Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab.

Alor

LAPORAN

KAJIAN RANTAI PASAR RUMPUT LAUT DAN PENYUSUNAN DOKUMEN


RENCANA BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ALOR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN ANGGARAN 2021
.

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kabupaten Alor merupakan salah satu dari 21 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa


Tenggara Timur dengan luas wilayah daerah 2.864.64 Km 2 dan luas perairan 10.773,62 Km 2.
Wilayah Kabupaten Alor yang terletak pada 123° - 225°, BT 8°,8 - 8°,36 LS, memiliki luas
laut yang lebih dominan dibanding daratan dan memiliki garis pantai 650.496 km2
memungkinkan kegiatan dibidang kelautan dan perikanan dapat menjadi andalan dalam
pembangunan ekonomi untuk pencapaian kesejahteraan rakyat.

Jumlah pulau yang terdapat di wilayah


Kabupaten Alor sebanyak 3 pulau besar
buah, dengan panjang garis pantai
terukur sepanjang 650.496 Km.
Terdapat sebanyak 117 desa pesisir
pantai dan saat ini terhitung sebanyak
1809 RTP penduduk mendiami desa
pesisir yang tersebar di pulau pulau di Kabupaten Alor.

1
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Kondisi topografi dan demografi sebesar ini memungkinkan pengembangan dunia perikanan
dan kelautan yang sangat menjanjikan serta berpeluang terutama dibidang usaha
penangkapan.

Namun sejalan dengan terdegradasinya berbagai kondisi ekosistem, maka


pengembangan usaha budidaya laut di wilayah yang dipredikasi seluas 3,887 Ha luas lahan
sangat memungkinkan. Potensi Perikanan Budidaya Laut yang telah diusahakan saat ini
tersedia areal potensial seluas 1.064 Ha. Komoditas perikanan yang telah dibudidayakan di
wilayah Kabupaten Alor adalah rumput laut, sedangkan budidaya ikan air tawar dan ikan
kerapu sampai saat ini belum dikembangkan secara intensif. Secara khusus areal
pengembangan usaha budidaya Rumput laut telah berkembang di seluruh wilayah pesisir di
Kabupaten Alor, terutama di pulau Alor dan Pulau Pantar.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas di bidang perikanan budidaya dan
mempunyai peluang pasar exspor yang tidak terbatas. Pengembangan budidaya rumput
laut dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi pengangguran, mengentaskan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2000 hingga saat ini, masyarakat
pesisir Alor (kelompok maupun secara perorangan) mulai mengembangkan budidaya
rumput laut jenis Eucheuma cottonii (local) jenis Sakol di wilayah perairan SAP Selat
Pantar dan Laut sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam
mendukung pengelolaan kawasan SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, WWF Indonesia
mengambil peran dalam mendukung perbaikan perikanan budidaya bekerjasama dengan
Pemerintah Kab. Alor melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, pemerintah propinsi NTT
melalui Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Kab. Alor.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas di bidang perikanan budidaya dan
mempunyai peluang pasar exspor yang tidak terbatas. Pengembangan budidaya rumput
laut dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi pengangguran, mengentaskan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2000 hingga saat ini, masyarakat
pesisir Alor (kelompok maupun secara perorangan) mulai mengembangkan budidaya

2
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

rumput laut jenis Eucheuma cottonii (local) jenis Sakol di wilayah perairan SAP Selat
Pantar dan Laut sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam
mendukung pengelolaan kawasan SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, WWF Indonesia
mengambil peran dalam mendukung perbaikan perikanan budidaya bekerjasama dengan
Pemerintah Kab. Alor melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, pemerintah propinsi NTT
melalui Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Wilayah Kab. Alor.

 Kegagalan panen yang dialami oleh para petani rumput laut ataupun kualitas hasil
panen yang kurang baik. Kegagalan ini menyebabkan kerusakan cukup tinggi karena
rumput laut gagal panen akibat rumput laut terserang oleh hama dan penyakit (ice-
ice).
 Permasalahan lainnya adalah soal pemasaran, dimana selama ini para petani rumput
laut menjual rumput laut ke para pengumpul yang ada di desa-desa yang merupakan
perpanjang tangan dari pengusaha rumput laut di ibu kota kabupaten atau yang ada
di luar NTT (Makasar, Surabaya dan Bali).
 Penetapan harga ditentukan oleh pasar, karena itu masyarakat petani rumput laut
selalu mengikuti harga yang ditentukan oleh pasar
 Disisi lain, kelompok petani rumput laut sendiri kurang memiliki hubungan atau
jaringan dengan pasar, sehingga akses informasi, komunikasi didalam membangun
jaringan dengan pasar terkait pemasaran produk kurang berjalan baik.

Menjawab permasalahan diatas, WWF Indonesia telah melakukan beberapa


kegiatan dalam pengembangan AIP di 2 lokasi (Desa Bana dan Aimoli) diantaranya:

 Refreshment BMP budidaya Rumput Laut.


 Penilaian tingkat kepatuhan BMP : Untuk mengukur kepatuhan terhadap prinsip
BMP, telah dilakukan 2x penilaian BMP pada tahun 2018-2019
 Penilaian Gap Assesment ASC di dua desa dampingan 2019.

3
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

 Penilaian Kemandirian Kelembagaan Kelompok Budidaya Rumput Laut di Dua Desa


dampingan serta Analisa SWOT sebagai pendekatan rekomendasi Gap Assesment ASC
2020.
 Pencatatan Produksi Rumput Laut di dua desa dampingan.
 Pendampingan Teknis budidaya di 2(dua) Desa sesuai Rekommendasi Gap
Assessment 2019
 Kajian rantai pasar rumput laut dan penyusunan dokumen rencana bisnis kelompok
budidaya rumput laut di Kab. Alor (2019)
 ToT Best Management Practices Budidaya Rumput Laut Ramah Lingkungan tahun
2021

Menindaklanjuti kegiatan, maka pada bulan Juni 2021 , WWF Indonesia akan
melakukan kegiatan pengembangan bisnis rumput laut dengan melakukan pemetaan
rantai pasar usaha rumput laut di sekitar Kabupaten Alor, untuk itu diperlukan sebuah
kajian tentang pemetaan dan analisa rantai pasar usaha rumput laut di Kab. Alor

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk memetakan rantai pasar usaha rumput
laut di Kab. Alor dan beberapa wilayah di NTT. Diharapkan hasil pemetaan ini, ada dukungan
dan kemauan dari para pengusaha didalam melakukan kerjasama dengan kelompok petani
rumput laut di Alor terhadap produk hasil rumput laut baik dalam bentuk segar, kering atau
yang sudah diolah menjadi bahan makanan

