Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : YUVITA HUSUN

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043675117

Tanggal Lahir : 16 Juli 1980

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA 4314/Perekonomian Indonesia

Kode/Nama Program Studi : 54/ Ekonomi Manajemen

Kode/Nama UPBJJ : 50/Samarinda

Hari/Tanggal UAS THE : Minggu, 26 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : YUVITA HUSUN


NIM : 043675117
Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA 4314/Perekonomian Indonesia
Fakultas : Fakultas Ekonomi
Program Studi : 54/ Ekonomi Manajemen
UPBJJ-UT : 50/Samarinda

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari
aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman
sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik
dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS
THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan
dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Long Pahangai, 26 Juni 2022

Yang Membuat Pernyataan

YUVITA HUSUN
LEMBAR JAWABAN

1. Tahun 1998 seolah menjadi momen kelam bagi negara Indonesia dan rakyatnya. Di tahun
tersebut Indonesia harus mengalami krisis moneter (krismon) yang kemudian berdampak
ke segala bidang. Di saat yang sama, kondisi semakin diperparah karena tuntutan para
mahasiswa yang meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya setelah berkuasa
sebagai orang nomor satu Indonesia selama 32 tahun. Pada Juni 1997, banyak yang
berpendapat bahwa Indonesia masih jauh dari krisis. Karena beberapa pandangan ketika
itu menyatakan bahwa Indonesia berbeda dengan Thailand. Indonesia memiliki inflasi yang
rendah, surplus neraca perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa cukup besar,
lebih dari US$20 miliar, dan sektor perbankan masih baik-baik saja. Walaupun sebenarnya
di tahun-tahun sebelumnya, cukup banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dalam
bentuk dolar. Karena sebelum 1997 memang tercatat bahwa rupiah menguat atas dolar
Amerika. Jadi, pinjaman dalam bentuk dolar dianggap jauh lebih murah.
Pertanyaan :
1) Apakah yang menyebabkan terjadinya krisis moneter di Indonesia?
2) Mengapa Indonesia lamban keluar dari krisis?
Jawaban :
1) Yang menyebabkan terjadinya krisis moneter di Indonesia yaitu penyebab internal dan
penyebab eksternal yakni:
Penyebab Internel yaitu
a) Defisit transaksi berjalan Indonesia yang cenderung membesar dari tahun ke tahun.
Akibatnya, tekanan terhadap rupiah menjadi semakin kuat manakala beban
pembayaran terhadap impor dan kewajiban terhadap perusahaan jasa-jasa asing
semakin besar. Selama ini, defisit transaksi berjalan ditambal dengan arus modal
masuk yang cukup besar dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio.
Tetapi setelah krisis kepercayaan terjadi, investor asing tidak ingin menanggung
kerugian maka ia membawa modalnya ke luar.
b) Tingkat akumulasi inflasi Indonesia yang sangat tinggi. Selama kurun waktu empat
tahun (1992-1996) inflasi kumulatif sebesar 39,1 persen, sedangkan inflasi Amerika
Serikat hanya 14,3 persen. Tetapi pada saat yang sama depresiasi kumulatif rupiah
senantiasa ditahan oleh otoritas moneter sebesar 15,57 persen. Oleh karena itu
rupiah sebenarnya overvaluasi karena depresiasi ditahan yakni sekitar 9,2 persen.
Pemegang otoritas moneter merasa sangat yakin fundamental ekonomi Indonesia
sangat baik sehingga mereka tidak perlu melakukan kebijakan devaluasi.
c) Utang luar negeri Indonesia yang terlalu banyak. Kebijakan utang luar negeri yang
dilakukan sejak 1965 telah membuat pemerintah terlena dengan risiko yang harus
ditanggung di masa depan. Pada pertengahan tahun 1980-an sesungguhnya kita telah
harus menghentikan utang luar negeri karena outflow negatif. Utang pokok dan
cicilan yang harus dibayarkan setiap tahun lebih besar daripada utang yang diterima
setiap tahun. Kebijakan utang luar negeri yang dilakukan sejak 1965 telah membuat
pemerintah terlena dengan risiko yang harus ditanggung di masa depan. Pada
pertengahan tahun 1980-an sesungguhnya kita telah menghentikan utang luar negeri
karena outflow negatif. Utang pokok dan cicilan yang harus dibayarkan setiap tahun
lebih besar daripada utang yang diterima setiap tahun. Kebijakan utang pemerintah
ini ditiru oleh sektor swasta yang celakanya lagi tidak dikontrol oleh pemerintah.
Mereka berbondong-bondong membuat utang luar negeri karena banyak modal
negara maju yang menganggur. Mereka tidak membuat perhitungan cara
pengembaliannya di kemudian hari.
Faktor Eksternal yaitu :
a) Pertama, pergerakan finansial di tiga kutub dunia (AS, Eropa dan Jepang). Pada
paruh kedua dekade 1990-an terjadi pergerakan finansial dari Jepang dan Eropa
ke AS karena masalah perekonomian yang dialami Jepang dan proses ekonomi-
politik penyatuan mata uang Eropa.
b) Kedua, institusi finansial berbentuk negara dan lembaga keuangan yang
berkembang secara global mengalami perkembangan luar biasa.sehingga
memiliki otoritas yang lebih besar daripada negara berkembang di Indonesia.
c) Ketiga, spekulasi yang mengiringi gejolak finansial global.
2) Indonesia lamban keluar dari krisis, karena :
a) Pertama, gelombang krisis di Indonesia telah menimbulkan kerusakan sistemik yang
sangat luas dan dalam, bukan hanya di bidang ekonomi tetapi juga di bidang sosial,
politik, hukum, keamanan dan ketertiban umum.
b) Kedua, institusi-institusi yang menjadi pilar kehidupan ekonomi di Indonesia ternyata
rapuh, sehingga krisis yang awalnya serupa dengan Malaysia dan Thailand berakhir
dengan cara yang berbeda di Indonesia.
c) Ketiga, tekad politik atau kesungguhan untuk ke luar dari krisis tidak sekuat negara
yang lain. Hal ini tercermin dari tindakan yang dilakukan oleh vested interest group di
kalangan elit kekuasaan untuk mewujudkan kepentingan kelompok dan kebijakan-
kebijakan yang tidak sejalan dengan pemulihan ekonomi. Selain ketiga alasan
tersebut, dukungan publik terhadap kebijakan pemerintah yang rendah, persaingan
antar elit politik, program restrukturisasi ekonomi yang belum berjalan baik dan
jeratan utang luar negeri membuat kita tidak hanya harus memperbaiki sistem
ekonomi tetapi juga ekonomi politik Indonesia.

