalah akses menuju lokasi pemasaran yang biasanya berada di wilayah
kecamatan atau kabupaten.
7. Kebijakan pemerintah terhadap permasalahan rumput laut tersebut hanya pada
pembuatan program bukan pada bisnis yang berkelanjutan.
Peluang meningkatkan pendapatan petani melalui rantai pasar masih terbuka untuk bisa
dilakukan. Perpendek rantai pasar melalui mekanisme BUMDes. Mekanisme ini bisa
13
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
dibangun melalui petani – petani yang tidak ada ikatan jual beli maupun sosial (utang
piutang) kepada pengumpul. BUMDes bisa menggunakan kekuasaannya secara positif
untuk mengajak masyarakat pembudidaya untuk menjual produknya ke BUMDes secara
suka rela. Begitu juga dengan pengumpul desa yang sudah lama menggeluti usaha
tersebut. Melibatkan para pengumpul dalam usaha BUMDes khususnya rumput laut
diharapkan mampu meminimalkan gejolak para pengumpul karena mata
pencahariannya merasa diambil alih oleh BUMDes. Berdasarkan hasil wawancara
dengan petani dan kepala Desa Aimoli menunjukan bahwa wacana untuk
memperpendek rantai pasar melalui mekanisme BUMDes sudah direncanakan pada
tahun 2017 namun sampai saat belum dijalankan. Untuk itu sebagai upaya mengatasi
persoalan tersebut disarankan agar beberapa waktu yang mendatang pendekatan
dengan BUMDes bisa berjalan seperti wilayah lain di Kabupaten Alor. Selain itu untuk
memperpendek rantai pasar rumput laut dengan sistem resi Gudang (srg). Sistem Resi
Gudang (srg) sudah dilincurkan sejak tahun 2008, dan sudah dilaksanakan di 39
kabupaten/kota. Masuknya komoditi rumput laut dapat mendukung peningkatan
ekspor. Sistem Resi Gudang (SRG) rumput laut telah berhasil memberikan manfaat
kepada para petani dengan berupa nilai tambah atas komoditas rumput laut. Saat
komoditas rumput laut yang disimpan di Gudang SRG memenuhi kecukupan pasokan,
standar kualitas, dan harga yang kompetitif, komoditas dapat dijual kepada para
importir di luar negeri, Pembudidaya rumput laut dibeberapa tempat di Indonesia yang
sudah menjalankan system resi Gudang tersebut mengaku kini mampu mengekspor
rumput laut hingga ke pasar mancanegara.
Upaya pengembangan usaha budidaya rumput laut diyakini mampu menggerakkan
ekonomi lokal, regional, dan nasional serta mampu menyentuh peran pemberdayaan
masyarakat, khususnya masyarakat di daerah tertinggal. Oleh karena itu, salah satu
upaya yang dilakukan untuk mengakselerasi dan mensinergikan pengembangan rumput
laut khususnya di daerah tertinggal, telah dibuat Nota Kesepakatan Bersama antara 6
Kementerian (Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian
14
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
15
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
tentang Restribusi Izin Usaha Perikanan dinilai sangat memberatkan para pelaku pengusaha
karena rumput laut kering dengan biaya pengiriman Rp.300.00/kg. untuk itu pengusaha
berharap peraturan daerah tersebut mohon dikaji Kembali.
3.7.4 Transportasi
Tata niaga komoditi rumput laut khususnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan
transportasi, utamanya transportasi antar pulau. Megingat hampir semua industri
pengolahan rumput laut berada di luar wilayah sentra budidaya, seperti NTT, Sulawesi,
Kalimantan, Papua, NTB, dll. Industri banyak di Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan, dan hanya
beberapa industri ada di daerah. Biaya pengiriman secara tidak langsung akan
mempengaruhi nilai jual di tingkat petani. Semakin mahal biaya transportasi, akan semakin
besar beban yang ditanggung petani. Pembeli akan menurunkan nilai pembelian, karena
harus menanggung biaya transportasi yang tinggi.
Keberadaan transportasi yang memadai baik dari sisi biaya dan armadanya sangat
berpengaruh terhadap tata niaga rumput laut ini. Saat ini ada dua mode transportasi antar
pulau yang bisa dimanfaatkan untuk mengirim hasil dari Kabupaten Alor khususnya ke Pulau
Jawa/Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
A. Ekspedisi Swasta
Pelayanan yang diberikan oleh ekspedisi swasta memiliki kecendrungan biaya yang
mahal, jadwal keberangkatan dan kedatangan yang sudah terjadwal dengan pasti.
Kecendrungan buyer akan memilih ekspedisi ini untuk mengirimkan produk bahan
bakunya dari daerah, karena bisa melakukan pengolahan dengan cepat.