4
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

II. TAHAPAN KEGIATAN


II.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan fasilitasi temu petani pembudidaya rumput laut dan pelaku pasar potensial
rumput laut dilaksanakan pada tanggal 14 s/d 24 Juni 2021. Bertempat di desa binaan WWF
yakni Desa Aimoli yang berada di Kecamatan Alor Barat Laut dan Desa Bana di wilayah
Kecamatan Pantar. Waktu kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal Identifikasi Pasar Rumput Laut di Kabupaten Alor

Waktu Lokasi Ket

14 Juni 2021 Kalabahi Persiapan kegiatan dan penyampaian


TOR kegiatan

18 Juni 2021 Sentra produksi rumput laut Identifikasi potensi rumput laut dan
s/d 20 Juni 2021 di Aimoli Kecamatan Alor pengusahar/pengumpul di Desa Aimoli
Barat Laut Kecamatan Alor Barat Laut

22 Juni 2021 Sentra produksi rumput laut Identifikasi potensi rumput laut dan
di Bana pengusaha/pengumpul di Desa Bana
Kecamatan Pantar

24 Juni 2021 Kalabahi Wawancara dengan


pengumpul/pengusaha rumput laut
(Lexi/UD Rumput Laut)

2.2 Metode Pengambilan data

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari petani rumput laut dan pedagang yang
terlibat dalam pemasaran rumput laut. Pada penelitian ini, metode pengambilan sampel
menggunakan metode sampling bola salju (snowball sampling), yaitu pengambilan sampel
tingkat pertama dalam hal ini adalah petani rumput laut ditentukan secara acak sederhana
(simple random sampling) yaitu Sedangkan sampel berikutnya dalam hal ini adalah
pedagang ditentukan oleh petani dimana petani yang telah dipilih tersebut diidentifikasi
5
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

(digali datanya), kemudian responden ini disuruh untuk mengidentifikasikan responden lain
(pedagang) yang merupakan bagian dari populasi target. Proses ini akan berhenti bilamana
jumlah sampel dianggap telah memadai. Proses penggalian data dan informasi
menggunakan pendekatan tatap muka pengamatan lapangan, diskusi dan wawancara
dengan petani dan pedagang rumput laut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Profil Lokasi Usaha Budidaya Rumput Laut
Lokasi usaha budidaya rumput laut yang dijadikan obyek kajian adalah desa desa
dampingan WWF yaitu Desa Aimoli terletak di Kecamatan Alor Barat Laut dan Desa Bana
Kecamatan Pantar. Hasil pengamatan menunjukan bahwa lokasi desa Aimoli dan Bana
memiliki potensi lahan pengembangan rumput laut, akan tetapi sampai saat ini, semuanya
belum secara maksimal diusahakan pengembangan rumput laut oleh petani hal ini
disebabkan oleh karena situasi harga pasar yang belum stabil dan juga karea factor bencana
alam sehingga menurunkan minat masyarakat untuk melakukan usaha budidaya rumput
laut. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani menunjukan bahwa total masyarakat
yang melakukan kegiatan budidaya rumput laut di Desa Aimoli berjumlah 86 orang tetapi
yang aktif 42 orang, sedangkan di Desa Bana kelompok yang aktif kegiatan budidaya
rumput laut hingga saat ini berjumlah 2 kelompok (masing-masing kelompok berjumlah 12
orang), dan pada Tahun 2021 ada penambahan 6 kelompok jadi total keseluruhan ada 8
kelompok dengan jumlah 96 orang. Metode budidaya rumput laut yang dilakukan petani
budidaya di dua desa binaan tersebut yaitu budidaya dengan sistem lepas dasar.
Menggunakan metode lepas dasar ini disesuaikan dengan lokasi berpasir untuk
mmepermudah proses penancapan kayu patok agar tidak terlepas jika diterba gelombang.
Penanaman ini disesuaikan agar bibit rumput laut tidak terkena dasar pasir setidaknya 30
cm di atas dasar

6
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabupaten Alor
potensi lahan Rumput laut 3.884 Ha. Besarnya potensi wilayah yang dimiliki oleh Kabupaten
Alor sebagai penghasil rumput laut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adalah:
1. Luas wilayah perairan lebih luas dibandingakan dengan wilayah daratan
2. Karakter wilayah yang berupa kepulauan dan berteluk yang bisa melindungi budidaya
rumput laut dari hempasan gelombang besar.
3. Terbatasnya jumlah sungai yang merupakan kendala utama bagi wilayah – wilayah yang
melakukan budidaya rumput laut.
4. Jumlah penduduk di desa pesisir relative padat berpotensi untuk menjadi pembudidaya
rumput laut.
5. Alternative mata pencaharian lainnya sangat terbatas, seperti pertanian darat hanya
bisa dilakukan pada musim penghujan yaitu antara bulan Desember – Maret dalam
setiap tahunnya.
6. Keberadaan transportasi ekspedisi swasta dan tol laut yang sudah masuk ke Alor sangat
mendukung. Transfer komoditi dari Kabupaten Alor menuju sentra – sentra industri di
Pulau Jawa sangat mudah, dengan biaya yang masih bisa dijangkau.
Sementara transportasi lokal baik laut dan darat cukup memadai, perahu tradisional sebagai
sarana transportasi antar pulau di Kabupaten Alor cukup banyak dengan kapasitas muat yang
cukup besar.

3.2 Jenis Rumput Laut

Beberapa jenis rumput laut yang dikembangkan oleh petani rumput laut di Indonesia
yaitu jenis rumput laut: Spinosium, Eucheuma cottonii, Sargassum dan Gracillaria. Di
Wilayah Perairan laut dan pesisir Kabupaten Alor, saat ini, ada 2 jenis rumput laut yang
sedang dikembangkan oleh petani yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii. dan sakol.
Untuk kebutuhan bibit rumput laut bagi petani yang tidak membudidayakan bibit, bisa beli
petani rumput laut yang sedang membudidayakan bibit dengan harga Rp.
300.000/Tali/Bentangan.
7
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

3.3 Hama dan Penyakit

Permasalahan yang ditemui dalam usaha budidaya rumput laut adalah penyakit,
hama tanaman dan hama binatang. Hal ini ditunjukan hasil wawancara dengan petani
menyatakan bahwa sebagai penyebab kerusakan usaha rumput laut adalah penyakit ice-ice
atau lebih dikenal dengan penyakit putih dikalangan masyarakat petani. Selain itu
penyebab lain adalah ikan beronang yang memakan rumput laut.

3.4 Potensi Produksi Rumput Laut


Potensi wilayah yang besar tidak sejalan dengan kemampuan produksi yang
dihasilkan oleh petani, baik secara individu maupun wilayah. Produksi cukup besar hanya
dihasilkan oleh petani di Kecamatan Pantar Barat Laut dan Pantar Barat. Berdasarkan
informasi yang diperoleh pada saat wawancara dengan petani pada dua Desa tersebut
menunjukan bawa rata-rata petani budidaya rumput laut mampu berproduksi 100 - 300 kg
kering dalam satu kali panen. (petani melakukan panen 45 hari).