2. Pada periode sebelum krisis yakni tahun 1983 sampai 1997 terdapat beberapa kebijakan
perbankan yang berpengaruh luas terhadap perekonomian. Paket kebijakan yang pertama
adalah Paket Kebijakan Juni 1983 (Pakjun’83) dan yang kedua adalah Paket Kebijakan
Oktober 1988 (Pakto’88).
Pertanyaan :
1) Apakah tujuan kedua kebijakan tersebut digulirkan pemerintah?
2) Apakah isi kedua kebijakan tersebut?
3) Efektifkah kebijakan tersebut untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Terangkan
jawaban anda
Jawaban :
1) Tujuan paket kebijakan Juni 1983 (Pakjun 83) yaitu perbankan bebas menghimpun dana
publik dan menyalurkan kredit dengan menentukan suku bungan sesuai kemampuan,
menghapuskan pagu kredit, bank bebas untuk menetapkan suku bunga kredit, tabungan,
dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
kecuali terhadap jasa kredit pengembangan koperasi dan ekspor.
Tujuan paket kebijakan 28 Oktober 1988 (Pakto 88) yaitu (1) Meningkatkan Penghimpunan
Dana Masyarakat. Kebijakan pemerintah bersama Bank Indonesia dalam rangka
meningkatkan penghimpunan dana tertuang pada kesempatan untuk mendirikan bank
baru, pembukaan kantor cabang bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), serta
pemberian kebebasan membuat tabungan dan deposito (Rahardja, 1997: 99). (2)
Mendorong Ekspor Nonmigas. Kebijakan untuk meningkatkan ekspor nonmigas dilakukan
dengan cara memperluas dan meningkatkan pelayanan terhadap perbankan dan LKBB.
Dalam mewujudkan tujuan itu, Pakto 1988 memberikan kemudahan terhadap lembaga
perbankan nasional untuk menjadi bank devisa, pendirian bank campuran, dan
pembukaan kantor cabang pembantu bank asing (Djiwandono, dkk., 2006: 45-46). (3) Me-
ningkatkan Efisiensi Bank dan LKBB. Peningkatan efisiensi perbankan dan lembaga
keuangan dan LKBB dilakukan dengan cara menciptakan iklim persaingan yang sehat. Hal
itu dapat ditempuh melalui penempatan dana BUMN dan BUMD pada bank swasta dan
LKBB serta perluasan jaringan operasional bank dan kantor cabang (Budianto, 2004: 27).
(4) Meningkatkan prinsip kehati-hatian di lembaga perbankan dan LKBB dengan
memberlakukan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) baik kepada nasabah
individual, nasabah grup, maupun pemegang saham dan pemimpin termasuk manajer.
BMPK kepada nasabah individual dan nasabah grup ditetapkan masing-masing 20% dan
50% dari modal sendiri bank. Sementara itu, bagi pemegang saham atau perusahaan yang
dimilikinya ditetapkan 25%. Anggota dewan komisaris bukan pemegang saham secara
individual atau perusahaannya batas maksimal pemberian kreditnya 5% dari modal sendiri
bank. Batas maksimal pemberian kredit untuk keseluruhan grupnya dibatasi 15%
(Djiwandono, dkk., 2006: 47). (5) Menunjang Pengembangan Pasar Modal.
2) Isi Paket Kebijakan Juni 1983 adalah:
a) Penghapusan pagu kredit sehingga perbankan dapat memberikan kredit secara lebih
fleksibel sesuai dengan kemampuan.
b) Bank diberi kebebasan dalam menentukan suku bunga, baik deposito, tabungan
maupun kredit dalam meningkatkan mobilisasi dana dari dan kepada masyarakat.
c) Pengaturan volume kredit likuiditas dapat mengurangi ketergantungan bank-bank
kepada bank sentral dengan memperkenalkan alat kebijakan moneter berupa
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan fasilitas diskonto.

