Anda di halaman 1dari 35

Rasulullah Teladanku, Siapa

Teladanmu?
Rabu, 13 Januari 2016 - 06:36 WIB

Jika kepada artis saja orang berani berkorban, apakah mereka selama ini juga sudah berkorban
segalanya untuk Allah dan Rasul-Nya

Ratusan ribu Muslim Checknya turun jalan mengungkapkan perasaan kecintaan pada
Rasulullah Muhammad tahun 2015 lalu

Terkait

 Pesona Fisik dan Akhlak Rasulullah di Mata Para Sahabat [2]


 Pesona Fisik dan Akhlak Rasulullah di Mata Para Sahabat [1]
 Amalan Lisan Berlimpah Berkah
 Petunjuk Nabi Tentang Sedekah

Oleh: Arsyis Musyahadah

Fakta Yang Memprihatinkan


Ahad, 27 Desember 2015. Aliando Syarif mengadakan mini konser di sebuah
mall di kawasan Surabaya, Jawa Timur. Konser tersebut menimbulkan
kericuhan di kalangan penonton. Terdapat sekitar 40 penggemar yang jatuh
pingsan karena berdesak-desakan dalam konser tersebut. Pasalnya, kondisi
ruangan mall tidak maksimal untuk menampung banyaknya penonton yang
membludak dari lantai dasar hingga lantai atas mall.
Fakta di atas adalah satu dari sekian konser yang diselenggarakan dan
menimbulkan kegaduhan serta korban yang berjatuhan.
Dalam kejadian konser tersebut bukan dilakukan oleh remaja yang tidak
bersekolah. Tapi dihadiri oleh mereka yang duduk di bangku sekolah.
Inilah dilema yang menjadi keprihatinan dunia pendidikan di negeri ini.
Apakah ada yang salah tentang pendidikan atau metode yang diajarkan di
rumah maupun sekolah? Hingga fenomena tersebut harus terjadi pada remaja
kebanyakan.
Apakah para pendidik tidak menyampaikan bahwa hal itu tidak pantas untuk
dilakukan sebagai seorang Muslim.
Kecintaan mereka terhadap seorang artis atau selebriti hampir-hampir sampai
pada tingkat kefanatikan. Puluhan korban yang berjatuhan yang terjadi pada
konser tersebut membuktikan bahwa, para fans akan rela melakukan apa saja
untuk bertemu dan berjumpa dengan para idolanya. Para fans akan rela
memberikan apa saja yang ia miliki, agar ia dapat berjabat tangan dengan
idolanya. Pertanyaannya, jika kepada artis saja mereka berani berkorban,
apakah mereka selama ini juga sudah berkorban segalanya untuk Allah,
Rasul-Nya dan keluarganya?
Obsesi mereka sebagai wujud kecintaan mereka pada sang idola, terkadang
membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.
Tingkat kefanatikan itu sampai pada mengagung-agungkan dan memuja-muja
para idolanya. Mereka rela datang dari daerah yang jauh, dengan berpanas-
panasan hanya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah para fans yang
setia.
Jika mereka ditanya apa kebiasaan dan bagaimana biografi artis yang
diidolakan, maka dengan sergap mereka menjawabnya. Akan tetapi jika
ditanya bagaimana shiroh RasulullahShallallahu ‘alaihi Wassallam, dengan
tergagap-gagap mereka menjawab, dan belum tentu jawaban mereka secepet
pertanyaan sebelumnya.Sikap berlebihan seperti itu, bukanlah pribadi muslim
yang sesungguhnya.
Rasulullah Sebagai Teladan
Dalam Islam, orang yang paling berhak diidolakan hanyalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam , manusia sempurna yang pantas
ditiru segala ucapan dan perbuatannya. Manusia pilihan Allah yang dijadikan
teladan bagi seluruh umat di sepanjang zaman. Rasulullah dengan segala
kharismanya, perjuangannya untuk menjunjung Islam, sikap lembut kepada
sahabat dan umatnya, sikap tegasnya sebagai pemimpin. Rasulullah adalah
sosok ideal di kehidupan ini. Surga yang dijanjikan Allah tak membuat
semangat ibadahnya memudar.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an
‫َّللا‬ َ ‫َّللا أُس َْوة ٌ َح‬
‫سنَةٌ ِل َمن َكانَ يَ ْر ُجو ه‬ َ ‫َو ْاليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَك ََر ه‬
ُ ‫َّللا َكثِيرا ََلَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
ِ ‫سو ِل ه‬
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatngan) hari
Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S Al-Ahzab [33]: 21)
Begitu seringnya beliau menahan diri dari tempat tidur dan makanan. Begitu
juga kesederhanaannya dalam berpakaian. Juga alas kaki yang dipakainya
pun tidak pernah terlihat mewah. Tak pernah ia memakai sepatu selain waktu
mendapat hadiah dari Najasyi. Sungguh pun beliau menahan diri dari
kenikmatan duniawi, itu bukan berarti beliau menyiksa dirinya sendiri. Akan
tetapi Rasulullah ingin memberikan teladan kepada manusia, bahwa hidup tak
dapat diperbudak oleh kekayaan, harta benda dan kekuasaan atau apa saja
yang menguasainya selain Allah.

Puluhan ribu Muslim Cecknya berkumpul di Kota Grozny menunjukkan rasa


cinta pada Nabi sebagai pembelaan pada pelecehan Tabloid Carlie Hebdo
bulan Januari 2015 lalu
Kisah Rasulullah adalah potret nyata dari interpretasi Al-Qur’an. Rasulullah
juga mengajarkan bahwa seorang pendidik tidak hanya mengajar dengan
berbicara kepada anak didik. Akan tetapi, juga harus disertai dengan tindakan
dan aplikasi nyata untuk membenarkan teori yang diajarkannya.
ٍ ُ‫َو ِإنهكَ لَ َعلى ُخل‬
‫ق َع ِظ ٍيم‬
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS: Al-
Qalam: 4)
Mengenai ayat tersebut, dalam kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Ibn Katsir
menjelaskan, Al-Aufi meriwayatkan dari Ibn ‘Abbas “Sesungguhnya engkau
benar-benar berada di dalam agama yang agung, yaitu Islam.” Demikian juga
yang dikatakan oleh Mujahid, Abu Malik, as-Suddi, dan ar-Rabi’ bin an-Nas.
Ma’mar menceritakan dari Qatadah, ‘Aisyah pernah ditanya tentang akhlak
Rasulullah, maka dia menjawab “ Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”
Sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab ash-Shahihain, Anas berkata “Aku
pernah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun, selama itu pula beliau
tidak pernah mengatakan ‘Ah’ sama sekali padaku. Dan tidak juga beliau
mengomentari sesuatu yang aku kerjakan dengan mengatakan, ‘Mengapa
engkau tidak mengerjakannya?’. Rasulullah adalah yang paling baik
akhlaknya. Beliau tidak pernah memakai kain bulu yang ditenun sutera. Tidak
ada yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah. Dan aku tidak pernah
mencium bau harum dan wangi-wangian yang lebih wangi dari keringat
Rasululullah.”
Umat muslim memiliki orang yang nomor satu untuk diidolakan. Rasulullah
dengan segala kelebihannya tidak serta merta ia menjadi tinggi hati. Dengan
segala janji Allah yang diberikan kepadanya, membuatnya lebih rendah hati.
Umat muslim tidak diperbolehkan mengambil tokoh yang diteladani selain
Rasulullah. Umat muslim tidak diperbolehkan menjadikan seseorang sebagai
idola selain Rasulullah. Umat Muslim tidak boleh mencintai seseorang
melebihi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Namun demikian, mengidolakan Rasulullah bukan berarti memberlakukannya
sebagaimana selebriti yang diidolakan, bukan berarti harus meneriakkan
namanya di tengah lapangan, bukan harus memujanya hingga sedemikian
rupa.
Mengidolakan Rasulullah cukup dengan meneladaninya dan menjalankan
sunnah-sunnahnya, melakukan apa yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi
apa yang menjadi larangan-Nya. Dalam beribadah, kita harus mencontoh
Rasulullah.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Shalatlah sebagaimana kalian melihat
aku shalat.” Dalam bermuamalah, Rasulullah memberikan teladan yang baik.
Dalam kepemimpinan, Rasulullah adalah figur pemimin bagi umat muslim.
Dalam hidup sehat, kita harus meniru kiat Rasulullah.
Keteladanan yang diajarkan Rasulullah adalah metode yang paling baik untuk
membentuk karakter seorang muslim. Barangsiapa yang ingin berkarakter
baik, maka teladanilah Rasulullah. Sebagai seorang mukmin, untuk
membuktikan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah
membuat mereka murka. Allah menjanjikan surga dan segala kenikmatan
yang ada di dalamnya bagi para hamba-Nya yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Jika seorang mukmin mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka buktikanlah cinta itu dengan menaati semua perintah Allah dan
menjalankah sunnah-sunnah Rasulullah.
“Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah
dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan.” (Q.S An-Nur 52).*
Penulis lulusan STISH Putri, Balikpapan
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Pendahuluan
Nama Nabi Muhammad SAW adalah nama yang sangat akrab bagi setiap muslim dimana pun
mereka berada, setiap adzan dan sholat nama beliau pasti selalu disebut. Kisah sejarah beliau
selalu diceritakan baik dalam pelajaran agama Islam atau pun dibacakan oleh orang-orang tua
kita, dalam kajian siraman-siraman ruhani Siroh Nabawiyah menjadi wacana yang sering dikaji.
Beragam jenis media dipergunakan untuk memperluas informasi tentang Rasul SAW yang mulia
ini. Mulai dari buku Siroh Nabawiyah untuk umum hingga khusus untuk anak-anak. Bahkan kini
ada dalam bentuk film. Semua itu ditujukan agar setiap muslim memiliki pengetahuan yang
lengkap tentang nabinya dan memupuk kecintaan kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga
menjadikannya panutan teladan.
Namun sungguh disayangkan, belakangan ini siroh nabawiyah seringkali hanya menjadi bagian
dari kisah-kisah nabi yang harus diketahui oleh seorang muslim. Untuk menjadikan beliau model
perilaku seorang muslim sering terlewatkan. Beliau dianggap sebagai figur yang terlalu sempurna
untuk dicontoh, bahkan terlalu jauh untuk diterapkan sunnah-sunnah beliau dalam kehidupan
sehari-hari. Fenomena ini memperlihatkan adanya jarak yang seolah-olah tak mungkin diterapkan
oleh umatnya. Nabi Muhammad SAW menjadi sosok yang demikian agung hingga menafikkan
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tokoh nyata yang pernah hidup dan merupakan manusia
biasa seperti umatnya.
Sebagai penutup dari para nabi, Nabi Muhammad SAW adalah salah seorang hamba dari hamba-
hamba Allah SWT yang lain. Oleh karena beliau seorang hamba, maka Rasulullah SAW
memiliki ciri yang sama dengan manusia yang lain. Rasulullah SAW lahir dan wafat, makan dan
minum, mengalami sehat dan sakit, bekerja dan berda’wah bahkan juga tidur untuk melepas
lelahnya sama seperti manusia lainnya.
Sebagai sebagai seorang nabi dan rasul, Muhammad SAW memiliki tugas menyampaikan risalah,
menjalankan amanah dari Allah dan menjadi pemimpin umat. Perjalanan Nabi Muhammad SAW
sebagai rasul dalam menyampaikan da’wah dapat dilihat dari da’wah-da’wah beliau dalam fiqh
da’wah, sedangkan fiqh ahkam (hukum) bersumber dari perilaku beliau.

