Anda di halaman 1dari 62

Romawi Kuno

Di bidang penulisan sejarah, Romawi Kuno adalah


Romawi Kuno
sebutan bagi peradaban bangsa Romawi mulai dari
berdirinya kota Roma di Jazirah Italia pada abad ke-8 Roma
pra-Masehi sampai dengan runtuhnya Kekaisaran 753 SM–476 M
Romawi Barat pada abad ke-5 tarikh Masehi, yakni
kurun waktu yang mencakup zaman Kerajaan Romawi
(753 – 509 SM), zaman Republik Romawi (509 – 27
SM), dan zaman Kekaisaran Romawi sampai dengan Senātus Populusque Rōmānus
(Majelis Sesepuh Beserta Rakyat Romawi)
tumbangnya Romawi Barat (27 SM – 476 M).[1] Cikal
bakal peradaban ini adalah perkampungan suku bangsa
Italik di Jazirah Italia, yang didirikan pada tahun 753
SM, dan kelak tumbuh menjadi kota Roma. Nama kota
Roma adalah cikal bakal dari nama kekaisaran yang
menjadikannya ibu kota, sekaligus cikal bakal dari
nama peradaban yang dikembangkan dan
disebarluaskan oleh kekaisaran itu. Kekaisaran
Romawi tumbuh menjadi salah satu kekaisaran
terbesar di dunia pada Abad Kuno, dengan populasi
seramai kira-kira 50 sampai 90 juta jiwa (sekitar 20%
dari keseluruhan populasi dunia pada zamannya),[2]
dan wilayah seluas 5 juta persegi pada tahun 117 M.[3]
Wilayah peradaban bangsa Romawi:
Republik Romawi
Dari abad ke abad, negara binaan bangsa Romawi ini
Kekaisaran Romawi
sedikit demi sedikit berkembang dari negara monarki
Kekaisaran Romawi Barat
elektif menjadi negara republik kuno yang demokratis,
dan selanjutnya menjadi negara kekaisaran diktator Kekaisaran Romawi Timur

militer semielektif yang kian lama kian autokratis. Ibu kota Roma, dan beberapa kota lain
Melalui perang penaklukan serta asimilasi budaya dan menjelang keruntuhannya,
bahasa, Kekaisaran Romawi mampu menguasai teristimewa Konstantinopolis
dan Ravenna.
beragam suku bangsa dan wilayah yang sangat luas.
Pada masa jayanya, Kekaisaran Romawi berdaulat atas Bahasa yang Latin
kawasan pesisir utara Afrika, Mesir, kawasan selatan umum
digunakan
Eropa, sebagian besar kawasan barat Eropa, Jazirah
Balkan, Jazirah Krimea, dan sebagian besar kawasan Pemerintahan Kerajaan (753–509 SM)
Republik (509–27 SM)
Timur Tengah, termasuk Syam, berikut sejumlah Kekaisaran (27 SM–476 M)
daerah di Mesopotamia dan Jazirah Arab. Romawi
Era Sejarah Sejarah kuno
Kuno kerap disandingkan dengan Yunani Kuno dalam
• Berdirinya 753 SM
kelompok peradaban Abad Kuno. Budaya serta
kota Roma
masyarakat kedua peradaban ini sangat mirip satu • Penggulingan 509 SM
sama lain, sehingga disamaratakan dengan sebutan Tarquinus Si
Dunia Yunani-Romawi. Tinggi Hati
• Octavianus 27 SM
dimasyhurkan
Peradaban Romawi Kuno punya andil besar dalam
sebagai
perkembangan bahasa, agama, tata kemasyarakatan, Augustus
teknologi, hukum, politik, ketatanegaraan, tata cara • Runtuhnya 476 M
berperang, kesenian, kesusastraan, arsitektur, dan ilmu Kekaisaran
Romawi
teknik Zaman Modern. Roma memprofesionalisasi
Barat

Romawi Kuno

Artikel ini adalah bagian dari seri:


Politik dan pemerintahan
Romawi Kuno

Periode

Kerajaan Romawi
753 SM – 509 SM
Republik Romawi
508 SM – 27 SM
Kekaisaran Romawi
27 SM seterusnya
Principatus
Dominatus
Tetrarki