Isi Paket Kebijakan Oktober 1988 adalah:

a) Pembukaan pasar bagi industri perbankan nasional dengan cara memberi


kemudahan perijinan bagi bank devisa dan kemudahan untuk membuka kantor
cabang.
b) Penetapan pajak atas bunga deposito sebesar 15 persen, sama halnya dengan pajak
keuntungan dari sekuritas dan obligasi.
c) Penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 15 persen utang lancar menjadi 2
persen dari DPK (Dana Pihak Ketiga).
d) Penentuan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) dengan batasan sampai
dengan 20 persen dari total modal kepada peminjam tunggal atau 50 persen kepada
peminjam grup.
e) Penempatan dana BUMN di bank-bank pemerintah sampai 50 persen dan 20 persen
pada setiap bank lainnya.
f) Diperbolehkannya bank-bank untuk melakukan diferensiasi produk DPK baik dalam
tabungan maupun deposito.
g) Adanya kelonggaran persyaratan untuk memperoleh ijin perdagangan valuta asing.
3) Kebijakan tersebut efektif untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Dengan
demikian cakupan paket deregulasi ini tidak terbatas pada sektor perbankan saja, akan
tetapi juga pada sektor keuangan pada umumnya seperti perusahaan asuransi dan pasar
modal. Dengan kebijakan ini pula pendirian dan perluasan cabang sangat mudah,
sehingga saat itu berdiri ratusan bank baru di Indonesia, bahkan oleh pengusaha besar
yang tidak menguasai dunia perbankan sekalipun. Bank-bank didirikan hanya untuk
memudahkan pembiayaan perusahaan mereka sendiri. Sebelum krisis ekonomi dan
finansial melanda Indonesia, perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya jumlah bank di wilayah
Indonesia. Akan tetapi perkembangan ini diikuti dengan pertumbuhan tingkat suku bunga
riil yang negatif. Hal itu karena tingkat bunga nominal yang dikoreksi dengan inflasi.
Peristiwa booming minyak merupakan salah satu sebab kebijakan moneter yang diambil
oleh pemerintah berfungsi ganda yakni sebagai alat untuk pengendalian tekanan inflasi
dan juga sebagai alat mempengaruhi alokasi dana. Kebijakan pemerintah yang diterapkan
pada tahun 1974 dan 1983. mendorong diterapkannya plafon kredit bagi setiap bank,
tingkat reserve reguirement yang tinggi, dan kredit yang selektif. Kebijakan tersebut
menyebabkan lembaga keuangan menjadi terfokus pada bank-bank milik pemerintah
yang bertugas melayani BUMN. Salah satu kebijakan deregulasi ekonomi di Indonesia
yang cukup dikenal adalah Kebijakan 27 Oktober 1988. Kebijakan itu diambil untuk
mendorong kegiatan perekonomian Indonesia yang masih mengalami pasang surut pada
tahun 1983. Kebijakan liberalisasi atau deregulasi dijalankan secara bertahap pada sektor
keuangan, moneter, dan perbankan. Pertama kali adalah deregulasi pada sektor
perbankan tahun 1983 yang lebih dikenal dengan Paket Juni (Pakjun). Deregulasi tersebut
merupakan respons pemerintah atas tantangan eksternal dan internal. Tantangan
eksternal itu adalah resesi ekonomi yang sedang terjadi, sedangkan tantangan internal
yaitu penerimaan negara yang berkurang akibat krisis harga minyak bumi di pasar
internasional.2 Semuanya itu menyebabkan keadaan ekonomi Indonesia memasuki akhir
periode 1982/1983 masih kurang menguntungkan baik karena faktor eksternal maupun
internal. Pengaruh dikeluarkanya Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 terhadap sektor
perbankan Indonesia yaitu menciptakan persaingan berbagai lembaga perbankan di
Indonesia. Lembaga perbankan milik pemerintah, swasta maupun pihak asing saling
bersaing mendirikan bank baru beserta kantor cabangnya maupun mengembangkan
usaha di bidang perbankan. Perkembangan jumlah bank dan kantor cabang berhasil
meningkat pesat selama kurun waktu lima tahun setelah Pakto 1988, yaitu dari tahun
1988-1993. Pakto 1988 juga berhasil meningkatkan asset perbankan Indonesia seperti
dana yang dihimpun, kredit bank dan jumlah aktiva bank seiring dengan perkembangan
jumlah bank dan kantor cabang bank di Indonesia setelah berlakunya Pakto 1988.

