Anda di halaman 1dari 50

Kekaisaran Romawi Timur

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kekaisaran Romawi
Βασιλεία Ῥωμαίων, Ῥωμανία
Basileia Rhōmaiōn, Rhōmanía
Imperium Romanum, Romania
"Kekaisaran Romawi"

330–1453

Bendera Kekaisaran pada masa Lambang kekaisaran


akhir (abad ke-14) pada masa Palaiologos

Perkembangan wilayah Kekaisaran

Ibu kota Konstantinopel

Bahasa Yunani, Latin

Agama Paganisme
Romawihingga tahun
391,Ortodoks
Timurditoleransi
setelahEdictum
Mediolanense tahun
313, dan
menjadiagama
negara setelah tahun
380
Bentuk Pemerintahan Otokrasi

Kaisar

-306–337 Konstantinus yang


Agung

-1449–1453 Konstantinus XI

Badan legislatif Senat

Era sejarah Antikuitas Akhir-Abad


Pertengahan Akhir

-Diokletianusmemecah
pemerintahan
kekaisaran antara barat
dan timur 285

-PendirianKonstantinopel
11 Mei 330

-PenjatuhanRomulus
Augustulus, Kaisar
Romawi Barat 476

-Skisma Timur-Barat
1054

-Jatuhnya Konstantinopel
ke tangan Tentara Salib 1204

-Penaklukan kembali
Konstantinopel 1261

-Jatuhnya Konstantinopel
29 Mei 1453

-Jatuhnya Trebizond
1461

Populasi

-Perk. Abad ke-4 34,000,000


-Perk. Abad ke-8 (780 7,000,000
M)

-Perk. Abad ke-11 (1025 12,000,000


M)

-Perk. Abad ke-12 (1143 10,000,000


M)

-Perk. Abad ke-13 (1281 5,000,000


M)

Mata uang Solidus, Hiperpiron

Pendahulu Pengganti
Kekaisaran Kesultanan
Romawi Utsmaniyah

Sekarang bagian dari Albania


Aljazair
Armenia
Bosnia dan
Herzegovina
Bulgaria
Georgia
Gibraltar
Israel
Italia
Kroasia
Lebanon
Libya
Malta
Mesir
Montenegro
Perancis
Republik
Makedonia
Rumania
San Marino
Serbia
Siprus
Slovenia
Spanyol
Suriah
Tunisia
Turki
Ukraina
Vatikan
Yordania
Yunani

Warning: Value specified for


"continent" does not comply

Kekaisaran Romawi Timur adalah istilah yang digunakan oleh sejarawan modern untuk
menyebut bagian Kekaisaran Romawiyang didominasi penutur bahasa Yunani dan berpusat
di Konstantinopel pada masa Antikuitas Akhir dan Abad Pertengahan dari negaranya yang lebih
awal pada masa Klasik.[1] Kekaisaran ini juga disebut Kekaisaran Bizantium terutama dalam
konteks Abad Pertengahan setelah keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat. Penduduk dan
negara-negara tetangganya menyebut kekaisaran ini sebagai Kekaisaran Romawi saja (bahasa
Yunani: Βασιλεία Ῥωμαίων, Basileia Rhōmaiōn;[2] bahasa Latin: Imperium Romanum)
atau Romania (Ῥωμανία).[3] Setelah Kekaisaran Romawi Barat mengalami perpecahan dan
keruntuhan pada abad ke-5, bagian timurnya masih terus berkembang, bertahan hingga kira-kira
seribu tahun lagi sampai akhirnya ditaklukan oleh Turk Utsmaniyahpada 1453. Selama sebagian
besar masa keberadaannya, negara ini merupakan kekuatan ekonomi, budaya, dan militer yang
paling berpengaruh di Eropa.
Karena pembedaan antara "Romawi (Timur)" dan "Bizantium" baru ada pada masa modern, sulit
menetapkan tanggal pasti untuk peralihannya. Akan tetapi, ada beberapa peristiwa penting sejak
abad ke-4 hingga ke-6 yang menandai periode peralihan ketikabagian barat dan
timur Kekaisaran Romawi mengalami pemisahan. Pada tahun 285,
Kaisar Diocletianus (berkuasa. 284–305) membagi pemerintahan Kekaisaran Romawi
menjadi empat paruh timur dan barat.[4] Antara tahun 324 dan 330, KaisarKonstantinus
I (berkuasa 306–337) memindahkan ibukota utama dari Roma ke Bizantium, di sisi Eropa
dari Bosporus. Bizantium diganti namanya diganti Konstantinopel ("Kota Konstantinus") atau
disebut juga Nova Roma ("Roma Baru").[n 1] Di bawah kaisarTheodosius II (berkuasa 379-
395), Kristen menjadi agama negara resmi kekaisaran sedangkan agama lainnya
seperti politeisme Romawi dilarang. Periode akhir peralihan dimulai pada akhir
pemerintahan Kaisar Heraclius (berkuasa 610–641) ketika dia sepenuhnya mengubah
kekaisaran dengan mereformasi pasukan dan pemerintahan dengan memperkenalkan
sistem thema dan mengganti bahasa resmi kekaisaran dari bahasa Latin menjadi bahasa
Yunani.[6]
Peralihan ini juga dipermudah oleh fakta bahwa pada masa Heraclius dan para penerus
terdekatnya, banyak wilayah non-Yunani di Timur Tengah dan Afrika Utara yang telah direbut
oleh Kekhalifahan Arab yang sedang berkembang, dan Kekaisaran Bizantium hanya meliputi
wilayah yang sebagian besar dihuni oleh penutur bahasa Yunani. Maka dari itu pada masa kini
Bizantium dibedakan dari peradaban Romawi kuno berdasarkan kebudayaannya yang lebih
mengarah pada kebudayaan Yunani alih-alih Latin, dan ditandai oleh Kristen Ortodoks sebagai
agama negara setelah tahun 380, dan bukannya politeisme Romawi ataupunKatolik,[3] serta
lebih banyak ditinggali oleh penutur bahasa Yunani alih-alih penutur bahasa Latin.
Negeri ini pernah menjadi negara terkuat di Eropa, meskipun terus mengalami kemunduran,
terutama pada masa Peperangan Romawi-Persia dan Romawi Timur-Arab. Kekaisaran ini
direstorasi pada masa Dinasti Makedonia, bangkit sebagai kekuatan besar di Mediterania
Timur pada akhir abad ke-10, dan mampu menyaingi Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah tahun
1071, sebagian besarAsia Kecil direbut oleh Turki Seljuk. Restorasi Komnenos berhasil
memperkuat dominasi pada abad ke-12, tetapi setelah kematianAndronikos I Komnenos dan
berakhirnya Dinasti Komnenos pada akhir abad ke-12, kekaisaran kembali mengalami
kemunduran. Romawi Timur semakin terguncang pada masa Perang Salib Keempat tahun 1204,
ketika kekaisaran ini dibubarkan secara paksa dan dipisah menjadi kerajaan-kerajaan Yunani
dan Latin Bizantium yang saling berseteru.
Kekaisaran berhasil didirikan kembali di bawah pimpinan kaisar-
kaisar Palaiologos setelah pasukan Yunani Bizantium dari Nikaia berhasil merebut kembali
Konstantinopel pada 1261. Akan tetapi perang saudara pada abad ke-14, ditambah dengan
direbutnya perdagangan oleh republik-republik bahari Italia, terus melemahkan kekuatan
kekaisaran. Sisa wilayahnya dicaplok olehKesultanan Utsmaniyah dalam Peperangan Romawi
Timur-Utsmaniyah. Akhirnya, Konstantinopel berhasil direbut oleh Utsmaniyah pada tanggal 29
Mei 1453, menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur, meskipun beberapa monarki
Yunani tetap menguasai sejumlah wilayah bekas milik Kekaisaran Bizantium selama beberapa
tahun, hingga takluknya Mystras pada 1460,Trebizond pada 1461, dan Monemvasia pada 1473.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Tata nama
 2Jati diri
 3Sejarah
o 3.1Sejarah awal Kekaisaran Romawi
o 3.2Pemisahan Kekaisaran Romawi
o 3.3Resentralisasi
o 3.4Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat
o 3.5Penaklukan kembali Romawi Barat
o 3.6Menyusutnya perbatasan
 3.6.1Dinasti Heraklius
 3.6.2Dinasti Isauria hingga masa saat Basil I naik takhta
o 3.7Dinasti Makedonia dan kebangkitan
 3.7.1Peperangan melawan Muslim
 3.7.2Peperangan melawan Kekaisaran Bulgaria
 3.7.3Hubungan dengan Rus' Kiev
 3.7.4Puncak
o 3.8Krisis dan perpecahan
o 3.9Dinasti Komnenos dan Tentara Salib
 3.9.1Alexios I dan Perang Salib Pertama
 3.9.2Ioannes II, Manouel I, dan Perang Salib Kedua
 3.9.3Renaisans abad keduabelas
o 3.10Kemunduran dan disintegrasi
 3.10.1Dinasti Angeloi
 3.10.2Perang Salib Keempat
o 3.11Jatuhnya Romawi Timur
 3.11.1Kekaisaran dalam pembuangan
 3.11.2Penaklukan kembali Konstantinopel
 3.11.3Bangkitnya Utsmaniyah dan jatuhnya Konstantinopel
o 3.12Pasca runtuhnya Romawi Timur
 4Ekonomi
 5Pemerintahan
 6Diplomasi
 7Ilmu pengetahuan dan hukum
 8Bahasa
 9Budaya
o 9.1Seni dan sastra
o 9.2Agama
 10Warisan
 11Lihat pula
 12Penjelasan
 13Catatan kaki
 14Referensi
o 14.1Sumber primer
o 14.2Sumber sekunder
 15Bacaan lanjut
 16Pranala luar
o 16.1Studi, sumber, dan bibliografi Bizantium
o 16.2Lainnya

Tata nama[sunting | sunting sumber]

Romawi Kuno

Artikel ini adalah bagian dari seri:

Politik dan pemerintahan


Romawi Kuno

Periode

Kerajaan Romawi
753 SM – 509 SM
Republik Romawi
508 SM – 27 SM
Kekaisaran Romawi
27 SM seterusnya
Principatus
Dominatus
Tetrarki
Kekaisaran Barat Kekaisaran Timur

Konstitusi Romawi

Konstitusi Kerajaan Romawi


Konstitusi Republik Romawi
Konstitusi Kekaisaran Romawi
Konstitusi Kekaisaran Romawi terakhir
Sejarah konstitusi Romawi
Senat
Majelis legislatif
Hakim eksekutif

Hakim

Konsul Edilis
Pretor Tribunus
Kuestor Sensor
Promagistrat Gubernur

Hakim luar biasa

Diktator Rex
Magister ekuitum Triumviri
Tribunus konsular Desemviri

Gelar dan Penghormatan

Kaisar
Legatus Magister militum
Dux Imperator
Officium Princeps Senatus
Prefektus Pontifex Maximus
Vikarius Augustus
Vigintiseksviri Caesar
Liktor Tetrarki

Hukum dan preseden


Hukum Romawi
Imperium Kewarganegaraan Romawi
Mos maiorum Auktoritas
Kolegialitas Cursus honorum

Negara lain · Atlas

Portal politik

 lihat

 bicara

 sunting
Lihat pula: Nama bangsa Yunani
Kekaisaran ini mulai disebut "Bizantium" di Eropa Barat pada tahun 1557, ketika sejarawan
Jerman Hieronymus Wolfmenerbitkan karyanya yang berjudul Corpus Historiæ Byzantinæ.
Istilah "Bizantium" berasal dari kata "Byzantium", yaitu nama kotaKonstantinopel sebelum
menjadi ibukota Konstantinus yang Agung. Semenjak itu, nama lama ini jarang digunakan,
kecuali dalam konteks sejarah dan puisi. Selanjutnya, Byzantine du Louvre (Corpus Scriptorum
Historiæ Byzantinæ) tahun 1648 dan Historia Byzantinakarya Du Cange tahun 1680 semakin
memopulerkan istilah Bizantium di antara pengarang-pengarang Perancis,
seperti Montesquieu.[7]Istilah ini kemudian menghilang hingga pada abad ke-19 ketika orang-
orang Barat kembali menggunakannya.[8] Sebelumnya, istilahYunani-lah yang digunakan untuk
kekaisaran ini. Terkait historiografi bahasa Inggris secara khusus, kemunculan pertama
"Kekaisaran Bizantium" tampaknya adalah pada tulian tahun 1857 karya George Finlay (Sejarah
Kekaisaran Bizantium tahun 716 hingga 1057).[9]
Negeri ini dijuluki oleh penduduknya dengan nama Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Orang-
orang Romawi (Latin: Imperium Romanum, Imperium Romanorum, Yunani: Βασιλεία τῶν
Ῥωμαίων, Basileía tôn Rhōmaíōn, Αρχη τῶν Ῥωμαίων, Arche tôn Rhōmaíōn),Romania[n
2] (Latin: Romania, Yunani: Ῥωμανία, Rhōmanía), Republik Romawi (Latin: Res Publica

Romana, Yunani: Πολιτεία τῶν Ῥωμαίων, Politeίa tôn Rhōmaíōn),[11] Graikía (Yunani:
Γραικία),[12] dan juga Rhōmaís (Ῥωμαΐς).[13]
Meskipun Kekaisaran Romawi Timur memiliki ciri multietnis dalam sejarahnya,[14] serta menjaga
tradisi Romawi-Helenistik,[15] negeri ini dikenal oleh negeri-negeri barat dan utara pada masanya
dengan nama Kekaisaran Orang-orang Yunani[n 3] karena kuatnyapengaruh
Yunani.[16] Penggunaan istilah Kekaisaran Orang-orang Yunani (Latin: Imperium Graecorum) di
Barat merupakan lambang penolakan klaim Bizantium sebagai Kekaisaran Romawi.[17] Klaim
Romawi Timur terhadap pewarisan Romawi ditentang di Barat pada masa Maharani Irene dari
Athena karena pengangkatan Karel yang Agung sebagai Kaisar Romawi Suci pada tahun 800
oleh Paus Leo III, yang memandang takhta Romawi kosong (tidak ada penguasa laki-laki). Paus
dan penguasa dari Barat lebih menyukai istilahImperator Romaniæ daripada Imperator
Romanorum, gelar yang digunakan hanya untuk Karel yang Agung dan penerus-penerusnya.[18]
Sementara itu, di peradaban Persia, Islam, dan Slavia, identitas Romawi negeri ini diakui. Di
dunia Islam, Kekaisaran Romawi Timur dikenal dengan nama ‫( روم‬Rûm "Roma").[19][20]
Dalam atlas-atlas sejarah modern, kekaisaran ini biasanya dijuluki Kekaisaran Romawi
Timur pada periode antara 395 hingga 610. Pada peta-peta yang menggambarkan Kekaisaran
setelah tahun 610, istilah Kekaisaran Bizantium biasanya dipakai karena pada tahun 620
kaisar Heraklius mengganti bahasa resmi kekaisaran dari Latin ke Yunani.[21]

Jati diri[sunting | sunting sumber]


"Kekaisaran Romawi Timur bisa didefinisikan sebagai kekaisaran multi-etnis yang muncul
sebagai kekaisaran Kristen, yang kemudian segera terdiri dari kekaisaran Timur yang sudah di-
Helenisasi dan mengakhiri sejarah ribuan tahunnya, pada 1453, sebagai NegaraOrtodoks
Yunani: Sebuah kerajaan yang menjadi negara, hampir dengan arti modern kata tersebut".1
Dalam abad-abad setelah penjajahan Arab dan Langobardi pada abad ke-7, sifat multi-etnisnya
(meski bukan multi-bangsa) tetap ada meskipun bagian-bagiannya, Balkan dan Asia Kecil,
mempunyai populasi Yunani yang besar. Etnis minoritas dan komunitas besar beragama lain
(misalnya bangsa Armenia) tinggal dekat perbatasan. Rakyat Romawi Timur menganggap diri
mereka adalah seorang Ρωμαίοι (Rhomaioi - Romawi) yang telah menjadi sinonim bagi seorang
Έλλην (Hellene - Yunani), dan secara giat mengembangkan kesadaran diri sebagai negara,
sebagai penduduk Ρωμανία (Romania, yang merupakan panggilan bagi Negara Romawi Timur
dan dunianya). Hal ini secara jelas tampil dalam karya sastra pada periode tersebut,
terutamanya dalam wiracarita seperti Digenes Akrites.
Peleburan resmi negara Romawi Timur pada abad ke-15 tidak secara langsung menghancurkan
masyarakat Romawi Timur. Pada masa pendudukan Turki, orang-orang Yunani terus memanggil
diri mereka sebagai Ρωμαίοι (bangsa Romawi) dan Έλληνες (bangsa Yunani), sebuah ciri-ciri
yang tetap ada hingga awal abad ke-21 dan masih ada di Yunani modern kini, meski “Romawi”
telah menjadi nama “rakyat” daripada sinonim bangsa seperti zaman dulu.

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Sejarah Kekaisaran Romawi Timur.
Sejarah awal Kekaisaran Romawi[sunting | sunting sumber]
Pasukan Romawi ketika itu telah berhasil menguasai daerah luas yang melingkupi seluruh
wilayah Mediterania dan sebagian besarEropa Timur. Wilayah-wilayah ini terdiri dari berbagai
kelompok budaya, baik yang masih primitif maupun yang telah memiliki peradaban maju. Secara
umum, provinsi-provinsi di wilayah Mediterania timur lebih makmur dan maju karena telah
mengalami perkembangan pesat pada masa Kekaisaran Makedonia serta telah mengalami
proses hellenisasi. Sementara itu, provinsi di wilayah Barat kebanyakan hanya berupa pedesaan
yang tertinggal. Perbedaan antara kedua wilayah ini bertahan lama dan menjadi penting pada
tahun-tahun berikutnya.[22]
Pemisahan Kekaisaran Romawi[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Romawi Timur di bawah dinasti Konstantinus dan Valentinus
Pada tahun 293, Diokletianus menciptakan sistem administratif yang baru (tetrarki)[23] sebagai
institusi yang dimaksudkan untuk mengefisienkan kontrol Kekaisaran Romawi yang luas. Ia
membagi Kekaisaran menjadi dua bagian, dengan dua kaisar memerintah dari Italia dan Yunani,
masing-masing memiliki wakil-kaisar. Setelah masa kekuasaan Diokletianus
dan Maximianus berakhir, tetrarki runtuh, dan Konstantinus I menggantinya dengan prinsip
penggantian turun temurun.[24]
Resentralisasi[sunting | sunting sumber]
Konstantinus memindahkan pusat kekaisaran, dan membawa perubahan-perubahan penting
pada konstitusi sipil dan religius.[25] Pada tahun 330, ia mendirikan Konstantinopel sebagai Roma
kedua di Byzantium. Posisi kota tersebut strategis dalam perdagangan antara Timur dan Barat.
Sang kaisar memperkenalkan koin (solidus emas) yang bernilai tinggi dan stabil,[26] serta and
mengubah struktur angkatan bersenjata. Di bawah Konstantinus, kekuatan militer kekaisaran
kembali pulih. Periode kestabilan dan kesejahteraan pun dapat dinikmati.