Wilayah lainnya seperti di Kabola, Teluk Mutiara, Pulau Lapang, Wolu Kangge dan
wilayah lainnya sampai saat ini masih melakukan budidaya, meskipun hanya sedikit petani
yang masih aktif menggeluti usaha tersebut. sebagian baru memulai pasca kerusakan yang
sangat parah pada akhir tahun 2020 akibat terserang hama penyakit dan badai seroja yang
mengakibatkan keberadaan bibit menjadi terbatas. Sehingga mengakibatkan petani hanya
bertahan dengan memanfaatkan sisa bibit yang tersisa hingga kondisi kembali pulih. Selain
itu ada bantuan bibit rumput laut dari Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinisi NTT,
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, WWF dan relawan Geser.

3.5 Identifikasi Para Pihak dalam Mata Rantai Pemasaran


Tata niaga pasar rumput laut di Kabupaten Alor terbagi menjadi dua wilayah sentra
budidaya yaitu wilayah Pantar dan sekitarnya dan wilayah Alor besar.
8
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Tabel 2. Data pengumpul dan pembeli rumput laut berdasarkan hasil wawancara

No Wilayah Pengepul Desa Harga Harga Jual Penerima Keterangan


Beli
1 Aimoli Jafar 13.000 16.000 Lexi (UD Hasil Laut) Dijual ke Surabaya, Makasar
Sonter 13.000 16.000 Lexi (UD Hasil Laut) Dijual ke Surabaya, Makasar
Langko 15.000 15.000 PT. Rote Karagenan Dibawa ke Kupang/Pabrik
2 Bana Bakri Kari 13.000 16.000 Lexi (UD Hasil Laut) Dijual ke Surabaya, Makasar
Tamrin Kari 13.000 16.000 Lexi (UD Hasil Laut) Dijual ke Surabaya, Makasar
Dahlan Kari 15.000 15.000 PT. Rote Karagenan Dibawa ke Kupang/Pabrik
Sol. Dahlan 13.000
Abubakar Kasim

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan petani menunjukan bahwa


identifikasi/pemetaan para pihak dalam mata rantai pemasaran rumput laut di dua desa dan
juga dibeberapa di wilayah di kabupaten Alor adalah sebagai berikut :

1. Produsen adalah petani yang melakukan usaha budidaya rumput laut di sekitar pantai
(pesisir). Lahan yang digunakan untuk membudidayakan rumput laut adalah laut lepas
yang dikuasai oleh negara, jadi petani hanya memiliki hak guna. Batas lahan yang
digunakan sesuai dengan jumlah bentangan tali yang dimiliki oleh tiap-tiap petani dan
penguasaan lahan tersebut tidak dimiliki secara permanen tetapi hanya dikuasai
sepanjang mereka melakukan kegiatan budidaya. Produksi rumput laut yang dipanen
sebagian dijadikan sebagai bibit kembali dan sebagian dikeringkan untuk dijual kepada
pedagang. Untuk kondisi saat ini kapasitas produksi rumput laut berkisar 200 – 400 kg
setiap kali panen dengan jumlah bentangan tali berkisar 200 bentangan engan Panjang
40 meter. Produksi yang dihasilkan saat ini dijual ke pengepul tingkat desa dengan rata-
rata kualitas cukup baik, meskipun ada beberapa komponen yang harus diperbaiki.
Tetapi petani selalu berusaha menjaga kualitas rumput laut dengan baik dengan cara
pengeringan rumput laut dilakukan di atas rumah panggung yang dibuat oleh petani
sendiri ataupun bantuan dari Dinas Kelautan dan Kabupaten Alor atau di atas terpal.
Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 3 hari apabila kondisi cuaca cerah.

9
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

2. Pedagang tengkulak (pengumpul tingkat desa) adalah pedagang yang membeli langsung
kepada petani yang ada di desa tersebut. Umumnya rumput laut yang dibeli adalah
rumput laut yang telah dikeringkan oleh produsen atau petani rumput laut yang telah
dikemas dengan menggunakan karung yang berisi rata-rata 60-80 kg rumput laut.
Pengumpul desa melakukan pembelian secara door to door ke petani dan menunggu
informasi dari petani kalau hasil produksi rumput laut kering yang dihasilkan sudah mau
dijual. Harga jual petani ke pengumpul desa masih bervariasi tergantung letak
geografisnya. Harga jual petani ke pengumpul desa berkisar Rp.12.500 – Rp.14.000 per
kg kering. Biaya operasional seperti tenaga pengarungan, pengganti karung dan
transportasi semua menjadi kewajiban pengumpul. Petani menerima hasil bersih
dengan harga yang telah disepakati dengan tanpa mengeluarkan biaya tambahan
lainnya. Pengumpul tingkat desa mengambil selisih nilai jual ke pengumpul antar
pulau/pengumpul kabupaten antara Rp.1.000 – Rp.2.000 per kg.

3. Pedagang pengumpul/Pengumpul Antar Pulau (PAP) adalah pedagang yang membeli


rumput laut dari pedagang tengkulak/pedagang pengumpul rumput laut dan juga petani
yang umumnya berada di ibukota Kecamatan atau Kalabahi. Pedagang pengumpul
memiliki modal yang besar sehingga mereka dapat menampung sementara rumput laut
untuk menunggu harga yang cocok atau harga yang lebih tinggi.

Pengumpul kabupaten/pengumpul antar pulau memiliki peran yang sangat sentral


terkait tata niaga produksi rumput laut di Kabupaten Alor. Tercatat berdasarkan informasi
dari masyarakat ada 4 (empat) orang pengumpul di tingkat ini yag melakukan usaha
pembelian rumput laut. Nilai beli yang diberikan sangat bersaing satu sama lainnya.
Persaingan yang terjadi secara tidak langsung menguntungkan masyarakat petani itu sendiri.
Sebelum ada persaingan pasar, harga jual dari petani cenderung stagnan dan tidak
menguntungkan petani.