B. Tol Laut
17
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Keberadaan tol laut memberikan harapan baru bagi usaha budidaya rumput laut. biaya
yang murah menjadikan mode transportasi Tol Laut bisa menjadi pilihan pengiriman
rumput laut kering menuju ke kawasan industri rumput laut di Pulau Jawa khususnya.
Harga yang lebih rendah dibandingkan transportasi umum menjadikan nilai produksi di
tingkat petani akan meningkat. Mekanisme penggunaan jasa tol laut, bagi pengusaha
tersebut harus mendapat rekomendasi dari Dinas Perdagangan setempat. Akan tetapi
mode transportasi ini memiliki kelemahan, jadwal masuknya armada Tol Laut yang lama,
dan kapasitas muatan yang terbatas (jumlah container terbatas).
3.8. Rekomendasi
18
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
19
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
dalam menyediakan informasi harga kepada semua stakeholders yang terlibat dalam
industri rumput laut, khususnya petani yang selama ini mempunyai daya tawar yang paling
rendah. Kurangnya informasi mengenai harga rumput laut pada tingkat petani bisa
berdampak pada fluktuasi harga di pasar. Selain itu, dalam hal transparansi harga dan upaya
untuk mengurangi distorsi harga rumput laut, sistem resi gudang bisa diterapkan
(Kemendag, 2013). Harapanya dengan adanya pola kemitraan dapat mendorong bangkitnya
sektor UMKM melalui budidaya rumput laut.
Mekanisme penjualan bisa dilakukan melalui BUMDes, yang secara tidak langsung
keuntungan yang diperoleh BUMDes akan menjadi milik masyarakat desa setempat yang
akan dikembalikan lagi dalam bentuk pembangunan desa sedangkan mekanisme pemasaran
melalui SRG dapat memperpendek saluran pemasaran dan dapat membantu pembudidaya
Ekspor Rumput Laut hingga Pasar Mancanegara
20
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Musim budidaya rumput laut dilakukan pada bulan Agustus (8) sampai bulan April
(4), sedangkan bulan Mei (5) sampai bulan Juli (7) budidaya rumput laut tidak dilakukan
karena faktor alam (angin dan arus kencang, gelombang tinggi dan hujan cukup banyak).
Sehingga pada bulan Mei sampai Juli, petani hanya melakukan persiapan dengan menjaga
bibit.
Pembudidaya rumput laut selama ini mengalami berbagai permasalahan yang cukup
kompleks di lapang, antara lain kualitas bibit, hama dan penyakit, harga jual rumput laut
yang rendah serta sarana produksi yang masih sulit diperoleh. Kualitas bibit yang rendah
dan penyakit rumput laut menyebabkan rendahnya produksi sampai yang terparah adalah
gagal panen. Selain itu, petani rumput laut mengalami harga jual tidak stabil, terbatasnya
sarana produksi dan keterbatasan permodalan Hal-hal tersebut menyebabkan produktivitas
bididaya rumput laut rendah.
Harga yang diterima pembudidaya rumput laut juga masih sangat fluktuatif. Hal ini
diduga karena beberapa faktor, antara lain: 1) masih panjangnya jalur pemasaran rumput
laut dari petani sampai pabrik pengolahan rumput laut di Kabupaten Alor ; 2) kualitas
rumput laut kering yang dijual oleh petani rumput laut masih rendah, masih banyak kotoran
dan pasir; dan 3) masih terikatnya petani rumput laut dengan pengumpul karena hutang
atau permodalan.
21
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
22
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
(parapara). Hal ini diperlukan karena rumput laut yang diterima pabrik jika kadar air
tidak lebih dari 38%. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi maka rumput laut yang akan
masuk pabrik akan di-reject. Reject rumput laut ini akan menimbulkan konsekuensi
biaya yang cukup besar, disebabkan oleh sewa truk dan BBM-nya untuk mengangkut
kembali rumput laut, biaya karung yang sudah dirobek (5000 rupiah per karung), biaya
pemadatan dan biaya sortir kembali.
2. Pengembangan unit usaha toko sarana perlengkapan budidaya pada awalnya bertujuan
untuk kolektifitas untuk pembelian sarana prasarana budidaya (tali, dll), dalam
pengembangannya koperasi dapat menyediakan sarana perlengkapan budidaya dengan
lebih murah dan mudah diperoleh, sehingga pembudidaya rumput laut dapat lebih
meningkatkan keuntungannya.
3. Unit usaha kebun bibit rumput laut dikembangkan untuk menghasilkan bibit yang
berkualitas, tahan penyakit dan cuaca serta menjamin ketersediaan bibit.