Pembaptisan Konstantinus yang dilukis oleh murid-murid Raphael(1520–1524). Eusebius dari Caesariamencatat
bahwa (seperti yang biasa dilakukan oleh para pemeluk Kristen awal) Konstantinus
menundapembaptisan hingga saat sebelum kematiannya, seperti yang menjadi tradisi pada masa itu. [27]

Di bawah Konstantinus, Kekristenan tidak menjadi agama eksklusif negara, tetapi didukung oleh
kekaisaran, apalagi sang kaisar mendukungnya dengan hak-hak yang berlimpah. Sang kaisar
memperkenalkan prinsip bahwa kaisar tidak perlu menyelesaikan pertanyaan doktrin, tetapi perlu
memanggil dewan-dewan kegerejaan untuk tujuan itu. Sinode Arles dihimpunkan oleh
Konstantinus, danKonsili Nicea Pertama memamerkan klaimnya untuk menjadi kepala gereja.[28]
Keadaan kekaisaran tahun 395 dapat dikatakan sebagai hasil kerja Konstantinus. Prinsip dinasti
diterapkan dengan tegas sehingga kaisar yang meninggal pada masa itu, Theodosius I, dapat
mewariskan kekaisaran pada anak-anaknya: Arcadius di Barat dan Honorius di Timur.
Theodosius merupakan kaisar terakhir yang menguasai seluruh Romawi Barat dan Timur.[29]
Kekaisaran Timur terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Barat pada abad ketiga
dan keempat, karena Timur memiliki budaya urban yang lebih mapan dan sumber daya finansial
yang lebih kuat, sehingga mampu menghentikan penyerang dengan upeti dan menyewa tentara-
tentara bayaran. Theodosius II memperkuat tembok Konstantinopel, sehingga kota tersebut
aman dari serangan-serangan; tembok tersebut tidak dapat ditembus hingga tahun 1204. Untuk
mengusir orang-orang Hun yang berada di bawah pimpinanAttila, Theodosius memberi mereka
subsidi (konon 300 kg (700 lb) emas).[30] Ia juga mendukung pedagang Konstantinopel yang
berdagang dengan orang Hun dan bangsa lainnya. Peningkatan ekonomi Bizantium
memungkinkan Theodosius untuk melakukan kodifikasi hukum Romawi.

Kekaisaran Romawi Timur tahun 500 M.

Penerusnya, Marcianus, menolak melanjutkan membayar upeti ini. Beruntungnya, Attila telah
mengalihkan perhatiannya pada Kekaisaran Romawi Barat.[31] Setelah kematiannya tahun 453,
negeri Attila runtuh dan Konstantinopel membuka hubungan yang menguntungkan dengan
orang-orang Hun yang tersisa. Mereka akhirnya bertempur sebagai tentara bayaran dalam
angkatan bersenjata Romawi Timur.[32]
Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat[sunting | sunting sumber]
Setelah jatuhnya Attila, perdamaian dapat dinikmati di Romawi Timur, sementara Romawi Barat
runtuh (keruntuhannya tercatat pada tahun 476, ketika jenderal Romawi
Jermanik Odoacer menjatuhkan kaisar Romulus Augustulus).
Untuk merebut kembali Italia, kaisar Zeno hanya bisa bernegosiasi dengan Ostrogoth yang telah
menetap di Moesia. Ia mengirim raja Ostrogoth Theodoric ke Italia sebagai magister militum per
Italiam ("kepala komando untuk Italia"). Setelah berhasil menjatuhkan Odoacer pada tahun 493,
Theodoric menguasai Italia.[29]
Pada tahun 491, Anastasius I menjadi kaisar, tapi baru pada 497 pasukan kaisar yang baru
secara efektif memperhitungkanperlawanan Isauria.[33] Anastasius adalah seorang reformis
energetik dan administrator yang cakap. Anastasius menyempurnakan sistem koin Konstantinus
I dengan mengatur bobot follis perunggu, koin yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-
hari.[34] Ia juga mengubah sistem perpajakan, serta menghapuskan pajak chrysargyron yang
tidak disukai. Ketika Anastasius meninggal dunia pada tahun 518, jumlah kas negara tercatat
sebesar 320.000 lbs (145.150 kg) emas.[35]
Penaklukan kembali Romawi Barat[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Yustinianus I
Lihat pula: Romawi Timur di bawah dinasti Yustinianus

Mosaik Yustinianus I diBasilika San Vitale, Ravenna.

Yustinianus I, yang naik takhta pada tahun 527, melancarkan penaklukan kembali Romawi
Barat.[36] Pada tahun 532, putra petani Illyria itumenandatangani perjanjian
damai dengan Khosrau I dari Persia. Meskipun harus membayar upeti tahunan yang besar, front
timur Bizantium menjadi aman. Pada tahun yang sama, Yustinianus selamat dari kerusuhan
Nika di Konstantinopel, yang berakhir dengan kematian tiga puluh ribu perusuh. Kemenangan ini
memperkuat posisi Yustinianus.[37] Paus Agapetus I dikirim ke Konstantinopel oleh
raja Ostrogoth Theodahad, tetapi gagal mencapai kesepakatan perdamaian dengan Yustinianus.
Akan tetapi, ia berhasil membuat monofisitisme dicela.
Penaklukan kembali Romawi Barat dimulai pada tahun 533. Yustinianus mengirim
jenderalnya Belisarius dan 15.000 tentara untuk merebut kembali provinsi Afrika dari suku
Vandal yang telah berkuasa semenjak tahun 429.[38] Kerajaan Vandal berhasil
ditundukkan.[37] Sementara itu, di Italia Ostrogoth, raja Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534.
Ibunya, Amalasuntha, dipenjarakan dan dibunuh oleh Theodahad di pulau Martana. Yustinianus
melihatnya sebagai kesempatan untuk melakukan intervensi. Pada tahun 535, tentara Romawi
Timur dikirim ke Sisilia. Kemenangan berhasil digapai, tetapi Ostrogoth memperkuat perlawanan
mereka. Kemenangan baru benar-benar dicapai pada tahun 540, ketika Belisarius
merebut Ravenna.[39]

Wilayah Romawi Timur pada masa Yustinianus.

Pada 535–536, Theodahad mengirim Paus Agapetus I ke Konstantinopel untuk meminta


dipindahkannya pasukan Bizantium dari Sisilia, Dalmatia, dan Italia. Meskipun Agapetus gagal
dalam misinya untuk menyepakati perjanjian damai dengan Justinianus, tapi ia berhasil
mendorong Patriark Anthimus I dari Konstantinopel yang Monofisit untuk mundur, meskipun
didukung dan dilindungi oleh maharani Theodora.[40]
Sayangnya, Ostrogoth berhasil disatukan kembali di bawah pimpinan Totila dan merebut
Roma pada 17 Desember 546. Belisarius ditarik oleh Yustinianus pada awal tahun
549.[41] Kasim Narses menggantikannya pada akhir tahun 551 dengan membawa tentara
sejumlah 35.000. Totila berhasil dikalahkan dan tewas dalam Pertempuran Busta Gallorum.
Penerusnya, Teia, berhasil ditaklukan dalamPertempuran Mons Lactarius (Oktober 552).
Selanjutnya, suku Goth masih terus melawan. Suku Franka dan Alamanni pun melancarkan
invasi mereka. Meskipun begitu, perang untuk menguasai semenanjung Italia telah berakhir
dengan kemenangan Romawi Timur.[42]
Pada tahun 551, bangsawan Visigoth di Hispania, Athanagild, memohon bantuan Yustinianus
dalam pemberontakan melawan raja. Sang kaisar mengirim tentara di bawah pimpinan Liberius.
Kekaisaran Romawi Timur berhasil menguasai sepotong wilayah di pantai Spania hingga masa
kekuasaan Heraklius.[43]
Sementara itu, di timur, Peperangan Romawi-Persia berkecamuk hingga tahun 561, ketika
Yustinianus dan Khosrau menyetujui perdamaian selama 50 tahun. Pada pertengahan tahun
550, Yustinianus telah mencapai kemenangan dalam semua peperangan, dengan pengecualian
di Balkan, ketika kekaisaran terus menerus diserang oleh bangsa Slavia. Pada tahun 559,
kekaisaran diancam oleh Kutrigur dan Sklavinoi. Yustinianus memanggil Belisarius, dan begitu
bahaya telah sirna, sang kaisar mengambil alih kekuasaan sendiri. Berita bahwa Yustinianus
memperkuat armada Donaunya membuat Kutrigur cemas, sehingga mereka setuju dengan
traktat yang memberi mereka subsidi dan memperbolehkan mereka pulang dengan aman
melewati sungai Donau.[37]
Yustinianus juga terkenal karena pencapaiannya dalam bidang hukum.[44] Pada tahun 529,
komisi berjumlah sepuluh orang yang dikepalai oleh Iohannis Orientalis merevisi undang-undang
Romawi kuno. Seluruh "undang-undang Yustinianus" saat ini dikenal dengan nama Corpus Juris
Civilis.
Selama abad ke-6, budaya Yunani-Romawi masih berpengaruh kuat di Timur. Filsafat dan
budaya Kristen menjadi semakin penting dan mulai mendominasi budaya lama. Himne-himne
yang Romanus Melodus menandai pengembangan Liturgi Suci. Aristek-arsitek dan pembangun
bekerja keras untuk menyelesaikan gereja baru Kebijaksanaan Suci, Hagia Sophia yang
menggantikan gereja lama yang hancur akibat kerusuhan Nika. Selama abad keenam dan
ketujuh, kekaisaran diguncang oleh wabah pes, yang membinasakan banyak jiwa, serta
mengakibatkan kemunduran ekonomi dan pelemahan kekaisaran.[45]
Setelah Yustinianus mangkat pada tahun 565, penggantinya, Yustinus II, menolak membayar
upeti untuk Persia. Sementara itu, suku Langobardi menyerbu Italia. Pengganti
Yustinus, Tiberius II, memberi subsidi kepada suku Avar, sementara melancarkan serangan
terhadap Persia. Subsidi gagal menenangkan suku Avar. Mereka merebut
bentengSirmium tahun 582, sementara bangsa Slavia mulai menyeberangi sungai
Donau. Maurice, yang menggantikan Tiberius, turut campur dalam perang saudara Persia, serta
menempatkan Khosrau II kembali ke takhta dan menikahkan putrinya dengannya. Traktat
Maurice dengan ipar barunya membawa status quo baru di timur, dan mengurangi biaya
pertahanan selama perdamaian ini (jutaan solidi berhasil diselamatkan berkat remisi upeti untuk
Persia). Setelah kemenangannya di front timur, Maurice dapat mengalihkan perhatiannya ke
Balkan, dan pada tahun 602, ia berhasil mengusir suku Avar dan Slavia.[29]
Menyusutnya perbatasan[sunting | sunting sumber]
Dinasti Heraklius[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Romawi Timur di bawah dinasti Heraclius.
Setelah Maurice dibunuh oleh Phocas, Khosrau mencoba menaklukan provinsi Mesopotamia
Romawi.[46] Phocas, seorang pemimpin tak populer yang dideskripsikan sebagai "tiran" dalam
sumber-sumber Romawi Timur, merupakan target konspirasi-konspirasi senat. Ia dijatuhkan
pada tahun 610 oleh Heraklius.[47] Setelah Heraklius berkuasa, tentara Persia terus mendesak
hingga memasuki Asia Kecil. Mereka menduduki Damaskus dan Yerusalem, serta
memindahkan Salib Sejati ke Ctesiphon.[48] Heraklius melancarkan serangan balasan dengan ciri
perang suci. Tentara Romawi Timur berperang dengan membawa citra acheiropoietos Kristus
sebagai panji militer[49] (serupa dengan ini, ketika Konstantinopel selamat dari kepungan Avar
pda 626, kemenangan itu dianggap sebagai anugerah dari ikon Perawan yang diarak dalam
prosesi oleh Patriark Sergius di dekat dinding kota.[50]). Tentara Persia berhasil dihancurkan
dalam pertempuran di Ninewe tahun 627. Pada tahun 629, Heraklius mengembalikan Salib
Sejati ke Yerusalem dalam upacara yang penuh keagungan.[51] Perang ini melemahkan Romawi
Timur dan Sassaniyah Persia, serta membuat keduanya rentan terhadap serangan Muslim
Arab yang sedang bangkit pada masa itu.[52] Tentara Arab berhasil menghancurkan tentara
Romawi Timur dalam Pertempuran Yarmuk tahun 636, dan Ctesiphon jatuh pada tahun 634.[53]

Kekaisaran Bizantium pada 650 - pada masa ini Bizantium kehilangan seluruh provinsi selatannya
kecuali Keeksarkaan Afrika

Tentara Arab, yang telah menaklukan Suriah dan Levant, terus menerus menyerang Anatolia,
dan antara tahun 674 hingga 678 mengepung Konstantinopel. Armada Arab berhasil diusir
dengan menggunakan api Yunani dan gencatan senjata selama tiga puluh tahun disetujui antara
kekaisaran dengan Kekhalifahan Umayyah.[54] Serangan terhadap Anatolia terus berlanjut dan
mempercepat matinya budaya urban klasik. Penduduk-penduduk banyak yang membentengi
kembali wilayah-wilayah yang lebih kecil dalam benteng kota lama, atau pindah ke benteng-
benteng terdekat.[55] Besar Konstantinopel sendiri juga menyusut, dari 500.000 penduduk
menjadi hanya 40.000-70.000 saja, yang disebabkan karena Konstantinopel kehilangan sumber
gandum pada tahun 618 ketika Mesir direbut oleh Persia (provinsi ini dapat direbut kembali
tahun 629, tetapi akhirnya dikuasai oleh Arab pada tahun 642).[56]

Api Yunani digunakan pertama kali oleh angkatan bersenjata Romawi Timur selama Peperangan Romawi Timur-
Arab. (dari Madrid Skylitzes,Biblioteca Nacional de España, Madrid).

Penarikan tentara di Balkan untuk bertempur melawan Persia dan Arab di timur telah membuka
pintu bagi perluasan wilayah bangsa Slavia. Akibatnya, seperti di Anatolia, banyak kota
menyusut menjadi permukiman terbenteng yang kecil.[57] Pada tahun 670-an, bangsa
Bulgaria didesak ke selatan sungai Donau oleh bangsa Khazar. Tentara Romawi Timur yang
dikirim untuk membubarkan permukiman-permukiman baru ini dikalahkan pada tahun
680. Konstantinus IVlalu menandatangani perjanjian dengan khan Bulgaria Asparukh,
dan negara Bulgaria baru memperoleh kedaulatan atas beberapa suku-suku Slavia yang
sebelumnya mengakui kekuasaan Romawi Timur.[58] Pada tahun 687–688, kaisar Yustinianus
II memimpin ekspedisi melawan Slavia dan Bulgaria yang cukup berhasil.[59]
Kaisar Heraklius terakhir, Yustinianus II, mencoba menghancurkan kekuatan aristokrasi
perkotaan melalui perpajakan dan penunjukkan "orang luar" dalam jabatan-jabatan administratif.
Ia dijatuhkan pada tahun 695, dan berlindung ke bangsa Khazar, lalu Bulgaria. Pada tahun 705,
Yustinianus II kembali ke Konstantinopel bersama tentara khan Bulgaria, Tervel. Ia merebut
kembali takhta, dan mendirikan rezim teror bagi musuh-musuhnya. Yustinianus II dijatuhkan
kembali pada tahun 711, sehingga berakhirlah Dinasti Heraklius.[60]
Dinasti Isauria hingga masa saat Basil I naik takhta[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Romawi Timur di bawah dinasti Isauria.
Kekaisaran Romawi Timur saat Leo III naik takhta tahun 717. Wilayah bergaris merupakan daerah yang diserang
oleh bangsa Arab.

Leo III berhasil mengusir serangan Muslim tahun 718, dan menggapai kemenangan dengan
bantuan dari khan Bulgaria, Tervel, yang berhasil membunuh 32.000 pasukan Arab dengan
tentaranya. Penerusnya, Konstantinus V, mencapai kemenangan di Suriah utara, dan
melemahkan kekuatan Bulgaria.[61]
Pada tahun 826, dengan memanfaatkan melemahnya Kekaisaran akibat Pemberontakan
Thomas Orang Slav pada awal 820-an, Arab merebut Kreta dan menyerang Sisilia, tetapi pada 3
September 863, jenderal Petronas berhasil menggapai kemenangan besar dalam pertempuran
melawan Umar al-Aqta, emir Melitene. Di bawah kepemimpinan kaisar Bulgaria Krum, ancaman
Bulgaria muncul kembali, tetapi pada tahun 814, putra Krum, Omortag, berdamaidengan
Kekaisaran Romawi Timur.[62][63]

Ikonoklasme Romawi Timur pada abad ke-9.