3.6 Mata Rantai Pasar/Saluran Pemasaran


10
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Secara global tata niaga pasar rumput laut yang ada di Kabupaten Alor berlangsung
sangat sederhana, seperti mekanisme pasar yang ada di wilayah sentra budidaya rumput
lainnya di Indonesia. Petani hanya terfokus pada produksi. Tetapi petani memiliki hak atas
harga terbaik yang harus mereka dapatkan. Sebagian petani akan menjual hasil produksinya
kepada pengumpul yang melakukan penawaran lebih tinggi terhadap produksi rumput laut
kering yang mereka hasilkan. Meskipun sebagian petani ada yang telah membangun
kesepakatan dengan pengumpul desa melalui mekanisme utang atau hubungan sosial
lainnya, tipe petani yang seperti ini tidak akan menjual hasil produksinya ke pengumpul lain
meskipun harga berbeda. Pengumpul hanya berfungsi sebagai pembeli saja, tidak ikut
melakukan budidaya rumput laut.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, Secara umum rantai
pemasaran rumput laut kering di lokasi binaan WWF relatif sederhana melalui beberapa
lembaga pemasaran seperti pedagang tengkulak dan pedagang pengumpul. Petani rumput
laut di Desa Aimoli dan Bana menjual hasilnya kepada pedagang tengkulak yang ada di desa,
sebab mereka tidak lagi susah payah membawa hasilnya ke pedagang di kota dan tidak
mengeluarkan biaya yang besar serta waktu dan tenaga. Proses tawar menawar terjadi
antara petani dan pedagang, namun pada umumnya petani selalu dalam posisi yang sulit
sebab pada akhirnya pedagang tengkulak maupun pengumpul yang menentukan harga jual.
Hal ini tidak dipermasalahkan oleh petani sebab antara petani dan pedagang sudah saling
kenal satu sama lain. Selain itu petani cenderung segera menjual hasilnya karena terdesak
kebutuhan ekonomi keluarga. Pada tingkat berikutnya hasil pembelian oleh pengumpul kabupaten
tersebut akan tersebar ke berbagai industri atau eksportir yang ada di Surabaya dan Makasar. Saluran
pemasaran rumput laut kering di Kabupaten Alor dapat di lihat Gambar 1 dan 2.

11
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Gambar 1. Saluran pemasaran dari petani rumput laut di Desa Aimoli dan Bana.

Gambar 2. Peta Jalur Distribusi Produksi Rumput Laut di Alor

3.7 Analisa Mata Rantai Pemasaran Rumput Laut

3.7.1 Permasalahan Tata Niaga


Tata niaga rumput laut di Kabupaten Alor relative sama dengan mekanisme pasar di
wilayah sentra rumput laut lainnya di Indonesia. Hasil panen rumput laut dijual dalam
bentuk rumput laut kering setelah dijemur 3-5 hari lamanya, selanjutnya dikemas dalam
12
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

karung palstik ukuran 50 Kg dan 100 Kg untuk dijual kepada para padagang/pengumpul
lokal di desa, setelah itu pengumpul lokal di desa menjual ke pengusaha local di tingkat
kecamatan/kabupaten. Dari pengusaha lokal menjual kepada pabrik pengolahan di
beberapa kota misalnya Surabaya dan Makasar. Tergantung permintaan dan harga yang
diminta pabrik tersebut karena pengusaha local tidak terikat dengan pabrik pengolahan.
Selain itu pengusaha local menggunakan modal usaha sendiri. Sedangkan penjualan
produk rumput laut basah biasanya dalam jumlah kecil dan yang membeli adalah
masyarakat di desa untuk kepentingan bibit.
Rantai pasar yang panjang sangat berpengaruh terhadap aliran informasi dari pembeli
akhir/pabrik ke tingkat petani paling bawah. Petani kecendrungan tidak tahu kualitas
produk yang seperti apa yang diinginkan pabrik, sehingga petani bisa menjaga nilai harga
tetap stabil. Informasi terputus di level pengumpul tersebut, karena jumlah pembelian
yang menjadi target utama, bukan kualitas. Begitu juga dengan harga, panjangnya rantai
pasar membuat informasi harga tersebut tertutup untuk bisa sampai ke tingkat petani
paling bawah. Hambatan yang terjadi dengan rantai pasar yang panjang yaitu:
1. Belum ada pabrik pengolahan rumput laut
2. Tidak ada kepastian soal harga rumput laut kering (harga tidak stabil)
3. Informasi kualitas produk yang sesuai kebutuhan pasar sering tidak sampai ke
tingkat petani.
4. Informasi terkait transparansi harga tidak ada.
5. Banyaknya persaingan pengusaha local sehingga mengakibatkan persaingan tidak
sehat
6. Masalah akses menuju lokasi pemasaran yang biasanya berada di wilayah
kecamatan atau kabupaten.
7.  Kebijakan pemerintah terhadap permasalahan rumput laut tersebut hanya pada
pembuatan program bukan pada bisnis yang berkelanjutan.

Peluang meningkatkan pendapatan petani melalui rantai pasar masih terbuka untuk bisa
dilakukan. Perpendek rantai pasar melalui mekanisme BUMDes. Mekanisme ini bisa
13
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

dibangun melalui petani – petani yang tidak ada ikatan jual beli maupun sosial (utang
piutang) kepada pengumpul. BUMDes bisa menggunakan kekuasaannya secara positif
untuk mengajak masyarakat pembudidaya untuk menjual produknya ke BUMDes secara
suka rela. Begitu juga dengan pengumpul desa yang sudah lama menggeluti usaha
tersebut. Melibatkan para pengumpul dalam usaha BUMDes khususnya rumput laut
diharapkan mampu meminimalkan gejolak para pengumpul karena mata
pencahariannya merasa diambil alih oleh BUMDes. Berdasarkan hasil wawancara
dengan petani dan kepala Desa Aimoli menunjukan bahwa wacana untuk
memperpendek rantai pasar melalui mekanisme BUMDes sudah direncanakan pada
tahun 2017 namun sampai saat belum dijalankan. Untuk itu sebagai upaya mengatasi
persoalan tersebut disarankan agar beberapa waktu yang mendatang pendekatan
dengan BUMDes bisa berjalan seperti wilayah lain di Kabupaten Alor. Selain itu untuk
memperpendek rantai pasar rumput laut dengan sistem resi Gudang (srg). Sistem Resi
Gudang (srg) sudah dilincurkan sejak tahun 2008, dan sudah dilaksanakan di 39
kabupaten/kota. Masuknya komoditi rumput laut dapat mendukung peningkatan
ekspor. Sistem Resi Gudang (SRG) rumput laut telah berhasil memberikan manfaat
kepada para petani dengan berupa nilai tambah atas komoditas rumput laut. Saat
komoditas rumput laut yang disimpan di Gudang SRG memenuhi kecukupan pasokan,
standar kualitas, dan harga yang kompetitif, komoditas dapat dijual kepada para
importir di luar negeri, Pembudidaya rumput laut dibeberapa tempat di Indonesia yang
sudah menjalankan system resi Gudang tersebut mengaku kini mampu mengekspor
rumput laut hingga ke pasar mancanegara.
Upaya pengembangan usaha budidaya rumput laut diyakini mampu menggerakkan
ekonomi lokal, regional, dan nasional serta mampu menyentuh peran pemberdayaan
masyarakat, khususnya masyarakat di daerah tertinggal. Oleh karena itu, salah satu
upaya yang dilakukan untuk mengakselerasi dan mensinergikan pengembangan rumput
laut khususnya di daerah tertinggal, telah dibuat Nota Kesepakatan Bersama antara 6
Kementerian (Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian

14
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan


Kementerian Koperasi dan UKM) dan 1 Badan (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
Nota Kesepakatan tersebut difokuskan untuk mengembangkan rumput laut di 7 Provinsi
yakni Provinsi NTT, NTB, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara,
dan Sulawesi Selatan. Peluang ini bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk
mendatangkan satu unit pabrik pengolahan rumput laut di Kabupaten Alor.