Kekaisaran Barat Kekaisaran Timur


Konstitusi Romawi

Konstitusi Kerajaan Romawi


Konstitusi Republik Romawi
Konstitusi Kekaisaran Romawi
Konstitusi Kekaisaran Romawi terakhir
Sejarah konstitusi Romawi
Senat
Majelis legislatif
Hakim eksekutif

Pejabat Negara

Konsul Edilis
Pretor Tribunus
Kuestor Sensor
Promagistrat Gubernur

Pejabat Negara Luar Biasa


Diktator Rex
Magister ekuitum Triumviri
Tribunus konsular Desemviri

Gelar dan Penghormatan


Kaisar
Legatus Magister militum
Dux Imperator
Officium Princeps Senatus
Prefektus Pontifex Maximus
Vikarius Augustus
Vigintiseksviri Caesar
Liktor Tetrarki

Hukum dan preseden


Hukum Romawi
Imperium Kewarganegaraan Romawi
Mos maiorum Auktoritas
Kolegialitas Cursus honorum

Negara lain · Atlas


Portal politik
lihat · bicara · sunting (https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Templat:Politik_Romawi_Kuno&action=edit)

serta mengembangkan kekuatan militernya, dan menciptakan sistem pemerintahan res publica, yang
menginspirasi pembentukan negara-negara republik pada Zaman Modern[4][5][6] semisal Amerika Serikat
dan Prancis. Peradaban Romawi Kuno sudah mampu melakukan rekayasa yang mengagumkan di bidang
teknologi dan arsitektur, misalnya membangun jaringan akuaduk, jaringan jalan raya, monumen-
monumen, istana-istana, dan fasilitas-fasilitas umum berukuran raksasa.

Perang Punik melawan Kartago adalah serangkaian perang yang mengantarkan Roma menjadi salah satu
negara adidaya pada zamannya. Dalam perang beruntun ini, Roma berhasil merebut pulau-pulau yang
strategis, yakni Korsika, Sardinia, dan Sisilia, berhasil merebut Hispania (Spanyol dan Portugal sekarang
ini), serta berhasil meluluhlantakkan kota Kartago pada tahun 146 SM. Segala keberhasilan ini membuat
Roma menjadi negara terunggul di seantero kawasan sekeliling Laut Tengah. Pada penghujung zaman
republik (27 SM), Roma telah berhasil menundukkan negeri-negeri di sekeliling Laut Tengah bahkan
lebih jauh lagi. Wilayah kekuasaannya membentang dari Samudra Atlantik sampai ke Jazirah Arab, dan
dari muara Sungai Rhein sampai ke Afrika Utara. Kekaisaran Romawi bermula seiring tamatnya riwayat
Republik Romawi dan berakhirnya masa kediktatoran militer Augustus. Perang selama 721 tahun antara
Roma dan Persia bermula pada tahun 92 SM dengan meletusnya Perang Romawi-Partia, dan merupakan
konflik terlama sepanjang sejarah umat manusia, yang berdampak besar terhadap masa depan kedua
negara.

Pada masa pemerintahan Traianus, luas wilayah Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya, membentang
dari kawasan sekeliling Laut Tengah sampai ke pantai Laut Utara di sebelah utara, dan pantai Laut
Tengah serta pantai Laut Kaspia di sebelah timur. Adab dan adat warisan zaman republik mulai memudar
pada zaman kekaisaran, manakala perang saudara menjadi peristiwa lumrah yang mengawali
kemunculan kaisar baru.[7][8][9] Negara-negara pecahan Kekaisaran Romawi, semisal Kekaisaran
Tadmur, sempat menyekat wilayah kekaisaran semasa Krisis Abad Ketiga.

