NIM : 042922515
UPBJJ UT : Bandung
1. Pemikiran-pemikiran yang dijadikan dasar Sistem Ekonomi Kapitalis adalah pemikiran liberalisme
meletakkan kebebasan individu sebagai hal yang paling utama. Rasionalisme mengajarkan bahwa
peranan rasio (pikiran) lebih penting daripada perasaan. Pemikiran materialisme adalah paham yang
menyatakan bahwa hakikat kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris, yaitu diraba,
didengar, dan dirasa. Sementara humanisme adalah paham yang menyatakan bahwa bagi manusia yang
penting adalah kehidupan di dunia ini, hidup sesudahnya di luar jangkauan manusia sehingga tidak perlu
dipikirkan (Hudiyanto, 2002).
2. Sistem Ekonomi Pancasila digali berdasar pemikiran bahwa Sistem Ekonomi sangat terkait dengan
ideologi, sistem nilai dan sosial-budaya (kelembagaan) masyarakat di mana sistem tersebut
dikembangkan. Mubyarto menyatakan dengan jelas bahwa ekonomi Pancasila merupakan Sistem
Ekonomi yang khas (berjati-diri) Indonesia, yang digali dan dikembangkan berdasar kehidupan ekonomi
riil (real-life economy) rakyat Indonesia. Ekonomi Pancasila berpijak pada kombinasi antara gagasan-
gagasan normatif dan fakta-fakta empirik yang telah dirumuskan oleh founding fathers bangsa dalam
wujud sila-sila dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal (ekonomi) UUD 1945 (asli),
yaitu pasal 27 (ayat 2), 31, 33, dan 34. Ekonomi Pancasila adalah Sistem Ekonomi yang mengacu pada
sila-sila dalam Pancasila, yang berwujud dalam lima landasan ekonomi, yaitu ekonomi moralistik (ber-
Ketuhanan), ekonomi kemanusiaan, nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi (ekonomi kerakyatan),
dan diarahkan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara khusus, terdapat lima prinsip penerapan Sistem Ekonomi Pancasila menurut Hamid (2005),
yaitu:
1. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.
2. Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, yaitu tidak
membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.
3. Semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya
perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
4. Demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan, koperasi dan usaha-usaha kooperatif
menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat.
5. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil antara perencanaan nasional dengan
desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggung jawab, menuju
pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Setiawan (2003) merumuskan bahwa masalah struktural itu adalah bagaimana mentransformasikan
puluhan juta kaum tani miskin marjinal ke dalam dunia pertanian yang lebih modern dan yang
memungkinkan mereka hidup layak.
Prof Mubyarto pada tahun 1989 sudah menguraikan berbagai persoalan mendasar ekonomi pertanian
di Indonesia, diantaranya adalah:
1. Jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian.
Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan
setiap hari, setiap minggu, atau bahkan kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak
sebelum panen. Yang merugikan petani adalah pengeluaran-pengeluaran yang terkadang tidak
dapat diatur dan tidak dapat ditunggu sampai panen tiba. Dalam hal ini petani sering menjual
tanamannya pada saat masih hijau di sawah baik dengan harga penuh atau berupa pinjaman
sebagian (dikenal dengan sistem ijon).
2. Pembiayaan Pertanian.
Dengan titik tolak adanya kemelaratan yang luas di kalangan petani, keterlibatan mereka pada
utang, maka dapat disimpulkan bahwa persoalan yang paling sulit dalam ekonomi pertanian
Indonesia adalah persoalan pembiayaan pertanian. Jatuhnya petani dalam sistem ijon karena tidak
adanya kredit alternatif kredit yang lebih baik bagi petani, padahal mereka memerlukan kredit
murah agar mampu meningkatkan produksi dan pendapatannya.
3. Tekanan Penduduk.
Adanya persoalan penduduk dalam konteks ekonomi pertanian dapat dilihat dari tanda-tanda
bahwa:
a. Persediaan tanah pertanian yang makin kecil.
b. Produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun.
c. Bertambahnya pengangguran.
d. Memburuknya hubungan–hubungan pemilik tanah dan bertambahnya utang-utang
pertanian.
Dengan demikian, masalah penduduk tidak lagi semata-mata merupakan perbandingan jumlah
kelahiran dan produksi makanan, persebaran (geografi sosial), demografi (KB) atau masalah
kesehatan dan gizi, melainkan gabungan keseluruhan persoalan kehidupan petani sehari-hari.
4. Pertanian Subsistem.
Diartikan sebagai suatu sistem bertani di mana tujuan utama dari petani adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya beserta keluarganya. Produksi subsistem murni ditandai tidak adanya aspek-
aspek komersial dan penggunaan uang. Hubungan antara usaha tani dan rumah tangga petani
sangatlah erat, kegiatan produksi menyatu dengan kegiatan konsumsi. Karena teori ekonomi
menganalisis dua kegiatan tersebut secara terpisah sehingga teori ini tidak dapat dipakai.
Persoalan menjadi makin berat seiring bertambahnya jumlah buruh tani dan petani subsistem
yang hidupnya serba miskin, yang merupakan warisan struktur dan sistem ekonomi kolonial.
5. Ada lima faktor yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan industri, yaitu :
Pertama, yaitu peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Pembangunan SDM
mutlak diperlukan untuk menyiapkan pelaku industri yang berpendidikan dan berkeahlian.
Investasi pengembangan sumber daya manusia merupakan investasi jangka panjang
berkelanjutan yang hasilnya tidak dapat dilihat secara cepat.
