Nirm : 03.03.20.125
Alamat : Jalan Gunung Bayan Rt.003, Kec. Jempang, Kab. Kutai Barat, Prov. KalTim
PENUGASAN INDIVIDU
Meskipun sintesis air susu di dalam kelenjar susu telah berjalan secara normal dan telah
tersedia di dalam alveoli, jika mekanisme pengeluaran tidak berjalan normal maka
produksi susu tidak akan tercapai. Agar air susu yang telah disiapkan di dalam alveoli
dapat keluar, maka air susu tersebut harus dapat keluar dari alveoli dan masuk ke dalam
saluran saluran dan sinus lactiverus atau cisterna, sehingga air susu tersebut
dipancarkan keluar melalui puting susu. Dalam hal ini yang mendorong air susu supaya
masuk ke dalam saluran dan sinus lactiferus adalah kontraksi sel-sel myoepithel yang
terletak di sekeliling alveoli. Kontraksi sel-sel myoepitel ini berada dibawah pengaruh
hormon oksitosin dari neurohipofisis. Fungsi oksitosin selain mempengaruhi sel-sel
myoepitel pada alveoli untuk berkontraksi juga menyebabkan disekresikan nya hormon
prolaktin dari adenohipofisis guna mencegah proses involusi kelenjar susu sehingga
tetap terpelihara. Pada hakekatnya mekanisme pengeluaran air susu ini sulit untuk
dipelajari, karena melibatkan banyak faktor, selain faktor hormonal juga faktor syaraf.
Refleks untuk pengeluaran air susu sebenarnya adalah refleks neuro-hormonal. Proses
disekresikannya hormon oksitosin, yaitu karena adanya impuls-impuls dari puting susu
yang dibawa ke hipothalamus. Pada hypothalamus tepatnya. di nucleus
paraventricularis, impuls ini menyebabkan dikeluarkannya hormon oksitosin menuju
neurihipofisis melalui traktus hipothalamico hipofisialis, kemudian disekresikan ke
dalam peredaran darah menuju organ sasaran yaitu sel-sel myoepitel pada kelenjar
ambing. Meskipun sudah diketahui bahwa peran oksitosin sangat besar terhadap proses
laktasi, namun oksitosin sendiri tak dapat dipakai untuk meningkatkan produksi susu
oleh karena oksitosin tidak mempunyai sifat galaktopoisis, disamping itu pemberian
oksitosin dari luar hanyalah meningkatkan sedikit produksi air susu sebagai akibat
pengosongan alveoli yang lebih lengkap terhadap isi air susu yang masih tersisa.
Hubungan antara rangsangan karena disusu dengan pelepasan prolaktin berbeda pada
masing-masing spesies. Pada umumnya jumlah susu yang disintesa secara berangsur-
angsur menurun dalam jangka waktu beberapa bulan. Namunt pada manusia mampu
berproduksi selama tiga tahun setelah partus. Pada sapi perah frekuensi perahan
berhubungan dengan pelepasan prolaktin, bila pemerahan yang sudah terjadwal
dihentikan, maka produksi berikutnya akan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa
terlepasnya prolaktin sebagai akibat disusu, bersifat esensial untuk pembentukan susu
baru. Selain rangsangan langsung pada puting susu, ternyata rangsangan secara psikis
seperti berdentangnya ember-ember susu, hadirnya pedet, datangnya waktu pemerahan
yang terjadwal, juga merangsang sekresi air susu. Pengeluaran air susu kadang-kadang
bisa juga terhambat oleh beberapa faktor seperti rasa was-was, takut, malu, sedih, emosi
pada saat menyusui. Karena faktor-faktor tersebut diduga menghambat rangsangan
syaraf mencapai neurohipofisis sehingga sekresi oksitosin terhambat. Laktasi juga akan
terhenti jika kelenjar susu telah terisi penuh oleh karena tidak adanya penyusuan atau
pemerahan atau adanya mekanisme pengeluaran air susu.