Pengembangan unit usaha pembibitan diarahkan dengan menggunaan bibit kultur
jaringan, karena disamping bibit yang dihasilkan berkualitas, tahan terhadap penyakit
dan cuaca, bibit kultur jaringan juga memiliki produktifitas yang lebih tinggi 2-3 kali lipat
dari bibit rumput laut biasa, apalagi saat ini bibit rumput laut yang dibudidayakan sudah
tidak jelas fenotifnya sehingga mudah terserang penyakit dan produktifitasnya rendah.
Untuk pengembangan kebun bibit diperlukan pelatihan, pendampingan dan keberadaan
tenaga penyuluh perikanan lapangan atau tenaga Tekniks dari WWF kualitas bibit
rumput laut hasil kultur jaringan seperti yang direncanakan dapat tetap terjaga
4. Unit usaha simpan pinjam juga dikembangkan untuk mengantisipasi pembudidaya yang
membutuhkan dana cash secara mendadak/mendesak. Pembudidaya rumput laut dapat
mencicil membayar pinjaman dengan memotong hasil penjualan sesuai kemampuan
petani rumput laut. Lembaga usaha bersama (koperasi) rumput laut ini juga dapat
membantu dan menyalurkan bantuan permodalan untuk budidaya rumput laut sehingga
memacu petani rumput laut untuk dapat segera melakukan produksi tanpa menunggu
memiliki uang untuk membeli sarana perlengkapan produksi. Kemudahan meminjam ini
24
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
sebaiknya dapat diakomodir oleh koperasi sehingga keterikatan petani rumput laut
kepada pedagang pengumpul dapat dikurangi dan petani rumput laut tidak memiliki
ketergantungan harga yang sudah ditentukan oleh pedagang pengumpul.
25
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Tabel 4. Asumsi Teknis usaha budidaya rumput laut Metode Lepas Dasar sistem patok
3.9.3 Investasi
Komponen biaya investasi usaha budidaya rumput laut meliputi bagunan sebagai
tempat menyimpan dan istirahat, tempat penjemuran rumput laut, tali tambang, patok tali,
perahu dan mesinnya. Total biaya investasi per unit usaha budidaya rumput laut metode
lepas dasar sistem patok sebesar Rp 22.587.500. Rincian selengkapnya mengenai biaya
investasi usaha budidaya rumput laut metode lepas dasar sistem patok dapat dilihat pada
Tabel 5.
26
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
Tabel 5. Biaya Investasi usaha budidaya rumput laut Metode Lepas Dasar sistem patok
dengan luas area 625 m2 (100 tali ris utama).
Tetap
3.9.5 Biaya Variabel
Komponen biaya variabel usaha budidaya rumput laut meliputi biaya pembelian bibit
rumput laut dan upah tenaga kerja. Jumlah biaya variabel usaha budidaya rumput laut per
unit sebesar Rp 4.900.000 per siklus produksi. Rincian biaya variabel per unit usaha
budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya Variabel Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Sistem Patok Per
Unit Per Siklus
3.9.6 Penerimaan
Nilai laju pertumbuhan spesifik komoditi rumput laut rata-rata sebesar 4,99 persen
per hari. Dengan demikian setelah umur 45 hari maka bobot rumput laut basah yang
dipanen sebanyak 894,66 gram per rumpun. Dalam 1 tali ris utama terdapat 100 unit
rumpun, sehingga dalam 1 tali dapat menghasilkan rumput laut sebanyak 89,46 kg. dalam 1
unit sistem budidaya terdapat 100 tali sehingga total bobot panen rumput laut basah per
unit sebanyak 8.946,58 kg
Rumput laut hasil budidaya umumnya dijual dalam bentuk kering. Penanganan pasca
panen rumput laut dilakukan dengan cara dijemur. Perbandingan rumput laut basah dan
kering dengan asumsi perbandingan yaitu 10:1. sehingga total rumput laut kering yang
diperoleh per unit usaha budidaya sebanyak 894,66 kg. Harga jual rumput laut di tingkat
28
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
petani di Alor rata-rata sebesar Rp 13.000 per kg. Total penerimaan budidaya rumput laut
per unit per siklus sebesar Rp 11.622.000. Rincian penerimaan usaha budidaya rumput laut
per unit per siklus disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Penerimaan Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Sistem Patok Per
Unit Per Siklus
29
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
IV. PENUTUP
Adapun beberapa point penting yang bisa dijadikan rujukan dalam pelaksanaan
program selanjutnya adalah sebagai berikut:
Demikian laporan yang dibuat berdasarkan survey lokasi dan wawancara dengan
pembudidaya rumput laut, baik yang masih melakukan budidaya maupun yang baru
memulai dan lokasi yang masih belum budidaya. Semoga laporan dan rekomendasi yang
disampaikan bisa bermanfaat sesuai dengan sebagaimana mestinya.
30
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
31
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
32
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor
33