Anda di halaman 1dari 3

Nama: Muhammad Adi Pratama

NIM: 22/501436/PSA/20211

The Seven Standards of Textuality (Text Linguistics)


Pidato Presiden Indonesia dalam HUT RI ke 77 (2022)

1. Cohesion
Teks pidato dimulai dengan kata ganti benda “kita” yang tidak hanya mengacu kepada
yang hadir dan mendengarkan pidato dari Presiden Republik Indonesia, atau dengan kata lain
disebut sebagai ahli pidato, namun juga semua orang yang berwarganegara Indonesia. Pada hal
ini mereka disebut sebagai pendengar. Bukti-buktinya adalah sapaan-sapaan “Assalaamu
’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”, “Selamat pagi”, dan “Om Swastyastu” yang mengacu
pada kalangan dari berbagai keyakinan serta ekspresi sambutan seperti “Saudara-saudara se-
Bangsa dan se-Tanah Air, para hadirin yang berbahagia” yang mengacu ke setiap warga negara
Indonesia. Kata ini cukup sering diucapkan hingga bagian penutup pidato karena menjadi inti
topik kepada siapa pidato ini disampaikan, dimana tidak hanya mengacu kepada yang
membacakannya saja.
Sementara itu, kata konjungsi “dan” cukup sering digunakan seperti pada kalimat “Kita
tahu 107 negara terdampak krisis, dan sebagian di antaranya diperkirakan akan jatuh bangkrut”.
Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara muatan “negara terdampak krisis” dengan
“sebagian di antaranya akan jatuh bangkrut”. Sejalan dengan hal tersebut, kata konjungsi lain
yakni “namun” pada kalimat “Namun, di tengah tantangan yang berat, kita patut bersyukur,
Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global ini” menjelaskan adanya
sebuah kontras pada isi setelahnya bahwasannya ada pandangan positif.

2. Coherence
Teks ini secara umum sudah menjadi koheren karena pada dasarnya membahas tentang
bagaimana baiknya pencapaian yang sudah sedang dilakukan dalam membangun Indonesia. Hal
ini bisa dibuktikan dengan adanya penjelasan yang secara umum dapat dipahami oleh para
pendengarnya seperti pembahasan menghadapi pandemi COVID-19 dimana juga melanda
seuluruh wilayah di Indonesia. Yang lain-lainnya adalah pembahasan ekonomi berupa inflasi dan
penyelamatan aset negara yang juga masih bisa dimengerti secara umum namun secara rinci
belum terlalu dipahami. Maka dari itu, pada hal-hal rinci itulah bisa dianggap tidak koheren
seperti presentase inflasi di kisaran 4,9 persen dan skor korupsi dari transparasi internasional
yang naik dari 37 menjadi 38 di tahun 2021. Mungkin hanya sebagian kalangan yang memahami
topik-topik tersebut secara lebih mendalam.
3. Intentionality
Sebagai ahli pidato, Presiden menerangkan secara umum bahwasannya maksud dari
isinnya bermakna untuk mengabarkan kabar gembira dan ajakan persuasif untuk saling
bergotong-royong dalam berkontribusi untuk perkembangan negara meskipun saat ini dunia
sedang dilanda dengan krisis-krisis yang mengancam kondisi kehidupan dari banyak negara,
termasuk Indonesia sendiri. Kabar tersebut adalah bahwa Indonesia masih bisa bertahan dari
masalah-masalah itu dan, lebih lagi, sejauh ini sudah mampu untuk tetap berkembang yang
dibuktikan dengan fakta-fakta data yang disebutkan. Penguatan fakta tersebut bisa menjadikan
bukti nyata dan motivasi agar agenda-agenda selanjutnya dapat tetap dilaksanakan dengan sesuai
ekspektasi.

4. Acceptability
Dari pembahasan masalah-masalah yang terjadi terutama di bidang ekonomi di dunia,
bisa dibilang hal-hal tersbut tidak terlalu terasa di Indonesia di waktu pembacaan pidato, malah
bahkan pembangunan dan perbaikan masih bisa dilaksanakan dengan baik. Para pendengar
sekiranya memahami dan menerima himbauan dari Presiden. Mereka dihimbau untuk bersyukur
dan tetap semangat dalam menghadapi kondisi yang tidak diinginkan jika memang akan terjadi
di masa yang akan datang sesuai dengan prediksi yang disebutkan. Selain itu, mereka juga
diharapkkan memiliki kemampuan yang mumpuni dalam melaksanakan hal tersebut.

5. Informativity
Banyak hal yang bersifat infomatif dimana rata-rata para pendengar belum mengetahui
sebelumnya. Salah satu yang paling mendasar adalah bahwa Indonesia adalah negara yang
berhasil menangani inflasi dengan lebih baik ketimbang negara-negara yang lebih maju yang
lainnya. Bagi sebagian pendengar, pencapaian ini belum pernah disadari sebelumnya bahwa
betapa bagusnya penanganan dan kebijakan pemerintah yang diaplikasikan. Beberapa dari
contoh-contoh lainnya adalah peningkatan ekspor besi baja, penyandangan Indonesia sebagai
pemasok CPO terbesar di dunia, dan naiknya skor persepsi korupsi dari transparasi
internasional. Fakta-fakta inilah yang tentu saja membangkitkan ketertarikan para pendengar
untuk memahaminya.

6. Situationality
Subjek dari pidato adalah situasi kesehatan dan ekonomi global yang sedang dalam krisis.
Pada kelanjutannya, muatannya lebih banyak membahas tentang ekonomi ketimbang kesehatan
mengingat pandemi COVID-19 sudah bisa ditangani dengan sukses secara umum. Presiden
menggambarkan perbedaan kondisi ekonomi global yang mengancam di masa yang akan datang
yang dibuktikan dengan adanya berbagai latar belakang dengan kondisi ekonomi Indonesia di
waktu pidato dibacakan. Fungsinya adalah agar para pendengar bisa menghubungkan dengan
kondisi nyata ekonomi Indonesia dan di luar Indonesia. Dengan kata lain, para pendengar juga
bisa membayangkan situasi yang terkandung pada pidato tersebut.
7. Intertextuality
Keterkaitan pidato dengan teks yang lain cukup komprehensif. Baik sang ahli pidato
maupun pendengar setidaknya memahami dan menerima bahwasannya pidato tersebut pada
dasarnya tidak akan terlepas keterkaitannya dengan pidato HUT RI di tahun sebelumnya, dan
juga tahun-tahun sebelum 2 tahun yang lalu hingga teks pidato yang pertama kali dibuat. Hal ini
didasari pada penggunaan kata “merdeka” sebagai simbol utama untuk memperingati pernyataan
kemerdekaan Indonesia selama 77 tahun. Salah satu bentuk peringatan tersebut adalah adanya
pidato oleh Presiden. Selain itu, ahli pidato dan pendengar setidaknya sudah pernah membaca
dan memahami berita-berita yang sudah ada sebelumnya seperti perang Ukraina dengan Rusia,
wabah di Wuhan, dan bangkrutnya Sri Lanka. Baik secara langsung maupun tidak langsung,
teks-teks tersebut memberikan informasi yang dapat dijadikan wawasan-wasan dalam
pembahasan yang terkandung dalam topik teks pidato. Ahli pidato maupun pendengar
mempunyai perasaan persetujuan untuk menerima informasi-informasi tersebut sehingga
dianggap benar dan selaras.

Anda mungkin juga menyukai