Abad kedelapan dan kesembilan kental dengan kontroversi dan perpecahan religius
akibat ikonoklasme. Ikon-ikon dilarang oleh Leo III dan Konstantinus V, yang mengakibatkan
pemberontakan yang dilancarkan oleh ikonodul (pendukung ikon) di seluruh kekaisaran. Atas
upaya Maharani Irene, Konsili Nicea Kedua dihimpunkan tahun 787, dan menegaskan bahwa
ikon dapat dihormati tetapi tidak disembah. Pada tahun 813, Leo V menetapkan kembali
kebijakan ikonoklasme, namun Maharani Theodora memulihkan pemujaan ikon dengan
bantuan Patriark Methodios pada tahun 843.[64] Ikonoklasme memperlebar jurang perpecahan
antara Timur dan Barat, yang semakin memburuk pada masa skisma Photios, ketika Paus
Nikolas I menentang pengangkatan Photios sebagai patriark.[65]
Dinasti Makedonia dan kebangkitan[sunting | sunting sumber]
Ada upaya sadar untuk memulihkan kejayaan seperti pada masa sebelum invasi Slav dan Arab,
dan era Makedonia sering disebut sebagai "Masa Kejayaan" Bizantium.[66]
Peperangan melawan Muslim[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Perang Romawi Timur-Arab (780–1180).
Kekaisaran Romawi Timur tahun 867.

Pada tahun 867, Romawi Timur telah menstabilkan kembali posisinya di timur dan barat. Berkat
efisiensi pada struktur militer, kaisar mampu merencanakan perang penaklukan kembali di timur.
Proses penaklukan kembali dimulai dengan hasil yang tak tetap. Kreta berhasil ditaklukan untuk
sementara (843), tetapi selanjutnya tentara Romawi Timur mengalami kekalahan di Bosporus,
sementara kaisar tak mampu mencegah penaklukan Muslim di Sisilia (827–902). Dengan
menggunakan Tunisia sebagai batu loncatan, tentara Muslim menaklukan Palermo tahun
831, Messina tahun 842, Enna tahun 859, Siracusa tahun 878, Catania tahun 900, dan benteng
Romawi Timur terakhir, Taormina, tahun 902.

Keberhasilan militer pada abad kesepuluh diikuti dengan kebangkitan budaya, yang disebut Renaisans
Makedonia.

Kekurangan tersebut segera diseimbangkan melalui keberhasilan ekspedisi


terhadap Damietta di Mesir (856), dikalahkannya Emir Melitene (863), pemastian kekuasaan
kekaisaran di Dalmatia (867), dan serangan Basil I terhadap Efrat (870s). Basil I mampu
menangani situasi di Italia selatan dengan baik,[67] sehingga provinsi tersebut akan tetap berada
di tangan Romawi Timur selama 200 tahun berikutnya.[68]
Di bawah putra sekaligus penerus Mikhael, yaitu Leo VI Yang Bijak, perebutan wilayah di timur
terhadap Kekhalifahan Abbasiyah terus berlanjut. Akan tetapi, Sisilia direbut Arab pada 902, dan
pada tahun 904, bencana melanda kekaisaran ketika kota keduanya,Thessaloniki, dijarah oleh
armada Arab yang dipimpin oleh pengkhianat Romawi Timur Leo dari Tripoli. Tentara Romawi
Timur membalas dengan menghancurkan armada Arab tahun 908, serta menjarah
kota Laodicea di Suriah dua tahun kemudian. Meskipun pembalasan telah dilakukan, Romawi
Timur tak mampu mengguncang Muslim, yang telah menghancurkan tentara kekaisaran di Kreta
tahun 911.[69]
Situasi di perbatasan dengan Arab tetap cair. Varangia, yang menyerang Konstantinopel untuk
pertama kalinya pada tahun 860, menjadi tantangan baru. Pada tahun 941, mereka muncul di
pantai Bosporus bagian Asia. Kali ini mereka berhasil dihancurkan, menunjukkan menguatnya
kekuatan militer Romawi Timur setelah tahun 907, ketika hanya diplomasi yang mampu
mengusir penyerang-penyerang tersebut.
Meninggalnya tsar Bulgaria Simeon I pada 927 amat melemahkan Bulgaria sehingga Bizantium
dapat berfokus di front timur.[70] Melitene direbut secara permanen pada 934, dan pada 945
jenderal terkenal Yohanes Kourkouas meneruskan serangan ke Mesopotamia dengan beberapa
keberhasilan, yang berpuncak pada penaklukan kembali Edessa. Kemenangan ini dirayakan
dengan dikembalikannya Mandylion, relik dengan gambar yang dipercaya sebagai wajah Kristus,
yang diagungkan ke Konstantinopel.[71]
Kaisar Nikephoros II Phokas (berkuasa 963–969) dan Ioannes I Tzimiskes (969–976)
memperluas wilayah kekaisaran hingga Suriah, menundukkan emir-emir di Irak barat laut, serta
menaklukan kembali Kreta dan Siprus. Pada pemerintahan Ioannes, tentara kekaisaran sempat
mengancam Yerusalem.[72] Emirat Aleppo dan tetangga-tetangganya menjadi vassal kekaisaran.
Setelah banyak melancarkan kampanye militer, ancaman Arab terakhir bagi Romawi Timur
berhasil ditaklukan ketika Basil II dengan cepat menarik 40.000 tentara berkuda untuk
membebaskan Suriah Romawi. Dengan surplus sumber daya alam, Basil II merencanakan
ekspedisi ke Sisilia untuk merebutnya dari bangsa Arab. Setelah kematiannya tahun 1025,
ekspedisi berangkat pada tahun 1040-an, dan berhasil menggapai keberhasilan awal, tetapi
keberhasilan itu selanjutnya terhambat.
Peperangan melawan Kekaisaran Bulgaria[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Peperangan Romawi Timur-Bulgaria.

Kaisar Basil II sang Pembantai Bulgar (976–1025).

Pergumulan lama dengan Takhta Suci berlanjut; kali ini diakibatkan oleh perebutan kekuasaan
religius atas Bulgaria yang baru dikristenkan. Akibatnya, Tsar Simeon I melancarkan invasi pada
tahun 894, tetapi berhasil dihentikan melalui diplomasi Romawi Timur, yang memohon bantuan
dari bangsa Hongaria. Romawi Timur akhirnya dikalahkan dalam Pertempuran
Bulgarophygon (896) dan diharuskan membayar upeti kepada bangsa Bulgaria. Selanjutnya
(912), Simeon berhasil memaksa Romawi Timur menganugerahinya takhta basileus (kaisar)
Bulgaria dan membuat Kaisar Konstantinus VII menikahi salah satu putri Simeon. Ketika
pemberontakan di Konstantinopel menghambat upaya ini, Simeon menyerang Trakia dan
menaklukan Adrianopel.[73]
Ekspedisi kekaisaran di bawah pimpinan Leo Phocas dan Romanos Lekapenos mengalami
kekalahan besar dalam Pertempuran Acheloos (917), dan pada tahun berikutnya Bulgaria
memasuki dan merampok Yunani utara hingga sejauh Korintus. Adrianopel berhasil direbut
kembali pada tahun 923, tetapi pada tahun 924 tentara Bulgaria mengepung Konstantinopel.
Situasi di Balkan membaik setelah kematian Simeon tahun 927. Pada tahun 968, Bulgaria
diserbu oleh Rus' di bawah pimpinan Sviatoslav I dari Kiev. Tiga tahun kemudian,
Kaisar Ioannes I Tzimiskes berhasilmengalahkan bangsa Rus' dan memasukkan wilayah
Bulgaria timur ke dalam kekaisaran.
Wilayah kekaisaran di bawah pimpinan Basil II.

Perlawanan Bulgaria berkecamuk pada masa dinasti Cometopuli. Kaisar baru Basil II(berkuasa
976–1025) berupaya menundukkan bangsa Bulgaria. Ekspedisi pertama Basil mengalami
kegagalan di Gerbang Trajanus. Pada tahun-tahun berikutnya, kaisar sibuk dengan
pemberontakan internal di Anatolia, sementara Bulgaria memperluas kekuasaan mereka di
Balkan. Perang berlarut selama hampir dua puluh tahun. Kemenangan Romawi Timur
di Spercheios dan Skopje berhasil melemahkan tentara Bulgaria. Dalam kampanye militer
tahunannya, Basil terus mengurangi jumlah benteng Bulgaria. Akhirnya, dalam Pertempuran
Kleidiontahun 1014, Bulgaria berhasil dikalahkan.[74] Tentara Bulgaria ditangkap, dan konon 99
dari 100 tentara dibutakan, sementara sisanya diberi satu mata untuk memimpin teman
sebangsanya pulang. Ketika Tsar Samuil menyaksikan nasib tentaranya, ia meninggal akibat
syok. Pada tahun 1018, benteng Bulgaria terakhir telah menyerah, dan negara mereka menjadi
bagian dari Romawi Timur. Kemenangan ini merestorasi perbatasan Donau, yang tidak dikuasai
semenjak masa kaisar Heraklius.[73]
Hubungan dengan Rus' Kiev[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Perang Rus'-Romawi Timur.

Rus' Kiev di bawah tembok Konstantinopel (860).

Antara tahun 850 hingga 1100, kekaisaran membina hubungan dengan Rus' Kiev. Hubungan ini
memberikan dampak yang panjang terhadap sejarah bangsa Slav Timur, dan Romawi Timur
dengan cepat menjadi mitra budaya dan perdagangan mereka. Akan tetapi hubungan antara
kedua pihak ini tidak selalu hangat. Konflik paling serius antara kedua negara adalah perang
968–971 di Bulgaria. Serangan-serangan Rus' terhadap kota-kota Romawi Timur di pantai Laut
Hitam dan Konstantinopel juga tercatat dalam sejarah. Meskipun serangan-serangan tersebut
dapat dihalau, serangan itu berakhir dengan traktat perdagangan yang menguntungkan Rus'.
Hubungan Rus'-Romawi Timur membaik setelah pernikahan Anna
Porphyrogenita dengan Vladimir yang Agung. Berkat Kristenisasi pula, hubungan kedua negara
semakin manis. Pendeta, arsitek, dan artis Romawi Timur diundang untuk membantu pengerjaan
katedral dan gereja di Rus', sehingga pengaruh budaya Romawi Timur semakin menyebar.
Beberapa tentara Rus' menjadi tentara bayaran dalam angkatan bersenjata Romawi Timur,
dengan yang paling terkenal adalah Penjaga Varangia.
Akan tetapi, bahkan setelah Kristenisas bansga Rus', hubungan dengan Bizantium tidak selalu
baik. Konflik paling serius antara dua kekuatan ini adalah perang tahun 968–971 di Bulgaria,
namun beberapa ekspedisi penyerbuan Rus' terhadap kota-kota Bizantium di pesisir Laut Hitam
dan Konstantinopel sendiri juga pernah dilakukan. Meskipun sebagian besarnya berhasil dihalau,
ekspedisi-ekspedisi itu seringkali diselesaikan dengan perjanjian damai yang biasanya lebih
menguntungkan bangsa Rus', misalnya perjanjian pada akhir perang tahun 1043, yang mana
ketika itu Rus' menunjukkan indikasi adanya ambisi untuk bersaing dengan Bizantium sebagai
kekuatan yang mandiri.[75]
Puncak[sunting | sunting sumber]

Mural Santo Kiril dan Methodius, abad ke-19, Biara Troyan, Bulgaria.

Kekaisaran Romawi Timur membentang dari Armenia di timur hingga Calabria di


barat.[73] Banyak keberhasilan telah digapai, dari penaklukan Bulgaria, aneksasi
wilayah Georgia dan Armenia, hingga pemusnahan penyerang Mesir di luar Antiokhia.
Kemenangan-kemenangan tersebut masih belum cukup; Basil mempertimbangkan untuk
mengusir pendudukan Arab di Sisilia. Ia berencana menaklukan kembali pulau tersebut, tetapi
kematian terlebih dahulu menuntut nyawanya tahun 1025.[73]
Leo VI mereformasi administrasi Kekaisaran, mengatur ulang perbatasan subdivisi administratif
(Themata, atau "Thema") dan merapikan sistem pangkat serta hak istimewa, serta mengatur
tindakan beragam serikat dagang di Konstantinopel. Reformasi Leo berperan besar dalam
mengurangi bahaya perpecahan Kekaisaran.[76]
Periode ini juga meliputi peristiwa keagamaan yang penting. Kiril dan Methodius, dua bersaudara
Yunani Bizantium dari Thessaloniki, berperan besar dalam Kristenisasi bangsa Slav.[77]
Krisis dan perpecahan[sunting | sunting sumber]
Romawi Timur segera terperosok dalam periode kesulitan, terutama diakibatkan oleh kerusakan
sistem dan pengabaian militer. Nikephoros II(963–969), Ioannes Tzimiskes dan Basil
II mengubah divisi militer (τάγματα, tagmata) dari angkatan bersenjata penduduk yang defensif
menjadi tentara profesional yang banyak diisi oleh tentara bayaran. Akan tetapi, biaya yang
harus dikeluarkan untuk menyewa tentara bayaran tidaklah sedikit. Sementara itu, ancaman
invasi terus sirna pada abad kesepuluh, dan begitu pula kebutuhan garnisun dan perbentengan
yang mahal.[78] Basil II mewarisi kas yang berkembang pada penerus-penerusnya, tapi lupa
untuk merencanakan penerusnya. Tidak ada satupun penerusnya yang memiliki bakat politik
atau militer, sehingga pemerintahan kekaisaran jatuh ke tangan pegawai negeri. Usaha untuk
memulihkan ekonomi Romawi Timur hanya mengakibatkan inflasi dan menurunnya nilai koin
emas. Angkatan bersenjata lalu dipandang sebagai kebutuhan yang tak penting dan ancaman
politik. Maka dari itu, tentara asli dipecat dan digantikan oleh tentara bayaran asing.[79]

Penaklukan Edessa di Suriah (1031) oleh Bizantium yang dipimpin olehGeorge Maniakes, serta serangan
balasan Arab

Pada masa yang sama, kekaisaran menghadapi musuh baru yang ambisius. Provinsi-provinsi
Romawi Timur di Italia selatan diancam oleh bangsa Norman, yang datang ke Italia pada awal
abad kesebelas. Selama periode perselisihan antara Konstantinopel dengan Roma yang
berakhir dengan Skisma Timur-Barat tahun 1054, suku Norman mulai menyerbu Italia
Bizantium.[80] Bari, pertahanan utama Bizantium di Apulia, dikepung pada Agustus 1068
dan ditaklukan pada April 1071.[81] Romawi Timur juga kehilangan pengaruh mereka atas kota-
kota pantai di Dalmatia karena direbut Peter Krešimir IV dari Kroasia tahun 1069.[82]
Di Asia Kecil-lah bencana terbesar akan terjadi. Turki Seljuq melancarkan eksplorasi pertama
mereka melintasi perbatasan Romawi Timur ke Armenia pada tahun 1065 dan 1067.
Kedaruratan dibebankan pada aristokrasi militer di Anatolia yang pada tahun 1068
mengamankan pemilihan salah satu dari mereka sendiri, Romanos Diogenes, sebagai kaisar.
Pada musim panas tahun 1071, Romanos melancarkan kampanye militer besar terhadap Seljuk.
Pada Pertempuran Manzikert, Romanos tidak hanya menderita kekalahan di tangan Sultan Alp
Arslan, tetapi juga ditangkap. Alp Arslan memperlakukannya dengan hormat, dan tidak
mengenakan syarat-syarat keras pada Romawi Timur.[79] Sementara itu, di Konstantinopel,
kudeta yang mendukung Michael Doukas berlangsung. Pada tahun 1081, Seljuk memperluas
kekuasaan mereka di Anatolia. Wilayah mereka membentang dari Armenia di timur
hingga Bithynia di barat. Ibukota Seljuk didirikan di Nicea, yang hanya terletak sejauh 55 mil
(88 km) dari Konstantinopel.[83]
Dinasti Komnenos dan Tentara Salib[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Restorasi Komnenos
Alexios I dan Perang Salib Pertama[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Perang Salib Pertama

Kekaisaran Romawi Timur dan Kesultanan Rûm sebelum Perang Salib.

Setelah pertempuran Manzikert, berkat usaha dinasti Komnenos, pemulihan berhasil


dilakukan.[84] Kaisar pertama dinasti ini adalah Isaakius I (1057–1059), dan yang kedua
adalah Alexios I. Pada masa kekuasaannya, Alexios menghadai serangan Norman yang
dipimpin oleh Robert Guiscard dan putranya Bohemund dari Taranto. Mereka
merebut Dyrrhachium dan Corfu, serta mengepung Larissa di Thessaly. Kematian Robert
Guiscard pada tahun 1085 meringankan masalah Norman untuk sementara. Sementara itu,
Alexios berhasil mengalahkan Pecheneg dalamPertempuran Levounion pada tanggal 28 April
1091.[29]
Potret Kaisar Alexios I.

Selepas mencapai kestabilan di Barat, Alexios dapat mengalihkan perhatiannya terhadap


kesulitan ekonomi dan disintegrasi pertahanan lama kekaisaran.[85] Ia ingin merebut kembali
wilayah yang lepas di Asia Kecil dan menghancurkan Seljuk, tetapi tidak mempunyai cukup
tentara. Pada Konsili Piacenza tahun 1095, utusan Alexios berbicara kepada Paus Urbanus
IImengenai penderitaan orang Kristen di Timur, dan menekankan bahwa tanpa bantuan dari
Barat, mereka akan terus menderita akibat kekuasaan Muslim. Urban memandang permohonan
Alexios sebagai kesempatan untuk memperkokoh Eropa Barat dan memperkuat kekuasaan
kepausan.[86] Pada 27 November 1095, Paus Urbanus II menggelar Konsili Clermont dan
menyerukan kepada semua yang hadir untuk mengangkat senjata di bawah tanda Salib dan
melancarkan perang suci untuk merebut kembali Yerusalem dan Timur dari tangan Muslim.[29]
Alexios telah menantikan bantuan dalam bentuk tentara bayaran dari Barat, tetapi sama sekali
tidak siap untuk menghadapi kekuatan besar yang akan melewati wilayah Romawi Timur.
Alexios merasa tidak nyaman karena empat dari delapan pemimpin tentara salib utama adalah
orang Norman, salah satunya Bohemund. Tentara Salib harus melewati Konstantinopel.
Untungnya, kaisar berhasil menanganinya. Ia mengharuskan pemimpin-pemimpin perang salib
bersumpah agar dalam perjalanan mereka menuju Tanah Suci, mereka harus menyerahkan
wilayah atau kota yang mereka taklukan dari Turki kepada Romawi Timur. Sebagai gantinya,
Alexios akan memberi mereka panduan, persediaan makanan, dan pengawalan militer.[87] Berkat
sumpah itu, Alexios berhasil menguasai kembali kota-kota dan pulau-pulau penting, dan bahkan
sebagian besar Asia Kecil barat. Sayangnya, tentara salib meyakini sumpah mereka sudah tidak
berlaku ketika Alexios tidak membantu mereka dalam pengepungan Antiokhia (ia sebenarnya
telah mempersiapkan jalan menuju Antiokhia, tetapi Stephen dari Blois meyakinkannya untuk
mundur. Stephen meyakinkannya bahwa ekspedisi telah gagal).[88] Bohemund, yang
menetapkan dirinya sebagai Pangeran Antiokhia, sempat berperang melawan Romawi Timur,
tetapi akhirnya setuju untuk menjadi vassal Romawi Timur dalam Traktat Devol tahun 1108.
Berkat traktat tersebut, ancaman Norman berhasil dipadamkan.[89]
Ioannes II, Manouel I, dan Perang Salib Kedua[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Yohanes II Komnenos dan Manuel I Komnenos
Manuskrip yang menggambarkandirebutnya Yerusalem selama Perang Salib Pertama.