Gambar 2. Model Bisnis Rumput Laut melalui Bumdes

Gambar 3. Model Bisnis Rumput Laut melalui Sistem Resi Gudang

3.7.2 Permasalahan Bibit

15
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Ketersediaan bibit berkualitas menjadi permasalahan yang cukup krusial dalam


pengembangan rumput laut di wilayah Alor besar khususnya. Jumlah bibit yang terbatas
berdampak pada tertundanya masa produksi, tentunya akan sangat berpenguruh terhadap
produktifitas dan pendapatan petani pembudidaya itu sendiri. Pemenuhan bibit menjadi
faktor penentu dalam melakukan aktifitas budidaya rumput laut. Bibit yang cukup dan
berkualitas akan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan dan produksi
rumput laut terebut.

3.7.3 Pemerintah Daerah


Pemerintah Daerah melalui instansi terkait memiliki peran yang sangat sentral dalam
upaya pengembangan budidaya rumput laut. dukungan kebijakan dan program penting
untuk dikaji untuk bisa mendukung usaha budidaya yang ada saat ini dan
pengembangannya. Wilayah kepulauan dan beberapa indikator lainnya menunjukkan
Kabupaten Alor memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui budidaya rumput laut. Banyak desa dan wilayah lain yang sangat
potensial belum tergarap secara maksimal. Kawasan budidaya yang masih luas dan
pendekatan metode tanam yang masih rendah merupakan potensi pengembangan yang
sangat besar yang belum tergarap secara maksimal.
Pembangunan yang berorientasi pada pengembangan sektor perikanan dalam arti luas
khususnya budidaya rumput laut akan sangat berpengaruh terhadap upaya pemerintah
dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Produksi meningkat, secara langsung membuat
pendapatan petani meningkat juga. Peningkatan perekonomian yang berujung pada
peningkatan taraf hidup masyarakat akan tercapai. Mengingat, ada banyak dampak ikutan
yang akan terjadi apabila pengembangan dan produksi bisa terjaga, tidak hanya pada pasar
rumput laut, tetapi akan berdampak pula pada sektor lainnya seperti; transportasi,
pedagang/kios di kampung, tenaga kerja (angkut, packing dll). Pada fase ini, tujuan
pembangunan ekonomi pemerintah sudah tercapai khususnya di sektor budidaya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha rumput laut di kabupaten Alor
menunjukan bahwa Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 07 Tahun 2020
16
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

tentang Restribusi Izin Usaha Perikanan dinilai sangat memberatkan para pelaku pengusaha
karena rumput laut kering dengan biaya pengiriman Rp.300.00/kg. untuk itu pengusaha
berharap peraturan daerah tersebut mohon dikaji Kembali.

3.7.4 Transportasi
Tata niaga komoditi rumput laut khususnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan
transportasi, utamanya transportasi antar pulau. Megingat hampir semua industri
pengolahan rumput laut berada di luar wilayah sentra budidaya, seperti NTT, Sulawesi,
Kalimantan, Papua, NTB, dll. Industri banyak di Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan, dan hanya
beberapa industri ada di daerah. Biaya pengiriman secara tidak langsung akan
mempengaruhi nilai jual di tingkat petani. Semakin mahal biaya transportasi, akan semakin
besar beban yang ditanggung petani. Pembeli akan menurunkan nilai pembelian, karena
harus menanggung biaya transportasi yang tinggi.

Keberadaan transportasi yang memadai baik dari sisi biaya dan armadanya sangat
berpengaruh terhadap tata niaga rumput laut ini. Saat ini ada dua mode transportasi antar
pulau yang bisa dimanfaatkan untuk mengirim hasil dari Kabupaten Alor khususnya ke Pulau
Jawa/Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

A. Ekspedisi Swasta
Pelayanan yang diberikan oleh ekspedisi swasta memiliki kecendrungan biaya yang
mahal, jadwal keberangkatan dan kedatangan yang sudah terjadwal dengan pasti.
Kecendrungan buyer akan memilih ekspedisi ini untuk mengirimkan produk bahan
bakunya dari daerah, karena bisa melakukan pengolahan dengan cepat.

B. Tol Laut

17
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Keberadaan tol laut memberikan harapan baru bagi usaha budidaya rumput laut. biaya
yang murah menjadikan mode transportasi Tol Laut bisa menjadi pilihan pengiriman
rumput laut kering menuju ke kawasan industri rumput laut di Pulau Jawa khususnya.
Harga yang lebih rendah dibandingkan transportasi umum menjadikan nilai produksi di
tingkat petani akan meningkat. Mekanisme penggunaan jasa tol laut, bagi pengusaha
tersebut harus mendapat rekomendasi dari Dinas Perdagangan setempat. Akan tetapi
mode transportasi ini memiliki kelemahan, jadwal masuknya armada Tol Laut yang lama,
dan kapasitas muatan yang terbatas (jumlah container terbatas).

3.8. Rekomendasi

Adapun beberapa point penting yang bisa dijadikan rujukan/rekomendasi dalam


plaksanaan program selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Kemitraan Terpadu
Kemitraan Terpadu (KT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan
usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan stakeholder kunci dalam hal ini
pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Tujuan Kemitraan Terpadu antara lain adalah
untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang
saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu petani dalam meningkatkan
kesejahteraan ekonomi petani.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri
Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum
yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti,
dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan
tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengumpul Desa atau
pengumpul Besar atau eksportir, dan (3) Jasa Transportasi, (4). Pemerintah sebagai
regulator