Akibat digerogoti kekacauan di dalam negeri dan serangan suku-suku bangsa asing yang hijrah ke
wilayahnya, bagian barat Kekaisaran Romawi akhirnya terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan
merdeka bentukan suku-suku Barbar pada abad ke-5. Para sejarawan menjadikan peristiwa
keterpecahbelahan ini sebagai tonggak sejarah semesta yang memisahkan kurun waktu kuno dari kurun
waktu "kegelapan" pra-Abad Pertengahan di Eropa. Bagian timur Kekaisaran Romawi bertahan
menyintasi abad ke-5, dan tetap menonjol sebagai salah satu negara adidaya di pentas dunia sepanjang
"Abad Kegelapan" dan Abad Pertengahan, sampai akhirnya tumbang pada tahun 1453. Kendati rakyat
Kekaisaran Romawi tidak membeda-bedakan bagian barat dari bagian timur, para sejarawan Zaman
Modern lazimnya menggunakan istilah "Kekaisaran Romawi Timur" sebagai sebutan bagi Kekaisaran
Romawi yang tersisa pada Abad Pertengahan, guna membedakannya dari Kekaisaran Romawi yang
seutuhnya pada Abad Kuno.[10]

Daftar isi
Mitos asal usul
Zaman kerajaan
Zaman republik
Perang Punik
Berakhirnya zaman republik
Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla
Gaius Iulius Caesar dan Triumviratus I
Octavianus dan Triumviratus II
Zaman kekaisaran - pemerintahan para princeps
Wangsa Iulia-Claudia
Augustus
Tiberius sampai Nero
Wangsa Flavia
Vespasianus
Titus dan Domitianus
Wangsa Nerva–Antonina
Traianus
Hadrianus sampai Commodus
Wangsa Severana
Septimius Severus
Caracalla sampai Alexander Severus
Krisis abad ke-3
Zaman kekaisaran – pemerintahan para dominus
Diocletianus
Constantinus dan agama Kristen
Runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat
Kemasyarakatan
Hukum
Penggolongan masyarakat
Pendidikan
Pemerintahan
Militer
Perekonomian
Keluarga
Kebudayaan
Bahasa
Agama
Tata susila dan budi pekerti
Seni rupa, musik, dan sastra
Boga
Olah raga dan hiburan
Teknologi
Warisan sejarah
Penulisan sejarah
Zaman Romawi
Zaman Modern
Baca juga
Rujukan dan keterangan
Sumber
Bacaan lanjutan
Pranala luar

Mitos asal usul


Artikel utama: Berdirinya Roma
Menurut mitos asal usulnya, kota Roma didirikan pada tanggal 21 April 753 SM, di tepi Sungai Tiber,
kawasan tengah Jazirah Italia, oleh si kembar Romulus dan Remus, cucu-cucu Numitor, raja orang Latini
Alba Longa, keturunan pahlawan besar Troya, Aeneas (bahasa Yunani: Αἰνείας, Aineías).[11] Rhea Silvia,
anak perempuan Raja Numitor, adalah ibu kandung si kembar.[12][13] Konon Rhea Silvia berbadan dua
setelah digagahi Mars, dewa perang bangsa Romawi, sehingga si kembar Romulus dan Remus pun
dianggap sebagai manusia-manusia setengah dewa.

Raja Numitor dimakzulkan saudara kandungnya, Amulius. Karena khawatir suatu ketika nanti Romulus
dan Remus akan merebut kembali singgasana, Amulius menyuruh orang menenggelamkan kedua bayi
kembar itu.[13] Seekor serigala betina (atau seorang istri gembala menurut sejumlah riwayat lain)
menyelamatkan dan membesarkan mereka. Sesudah beranjak dewasa, si kembar merebut dan
menyerahkan kembali singgasana Alba Longa kepada Numitor.[13][14]
Si kembar selanjutnya mendirikan kota mereka sendiri.
Malangnya Remus tewas dibunuh Romulus dalam pertengkaran
mengenai letak kerajaan yang akan mereka dirikan. Menurut
beberapa sumber, keduanya mempertengkarkan soal siapa yang
akan menjadi raja, atau siapa yang namanya akan dijadikan nama
kota.[15] Nama Romuluslah yang akhirnya menjadi nama kota
binaan si kembar.[13] Untuk memperbanyak jumlah warganya,
Roma menawarkan suaka bagi kaum papa, orang-orang buangan,
dan orang-orang yang keberadaannya tidak diharapkan.
Menurut legenda, kota Roma
didirikan pada tahun 753 SM oleh
Kebijakan ini menimbulkan masalah, karena jumlah warga laki-
Romulus dan Remus, dua laki terus meningkat, sementara warga perempuan menjadi
bersaudara kembar yang dibesarkan langka. Romulus sampai harus melawat kota demi kota dan suku
oleh seekor serigala betina demi suku di sekitar Roma, dalam rangka mencarikan istri bagi
sekian banyak warga Roma yang masih membujang. Akan tetapi
Roma sudah telanjur dipenuhi orang-orang yang tidak disukai
sehingga usaha Romulus menemui jalan buntu. Menurut legenda, orang Latini akhirnya menggunakan
tipu muslihat demi mendapatkan istri. Mereka mengundang orang Sabini menghadiri suatu perayaan
meriah, lalu melarikan anak-anak gadis mereka, sehingga orang Latini dan orang Sabini akhirnya
berbaur.[16]

