Anda di halaman 1dari 38

1

2
3
RIWAYAT HIDUP
H.S. IDRUS BIN SALIM ALJUFRI

a. Tanah Kelahirannya
Hadramaut adalah negeri yang indah,
dimana masyarakatnya gemar melakukan
amal ibadah, taat beragama dan mencintai
ulama. Masyarakatnya tidak pernah
melewatkan waktunya tanpa membaca
Alqur’an dan menghafalnya, membaca zikir
dan berbagai macam ilmu yang erat
hubungannya dengan keagamaan, termasuk
ilmu tasawuf.
Dinegeri inilah asal usul, tumpah darah
leluhur Sayed Idrus yang mulia dan ternama
itu. Taris sebuah daerah yang sederhana yang
letaknya kira-kira 3 KM dari Saiywun
diwilayah Hadramaut. Dinegeri inilah
tepatnya hari Senin 15 Sya’ban 1309 H,
4
bertepatan dengan tanggal 15 maret 1890
Miladiyah, lahirlah seorang putera ke dunia
yang nanti akan dikenal dengan karyanya
yang agung yakni lembaga pendidikan
Perguruan Islam Alkhairaat di Palu, Sulawesi
Tengah.
b. Keturunannya.
Kelahiran putera yang kedua dari
marga Aldjufri ini, oleh kedua orang tuanya
telah sepakat memberi nama beliau “Idrus”.
Sedangkan “Sayed” yang mengawali namanya
sebagai tanda bahwa beliau merupakan
keturunan dari golongan terpandang
dikalangan bangsawan Arab. Menurut
kejadiannya bahwa gelar Sayed adalah
digunakan oleh keturunan banu husain bin
Ali bin Abi Thalib.
Ayah Idrus bernama Salim bin
Alawy, seorang mufti di Hadramaut.

5
Sedangkan ibunya bernama Nur yang
mempunyai hubungan kekeluargaan dengan
Aru Matoa (Raja yang dituakan) di Wajo
Sengkang dari Sulawesi Selatan (Indonesia),
yang telah lama bermukim ditanah Arab.
Sayyid Idrus menikah beberapa kali,
istri pertamanya adalah putri dari Sayyid
Umar Al Balhi, yang dia nikahi ketika dia
masih sangat muda dan mempunyai seorang
putri bernama Fathimah dari pernikahannya
itu. Dia melakukan pernikahan kedua di
Hadramaut setelah tinggal enam bulan di
makkah dengan menikahi putri Sayyid Hasan
bin Ahmad Al Bahr dan mempunyai tiga
orang anak,yaitu : Sayyid Muhammad,
Syarifah Raguan dan Sayyid Salim. Sayyid
Salim pada akhir hidupnya bermukim di
Thaif Saudi Arabia dan meninggal di sana.
Sedangkan Sayyid Muhammad menetap di

6
Palu Sulawesi Tengah sampai meninggal dan
sempat menggantikan Sayyid Idrus (ayahnya)
sebagai Ketua Utama Alkhairaat. Adapun
Anak Sayyid Idrus Al Jufri yang kedua dari
istrinya di Hadramaut adalah Syarifah
Raguan, ia menetap di Hadramaut dan
meninggal di sana. Meninggalkan istrinya di
Taris, Sayyid Idrus menikahi Syarifah
Aminah putri Sayyid Thalib Al jufri
Pekalongan,Jawa Tengah. Mereka
mempunyai tiga orang putri dari pernikahan
itu, yaitu : Syarifah Lu’lu’, Syarifah Nikmah,
dan Syarifah Masturah (meninggal saat
kecil). Syarifah Lu’lu’ menikah dengan
Sayyid Saggaf bin Syaikh Al jufri yang salah
seorang anaknya bernama DR. H. Sayyid
Salim Al jufri, MA, yang sekarang ini adalah
sebagai Ketua Dewan Ulama Alkhairaat dan
sebagai Menteri Sosial RI, pada era Presiden