II. Keutamaan Rasulullah SAW


Nabi Muhammad SAW memiliki ciri-ciri yang khusus yang tidak dimiliki oleh rasul yang lain
antara lain sebagai nabi penutup, penghapus risalah sebelumnya, membenarkan nabi sebelumnya,
menyempurnakan risalah, diperuntukkan bagi seluruh alam dan sebagai rahmat bagi alam
semesta. Al Qur’an menyebut Rasulullah SAW sebagai diri teladan yang baik.
“Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah SAW teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap rahmat dari Allah dan datangnya hari kiamat, dia banyak menyebut
asma Allah”. (QS. Al Ahzab (33) : 21)
Adapun tujuan Rasulullah Muhammad SAW diutus ke dunia disebutkan dalam hadits.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq manusia”. (HR. Muslim).
Pembinaan akhlaq ini melalui da’wah, karena dalam QS. Al Ahzab (33) : 45-46, Rasulullah SAW
diperintahkan untuk mengajak manusia ke jalan yang benar. Peran beliau berdasarkan isi surat
tersebut adalah:
1. Menjadi saksi bagi manusia
2. Membawa kabar/berita gembira
3. Memberi peringatan
4. Menyeru ke jalan Allah
5. Cahaya yang menerangi
III. Sifat dan Akhlaq Rasulullah SAW
Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah SAW suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat dari Allah dan datangnya hari
kiamat, dan dia banyak menyebut asma Allah”. (QS. Al Ahzab (33) : 21
Itulah sebabnya mengenali sifat Rasulullah SAW menjadi sangat penting. Dengan mengenali
sifat-sifatnya, kita diharapkan dapat menyadari siapa sebenarnya Rasulullah SAW kemudian
berusaha mengikuti sifat dan perilaku yang dicontohkan beliau.
Sebagai nabi penutup, Rasulullah SAW memiliki beberapa sifat-sifat dasar yang agung
diantaranya:
1. Manusia (Al Basyariyah)
Rasulullah merupakan manusia biasa seperti kita semua. Perbedaannya Allah SWT memberikan
wahyu untuk disampaikan kepada orang lain. Dengan keyakinan ini sebenarnya mengantarkan
kita bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk menolak perintah Rasulullah SAW. Tidak ada alasan
tidak mampu apalagi tidak mungkin, karena Rasulullah juga memiliki tanggungan seperti
layaknya manusia biasa seperti bekerja, memiliki istri, anak bahkan beliau mendapat tambahan
amanah yang lebih berat yaitu mendidik manusia dan memimpin mereka. (QS. Ibrahim (14) : 11)
2. Terpelihara dari Kesalahan (Al ‘Ishmah)
Oleh karena Rasulullah SAW adalah manusi pilihan maka beliau dilebihkan oleh Allah SWT
terpelihara dari kesalahan. Hal ini perlu karena yang disampaikannya adalah amanah dari Allah
sehingga Allah perlu memelihara aturan dan firman-Nya dari kesalahan. (QS. Al Maidah (5) : 67)
3. Benar (As Shidq)
Orang yang membawa kebenaran tentunya ia sendiri harus memiliki sifat shidq sehingga apa
yang disampaikan dapat diterima oleh manusia. Selain itu karena sifat shidq, Rasulullah tidak
berbicara mengikuti hawa nafsunya. Beliau berkata yang benar dan bermanfaat saja. (QS. Al
Najm (53) : 3-4).
4. Cerdas (Al Fathonah)
Kecerdasan Rasulullah dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan para sahabat maupun orang
lain, cara Rasulullah dapat menyelesaikan masalah, ataupun dalam menyusun strategi da’wah.
(QS. Al Fath (48) : 27)
5. Amanah (Al Amanah)
Amanah secara umum berarti bertanggung jawab terhadap apa yang dibawanya, menepati janji,
melaksanakan perintah, menunaikan keadilan, memberikan hukum yang sesuai dan dapat
menjalankan sesuatu yang telah disepakati. (QS. An Nisaa’ (4) : 58)
6. Menyampaikan (At Tabligh)
Kewajiban Rasulullah SAW adalah menyampaikan perintah Allah kepada manusia, kemudian
manusia berkewajiban pula menyampaikan risalah ini kepada siapa saja yang mau menerimanya.
(QS. Al Maidah (5) : 67)
7. Komitmen (Al Iltizam)
Rasulullah dan para sahabat selalu mencontohkan sikap untuk selalu komit terhadap Islam,
walaupun diterpa cobaan yang bertubi-tubi. Dengan adanya Iltizam inilah maka nilai-nilai Islam
akan selalu terpelihara. (QS. Al Israa’ (17) : 74). Tanpa Iltizam maka godaan syaithan dan
gangguan orang kafir akan mudah menggoncang kita. Kita jadi mudah tergelincir karena kita
tidak punya benteng iltizam.
IV. Akhlaq yang Mulia (‘Alaa Khuluqin ‘Azhim)
Sebagai seorang nabi dan rasul, Muhammad SAW memiliki kekhasan. Dari segi fisik, wajah
beliau selalu cerah-ceria, jernih dan menyenangkan siapapun yang menatapnya. Beliau selalu
menjadi orang paling awal dalam berbuat kebaikan.
Ali ra. pernah berkata tentang beliau, “Beliau bukan orang yang tinggi dan tidak pula terlalu
pendek. Perawakannya sedang-sedang saja, rambutnya tidak lurus dan tidak pula keriting,
rambutnya hitam dan lebat, badannya tidak gemuk dan tidak pula kurus, wajahnya oval, kedua
matanya sangat hitam, bulu matanya panjang, persendiannya kokoh, bahunya bidang, wajahnya
selalu berseri-seri. Diantara bahunya ada tanda kenabian. Siapapun yang memandangnya akan
segan padanya, siapapun yang bergaul dengannya akan menciantainya”. Kemudian Ali ra.
menambahkan, “Aku tidak pernah melihat orang seperti beliau sebelum dan sesudahnya”.
Rasulullah memiliki sifat-sifat yang mulia. Beliau sangat tawadhu. Beliau tidak tersentuh
sedikitpun akan kesombongan. Beliau tidak ingin orang berdiri untuk menyambut kedatangannya
dan beliau juga tidak menginginkan diistimewakan tempatnya.
Selain itu juga beliau adalah manusia yang sangat pemberani dan memiliki sifat patriotisme yang
luar biasa. Sifat ini ditunjang dengan kekuatan fisik. Tak sulit menemukan beliau dalam
pertempuran. Beliau selau berada di posisi terdepan. Ali ra. berkata, “jika kami dikepung,
ketakutan dan bahaya maka kami berlindung kepada Rasulullah SAW. Tak seorang pun yang
lebih dekat jaraknya dengan musuh selain beliau”.
Beliau juga memiliki sifat kedermawanan, beliau memberi kepada siapa pun yang meminta. Ibnu
Abbas ra. berkata, “Nabi SAW dalah orang yang paling murah hati.
Sifat-sifat yang dimiliki Rasulullah SAW menggambarkan akhlaq yang mulia. Akhlaq ini tentu
tidak begitu saja ada namun perlu proses dan latihan. Kisah rasul menjadi penggembala sebelum
menerima amanah kerasulan merupakan latihan beliau untuk memupuk jiwa pemimpin,
kesabaran, keuletan, kepekaan, tanggung jawab. (QS. Qalam (68) : 4, Al Ahzab (33) : 21)
V. Teladan yang Baik (Uswatun Hasanah)
Rasulullah merupakan contoh nyata bagi umat Islam bila ingin berakhlaq mulia. Beliau adalah
orang paling aktif memenuhi janjinya, paling dapat dipegang seluruh ucapannya, penyambung
tali silaturahim, paling penyayang dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus
pergaulannya, sabar menghadapi kekasaran orang lain, bijaksana dalam menghadapi kekasaran
orang lain.
Bila kita ingin mengikutinya maka interaksi kita dengan Al Qur’an semakin diperdalam dan
perilaku yang dicontohkan Rasulullah SAW diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. (QS. Al
Ahzab (33) : 21). Dengan demikian kita baru dapat dikatakan meneladani Rasulullah SAW.
Referensi :
1. Ma’rifatul Rasul, DR. Irwan Prayitno
2. Siroh Nabawiyah, DR. Ramadhan Al Buthi
3. Ar rasul, Said Hawwa

Oleh: Rahmat Hidayat Zakaria


SIAPA yang tidak mengenal dengan sesosok manusia yang ummi, pembawa
dan pencerah terhadap peradaban manusia? Siapa lagi kalau bukan
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam namanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi
Wassallam memang merupakan figur yang pantas dipuji oleh siapa pun.
Sebab, beliau memiliki kesempurnaan, baik itu sifat, perilaku maupun tutur
kata. Banjiran pujian terhadap beliau tak akan pernah lekang dimakan oleh
zaman, bahkan sejak zaman para sahabat sekalipun pujian itu tetap mengalir
sehingga sekarang.
Perbincangan mengenai sosok ini tidak pernah membosankan dan tak akan
pernah habis-habisnya. Walaupun selalu diperingati mengenai diri beliau
setiap tahun, bahkan masih ada pembicaraan-pembicaraan yang belum
terungkap dan belum terlukiskan dari kehidupan beliau.
Kemuliaan dan kekaguman terhadap kepribadian Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wassallam tidak hanya diapresiasi oleh orang Muslim saja.
Sebaliknya, orang non-Muslim sekalipun tidak terlepas dari kekaguman
mereka di saat mereka mempelajari kehidupan Rasulullah. Pengetahuan dan
kajian mengenai beliau pasti benar, selama seseorang itu berpegang teguh
kepada prinsip yang objektif.
Michael H. Hart misalnya, beliau menobatkan Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wassallam sebagai sosok di urutan yang pertama dari 100 tokoh
manusia yang paling berpengaruh di dunia;
Di samping itu, George Bernard Shaw pula menyatakan bahwa Muhammad
merupakan sosok pribadi yang agung, sang penyelamat kemanusiaan. Lebih
daripada itu, ia sangat meyakini bahwa apabila Muhammad memegang
kekuasaan tunggal di dunia modern ini, maka Muhammad akan berhasil
mengatasi segala permasalahan dan ia mampu membawa kedamaian serta
kebahagiaan yang dibutuhkan oleh dunia;
Lamar Tine (seorang sejarahwan terkemuka) menyatakan, jika kita lihat dari
tolok ukur kejeniusan seorang manusia, maka siapa lagi kalau bukan
Muhammad;
Dan tidak ketinggalan pula Thomas Carlyle menyatakan kekagumannya
terhadap Muhammad, karena Muhammad dengan sendirinya mampu
mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden menjadi
sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam
waktu kurang daripada dua dekade. Dia diciptakan untuk menerangi dunia,
begitulah perintah sang pencipta dunia;
Begitu juga dengan W. Montgmery Watt yang menyatakan, tidak ada figur
yang hebat sebagaimana digambarkan “sangat buruk” di Barat selain
Muhammad. Orang yang menganggap Muhammad sebagai seorang penipu
adalah orang yang hanya memberikan masalah dan bukan jawaban.
Kalau di atas terdapat sebahagian daripada kekaguman-kekaguman yang
bersumber dari orang non-Muslim, yaitu bersumber daripada manusia, dan
tidak dipungkiri pula bahwa pujian-pujian terhadap beliau telah ditegaskan dan
dibuktikan oleh sang Pencipta sendiri.
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam seringkali dipanggil oleh Allah Subhanahu
Wata’ala dengan panggilan yang mesra di dalam Al-Qur’an. Seperti kalimat yā
ayyuhā “ yā ayyuhannabiy ” (wahai Nabi); yā ayyuha al-muddaththir dan yā
ayyuha al-muzzammil (wahai orang yang berselimut!), dan seterusnya. Kalau
pun beliau dipanggil nama, nama tersebut pastilah diiringi dengan gelar.
Seperti firman Allah: Muhammadun ‘ Rasūlulu’Llāh ‘ [Nabi Muhammad itu
adalah utusan Allah, Qs. al-Fatḥ: 29], wa mā Muhammadun illā ‘ Rasūl ‘
[Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, Qs. Āli ‘Imrān: 144], wa
mubasysyiran ‘birāsūlin’ ya’tī min ba‘dī ismuhū Aḥmad [Nabi Isa As berkata:
..…..dan memberikan kabar gembira dengan kedatangan seorang Rasul yang
akan datang sesudahku yang bernama Ahmad, Qs al-Shaf: 6), dan lain
sebagainya.
Hal yang demikian sangat berbeda dengan para utusan-utusan (nabi-nabi)
Allah Subhanahu Wata’ala yang lain. Toh bagaimana pun juga, ini bukan
mengindikasikan bahwasannya beliau dianak emaskan atau dimanjakan,
sehingga terbebas dari teguran-teguran ketika berbuat salah. Sebagaimana
diketahui bahwa Rasulullah juga tidak terlepas dari teguran-teguran, baik itu
berupa teguran yang keras maupun yang lembut. Namun, ketika beliau
mendapat teguran, Allah Swt telah mendahulukan teguran tersebut dengan
kalimat “afa’Llāhu ‘anka”, yaitu Allah telah mengampuni kesalahannya terlebih
dahulu [lihat Qs. al-Tawbah: 43].
Alih-alih beliau memberikan izin kepada orang supaya tidak pergi berperang
[sebelum jelas keuzurannya] sebagaimana dijelaskan di dalam ayat di atas
tadi, pun tidak terhindar dari sebuah teguran. Barangkali perihal pemberian
izin ini telah melampaui keotoritasan pengetahuan Rasulullah. Bahkan lebih
daripada itu, perkara ‘kecil’ yang lumrah dan tidak bisa dihindari oleh siapa
pun, apalagi di dalam kehidupan manusia dewasa ini, seperti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassallam berlaku ‘sinis’ (bermuka masam) kepada orang
buta yang datang kepadanya. Perlakuan sinis pun tidak terlepas dari sebuah
teguran [Lihat Qs. ‘Abasa].
Untuk konteks kekinian bagi kita, sikap yang hanya sekedar ‘bermuka masam’
kepada orang lain sudah dianggap dan sudah merupakan sikap yang baik.
Inilah bedanya antara manusia biasa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassallam, karena beliau diberi wahyu. Semua sikap dan kepribadian
Rasulullah selalu dalam kontrol Allah Subhanahu Wata’ala . Jadi, apabila
terdapat perilaku yang kurang baik, beliau ditegur, mestinya bersikap lebih
baik lagi. Karena Allah Subhanahu Wata’ala ingin menjadikan kekasih-Nya
sebagai suri tauladan yang baik bagi umat manusia sekalian alam.
Atas dasar itu, ‘Abbas al-‘Aqqād dalam hal ini mengklasifikasi sifat manusia
menjadi empat macam. Di antaranya adalah pemikir, ahli ibadah, pekerja, dan
seniman. Seorang pemikir jarang yang menjadi pekerja (seperti kuli
bangunan, supir taksi, tukang ojek dan lain-lain). Dan sebaliknya, pekerja
jarang yang menjadi pemikir. Orang yang ahli ibadah (barangkali kesibukan
atau aktivitasnya di masjid atau musolla saja) pun tidak bisa menjadi pemikir.
Dan ahli ibadah juga, jarang yang menjadi seniman. Tetapi, Nabi Shallallahu
‘alaihi Wassallam bahkan melampaui itu semua. Dengan demikian, tidaklah
heran kalau di dalam diri beliau terdapat suri tauladan yang baik yang patut
dicontoh. Namun, yang dituntut dari kita adalah hendaknya meneladani beliau
dengan cara yang cerdas. Wa’Llāhu a‘lam biṣṣawāb.*
Penulis mahasiswa Pasca Sarjana di Center For Advanced Studies on Islam,
Science and Civilization, Universiti Teknologi Malaysia.
Email: hidayatrhmt6@gmail.com