Menurut legenda lain yang dicatat oleh sejarawan Yunani, Dionisios asal Halikarnasos, konon sesudah
kota Troya diluluhlantakkan orang-orang Yunani dalam Perang Troya, Aeneas memimpin serombongan
pengungsi Troya berlayar mencari tempat untuk mendirikan kota Troya yang baru. Setelah mengarungi
laut yang bergelora, mereka akhirnya mendarat di tepi Sungai Tiber. Tak seberapa lama menjejaki
daratan, para penumpang lelaki sudah ingin kembali berlayar, bertolak belakang dengan keinginan para
penumpang perempuan. Roma, salah seorang penumpang perempuan, mengajak perempuan-perempuan
lain bersama-sama membakar kapal guna membatalkan pelayaran. Para penumpang lelaki mula-mula
memarahi Roma, tetapi akhirnya sadar bahwa tempat persinggahan mereka sesungguhnya layak
dijadikan tempat bermukim yang baru. Permukiman yang mereka dirikan di tepi Sungai Tiber diberi
nama Roma, sama seperti nama biang kerok pembakaran kapal mereka.[17]

Pujangga Romawi, Vergilius, meriwayatkan kembali legenda ini dalam syair wiracarita gubahannya,
Aeneis. Dikisahkan bahwa Aeneas, si pangeran Troya, telah ditakdirkan dewata menjadi pendiri Troya
baru. Para penumpang perempuan juga dikisahkan menolak untuk kembali berlayar, tetapi tidak berlanjut
dengan pembangunan permukiman di tepi Sungai Tiber. Sesudah berlabuh di Italia, Aeneas, yang hendak
memperistri Lavinia, harus berperang melawan Turnus, yang sudah lebih dahulu mengincar Lavinia.
Menurut syair wiracarita ini, raja-raja Alba Longa termasuk nasab Aeneas, dan dengan demikian
Romulus, pendiri kota Roma, terhitung sebagai keturunannya.

EasyTimeline 1.90

Timeline generation failed: 1 error found


Line 26: bar: color:era

- PlotData attribute 'bar' invalid.

Use only characters 'a'-'z', 'A'-'Z', '0'-'9', '_'


Zaman kerajaan
Artikel utama: Kerajaan Romawi
Kota Roma tumbuh dari permukiman-permukiman di sekitar
dangkalan Sungai Tiber, salah satu titik persimpangan lalu lintas
dan perniagaan.[14] Berdasarkan bukti-bukti arkeologi, desa
Roma mungkin didirikan pada abad ke-8 SM, kendati mungkin
pula sudah didirikan seawal-awalnya pada abad ke-10 SM, oleh
orang Latini, di puncak Bukit Palatium.[18][19]
Penari dan musisi, lukisan Etruski
Orang Etruski, yang sudah lebih dahulu mendiami daerah Etruria
pada dinding Makam Macan Tutul di
di sebelah utara, agaknya telah menancapkan cengkeraman Tarquinia, Italia
politik mereka di kawasan itu pada penghujung abad ke-7 SM,
dan menjadi semacam golongan elit kaum ningrat beserta kepala
monarki. Kekuasaan orang Etruski agaknya meredup pada penghujung abad ke-6 SM. Pada waktu inilah
orang Latini dan orang Sabini menegakkan kembali kedaulatan mereka dengan mendirikan sebuah
negara republik dengan lebih banyak batasan bagi pemimpin dalam menjalankan kekuasaan.[20]