18
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam Kemitraan Terpadu yang sesuai


dengan bidang usahanya dan kapasitasnya. Hubungan kerjasama antara kelompok
petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam Kemitraan Terpadu,
dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir
sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan
pihak pemerintah yang memberi bantuan usaha maupun regulator yang dapat berpihak
pada semua aspek sehingga pola kemitraan tersebut saling menguntungkan antara petani,
pedagang/pengumpul desa/kecamatan dengan pedagang antar pulau (pedagang
besar/eksportir.
Selanjutnya tata niaga komoditi rumput laut khususnya sangat dipengaruhi oleh
keberadaan transportasi, baik itu ekspedisi maupun tol laut. Megingat hampir semua
industri pengolahan rumput laut berada di luar wilayah sentra budidaya, seperti NTT,
Sulawesi, Kalimantan, Papua, NTB, dll. Industri banyak di Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan,
dan hanya beberapa industri ada di daerah. Biaya pengiriman secara tidak langsung akan
mempengaruhi nilai jual di tingkat petani. Semakin mahal biaya transportasi, akan semakin
besar beban yang ditanggung petani. Pembeli akan menurunkan nilai pembelian, karena
harus menanggung biaya transportasi yang tinggi. Keberadaan transportasi yang memadai
baik dari sisi biaya dan armadanya sangat berpengaruh terhadap tata niaga rumput laut ini.
Saat ini ada dua mode transportasi antar pulau yang bisa dimanfaatkan untuk mengirim
hasil dari Kabupaten Alor khususnya ke Pulau Jawa/Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Selain itu peran kemitraan pemerintah terkait dukungan Kebijakan Pemerintah
dalam Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Dengan melihat berbagai permasalahan
dalam produksi dan pengolahan rumput laut di dalam negeri, maka diperlukan kebijakan
pemerintah yang mendorong tumbuh kembangnya budidaya rumput laut dan industri
pengolahan rumput laut. Berbagai kebijakan bisa dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya
mendorong tumbuh kembangnya budidaya dan pengolahan rumput laut. Dalam hal harga,
ada hal penting yang bisa dijembatani oleh pemerintah. Di sini pemerintah bisa berperan

19
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

dalam menyediakan informasi harga kepada semua stakeholders yang terlibat dalam
industri rumput laut, khususnya petani yang selama ini mempunyai daya tawar yang paling
rendah. Kurangnya informasi mengenai harga rumput laut pada tingkat petani bisa
berdampak pada fluktuasi harga di pasar. Selain itu, dalam hal transparansi harga dan upaya
untuk mengurangi distorsi harga rumput laut, sistem resi gudang bisa diterapkan
(Kemendag, 2013). Harapanya dengan adanya pola kemitraan dapat mendorong bangkitnya
sektor UMKM melalui budidaya rumput laut.

2. Mekanisme pemasaran melalui SRG dan BumDes

Mekanisme penjualan bisa dilakukan melalui BUMDes, yang secara tidak langsung
keuntungan yang diperoleh BUMDes akan menjadi milik masyarakat desa setempat yang
akan dikembalikan lagi dalam bentuk pembangunan desa sedangkan mekanisme pemasaran
melalui SRG dapat memperpendek saluran pemasaran dan dapat membantu pembudidaya
Ekspor Rumput Laut hingga Pasar Mancanegara

3. Desain Pengembangan Produk dan Kelembagaan Usaha

Produksi rumput laut Kabupaten Alor dihasilkan oleh beberapa kecamatan.


Kecamatan yang merupakan produsen rumput laut terbesar saat ini secara berturut-turut,
yaitu: Kecamatan Pantar Barat Laut, Kecamatan Pantar Barat, Kecamatan Pantar,
Kecamatan Alor Barat Laut, dan Kabola. menghasilkan produksi pada Tahun 2019 sebesar
0,2 ton. Sedangkan Kecamatan Alor Timur sejak tahun 2014 sudah tidak melakukan
produksi. Berdasarkan hasil wawancara, produksi terhenti karena banyaknya penyu dan ikan
yang memakan rumput laut dan rumput laut mudah patah karena penyakit putih (Ice-Ice).
Secara rinci produksi rumput laut setiap kecamatan di Kabupaten Alor berdasarkan data
tahun 2019 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Data produksi rumput laut di Kabupaten Alor

20
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

No Kecamatan Jumlah Produksi Produksi (ton/th)


Petani (KK) (ton/siklus)

1 Kec. Alor Barat Laut 100 10 60-80


2 Kec. Pantar Barat 150 – 200 80 480-500
3 Kec. Pantar Barat Laut 750 – 1.000 300 1.800-2.000
4 Kec. Kabola 30 0,03 0,2
5 Kec. Alor Timur Data sekunder tidak tersedia

Sumber : Hasil Survey WWF, 2019

Musim budidaya rumput laut dilakukan pada bulan Agustus (8) sampai bulan April
(4), sedangkan bulan Mei (5) sampai bulan Juli (7) budidaya rumput laut tidak dilakukan
karena faktor alam (angin dan arus kencang, gelombang tinggi dan hujan cukup banyak).
Sehingga pada bulan Mei sampai Juli, petani hanya melakukan persiapan dengan menjaga
bibit.

Pembudidaya rumput laut selama ini mengalami berbagai permasalahan yang cukup
kompleks di lapang, antara lain kualitas bibit, hama dan penyakit, harga jual rumput laut
yang rendah serta sarana produksi yang masih sulit diperoleh. Kualitas bibit yang rendah
dan penyakit rumput laut menyebabkan rendahnya produksi sampai yang terparah adalah
gagal panen. Selain itu, petani rumput laut mengalami harga jual tidak stabil, terbatasnya
sarana produksi dan keterbatasan permodalan Hal-hal tersebut menyebabkan produktivitas
bididaya rumput laut rendah.

Harga yang diterima pembudidaya rumput laut juga masih sangat fluktuatif. Hal ini
diduga karena beberapa faktor, antara lain: 1) masih panjangnya jalur pemasaran rumput
laut dari petani sampai pabrik pengolahan rumput laut di Kabupaten Alor ; 2) kualitas
rumput laut kering yang dijual oleh petani rumput laut masih rendah, masih banyak kotoran
dan pasir; dan 3) masih terikatnya petani rumput laut dengan pengumpul karena hutang
atau permodalan.
21
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Berdasarkan kondisi tersebut, maka pengembangan kelembagaan usaha bersama


(koperasi) menjadi salah satu kunci dalam rangka mengatasi beberapa permasalahan
tersebut. Saat ini di Kabupaten Alor belum terbentuk koperasi rumput laut hanya baru
terbentuk kelompok budidaya rumput laut. Informasi yang diperoleh bahwa wilayah kerja
koperasi ini tidak terbatas hanya pada 1 kecamatan saja namun dapat melakukan pembelian
dari luar kecamatan dan tidak terikat pada anggota koperasi saja. Harapannya kelompok
budidaya rumput laut yang sudah terbentuk sekarang menjadi cikal bakal berdirinya
Koperasi rumput laut di dua desa binaan WWF tersebut.