Putra Alexios, Ioannes II Komnenos, menggantikannya tahun 1118, dan berkuasa hingga tahun
1143. Ioannes adalah seorang kaisar yang soleh dan berdedikasi, yang ingin memperbaiki
kerusakan yang disebabkan oleh Pertempuran Manzikert.[90] Ia terkenal akan kesalehannya dan
masa kekuasaannya yang lembut dan adil. Ioannes adalah contoh pemimpin bermoral, pada
masa ketika kekejaman merupakan norma.[91] Maka, ia dijuluki sebagai Marcus
Aurelius Bizantium.
Pada masa kekuasaannya, Ioannes bersekutu dengan Kekaisaran Romawi Suci di Barat,
mengalahkan Pecheneg dalam Pertempuran Beroia,[92] serta memimpin kampanye militer
terhadap Bangsa Turk di Asia Kecil. Kampanye militer Ioannes mengubah keseimbangan
kekuatan di timur, memaksa Turki mengambil posisi defensif, serta merebut kembali kota-kota
Romawi Timur di Anatolia.[93] Ia juga berhasil mengusir serangan Hongaria dan Serbia pada
tahun 1120-an. Pada tahun 1130, Ioannes bersekutu dengan kaisar Jerman Lothair III. Mereka
bersama-sama berperang melawan raja Norman, Roger II dari Sisilia.[94]
Pada masa akhir kekuasaannya, Ioannes memusatkan kegiatannya di Timur. Ia mengalahkan
emirat Danishmend, menaklukan kembali seluruh Cilicia, dan memaksa Raymond dari
Poitiers, Pangeran Antiokhia, untuk mengakui kekuasaan Romawi Timur. Dalam upaya untuk
menunjukkan peran Romawi Timur sebagai pemimpin dalam dunia Kristen, Ioannes maju
ke Tanah Suci. Harapannya pupus karena pengkhianatan sekutu tentara salibnya.[95] Pada tahun
1142, Ioannes kembali menekankan klaimnya terhadap Antiokhia, tetapi ia wafat pada tahun
1143 akibat insiden berburu. Raymond memberanikan diri menyerang Cilicia, tetapi gagal dan
terpaksa pergi ke Konstantinopel untuk memohon belas kasihan kaisar yang baru.[96]

Kekaisaran Romawi Timur (warna ungu) tahun 1180, pada akhir periode Komnenos.

Manouel I Komnenos, putra keempat Ioannes, terpilih sebagai penerus takhta kekaisaran. Ia
melancarkan kampanye militer terhadap tetangga-tetangganya di barat dan timur. Di Palestina,
ia bersekutu dengan Kerajaan Yerusalem, dan mengirim armada besar untuk ikut serta dalam
invasi ke Mesir Fatimiyyah. Manouel memperkuat posisinya sebagai maharaja negara-negara
Tentara Salib. Hegemoninya terhadap Antiokhia dan Yerusalem dipastikan melalui persetujuan
dengan Raynald, Pangeran Antiokhia, dan Amalric, Raja Yerusalem.[97]
Dalam upaya untuk merestorasi kekuasaan Romawi Timur di pelabuhan-pelabuhan Italia
Selatan, Manouel mengirim ekspedisi ke Italia tahun 1155, tetapi sengketa dengan koalisi
mengakibatkan kegagalan kampanye militer ini. Meskipun begitu, angkatan bersenjata Manouel
berhasil menyerbu Kerajaan Hongaria tahun 1167. Tentara Hongaria dapat dikalahkan
dalamPertempuran Sirmium. Pada tahun 1168, hampir seluruh pantai Adriatik timur berada di
tangan Manouel.[98] Manouel lalu bersekutu dengan Paus dan kerajaan-kerajaan Kristen Barat.
Pada masa Perang Salib Kedua, tentara salib harus melewati wilayah Romawi Timur untuk
mencapai tanah suci. Manouel membiarkan mereka lewat, dan memastikan tentara salib tidak
menyebabkan kekacauan.[99]
Di timur, Manouel mengalami kekalahan dalam Pertempuran Myriokephalon tahun 1176. Akan
tetapi, kekalahan itu segera diperbaiki. Pada tahun berikutnya, Manouel berhasil mengalahkan
tentara Turki.[100] Komandan Romawi Timur Ioannes Vatatzes, yang menghancurkan penyerang
Turki dalam Pertempuran Hyelion dan Leimocheir, tidak hanya membawa pasukan dari ibukota,
tetapi juga berhasil mengumpulkan tentara dalam perjalanan. Hal ini merupakan tanda bahwa
tentara Romawi Timur tetap kuat dan program pertahanan di Asia Kecil barat masih berhasil.[101]

Manouel I Komnenos.

Renaisans abad keduabelas[sunting | sunting sumber]


Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Peradaban Romawi Timur pada abad ke-12.
Lihat pula: Pasukan Komnenos

'Ratapan Kristus' (1164), sebuah fresko dari gereja Santo Panteleimon di Nerezi di dekat Skopje. Lukisan ini
dianggap sebagai contoh terbaik dari seni Komnenos abad ke-12

Ioannes dan Manouel menerapkan kebijakan militer aktif, dan memanfaatkan sumber daya yang
ada untuk pertahanan kota atau pengepungan. Kebijakan perbentengan agresif merupakan
jatung kebijakan militer mereka.[102] Meskipun mengalami kekalahan di Myriokephalon, kebijakan
Alexios, Ioannes, dan Manouel, berhasil memperluas wilayah kekaisaran, mencapai kestabilan
perbatasan di Asia Kecil, serta mengamankan perbatasan Eropa kekaisaran. Dari tahun 1081
hingga 1180, angkatan bersenjata Komnenos menjamin keamanan Romawi Timur, sehingga
peradaban Romawi Timur memiliki kesempatan untuk berkembang.[103]
Provinsi-provinsi Barat mampu menggapai kebangkitan ekonomi. Selama abad keduabelas,
jumlah penduduk dan tanah pertanian meningkat. Bukti arkeologi dari Eropa dan Asia Kecil
menunjukkan perbesaran permukiman kota. Pada masa ini, perdagangan juga berkembang.[104]
Dalam bidang artistik, muncul kebangkitan dalam bidang mosaik. Sekolah-sekolah arsitektur
regional mulai memproduksi banyak gaya baru yang berasal dari berbagai pengaruh
budaya.[105] Selama abad keduabelas, model humanisme awal muncul sebagai renaisans
ketertarikan terhadap penulis-penulis klasik.[106] Melalui Eustathios dari Thessalonika,
humanisme Bizantium menemukan kembali ekspresi khasnya.[106] Dalam filsafat, ada
kebangkitan pembelajaran klasik yang sudah terabaikan sejak abad ke-7, dicirikan dengan
peningkatan signifikan dalam penerbitan ulasan karya-karya klasik.[107] Selain itu, selama periode
Komnenos terjadi penyebaran pertama pengetahuan Yunani klasik ke barat.[108]
Kemunduran dan disintegrasi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kemunduran Kekaisaran Romawi Timur
Dinasti Angeloi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kekaisaran Romawi Timur di bawah dinasti Angelos
Manouel wafat pada tanggal 24 September 1180. Ia digantikan oleh putranya yang masih
berusia sebelas tahun, Alexios II Komnenos. Alexios II sangat tidak kompeten. Pemerintahannya
kurang disukai karena latar belakang Franka ibunya, Maria dari
Antiokhia.[109] Akhirnya, Andronikos I Komnenos, cucu Alexios I, mengobarkan pemberontakan
melawan saudaranya dan berhasil menjatuhkannya dalam kudeta. Ia melangsungkan pawai di
Konstantinopel pada Agustus 1182 dengan memanfaatkan kepopulerannya di angkatan
bersenjata. Selanjutnya Andronikos menggalakkan pembantaian orang-orang Latin.[110] Setelah
menghabisi musuh-musuhnya, ia menyatakan dirinya sebagai kaisar pada September 1183.
Andronikos mencabut nyawa Alexios II dan merampas istri Alexios yang berusia 12
tahun, Agnes dari Perancis.[110]
Andronikos memulai pemerintahannya dengan baik. Reformasi pemerintahan yang
dilancarkannya dipuji oleh sejarawan-sejarawan. Menurut George Ostrogorsky, Andronikos
berdedikasi untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Di bawah kekuasaannya,
penjualan jabatan dihentikan. Pemilihan pejabat didasarkan pada jasa, bukan karena pilih kasih.
Pejabat-pejabat diberi upah yang layak sehingga praktik suap dapat dikurangi.[111] Aristokrat-
aristokrat merasa geram dengannya. Sementara itu, perilaku Andronikos juga dipandang kurang
baik. Penghukuman mati dan kekerasan kerap terjadi, sehingga masa kekuasaannya menjadi
rezim teror.[112] Andronikos berupaya menghabisi aristokrasi. Perjuangan melawan aristokrasi
berubah menjadi pembantaian, sementara kaisar melancarkan tindakan yang lebih kejam untuk
menopang rezimnya.[111]

Ilustrasi kematian Andronikos.


Meskipun mempunyai latar belakang militer, Andronikos tak mampu melawan Isaakius
Komnenos dari Siprus, Béla III dari Hongariayang mencaplok wilayah-wilayah Kroasia,
dan Stefan Nemanja dari Serbia yang menyatakan kemerdekaan dari Romawi Timur. Keadaan
semakin memburuk ketika William II dari Sisilia menyerang Romawi Timur dengan angkatan
perang sejumlah 300 kapal dan 80.000 tentara pada tahun 1185.[113] Andronikos memobilisasi
armada kecil yang berjumlah 100 kapal untuk melindungi ibukota. Penyerang-penyerang ini baru
dapat diusir pada masa kekuasaan kaisar berikutnya, Isaakius Angelos.
Atas dukungan rakyat, Andronikos akhirnya dijatuhkan oleh Isaakius Angelos.[114] Kaisar yang
telah dijatuhkan berusaha melarikan diri bersama istrinya, tetapi ditangkap. Isaakius
menyerahkannya kepada massa selama tiga hari. Setelah beragam macam penyiksaan,
Andronikos akhirnya tewas pada 12 September 1185. Ia adalah anggota Dinasti Komnenos
terakhir yang menguasai Konstantinopel. Isaakius Angelos dari Dinasti Angeloi
menggantikannya sebagai kaisar.
Pada masa kekuasaan Isaakius II, dan juga penerusnya Alexios III Angelos, pemerintahan dan
pertahanan Romawi Timur mulai runtuh. Meskipun Norman berhasil diusir dari Yunani, pada
tahun 1186 Vlach dan Bulgar melancarkan pemberontakan yang berujung kepada
berdirinya Kekaisaran Bulgaria Kedua. Kebijakan dalam negeri Angeloi berciri pemborosan harta
publik dan maladministrasi fiskal. Pemerintahan Romawi Timur terus melemah, dan kekosongan
kekuasaan yang tumbuh di kekaisaran memicu perpecahan. Salah satu buktinya adalah saat
beberapa penerus Komnenos mendirikan negara semi-independen di Trebizond sebelum tahun
1204.[115]Menurut Alexander Vasiliev, "dinasti Angeloi mempercepat keruntuhan kekaisaran."[116]
Perang Salib Keempat[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Perang Salib Keempat.
Informasi lebih lanjut: Pengepungan Konstantinopel (1203) dan Pengepungan Konstantinopel
(1204)

Tentara Salib Memasuki Konstantinopel, karya Eugène Delacroix (1840).

Pada tahun 1198, Paus Innosensius III memulai pembicaraan mengenai perang salib baru
melalui legatus dan surat-surat ensiklik.[117]Tujuan perang salib tersebut adalah untuk
menaklukkan Mesir, yang merupakan pusat kekuatan Muslim di Levant. Tentara Salib yang tiba
di Venesia pada musim panas 1202 jumlahnya lebih kecil daripada yang dinanti. Mereka juga
tidak mempunyai dana yang cukup untuk menyewa armada Venesia. Sebagai ganti
pembayaran, Tentara Salib setuju untuk membantu merebut pelabuhan
(Kristen) Zara diDalmatia (kota vassal Venesia, tetapi memberontak dan dilindungi oleh Hongaria
tahun 1186).[118] Zara berhasil direbut pada November 1202 setelah pengepungan
singkat.[119] Innosensius, yang telah diberitahu mengenai rencana tersebut tetapi
penentangannya diabaikan, tidak ingin membahayakan rencana Perang Salib, sehingga ia
memberikan pengampunyan bersyarat kepada Tentara Salib, tetapi Venesia tidak
mendapatkannya.[120]
Peta yang menunjukkan pembagian Kekaisaran Romawi Timur setelah Perang Salib Keempat.

Setelah Theobald III wafat, kepemimpinan Tentara Salib berganti tangan ke Bonifacius dari
Montferrat, teman Philip dari Swabia. Baik Boniface maupun Philip telah menikah dengan
anggota keluarga kekaisaran Romawi Timur. Ipar Philip, Alexios Angelos (putra dari
KaisarIsaakius II Angelos, yang telah dijatuhkan dan dibutakan), memohon bantuan ke Eropa
dan telah berhubungan dengan Tentara Salib. Alexios menawarkan penyatuan kembali gereja
Romawi Timur dengan Roma, pembayaran 200.000 mark perak, dan bantuan-bantuan
lainnya.[121] Innosensius mengetahui rencana untuk mengalihkan Perang Salib ke Konstantinopel
dan melarang serangan terhadap kota tersebut, tetapi surat paus baru tiba setelah armada telah
meninggalkan Zara.
Tentara Salib tiba di Konstantinopel pada musim panas tahun 1203. Alexios III melarikan diri dari
ibukota. Alexios Angelos naik takhta sebagai Alexios IV bersama dengan ayahnya yang buta,
Isaakius. Sayangnya, Alexios IV dan Isaakius II tak mampu menepati janji mereka dan
dijatuhkan oleh Alexios V. Tentara Salib lalu merebut Konstantinopel pada 13 April 1204.
Konstantinopel kemudian dijarah selama tiga hari. Banyak ikon, relik, dan objek-objek lainnya di
Konstantinopel, diangkut ke Eropa Barat. Menurut Choniates,prostitusi didirikan di takhta
patriark.[122] Saat Innosensius III mendengar perilaku Tentara Salib, ia hendak menghukum
mereka, tetapi situasi sudah di luar kendali, terutama setelah legatusnya, yang atas inisiatifnya
sendiri, membebaskan Tentara Salib dari tugas mereka untuk menaklukkan Tanah
Suci.[73][120] Ketika pemerintahan telah direstorasi, Tentara Salib dan Venesia menetapkan
persetujuan mereka: Baldwin dari Flandria dipilih sebagai kaisar dan Thomas Morosini dari
Venesia ditunjuk sebagai patriark. Maka berdirilah Kekaisaran Latin di Konstantinopel.
Sementara itu, pengungsi-pengungsi Romawi Timur mendirikan negara mereka sendiri, dengan
yang paling penting adalahKekaisaran Nicea, Kekaisaran Trebizond, dan Kedespotan Epirus.[120]
Jatuhnya Romawi Timur[sunting | sunting sumber]
Kekaisaran dalam pembuangan[sunting | sunting sumber]
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Latinokratia.
Setelah Tentara Salib menjarah Konstantinopel tahun 1204, dua negara Romawi Timur
berdiri: Kekaisaran Nicea dan Kedespotan Epirus. Negara ketiga, Kekaisaran Trebizond,
didirikan oleh Alexios I dari Trebizond beberapa minggu sebelum penjarahan Konstantinopel. Di
antara tiga negara ini, Epirus dan Nicea merupakan negara yang paling mungkin merebut
kembali Konstantinopel. Kekaisaran Nicea terus berjuang untuk tetap bertahan, dan pada
pertengahan abad ke-13 telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Anatolia
selatan.[123] Melemahnya Kesultanan Rûm akibat serangan bangsa Mongol tahun 1242–
43 memungkinkan para beylik dan ghazi untuk mendirikan kepangeranan mereka sendiri di
Anatolia, sehingga melemahkan kekuasaan Romawi Timur di Asia Kecil.[124] Akan tetapi, invasi
Mongol juga memberi waktu bagi Nicea untuk mengalihkan perhatian pada Kekaisaran Latin.
Penaklukan kembali Konstantinopel[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Romawi Timur di bawah dinasti Palaiologos
Kekaisaran Romawi Timur tahun 1263.

Kekaisaran Nicea, didirikan oleh dinasti Laskarid, berhasil merebut kembali Konstantinopel dari
Latin tahun 1261. Selanjutnya, mereka juga berhasil mengalahkan Epirus. Maka Romawi Timur
berhasil direstorasi di bawah pimpinanMichael VIII Palaiologos. Akan tetapi, kekaisaran yang
terkoyak akibat perang kini rentan terhadap musuh-musuh disekitarnya. Untuk memperkuat
tentaranya dalam peperangan melawan Kekaisaran Latin, Michael menarik pasukan dari Asia
Kecil, dan memungut pajak yang tinggi dari petani, mengakibatkan kebencian.[125] Proyek
pembangunan besar-besaran dilancarkan di Konstantinopel untuk memperbaiki kerusakan
akibat Perang Salib Keempat, tetapi tidak satupun dari usaha ini menguntungkan petani di Asia
Kecil, yang menderita akibat serangan ghazi-ghazi.
Michael memilih untuk memperluas wilayah kekaisaran daripada menjaga jajahannya di Asia
Kecil. Untuk mencegah penjarahan lain, ia memaksa gereja tunduk kepada Roma, yang menjadi
solusi sementara.[126] Selanjutnya, KaisarAndronikos II, lalu cucunya Kaisar Andronikos III,
berupaya membangkitkan kembali kekaisaran, namun tentara bayaran yang disewa Andronikos
II dari Magnas Societas Catalanorum seringkali menjadi bumerang.[127]
Bangkitnya Utsmaniyah dan jatuhnya Konstantinopel[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Peperangan Romawi Timur-Utsmaniyah dan Kejatuhan
Konstantinopel

Pengepungan Konstantinopel tahun 1453.