Menurut keyakinan turun-temurun bangsa Romawi dan berdasarkan bukti-bukti arkeologi, lingkungan di
ujung tenggara Forum Romanum adalah pusat pemerintahan dan keagamaan bangsa Romawi yang mula-
mula. Numa Pompilius, Raja Roma yang kedua, pengganti Romulus, mengawali kegiatan pembangunan
kota dengan mendirikan regia (keraton), dan asrama perawan Vesta di tempat itu.

Zaman republik
Artikel utama: Republik Romawi
Menurut keyakinan turun-temurun dan keterangan pujangga-pujangga terkemudian semisal Livius,
negara Republik Romawi lahir sekitar tahun 509 SM,[21] manakala Raja Roma ke-7, Tarquinus Si Tinggi
Hati, digulingkan oleh Lucius Iunius Brutus, dan sistem monarki diganti dengan sistem pemerintahan
baru yang diselenggarakan oleh para magistratus, pejabat negara yang dipilih tiap-tiap tahun untuk
mengepalai berbagai bidang ketatanegaraan.[22] Undang-undang dasar negara Republik Romawi
mengatur tentang pengawasan dan perimbangan kekuasaan. Para magistratus yang paling utama adalah
dua orang consul, yang bersama-sama menjalankan kewenangan eksekutif semisal imperium, yakni
kewenangan memerintah bala tentara.[23] Para consul harus bekerja sama dengan senatus. Mula-mula
senatus adalah dewan penasihat yang beranggotakan orang-orang dari kalangan ningrat, yakni kaum
patricius, tetapi kewenangan maupun jumlah anggotanya lama-kelamaan semakin besar.[24]

Para magistratus lain adalah tribunus, quaestor, aedilis, praetor, dan censor.[25] Mula-mula hanya kaum
patricius yang dibenarkan menjadi magistratus, tetapi di kemudian hari kaum plebs (rakyat jelata) juga
diberi kesempatan yang sama.[26] Sidang-sidang pemungutan suara di negara Republik Romawi adalah
comitia centuriata (sidang seratus warga), yang melakukan pemungutan suara untuk mengambil
keputusan terkait pemakluman perang, kesepakatan damai, dan pemilihan orang-orang yang akan
menduduki jabatan-jabatan terpenting, serta comitia tributa (sidang
warga suku), yang melakukan pemungutan suara untuk memilih orang-
orang yang akan menduduki jabatan-jabatan yang tidak begitu
penting.[27]

Pada abad ke-4 SM, Roma diserang orang Galia, yang kala itu telah
memperluas wilayah kekuasaannya ke Jazirah Italia melintasi Lembah Po
dan menerobos masuk ke Etruria. Pada tanggal 16 Juli 390 SM, bala
tentara Galia di bawah pimpinan Brennus, salah seorang kepala suku
mereka, menggempur orang Romawi di tepi Sungai Allia, hanya sepuluh
mil ke utara dari kota Roma. Orang Romawi dapat dikalahkan, dan orang
Galia pun langsung bergerak menuju Roma. Sebagian besar warga Roma
Patung dada Lucius Iunius
telah mengungsi, tetapi ada sejumlah warga yang masih bertahan di Bukit
Brutus di Museum Capitolini,
Capitolium, dan bertekad melawan musuh sampai titik darah patung perunggu Romawi,
penghabisan. Orang Galia menjarah dan membumihanguskan kota Roma, abad ke-4 sampai
lalu mengepung Bukit Capitolium. Aksi pengepungan berlangsung penghujung abad ke-3 SM
selama tujuh bulan sampai orang Galia bersedia berdamai dengan
imbalan 1000 pon (450 kg) emas.[28] Menurut
legenda yang baru muncul di kemudian hari, konon
petugas Romawi yang mengawasi kegiatan
penimbangan emas mendapati orang Galia
menggunakan dacin yang sudah diakali. Orang
Romawi pun naik pitam, segera menghunus senjata,
dan berhasil mengalahkan orang Galia. Semangat
juang orang Romawi dipuji panglima mereka,
Marcus Furius Camillus, dengan kalimat "Roma
membeli kemerdekaannya dengan besi, bukan
dengan emas."[29]