7
DR. H. Susilo Bambang Yudoyono Jilid II
(periode II) dan mantan Dubes RI untuk
Arab Saudi. Sedangkan Syarifah Nikmah
menikah dengan Sayyid Muhsen Assegaf.
Pernikahan Sayyid Idrus berikutnya dengan
seorang wanita jawayang di temuinya di
Jombang Jawa Timur, tetapi tidak memiliki
keturunan. Pernikahannya yang ke lima
berlangsung di Wani Kabupaten Donggala
Sulawesi Tengah dengan Syarifah Kaltsum Al
Mahdali,dalam perkawinan ini juga tidak di
karuniai anak.
Kemudian Sayyid Idrus menikah
dengan istri ke enam yaitu Hj. Ince Ami (Ite),
keturunan Raja Palu Sulawesi Tengah yang
banyak membantu moril dan materil pada
Sayyid Idrus dalam membina dan
mengembangkan pendidikan Islam
Alkhairaat. Hj. Ince Ami adalah keturunan

8
Magau (Raja) Tua Ijasah dan Madika (Raja)
Malolo Tua Daeng Malindu. Dari perkawinan
ini Sayyid Idrus di karuniai dua orang putri
yaitu : Syarifah Sida dan Syarifah Sa’diyah.
Syarifah Sidah nikah degan Sayyid Ali Husen
Al Habsyi dan Syarifah Sa’diyah nikah
dengan Sayyid Idrus Husen Al Habsyi.
Syarifah Sa’diyah menjabat sebagai Ketua
Umum Wanita Islam Alkhairaat Pusat Palu
sejak didirikan (WIA) pada tahun 1964
sampai sekarang. Selanjutnya Sayyid Idrus
menikah yang ketujuh kalinya, dengan
Syarifah Hawlah binti Husen Alhabsyi. Dari
perkawinannya tidak dikaruniai anak. 7
orang istri Sayyid Idrus ini, tidak sekaligus
beliau nikahi, tetapi sudah cerai dengan salah
satu istrinya, baru menikah lagi dengan yang
lain. Beliau menikah (Poligami) maksimal 4
orang istri, dalam satu waktu. Beliau

9
poligami karena dakwah Islam, seperti
perkawinannya dengan Ite, putrid
bangsawan Palu Sulawesi Tengah. Dengan
perkawinannya itu, beliau mendapatkan
banyak dukungan moril Maupin materiil dari
masyarakat Palu dan sekitarnya.

c. Silsilah Sayed Idrus bin Salim Aljufri


Nabi Muhammad SAW
1. Ali bin Abi Thalib + Siti fatimah
2. Husain
3. Ali Zainal Abidin
4. Muhammad Albaqir
5. Ja’far Ashadiq
6. Ali Al-aridhi
7. Muhammad An Naqib
8. Isa An Naqib
9. Ahmad Al Muhajir
10. Ubaidillah
11. Alwi
10
12. Muhammad
13. Alwi
14. Ali
15. Muhammad
16. Ali
17. Muhammad Alfaqih Al Muqadham
18. Ahmad
19. Muhammad
20. Ali
21. Muhammad
22. Abu Bakar Aljufri
23. Alwi
24. Abdullah
25. Alwi
26. Syakhan
27. Abdullah
28. Husain
29. Salim
30. Idrus

11
31. Muhammad
32. Saggaf
33. Alwi
34. Salim
35. Idrus bin Salim Aljufri

d Pendidikan dan Pengalaman Kerja.


Beliau dibesarkan dalam lingkungan
keluarga religius yang cinta akan ilmu.
Ayahnya adalah seorang ulama besar yang
karya tulisnya banyak dikenal orang dalam
bidang Agama dan Sastra Arab. Tidak heran
banyak ilmu yang diperoleh Sayed Idrus
adalah hasil tempaan dari ayahnya sendiri.
Tempat yang digunakan Sayed Idrus untuk
belajar, tidak hanya dirumahnya, tetapi
tempat lain merupakan tempat yang nyaman
baginya untuk belajar asal itu dapat
memberikan inspirasi dan dorongan untuk