Rep: Admin Hidcom


Editor: Cholis Akbar

Rasulullah Saw, adalah teladan hidup atau idola utama bagi umat Islam. Pasalnya, dalam diri
Rasulullah Saw, terdapat keteladanan nyata yang dapat memancarkan cahaya hidayah. Menerangi
kehidupan umat manusia menuju cahaya kebenaran dan kemenangan. Sungguh, pribadi Rasulullah
sangat menggagumkan dan penuh pesona. Hal ini disebabkan karena keteladanan indah yang
menghiasi hidupnya. Oleh karena itu kita harus mempelajari sejarah panjang kehidupan Rasulullah
dan berusaha menemukan mutiara indah yang penuh pesona dari kepribadiannya. Yang terpenting
lagi bagaimana kita mampu menerapkan nilai-nilai keteladanan Rasulullah dalam kehidupan kita.
Lalu muncul pertanyaan, kenapa kita harus menjadikan Rasulullah sebagai teladan hidup dan harus
mempelajari kisah hidupnya? Amru Khalid dalam bukunya, “Jejak Sang Junjungan” mengatakan, “
Salah satu alasan yang mendorong kita mempelajari perjalanan Nabi SAW adalah dalam rangka
mengambil keteladanan. Seorang tak akan mendapatkan teladan paling lengkap dan sempurna,
selain dari diri Beliau. Hal itu karena Allah Swt telah memberikan kepada Beliau- selama 23 tahun
kenabiaannya- segala sesuatu yang dibutuhkan umat manusia hingga hari kiamat “.
Banyak orang yang telah mengetahui kepribadian Rasulullah Saw, dan perintah untuk meneladani
kepribadiannya itu. Namun tidak banyak orang yang mampu mengaplikasikan nilai nilai keteladanan
Rasulullah Saw, dalam kehidupan nyata. Makanya, kita harus memahami makna yang terkandung
dalam QS. Al Ahzab 21 “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah Saw, itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”
Berdasarkan ayat ini, ada tiga syarat yang harus dimiliki seseorang agar sanggup menjadikan
Rasululllah Saw sebagai teladan hidup:
Pertama, Mengharapkan pertemuan dengan Allah Swt. Pertemuan yang bermakna dan penuh
bahagia adalah ketika seseorang bertemu dengan Khaliknya. Sebuah pertemuan yang didamba oleh
sebagian orang. Soalnya, pertemuaan luar biasa ini yang akan menentukan nasib manusia ketika
tidak lagi berada di dunia. Mereka yang memahami makna pertemuan itu, akan berusaha
mempersiapkan bekal yang cukup untuk menapaki jalan kebenaran dan mempermudah langkahnya
menuju Allah Swt.
Nah, bagi orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah Swt dengan pertemuan yang indah maka
dirinya harus mampu menjadikan Rasulullah Saw, sebagai teladan hidup dalam menapaki kehidupan
ini. Karena dengan menteladani Rasulullah Saw, berarti jalan untuk bertemu dengan Allah SWT
dalam keadaan selamat dan bahagia dapat diwujudkan.
Kedua, Orang yang juga sanggup menjadikan Rasulullah Saw, sebagai teladan hidup adalah orang-
orang yang meyakini dengan kedatangan hari akhir. Hari akhir merupakan suatu hari yang mutlak
adanya. Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan dan setiap ada hari awal (kelahiran) pasti ada
hari akhir (kematian) yang menanti dengan setia. Demikianlah kehidupan ini, akan berakhir dengan
kematian dan berlanjut terus dengan kehidupan baru dengan alam dan suasana yang berbeda.
Bagi seseorang yang memahami makna penting ini, tidak akan menyia-nyiakan kehidupan dunia
dengan menjadikan Rasulullah Saw, sebagai teladan utama dalam kehidupannya. Pilihan ini tepat
dan benar karena kebenaran risalah Rasulullah Saw, yang sudah teruji dalam sejarah panjang
kehidupan manusia. Rasulullah Saw, telah memberikan gambaran utuh bagaimana meyakini hari
akhir dan mempersiapkan bekal untuk menghadapi hari akhir tersebut.
Ketiga, banyak berdzikir pada Allah Swt. Hal ini merupakan syarat berikutnya yang harus dimiliki
seseorang, agar mampu menjadikan Rasulullah Saw, sebagai teladan hidup. Dzikir adalah amalan
batin yang menghubungkan dirinya (jiwa dan raga) dengan Sang Khalik. Dengan berdzikir seseorang
hamba akan merasakan kedekatan dan dekapan Tuhannya dengan penuh mesra.
Orang yang banyak berdzikir pada Allah SWT, berdzikir dengan senandung iman, nyanyian kecintaan
dan lantunan kerinduan yang menggetarkan jiwa maka membuat suasana indah mempesona. Melalui
dzikir seorang hamba dapat menyebut dan menyapa Khaliknya dengan sapaan yang penuh syahdu
dan membahagiakan. Rasulullah Saw telah mengajarkan bagaimana seharusnya kita berzikir pada
Allah SWT dalam mengisi hari-hari yang penuh makna.

RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DI BULAN RAMADHAN

Oleh
Syaikh Dr Muhammad Musa Alu Nashr
Tamu agung nan penuh barakah akan kembali mendatangi kita. Kedatangannya yang terhitung
jarang, hanya sekali dalam setahun menumbuhkan kerinduan mendalam di hati kaum Muslimin.
Leher memanjang dan mata nanar memandang sementara hati berdegup kencang menunggu
kapan gerangan hilalnya terbit.

Itulah Ramadhân, bulan yang sangat dikenal dan benar-benar ditunggu kehadirannya oleh kaum
Muslimin.

Kemuliaanya diabadikan dalam al-Qur’ân dan melalui untaian-untaian sabda Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allâh Azza wa Jalla menjadikannya sarat dengan kebaikan, mulai
dari awal Ramadhan sampai akhir. Allâh Azza wa Jalla berfirman

ِ َ‫ت ِ ِّمنَ ْال ُه َد ٰى َو ْالفُ ْرق‬


‫ان‬ ٍ ‫اس َوبَ ِيِّنَا‬ ِ ُ ‫ضانَ الَّذِي أ‬
ِ َّ‫نز َل فِي ِه ْالقُ ْرآنُ هُدًى ِلِّلن‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhân, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) al-Qur’ân sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”.[al-Baqarah/2:185]

Jiwa yang terpenuhi dengan keimanan tentu akan segera mempersiapkan diri untuk meraih
keutamaan serta keberkahan yang yang ada didalamnya.

Pada bulan ini Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’ân. Seandainya bulan Ramadhan tidak
memiliki keutamaan lain selain turunnya al-Qur’ân maka itu sudah lebih dari cukup. Lalu
bagaimana bila ditambah lagi dengan berbagai keutamaan lainnya, seperti pengampunan dosa,
peninggian derajat kaum Mukminin, pahala semua kebaikan dilipatgandakan, dan pada setiap
malam Ramadhan, Allah Azza wa Jalla membebaskan banyak jiwa dari api neraka.
Pada bulan mulia ini, pintu-pintu Surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, setan-
setan juga dibelenggu. Pada bulan ini juga ada dua malaikat yang turun dan berseru, “Wahai
para pencari kebaikan, sambutlah ! Wahai para pencari kejelekan, berhentilah !”

Pada bulan Ramadhân terdapat satu malam yang lebih utama dari seribu bulan. Orang yang
tidak mendapatkannya berarti dia terhalang dari kebaikan yang sangat banyak.

Mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dalam melakukan ketaatan
adalah hal yang sangat urgen, terlebih pada bulan Ramadhan. Karena amal shalih yang
dilakukan oleh seorang hamba tidak akan diterima kecuali jika dia ikhlash dan mengikuti
petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, keduanya merupakan rukun diterimanya
amal shalih. Keduanya ibarat dua sayap yang saling melengkapi. Seekor burung tidak bisa
terbang dengan menggunakan satu sayap.

Melalui naskah ringkas ini, marilah kita berusaha untuk mempelajari prilaku Rasûlullâh di bulan
Ramadhân agar kita bisa meneladaninya. Karena orang yang tidak berada diatas petunjuk
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dia tidak akan bisa bersama beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam di akhirat. Kebahagiaan tertinggi akan bisa diraih oleh seseorang ketika ia
mengikuti petunjuk Rasûlullâh secara lahir dan batin. Dan seseorang tidak akan bisa mengikuti
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dengan ilmu yang bermanfaat. Ilmu itu tidak akan
disebut bermanfaat kecuali bila diiringi dengan amalan yang shalih. Jadi amalan shalih
merupakan buah ilmu yang bermanfaat.

Dibawah ini adalah beberapa kebiasaan dan petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada bulan Ramadhân :

1. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memulai puasa kecuali jika beliau sudah
benar-benar melihat hilal atau berdasarkan berita dari orang yang bisa dipercaya tentang
munculnya hilal atau dengan menyempurnakan bilangan Sya’bân menjadi tiga puluh.

2. Berita tentang terbitnya hilal tetap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terima sekalipun dari
satu orang dengan catatan orang tersebut bisa dipercaya. Ini menunjukan bahwa khabar ahad
bisa diterima.

3. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya mengawali Ramadhân dengan


puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali puasa yang sudah terbiasa dilakukan oleh
seseorang. Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya berpuasa
pada hari Syak (yaitu hari yang masih diragukan, apakah sudah tanggal satu Ramadhan ataukah
masih tanggal 30 Sya’bân-red)
4. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berniat untuk melakukan puasa saat malam sebelum
terbit fajar dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk melakukan hal yang
sama. Hukum ini hanya berlaku untuk puasa-puasa wajib, tidak untuk puasa sunat.

5. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memulai puasa sampai benar-benar terlihat fajar
shadiq dengan jelas. Ini dalam rangka merealisasikan firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ض مِ نَ ْال َخيْطِ ْاْلَس َْو ِد مِ نَ ا ْلفَجْ ِر‬ ُ ‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحت َّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي‬
ُ َ‫ط ْاْل َ ْبي‬

“Dan makan serta minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar”.
[al-Baqarah/2:187]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada umatnya bahwa fajar itu ada dua
macam fajar shâdiq dan kâdzib. Fajar kadzib tidak menghalangi seseorang untuk makan,
minum, atau menggauli istri. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah ekstrem
kepada umatnya, baik pada bulan Ramadhân ataupun bulan lainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak pernah mensyari’atkan adzan (pemberitahuan) tentang imsak.

6. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ ‫ََل ت َزَ ا ُل أ ُ َّمتِي بِ َخي ٍْر َما‬


ْ ‫ع َّجلُوا ْالف‬
‫ِط َر‬

“Umatku senantiasa baik selama mereka menyegerakan berbuka”

7. Jarak antara sahur Rasûlullâh dan iqâmah seukuran bacaan lima puluh ayat

8. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki akhlak yang sangat mulia. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Bagaimana tidak, akhlak beliau
adalah al-Qur’ân, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan umatnya untuk berakhlak mulia, orang-orang yang
sedang menunaikan ibadah berpuasa. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ُ‫طعَا َمهُ َوش ََرابَه‬ َ ‫ّلِل َحا َجةٌ فِي أ َ ْن يَ َد‬


َ ‫ع‬ َ ‫ور َو ْالعَ َم َل بِ ِه فَلَي‬
ِ َّ ِ ‫ْس‬ ُّ ‫َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَ ْو َل‬
ِ ‫الز‬

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkatan dan perbuatan dusta, maka tidak membutuhkan
puasanya sama sekali”.

9. Rasûlullâh sangat memperhatikan muamalah yang baik dengan keluarganya. Pada bulan
Ramadhân, kebaikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga semakin meningkat
lagi.

10. Puasa tidak menghalangi beliau untuk sekedar memberikan kecupan manis kepada para
istrinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya.
11. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan siwak, baik di bulan Ramadhân
maupun diluar Ramadhân guna membersihkan mulutnya dan upaya meraih keridhaan Allâh
Azza wa Jalla.

12. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam padahal beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sedang menunaikan ibadah puasa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan
umatnya untuk berbekam sekalipun sedang berpuasa. Pendapat yang kontra dengan ini berarti
mansukh (telah dihapus).

13. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berjihad pada bulan Ramadhân dan
menyuruh para shahabatnya untuk membatalkan puasa mereka supaya kuat saat berhadapan
dengan musuh.

Diantara bukti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sayang kepada umatnya yaitu beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang
sakit dan oranng yang lanjut usia serta wanita hamil dan menyusui untuk membatalkan
puasanya.

14. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan


ibadah pada bulan Ramadhân bila dibandingkan dengan bulan-bulan lain, terutama pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân untuk mencari lailatul qadr.

15. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân
kecuali pada tahun menjelang wafat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf selama dua
puluh hari. Ketika beri’tikaf, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu dalam keadaan berpuasa

16. Ramadhân adalah syahrul Qur’ân (bulan al-Qur’ân), sehingga tadarus al-Qur’ân menjadi
rutinitas beliau, bahkan tidak ada seorangpun yang sanggup menandingi kesungguh-sungguhan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam tadarus al-Qur’ân. Malaikat Jibril Alaihissallam
senantiasa datang menemui beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tadarus al-Qur’ân dengan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

17. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang dermawan. Kedermawanan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhân tidak bisa digambarkan dengan kata-
kata. Kedermawanan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ibarat angin yang bertiup membawa
kebaikan, tidak takut kekurangan sama sekali.

18. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang mujahid sejati. Ibadah puasa yang
sedang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jalankan tidak menyurutkan semangat beliau untuk
andil dalam berbagai peperangan. Dalam rentang waktu sembilan tahun, beliau mengikuti enam
pertempuran, semuanya terjadi pada bulan Ramadhân. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
melakukan berbagai kegiatan fisik pada bulan Ramadhân, seperti penghancuran masjid dhirâr
[1], penghancuran berhala-berhala milik orang Arab, penyambutan duta-duta, penaklukan kota
Makkah, bahkan pernikahan beliau dengan Hafshah

Intinya, pada masa hidup Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bulan Ramadhân merupakan
bulan yang penuh dengan keseriusan, perjuangan dan pengorbanan. Ini sangat berbeda dengan
realita sebagian kaum Muslimin saat ini yang memandang bulan Ramadhân sebagai saat
bersantai, malas-malasan atau bahkan bulan menganggur atau istirahat.

Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita untuk selalu mengikuti jejak
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hidup kita diatas sunnah dan semoga Allah Azza wa
Jalla mewafatkan kita juga dalam keadaan mengikuti sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp.
0271-858197 Fax 0271-858197]
_______

Sumber: https://almanhaj.or.id/3139-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-di-bulan-
ramadhan.htmlBro en Sis, saya sengaja menulis repost alias menerbitkan ulang tulisan saya di
jaman dulu (tahun 2001), waktu saya jadi editor Buletin Remaja STUDIA, sebelum buletin
itu dibubarkan karena alasan tertentu. Tujuannya, kebetulan momennya aja pas. Namun saya
ubah sedikit judulnya dan menambah atau menghilangkan beberapa informasi di dalamnya.
Itu sebabnya, kamu yang kini udah bangkotan (sori rada sadis nyebutnya), yang pernah baca
STUDIA pada masa SMA dulu, kini bakal baca lagi di buletin gaulislam. So, jangan heran
bin kaget ya. Sebab, yang nulisnya tetap aja saya sendiri hehehe… (oya, hal ini juga sekaligus
menjawab banyak pertanyaan kamu semua yang menyebutkan: “Kok, rasa bahasa gaulislam
sama dengan STUDIA?” Ya iyalah, wong editornya adalah orang yang sama hehehe…)

Ngomongin soal Ramadhan, rasanya udah berpuluh bahkan beratus atau malah beribu tulisan
menyebut Ramadhan bulan mulia. Yup, Ramadhan memang membawa berkah bagi kaum
mukminin. Meski secara fisik kita diwajibkan untuk menahan rasa lapar dan haus, plus
menghindari segala perbuatan maksiat, namun bukan berarti kita kudu puasa juga dari
berbagai aktivitas amal shaleh. Justru di bulan Ramadhan inilah, semangat kaum mukminin
sedang puncak-puncaknya.