Suku-suku bangsa lain di Jazirah Italia, termasuk


orang Etruski, satu demi satu ditundukkan oleh orang
Romawi.[30] Ancaman terakhir terhadap hegemoni
Romawi di Jazirah Italia muncul tatkala Tarentum,
salah satu koloni orang Yunani yang cukup besar,
mendatangkan Piros asal Epiros (bahasa Latin:
Pyrrhus Epirotes; bahasa Yunani: Πύρρος της Italia (menurut tapal batas saat ini) pada tahun 400
Ηπείρου, Piros tis Ipeirou) pada tahun 281 SM untuk SM
melawan orang Romawi, tetapi berakhir dengan
kegagalan.[30][31] Orang Romawi mengekalkan
keberhasilan aksi-aksi penaklukan mereka dengan mendirikan koloni-koloni Romawi di tempat-tempat
strategis, sehingga terbentuk suatu rentang kendali yang kukuh mencengkeram daerah-daerah taklukan
mereka di Jazirah Italia.[30]

Perang Punik
Artikel utama: Perang Punik
Lihat pula: Penaklukan Jazirah Iberia oleh bangsa Romawi
Pada abad ke-3 SM, Roma mendapat lawan baru
yang tangguh, yakni Kartago, negara kota bangsa
Fenisia yang kaya lagi makmur dan berhasrat
menguasai seluruh kawasan sekitar Laut Tengah.
Roma dan Kartago pernah bersekutu pada zaman
Piros dari Epiros, musuh bersama mereka, tetapi
hegemoni Roma di daratan Italia dan kejayaan bahari
Kartago melambungkan masing-masing kota
menjadi dua kekuatan utama di sebelah barat
kawasan Laut Tengah, dan benturan kepentingan
kedua kota atas kawasan Laut Tengah tak ayal
berujung sengketa. Pergeseran wilayah kekuasaan Romawi dan
Kartago selama Perang Punik
Perang Punik I meletus pada tahun 264 SM, Wilayah Kartago
manakala kota Messana meminta bantuan Kartago
Wilayah Romawi
untuk menuntaskan pertikaian dengan Hieron asal
Sirakusa (bahasa Latin: Hiero Syracusanus; bahasa
Yunani: Ἱέρων των Συρακουσών, Hieron ton
Sirakouson). Setelah orang Kartago turun tangan,
Messana meminta Roma mengusir mereka. Roma
melibatkan diri dalam perang ini karena Sirakusa dan
Messana terlampau dekat dengan kota-kota Yunani
di kawasan selatan Italia yang baru saja takluk, dan
Kartago kini mampu menyerang masuk ke dalam
wilayah kekuasaan Romawi. Selain itu, Roma juga
juga berharap dapat memasukkan Sisilia ke dalam
wilayah kekuasaannya.[35]

Orang Romawi memang sudah biasa bertempur di


darat, tetapi kali ini mereka juga harus mampu Salah satu aksi pengepungan bangsa Romawi
yang paling masyhur adalah aksi pengepungan
bertempur di laut jika ingin mengalahkan seteru
Numantia, kubu pertahanan orang Keltiberia di
barunya. Kartago adalah sebuah negara bahari,
tengah kawasan utara wilayah Spanyol sekarang
sementara negara Republik Romawi tidak memiliki ini, oleh Scipio Aemilianus pada tahun 133 SM[32]
cukup kapal maupun pengalaman tempur di laut,
sehingga mustahil dapat memenangkan perang tanpa
lebih dahulu bersusah payah dalam waktu yang lama. Kendati demikian, Roma berhasil mengalahkan
dan memaksa Kartago untuk berdamai sesudah 20 tahun lebih saling memerangi. Salah satu penyebab
meletusnya Perang Punik II[36] adalah syarat membayar pampasan perang yang terpaksa disetujui
Kartago demi tercapainya kesepakatan damai seusai Perang Punik I.[37]