Situasi semakin memburuk setelah Andronikos III wafat. Perang saudara selama enam
tahun berkecamuk di kekaisaran, membuat penguasa Serbia Stefan IV Dushan (berkuasa 1331–
1346) mampu menguasai sebagian besar sisa wilayah kekaisaran dan mendirikan "Kekaisaran
Serbia" yang berumur pendek. Gempa bumi di Gallipoli tahun 1354 menghancurkan
perbentengan, sehingga Utsmaniyah (yang disewa sebagai tentara bayaran selama perang
saudara oleh Ioannes VI Kantakouzenos) dapat memperkuat posisinya di Eropa.[128] Saat perang
saudara telah berakhir, Utsmaniyah telah mengalahkan Serbia dan menundukkan mereka
sebagai vassal. Setelah Pertempuran Kosovo, sebagian besar Balkan telah didominasi oleh
Utsmaniyah.[129]

Mediterania Timur sebelum jatuhnya Konstantinopel.

Kaisar memohon bantuan dari barat, tetapi paus hanya akan mengirim bantuan jika Gereja
Ortodoks Timur mau bersatu kembali dengan Takhta Suci. Penyatuan gereja telah
dipertimbangkan, dan kadang-kadang dilakukan melalui dekret kekaisaran, tetapi penduduk dan
klerus Ortodoks membenci otoritas Roma danRitus Latin.[130] Beberapa tentara Barat datang dan
memperkuat pertahanan Konstantinopel, namun kebanyakan penguasa Barat, yang sibuk
dengan urusannya masing-masing, tidak melakukan apapun saat Utsmaniyah mencaplok satu
per satu sisa wilayah Romawi Timur.[131]
Pada tanggal 2 April 1453, Sultan Mehmed II dengan tentara berjumlah 80.000 mengepung
Konstantinopel.[132] Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan Utsmaniyah pada tanggal 29 Mei
1453. Kaisar Romawi Timur terakhir, Konstantinus XI Palaiologos, terlihat melepas tanda
kebesarannya dan melibatkan dirinya dalam pertempuran setelah tembok kota direbut.[133]
Pasca runtuhnya Romawi Timur[sunting | sunting sumber]
Setelah Konstantinopel jatuh, satu-satunya wilayah Kekaisaran Bizantium yang masih tersisa
adalah Kedespotan Morea (Peloponnesos), yang dikuasai oleh Kaisar terakhir, Thomas
Palaiologos dan Demetrios Palaiologos. Kedespotan ini terus bertahan sebagai negara merdeka
dengan membayar upeti tahunan kepada Utsmaniyah. Pemerintahan yang tak kompeten,
ketidakmampuan membayar upeti, dan pemberontakan melawan Utsmaniyah akhirnya membuat
Mehmed II menginvasi Morea pada 1460. Demetrios meminta Utsmaniyah untuk menginvasi dan
mengusir Thomas, hingga akhirnya Thomas melarikan diri. Utsmaniyah bergerak menyusuri
Morea dan bisa dibilang berhasil menaklukan seluruh Morea pada musim panas. Demetrios
mengira bahwa ia akan dijadikan penguasa Morea, namun wilayah ini kemudian dijadikan bagian
dari Utsmaniyah.
Beberapa pertahanan terakhir mampu bertahan selama beberapa waktu.
Pulau Monemvasia menolak menyerah dan awalnya diperintah oleh seorang bajak laut Katala.
Ketika penduduknya mengusirnya, mereka memperoleh persetujuan Thomas untuk
menempatkan mereka di bawah perlindungan Paus sebelum akhir 1460. Semenanjung Mani, di
ujung selatan Morea, melakukan perlawanan bawah koalisi longgar para klan lokal dan
kemudian wilayah itu dikuasai oleh Venesia. Pertahanan terakhir adalah Salmeniko, di barat laut
Morea. Graitzas Palaiologos adalah komandan militer di sana, ditempatkan di Kastil Salmeniko.
Ketika kota itu akhirnya menyerah, Graitzas dan garnisunnya serta beberapa penduduk kota
bertahan di kastil hingga Juli 1461, ketika akhirnya mereka melarikan diri dan tiba di wilayah
Venesia.[134]
Mehmed II menaklukkan negara-negara kecil di Mistra, Yunani, pada tahun 1460,
dan Trebizond pada tahun 1461. Pada akhir abad ke-15, Kesultanan Utsmaniyah telah
menguasai Asia Kecil dan sebagian Balkan. Ia dan para penerusnya terus menganggap diri
mereka sebagai pewaris Kekaisaran Romawi hingga runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah pada
awal abad ke-20. Mereka beranggapan bahwa mereka hanya mengubah basis keagamaan di
Bizantium seperti yang dahulu dilakukan oleh Constantinus. Sementara itu, Kepangeranan-
kepangeranan Donau menerima pengungsi-pengsungsi Ortodoks dan bangsawan-bangsawan
Romawi Timur.
Keponakan kaisar terakhir, Andreas Palaiologos, mewarisi gelar Kaisar Romawi Timur dan
menggunakannya dari tahun 1465 hingga kematiannya tahun 1503.[18] Selanjutnya, peran kaisar
sebagai pelindung Ortodoks Timur diklaim oleh Ivan III, Adipati Agung Mokswa. Ia telah menikahi
saudara Andreas, Sophia Paleologue. Cucunya, Ivan IV, akan menjadi Tsar Rusia yang pertama
(tsar, atau czar, berarti caesar, adalah istilah yang dahulu digunakan bangsa Slavia untuk Kaisar
Romawi Timur). Penerus-penerus mereka mendukung gagasan bahwa Moskwa adalah penerus
Roma dan Konstantinopel. Gagasan bahwa Kekaisaran Rusia adalah Roma Ketiga tetap hidup
hingga meletusnya Revolusi Rusia tahun 1917.[135]

Ekonomi[sunting | sunting sumber]

Kebudayaan Bizantium

 Seni

 Arsitektur
 Taman

 Sastra
 Musik
 Aristokrasi &
Birokrasi

 Diplomasi
 Ekonomi

 Hukum
 Angkatan darat
 Angkatan laut
 Kalender

 Koin
 Masakan

 Tarian
 Pakaian
 Kedokteran
 Ilmu pengetahuan

 L

 B

 S

Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Ekonomi Romawi Timur.
Ekonomi Romawi Timur merupakan salah satu yang paling maju di Eropa
dan Mediterania selama berabad-abad. Eropa tak mampu menandingi kekuatan ekonomi
Romawi Timur hingga akhir abad pertengahan. Konstantinopel merupakan pusat utama dalam
jaringan perdagangan yang meliputi hampir seluruh Eurasia dan Afrika Utara. Kota tersebut juga
menjadi salah satu kota utama dalam jalur sutra. Beberapa ahli menyatakan bahwa, hingga
datangnya bangsa Arab pada abad ketujuh, ekonomi Romawi Timur merupakan yang terkuat di
dunia. Penaklukan Arab menyebabkan terjadinya kemunduran dan stagnansi. Reformasi
Konstantinus V (765) menandai mulainya pemulihan ekonomi yang berlangsung hingga tahun
1204. Dari abad kesepuluh hingga akhir abad keduabelas, Kekaisaran Romawi Timur
memproyeksikan citra mewah, dan pengelana kagum dengan kekayaan di Konstantinopel.
Semuanya berubah pada masa Perang Salib Keempat, yang membawa bencana
ekonomi.[136] Palaiologos mencoba memulihkan ekonomi, tetapi negara Romawi Timur akhir
tidak akan memperoleh kuasa penuh atas kekuatan ekonomi domestik dan asing. Pelan-pelan,
Romawi Timur juga kehilangan pengaruhnya dalam modalitas perdagangan dan mekanisme
harga, dan juga kuasa atas aliran logam-logam berharga, dan bahkan, menurut beberapa ahli,
terhadap pencetakan koin-koin.[137]
Salah satu fondasi ekonomi kekaisaran adalah perdagangan. Tekstil merupakan komoditas
ekspor yang paling penting.[138] Negara dengan ketat menguasai perdagangan internal dan
internasional, serta memiliki hak monopoli dalam mengeluarkan koin. Pemerintah mengatur
tingkat bunga, dan menetapkan parameter aktivitas serikat dan perusahaan dagang, yang
dikenakan bunga khusus. Kaisar dan pejabat-pejabatnya melakukan campur tangan pada masa
krisis untuk menjamin penyediaan modal dan menjaga harga serealia. Pemerintah
mengumpulkan hasil surplus melalui pemungutan pajak, dan mengembalikannya dalam sirkulasi
melalui redistribusi dalam bentuk gaji kepada pejabat-pejabat negara, atau dalam bentuk
investasi fasilitas-fasilitas umum.[139]

Pemerintahan[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Aristokrasi dan birokrasi Romawi Timur
Di Romawi Timur, kaisar adalah penguasa tunggal dan absolut. Kekuasaannya dianggap
memiliki asal usul ilahi.[18] Senat tidak mempunyai kewenangan politik dan legislatif yang nyata,
tetapi tetap sebagai dewan kehormatan. Pada akhir abad ke-8, pemerintahan sipil yang terpusat
di istana dibentuk sebagai bagian dari konsolidasi kekuatan di ibukota (bangkitnya
posisi sakellarios berhubungan dengan perubahan ini).[140] Reformasi paling penting pada
periode ini adalah pendirian thema. Pada thema, pemerintahan sipil dan militer diatur oleh satu
orang, yaitu strategos.[18]
Terlepas dari penggunaan istilah "Bizantium" dan "Bizantinisme" yang merendahkan, birokrasi
Bizantium mampu merekonstruksi diri sejalan dengan situasi Kekaisaran.
Sistem tituler dan hak pendahuluan di kekaisaran mengakibatkan pemerintahan tampak seperti
birokrasi bagi pengamat-pengamat modern. Pejabat-pejabat diatur dalam susunan yang ketat di
antara kaisar, dan jabatan mereka bergantung pada kehendak kaisar. Di Romawi Timur terdapat
pekerjaan administratif yang sebenarnya, tetapi pemerintahan dapat digantungkan pada orang-
orang tertentu daripada suatu jawatan.[141] Pada abad ke-8 dan ke-9, kepegawaian negeri
merupakan jalan tercepat menuju status aristokrat, tetapi sejak abad ke-9, aristokrasi sipil
disaingi oleh aristokrasi kebangsawanan. Menurut beberapa penelitian, politik abad ke-11
didominasi oleh persaingan antara aristokrasi antara sipil dan militer. Pada masa tersebut,
Alexios I melancarkan reformasi administratif penting yang meliputi pengadaan pangkat dan
jabatan istana.[142]

Diplomasi[sunting | sunting sumber]


Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Diplomasi Romawi Timur.

Duta besar Bizantium, Yohanes Ahli Tata Bahasa pada 829, antara kaisar Theophilosdan Khlifah Abbasiyah Al-
Ma'mun.

Setelah jatuhnya Roma, tantangan utama Romawi Timur adalah membina hubungan dengan
tetangga-tetangganya. Diplomasi Romawi Timur segera menarik perhatian tetangga-
tetangganya. Maka terbukalah jaringan hubungan internasional dan antarnegara.[143] Jaringan ini
berkisar pada pembuatan traktat, dan meliputi penyambutan penguasa baru, serta asimilasi
tindakan, nilai, dan institusi sosial Romawi Timur.[144] Sementara penulis klasik menuliskan
pemisahan etis dan legal antara perdamaian dan perang, Romawi Timur menganggap diplomasi
sebagai salah satu bentuk perang.[145] Contohnya, ancaman Bulgaria dapat diatasi dengan
memberikan dana kepada Rus Kiev.[145] Gereja Ortodoks juga memainkan fungsi diplomatik, dan
penyebaran Kekristenan Ortodoks merupakan tujuan diplomatik utama kekaisaran.
Scrinium Barbarorum di Konstantinopel bertugas menangani protokol dan penyimpanan catatan
mengenai apapun yang berhubungan dengan "barbar".[146] Sementara sedang melaksanakan
tugas protokol, mereka memastikan duta-duta asing diperlakukan dengan baik, dan juga
berperan dalam penerjemahan misi diplomatik dari negara-negara Barbar. J.B. Bury meyakini
bahwa departemen tersebut mengawasi semua orang asing yang mengunjungi
Konstantinopel.[147] Beberapa orang, seperti Michael Antonucci, meyakini bahwa Scrinium
Barbarorum bertindak sebagai semacam jawatan mata-mata untuk kekaisaran, tetapi tak ada
bukti yang kuat mengenai hal ini. On Strategy dari abad ke-6 menawarkan saran mengenai
kedutaan asing: "[Duta-duta] yang dikirim harus diterima dengan hormat dan murah hati, karena
siapapun menghormati para duta, namun kehadiran mereka perlu diawasi agar mereka tidak
memperoleh informasi dengan menanyai orang-orang kita."[148]
Romawi Timur mengambil kesempatan baik dan memanfaatkan beberapa pendekatan
diplomatik. Sebagai contoh, kedutaan ke ibukota seringkali tinggal selama bertahun-tahun. Salah
satu anggota keluarga kerajaan dari negara lain seringkali diminta tinggal di Konstantinopel.
Mereka tidak hanya berguna sebagai sandera, tetapi juga pion yang dapat dimanfaatkan jika
kondisi politik negara tempat ia berasal berubah. Praktik penting lain pada diplomasi Romawi
Timur adalah dengan banyak menunjukkan barang-barang mewah kepada
pengunjung.[143] Menurut Dimitri Obolensky, keberlangsungan peradaban di Eropa Timur adalah
karena keterampilan dan akal diplomasi Romawi Timur, yang tetap menjadi salah satu
sumbangan Romawi Timur bagi sejarah Eropa.[149]

Ilmu pengetahuan dan hukum[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Ilmu pengetahuan Bizantium, Kedokteran Romawi Timur, dan Hukum Romawi Timur

Gambar muka Vienna Dioscurides, yang menggambarkan tujuh dokter terkenal.

Penulisan ala era klasik tidak pernah berhenti diberdayakan di Romawi Timur. Maka, ilmu
pengetahuan Romawi Timur berhubungan dekat dengan filsafat
kuno dan metafisika.[150] Meskipun Romawi Timur berhasil menerapkan ilmu
pengetahuan (seperti dalam pembangunan Hagia Sophia), setelah abad ke-6, ahli-ahli Romawi
Timur tidak banyak memberi sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Teori-teori baru tidak
banyak digagas, dan gagasan penulis-penulis klasik tak banyak dikembangkan.[151] Keahlian
terhambat pada tahun-tahun kegelapan akibat wabah pes dan penaklukkan Arab, tetapi pada
masa renaisans Romawi Timur di akhir milenium pertama, ahli-ahli Romawi Timur muncul
kembali dan menjadi ahli dalam pengembangan ilmiah Arab dan Persia, terutama dalam
bidang astronomi dan matematika.[152] Orang Bizantium juga berperan dalam beberapa
penemuan penting, khususnya dalam arsitektur (misalnya kubah pendentif) dan teknolog perang
(misalnya api Yunani).
Pada abad akhir kekaisaran, ahli tata bahasa Romawi Timur bertanggung jawab dalam
membawa dan menulis tata bahasa dan studi sastra Yunani Kuno ke Italia
Renaisans awal.[153] Pada periode ini, astronomi dan matematika diajarkan di Trebizond.[154]
Di bidang hukum, reformasi Yustinianus I telah memberikan pengaruh yang jelas terhadap
perkembangan jurisprudens. Sementara itu, Ecloga Kaisar Leo III memengaruhi pembentukan
institusi hukum di dunia Slavia.[155] Pada abad ke-10, Leo VI Yang Bijakmenyelesaikan kodifikasi
seluruh hukum Bizantium dalam bahasa Yunani, yang menjadi dasar bagi seluruh hukum
Bizantium selanjutnya, memicu munculnya ketertarikan terhadap hukum Bizantium bahkan
hingga saat ini.[156]

Bahasa[sunting | sunting sumber]


Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Bahasa Yunani Abad Pertengahan.
Kiri: Mazmur Mudil, mazmur lengkap tertua dalam bahasa
Koptik (Museum Koptik, Mesir, Koptik Kairo).

Kiri: Gulungan Yosua, manuskrip Yunani teriluminasi yang


kemungkinan dibuat di Konstantinopel (Perpustakaan Vatikan,
Roma).