Bro en Sis, mulut boleh istirahat seharian dari mengunyah makanan, tenggorokan boleh
terasa kering tak dialiri air, perut boleh keroncongan nahan lapar, tapi semangat untuk
beraktivitas mulia kudu tetap menyala. Kenyataan ini telah dibuktikan oleh para generasi
terdahulu kita. Justru di bulan Ramadhan berbagai kemenangan dapat diraih dengan
gemilang. Bahkan sebagian di antaranya ikut menciptakan arah sejarah kehidupan Islam dan
kaum muslimin. Ya, Ramadhan memang bulan perjuangan dan kemenangan bagi kaum
mukminin.
Boys and gals, seharusnya kita pun nggak kalah dong dengan semangat para pendahulu kita.
Sekarang pun kita bisa berbuat hal yang sama, atau paling nggak mirip-mirip perjuangannya
dengan mereka. Kondisi memang berbeda, situasi juga sangat jauh berbeda. Tapi bukan
berarti kemudian kita menyerah kepada keadaan. Insya Allah kita mampu kok, paling nggak
semangat perjuangannya bisa kita teladani. Sebab mereka seolah ingin menunjukkan kepada
generasi setelahnya, bahwa Ramadhan bukan halangan untuk tetap melakukan amal shaleh,
bahwa Ramadhan pun bukan halangan untuk istirahat dari jihad, dan bahwa Ramadhan pun
bukan saatnya untuk bersantai-santai dengan alasan menyelamatkan puasa kita.

Ketika puasa bukan berarti penampilan kita harus loyo. Tampang kita harus dibuat selemes
mungkin, biar dikatakan lagi puasa. Ya, nggak begitu dong, Bro. Meski puasa, kondisi tubuh
kita kudu tetap fit. Itu sebabnya, jangan pernah berhenti dari aktivitas amal shaleh. Diulangi;
jangan pernah berhenti dari aktivitas amal shaleh. Catet itu! (halah, sok ngatur-ngatur gini
ya? Ehm…)

Ngomong-ngomong soal prestasi mulia yang telah ditorehkan generasi pendahulu kita,
kayaknya kita pantas untuk bercermin dari beliau-beliau deh. Bener. Maka nggak salah
emang, bila generasi Islam di masa lalu patut jadi teladan kita. Khususnya semangat dan
aktivitas mereka saat bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan justru tercatat sederet
kemenangan kaum muslimin dalam memporak-porandakan dan mempecundangi musuh-
musuhnya di setiap pertempuran. Begitu panjang dan gemilangnya sepak terjang kaum
muslimin, sehingga terpatrilah sebuah lembaran emas sejarah yang tak mungkin terhapuskan
dan terlupakan. Berikut ini adalah beberapa peristiwa besar di bulan Ramadhan, di mana
kaum muslimin terjun berjuang dan juga ikut menghantarkan kaum muslimin menuju
kemenangan:

17 Ramadhan 2 H: Perang Badar al-Kubra

Boleh dibilang, ini adalah perang “hidup-mati” antara kaum muslimin dengan orang-orang
kafir Quraisy. Kisahnya, Rasulullah saw dan pasukannya berangkat dari Madinah pada
tanggal 8 Ramadhan. Menurut Ibnu Hisyam, perang ini merupakan kemenangan perdana
yang menentukan posisi kekuatan kaum muslimin dalam menghadapi kekuatan kaum
musyrikin. Allah Swt. telah memimpin langsung peperangan tersebut. Firman Allah
Swt.: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk
memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS al-Anfâl [8]: 17)

Allah Swt. mengutus sepasukan malaikat untuk meneguhkan kaum muslimin dan
menghancur-leburkan pasukan kaum kafir. Sebelumnya Allah telah meruntuhkan mental
orang-orang kafir hingga timbul rasa takut yang amat sangat di antara mereka. Itu tergambar
dalam Firman Allah Swt.: (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah
beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka
penggallah kepala mereka dan potonglah tiap-tiap ujung jari mereka. (QS al-Anfâl [8]: 12)

Tiga hari menjelang perang Badar, kaum muslimin tidak menyadari bahwa yang dimaksud
dengan firman Allah Swt: “Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang
dikehendakiNya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (sebagai) janji
yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjiNya, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS ar-Rûm [30]: 5-6)

Sebenarnya yang dimaksud dengan “pertolongan” itu tertuju pada mereka. Bahkan
dikisahkan Rasulullah pernah merasa takut, kalau pertempuran itu akan memusnahkan kaum
mukminin Madinah di muka bumi ini. Beliau berdoa kepada Allah: “Ya, Allah, jika kelompok
ini sekarang binasa tidak ada lagi yang menyembahMu di atas muka bumi ini.”

Ya, ‘taruhan’ Perang Badar ini memang besar sekali, sebagaimana sesumbar Abu Jahal:
“Demi Tuhan, kita tidak akan pulang sebelum sampai ke Badar. Kita akan tinggal tiga malam
di tempat itu. Kita memotong ternak, kita pesta makan dan minum khamr, kita minta para
sinden menyanyi. Biar orang-orang Arab itu mendengar dan mengetahui perjalanan dan
persiapan kita. Biar mereka tidak lagi mau menakut-nakuti kita.”

Namun apa lacur, justru kenyataannya pasukan pimpinan Abu Jahal ini kewalahan dan
binasa. Pada pertempuran di bulan Ramadhan ini, 313 tentara kaum muslimin berhasil
menghajar telak dan melibas 1000 pasukan kaum kafir Quraisy. Tragisnya, Abu Jahal bin
Hisyam al-Makhzumi dan Abu Lahab al-al-Hasyimi tewas dengan sukses. Sedang Abu
Sofyan selamat dan belakangan masuk Islam saat peristiwa Futuh Makkah enam tahun
kemudian.

Menurut al-Maqrizi dalam kitabnya yang berjudul Imta’al Asma’, menghitung bahwa jumlah
gembong alias petinggi kaum kafir Quraisy yang binasa dalam pertempuran tersebut
sebanyak 27 orang, dan yang tewas setelah perang sekitar 20 orang.

Tuh kan, coba, bayangin aja. Dalam keadaan berpuasa, ditambah harus menahan panasnya
terik matahari, udah gitu berada di di tengah samudera pasir, dan satu lagi… harus perang!
Wah, nggak kebayang deh gimana beratnya. Namun, karena kaum muslimin berjuang
dilandasi dengan keimanan kepada Allah Swt., maka rintangan dan hambatan sekuat dan
sebesar apapun bukan alasan untuk mundur dan kabur. Justru mereka malah tambah
semangat, karena yakin dengan pertolongan Allah. Buktinya, memang benar-benar
sukses. Laahaula walaa quwwata illa billahi!

21 Ramadhan 8 H: Futuh Makkah (Penaklukan Makkah)

Rasulullah saw. keluar dari Madinah tanggal 10 Ramadhan bersama 10.000 pasukan kaum
muslimin dan dalam keadaan berpuasa. Jumlah ini memang jauh lebih besar ketimbang saat
Perang Badar. Rasulullah saw. dan pasukannya berbuka di suatu tempat yang disebut
Mukadid (antara daerah Asfan dan Amjad). Setelah penaklukan Makkah secara damai,
Rasulullah saw. tinggal di kota itu selama 15 malam dengan melakukan shalat qashar.
Penaklukan dan penguasaan ini tidak disertai dengan pembantaian atau bentuk balas dendam
lainnya. Padahal, dulu ketika Rasulullah dan kaum muslimin hijrah karena nggak tahan
dengan siksaan serta perlakukan keji dan kejam lainnya dari pihak kafir Quraisy, rasanya
cukup pantas bila itu dilakukan menurut kaca mata hawa nafsu manusia. Namun ternyata
Rasulullah dan pasukannya tidak berbuat demikian. Justru inilah penaklukan yang benar-
benar penuh damai.

Dalam pidatonya, bahkan Rasulullah saw. memberikan semacam amnesti massal untuk
mantan musuh-musuh kaum muslimin. Menurut Ibnu Ishaq, penaklukan kota Makkah terjadi
pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah mengutus Khalid bin al-Walid
untuk menghancurkan berhala ‘Uzza, Amru bin ‘Ash merobohkan Suwa’, dan giliran Sa’ad
bin al-Arsyhali untuk menumbangkan Manath. Setelah itu, digantikan dengan kalimat tauhid
yang berkumandang di angkasa Makkah al-Mukarramah. Makkah pun masuk dalam
pangkuan Islam. Fantastis bukan? Lebih dari sekadar fantastis, Bro!

Ramadhan 10 H: Ekspedisi Dakwah ke Yaman

Rasulullah saw. mengutus sepasukan tentara di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib ke
Yaman dengan membawa surat Nabi. Satu suku yang berpengaruh di sana dengan tanpa
paksaan langsung menerima dan masuk Islam pada saat itu juga dan mereka shalat berjamaah
bersama Ali bin Abi Thalib. Allahu Akbar!

Ramadhan 92 H: Penaklukan Spanyol

Panglima Thariq bin Ziyad bersama armada tempurnya yang berjumlah 7000 pasukan,
menyeberangi selat Giblartar (Jabal Thariq) demi misi mulia melakukan penaklukan di
Andalusia, Spanyol.

Setelah armada tempur lautnya merapat di pantai, beliau berdiri di atas bukit karang dan
berpidato. Dalam pidatonya yang berapi-api itu, beliau memerintahkan pembakaran kapal-
kapal yang telah membawa seluruh awak pasukannya dari Mesir pada 711 M, kecuali
beberapa pasukan kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada Khalifah.

Pidato “kontroversial” itu karuan aja membuat pasukannya keheranan. Namun beliau
mengatakan, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan,
menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua
binasa (syahid)” Allahu Akbar! Panglima perang hebat yang pernah dimiliki kaum muslimin.

Tak ayal lagi, itu membuat pasukannya bangkit dan segera menyusun kekuatan untuk
menggempur pasukan Spanyol yang terkenal kuat.Ar-Roya (bendera Islam; yang ditulisi
lafadz syahadat berwarna putih di atas kain hitam) berkibar-kibar menyertai pertempuran itu.
Atas pertolongan Allah Swt. pasukan Raja Rhoderick yang berkekuatan 100.000 pasukan
tumbang di tangan pasukan kaum muslimin yang hanya berjumlah 7000 pasukan ditambah
5000 pasukan susulan. Allahu Akbar!
Ramadhan 129 H: Keberhasilan dakwah di Khurasan

Keberhasilan dan kemenangan dakwah Bani Abbas di Khurasan di bawah kepemimpinan


Abu Muslim al-Khurasany.

Ramadhan 584 H: Menaklukan Pasukan Salib

Shalahuddin al-Ayubi memperoleh kemenangan besar atas pasukan Salib Eropa. Tentara
Islam menguasai daerah-daerah yang sebelumnya diduduki orang-orang Kristen. Setelah
sebelumnya memporak-porandakan kekuatan pasukan Salib di bawah komando Raja Richard
III dari Inggris. Raja Richard ini terkenal ganas dan buas, itu sebabnya ia sering dijuluki
Richard The Lion Heart—Richard yang berhati Singa. Namun, nyatanya ia bertekuk lutut di
hadapan Shalahuddin al-Ayubi yang gagah dan beriman. Kemenangan itu mengakhiri
cengkeraman kekuasaan pasukan Salib atas bumi Palestina. Sejak saat itu, Palestina kembali
ke pangkuan Islam. Allahu Akbar!

Cermin bagi kita

Bagi kaum mukminin, rasa lapar dan haus bukanlah halangan untuk meninggikan kalimah
tauhid dan menghancurkan kekufuran. Ramadhan telah memberikan kemenangan yang besar
bagi kaum muslimin generasi terdahulu. Bagaimana dengan kita saat ini?

Rasanya kita memang kudu bercermin dengan semangat para pendahulu kita. Mereka tetap
setia menjaga Islam, meninggikan Islam, membela Islam, memajukan Islam, meski harus
nyawa taruhannya. Uniknya lagi, perjuangan yang mereka lakukan justru di saat fisik mereka
manahan rasa lapar dan haus karena sedang melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan.

Kini juga kita berada di bulan Ramadhan, pada sepuluh hari terakhir. Semoga saudara kita di
Afghanistan, di Irak, di Palestina, dan di negeri lainnya yang tengah dijajah oleh musuh-
musuh Islam juga akan mendapatkan kemenangan di bulan Ramadhan ini, dan semoga saja
kemenangan kaum muslimin Irak dan Afghanistan atas pasukan Amerika Serikat dan
sekutunya menandai kebangkitan Islam. Semoga pula saudara kita di Palestina berhasil
mengalahkan tentara Yahudi Israel. Amin. Nggak lupa, semoga remaja muslim dan seluruh
kaum muslimin di Indonesia dan negeri muslim lainnya juga berhasil menundukkan hawa
nafsunya agar mau memperjuangkan syariat Islam sebagai ideologi negara, berani
mencampakkan ideologi kapitalisme-sekularisme beserta instrumen politiknya yang bernama
demokrasi. Setelah itu, kebangkitan Islam akan segera hadir bersama tegaknya Islam sebagai
ideologi negara dalam bingkai Khilafah Islamiyyah untuk memimpin dunia ini. Insya
Allah. Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil! [solihin: http://www.osolihin.wordpress.com]
Masalah cinta adalah masalah agung yang mendera setiap kalbu dan berkembang
dalam setiap jiwa akan insan yang hidup dan berharap. Cinta mampu membuat gurun
bersabar dalam kegersangan asal langit tak tersakiti hatinya. Begitulah yang terjadi,
berapa banyak manusia yang rela tersakiti asalkan sang tercinta mampu melenggang
dalam nafas yang terburai damai, berurai kehidupan dan harum misik yang bertebaran.
Kalaulah bukan karena cinta, tak mungkin Khubaib ibn Arts rela dipukul mata pedang,
kalaulah bukan karena cinta, tak mungkin juga Salman Al Farisi rela bersafar menuju
hijaz hingga dijual sebagai seorang budak. Cinta mampu membuat yang terang menjadi
buram, yang hitam menjadi putih, dan yang hidup menjadi mati. Berapa banyak
pemenang dimedan laga jatuh bertekuk lutut hanya karena panah yang terlepas dari
mata menuju hati. Sesungguhnya setiap sungai memiliki hilir dan setiap laut memiliki
muara, namun sungai cinta tak berhilir dan laut cinta tak bermuara.