12
belajar. Seperti di serambi mesjid yang
berdekatan dengan rumahnya yakni mesjid
Ibnu Shilah.
Dimasa muda Sayed Idrus senantiasa
menggunakan waktunya untuk belajar
bersungguh-sungguh, sehingga beliau
kelihatan tidak pernah meninggalkan buku
dan catatan sebagai teman akrabnya. Bahkan
ditengah malampun, orang sedang tidur
nyenyak, hanya dengan lampu minyak atau
lilin beliau belajar seorang diri dikamarnya.
Itulah sebabnya tidak ada waktu terbuang,
kecuali digunakan untuk ibadah dan belajar.
Selain Ayahnya sebagai gurunya,
beliaupun banyak menimba ilmu dari
beberapa ulama besar, sahabat ayahnya
seperti : Sayed Muksin bin Alwy Assaggaf,
Abdullah bin Ali bin Umar bin Assaggaf,
Muhammad bin Ibrahim Balfagih, Abdullah
bin Husain Shaleh Albahr dan Idrus bin
13
Umar Alhabsyi, Selain guru-guru tersebut
,bahwa masih ada guru-guru Sayyid Idrus
yang lain, yaitu :
1. Waliyullah Ali bin Hasan Al Habsyi
2. Habib Abdullah bin Umar Asy Syathir
3. Habib Muhammad Salim As Sirri
4. Habib Syaikh bin Idrus Al Idrus
5. Habib Abd Al Barri bin Idrus Al Idrus
6. Syaikh Ahmad Al Bakri Al Khathib Al
Anshari
7. Syaikh Abu Bakar bin Ahmad Al Bakri
Al khathib (Mufti)
8. Habib Ahmad bin Hamid (Imam masjid
Ba’alawi di Tarim)
9. Habib Ali bin abdurrahman bin
Muhammad Al Masyhur
10. Habib Alwi Abdurrahman Al Masyhur
11. Syaikh Muhammad bin Ahmad Al
Khathib Al Anshari
12. Habib Abu Bakar bin Ahmad Balfaqih

14
13. Habib Abu Bakar bin Abdurrahman bin
Syihab
14. Habib Alwi bin Abdillah bin Syihab
15. Habib Muhammad bin Hasan ‘Id Yad
16. Habib Ali bin Zain Al Hadi
17. Habib Ahmad bin Hasan Al Aththas
18. Habib Ahmad bin Muhsin Al Hadar

Diwaktu ayahnya melaksanakan


ibadah Haji, disertai keinginan dan tekad
Sayed Idrus sehingga ia dapat ikut serta
bersama ayahnya mendatangi Baitullah di
Mekah. Dalam kunjungan inilah Sayed Idrus
menggunakan baktunya untuk belajar kepada
ulama-ulama yang ada di Mekah.
Tidak heran diumur yang masih
relatif muda Sayed Idrus sudah dapat
menghafal dan memahami kira-kira 200
Ayatul Ahkam (landasan-landasan hokum)
karena beliau orang yang tekun dalam

15
menuntut ilmu dan disertai dengan
kecerdasannya.
Sayed Idrus dalam riwayat
pendidikannya adalah tamatan dari
Perguruan Tinggi Arrabithatul – Alawiyah di
Taris. Karena dilandasi oleh ilmu
pengetahuan yang banyak, luas dan
pengalaman banyak serta selalu bergaul dekat
dengan para ulama besar, maka setiap
mengambil keputusan, beliau sangat berhati-
hati dan bijaksana, sehingga keputusan
tersebut akan membuahkan hasil yang
memuaskan.
Ayahanda Sayed Idrus di Taris
diangkat menjadi mufti. Mufti adalah jabatan
yang diberikan kepada seorang yang ahli
dibidang keagamaan dan mengetahui bidang
pemerintahan. Atau dengan kata lain
memiliki ilmu keagamaan dan ilmu

16
kemasyarakatan. Dimasa inilah kira-kira 5
tahun Sayed Idrus telah dipercayakan
menjadi sekretaris Mufti. Kemudian setelah
ayahnya meninggal dunia, kedudukan
ayahnya digantikannya. Kedudukan ini ini
dijabatnya karena desakan dari masyarakat
dan pemerintah. Jabatan ini dipangkunya
kira-kira selama 2 tahun. Sementara jabatan
mufti dipangkunya, Sayed Idrus
menggunakan waktunya untuk membantu
mengasuh madrasah yang didirikan oleh
kakeknya.
Ketika Sayed Idrus tiba di Jakarta
beliau diajak untuk membantu menjadi guru
disatu madrasah, tetapi tidak lama kemudian
pindah ke Solo. Beberapa lama tinggal di
Solo, beliau meneruskan perjalanannya ke
Jembang. Disanalah kemudian Sayed Idrus
bertemu dengan KH Hasyim Asy’ari. KH