Awalnya, bahasa kekaisaran adalah bahasa Latin. Bahasa tersebut menjadi bahasa resmi
hingga abad ke-7, ketika Herakliusmenggantinya dengan bahasa Yunani. Bahasa Latin Ilmiah
tidak lagi digunakan oleh penduduk berpendidikan, meskipun masih menjadi bagian dari budaya
seremonial kekaisaran selama beberapa waktu.[157] Bahasa Latin Rakyat tetap menjadi bahasa
minoritas kekaisaran, dan di antara penduduk Trako-Romawi, bahasa tersebut melahirkan
bahasa (Proto-)Rumania.[158] Sementara itu, di pantai laut Adriatik, dialek neo-Latin berkembang,
yang akan membuahkan bahasa Dalmatia. Di provinsi-provinsi Mediterania Barat yang sempat
dikuasai di bawah pemerintahan Yustinianus I, Latin (akhirnya berevolusi menjadi bahasa Italia)
terus digunakan sebagai bahasa rakyat maupun bahasa ilmiah.
Bahasa utama yang digunakan di Romawi Timur (bahkan semenjak sebelum jatuhnya Romawi
Barat) adalah bahasa Yunani. Bahasa tersebut telah dituturkan selama berabad-abad sebelum
Latin.[159] Pada awal berdirinya Romawi, bahasa Yunani banyak digunakan di gereja Kristen, dan
juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan seni. Selain itu, bahasa Yunani juga menjadi
perantara perdagangan.[160]
Banyak bahasa lain juga dituturkan di kekaisaran multietnis ini. Beberapa bahasa memperoleh
satatus resmi yang terbatas di provinsi-provinsi. Pada awal abad pertengahan, bahasa
Suryani dan Aram dituturkan oleh penduduk berpendidikan di provinsi-provinsi ujung
timur.[161] Bahasa Koptik, Armenia, dan Georgia juga banyak digunakan di tempatnya masing-
masing.[162] Sementara itu, bahasa Slavonia, Vlach, dan Arab menjadi penting karena terjalinnya
hubungan dengan kekuatan asing.[163]
Konstantinopel merupakan pusat perdagangan di kawasan Mediterania, sehingga setiap bahasa
yang diketahui pada abad pertengahan kadang-kadang dituturkan di kekaisaran, bahkan
termasuk bahasa Tionghoa.[164] Saat kekaisaran memasuki masa kemunduran terakhirnya,
penduduk Romawi Timur menjadi homogen, dan bahasa Yunani menjadi penting bagi identitas
dan agama mereka.[165]

Budaya[sunting | sunting sumber]


Seni dan sastra[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Seni Bizantium dan Sastra Bizantium
Lihat pula: Musik Bizantium dan Pakaian Bizantium
Miniatur Injil Rabbula.

Seni Romawi Timur sebagian besar berhubungan dengan ekspresi religius. Gaya-gaya Romawi
Timur disebar melalui perdagangan dan penaklukan ke Italia dan Sisilia; gaya-gaya tersebut
akan memengaruhi seni renaisans Italia. Dengan maksud untuk memperluas Gereja Ortodoks
Timur, gaya Romawi Timur disebar ke kota-kota Eropa timur, terutama Rusia.[166] Pengaruh dari
arsitektur Romawi Timur, terutama dalam bentuk bangunan religius, dapat ditemui di berbagai
wilayah, dari Mesir dan Arabia, hingga Rusia dan Rumania.
Dalam bidang sastra, terdapat empat elemen budaya, yaitu Yunani, Kristen, Romawi, dan
Oriental. Sastra Romawi Timur seringkali diklasifikasikan dalam lima kelompok: sejarawan dan
analis, ensiklopedis (Patriark Photios, Michael Psellos, dan Michael Choniates dianggap sebagai
ensiklopedis terbesar Romawi Timur) dan penulis esai, serta penulis puisi sekuler. Dua
kelompok lainnya meliputi jenis sastra baru: sastra gerejawi dan teologis, dan sastra populer.
Dari dua hingga tiga ribu volume sastra Romawi Timur yang selamat, hanya tiga ratus tiga puluh
yang meliputi puisi sekuler, sejarah, ilmu pengetahuan, dan ilmu semu.[167] Sastra sekuler
berkembang dari abad kesembilan hingga keduabelas, sementara sastra religius (khotbah, buku
liturgi, puisi, devosi, dll) berkembang lebih dahulu, dengan Romanus Melodus sebagai contoh
yang paling menonjol.[168]
Agama[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gereja negara Kekaisaran Romawi

Mosaik Kristus di Hagia Sophia.

Kelangsungan hidup kekaisaran memastikan peran aktif kaisar dalam urusan gereja. Negara
Romawi Timur mewarisi kebiasaan administratif dan finansial dalam mengatur urusan agama
dari masa pagan, dan kebiasaan ini diterapkan di gereja. Orang-orang Romawi Timur
memandang kaisar sebagai wakil atau pengabar Kristus. Maka kaisar bertanggung jawab dalam
penyebaran Kekristenan di antara orang-orang pagan, dan untuk "luar" agama, seperti
pemerintahan dan keuangan. Seperti disebutkan oleh Kyril Mango, pemikiran politik Bizantium
dapat dirangkum dalam moto, "Satu Tuhan, satu kekaisaran, satu agama".[169] Meskipun begitu,
peran kaisar dalam gereja tidak pernah berkembang menjadi sistem tetap yang legal.[170]
Peran imperial dalam urusan Gereja tak pernah berkembang menjadi sistem yang tetap dan
pasti secara hukum.[170] Dengan jatuhnya Roma dan pertikaian internal pada tubuh kepatriarkan
lainnya, gereja Konstantinopel menjadi pusat Kekristenan terkaya dan paling berpengaruh antara
abad ke-6 hingga abad ke-11.[171] Bahkan ketika Kekaisaran mengalami kemunduran dan
menyusut, Gerejanya tetap memiliki pengaruh signifikan baik di dalam dan di luar perbatasan
kekaisaran, seperti ditulis oleh George Ostrogorsky:


Kepatriarkan Konstantinopel terus menjadi pusat dunia Ortodoks, dengan subordinatnya
adalah tahta metropolitan dan keuskupan agung di kawasan Asia Kecil dan Balkan, kini
lepas dari Bizantium, serrta di Kaukasus, Rusia dan Lithuania. Gereja tetap menjadi unsur
paling stabil di Kekaisaran Bizantium.[172] ”
Doktrin Kristen resmi pertama ditetapkan oleh tujuh dewan ekumeni pertama, dan ketika itu
kaisar bertugas menjalannya kepada rakyatnya. Suatu dekret kekaisaran pada 388, yang kelak
dimasukkan ke dalam Kodeks Justinianus, memerintahkan penduduk Kekaisaran "untuk
menganut Kristen Katolik." dan menyatakan bahwa mereka yang tidak mematuhinya dianggap
"gila dan bodoh" oleh hukum; sebagai pengikut "dogma pagan".[173]
Kekristenan tidak pernah bersatu secara penuh di Kekaisaran Romawi Timur. Gereja Ortodoks
Timur tidak mewakili semua orang Kristen di kekaisaran. Nestorianisme, pandangan yang
diajarkan oleh Nestorius, berpisah dari gereja kekaisaran, dan kini menjadi Gereja Timur
Asiria. Gereja Ortodoks Oriental melepaskan diri dari gereja kekaisaran setelah deklarasi Konsili
Khalsedon. Arianisme dan sekte-sekte Kristen lain,
seperti Nestorianisme, Monofisitisme dan Paulisianisme, juga ada di kekaisaran, meskipun pada
masa jatuhnya Roma pada abad ke-5, Arianisme lebih terbatas pada suku-suku Jermanik di
Eropa Barat. Pada masa akhir kekaisaran, Ortodoks Timur mewakili sebagian besar orang
Kristen di sisa kekaisaran. Sementara itu, Yahudi merupakan minoritas yang penting di
kekaisaran. Meskipun beberapa kali mengalami penganiayaan, mereka secara umum
ditoleransi.
Perpecahan lainnya di antara kaum Kristiani terjadi ketika Leo III memerintahkan penghancuran
ikon-ikon di seluruh Kekaisaran. Ini memicu terjadinya krisis keagamaan yang besar, yang
berakhir pada pertengahan abad ke-19 dengan dipulihkannya ikon-ikon. Selama periode yang
sama, gelombang pagan baru berkembang di Balkan, terutama berasal dari bangsa Slav.
Mereka secara perlahan-lahan dikristenisasi, dan tahap akhir Bizantiu, yaitu Kristen Ortodoks
Timur mencerminkan sebagian besar umat Kristiani, dan secara umum, sebagian besar orang di
sisa-sisa kekaisaran.[174]

Warisan[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Roma Ketiga
Raja Daud mengenakan gaun Kaisar Romawi Timur. Miniatur berasal dari buku mazmur Paris.

Kekaisaran Romawi Timur telah mengamankan Eropa Barat dari kekuatan-kekuatan baru di
Timur. Romawi Timur terus menerus diserang oleh Persia, Arab, Turki Seljuk, dan Utsmaniyah.
Contohnya, Peperangan Romawi Timur-Arab, diakui oleh sejarawan sebagai faktor utama di
balik bangkitnya Karel yang Agung,[175] dan rangsangan bagi feudalisme dan kemandirian
ekonomi.
Selama berabad-abad, sejarawan Barat menggunakan
istilah Byzantine dan Bizantinisme sebagai pameo untuk kemerosotan, politik tipu muslihat, dan
birokrasi yang kompleks. Selain itu, terdapat penilaian negatif yang kuat terhadap peradaban
Romawi Timur dan warisannya di Eropa Tenggara.[176] Byzantinisme secara umum didefinisikan
sebagai badan religius, politik, dan filosofis yang bertentangan dengan Barat.[177] Bahkan
di Yunani abad ke-19, fokus utamanya adalah pada masa klasik, sedangkan tradisi Bizantium
dikaitkan dengan konotasi negatif.[178]
Pendekatan tradisional terhadap Bizantium ini secara sebagan atau keseluruhan diperdebatkan
dan direvisi oleh penelitian modern, yang berfokus pada aspek-aspek positif dari kebudayaan
dan peninggalan Bizantium. Pada abad ke-20 dan ke-21, sejarawan-sejarawan di Barat
mencoba memahami Romawi Timur dengan lebih akurat dan seimbang. Hasilnya, karakter
budaya Romawi Timur yang kompleks lebih diperhatikan dan diperlakukan secara objektif
daripada sebelumnya.[177] Averil Cameron berpendapat bahwa Bizantium memberikan banyak
kontribusi terhadap terbentuknya Eropa Abad Pertengahan. Baik Cameron maupun Obolensky
juga mengakui peran penting Bizantium dalam membentuk Kristen Ortodoks, yang pada
gilirannya menempati posisi sentral dalam sejarah dan masyarakat di Yunani, Bulgaria, Rusia,
Serbia serta negara-negara lainnya.[179]
Jika keberadaan Kekaisaran Romawi Kuno (meliputi Romawi Barat) dengan Romawi
Timur/Bizantium digabung, seluruh Kekaisaran Romawi telah berwujud selama 1.480 tahun.
Pengganti Kekaisaran Romawi, Republik Romawi, ada selama 482 tahun, sehingga negara
Romawi telah ada selama 1.962 tahun.
Setelah penaklukan Konstantinopel oleh Turk Utsmaniyah pada 1453, Sultan Mehmed
II mengambil gelar "Kaysar-i-Rûm" (padanan Turk untuk Kaisar Romawi), karena ia merasa
bahwa Kesultanan Utsmaniyah merupakan penerus Kekasiaran Bizantium.[180] Menurut
Cameron, dengan menganggap diri sebagai "penerus" Bizantium, Utsmaniyah menjaga aspek-
aspek penting dari tradisi Bizantium, yang pada gilirannya memudahkan "kebangkitan Ortodoks"
selama periode pasca-Komunisme di negara-negara Eropa Timur.[181]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

 Arsitektur Bizantium
 Anarki Dua Puluh Tahun
 Angkatan darat Bizantium
 Angkatan laut Bizantium
 Kalender Bizantium
 Masakan Bizantium
 Taman Bizantium
 Filsafat Bizantium
 Ritus Bizantium
 Index artikel terkait Kekaisaran Bizantium
 Peninggalan Kekaisaran Bizantium
 Daftar penemuan Bizantium
 Daftar pemberontakan dan perang saudara Bizantium
 Daftar perang Bizantium

Penjelasan[sunting | sunting sumber]

1. ^ Contoh pertama penyebutan "Roma Baru" dalam dokumen


resmi dapat ditemui dalam kanon Konsili Konstantinopel
Pertama (381).[5]
2. ^ Romania (atau Rhōmanía) adalah nama populer
kekaisaran[10] yang digunakan secara tidak resmi, berarti
"negeri orang-orang Romawi". Istilah ini tidak merujuk
pada Rumania modern.
3. ^ "Imperium Graecorum", "Graecia", "Yunastan", dll, nama
barat lain yang digunakan adalah "kekaisaran Konstantinopel"
(imperium Constantinopolitanum) dan "kekaisaran Romania"
(imperium Romaniae).