3. Jumlah penduduk miskin di Indonesia kembali mengalami peningkatan pada Maret 2020
menjadi 9,78 persen atau sebanyak 26,42 juta orang. Bertambahnya kemiskinan disebut
akibat dampak dari pandemi Covid-19 yang menganggu keseimbangan sektor ekonomi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan, dampak dari pandemi Covid-
19 yang menganggu ekonomi cukup luar biasa. Salah satunya terhadap kenaikan harga
sembako khususnya pangan pokok yang menjadi kebutuhan harian masyarakat. BPS
mencatat, pada periode September 2019 ke Maret 2020, secara nasional harga eceran
beberapa komoditas pokok mengalami kenaikan. Yakni beras 1,78 persen, daging ayam ras
5,53 persen, minyak goreng 7,06 persen, telur ayam ras 11,10 persen serta gula pasri 13,35
persen.
Pertanyaan :
1) Uraikan konsep lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty) yang anda
ketahui.
2) Apakah strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan?
Jawaban :
1) konsep lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty) yaitu
Dari bagan diatas dapat dilihat ada bentuk hubungan yang tidak berujung pangkal, tidak
jelas mana sebab dan mana akibat. Setiap bagian bisa jadi menjadi sebab sekaligus
menjadi akibat. Lingkaran setan inilah yang membuat kita sulit menanggulangi
kemiskinan secara tuntas. Ada beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur
kemiskinan, yaitu indikator kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan kultural,
dan kemiskinan struktural. Seseorang dapat dikatakan berada dalam kelompok
kemiskinan relatif jika pendapatannya berada di bawah tingkat pendapatan di sekitarnya,
atau dalam kelompok masyarakat tersebut ia berada di lapisan paling bawah. Jadi, walau
pendapatannya bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, namun karena
dibandingkan dengan pendapatan rata-rata masyarakat pendapatannya relatif rendah,
maka ia tetap masuk kategori miskin. Indikator kemiskinan relatif ini digunakan di AS.
Kemiskinan absolut dilihat dari kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan
minimal untuk kebutuhan pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan
kesehatan). Jika pendapatan seseorang berada di bawah pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan minimal tersebut, maka secara absolut ia hidup di bawah garis kemiskinan.
Indikator absolut ini digunakan oleh Indonesia. Kemiskinan kultural dikaitkan dengan
budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak
merespon usaha-usaha pihak lain yang membantunya untuk ke luar dari kemiskinan
tersebut. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem
ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga memunculkan
masalah-masalah struktural ekonomi yang makin meminggirkan peranan orang miskin.
Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan
rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitasnya mengakibatkan rendahnya
pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada
rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan,
dan seterusnya.
2) Strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yaitu
1. Selain pembangunan model sektoral, pembangunan penanggulangan kemiskinan juga
terkait dengan mekanisme pembangunan daerah yang dikenal dengan program-
program bantuan Inpres yang pada tahun 1977/1978 diganti dengan Dana
Pembangunan Desa (DPD). Program Inpres meliputi Inpres Desa, Inpres Dati Il, dan
Inpres Dati I. Percepatan pemerataan pembangunan dilakukan melalui pembangunan
wilayah khusus yang bertujuan untuk mengarahkan program ke sasaran dan tujuan
program seperti yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri dan Bappenas mulai
tahun 1989 dengan program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT).
2. Mulai Repelita VI (PJP II) pemerintah Indonesia meluncurkan program khusus yaitu
program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Program ini tidak saja melengkapi kebijakan yang