Peliknya masalah cinta membuat kebanyakan manusia terlepas dari roda-roda kodrati
kehidupan yang ditetapkan Allah Sang pencipta alam. Cinta terhadap sosok manusia
membuat mereka melupakan hal asasi yang mengakibatkan diciptakannya bumi dan
tujuh lapis langitnya. Inilah akar masalahnya, betapa banyak ummat Muhammad yang
kemudian buta akan hakikat hidup dan kehidupan. Tak apalah apabila yang dicinta dari
kalangan para nabi, shahabat, maupun orang-orang sholih yang istiqomah dalam
manhaj yang lurus dan sesuai titah Sang Maha Mulia. Karena sudah seharusnya cinta
yang murni memang untuk Rabb yang Maha Esa, sedang kerak-kerak cinta yang tersisa
untuk para pecinta dan peniti jalannya. Namun, apa yang terjadi jika yang dicinta adalah
para penentang? Dari kalangan penyembah salib dan penyembah api majusi, dari
mereka yang menghinakan Allah Sang Penguasa Alam, bahkan karena perkataan
merekalah hampir-hampir langit menggelegak dan pecah karena marahnya,

َ ‫]لَّقَ ْد ِجئْت ُ ْم‬١٩:٨٨[ ‫الر ْح َٰ َم ُن َولَدًا‬


ُ‫]ت َ َكاد‬١٩:٨٩[ ‫ش ْيئًا إِدًّا‬ َّ َ‫َوقَالُوا ات َّ َخذ‬
َ َ‫]أَن د‬١٩:٩٠[ ‫ض َوت َ ِخ ُّر ْال ِجبَا ُل َهدًّا‬
‫ع ْوا‬ َّ َ‫س َم َاواتُ يَتَف‬
ُ ‫ط ْرنَ ِم ْنهُ َوتَنش َُّق ْاْل َ ْر‬ َّ ‫ال‬
]١٩:٩١[ ‫لر ْح َٰ َم ِن َولَدًا‬ َّ ‫ِل‬
19: 88. Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) seorang
anak.” 89. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar 90.
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh 91.
karena mereka menda’wakan bahwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak
Lihatlah disana sini, mungkin yang salah mencinta itu dari saudarimu, mungkin pula ia
dari saudaramu atau bahkan ia adalah dirimu sendiri. Cinta yang salah itu bisa
menjadikan seorang pencintanya rela berpeluh menempuh jarak yang jauh,
mengerahkan segala harta dan jiwanya untuk hal-hal yang mustahil, membakar diri
mengarungi gurun demi meraih matahari, demi meraih bola mata yang ia cinta.

Sifat cinta mampu menimbulkan gejolak hati yang sangat dalam, melebihi dalamnya
samudra di laut yang terjauh maupun dalamnya jurang yang paling dalam. Hal-hal ini
telah terjadi berulangkali, berputar dalam rekam sejarah. Lihatlah bagaimana jauhnya
perbedaan cinta seorang hamba Allah Yang Maha Tinggi dengan cinta hamba syaithan
yang maha rendah,

َ َ‫ظلَ ُموا إِ ْذ يَ َر ْونَ ْالعَذ‬


‫اب‬ َ َ‫ِّل َ َولَ ْو يَ َرى الهذِين‬ َ َ ‫َّللا َ َوالهذِينَ آ َمنُوا أ‬
ِ ‫ش ُّد ُحبًّا ِ ه‬ ِ‫ب ه‬ ِ ‫َّللا أَن َدادا يُحِ بُّونَ ُه ْم َك ُح‬ ِ ‫اس َمن يَتهخِ ذُ مِ ن د‬
ِ ‫ُون ه‬ ِ ‫َومِ نَ النه‬
[٢:١٦٥] ‫ب‬ ْ
ِ ‫شدِي ُد العَذَا‬ َ ‫ِّل َجمِ يعا َوأ َ هن ه‬
َ ‫َّللا‬ ْ
ِ ‫أ َ هن القُ هوة َ ِ ه‬

2: 165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal)
Wahai orang yang berakal, hendak kemanakah kau akan langkahkan kakimu? Hendak
kemanakah kau condongkan hatimu? Sesungguhnya cinta bagaikan potongan-
potongan ruh yang terpisah. Masing-masing potongan saling mencari potongan lain,
meski pada akhirnya tidak selalu bertemu pada tempat yang seharusnya. Namun pada
akhirnya dia akan bertemu pada tempat yang lain, tempat yang tidak akan pernah
mereka duga. Hanya saja, cinta yang salah akan melahirkan derita sebagaimana cinta
yang benar melahirkan kebahagiaan.

Dari Abdullah bin Masud r.a, ia berkata:


Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw dan berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum namun dia belum dapat bertemu
dengan mereka? Rasulullah saw menjawab: Seseorang akan bersama orang yang
dicintainya (HR. Muslim/1520)
Sungguh menakjubkan jika cinta itu jujur keluar dari dalam hati. Kau telah melihat
betapa banyak manusia yang terlalaikan dan tergadaikan cintanya kepada seorang
pemaksiat atau pengingkar. Mereka melabuhkan cintanya pada para penyanyi hina,
para pemusik yang dilaknati Allah, para artis yang mengajarkan membuka aurat,
maupun para pemain yang membuat lalai diri mereka dari hal yang penting. Mereka
menjadikan setiap mereka sebagai teladan. Mereka ikuti kebiasaan mereka, tingkah
laku mereka, dan sifat-sifat mereka sampai ketika Al Haq datang untuk menjemput
nyawanya, mereka menolak serta berat untuk berpisah dengan dunia. Betapa
mengerikan apa yang terjadi, kemudian mereka di kumpulkan pada hari dimana seluruh
manusia tertunduk dalam penyesalan. Ia kemudian digiring menuju api yang menyala-
nyala, tempat para cinta mereka mangaduh dan menggigit jarinya. Tempat para cinta
mereka dibelenggu dalam kepungan api jahanam, akibat perbuatan fasad yang mereka
lakukan di atas bumi.
Adapun orang beriman, mereka berusaha meniti jalan orang-orang yang mereka cinta
dalam menumpahkan segala kerinduan kepada Rabb Yang Maha Mencinta. Hati
mereka lalai dari hal-hal remeh berkaitan dengan seonggok sampah dunia. Hati mereka
terlanjur sibuk dipenuhi kerinduan akan surga yang telah dijadikan sebagai tempat
tinggal para manusia terbaik yang ia cintai.

َ‫علَ ْي ِهم ِ ِّمنَ النَّ ِب ِيِّين‬ َّ ‫سو َل فَأُو َٰلَئِ َك َم َع الَّذِينَ أ َ ْنعَ َم‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫الر‬ َّ ِ‫َو َمن يُ ِطع‬
َّ ‫َّللاَ َو‬
]٦٩:٤[ ‫سنَ أُو َٰلَئِ َك َرفِيقًا‬ ُ ‫صا ِل ِحينَ ۚ َو َح‬ َّ ‫اء َوال‬ ُّ ‫الص ِدِّي ِقينَ َوال‬
ِ َ‫ش َهد‬ ِّ ِ ‫َو‬

4: 69. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya.
Alangkah indahnya akhir kedudukan orang yang benar cintanya. Nafas mereka tak
terhembus sedetikpun dalam kesia-siaan, hati mereka selamat dari hal-hal yang
mengerikan, nikmat telah ditetapkan atasnya. Memang mereka adalah manusia yang
jasadnya berjalan di atas bumi, namun jiwanya telah tinggi tergantung di atas langit.

Kupeluk dia dan setelah itu jiwa terus merindu


Adakah kedekatan setelah pelukan?
Kupenuhi mulut dengan air agar hilang dahagaku
Namun setiap teguk hanya menambah rasa haus
Wahai engkau yang jiwaku selalu bergelora
Sampai saatnya dua jiwa kita bersatu (1)
Ketahuilah, perhatikan siapa yang hatimu tercurah kepadanya, basuhlah hatimu dengan
embun kejujuran karena dinginnya mampu menyegarkan jiwa yang gersang kering
kerontang. Perhatikanlah sebelum terlambat, takutlah kepada Dia yang maha
membolak-balikkan isi hati, sungguh cinta yang benar akan mengumpulkan seseorang
dalam kebaikan.

Dari Anas bin Malik ra.:

Bahwa seorang Arab badui bertanya kepada Rasulullah saw: Kapankah kiamat itu tiba?
Rasulullah saw. bersabda: Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya? Lelaki itu
menjawab: Cinta Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda: Kamu akan bersama orang
yang kamu cintai (HR. Muslim/1519)
Sungguh, di akhirat nanti kau akan dikumpulkan bersama dengan siapa yang kau cintai
selama ini

Depok, 10 Maret 2013Afandi Satya .K

Ramadhan Bersama Rasul saw. dan Para Sahabat


28 Aug 2007 in Al Islam 12 Comments

BULETIN AL-ISLAM EDISI 370

Kurang lebih dua minggu ke depan kita akan berjumpa kembali dengan bulan yang
diagungkan oleh Allah SWT. Itulah bulan Ramadhan. Sebagian orang telah merasakan
‘hawa’ kedatangan bulan Ramadhan. Berbagai persiapan telah dilakukan; mulai dari
shaum Sya‘ban, memperbanyak infak, hingga melakukan amalan-amalan shalih lainnya.
Namun, masih banyak lagi yang belum sadar bahwa bulan Ramadhan segera datang
menghampiri kita. Mereka masih terlena dengan ‘gemerlapnya dunia’, asyik memburu
‘kebahagiaan semu’ duniawi yang tiada berujung, yang justru menjerumuskannya dalam
kegelapan dunia dan akhirat. Na‘ûdzubillâh.
Menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah saw. senantiasa mengumpulkan para
Sahabatnya. Rasul kemudian menyampaikan kepada mereka hikmah dan keutamaan
Ramadhan dan puasa. Ini dilakukan oleh Rasul dalam rangka mengingatkan kaum
Muslim akan datangnya bulan penuh berkah. Beliau memompa semangat para Sahabat
agar mereka bergembira dan menyongsong sepenuh hati kedatangan bulan Ramadhan.
Beliau memberikan pembelajaran dan pemahaman ilmu serta menyiapkan mental para
Sahabatnya. Di antaranya:

1. Memahamkan hakikat, rukun dan syarat shaum.


Pertama: Mengetahui dan menjaga rambu-rambu shaum Ramadhan. Rasulullah saw.
Bersabda (yang artinya): Siapa saja yang menunaikan shaum Ramadhan, kemudian
mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan,
maka hal itu akan menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya. (HR
Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Kedua: Tidak meninggalkan shaum, walau sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syariah Islam. Rasulullah saw. bersabda:
َ ْْ‫صو ُْمْالدَّهرْْ ُكلهْْ َوإن‬
ُ‫صا َم ْه‬ َْ ْْ‫لَْ َم َرضْْلَمْْيَْقض‬
َ ُْ‫عن ْه‬ ْ ‫صةْْ َْو‬ َْ ْْ‫ضانَْْمن‬
َ ‫غيرْْ ُرخ‬ َ ‫َمنْْْأ َف‬
َ ‫ط َْرْْيَو ًماْمْنْْ َْر َم‬
Siapa saja tidak menunaikan shaum Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan
rukhshah atau sakit, hal itu merupakan dosa besar yang tidak bisa ditebus, bahkan
seandainya ia menunaikan shaum sepanjang masa. (HR at-Tirmidzi).
Ketiga: Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai
shaum. Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Bukanlah shaum itu sekadar
meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia dan kata-kata
bohong. (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah).
Keempat: Bersungguh-sungguh melakukan shaum dengan menepati aturan-aturannya.
Rasulullah saw. bersabda:
ْ‫غف َْرْلَ ْهُْ َماْْت َقَد ََّْمْمنْْ َذنبه‬
ُْ ْ‫سابًا‬
َ ‫ضانَْْإي َماْنًاْ َواحت‬
َ ‫امْ َْر َم‬
َْ ‫ص‬
َْ ْْ‫َمن‬
Siapa saja yang menunaikan shaum Ramadhan dengan penuh iman dan
kesungguhan akan diampuni dosa-dosanya yang pernah dia lakukan. (HR al-
Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