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

1. ^ Millar 2006, hlmn. 2, 15; James 2010, hlm. 5: "But from the
start, there were two major differences between the Roman
and Byzantine empires: Byzantium was for much of its life a
Greek speaking empire oriented towards Greek, not Latin
culture; and it was a Christian empire."
2. ^ Kazhdan & Epstein 1985, hlm. 1.
3. ^ a b Millar 2006, pp. 2, 15; James 2010, p. 5; Freeman 1999,
pp. 431, 435–437, 459–462; Baynes & Moss 1948,
p. xx; Ostrogorsky 1969, p. 27; Kaldellis 2007, pp. 2–
3; Kazhdan & Constable 1982, p. 12; Norwich 1998, p. 383.
4. ^ Treadgold 1997, hlm. 847.
5. ^ Benz 1963, hlm. 176.
6. ^ Ostrogorsky 1969, pp. 105–107, 109; Norwich 1998,
p. 97; Haywood 2001, pp. 2.17, 3.06, 3.15.
7. ^ Fox, What, If Anything, Is a Byzantine?
8. ^ University of Chile: Center of Byzantine and Neohellenic
Studies 1971, hlm. 69.
9. ^ Rosser 2011, hlm. 2.
10. ^ Fossier & Sondheimer 1997, hlm. 104.
11. ^ "Nation and Liberty: the Byzantine Example".
Dio.sagepub.com. doi:10.1177/039219218303112403. Diakses
tanggal 2010-08-07.
12. ^ Theodore the Studite. Epistulae, 145, Line 19 ("ή ταπεινή
Γραικία") and 458, Line 28 ("έν Αρμενία καί Γραικία").
13. ^ Cinnamus 1976, hlm. 240.
14. ^ Ahrweiler & Laiou 1998, hlm. 3; Mango 2002, hlm. 13.
15. ^ Gabriel 2002, hlm. 277.
16. ^ Millar 2006, hlmn. 2, 15; Ahrweiler & Laiou 1998,
hlm. vii; Davies 1996, hlm. 245; Moravcsik 1970, hlmn. 11–
12; Ostrogorsky 1969, hlmn. 28, 146; Lapidge, Blair & Keynes
1998, hlm. 79; Winnifrith & Murray 1983, hlm. 113; Gross 1999,
hlm. 45; Hidryma Meletōn Chersonēsou tou Haimou 1973,
hlm. 331.
17. ^ Fouracre & Gerberding 1996, hlm. 345: "The Frankish court
no longer regarded the Byzantine Empire as holding valid
claims to universality; instead it was now termed the 'Empire of
the Greeks'."
18. ^ a b c d "Hellas, Byzantium". Encyclopaedia The Helios.
19. ^ Tarasov 2004, hlm. 121.
20. ^ El-Cheikh 2004, hlm. 22.
21. ^ Davis 1990, hal. 260.
22. ^ Wells 1922, Chapter 33.
23. ^ Bury 1923, hal. 1
24. ^ Gibbon (1906), Part II Chapter 14: 200.
25. ^ Gibbon 1906, III, 168 PDF (2.35 MB).
26. ^ Esler 2004, hlm. 1081.
27. ^ Eusebius, IV, lxii.
28. ^ Bury 1923, hal. 63.
29. ^ a b c d e "Byzantine Empire". Encyclopædia Britannica.
30. ^ Nathan, Theodosius II (408–450 AD).
31. ^ Treadgold 1995, hlm. 193.
32. ^ Alemany 2000, hlm. 207; Treadgold 1997, hlm. 184.
33. ^ Lenski 1999, hlmn. 428–429.
34. ^ Grierson 1999, hlm. 17.
35. ^ Postan, Miller & Postan 1987, hlm. 140.
36. ^ "Byzantine Empire". Encyclopædia Britannica.;
Evans, Justinian (AD 527–565).
37. ^ a b c Evans, Justinian (AD 527–565).
38. ^ Gregory 2010, 2E, hal. 145.
39. ^ Bury 1923, 180–216.
40. ^ Sotinel 2005, hlm. 278; Treadgold 1997, hlm. 187.
41. ^ Bury 1923, 236–258.
42. ^ Bury 1923, 259–281.
43. ^ Bury 1923, 286–288.
44. ^ Vasiliev, The Legislative Work of Justinian and Tribonian.
45. ^ Bray 2004, hlmn. 19–47; Haldon 1990, hlmn. 110–
111; Treadgold 1997, hlmn. 196–197.
46. ^ Foss 1975, hlm. 722.
47. ^ Haldon 1990, hlm. 41; Speck 1984, hlm. 178.
48. ^ Haldon 1990, hlmn. 42–43.
49. ^ Grabar 1984, hlm. 37; Cameron 1979, hlm. 23.
50. ^ Cameron 1979, hlmn. 5–6, 20–22.
51. ^ Haldon 1990, hlm. 46; Baynes 1912, passim; Speck 1984,
hlm. 178.
52. ^ Foss 1975, hlmn. 746–747.
53. ^ Haldon 1990, hlm. 50.
54. ^ Haldon 1990, hlmn. 61–62.
55. ^ Haldon 1990, hlmn. 102–114.
56. ^ Wickham 2009, hlm. 260.
57. ^ Haldon 1990, hlmn. 43–45, 66, 114–115.
58. ^ Haldon 1990, hlmn. 66–67.
59. ^ Haldon 1990, hlm. 71.
60. ^ Haldon 1990, hlmn. 70–78, 169–171; Haldon 2004,
hlmn. 216–217; Kountoura-Galake 1996, hlmn. 62–75.
61. ^ Cameron 2009, hlmn. 67–68.
62. ^ "Byzantine Empire". Encyclopædia Britannica.;"Hellas,
Byzantium". Encyclopaedia The Helios.
63. ^ Treadgold 1997, hlmn. 432–433.
64. ^ Parry 1996, hlmn. 11–15.
65. ^ Cameron 2009, hlm. 267.
66. ^ Browning 1992, hlm. 95.
67. ^ Browning 1992, hlm. 96.
68. ^ Karlin-Heyer 1967, hlm. 24.
69. ^ Browning 1992, hlm. 101.
70. ^ Browning 1992, hlm. 107.
71. ^ Browning 1992, hlm. 108.
72. ^ Browning 1992, hlmn. 113.
73. ^ a b c d e Norwich 1998.
74. ^ Angold 1997.
75. ^ Cameron 2009, hlm. 82.
76. ^ Browning 1992, hlmn. 98–99.
77. ^ Timberlake 2004, hlm. 14
78. ^ Treadgold 1997, hlmn. 548–549.
79. ^ a b Markham, The Battle of Manzikert.
80. ^ Vasiliev, Relations with Italy and Western Europe.
81. ^ Hooper & Bennett 1996, hlm. 82; Stephenson 2000,
hlm. 157.
82. ^ Ferdo Šišić. Povijest Hrvata u vrijeme narodnih vladara.
Zagreb, 1925, ISBN 86-401-0080-2
83. ^ "Byzantine Empire". Encyclopædia Britannica. 2002.;
Markham, The Battle of Manzikert.
84. ^ Magdalino 2002, hlm. 124.
85. ^ Birkenmeier 2002.
86. ^ Harris 2003; Read 2000, hlm. 124; Watson 1993, hlm. 12.
87. ^ Komnene 1928, X, 261.
88. ^ Anna Komnene. Alexiad, XI, 291.
89. ^ Anna Komnene. Alexiad, XIII, 348–358; Birkenmeier 2002,
hlm. 46.
90. ^ Norwich 1998, hlm. 267.
91. ^ Ostrogorsky 1969, hlm. 377.
92. ^ Birkenmeier 2002, hlm. 90.
93. ^ Stone, Ioannes II Komnenos.
94. ^ "John II Komnenos". Encyclopædia Britannica..
95. ^ Harris 2003, hlm. 84.
96. ^ Brooke 2008, hlm. 326.
97. ^ Magdalino 2002, hlm. 74; Stone, Manouel I Comnenus.
98. ^ Sedlar 1994, hlm. 372.
99. ^ Magdalino 2002, hlm. 67.
100. ^ Birkenmeier 2002, hlm. 128.
101. ^ Birkenmeier 2002, hlm. 196.
102. ^ Birkenmeier 2002, hlmn. 185–186.
103. ^ Birkenmeier 2002, hlm. 1.
104. ^ Day 1977, hlmn. 289–290; Harvey 2003.
105. ^ Diehl, Byzantine Art
106. ^ a b Tatakes & Moutafakis 2003, hlm. 110.
107. ^ Browning 1992, hlmn. 198–208.
108. ^ Browning 1992, hlm. 218.
109. ^ Norwich 1998, hlm. 291.
110. ^ a b Norwich 1998, hlm. 292.
111. ^ a b Ostrogorsky 1969, hlm. 397.
112. ^ Harris 2003, hlm. 118.
113. ^ Norwich 1998, hlm. 293.
114. ^ Norwich 1998, hlmn. 294–295.
115. ^ Angold 1997; Paparrigopoulos & Karolidis 1925, hlm. 216
116. ^ Vasiliev, Foreign Policy of the Angeloi.
117. ^ Norwich 1998, hlm. 299.
118. ^ Britannica Concise, 9383275/Siege-of-Zara Siege of Zara.
119. ^ Geoffrey of Villehardouin 1963, hlm. 46.
120. ^ a b c "The Fourth Crusade and the Latin Empire of
Constantinople". Encyclopædia Britannica..
121. ^ Norwich 1998, hlm. 301.
122. ^ Choniates, The Sack of Constantinople.
123. ^ Kean 2006; Madden 2005, hlm. 162; Lowe-Baker, The
Seljuks of Rum.
124. ^ Lowe-Baker, The Seljuks of Rum.
125. ^ Madden 2005, hlm. 179; Reinert 2002, hlm. 260.
126. ^ Reinert 2002, hlm. 257.
127. ^ Reinert 2002, hlm. 261.
128. ^ Reinert 2002, hlm. 268.
129. ^ Reinert 2002, hlm. 270.
130. ^ Runciman 1990, hlmn. 71–72.
131. ^ Runciman 1990, hlmn. 84–85.
132. ^ Runciman 1990, hlmn. 84–86.
133. ^ Hindley 2004, hlm. 300.
134. ^ Miller 1907, p. 236.
135. ^ Seton-Watson 1967, hlm. 31.
136. ^ Magdalino 2002, hlm. 532, [1].
137. ^ Matschke 2002, hlmn. 805–806, [2].
138. ^ Laiou 2002, hlm. 723, [3].
139. ^ Laiou 2002, hlmn. 3–4, [4].
140. ^ Louth 2005, hlm. 291; Neville 2004, hlm. 7.
141. ^ Neville 2004, hlm. 34.
142. ^ Neville 2004, hlm. 13.
143. ^ a b Neumann 2006, hlmn. 869–871.
144. ^ Chrysos 1992, hlm. 35.
145. ^ a b Antonucci 1993, hlmn. 11–13.
146. ^ Seeck 1876, hlmn. 31–33.
147. ^ Bury & Philotheus 1911, hlm. 93.
148. ^ Dennis 1985, Anonymous, Byzantine Military Treatise on
Strategy, para. 43, hal. 125.
149. ^ Obolensky 1994, hlm. 3.
150. ^ Anastos 1962, hlm. 409.
151. ^ Cohen 1994, hlm. 395; Dickson, Mathematics Through the
Middle Ages.
152. ^ King 1991, hlmn. 116–118.
153. ^ Robins 1993, hlm. 8.
154. ^ Tatakes & Moutafakis 2003, hlm. 189.
155. ^ Troianos & Velissaropoulou-Karakosta 1997, hlm. 340.
156. ^ Browning 1992, hlmn. 97–98.
157. ^ Apostolides 1992, hlmn. 25–26; Wroth 1908, Introduction,
Section 6.
158. ^ Sedlar 1994, hlmn. 403–440.
159. ^ Millar 2006, hlm. 279.
160. ^ Bryce 1901, hlm. 59; McDonnell 2006, hlm. 77; Millar 2006,
hlmn. 97–98.
161. ^ Beaton 1996, hlm. 10; Jones 1986, hlm. 991;Versteegh
1977, Chapter 1.
162. ^ Campbell 2000, hlm. 40; Hacikyan et al. 2002, Part 1.
163. ^ Baynes 1907, hlm. 289; Gutas 1998, Chapter 7, Section
4; Shopen 1987, hlm. 129.
164. ^ Beckwith 1986, hlm. 171; Halsall 2006.
165. ^ Kaldellis 2008, Chapter 6; Nicol 1993, Chapter 5.
166. ^ "Byzantine Art". Encyclopædia Britannica..
167. ^ Mango 2005, hlmn. 233–234.
168. ^ "Byzantine Literature". Catholic Encyclopedia.
169. ^ Mango 2007, hlm. 108.
170. ^ a b Meyendorff 1982, hlm. 13.
171. ^ Meyendorff 1982, hlm. 19.
172. ^ Meyendorff 1982, hlm. 130.
173. ^ Justinian Code, I, 1.1
* Blume 2008, Headnote C. 1.1; Mango 2007, hlm. 108.
174. ^ Mango 2007, hlmn. 115–125.
175. ^ Pirenne, Henri:
 Medieval Cities: Their Origins and the Revival of Trade.
Princeton, New Jersey: 1925, ISBN 0-691-00760-8.
 Mohammed and Charlemagne. (London: George Allen &
Unwin Ltd., 1954) Courier Dover Publications, 2001, ISBN
0-486-42011-6.
176. ^ Angelov 2001, hlm. 1.
177. ^ a b Angelov 2001, hlmn. 7–8.
178. ^ Cameron 2009, hlmn. 277–281.
179. ^ Cameron 2009, hlmn. 186–277.
180. ^ Béhar 1999, hlm. 38; Bideleux & Jeffries 1998, hlm. 71.
181. ^ Cameron 2009, hlm. 261.

Referensi[sunting | sunting sumber]


Sumber primer[sunting | sunting sumber]

 Choniates, Nicetas (1912). "The Sack of Constantinople


(1204)". Translations and Reprints from the Original Sources of
European History by D.C. Munro (Series 1, Vol 3:1). Philadelphia:
University of Pennsylvania Press. pp. 15–16.
 Cinnamus, Ioannes (1976). Deeds of John and Manuel Comnenus.
Columbia University Press. ISBN 0231040806.
 Eusebius. Life of Constantine (Book IV). Christian Classics Ethereal
Library.
 Geoffrey of Villehardouin (1963). "The Conquest of
Constantinople". Chronicles of the Crusades (translated by
Margaret R. Shaw). Penguin Classics. ISBN 0140441247.
 Innocentius III (1993). Othmar Hageneder, Christoph Egger, Karl
Rudolf, and Andrea Sommerlechner, ed. Die Register Innocenz' III.
5: 5. Pontifikatsjahr, 1202/1203, Texte. Wien: Verlag der
Österreichischen Akademie der Wissenschaften: Publikationen des
Historischen Instituts beim Österreichischen Kulturinstitut in Rom.
 Innocent III (1995). Othmar Hageneder, John C. Moore Andrea
Sommerlechner, Christoph Egger and Herwig Weigl, ed. Die
Register Innocenz' III. 6: 6. Pontifikatsjahr, 1202/1203, Texte. Wien:
Verlag der Österreichischen Akademie der Wissenschaften:
Publikationen des Historischen Instituts beim Österreichischen
Kulturinstitut in Rom.
 Komnene, Anna (1928). "Books X-XIII". [[The Alexiad]] (translated
by Elizabeth A. S. Dawes). Internet Medieval Sourcebook. Wikilink
embedded in URL title (bantuan)
 Procopius (1935). Secret History (translated by H. B. Dewing).
Loeb Classical Library.

Sumber sekunder[sunting | sunting sumber]