17
Hasyim Asy’ari adalah seorang tokoh
Nahdatul Ulama di Indonesia. Dua tahun di
Jembang beliau kembali ke Solo dan Sayed
Idrus dipercayakan untuk membina
Madrasah Arrabitha Al Alawiyah cabang
Solo.
Sekitar tahun 1929, Sayed Idrus tiba
di Wani. Kedatangan beliau di Wani atas
ajakan masyarakat arab melalui saudara
Sayed Idrus untuk mendirikan madrasah di
Wani. Karena izin pendirian madrasah tidak
diberikan oleh pemerintahan Belanda maka
pendirian madrasah dialihkan ke Palu. Atas
dukungan dari masyarakat Wani dan Palu
dimulailah kegiatan madrasah. Madrasah ini
kemudian diberi nama Alkhairaat.

KEPEMIMPINAN &
EPRIBADIANNYA

18
Sayed Idrus yang dilahirkan pada
pertengahan bulan Sya’ban itu, selagi masih
kecil sudah nampak bakat dan
kepemimpinan pada dirinya. Sifat
kepemimpinan itu tergambar dari tingkah
lakunya, terutama dalam pergaulan. Dalam
pergaulan beliau tidak nampak membedakan
orang yang menjadi temannya. Kepada orang
yang lebih tua atau kedudukannya
terhormat, diberikannya penghormaatan dan
penghargaan, sedangkan bagi yang sebayanya
ditunjukkan sifat pengayom. Dengan cara ini
akhirnya semua orang merasa simpatik dan
terjemalah hubungan yang akrab dari orang-
orang tersebut dengan Sayed Idrus.
Dari sifat yang dekat dan simpatik
yang selalu ditunjukkannya itu beberapa
temannya yang seperguruan seperti

19
Muhammad bin Sagaf bin Alwy Aldjufri, Ali
bin Maharim dan Abdul Karim bin Salim bin
Hamid, memuji kepribadian Sayed Idrus
selama dalam pergaulan mereka dalam
lingkungan pendidikan.
Sebagai seorang cendekiawan muda
yang banyak belajar ilmu-ilmu agama, beliau
tergolong ulama muda yang bijaksana dan
teguh dalam pendirian. Hal ini ditandai
apabila ada sesuatu yang penting dibicarakan
atau harus diselesaikan, maka beliau
menyelesaikannya dengan cara musyawarah.
Ketika tanah kelahirannya dijajah
oleh Negara Inggris, Sayed Idrus turut ambil
bagian dalam memikirkan bagaimana
melepaskan diri dari penjajah. Sayed Idrus
berpendapat penggunaan dengan senjata
tidak mungkin di lakukan, diplomasi dan
mencari dukungan dari negara-negara arab

20
merupakan jalan yang terbaik. Maka di
utuslah sayed Idrus bersama dengan teman
akrabnya yakni Sayed Abdurrahman bin
Ubaidillah Assagaf untuk mengunjungi
negara-negara seperti yaman, mesir dan
negeri-negeri Islam lainnya.
Ketika Sayed Idrus bersama temannya
tiba di pelabuhan Aden (yaman), tiba-tiba
mereka di sergap oleh tentara Inggris dan
menggeledah barang-barang bawaan mereka.
Kemudian dokumen yang isinya menentang
dan menghapuskan penjajahan Inggris di
daerah Hadramaut ditemukan, akibatnya
perjalanan tersebut menjadi terhalang.
Akhirnya mereka merubah arah perjalanan.
Sayed Idrus memutuskan ke Indonesia
sedangkan Sayed Abdurrahman menuju
Mekkah. Dari peristiwa ini dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa Sayed Idrus tidak

21
saja seorang ulama yang berjuang dengan
ilmunya tetapi beliau juga seorang
negarawan yang memperjuangkan negerinya
untuk lepas dari penjajahan. Dalam
membangun dan mengembangkan
Alkhairaat, Guru Tua menunjukkan sifat
kepemimpinannya seperti : menghargai
pendapat orang lain, menyantuni sesama
manusia, mempersatukan golongan yang ada
di lingkungan Alkhairaat, mengunjungi
teman, tidak egois dan masih banyak sifat-
sifat guru tua yang menunjukkan ia adalah
seorang pemimpin sejati.
Bersikap sebagai Orang Tua dan Guru/
Pendidik
Dalam bergaul dengan murid-
muridnya tampak sekali suasana keakraban
diantara mereka, dengan bekerja, belajar,
makan, berolahraga dan berkesenian secara

