Keluarga Besar Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
PENGEMBARAAN MENUNTUT ILMU
Keberhasilan TGH. Zainuddin dalam memberikan pengajian menimbulkan banyak iri dari
orang lain yang merasa tersaingi, berbagai cobaan, tantangan, dan berbagai reaksi minor dari
masyarakat belum reda, maka ada sebuah harapan datang, ketika seorang familinya, Haji
Syazali menawarkan tanahnya menjadi tempat pendirian madrasah. Tawaran tersebut
diterima dengan senang hati.
Untuk merespon tawaran tersebut, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid, kalangan keluarganya dan tokoh-tokoh masyarakat bermusyawarah untuk
merealisasikan cita-cita mendirikan madrasah. Fisik bangunan madrasah pada awalnya tendiri
dari 10 [sepuluh] lokal kelas yang terdiri dari: 2 [dua] lokal untuk Bustan al-Athfal, 7 [tujuh]
lokal untuk ruang belajar; dan 1 [satu] lokal untuk ruang guru/kantor. Bangunannya sangat
sederhana, bendinding pagar, dengan tiang bambu dan beratap genteng.
Setelah pembangunan fisik madrasah dianggap selesai dan telah dirumuskan berbagai
persiapan untuk aktifitas belajar-mengajar, maka Tuan Guru Kyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid mengajukan sebuah permohonan pendirian madrasah kepada
pemerintah Hindia Belanda Kontrober Oost Lombok di Selong Lombok Timur. Kemudian
pemerintah Belanda memberikan surat izin akte pendirin madrasah tersebut pada tanggal 17
Agustus 1936 M. Selanjutnya selang satu tahun berikutnya, yakni pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1356 H, yang bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 1937 madrasah Nahdlatul Wathan
Diniyah lslamiyah [NWDI] diresmikan.
Bagi Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, tanggal 17 Agustus
1936 di atas memiliki makna signifikan dan monumental, karena 9 [sembilan] tahun
kemudian, yakni tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya. Kondisi ini merupakan hikmah tersendiri dalam perjalanan sejarah
Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiah.
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sebagai nama madrasah, adalah nama yang berasal
dari bahasa Arab. Secana etimologis, Nahdlah, berarti penjuangan, kebangkitan, dan
pergerakan. Wathan, berarti tanah, bangsa atau negara. Sedangkan Diniyah Islamiyah, berarti
agama Islam. Nama tersebut merefleksikan suasana psikologis dan kondisi sosial pada saat
itu, terutama yang berkaitan dengan jargon-jargon jihad’ [penjuangan] untuk menggelorakan
semangat patriotisme dalam melakukan perlawanan terhadap penetrasi kolonialisme Belanda
dan Jepang, serta upaya memberdayakan pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat yang
sedang terpuruk dan terbelakang.
Dalam operasionalisasinya, Madrasah NWDI pada mulanya diklasifikasikan menjadi tiga
tingkatan, yaitu: tingkat Ilzamiyah, Tahdhiriyah dan Ibtida’iyah. Tingkat Ilzamiyah adalah
tahap pernsiapan dengan lama belajar satu tahun. Murid-murid pada tingkatan ini terdiri dari
anak-anak yang belum mengenal huruf Arab dan huruf latin. Tingkat Tahdhiriyah adalah
kelanjutan dari tingkat Ilzamiyah dengan lama belajar tiga tahun. Murid-muridnya selain
berasal dari lulusan tingkat Ilzamiyah, juga diterima lulusan dari sekolah dasar [Volgschool].
Materi pelajaran yang diberikan adalah tauhid, fiqh, dan pengetahuan dasar Qawa’id al-
Lughah al-Arobiyyah. Sedangkan tingkat Ibtida’iyah adalah tingkatan terakhir setelah
Tahdhiriyah dengan lama belajar empat tahun. Tingkatan ini selain menerima murid dari
lulusan Tahdhiriyah, juga menerima dari lulusan sekolah dasar [volgschool]. Materi pelajaran
pada tingkatan ini difokuskan pada materi Kitab Kuning, seperti Nahwu, Sharf Balaghah,
Ma’ani, Badi’, Bayan, Manthiq, Ushul al-Fiqh, Tashawwuf dan lain-lain. Khusus pada kelas
tenakhir [rabi’ ibtida’iy], semua pelajaran agama mengacu kepada kurikulum madrasah al-
Shaulatiyyah. Aktivitas belajar mengajar pada semua tingkatan dimulai dari pukul 07.30 -
13.00 WITA.
Madrasah ini selanjutnya terus mengalami kemajuan dan perkembangan sehingga oleh
pendirinya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H, bertepatan dengan tanggal 22 Agustus
1937 M, dipandang sebagai momentum kemenangan moral perjuangan menegakkan syiar
Islam. Sehingga saat itu dan setiap tahunnya diperingati sebagai hari ulang tahun berdirinya
madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah yang kemudian populer disebut dengan
HULTAH NWDI.
Berdirinya madrasah NWDI di Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada tahun
1937, mencatat sejarah baru dalam perkembangan pendidikan Islam di Nusa Tenggara Barat.