Kedua adalah pembangunan infrastruktur yang memadai. Untuk memacu perkembangan industri
diperlukan infrastruktur yang mencukupi kebutuhan industri. Infrastruktur yang memadai dapat
meningkatkan perkembangan investasi di wilayah tersebut. Di Indonesia industri lebih
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Padahal di luar Pulau Jawa memiliki areal yang lebih luas, namun
kurangnya infrastruktur yang memadai menyebabkan investor kurang berminat menjalankan
usahanya di luar Jawa, selain industri pertambangan yang memang sangat menguntungkan bagi
mereka.
Faktor ketiga yang mempengaruhi perkembangan industri adalah adanya investasi asing langsung
atau Foreign Direct Investment (FDI). Investasi asing langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan industri, bahkan pertumbuhan ekonominya. Investasi asing yang langsung akan
ditandai adanya pembangunan pabrik-pabrik baru. Adanya modal asing yang masuk berupa
pabrik akan ada perubahan pola industri yang semula tradisional kearah modernisasi dan adanya
alih teknologi. Hal ini tentu saja dengan asumsi keberadaan pabrik tersebut tidak merusak
lingkungan, tidak meminggirkan aktivitas ekonomi rakyat, dan tidak merusak tatanan sosial-
budaya masyarakat setempat.
Faktor keempat yaitu pembayaran yang dihasilkan dari investasi menarik. Return yang tinggi dari
hasil investasi akan menarik investor lebih meningkatkan modalnya di Indonesia. Modal yang
berbentuk uang akan selalu mencari bentuk usaha yang memberikan hasil investasi yang lebih
tinggi. Dengan demikian tingkat return yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan industri di
Indonesia. Selain itu proses berinvestasi di Indonesia, hendaknya dipermudah dan tidak banyak
birokrasi yang berbelit-belit. Adanya proses yang lama juga dapat menyebabkan investasi
menurun. Lama proses investasi di Indonesia yang mencapai 151 hari lebih tidak diminati apabila
dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 30 hari sedangkan Singapura lebih pendek lagi yakni
8 hari.
Faktor yang kelima adalah peningkatan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang memadai. Adanya riset dan pengembangan iptek dapat meningkatkan daya saing produk di
pasar internasional baik dari segi harga-harga maupun segi kualitasnya. Untuk dapat bersaing
dengan produk negara lain perusahaan harus efisien, yang dapat dicapai melalui kegiatan-
kegiatan riset dan pengembangan iptek tersebut. Alokasi perusahaan industri di Indonesia untuk
melakukan riset dan pengembangan masih tergolong rendah dan jarang dilakukan.
Dengan kebijakan tersebut, pada bulan meu 1983 tingkat suku bunga deposito jangka waktu 6 bukan
untuk bank-bank milik pemerintah di bebaskan. Pada bulan Juni 1983 pengendalian atas suku bunga
dihilangkan.
7. Ada beberapa cara yang telah ditempuh pemerintah untuk menyehatkan perbankan Indonesia, yaitu :
Likuidasi Bank
Kebijakan pemerintah untuk melikuidasi 16 bank pada bulan November 1997 menimbulkan
biaya sosial yang besar, yaitu anjloknya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Tidak
berjalannya mekanisme intermediasi bank berdampak buruk bagi perekonomian. Adanya
penawaran agregat dan sisi lain terjadi pula ekspansi permintaan agregat mengakibatkan angka
inflasi yang tinggi.
Penggabungan Bank (Merger)
Salah satu cara menyehatkan bank adalah dengan menggabungkan beberapa bank yang dinilai
efektif untuk menghasilkan bank yang kuat dan tahan terhadap goncangan ekonomi. Merger akan
meningkatkan efisiensi yang berasal dari penghematan biaya operasional bank. Pemerintah
melalui Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1997 dapat memberikan kewenangan kepada Bank
Indonesia untuk melaksanakan segala kewenangan pemegang saham untuk melakukan
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan bank tanpa melalui Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Merger atau konsolidasi lebih sesuai bila dilakukan pada bank yang memiliki
jenis usaha yang sama.
Restrukturisasi Perbankan
Bertujuan untuk mengubah perbankan dari yang tidak sehat menjadi sehat dengan berbagai
strategi. Untuk jangka pendek restrukturisasi ditunjukan untuk memulihkan kepercayaan pasar
terhadap sistem keuangan, penggunaan sumber daya secara efisien, dan memiliki investor dan
pengelola yang profesional. Dalam jangka panjang, restukturisasi ditunjukan untuk menciptakan
stabilitas sistem keuangan jangka panjang dan menciptakan pelaku ekonomi dan keuangan yang
handal.
Rekapitalisasi Perbankan
Untuk mengikuti skema rekapitalisasi, bank diwajibkan dapat mencapai CAR tidak kurang dari
25 persen. Target adanya rekapitalisasi adalah menjadikan bank domestik mencapai CAR sampai
4 persen pada saat setelah krisis. Besarnya CAR ini setengahnya dari standar yang ditetapkan
oleh BIS (Bank for International Settlement), yakni 8 persen. Untuk bank yang telah memenuhi
CAR persependapat mengikuti program rekapitalisasi atau ditutup. Rekapitalisasi menyebabkan
beban yang berat bagi pemerintah.
Sumber Referensi:
Hamid, Edy Suandi. (2018). Perekonomian Indonesia. Edisi 3. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Sekian jawaban saya, jika sekiranya jawaban saya kurang tepat mohon koreksi dan tanggapan dari Tutor.
Terima kasih.