Mengacu kepada keberadaan dan perkembangan kelembagaan usaha rumput laut di


Kabupaten Alor, dalam tataran pengembangan kelembagaan usaha diarahkan kepada
pengembangan kelembagaan usaha bersama (koperasi) dengan beberapa unit usaha guna
mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Unit usaha yang dapat dikembangkan, seperti
unit usaha pembelian dan penjualan rumput laut, toko sarana/perlengkapan budidaya
rumput laut, kebun bibit, dan simpan pinjam bagi para anggota. Selain itu ada kegiatan
pelatihan dalam peningkatan ketrampilan dan pengetahuan pembudidaya. Secara rinci
desain pengembangan kelembagaan usaha bersama budidaya rumput laut tersaji pada
Gambar 4.

22
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Gambar 4. Desain Pengembangan Kelembagaan Usaha Bersama Budidaya Rumput Laut

Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa Desain Pengembangan Kelembagaan Usaha


Bersama Rumput Laut mulai dari petani sampai pada pengembangan yang berkelanjutan
1. Pengembangan unit usaha jual beli rumput laut disertai dengan pengembangan dan
atau batuan teknologi penyortiran untuk mengurangi pasir dan kotoran yang ada dalam
rumput laut kering. Hal ini perlu dilakukan untuk efisiensi dan menurunkan reject oleh
pabrik rumput laut. Syarat supaya rumput laut kering yang diterima pabrik rumput laut,
jumlah pasir dan kotoran maksimal 2%. Koperasi rumput laut selama ini masih
menggunakan alat tradisional dengan cara menggosok-gosok atau mengeprek-keprek.
Jika digosok-gosok maka banyak rumput laut yang patah, sedangkan jika di-keprek-
keprek masih cukup banyak pasir dan kotoran yang masih menempel di rumput laut.
Selain itu, juga diperlukan bantuan pengembangan teknologi untuk penurunan kadar air
jika cuaca tidak mendukung dan penambahan tempat penjemuran rumput laut
23
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

(parapara). Hal ini diperlukan karena rumput laut yang diterima pabrik jika kadar air
tidak lebih dari 38%. Jika persyaratan ini tidak dipenuhi maka rumput laut yang akan
masuk pabrik akan di-reject. Reject rumput laut ini akan menimbulkan konsekuensi
biaya yang cukup besar, disebabkan oleh sewa truk dan BBM-nya untuk mengangkut
kembali rumput laut, biaya karung yang sudah dirobek (5000 rupiah per karung), biaya
pemadatan dan biaya sortir kembali.
2. Pengembangan unit usaha toko sarana perlengkapan budidaya pada awalnya bertujuan
untuk kolektifitas untuk pembelian sarana prasarana budidaya (tali, dll), dalam
pengembangannya koperasi dapat menyediakan sarana perlengkapan budidaya dengan
lebih murah dan mudah diperoleh, sehingga pembudidaya rumput laut dapat lebih
meningkatkan keuntungannya.
3. Unit usaha kebun bibit rumput laut dikembangkan untuk menghasilkan bibit yang
berkualitas, tahan penyakit dan cuaca serta menjamin ketersediaan bibit.
Pengembangan unit usaha pembibitan diarahkan dengan menggunaan bibit kultur
jaringan, karena disamping bibit yang dihasilkan berkualitas, tahan terhadap penyakit
dan cuaca, bibit kultur jaringan juga memiliki produktifitas yang lebih tinggi 2-3 kali lipat
dari bibit rumput laut biasa, apalagi saat ini bibit rumput laut yang dibudidayakan sudah
tidak jelas fenotifnya sehingga mudah terserang penyakit dan produktifitasnya rendah.
Untuk pengembangan kebun bibit diperlukan pelatihan, pendampingan dan keberadaan
tenaga penyuluh perikanan lapangan atau tenaga Tekniks dari WWF kualitas bibit
rumput laut hasil kultur jaringan seperti yang direncanakan dapat tetap terjaga
4. Unit usaha simpan pinjam juga dikembangkan untuk mengantisipasi pembudidaya yang
membutuhkan dana cash secara mendadak/mendesak. Pembudidaya rumput laut dapat
mencicil membayar pinjaman dengan memotong hasil penjualan sesuai kemampuan
petani rumput laut. Lembaga usaha bersama (koperasi) rumput laut ini juga dapat
membantu dan menyalurkan bantuan permodalan untuk budidaya rumput laut sehingga
memacu petani rumput laut untuk dapat segera melakukan produksi tanpa menunggu
memiliki uang untuk membeli sarana perlengkapan produksi. Kemudahan meminjam ini

24
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

sebaiknya dapat diakomodir oleh koperasi sehingga keterikatan petani rumput laut
kepada pedagang pengumpul dapat dikurangi dan petani rumput laut tidak memiliki
ketergantungan harga yang sudah ditentukan oleh pedagang pengumpul.

4. Kegiatan Pendampingan pada kelompok


Keterbatasan akses informasi maupun pasar dalam konteks tata niaga rumput laut
ke petani, menjadikan fungsi pendampingan sangat dibutuhkan. Keberadaan Motivator
belum mampu menjawab kondisi riil masyarakat pembudidaya rumput laut saat ini.
Peningkatan kapasitas petani pembudidaya bisa dilakukan oleh pendamping yang ada di
lapangan. Pemahaman dan inovasi terhadap budidaya yang masih lemah menjadi kendala
dalam pemenuhan informasi terkait.

3.9 Rencana Bisnis


3.9.1 Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut
Sistem budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Alor,
yaitu dengan metode lepas dasar sistem patok. Perhitungan analisis usaha budidaya rumput
laut Eucheuma cottoni dengan metode lepas dasar dilakukan dengan mengacu pada SNI
7579.1:2010.

3.9.2 Aspek Teknis


Teknis budidaya rumput laut metode lepas dasar di Kabupaten Alor umumnya
menggunakan tali ris utama sepanjang 10-20 meter. ada beberapa perbedaan teknis
budidaya rumput laut dibandingkan SNI 7579.1:2010. Apabila mengacu pada SNI
7579.1:2010, maka tali ris utamanya menggunakan ukuran panjang 25 meter. Namun
demikian perhitungan analisis usaha budidaya rumput laut akan disesuaikan dengan standar
SNI 7579.1:2010. Beberapa asumsi teknis budidaya rumput laut metode lepas dasar sistem
patok yang digunakan dalam analisis usaha dapat dilihat pada Tabel 4.

25
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Tabel 4. Asumsi Teknis usaha budidaya rumput laut Metode Lepas Dasar sistem patok

3.9.3 Investasi
Komponen biaya investasi usaha budidaya rumput laut meliputi bagunan sebagai
tempat menyimpan dan istirahat, tempat penjemuran rumput laut, tali tambang, patok tali,
perahu dan mesinnya. Total biaya investasi per unit usaha budidaya rumput laut metode
lepas dasar sistem patok sebesar Rp 22.587.500. Rincian selengkapnya mengenai biaya
investasi usaha budidaya rumput laut metode lepas dasar sistem patok dapat dilihat pada
Tabel 5.