22
bersama-sama sambil sesekali guru tua
bercerita tentang kejadian-kejadian dizaman
nabi. Melalui cara inilah guru tua membina
murid-muridnya sehingga menjadi pribadi-
pribadi berakhlak. Guru tua juga tidak
pernah menunjukkan sifat marahnya kepada
murid-muridnya tetapi apabila ada
kekeliruan dan kesalahan dari muridnya,
hanya dengan sapaan “tidak boleh lagi
berbuat seperti tadi, karena itu tidak baik dan
merugikan”. Begitulah Guru Tua dalam
mendidik murid-muridnya sehingga ilmu
yang diajarkan beliau dengan mudah dapat
diserap oleh murid-muridnya.
Sebagai seorang pendidik Guru Tua
juga berperan sebagai orang tua bagi murid-
muridnya. Seorang murid guru tua
menuturkan bahwa ketika perguruan
Alkhairaat mulai tersebar namanya banyak

23
murid berdatangan dari luar daerah untuk
menuntut ilmu di Alkhairaat oleh guru tua
mereka ditampung serumah dengan beliau,
makan dan semua kebutuhan lainnya
menjadi beban Guru Tua. Tidak hanya itu
apabila mereka pulang guru tua
mengusahakan biayanya. Bahkan banyak
murid guru tua yang dikawinkan oleh beliau.
Tidak hanya mengatur dan menjodohkan
saja, tetapi memberi nafkah bagi mereka
yang baru selesai dikawinkannya, diaturnya
pula tempat kerja dan tempat tinggalnya.

KARAMAH GURU TUA

24
Sebagai seorang ulama yang ikhlas
beliau diberikan kelebihan oleh Allah SWT
berupa karamah. Karamah adalah kelebihan
yang dimiliki oleh seseorang yang bagi
manusia biasa merupakan sesuatu yang
mustahil. Orang yang mendapatkan karamah
ini adalah seorang yang sangat dekat dengan
Allah SWT biasa disebut dengan “Waliullah”
atau orang-orang menyebutnya wali.
Berikut ini beberapa peristiwa yang
diceritakan oleh orang-orang yang pernah
bersama dengan beliau yang menunjukkan
bahwa Sayed Idrus adalah seorang wali :
 Setelah Sayed Idrus menetap untuk
tinggal di Palu, beliaupun mengadakan
peninjauan dimana nanti tempat
mendirikan gedung Madrasah. Dimalam
harinya beliau bermimpi ada cahaya yang

25
turun dari langit yang menunjukan lokasi
pembangunan gedung madrasah. Maka
beliaupun membangun Madrasah
Alkhairaat pada lokasi tersebut, yaitu
pada Madrasah tua disamping Mesjid
Alkhairaat yang bangunannya masih
tetap dipertahankan. Dari sinilah
kemudian berkembanglah perguruan
Islam Alkhairaat sampai kedaerah diluar
Kota Palu. (Diceritakan oleh H. Rustam
Arsyad).
 Suatu waktu Sayed Idrus bersama
beberapa muridnya mengadakan inspeksi
Madrasah diwilayah Swabraja Moutong.
Setibanya di Tinombo, rombongan
menuju rumah kerajaan, bertepatan pada
waktu itu raja H. K. Tombolotutu tidak
berada ditempat, Dirumah kerajaan yang
didapati hanya Boki (panggilan terhadap

26
istri raja). Kedatangan rombongan ini
menggelisahkan boki, karena persiapan
kebutuhan untuk melayani tamu tidak
mencukupi. Guru Tua rupanya telah
mendapatkan firasat, maka ditemuinya
Boki dan mengatakan : “Boki tidak perlu
gelisah, yang pokok Boki dengan senang
hati dapat menerima kami menginap
disini. Karena kami telah meniatkan dari
Palu, bahwa kalau datang di Tinombo,
akan tidur dirumah kerajaan”. Sementara
Guru Tua duduk-duduk diserambi depan
kerajaan tiba-tiba seekor rusa melompat
pagar kerajaan menuju serambi bagian
utara didepan kerajaan, sekaligus
terduduk didepan tangga kerajaan.
Melihat kedatangan rusa tersebut,
spontan Guru Tua berteriak “Mahfud,
ambil parang1” (dalam bahasa Arab)