2. Tilâwah al-Quran.
Ramadhan adalah bulan turunnya al-Quran. Allah SWT berfirman:
ْ‫انْ ُْهدًىْللنَّاسْْ َوبَينَاتْْمْنَْْال ُه َدىْ َوالفُرقَان‬ َْ ‫ضانَْْالَّذيْْأ ُنز‬
ُْ ‫لْفْيهْْالقُر َء‬ َ ‫شَه ُْرْ َْر َم‬
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan; bulan yang di dalamnya
diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia serta berbagai penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (QS al-
Baqarah [2]: 185).
Pada bulan ini al-Quran benar-benar turun ke bumi untuk menjadi pedoman manusia
dalam menjalankan kehidupannya di dunia. Rasulullah saw. sendiri, ketika memasuki
bulan ini, bertadarus al-Quran bersama Malaikat Jibril as. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap memperhatikan tajwid dan esensi dasar
diturunkannya al-Quran untuk di-tadabburi, dipahami, dan diamalkan. Allah SWT
berfirman:
ْ‫اركْْل َي َّْدب َُّرواْ َءا َياتهْْ َْوليَت َ َذ َّك َْرْأُولُوْاْلَل َباب‬
َ ‫كت َابْْْأ َنزَ لنَاْهُْإْلَيكَْْ ُْم َب‬
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu dengan penuh berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai
pikiran mendapat pelajaran. (QSa Shad [38]: 29).
Pada bulan ini umat Islam harus benar-benar berinteraksi dengan al-Quran untuk meraih
keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat terbaik dengan petunjuk al-Quran.
Berinteraksi dengan al-Quran maknanya adalah hidup dalam naungan al-Quran. Caranya
adalah
dengan tilâwah (membaca), tadabbur (memahami), hifzh (menghapalkan), tanfîdzh(men
gamalkan), ta‘lîm (mengajarkan) dan tahkîm (menjadikannya sebagai pedoman).
3. Memberi makan orang yang berbuka puasa, bersedekah, dll.
Salah satu amaliah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthâr (santapan berbuka
puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Rasul saw. Bersabda:
ً ‫صْمْنْْأجرْْالصائمْْشيئْا‬
ُْ ُ‫لَْيَنق‬
ْ ُْ‫غي َْرْأن ْه‬ ُْ ‫َمنْْفط َْرْصائمْا ًْكانَْْل ْهُْمث‬
َْ ْْ‫لْأجره‬
Siapa saja yang memberi makan orang-orang yang berbuka puasa, ia mendapat
pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahalanya
sedikitpun. (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Memberi makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk
keperluan ifthâr, melainkan juga untuk segala kebajikan. Rasulullah saw. dikenal
dermawan dan peduli terhadap nasib umat. Pada bulan Ramadhan, kedermawanan dan
kepedulian Beliau lebih menonjol lagi. Kebaikan Rasulullah saw. Pada bulan Ramadhan
melebihi angin yang berhembus karena begitu cepat dan banyaknya. Dalam sebuah
hadis disebutkan:
َ ‫ص َدقَ ْةُْ َر َم‬
َْ‫ضان‬ َ ْْ‫ص َدقَة‬ َ ‫أَف‬
ُْ ‫ض‬
َّ ‫لْال‬
Sebaik-baiknya sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan (HR al-Baihaqi, al-
Khatib dan at-Tirmidzi).
Kalau kita renungkan, aktivitas menyediakan hidangan ini akan melahirkan rasa saling
mencintai antara yang memberi dan yang diberi. Bukankah rasa saling mencintai
sesama Muslim merupakan salah satu syarat masuk surga? Rasulullah saw. bersabda:
‫لَََْْْت َد ُخلُواْالْ َجنَّ ْةَْ َحتَّىْْت ُؤمنُواْ َولَََْْْت ُؤمنُواْ َحتَّىْت َ َحابُّوا‬
Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman dan kalian tidak akan
beriman sebelum kalian saling mencintai. (HR Muslim).

4. Memperbanyak zikir, doa dan istigfar.


Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Hari-hari dan malam-malamnya
merupakan waktu utama/mulia. Alangkah ruginya jika kesempatan ini tidak
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, terutama dengan memperbanyak zikir dan doa.
Ada beberapa waktu mustajab yang bisa dijumpai pada bulan Ramadhan, di antaranya:
Ketika berbuka, orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak tertolak; sepertiga malam
terakhir sewaktu Allah SWT turun. Dalam sebuah hadis qudsi Allah SWT berfirman
sebagaimana hadits Nabi (yang artinya): Adakah hamba-Ku yang meminta, niscaya Aku
memberinya. Adakah hamba-Ku yang memohon ampunan, niscaya Aku
mengampuninya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sebaiknya, pada sepertiga malam terakhir ini kita memperbanyak istighfar:
َْ‫َوباْلَس َحارْْ ُهمْْيَست َغف ُرون‬
Selalu memohon ampunan pada waktu sahur. (QS Azd-Dzariyaat [51]: 18).
Kita juga dianjurkan untuk berzikir, berdoa dan beristigfar di masjid, yaitu setelah
menunaikan shalat Shubuh sampai terbit matahari (yang artinya): Siapa saja yang
menunaikan shalat Fajar berjamaah di masjid, kemudian tetap duduk berzikir hingga
terbit matahari, lalu shalat dua rakaat, seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah
dengan sempurna, sempurna dan sempurna. (HR at-Tirmidzi).

5. Itikaf.
Di antara amaliah sunnah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam bulan
Ramadhan ialah itikaf, yakni berdiam diri di dalam masjid dengan niat beribadah kepada
Allah. Ini Beliau lakukan pada awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan dan terutama
pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Ibadah yang demikian penting ini sering
dianggap berat sehingga ditinggalkan oleh kebanyakan orang Islam. Tidak aneh jika
Imam az-Zuhri berkomentar, “Aneh benar keadaan orang Islam. Mereka meninggalkan
ibadah itikaf, padahal Rasulullah saw. tidak pernah meninggalkannya sejak Beliau
datang ke Madinah hingga Beliau wafat disana.”

6. Memperhatikan aktivitas sosial dan jihad.


Amalan Ramadhan Rasul tidak hanya terbatas pada aktivitas ibadah semata. Aktivitas
dakwah dan sosial pun tak luput dari perhatian Beliau. Dalam sembilan kali Ramadhan
yang pernah Beliau alami, misalnya, Beliau justru melakukan ekspedisi dan pengiriman
pasukan. Di antaranya: Perang Badar (tahun 2 H), Makkah (tahun 8 H), dan Tabuk
(tahun 9 H); mengirimkan 6askariyah (pasukan jihad yang tidak secara langsung Beliau
pimpin); meruntuhkan berhala-berhala Arab seperti Lata, Manat dan Suwa’;
meruntuhkan masjid dhirar, dll.
Selain itu, sebagai kepala negara, sebelum bulan Ramadhan tiba (bulan Sya’ban), Rasul
saw. mengingatkan rakyatnya untuk mempersiapkan diri dengan baik. Segala aktivitas
yang berkaitan dengan munculnya hal-hal yang dapat membatalkan atau bahkan
mengurangi pahala berpuasa telah jauh-jauh hari dicegah dan dilarang. Adapun aktivitas
yang haram seperti tempat minum-minuman keras, judi, pelacuran, dll bukan hanya
dilarang sewaktu Ramadhan saja, tetapi memang diharamkan sejak dari awal. Bukan
seperti saat ini. Setiap Ramadhan disibukkan dengan ‘himbauan’ untuk tidak membuka
tempat-tempat yang disinyalir menjadi tempat maksiat; bukan pada pelarangan.
Walhasil, kekhusyukan Ramadhan jadi ternodai. Anehnya, Pemerintah tidak bisa berbuat
apa-apa.

Wahai Kaum Muslim:


Sungguh, bulan Ramadhan adalah bulan mulia. Hendaknya kita mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya untuk meraih gelar muttaqîn. Amalan-amalan Rasul dan para
Sahabat di atas semoga bisa menjadi inspirasi bagi persiapan kita untuk menyongsong
Ramadhan sehingga bisa lebih baik. Amin. []

Rosulullah saw, Para Sahabatnya, dan Para


Kholifah Berjihad di bulan Ramadhan ,
bagaimana kita ?
29 Aug 2010 in Nafsiyah, Uncategorized 1 Comment

Oleh: Hafidz Abdurrahman


Bulan Ramadhan tidak hanya berarti syahru as-shiyam (bulan puasa) bagi umat Islam, tetapi jugasyahr al-jihad
wa al-intisharat (bulan perang dan kemenangan). Banyak peperangan dan kemenangan justru diraih oleh kaum
Muslim sejak zaman Nabi Muhammad saw. hingga generasi berikutnya pada bulan yang agung ini. Meski pada
bulan suci ini mereka berpuasa, dengan menahan lapar dan dahaga, tetapi tidak sedikitpun puasa mereka
mempengaruhi semangat dan kekuatan mereka untuk mengalahkan musuh-musuh mereka. Sebaliknya, justru
pada bulan ini, mereka melipatgandakan aktivitas mereka, karena imbalan pahala yang besar di sisi-Nya. Satu
perbuatan wajib di bulan ini, sama nilainya dengan 70 pahala amalan wajib di luar bulan suci. Selain itu, dengan
modal ketaatan mereka yang tinggi di bulan ini, maka kemenangan demi kemenangan pun bisa mereka rengkuh.
Dua faktor inilah yang membuat sejarah Ramadhan umat Islam dipenuhi dengan berbagai peristiwa peperangan
dan kemenangan.
Bahkan tidak sedikit generasi terbaik umat ini meraih Lailatu al-qadar, yang juga malam di mana al-Qur’an
diturunkan, ketika mereka sedang melakukan peperangan besar di bulan Ramadhan. Di malam itu, mereka
bukan hanya mendapatkan momentum Lailatu al-Qadar, satu malam lebih baik daripada seribu bulan, tetapi
juga kemenangan agung yang mengantarkan kemuliaan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Peristiwa Penting di Bulan Ramadhan
Tercatatlah sejumlah peristiwa penting di bulan suci ini:
1. Pengiriman Detasemen Sayyidina Hamzah ra. untuk menghadang kafilah Quraisy yang dipimpin oleh Abu
Jahal, di penghujung bulan ke tujuh, yaitu bulan Ramadhan 1 H/623 M.
2. Perang Badar Kubra yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan 2 H/14 Maret 624 M.
3. Pengiriman Detasemen Zaid bin Haritsah ke Ummi Qarfah pada bulan Ramadhan 6 H/627 M. Pada saat
yang sama, juga terjadi pengiriman Detasemen ‘Abdullah bin ‘Utaikh untuk membunuh Salam bin Abi
Huqaiq, pada bulan Ramadhan 6 H/627 M.
4. Pengiriman Detasemen Ghalib bin ‘Abdullah al-Laitsi ke penduduk Mani’ah, pada bulan Ramadhan 7 H/628
M.
5. Pembebasan Kota Makkah, dan jatuhnya kota suci ini ke tangan kaum Muslim tanpa darah, pada bulan
Ramadhan 8 H/630 M.
6. Pengiriman Detasemen Sa’ad bin al-Asyhali untuk menghancurkan berhala Manat, pada tanggal 24
Ramadhan 8 H/630 M. Juga Detasemen Khalid bin al-Walid untuk menghancurkan berhala Uzza, pada
tanggal 25 Ramadhan 8 H/630 M. Juga Detasemen ‘Amru bin al-‘Ash untuk menghancurkan berhala Sawa’,
pada bulan dan tahun yang sama.\
7. Perang Tabuk yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun 9 H/631 M.
8. Perang Buwaib, kalum Muslim melawan bangsa Persia, di bawah pimpinan al-Mustni bin Haritsah, pada
hari-hari terakhir bulan Ramadhan 13 H/633 M.
9. Dimulainya pengepungan Benteng Babilonia Mesir oleh tentara ‘Amr bin al-‘Ash pada akhir bulan
Ramadhan 19 H/640 M.
10. Semenanjung Rodesia dikuasai oleh kaum Muslim pada zaman Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, pada
Ramadhan 53 H/674 M.
11. Penumpasan pasukan Bughat al-Mukhtar bin ‘Ubaid, pimpinan Sekte Khawarij, dan terbunuhnya sang
pemimpin, tanggal 14 Ramadhan 67 H/687 M.
12. Pasukan Tharif bin Malik, dari Khilafah ‘Amawiyyah, tiba di pesisir Pantai Spanyol pada bulan Ramadhan
91 H/710 M.
13. Kemenangan Thariq bin Ziyad dalam Perang Syuraisy di Andalusia tanggal 28 Ramadhan 92 H/15 Juli 711
M.
14. Perang Balath as-Syuhada’, pada zaman Khalifah Hisyam bin ‘Abdul Malik, antara kaum Muslim dengan
bangsa Perancis. Disebut Balath as-Syuhada’, karena banyaknya kaum Muslim yang gugur
sebagaisyuhada’. Tepatnya pada bulan Ramadhan 114 H/732 M.
15. Kemenangan Shalahuddin al-Ayyubi terhadap pasukan kaum Salib pada bulan Ramadhan 584 H.
16. Malik al-‘Adil telah berhasil menghalau kosentrasi pasukan kaum Salib di Kota Shuwar pada bulan
Ramadhan tahun 595 H.
17. Perang Ain Jalut yang terjadi antara kaum Muslim dengan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulaku Khan,
tanggal 25 Ramadhan 658 H/September 1260 M.
18. Kemenangan kaum Muslim terhadap Rezim Antioch dan keberhasilan mereka menjatuhkannya, di bawah
pimpinan Baibaras, pada bulan Ramadhan 666 H.
19. atuhnya wilayah Shakhrat Aljazair di tangan Khairuddin, dan dibangunlah Pelabuhan Aljazair pada bulan
Ramadhan 936 H/27 Mesi 1529 M.
20. Penyatuan wilayah Darfur dengan Mesir pada tanggal 27 Ramadhan 1291 H/11 Nopember 1874 M.
21. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Portugis, Belanda, Inggeris dan Jepang tanggal 17
Agustus 1945 M/17 Ramadhan 1367 H.
Hukum-hukum Seputar Jihad
Fakta-fakta di atas membuktikan, bahwa sejarah umat Islam adalah sejarah jihad dan kemenangan. Dengannya,
mereka meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Karena tujuan jihad bukanlah untuk menjajah, memperbudak
bangsa atau umat yang diperangi, tetapi untuk mengilangkan penghalang yang bisa mengantarkan cahaya Islam
sampai kepada mereka. Bahwa kemudian mereka memeluk Islam atau tidak, semuanya diserahkan kepada
mereka. Tetapi, dengan mereka tunduk di bawah sistem Islam, maka meski mereka tidak memeluk Islam,
mereka tetap akan diperlakukan dengan baik, dan akan bisa merasakan keadilan Islam. Itulah misi utama jihad
di dalam Islam, yaitu mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia, sehingga Islam menjadi satu-satunya
pemimpin ideologi umat manusia, baik Muslim maupun non-Muslim.
Karena itu, Islam mengajarkan hukum-hukum dan adab (akhlak) yang penting dalam peperangan, jauh dari
sikap brutal apalagi barbar sebagaimana yang dipraktikkan oleh Amerika, Inggeris dan negara-negara Barat
yang lainnya. Hukum-hukum dan adab itu antara lain:
1. Sebelum peperangan, pihak yang hendak diperangi pasukan kaum Muslim harus didakwahi, atau diajak
untuk memeluk Islam, jika bersedia, maka tidak boleh diperangi; jika tidak bersedia, maka mereka diajak
untuk tunduk di bawah negara dan sistem Islam, jika bersedia, maka tidak boleh diperangi. Jika mereka tidak
mau menerima dua opsi tersebut, maka mereka harus diperangi. Karena itu, tidak diperbolehkan melakukan
peperangan tanpa didahului dengan dakwah.
2. Dalam peperangan, Islam mengharamkan membunuh non-kombatan, seperti anak-anak, perempuan, orang
tua renta, rahib-rahib atau pendeta-pendeta yang berada di gereja, sinagog dan kuil. Mereka semuanya tidak
boleh diperangi atau dibunuh.
3. Islam juga mengharamkan tentara kaum Muslim menghancurkan rumah penduduk, tempat ibadah, jembatan,
bandara, pelabuhan, perbekalan air dan fasilitas umum lainnya, kecuali jika semuanya itu bisa melemahkan
musuh.
4. Bagi para kombatan yang ditawan, maka mereka harus diperlakukan dengan baik, antara lain, bisa
dibebaskan tanpa tebusan (al-mann), atau dibebaskan dengan tebusan (al-fida’), sebagaimana yang
dinyatakan dalam surat Muhammad: 4.
5. Namun, Islam juga membolehkan dilakukannya mu’amalah bi al-mitsli (perlakuan yang sepadan), seperti
kalau musuh menggunakan senjata pemusnah massal, maka pasukan kaum Muslim pun diperbolehkan
menggunakan senjata yang serupa.
6. Selain itu, Islam juga membolehkan pasukan kaum Muslim untuk berbohong kepada musuh, ketika mereka
tertawan.
7. Islam juga mengharamkan pasukan kaum Muslim untuk melarikan diri dari medan peperangan, dan
dinyatakan sebagai dosa besar, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Anfal: 15.
Inilah beberapa hukum dan adab (akhlak) yang penting dalam peperangan yang diajarkan oleh Islam.
Peperangan yang beradab dan santun.[]