telah ada, tetapi secara khusus ditujukan untuk meningkatkan penanganan masalah
kemiskinan secara berkelanjutan di desadesa miskin. Program IDT meliputi:
➢ Komponen bantuan langsung sebesar Rp20 juta/desa tertinggal sebagai dana
bergulir 3 tahun berturut-turut.
➢ Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh tenaga pendamping Sarjana
Pendamping Purna Waktu (SP2W).
➢ Bantuan pembangunan sarana dan prasarana.
3. Untuk mengatasi masalah kemiskinan akibat krisis moneter tersebut, ea pemerintah
mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). JPS adalah p program jangka
pendek untuk membantu mereka yang hampir tenggelam karena krisis. Program JPS
dibagi dalam 4 kelompok program, yaitu : Program JPS departemen teknis, Program JPS
'prioritas, Program JPS sektorsektor pembangunan, dan Program JPS monitoring.
Pengalokasian dana i program JPS menggunakan tiga jalur seperti yang sudah biasa
ditempuh . program terdahulu yakni: 1) kebijakan pembangunan sektoral, 2) kebijakan
4 pembangunan regional: dan 3) kebijakan khusus.
4. Strategi Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dapat dibagi
menjadi dua bagian besar, pertama melindungi keluarga dan kelompok masyarakat
yang mengalami kemiskinan sementara, dan kedua membantu masyarakat yang
mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya
kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang
langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: (1) penyediaan kebutuhan pokok; 2)
pengembangan sistem jaminan sosial; dan 3) pengembangan budaya usaha. Selain itu
penduduk miskin mempunyai strategi sendiri untuk menanggulangi kemiskinannya.
Strategi yang ditempuh yaitu dengan pinjam dari lembaga informal, menambah jam
kerja, anggota keluarga ikut bekerja, merantau atau berhemat.
5. Konsep kebijakan yang digunakan pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan
dapat dibedakan berdasarkan tradisi dan pendekatan perencanaan yang melandasinya.
Tradisi perencanaan menurut John Friedmann setidaknya terdiri empat tipe yaitu: (1)
perencanaan sebagai reformasi sosial (social reform), bahwa negara menyusun dan
merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan untuk diikuti dan
dilaksanakan oleh masyarakat; (2) perencanaan sebagai analisis kebijakan (policy
analysis), bahwa para penentu kebijakan (pemerintah dan pihak terkait lainnya)
berdasarkan analisis data yang ilmiah menyusun dan merencanakan berbagai arahan
dan pedoman pembangunan yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat;
(3) perencanaan sebagai pembelajaran sosial (social learning), bahwa pengetahuan
perencanaan diperoleh lewat pengalaman dan disempurnakan lewat praktik (learning
by doing), perencanaan serta pelaksanaan pembangunan dijalankan bersama-sama
dengan masyarakat dengan bimbingan dari ahli; dan (4) perencanaan sebagai mobilisasi
sosial (social mobilization), bahwa perencanaan pembangunan harus dilaksanakan oleh
masyarakat dan digerakkan dengan berbagai konsep/ideologi yang sudah tertanam di
dalam jiwa dan kebudayaan mereka. Sedangkan jenis-jenis program pengentasan
kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah dapat dilihat berdasarkan model
pembangunan yang mendasari program-program tersebut untuk melihat titik berat
strategi yang dijalankan program tersebut. Model pembangunan yang dianut negara
berkembang secara garis besar terbagi dalam empat model pembangunan. Model
pembangunan I menitik beratkan pada pertumbuhan pendapatan nasional. Model
pembangunan II menitikberatkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan
pokok/dasar. Model pembangunan III berupaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam menentukan
kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan. Sedangkan model
pembangunan IV menitikberatkan pada peningkatan daya saing untuk menghadapi era
globalisasi dan era otonomi daerah.

Anda mungkin juga menyukai