27
dengan segera Mahfud mengambil parang
dan memberikannya. Saat itu Mahfud
Godal belum mengetahui untuk apa
kegunaan parang yang dimintai oleh
Guru Tua itu. Rupanya parang tersebut
digunakan untuk menyembelih rusa yang
telah tersungkur itu, kemudian Guru Tua
menyembelih rusa itu. (Diceritakan oleh
Drs. H. Abd. Aziz Godal, Keterangan ini
dikuatkan oleh Hi. Amin dari Ampana)
 Suatu ketika Guru Tua bersama
rombongannya berangkat menggunakan
perahu layer dari Poso menuju Ampana.
Perahupun melaju dengan tenangnya
sehingga sebagian penumpang menjadi
tertidur. Sementara perahu melaju
dengan tenangnya, dimalam yang kelam,
hanya cahaya bintang yang ada ditengah
lautan yang membiru dan hawa dingin

28
yang menyentak pori-pori kulit, tiba-tiba
imamah Guru Tua diterbangkan angina
dan jatuh terapung diatas air.
Menyaksikan kejadian ini, Guru Tua
berteriak “Amin ! ambil imamah itu !”
tanpa banyak pikir aku laksanakan
perintahnya, seraya melompat terjun
kelaut yang biru dan dalam itu untuk
mengambil imamah itu. Alangkah
terkejutnya hatiku, karena air laut yang
biru dan dalam itu hanya sampai pada
pusatku. Dirasa seakan-akan ada sesuatu
yang mengganjal/menopang tapak
kakiku, sehingga aku dengan mudah
memperoleh imamah tersebut.
(Diceritakan oleh Hi. Amin)
 Kejadian ini terjadi ketika rombongan
Sayed Idrus berangkat dari Ternate ke
Labuha (Bacan) dengan menumpang

29
perahu layar. Rombongan kemudian
singgah di Pulau Ambatu Dekat Ternate.
Setelah perahu merapat di darat,
kelihatan banyak anak perahu yang
sedang menunggu waktu untuk melaut.
Setelah guru turun ke darat beliau
menanyakan kepada beberapa orang
sedang duduk; “Mengapa tidak ada rumah
dipulau ini ?” mereka menjawab : disini
tidak ada air !. Karena mendengar
jawaban tersebut, Guru Tua menyuruh
orang tersebut untuk menggali tanah dan
tidak lama kemudian keluarlah air jernih
dari tempat galian itu. Sekarang pulau
tersebut menjadi tempat pemukiman
penduduk dan dekat sumur tersebut
dibangun mesjid. (diceritakan oleh Munir
Hi. Moh Saleh dari Ternate)

30
 Setelah Guru Tua selesai mengadakan
ceramah di Madrasah Alkhairaat Towera,
beliau bersama rombongan meneruskan
perjalanan dengan menumpang gerobak
besi. Semua masyarakat menginginkan
Guru Tua bermalam saja di desa tersebut
dan bertepatan pula Sungai Towera
dalam keadaan banjir besar (tidak dapat
diseberangi). Tetapi Guru Tua
mengatakan kita harus berangkat, karena
perjalanan masih panjang, demikian
ucapan beliau kepada rombongannya.
Setelah semua barang disiapkan dalam
gerobak, Guru Tua naik bersama
rombongannya dan mengatakan kepada
sopir gerobak “jalan saja !” Gerobak pun
menyeberangi sungai yang sedang banjir
besar, sedangkan barang dalam gerobak
tidak satupun yang basah dan gerobak