26
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Tabel 5. Biaya Investasi usaha budidaya rumput laut Metode Lepas Dasar sistem patok
dengan luas area 625 m2 (100 tali ris utama).

No Uraian Jumlah Unit Satuan Unit Harga Satuan Total Biaya


(Rp/Unit)
1 Perahu + Mesin 1 Unit 10.000.000 10.000.000
Ketinting
2 Tali utama (PE 50 Kg 100.000 5.000.000
no 4 mm)
3 Tali PE (PE No. 10 Roll 75.000 750.000
02)
4 Patok 200 Buah 2000 400.000
5 Penjemuran 1 Unit 5.000.000 5.000.000
Rumput Laut
6 Keranjang 1 Unit 2.000.000 1.437.000
Rumput Laut
Total Biaya 22.587.000

3.9.4 Biaya Tetap


Komponen biaya tetap dari usaha budidaya rumput laut meliputi biaya pembelian
Tali Utama, perawatan perahu dan mesin. Besaran biaya tetap dari usaha budidaya rumput
laut per unit sebesar Rp 1.800.000 per siklus. Rincian komponen biaya tetap usaha budidaya
rumput laut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Biaya Tetap Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Sistem Patok Per
Unit Per Siklus

No Uraian Jumlah Unit Satuan Unit Harga Satuan Total Biaya


(Rp/Unit)
1 Biaya 1 Unit 2500.000 1.500.000
Pengadaan Tali
Utama
2 Biaya 1 Unit 200.000 200.000
Perawatan
Mesin
3 Biaya 1 Unit 100.000 100.000
Perawatan
perahu
Total Biaya 1.800.000
27
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Tetap
3.9.5 Biaya Variabel
Komponen biaya variabel usaha budidaya rumput laut meliputi biaya pembelian bibit
rumput laut dan upah tenaga kerja. Jumlah biaya variabel usaha budidaya rumput laut per
unit sebesar Rp 4.900.000 per siklus produksi. Rincian biaya variabel per unit usaha
budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya Variabel Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Sistem Patok Per
Unit Per Siklus

No Uraian Jumlah Unit Satuan Unit Harga Satuan Total Biaya


(Rp/Unit)
1 Bibit Rumput 12 Tali/Bentangan 250.000 3.000.000
Laut
2 Upah pasang 100 Tali 10.000 1.000.000
bibit rumput
laut
3 Upah pasang 200 Patok 2000 400.000
patok kayu
4 Upah panen 100 Tali 5000 500.000
lepas rumput
laut
Total Biaya 4.900.000

3.9.6 Penerimaan
Nilai laju pertumbuhan spesifik komoditi rumput laut rata-rata sebesar 4,99 persen
per hari. Dengan demikian setelah umur 45 hari maka bobot rumput laut basah yang
dipanen sebanyak 894,66 gram per rumpun. Dalam 1 tali ris utama terdapat 100 unit
rumpun, sehingga dalam 1 tali dapat menghasilkan rumput laut sebanyak 89,46 kg. dalam 1
unit sistem budidaya terdapat 100 tali sehingga total bobot panen rumput laut basah per
unit sebanyak 8.946,58 kg
Rumput laut hasil budidaya umumnya dijual dalam bentuk kering. Penanganan pasca
panen rumput laut dilakukan dengan cara dijemur. Perbandingan rumput laut basah dan
kering dengan asumsi perbandingan yaitu 10:1. sehingga total rumput laut kering yang
diperoleh per unit usaha budidaya sebanyak 894,66 kg. Harga jual rumput laut di tingkat
28
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

petani di Alor rata-rata sebesar Rp 13.000 per kg. Total penerimaan budidaya rumput laut
per unit per siklus sebesar Rp 11.622.000. Rincian penerimaan usaha budidaya rumput laut
per unit per siklus disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Penerimaan Usaha Budidaya Rumput Laut Metode Lepas Dasar Sistem Patok Per
Unit Per Siklus

No Uraian Jumlah Unit Satuan Unit Harga Satuan Total Biaya


(Rp/Unit)
1 Penerimaan : 894,66 kg 12.000 11.622.000
Penjualan
rumput laut
kering
Total 11.622.000
Penerimaan

3.9.7 Analisa Usaha


Analisis usaha budidaya rumput laut menggunakan metode lepas dasar sistem patok
di wilayah Alor dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp 4.922.000 per unit usaha per
siklus (selama 45 hari). Efisiensi usaha dapat dilihat dari nilai R/C yaitu sebesar 1,73 artinya
setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,73.
Hasil analisis BEP unit diketahui bahwa volume produksi untuk mencapai titik impas per unit
usaha budidaya rumput laut yaitu sebanyak 307 kg rumput laut kering atau sebanyak 3.070
kg panen rumput laut basah.

29
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

IV. PENUTUP

Adapun beberapa point penting yang bisa dijadikan rujukan dalam pelaksanaan
program selanjutnya adalah sebagai berikut:

a) Mendorong pemerintah untuk mendirikan sebuah pabrik pengolahan rumput laut di


sentra produksi di Kabupaten Alor
b) Mendorong kelompok-kelompok yang sudah terbentuk menjadi sebuah koperasi
rumput laut.
c) Mendorong peningkatan produksi di wilayah potensial melalui program pengembangan
rumput laut kemitraan terpadu.
d) Memperpendek rantai pasar dengan mekanisme pemasaran yang transparan melalui
BUMDes dan Sistem Resi Gudang di setiap desa potensial produksi dan pengembangan
budidaya rumput laut.
e) Memberikan nilai tambah pada hasil produksi dengan melakukan penjualan ke
pabrik/buyer langsung melalui kelompok usaha Bersama .
f) Adanya kebun bibit di wilayah Alor Besar untuk menjamin keberlanjutan budidaya,
utamanya pasca musim kurang bagus.
g) Menggunakan jasa pengiriman melalui Tol Laut dengan biaya murah, secara langsung
dapat meningkatkan nilai beli di tingkat petani terhadap produksi rumput laut yang
dihasilkan.

Demikian laporan yang dibuat berdasarkan survey lokasi dan wawancara dengan
pembudidaya rumput laut, baik yang masih melakukan budidaya maupun yang baru
memulai dan lokasi yang masih belum budidaya. Semoga laporan dan rekomendasi yang
disampaikan bisa bermanfaat sesuai dengan sebagaimana mestinya.

30
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

Dokumentasi Kegiatan di Lapangan

31
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

32
Laporan Kajian Rantai Pasar Budidaya Rumput Laut di Kab. Alor

33

Anda mungkin juga menyukai