Kewajiban puasa Ramadhan diturunkan pada tahun kedua hijrah. Lalu apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para
Sahabat pada Ramadhan tahun itu? Jawabannya adalah perang Badar al-Kubra.
Di saat pertama kalinya menunaikan kewajiban puasa Ramadhan itu, Rasul dan para Sahabat berperang menghadapi pasukan
kafir Qurays dibawah teriknya sinar matahari di tengah panasnya gurun pasir di lembah Badar. Saat itu pasukan kaum
muslim yang berjumlah sekitar 305 orang harus menghadapi pasukan kafir Quraisy yang berjumlah sekitar 900 – 1000
orang. Artinya, satu orang sahabat harus menghadapi tiga orang tentara musuh. Rasul saw bersama para Sahabat keluar dari
Madinah tanggal 8 Ramadhan. Peperangan itu sendiri terjadi pada 17 Ramadhan.
Dari sepenggal kisah di atas dapat dipahami, ternyata Rasul saw dan para Sahabat tidak hanya mengisi bulan Ramadhan,
selagi mereka berpuasa, untuk memperbanyak amalan sunnah seperti memperbanyak membaca al-Quran, berdoa, zikir dan
shalawat; memperbanyak sedekah; shalat tarawih berjamaah; i’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan;
umrah, dsb. Tetapi mereka juga mengisinya untuk melakukan aktivitas wajib, yakni jihad
Khalifah menyerukan jihad ketika aktivitas wajib lainnya, yakni dakwah, mendapatkan halangan fisik dari penguasa kafir
negeri-negeri kufur yang membuat kaum Muslim tidak dapat berdakwah kepada rakyat negeri tersebut.

Jihad Masa Rasul


Sejarah mencatat halangan fisik terhadap dakwah Islam sering terjadi pada bulan yang di dalamnya ada hari yang lebih baik
dari seribu bulan itu. Meletuslah Perang Badar Kubra, 17 Ramadhan 2 H/14 Maret 624 M. Rasulullah pun mengirim
Detasemen Zaid bin Haritsah ke Ummi Qarfah pada Ramadhan (6 H/627M). Masih pada Ramadhan yang sama Nabi saw.
pun mengutus Detasemen ‘Abdullah bin Utaikh untuk membunuh Salam bin Abi Huqaiq.
Setahun kemudian, Nabi Muhammad saw. mengirim Detasemen Ghalib bin Abdullah al-Laitsi ke penduduk Mani’ah, pada
bulan Ramadhan 7 H (628 M). Pembebasan Kota Makkah dan jatuhnya kota suci ini ke tangan kaum Muslim tanpa darah,
juga terjadi pada bulan Ramadhan 8 H (630 M).
Rasul saw. pun mengutus Detasemen Saad bin al-Asyhali untuk menghancurkan berhala Manat pada tanggal 24 Ramadhan 8
H (630 M); Detasemen Khalid bin al-Walid untuk menghancurkan berhala Uzza pada tanggal 25 Ramadhan 8 H (630 M);
juga Detasemen Amru bin al-‘Ash untuk menghancurkan berhala Sawa’ pada bulan dan tahun yang sama. Perang Tabung
pun pecah pada bulan Ramadhan tahun 9 H (631 M).
Perang-perang lainnya di era pemerintahan Khulafaur Rasyiddin, serta era para khalifah setelahnya pun banyak terjadi pada
bulan Ramadhan. Karena itu, dapat dipahami ternyata Ramadhan bukan saja bulan perjuangan untuk meningkatkan
ketakwaan setiap pribadi kaum Muslim dengan amalan sunnah, tetapi juga dengan melakukan amalan wajib berupa dakwah
dan jihad untuk membebaskan manusia dari cengkeraman sistem kufur.
Sejarah pun mencatat banyak peperangan dan kemenangan justru diraih oleh kaum Muslim sejak zaman Nabi Muhammad
saw. hingga generasi berikutnya pada bulan yang agung ini. Tidak sedikitpun puasa mereka mempengaruhi semangat dan
kekuatan mereka untuk mengalahkan musuh-musuh mereka. Sebaliknya, justru pada bulan ini, mereka melipatgandakan
aktivitas mereka karena imbalan pahala yang besar di sisi-Nya. Dengan modal ketaatan mereka yang tinggi di bulan ini,
maka kemenangan demi kemenangan pun bisa mereka rengkuh. Inilah yang membuat sejarah Ramadhan umat Islam
dipenuhi dengan berbagai peristiwa peperangan dan kemenangan.

Junnah (Perisai)
Namun, sejak runtuhnya Khilafah Utsmani pada 1924 H, kaum Muslim tidak lagi memiliki seorang khalifah. Saat ini kaum
Muslim kembali memasuki bulan Ramadhan ke 90 tanpa khalifah.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu jalan agar umat Islam bertakwa. Dalam proses ini, aktivitas amar makruf dan nahi
mungkar adalah salah satu jalan penting untuk mengejawantahkan nilai-nilai ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas dakwah saat ini hendaklah tidak saja berproses pada perbaikan individu, tetapi kehidupan secara meluas. Proses
perbaikan kehidupan secara luas tidak mungkin dilakukan tanpa adanya Khilafah. Khilafahlah yang menjadikan kehidupan
bernegara dan bermasyarakat diatur dengan Islam. Karena itu, kaum Muslim wajib berdakwah untuk menegakkan kembali
Khilafah.
Menurut Syaikh Mahmud bin Abdul Lathif Uwaidhah dalam dalam Al-Jami’ li Ahkam ash-Shiyam, puasa adalah junnah,
yaitu penjagaan dan pelindung dari neraka. Puasa itu pembungkam syahwat bagi orang yang belum mampu menikah,
menjadi penebus dosa-dosa dalam fitnah dan menjadi pemberi syafaat pada saat hari kiamat.
Demikian pula dengan Khilafah. Khilafah adalah junnah bagi umat Islam, karena menjaga umat dari fitnah dan kehinaan;
menjadi pelindung bagi umatdari serangan dan penjajahan bangsa-bangsa lainnya. Rasulullah saw.
Bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) adalah junnah (perisai) orang-orang berperang di belakangnya dan
menjadikannya pelindung.” (HR Muslim).
Semangat keberislaman umat dan tokoh-tokoh simpul umat biasanya dalam kondisi yang prima setiap kali memasuki bulan
Ramadhan. Ini merupakan kesempatan emas buat para pengemban dakwah untuk memahamkan serta mengajak mereka agar
turut berjuang menegakkan syariah Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.
Dalam berbagai kesempatan ceramah tarawih, kuliah shubuh, khutbah Jumat, dan diskusi-diskusi ketika i’tikaf, misalnya,
manfaatkanlah sebaik mungkin untuk menjelaskan kepada umat bahwa kaum Muslim wajib menegakkan
kembali junnah umat Islam tersebut. Jangan lupa, perbanyak pula frekuensi silaturahmi kepada para ulama dan tokoh-tokoh
umat untuk turut diajak memikirkan masalah umat dan upaya penegakkan kembali junnah ini. Dengan itu tiada hari pada
bulan Ramadhan ini tanpa dakwah. Berdoalah selalu semoga Ramadhan kali ini merupakan Ramadhan terakhir tanpa
Khilafah. Amin. [Joko Prasetyo]

Bulan Ramadhan, Bulan Jihad, Bulan


Kemenangan Kaum Muslim
08 Sep 2008 in Editorial, Headline 6 Comments

HTI-Press. Selain turunnya wahyu Allah yang pertama di bulan Ramadhan, terdapat
beberapa peristiwa besar yang terjadi di bulan yang penuh dengan barakah ini. Ketika
dahulu, umat Islam yang merupakan umat yang terbaik , disanjung tinggi dari timur ke
barat, disebabkanterlimpahnya rahmat Allah akibat penerapan Islam dalam kehidupan
mereka. Namun begitu, pada masa sekarang, setelah runtuhnya
institusi pemersatu umat Islam, yaitu Khilafah pada 27 Rajab 1342H (3 Maret 1924).
Umat Islam saat ini dirundung penyakit yang semakin parah. Semoga Ramadhan kali ini
merupakan Ramadhan terakhir bagi umat Islam berpuasa tanpa Khilafah.
Berikut merupakan peristiwa-peristiwa pernah terjadi pada bulan Ramadhan:
17 Ramadhan 2H
Perang Badar Al-Kubra
Rasulullah SAW berangkat dari Madinah pada 8 Ramadhan. Ibnu Hisyam menyatakan perang ini merupakan
kemenangan pertama yang menentukan kedudukan umat Islam dalam menghadapi kekuatan kemusyrikan dan
kebatilan. Allah SWT telah mengutuskan rombongan malaikat untuk membantu pasukan muslimin
menghancurkan pasukan musyrik. Perang ini terjadi pada pagi Jumat, 17 Ramadhan 2H di Badar. Kemenangan
lebih kurang 300 orang tentera Islam di bawah pimpinan Rasulullah ini telah mengalahkan lebih kurang 1000
orang tentera musyrikin Mekah.
Ramadhan 5H

Persiapan Perang Khandaq


Persiapan dilakukan dengan mengali parit (khandaq) sekeliling kota Madinah. Strategi ini ini tidak pernah
digunakan oleh bangsa Arab. Hal ini diusulkan Salman Al-Farisy. Peperangan ini terjadi pada bulan Syawal dan
berakhir pada bulan Dzulkaidah setelah pasukan muslimin berjaya memecahbelah pasukan musuh.
20 Ramadhan 8H
Fath al Makkah (Pembukaan Kota Mekah) dan Penghancuran Berhala
Rasulullah SAW keluar dari Madinah pada 10 Ramadhan dan berpuasa, lalu diikuti para sahabat. Baginda
berbuka di suatu tempat yang dipanggil Mukadid (antara Asfan dengan Amjad). Mekah jatuh ke tangan kaum
muslimin tanpa pertumpahan darah. Setelah penaklukan Mekah, Rasulullah tinggal di kota itu selama 15 malam
dengan melakukan sembahyang qasar. Menurut Ibnu Ishaq, penaklukan itu terjadi pada 10 malam terakhir bulan
Ramadhan. Rasulullah mengutuskan Khalid al-Walid untuk menghancurkan berhala Uzza, Amr bin Ash
merobohkan Suwa’, dan Saad bin Zaid Al-Asyhaly menumbangkan Manat.
Ramadhan 9H
Perang Tabuk
Rasulullah SAW tidak menjumpai tentera Rum lalu kembali ke Madinah.
Utusan Thaif
Utusan Thaif datang ke Madinah untuk masuk Islam dan pada saati itu juga mereka langsungmelaksanakan
kewajiban-kewajiban dan melaksanakan puasa disana.
Utusan Raja Himyar
Utusan Raja Himyar datang ke Madinah untuk menyatakan masuk Islam. Rombongan tersebut diterima dan
dimuliakan oleh Rasulullah SAW. Beliau kemudian menulis batas-batas hak dan kewajiban mereka dalam
bentuk dokumen bertulis.
Ramadhan 10H

Rasulullah SAW mengutus pasukan tentera dibawah pimpinan Saidina Ali Karamallahu wajhah ke Yaman
dengan membawa surat Nabi. Satu suku yang berpengaruh di Yaman langsung menerima Islam dan masuk
Islam pada hari itu juga. Mereka sholat berjamaah bersama Imam Ali ra. pada hari itu.
Ramadhan 53H
Kemenangan tentera Islam di pulau Rhodes.
Ramadhan 92H
Islam telah tersebar dan membuka kawasan- kawasan baru sehingga ke Afrika Utara, Iran, Afghanistan, Yemen
dan Syria. Spanyol di bawah kekuasaan Raja Frederic of the Visigoths. Musa ibn Husair, Wali Khilafah
Ummayyah di Utara Afrika, bersama-sama dengan Paglima tentera Islam, Tariq Ziyad yang memimpin 12
ribu tentera Islam berhadapan dengan tentera kuffar berjumlah 90 000 yang diketuai sendiri oleh Raja Frederick.
Salah satu peristiwa yang memotivasikan tentera- tentera Allah ini semasa perang ini ialah, saatTariq bin Ziyad
mengarahkan tenteranya membakarkan kapal- kapal perang mereka sebelum bertempur dengan tentera Raja
Frederick. Beliau berkata, ”Sesungguhnya, syurga Allah terbentang luas di hadapan kita, dan dibelakang kita
terbentangnya laut. Kamu semua hanya ada dua pilihan, apakah mati tenggelam , atau mati syahid”. Pasukan
tentera ini bukan saja telah mengalahkan tentera-tentera kuffar pimpinan Raja Frederick, malah mampu
membebaskan seluruh Spanyol, Sicily dan sebahagian Perancis. Di sini awalnyazaman keemasan Islam di
Andalusia, dengan Islam menguasainya selama 700 tahun.
Ramadhan 129H
Kemenangan dakwah Bani Abbas di Khurasan dibawah pimpinan Abu Muslim Al-Khurasany.
Ramadhan 584H
Panglima tentera Islam, Salahuddin Al-Ayyubi mendapat kemenangan besar atas tentera Salib. Tentera Islam
menguasai daerah-daerah yang sebelumnya dikuasai oleh tentera Salib. Ketika bulan Ramadhan, penasihat-
penasihat Salahuddin menyarankan agar dia istirahat kerana risau ajalnya tiba. Tetapi Salahuddin menjawab
“Umur itu pendek dan ajal itu sentiasa mengancam”. Kemudian tentera Islam yang dipimpinnya terus berperang
dan berjaya merampas Benteng Shafad yang kuat. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan.
Ramadhan 658H