31
nampaknya hanya sedikit yang kena air.
(Diceritakan oleh Daemanangi).
 Sewaktu Guru Tua bersama beberapa
muridnya datang dirumah Habib Shaleh
Tanggul, diadakan kesenian Zamrah, ikut
pula guru tua memukul alat zamrah.
Sementara Guru Tua memukul Zamrah,
semua gambar yang bergantungan di
dinding lepas dan beterbangan melayang-
layang dalam ruangan sambil mengikuti
irama zamrah yang dilagukan. Semua
para hadirin menjadi keheranan melihat
keadaan tersebut. Pada akhirnya sehabis
lagu dinyanyikan alat Zamrah terhenti
bunyinya, dan semua gambar yang
beterbangan tadi bersujud dihadapan
Guru Tua. Habib Shaleh mengatakan
kepada kami “bersyukurlah di Palu ada
ulama besar seperti Guru Tua. Saya orang

32
bilang adalah ulama, tetapi ulama besar
dan keramat adalah Guru Tua”.
(diceritakan oleh Drs. Anshar Ismail,
cerita ini dikuatkan oleh H. Amin yang
sempat mendengarkan cerita Habib
Shaleh Tanggul sewaktu beliau
menziarahi beliau di Surabaya)

33
KEGEMARAN DAN HOBI

Selain kesibukan dan kegemaran


Guru Tua membaca, menyajikan ilmu dan
berzikir kepa Allah, Guru Tua menggunakan
pula waktunya untuk berolahraga. Dibidang
olah raga Guru Tua biasa melatih murid-
muridnya dalam hal bela diri (silat). Beliau
berpendapat bahwa seorang pemimpin
sebaiknya memiliki ilmu bela diri. Selain bela
diri beliau juga mengajar murid-muridnya
bermain sepak bola. Bahkan dulu Madrasah
Alkhairaat mempunyai tim sepakbola yang
diperhitungkan. Selain itu Guru Tua juga
gemar menonton pacuan kuda. Tidak hanya
itu, Guru Tua juga memiliki seekor kuda
pacuan yang diberi nama “Kilat”.

34
Mengimbangi kegiatan berolahraga
Guru Tua menggemari pula kesenian hingga
menjadi pelakunya. Seperti menyanyi dan
memukul alat kesenian. Kesenian yang
menjadi kegemaran beliau adalah kesenian
zamrah dengan syair-syair qasidah yang
bernafaskan Islam.

35
GUGUR SATU TUMBUH SERIBU

Pada hari senin, 22 Desember 1969


atau 12 syawal 1389 H, jam 02.40 dini hari,
ditempat pembaringannya yang letaknya
berdampingan dengan ruang mesjid
Alkhairaat, sang guru sejati itu pergi untuk
menemui Khaliknya yang telah
menciptakannya.
Selama sekitar 40 tahun Sayed Indrus
mengabdikan dirinya untuk kepentingan
umat Islam dinusantara khususnya di
Indonesia Timur telah banyak karya-karya
beliau yang sudah ditorehkan. Karya-karya
beliau berupa manusia-manusia yang
bertaqwa, yang menjadi penyambung lidah
beliau menyampai Islam ketengah-tengah
masyarakat dan karya beliau terbesar adalah

36
Alkhairaat, Lembaga Pendidikan Islam
terbesar di kawasan Indonesia Timur.
Kader dan pelanjut cita-cita Sayed
Idrus telah banyak tersebar ke berbagai
daerah dinusantara ini yang terus
menyampaikan Islam, membina masyarakat
dan mendidik anak-anak mereka hingga
terwujudlah insan-insan yang berilmu dan
bertaqwa kepada Allah SWT.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, RA (2008) Mengenal Sosok


Sayyid Idrus bin Salim Aljufri, Pendidik
Agung Alkhairaat, Kultura – Jakarta

M. Noor Sulaiman, PL (1989) Biografi Sayyid


Idrus bin Salim Al jufri Pendiri
Perguruan Islam Alkhairaat, Jakarta –
Indonesia

Rustam Arsyad, (T.Th) Tarikh Madrasah


Alkhairaat Alislamiyah Faalu Sulawesil
Wushtha (Donggala), Mulia – Surabaya.

Sofian B. Kambay (1991) Perguruan Islam


Alkhairaat Dari Masa ke Masa, Palu –
Sulawesi tengah

Yayasan Alkhairaat (2013), Sayyid Idrus Bin


Salim Aljufri Pendiri Alkhairaat dan
Kontribusinya dalam Pembinaan Umat,
Gaung Persada (GP) Press - Jakarta
38

Anda mungkin juga menyukai