Paling tidak dengan penerapan sistem klasikal dan klasifikasi siswa berdasarkan tingkatan,
maka orang mulai mengenal pendidikan Islam dengan sistem klasikal dan berjenjang,
sebagaimana pendidikan umum, seperti Sekolah Rakyat, atau sekolah-sekolah yang didirikan
pada masa kolonial. Atas dasar inilah, madrasah ini dipandang sebagai pelopor pendidikan
Islam modern di NTB.
“Hendaklah kamu bersama golongan terbesar [mayoritas] dan pertolongan Allah selalu
bersama golongan mayoritas, maka barang siapa yang memisahkan diri [dari komunitas
jama’ah] maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang ahli neraka.” [HR Tirmidzi].
“Allah tidak menghimpun ummat ini dalam kesesatan selama-lamanya dan pertolongan
Allah selalu bersama golongan mayoritas.” [HR al-Thabrani].
2. Fakta sejarah menunjukkan bahwa mayoritas umat Islam sedunia dari abad ke abad adalah
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dan bermadzhab dengan salah satu madzhab yang empat dari
sejak lahir madzhab itu.
3. Umat Islam Indonesia sejak awal telah menganut aqidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dan
menganut madzhab Syafi’i sejak madzhab masuk ke Indonesia.
4. Imam-Imam Hufadz al-Hadits yang telah hafal beratus-ratus ribu hadits yang diakui oleh
kawan atau lawan akan keimanan, ketaqwaan dan keahilan mereka, serta karangan mereka
telah menjadi pokok dan dasar pegangan umat Islam sedunia sesudah al-Qur’an al Karim,
sepenti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Turmudzi, Imam Baihaqi,
Imam Nasa’i, Imam Ibnu Majah, Imam Hakim dan lain-lainnya dan ratusan Imam ahli al-
hadits. Semuanya menganut aqidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dan bermadzhah Syafi’i
atau yang lainnya dari madzhah yang empat. Demikian juga dari Imam-imam dan ulama fiqh,
ushul, tasawwul merekapun menganut aqidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dan juga
bermadzhab.
5. Jumhur ulama ushul menandaskan bahwa orang yang belum sampai tingkatan ilmunya pada
tingkatan mujtahid muthlaq maka wajib bertaqlid kepada salah satu madzhab empat dalam
masalah furu’ syari’ah.
6. Fuqaha ‘Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah mengatakan bahwa bermadzhab bukanlah berarti
membuang atau membelakangi al Qur’an dan Hadits seperti tuduhan sementara orang.
Namun sebaliknya bermadzhab adalah benar-benar mengikuti Al-Qur’an dan Hadits karena
kitab-kitab itu adalah syarah dan Al-Qur’an dan Hadits itu sendiri.
7. Imam Sayuti yang hidup pada awal abad 10 H yang terkenal sangat ahli dalam berbagai
disiplin ilmu pengetahuan Islam. Karangan-karangan beliau kurang lebih 600 buah kitab,
yang sangat penting dan bernilai tinggi dikalangan Islam. Beliau memperoleh gelar “Amir al-
Mukminin Fi al-Hadits” [raja umat Islam dalam ilmu hadits] karena beliau telah menghafal
ratusan ribu hadits. Pernah suatu ketika beliau menyatakan dirinya telah mencapai tingkat
mujtahid dan terlepas dari madzhab yang diantaranya, yaitu madzhab Syafi’i. Maka segeralah
beliau diserang oleh para Imam ulama’ fiqh, mufassir, muhaddits dan ahli ushul dengan
alasan dan dalil yang sangat jitu dan tepat. Akhirnya beliau dengan jujur dan penuh kesadaran
mencabut pernyataannya dan kembali bertaqlid serta bermadzhab dengan madzhab Syafi’i.
8. Madzhab Syafi’i dilihat dari segi sumber atau dasarnya, lebih unggul dibandingkan dengan
madzhab-madzhab yang lain.
Sedangkan tujuan organisasi ini adalah Li I’laai Kalimatillah wa Izzi al-Islam wa al-
Muslimin dalam rangka mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
sesuai dengan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’i
Radliyallahu ‘anhu. Tujuan ini merupakan penggabungan dan tujuan organisasi dan asas
organisasi sebelum Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 diberlakukan. Peserta Muktamar
ke-8 menghendaki agar asas organisasi terdahulu tidak dihilangkan dengan adanya ketentuan
Asas Tunggal. Kompromi yang dapat dilakukan adalah memindahkan pernyataan tentang
asas Islam tersebut ke dalam tujuan organisasi, sehingga makna esensial asas tersebut tidak
hilang.
3. Nasyid/ Lagu Perjuangan dan Dakwah dalam Bahasa Arab, Indonesia dan
Sasak.
1. Ta’sis NWDI [Antiya Pancor Biladi]
2. Imamuna al-Syafi’i
3. Ya Pata Sasak
4. Ahlan bi wafd al-zairin
5. Tanawar
6. Mars Nahdlatul Wathan
7. Bersatulah haluan
8. Nahdlatain
9. Pacu Gama’
10. dan lain-lainnya.
NAHDLATAIN
NAHDLATUL WATHAN
BAPAK MAULANA
SURAT WAQI’AH
SAKIT JAHIL