Saat tentera tartar memasuki Baghdad, yang merupakan pusat pemerintahan Islam pada masa tersebut. Tentera
Tartar telah membunuh 1.8 juta kaum Muslimin. Selain itu, mereka mengarahkan penduduk Kristen supaya
makan babi dan meminum arak secara terbuka di jalanan dan memaksa kaum muslimin turut serta. Azan turut
dilarang dikumandangkan dan masjid- masjid disirami dengan arak oleh tentera- tentera Tartar yang biadap ini.
Musibah ini disambut oleh Saifudin Qutuz, pemerintah Mesir ketika itu dengan mengumpulkan semua kekuatan
kaum muslimin untuk meghancurkan tentera Tartar dan bertemu dengan mereka pada Jumat, 25 Ramadhan
658H (6 September 1260M) di Ain Jalut. Peperangan ini turut disertai oleh isteri Sultan Saifudin Qutuz, Jullanar
yang akhirnya syahid di medan pertempuran. Semasa beliau menjelang ajal , Saifudin Qutuz memapahnya dan
berkata ”Wahai Kekasihku”. Hal ini dibalas oleh Jullanah dengan mengatakan, ”Janganlah kamu berkata
demikian. Lebih kasih lagilah terhadap Islam”. Setelah itu, tentera- tentera ini terus berjihad, dan kemenangan di
raih oleh Islam di depan pintu gerbang Mesir di Kota Ain Jalut.(Farid Wadjdi)

Ramadhan di Masa Rosulullah saw dan Khilafah


08 Aug 2010 in Seputar Khilafah, Uncategorized 6 Comments
Realitas Ramadhan Di Masa Nabi saw
Realitas bulan suci Ramadhan di masa Nabi saw dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Bulan Ramadhan tahun ke 2 Hijriyyah, Nabi saw dan para shahabat untuk pertama kali melaksanakan
kewajiban puasa fardlu di bulan suci Ramadhan. Pada tahun yang sama, Nabi saw dan kaum Muslim
menunaikan zakat fithrah dan mengerjakan sholat Iedul Fithriy untuk yang pertama kali.
2. Suasana Ramadhan di masa Nabi saw dipenuhi suasana ibadah, perjuangan, dan taqarrub kepada
Allah swt.Nabi saw mendorong kaum Muslim untuk meningkatkan ibadah dan mengisi bulan itu
dengan memperbanyak amal kebajikan. Pasalnya, syahr ash-shiyaam adalah bulan dimana Allah swt
melipatgandakan pahala ibadah dan amal kebajikan kaum Muslim.
3. Tidak hanya memperbanyak mengerjakan ibadah-ibadah mahdlah saja, seperti sholat tarawih,
membaca Al Quran, sedekah, dzikir, dan lain-lain, namun, bulan suci Ramadhan di masa Nabi saw
juga diisi dengan aktivitas jihad untuk memerangi orang-orang kafir. Tanggal 17 Ramadhan 2
Hijriyah, Nabi saw dan para shahabat berperang melawan pasukan Quraisy di Badar (Perang Badar
al-Kubra). Peperangan ini berhasil dimenangkan secara gemilang oleh kaum Muslim. Pada tanggal
10 Ramadhan 8 Hijriyah, beliau saw dan para shahabat menaklukkan kota Mekah.
Tradisi Ramadhan di masa Rasulullah saw terus dipelihara dan dilanjutkan hingga generas-generasi
berikutnya.
Realitas Puasa Di Masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa Khulafaur Rasyidin, suasana Ramadhan tidak ubahnya dengan suasana Ramadhan di
era Nabi saw. Namun, wilayah kekuasaan Islam semakin meluas dan jumlah kaum Muslim semakin
bertambah banyak. Suasana Ramadhan pun semakin marak dan pengaruhnya semakin menyebar ke
seluruh penjuru dunia. Realitas di bawah ini setidaknya bisa menggambarkan suasana Ramadhan di
masa Khulafaur Rasyidin.

1. Setiap akhir bulan Sya’ban dan Ramadhan, para shahabat memantau hilal untuk memulai dan
mengakhiri puasa Ramadhan sebagaimana perintah Nabi Mohammad saw. [HR. Imam Abu Dawud]
2. Memulai dan mengakhiri puasa secara serentak pada hari yang sama untuk wilayah-wilayah
dekat. Sedangkan untuk wilayah yang jauh dibiarkan mengawali dan mengakhiri puasa sama dengan
pusat kota, dikarenakan adanya kesulitan dalam mendistribusikan informasi rukyat. [Kasyf al-
Ghammah ‘An Jamii’ al-Ummah, juz 1/250]
3. Para Khalifah berkhuthbah di hadapan masyarakat pada malam pertama bulan Ramadhan. Jika malam
pertama bulan Ramadhan telah masuk, Khalifah Umar bin Khaththab ra segera sholat Maghrib dan
berkhuthbah di hadapan masyarakat. [Mushannaf ‘Abdur Razaq, juz 4/264]
4. Pada masa Umar bin Khaththab, kaum Muslim menyelenggarakan sholat tarwih di masjid secara
berjama’ah dipimpin oleh seorang imam. Beliau juga mengirim surat kepada para wali agar mereka
menyelenggarakan sholat tarwih secara berjama’ah di masjid. [Imam Nawawiy, al-Majmuu’, juz
3/527]. Adapun pada masa Nabi saw dan Abu Bakar ra, kaum Muslim mengerjakan sholat tarwih
secara beragam, ada yang sendirian dan ada pula yang berjama’ah.
5. Umar bin Khaththab ra menyalakan pelita di masjid sepanjang malam pada bulan Ramadhan. [Imam
Suyuthiy,Tarikh al-Khulafaa`, hal. 128]
6. Para khalifah dan kaum Muslim menyediakan makanan untuk berbuka puasa bagi shaa`imuun. Tidak
hanya itu saja, mereka juga memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan. Umar bin Khaththab ra
membangun sebuah rumah untuk tamu, orang yang kehabisan bekal di jalan, serta orang-orang yang
membutuhkan. [Majalah al-Khilafah al-Islaamiyyah, hal. 7]
7. Mengkhatamkan al-Quran. Di bulan Ramadhan, para shahabat dan sebagian tabi’un mengkhatamkan
al-Quran, selepas Isya’ hingga 1/4 malam. Dalam sehari mereka bisa mengkhatamkan al-Quran
sekali atau dua kali.Utsman bin ‘Affan, Tamim ad Dariy, dan Sa’id bin Jabir mengkhatamkan al-Quran
dalam waktu satu hari satu malam. Mujahid mengkhatamkan al-Quran antara waktu Maghrib dan
Isya’, setiap malam bulan Ramadhan. Manshur bin Zadan mengkhatamkan al-Quran dari Dzuhur
hingga Ashar, dan pada bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan al-Quran antara Maghrib dan Isya’
sebanyak dua kali.[Imam Nawawiy, At Tibyan fi Adab Hamlat al-Quran, hal. 47-48]
8. Berburu lailatul qadar di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Sejak masa Nabi saw hingga sekarang,
tradisi berburu lailatul qadar dengan cara i’tikaf di dalam masjid, dan memperbanyak ibadah dan
taqarrub kepada Allah terus berlangsung dan terjaga. [Al-Mudawwanah al-Kubra, juz 1/237]
9. Mengeluarkan zakat fithrah dan menghidupkan malam Iedul Fithriy. Pada masa Nabi saw dan Khulafur
Rasyidin, kaum Muslim mengeluarkan zakat fithrah pada pagi hari sebelum dilaksanakannya sholat
Iedul Fithriy.
10. Melaksanakan sholat Iedul Fithriy di tempat tertentu. Pada masa Nabi saw dan khulafur rasyidin,
sholat Iedul Fithriy dilaksanakan di lapangan terbuka di depan pintu masuk kota Madinah sebelah
timur. Mereka tidak menyelenggarakan sholat Iedul Fithriy di dalam masjid. Namun, pada masa Umar
bin Khaththab ra, kaum Muslim sholat Iedul Fithriy di dalam masjid di karenakan hujan. [Sunan
Baihaqiy, juz 3/310]
11. Kaum Muslim bersuka ria dan mengisi Iedul Fithriy dengan aneka ragam permainan dan nyanyian
yang mubah. [Ibnu Hazm, Al-Muhalla, juz 5/81]
Inilah realitas Ramadhan di masa Nabi saw dan Khulafaur Rasyidin. Dalam beberapa aspek, suasana
Ramadhan di era Nabi dan Khulafaur Rasyidin masih bisa dijumpai dan dijaga hingga sekarang.
Namun, ada perbedaan penting Ramadhan sekarang dengan Ramadhan sebelum keruntuhan
Khilafah Islamiyyah tahun 1924 Masehi. Sebelum tahun 1924 Masehi, kaum Muslim menjalankan
ibadah puasa di bawah naungan Khilafah Islamiyyah dan kepemimpinan para khalifah yang memiliki
komitmen kuat untuk menjaga Islam dan kaum Muslim. Adapun sekarang, kaum Muslim harus
melalui bulan Ramadhan di bawah naungan pemerintahan kufur dan pemimpin-pemimpin jahat yang
mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum kufur. Bahkan pemimpin-pemimpin itu rela
menyerahkan harta dan nyawa kaum Muslim kepada musuh Islam dan kaum Muslim.
Semoga Ramadhan kali ini mampu mengubah yang buruk menjadi baik, dan mengubah yang baik
menjadi lebih baik atas ijin Allah swt. [Fathiy Syamsuddin Ramadhan]

Menjaga Spirit Ramadhan Dalam Perjuangan Syariah dan Khilafah


HTI Press. Klaten,25 Agustus 2013. Seakan tak ingin kehilangan semangat bulan ramadhan dan meraih
kemenangan setelah ramadhan berlalu. dan bertepatan pada bulan syawal MHTI DPD II Kab. Klaten
mengadakan liqo syawal untuk menjalin silah ukhuwah dengan para tokoh dan ibu-ibu serta remaja se-
kabupaten Klaten. Tema liqa syawal “Menjaga Spirit Ramadhan Dalam Perjuangan Syariah dan Khilafah”,
dengan pembicara ustadzah Dasih Sidowati, S.Pd. Acara ini dilaksanakan di Taman Widoro Klaten, berlangsung
mulai pukul 09.00-12.00 dan dihadiri oleh sekitar 90 ibu-ibu serta remaja se-Kabupaten Klaten.
Pembicara Ustadzah Dasih Sidowati, S.Pd mengatakan, bahwa dalam bulan Ramadhan kita bisa dengan mudah
menjalankan perintah-perintah Allah SWT, kenapa di luar bulan Ramadhan kita enggan untuk
melaksanakannya. Setelah usai, usai juga ketaatan kita. hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman kita
terhadap perintah ketaqwaan kita dalam bulan ramadhan. Tegas ustadzah Dasih Sidowati, S.Pd.
Pada bulan ramadhan kita diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana tertulis dalam Qur’an surat Al Baqoroh:
183 “Hai orang-orang yg beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa”.Berangkat dari ayat tersebut, agar kita bisa menjadi orang yang bertaqwa,
masih ada terusannya yaitu dalam qur’an surat al baqoroh: 185 “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…” Kemudian kita bisa pahami bahwa menjadi
orang bertaqwa itu mengikuti apa yang ada dalam qur’an, sebagaimana tertulis dalam QS. Al baqoroh: 185 tadi,
bahwa qur’an yang diturunkan dalam bulan ramadhan sebagai petunjuk dan menjelaskan serta pembeda antara
yang haq dan bathil. Tegas ustadzah Dasih.
Dalam meraih ketaqwaan yang dimaksudkan dalam QS. Al baqoroh: 183 “…agar menjadi orang bertaqwa” itu
adalah ketaatan yang sempurna, dimana Allah itu menghendaki bahwa hamba itu mengikuti perintah-
perintahnya baik individu seperti ibadah maupun dalam interakasi kita pada manusia lainya misalnya dalam
bermuamalah. Dan jika dalam bulan ramadhan itu kita sudah terbiasanya dan mudah dalam aktivitas ketaqwaan
karena di bulan tersebut kita dilatih, jadi setelah ramadhan usai janganlah dihapuskan. Supaya ketaqwaan akan
ketaatan yang sempurna tadi bisa berlanjut ke bulan syawal sampai ketemu Ramadhan lagi.
Yang menjadi PR kita sekarang adalah kaum muslim itu kadang-kandang mencukupkan Islam hanya pada
ibadah ritual saja. Sehingga ketaqwaan akan ketaatan yang sempurna. Dan sebutan Islam kaffah itu sulit
terlaksana. Jadi dalam bulan Ramadhan Allah melatihkan kita supaya ketaatan tersebut bisa kita lanjutkan bulan
berikutnya. Baik dalam perintah individu, masyarakat maupun negara. Sehingga syariah Islam bisa terwujud.
Jelas ustadzah Dasih
Di akhir penyampaiannya beliau juga mengatakan, bahwa dalam acara silah ukhuwah yang masih dalam bulan
syawal ini, dimana syawal artinya meneningkat. Jadi kita hendaklah kita saling mendoakan agar meningkat
dalam ketaatan dan syariah secara kaffah bisa terwujud dalam kehidupan kita semua.

Anda mungkin juga menyukai