 Adena, Louise (2008). "The Enduring Legacy of Byzantium". Clio


History Journal.
 Alemany, Agustí (2000). "Byzantine Sources". Sources on the
Alans: A Critical Compilation. BRILL. ISBN 9004114424.
 Ahrweiler, Hélène; Laiou, Angeliki E. (1998). "Preface". Studies on
the Internal Diaspora of the Byzantine Empire. Dumbarton
Oaks. ISBN 0884022471.
 Anastos, Milton V. (1962). "The History of Byzantine Science.
Report on the Dumbarton Oaks Symposium of 1961". Dumbarton
Oaks Papers (Dumbarton Oaks, Trustees for Harvard
University) 16: 409–411. doi:10.2307/1291170. ISSN 0070-
7546.JSTOR 10.2307/1291170. Diakses tanggal 2007-05-27.
 Angelov, Dimiter G. (February 2001). "The Making of
Byzantinism" (PDF). pp. 1–10. Diakses tanggal 2007-06-07.
 Angold, Michael (1997). The Byzantine Empire, 1025–1204: A
Political History. Longman.ISBN 9780582294684.
 Antonucci, Michael (February 1993). "War by Other Means: The
Legacy of Byzantium".History Today 43 (2): 11–13. ISSN 0018-
2753. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 25, 2007.
Diakses tanggal 2007-05-21.
 Sophocles, Evangelinus Apostolides (1992). Greek Lexicon of the
Roman and Byzantine Periods. Georg Olms
Verlag. ISBN 3487057654.
 Baynes, Norman H. (1912). "The Restoration of the Cross at
Jerusalem". The English Historical Review 27 (106): 287–
299. doi:10.1093/ehr/XXVII.CVI.287. ISSN 0013-8266.
 Baynes, Spencer (1907). "Vlachs". Encyclopædia Britannica: A
Standard Work of Reference in Art, Literature, Science, History,
Geography, Commerce, Biography, Discovery, and Invention. The
Werner Company.
 Beaton, Roderick (1996). The Medieval Greek Romance.
Routledge. p. 10.ISBN 0415120322.
 Beckwith, John (1986). Early Christian and Byzantine Art. Yale
University Press.ISBN 0300052960.
 Benz, Ernst (1963). The Eastern Orthodox Church: Its Thought and
Life. Aldine Transaction. ISBN 9780202362984. (Excerpts)
 Birkenmeier, John W. (2002). "The Campaigns of Manuel I
Komnenos". The Development of the Komnenian Army: 1081–
1180. Brill Academic Publishers. ISBN 9004117105.
 Bray, R. S. (2004). "Justinian's Plague". Armies of Pestilence: The
Impact of Disease on History. James Clarke &
Co. ISBN 022717240X.
 Browning, Robert (1992). The Byzantine Empire. The Catholic
University of America Press.ISBN 0813207541.
 Bryce, James (1901). "Roman and British Empires". Studies in
History and Jurisprudence. H. Frowde. ISBN 1402190468.
 Brooke, Zachary Nugent (2008). "East and West:1155–1198". A
History of Europe, from 911 to 1198. Read
Books. ISBN 1443740705.
 Bury, John Bagnall (1923). History of the Later Roman Empire.
Macmillan & Co.ISBN 0790545446.
 Bury, John Bagnall; Philotheus (1911). The Imperial Administrative
System in the Ninth Century: With a Revised Text of Kletorologion
of Philotheos. Pub. for the British academy by H. Frowde.
 "Byzantine Art". Encyclopædia Britannica. 2002.
 "Byzantine Empire". Encyclopædia Britannica. 2002.
 "Byzantine Literature". Catholic Encyclopedia. 1908.
 Campbell, George L. (2000). Compendium of the World's
Languages: Abaza to Kurdish. Taylor & Francis. ISBN 0415202965.
 Cameron, Averil (1979). "Images of Authority: Elites and Icons in
Late Sixth-century Byzantium". Past and Present 84:
3. doi:10.1093/past/84.1.3.
 Cameron, Averil (1992). "New Themes and Styles in Greek
Literature, 7th and 8th Centuries". Di Averil Cameron and Lawrence
I. Conrad. The Byzantine and Islamic Early Near East I: Problems
in the Literary Source Material. Darwin Press. ISBN 0878500804.
 Cameron, Averil (2000). "The Vandal Conquest and Vandal Rule
(A.D. 429–534)". Di Averil Cameron, Bryan Ward-Perkins and
Michael Whitby. Late Antiquity: Empire and Successors, A.D. 425–
600. Cambridge University Press. ISBN 0521325919.
 Cameron, Averil (2009). The Byzantines (dalam Greek [translated
from the original by Giorgos Tzimas]). Athens: Psychogios
Publications. ISBN 978-960-453-529-3.
 Chrysos, Evangelos (1992). "Byzantine Diplomacy, AD 300–800:
Means and End". Di Jonathan Shepard, Simon Franklin. Byzantine
Diplomacy: Papers from the Twenty-Fourth Spring Symposium of
Byzantine Studies, Cambridge, March 1990 (Society for the
Promotion of Byzant). Variorum. ISBN 0860783383.
 Ciesniewski, Christine (2006). "The Byzantine Achievement". Clio
History Journal.
 Cohen, H. Floris (1994). "The Emergence of Early Modern
Science". The Scientific Revolution: A Historiographical Inquiry.
University of Chicago Press. ISBN 0226112802.
 Davies, Norman (1996). "The Birth of Europe". Europe. Oxford
University Press.ISBN 0198201710.
 Day, Gerald W. (June 1977). "Manuel and the Genoese: A
Reappraisal of Byzantine Commercial Policy in the Late Twelfth
Century". The Journal of Economic History 37 (2): 289–
301. doi:10.1017/S0022050700096947. Diakses tanggal 2007-09-
22.
 Dennis, George T. (1985). Three Byzantine Military Treatises
(Volume 9). Washington D.C.: Dumbarton Oaks, Research Library
and Collection.
 Dickson, Paul. "Mathematics Through the Middle Ages (320–1660
AD)". Medieval Mathematics. University of South Australia. Diakses
tanggal 2008-04-01.[pranala nonaktif]
 Diehl, Charles. "Manuel I Comnenus (AD 1143–1180)". Byzantium,
An Introduction to East Roman Civilization. Myriobiblos — Library.
Diakses tanggal 2007-05-18.
 El-Cheikh, Nadia Maria (2004). Byzantium Viewed by the Arabs.
Harvard CMES.ISBN 0932885306.
 Esler, Philip Francis (2004). "Constantine and the Empire". The
Early Christian World. Routledge. ISBN 0415333121.
 Evans, James Allan. "Justinian (AD 527–565)". Online
Encyclopedia of Roman Emperors. Diakses tanggal 2007-05-19.
 Fenner, Julian. "To What Extent Were Economic Factors to Blame
for the Deterioration of the Roman Empire in the Third Century
A.D?". The Romans. Diakses tanggal 2007-05-25.
 Fomenko, Anatoly T. (2005). History: Fiction or Science?:
Chronology, Issue 1. Mithec.ISBN 9782913621053.
 Foss, Clive (1975). "The Persians in Asia Minor and the End of
Antiquity". The English Historical Review 90: 721–
747. doi:10.1093/ehr/XC.CCCLVII.721.
 Fossier, Robert; Sondheimer, Janet (1997). The Cambridge
Illustrated History of the Middle Ages. Cambridge University
Press. ISBN 0521266440.
 Fouracre, Paul; Gerberding, Richard A. (1996). Late Merovingian
France: History and Hagiography, 640-720. Manchester University
Press ND. ISBN 0719047919.
 Gabriel, Richard A. (2002). The Great Armies of Antiquity.
Greenwood Publishing Group.ISBN 0275978095.
 Garland, Lynda (1999). Byzantine Empresses: Women and Power
in Byzantium, AD 527–1204. Routledge. ISBN 0415146887.
 Garland, Linda (2006). "Middle Byzantine Family Values and Anna
Komnene's Alexiad".Byzantine Women: Varieties of Experience
800–1200. Ashgate Publishing.ISBN 075465737X.
 Gibbon, Edward (1906). J. B. Bury (with an Introduction by W. E. H.
Lecky), ed. The Decline and Fall of the Roman Empire (Volumes II,
III, and IX). New York: Fred de Fau and Co.
 Grabar, André (1984). L'iconoclasme Byzantin: le dossier
archéologique. Flammarion.ISBN 2080816349.
 Grierson, Philip (1999). Byzantine Coinage (PDF). Dumbarton
Oaks. ISBN 0884022749. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal
2007-09-27.
 Gross, Feliks (1999). Citizenship and Ethnicity: The Growth and
Development of a Democratic Multiethnic Institution. Greenwood
Publishing Group. ISBN 0313309329.
 Gutas, Dimitri (1998). Greek Thought, Arabic Culture: The Graeco-
Arabic Translation Movement. London:
Routledge. ISBN 0415061326.
 Hacikyan, Agop Jack; Basmajian, Gabriel; Franchuk, Edward S.;
Ouzounian, Nourhan (2002). The Heritage of Armenian Literature:
From the Sixth to the Eighteenth Century. Wayne State University
Press. ISBN 0814330231.
 Haldon, John (2002). Byzantium: A History.
Tempus. ISBN 140513240X.
 Haldon, John (1990). Byzantium in the Seventh Century: The
Transformation of a Culture. Cambridge University
Press. ISBN 052131917X.
 Haldon, John (2003). Byzantium at War 600–1453. Taylor &
Francis. ISBN 0415968615.
 Haldon, John (2004). "The Fate of the Late Roman Senatorial Elite:
Extinction or Transformation?". Di John Haldon and Lawrence I.
Conrad. The Byzantine and Early Islamic Near East VI: Elites Old
and New in the Byzantine and Early Islamic Near East. Darwin
Press. ISBN 0878501444.
 Halsall, Paul (2006). "East Asian History Sourcebook: Chinese
Accounts of Rome, Byzantium and the Middle East, c. 91 B.C.E. –
1643 C.E.". Fordham University. Diakses tanggal 2007-04-15.
 Harris, Jonathan (2003). Byzantium and the Crusades. Hambledon
and London.ISBN 1852852984.
 Harvey, Alan (2003). Economic Expansion in the Byzantine Empire,
900–1200. Cambridge University Press. ISBN 0521521904.
 "Hellas, Byzantium". Encyclopaedia The Helios (dalam Greek).
1952.
 Herrin, Judith (2008). Byzantium: The Surprising Life of a Medieval
Empire. Princeton University Press. ISBN 0691131511.
 "Greece during the Byzantine period (c. AD 300–c. 1453),
Population and languages, Emerging Greek
identity". Encyclopædia Britannica. 2008.
 Hidryma Meletōn Chersonēsou tou Haimou (1973). Balkan Studies:
Biannual Publication of the Institute for Balkan Studies, Volume 14.
Thessalonikē, Greece: The Institute.
 Hindley, Geoffrey (2004). A Brief History of the Crusades. London:
Robinson.ISBN 9781841197661.
 Hooker, Richard. "The Byzantine Empire". Diakses tanggal 2007-
06-07.
 James, Liz (2010). A Companion to Byzantium. John Wiley and
Sons. ISBN 140512654X.
 Jenkins, Romilly (1987). Byzantium: The Imperial Centuries, AD
610–1071 (Heraclius ed.). University of Toronto
Press. ISBN 0802066674.
 Jones, Arnold Hugh Martin (1986). The Later Roman Empire, 284–
602: A Social Economic and Administrative Survey. Johns Hopkins
University Press. ISBN 0801833531.
 "John II Komnenos". Encyclopædia Britannica. 2002.
 Kaegi, Walter Emil (2003). Heraclius, Emperor of Byzantium.
Cambridge. ISBN 0521814596.
 Kaldellis, Anthony (2008). Hellenism in Byzantium: The
Transformations of Greek Identity and the Reception of the
Classical Tradition. Cambridge University Press.ISBN 0521876885.
 Karlin-Heyer, P. (February 1967). "When Military Affairs Were in
Leo's Hands". Tradition 23: 15–40. JSTOR 27830825.
 Kazhdan, Alexander, ed. (1991). Oxford Dictionary of Byzantium.
Oxford University Press.ISBN 9780195046526.
 Kean, Roger Michael (2006). Forgotten Power: Byzantium: Bulwark
of Christianity. Thalamus. ISBN 1902886070.
 King, David A. (March 1991). "Reviews: The Astronomical Works of
Gregory Chioniades, Volume I: The Zij al- Ala'i by Gregory
Chioniades, David Pingree; An Eleventh-Century Manual of Arabo-
Byzantine Astronomy by Alexander Jones". Isis 82 (1): 116–
118.doi:10.1086/355661.
 Kitzinger, Ernst (1976). "Byzantine Art in the Period between
Justinian and Iconoclasm". Di W. E. Kleinbauer. The Art of
Byzantium and the Medieval West: Selected Studies. Indiana
University. ISBN 0253310555.
 Kountoura-Galake, Eleonora (1996). The Byzantine Clergy and the
Society of "Dark Ages"(dalam Greek). Institute of Byzantine
Research. ISBN 9789607094469.
 Laiou, Angeliki E. (2002). "Exchange and Trade, Seventh-Twelfth
Centuries". Di Angeliki E. Laiou. The Economic History of
Byzantium (Volume 2) (PDF). Dumbarton Oaks.
 Laiou, Angeliki E. (2002). "Writing the Economic History of
Byzantium". Di Angeliki E. Laiou.The Economic History of
Byzantium (Volume 1). Dumbarton Oaks.
 Lapidge, Michael; Blair, John; Keynes, Simon (1998). The
Blackwell Encyclopaedia of Anglo-Saxon England. Blackwell
Publishing. ISBN 0631224920.
 Louth, Andrew (2005). "The Byzantine Empire in the Seventh
Century". Di Paul Fouracre and Rosamond McKitterick. The New
Cambridge Medieval History (Volume I). Cambridge University
Press. ISBN 0521362911.
 Lowe, Steven; Baker, Martin. "The Seljuqs of Rum". Diarsipkan
dari versi asli tanggal 2007-07-22. Diakses tanggal 2007-07-09.
 Madden, Thomas F. (2005). Crusades: The Illustrated History.
University of Michigan Press. ISBN 0472031279.
 Magdalino, Paul (2002). "Medieval Constantinople: Built
Environment and Urban Development". Di Angeliki E. Laiou. The
Economic History of Byzantium (Volume 2)(PDF). Dumbarton Oaks.
 Magdalino, Paul (2002). The Empire of Manuel I Komnenos, 1143–
1180. Cambridge University Press. ISBN 0521526531.
 Mango, Cyril A. (2005). Byzantium: The Empire of the New Rome.
Phoenix Press.ISBN 1898800448.
 Mango, Cyril A. (2002). The Oxford History of Byzantium. Oxford
University Press.ISBN 0198140983.
 Markham, Paul. "The Battle of Manzikert: Military Disaster or
Political Failure?". Diakses tanggal 2007-05-19.
 Matschke, Klaus-Peter (2002). "Commerce, Trade, Markets, and
Money: Thirteenth-Fifteenth Centuries". Di Angeliki E. Laiou. The
Economic History of Byzantium (Volume 2) (PDF). Dumbarton Oaks.
 McDonnell, Myles Anthony (2006). "Hellenization and Arete:
Semantic Borrowing". Roman Manliness: Virtus and the Roman
Republic. Cambridge University Press.ISBN 9780521827881.
 Meyendorff, John (1982). The Byzantine Legacy in the Orthodox
Church. St Vladimir's Seminary Press. ISBN 0913836907.
 Millar, Fergus (2006). A Greek Roman Empire: Power and Belief
under Theodosius II (408–450). University of California
Press. ISBN 0520247035.
 Moravcsik, Gyula (1970). Byzantium and the Magyars. Hakkert.
 Mousourakis, George (2003). "The Dominate". The Historical and
Institutional Context of Roman Law. Ashgate
Publishing. ISBN 0754621146.
 Nathan, Geoffrey S. "Roman Emperors: Theodosius II". Diakses
tanggal 2007-01-10.
 Neumann, Iver B. (August 2006). "Sublime Diplomacy: Byzantine,
Early Modern, Contemporary" (PDF). Millennium: Journal of
International Studies 34 (3): 865–888.ISSN 1569-2981. Diakses
tanggal 2007-05-21.
 Neubecker, Ottfried (1997). Heraldry: Sources, Symbols and
Meaning. Time Warner Books UK. ISBN 0316641413.
 Neville, Leonora Alice (2004). "Imperial Administration and
Byzantine Political Culture".Authority in Byzantine Provincial
Society, 950–1100. Cambridge University Press.ISBN 0521838657.
 Nicol, Donald MacGillivray (1993). The Last Centuries of
Byzantium, 1261–1453. Cambridge University
Press. ISBN 0521439914.
 Norwich, John Julius (1998). A Short History of Byzantium.
Penguin.ISBN 9780140259605.
 Obolensky, Dimitri (1994). "The Principles and Methods of
Byzantine Diplomacy". Byzantium and the Slavs. St Vladimir's
Seminary Press. ISBN 088141008X.
 Ostrogorsky, Georg (1969). History of the Byzantine State. New
Brunswick (NJ).ISBN 0813511984.
 Paparrigopoulos, Constantine; Karolidis, Pavlos (1925). History of
the Hellenic Nation (Volume Db) (dalam Greek). Eleftheroudakis.
 Parry, Kenneth (1996). "Historical Introduction". Depicting the
Word: Byzantine Iconophile Thought of the Eighth and Ninth
Centuries. Brill Academic Publishers. ISBN 9004105026.
 Postan, Michael Moïssey; Miller, Edward; Postan, Cynthia
(1987). The Cambridge Economic History of Europe (Volume 2).
Cambridge University Press. ISBN 0521087090.
 Read, Piers Paul (2000). The Templars: The Dramatic History of
the Knights Templar, The Most Powerful Military Order of the
Crusades. Macmillan. ISBN 0312266588.
 Reinert, Stephen W. (2002). "Fragmentation (1204–1453)". Di Cyril
Mango. The Oxford History of Byzantium. Oxford University
Press. ISBN 0198140983.
 Robins, Robert Henry (1993). The Byzantine Grammarians: Their
Place in History. Walter de Gruyter. ISBN 3110135744.
 Runciman, Steven (1982). "The Bogomils". The Medieval
Manichee: A Study of the Christian Dualist Heresy. Cambridge
University Press. ISBN 0521289262.
 Runciman, Steven (1990). The Fall of Constantinople, 1453.
Cambridge University Press.ISBN 0521398320.
 Runciman, Steven (1970). The Last Byzantine Renaissance.
Cambridge, England: University Press. ISBN 0521077877.
 Ryan, Herbert J. (1993). "The Church in History". Di Christopher
Key Chapple and Thomas P. Rausch. The College Student's
Introduction to Theology. Liturgical Press.ISBN 0814658415.
 Saramandru, Nicolae. "Torna, Torna Fratre" (PDF) (dalam
Romanian). Editura Academiei Române. Diakses tanggal 2007-04-
25.
 Sedlar, Jean W. (1994). "Foreign Affairs". East Central Europe in
the Middle Ages, 1000–1500. University of Washington
Press. ISBN 0295972904.
 Seeck, Otto (1876). Notitia Dignitatum accedunt Notitia Urbis
Constantinopolitanae Laterculi Prouinciarum. Berlin, Germany:
Apud Weidmannos.
 Seton-Watson, Hugh (1967). "The Church". The Russian Empire,
1801–1917. Oxford University Press. ISBN 0198221525.
 Shahid, Irfan (1972). "The Iranian factor in Byzantium during the
reign of Heraclius".Dumbarton Oaks Papers (Dumbarton Oaks,
Trustees for Harvard University) 26: 293–320.doi:10.2307/1291324.
 Shopen, Timothy (1987). Languages and Their Status. University of
Pennsylvania Press.ISBN 0812212495.
 Speck, Paul (1984). "Ikonoklasmus und die Anfänge der
Makedonischen Renaissance".Varia 1 (Poikila Byzantina 4). Rudolf
Halbelt. pp. 175–210.
 Stone, Andrew. "John II Komnenos (AD 1118–1143)". Online
Encyclopedia of Roman Emperors. Diakses tanggal 2007-05-18.
 Stone, Andrew. "Manuel I Komnenos (AD 1143–1180)". Online
Encyclopedia of Roman Emperors. Diakses tanggal 2007-02-05.
 "Siege of Zara". Encyclopædia Britannica Concise. Diakses
tanggal 2007-05-18.
 Tarasov, Oleg; Milner-Gulland, R. R. (2004). Icon and Devotion:
Sacred Spaces in Imperial Russia. Reaktion
Books. ISBN 1861891180.
 Tatakes, Vasileios N.; Moutafakis, Nicholas J. (2003). Byzantine
Philosophy. Hackett Publishing. ISBN 0872205630.
 "The Fourth Crusade and the Latin Empire of
Constantinople". Encyclopædia Britannica. 2002.
 Treadgold, Warren (1995). "The Army and the State". Byzantium
and Its Army, 284–1081. Stanford University
Press. ISBN 0804724202.
 Treadgold, Warren (1997). A History of the Byzantine State and
Society. Stanford University Press. ISBN 0804726302.
 Treadgold, Warren (1991). The Byzantine Revival, 780–842.
Stanford University Press.ISBN 0804718962.
 Troianos, Spyros; Velissaropoulou-Karakosta, Julia (1997).
"Byzantine Law". History of Law. Ant. N. Sakkoulas
Publishers. ISBN 9602325941.
 University of Chile: Center of Byzantine and Neohellenic Studies
(1971). Bizantion Nea Hellas (Issue 2). University Press.
 Vasiliev, Alexander Alexandrovich (1928–1935). "Byzantium and
the Crusades". History of the Byzantine Empire. ISBN 0299809250.
 Versteegh, Cornelis H. M. (1977). "The First Contact with Greek
Grammar". Greek Elements in Arabic Linguistic Thinking. Leiden:
Brill. ISBN 9004048553.
 Watson, Bruce (1993). "Jerusalem 1099". Sieges: A Comparative
Study. Praeger/Greenwood. ISBN 0275940349.
 Wells, H. G. (1922). A Short History of the World. New York, New
York: Macmillan.ISBN 0064926745.
 Wickham, Chris (2009). The Inheritance of Rome: A History of
Europe from 400 to 1000. Viking. ISBN 0670020982.
 Williams, Stephen; Friell, Gerard; Friell, John Gerard Paul (1999).
"Jerusalem 1099". The Rome that Did Not Fall: The Survival of the
East in the Fifth Century. Routledge.ISBN 0415154030.
 Winnifrith, Tom; Murray, Penelope (1983). Greece Old and New.
Macmillan.ISBN 0333278364.
 Wroth, Warwick (1908). Catalogue of the Imperial Byzantine Coins
in the British Museum. British Museum Dept. of Coins and
Medals. ISBN 1402189540.

Bacaan lanjut[sunting | sunting sumber]

 Ahrweiler, Helene (2000). Les Europeens. Paris: Herman.


 Haldon, John (2001). The Byzantine Wars: Battles and Campaigns
of the Byzantine Era. Stroud: Tempus
Publishing. ISBN 0752417959.
 Hussey, J. M. (1966). The Cambridge Medieval History, Volume
IV — The Byzantine Empire Part I, Byzantium and its Neighbors.
Cambridge University Press.
 Runciman, Steven (1966). Byzantine Civilisation. Edward Arnold
(Publishers). ISBN 1566195748.
 Runciman, Steven (1990). The Emperor Romanus Lecapenus and
his Reign. University Press (Cambridge). ISBN 0521061644.
 Toynbee, Arnold J. (1972). Constantine Porphyrogenitus and His
World. Oxford University Press. ISBN 019215253X. ISBN 0-19-
215253-X.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Wikimedia
Commonsmemiliki galeri
mengenai:

Kekaisaran Romawi Timur

Studi, sumber, dan bibliografi Bizantium[sunting | sunting sumber]

 Adena, L. "The Enduring Legacy of Byzantium", Clio History


Journal, 2008.
 Ciesniewski, C. "The Byzantine Achievement", Clio History
Journal, 2006.
 Fox, Clinton R. What, If Anything, Is a Byzantine? (Ensiklopedia
Kaisar-kaisar Romawi Daring)
 The Cambridge Medieval History (IV) The Eastern Roman
Empire (717–1453).
 Halaman studi Bizantium di Dumbarton Oaks. Meliputi pranala
ke beberapa teks elektronik.
 Byzantium: Byzantine Studies on the Internet. Pranala ke
berbagai sumber daring.
 Translated Excerpts from Byzantine Sources: The Imperial
Centuries, c. 700-1204. Sumber daring.
 De Re Militari. Sumber-sumber untuk sejarah abad
pertengahan, meliputi beberapa sumber terjemahan mengenai
peperangan Bizantium.
 Medieval Sourcebook: Byzantium. Beberapa sumber primer
mengenai sejarah Romawi Timur.
 Bibliography on Byzantine Material Culture and Daily Life.
Dihost oleh Universitas Wina; dalam bahasa Inggris.
 Constantinople Home Page. Pranala ke teks, gambar, dan video
tentang Bizantium.
 Bizantium di Krimea: Sejarah Politik, Seni, dan Budaya.
 Institute for Byzantine Studies of the Austrian Academy of
Sciences
Lainnya[sunting | sunting sumber]

 De Imperatoribus Romanis. Biografi ilmiah kaisar-kaisar


Bizantium.
 Jatuhnya Kekaisaran. Pelajaran Bizantium (2007). (Russian:
Гибель империи. Византийский урок) Film yang menjelaskan
mengapa Romawi Timur jatuh dari sudut pandang politik dan
ekonomi, difilmkan oleh Gereja Ortodoks Rusia.
 12 Penguasa Bizantium oleh Lars Brownworth dari The Stony
Brook School; ceramah audio. ulasan NYTimes.
 18 abad Kekaisaran Romawi oleh Howard Wiseman (Peta-peta
Romawi/Bizantium selama keberadaannya)

[tampilkan]
 L
 B

 S

Sejarah kekaisaran di dunia


Kategori:
 Bekas kekaisaran
 Kekaisaran Romawi Timur
Menu navigasi
 Belum masuk log

 Pembicaraan

 Kontribusi

 Buat akun baru

 Masuk log
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Perubahan tertunda
 Sunting
 Sunting sumber
 Versi terdahulu
Pencarian
Lanjut

 Halaman Utama
 Perubahan terbaru
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang
Komunitas
 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan
Wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
Hubungi kami
Bak pasir
Bagikan
 Facebook
 Twitter
 Google+
Cetak/ekspor
 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak
Dalam proyek lain
 Wikimedia Commons
Perkakas
 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Item di Wikidata
 Kutip halaman ini
 Pranala menurut ID
Bahasa lain
 ‫العربية‬
 Башҡортса
 Čeština
 Ελληνικά
 English
 Basa Jawa
 Latina
 Bahasa Melayu
 中文
131 lagi
Sunting interwiki
 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons;
ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih
jelasnya.

Anda mungkin juga menyukai