Perang Punik II termasyhur karena kehebatan panglima-panglima perangnya, yakni Hannibal Barca
(bahasa Punik: 𐤒𐤓𐤁 𐤋𐤏𐤁𐤍𐤇, Hanibaʿal Baraq) dan Hasdrubal Barca (bahasa Punik: 𐤒𐤓𐤁 𐤋𐤏𐤁𐤓𐤆𐤏,
ʿAzrubaʿal Baraq) di kubu Kartago, serta Marcus Claudius Marcellus, Quintus Fabius Maximus
Verrucosus, dan Publius Cornelius Scipio di kubu Roma. Semasa berlangsungnya Perang Punik II, Roma
juga terlibat dalam Perang Makedonia I. Perang Punik II bermula dengan invasi nekat atas Hispania oleh
Hannibal Barca, Senapati Kartago yang pernah memimpin aksi-aksi militer Kartago di Sisilia pada
Perang Punik I. Hannibal, putra Hamilcar Barca (bahasa Punik: 𐤒𐤓𐤁 𐤕𐤓𐤒𐤋𐤌𐤇, Hamilqart Baraq),
bergerak cepat melintasi Hispania menuju Pegunungan Alpen Italia, sehingga menggentarkan sekutu-
sekutu Roma di Italia. Cara terbaik menggagalkan usaha Hannibal
untuk membuat orang-orang Italia mengkhianati Roma adalah
memperlambat laju pergerakan bala tentara Kartago dengan
serangan-serangan gerilya guna memangkas kekuatan tempur
mereka sedikit demi sedikit. Muslihat ini diusulkan oleh Quintus
Fabius Maximus sehingga akhirnya terkenal dengan sebutan
Muslihat Fabius, dan Quintus Fabius Maximus sendiri kelak dijuluki
Cunctator (Si Penghambat). Akibat muslihat ini, Hannibal tidak
dapat menggerakkan cukup banyak kota di Italia untuk melawan
Roma maupun untuk menambah kekuatan tempurnya yang sudah
menyusut akibat aksi-aksi gerilya Romawi, sehingga jumlah prajurit
dan alat tempurnya tidak cukup memadai untuk dikerahkan
mengepung Roma.

Kendati demikian, Hanibal tetap saja merajalela di Italia sampai 16


tahun lamanya. Setelah Hannibal diperkirakan sudah kehabisan
perbekalan, orang Romawi pun mengeluarkan jagoan mereka,
Patung dada Scipio Africanus
Publius Cornelius Scipio. Senapati Romawi ini berhasil
Tua di Museum Arkeologi
mengalahkan adik Hannibal, Hasdrubal Barca, di daerah yang kini Nasional Napoli (Nomor
menjadi wilayah negara Spanyol, dengan maksud meronggong Inventaris 5634),
daerah sekitaran ibu kota musuh yang tidak dijaga sehingga diperkirakan berasal dari
Hannibal terpaksa harus pulang untuk mempertahankan kota pertengahan abad pertama
Kartago. Perang Punik II berakhir dengan kemenangan mutlak SM[33]
Ditemukan dalam penggalian di
Romawi dalam Pertempuran Zama pada bulan Oktober 202 SM di
Vila Papirus, situs arkeologi
Afrika, yang membuat Publius Cornelius Scipio mendapatkan
Herculaneum, oleh Karl Jakob
agnomen Africanus. Sekalipun banyak berkorban, Roma juga Weber, 1750–65[34]
mendapatkan banyak keuntungan, yakni kedaulatan atas Hispania
berkat aksi penaklukan Publius Cornelius Scipio, dan kedaulatan
atas Sirakusa, daerah kekuasaan terakhir bangsa Yunani di Pulau Sisilia, berkat aksi penaklukan Marcus
Claudius Marcellus.

Setengah abad lebih sesudah peristiwa-peristiwa ini, Kartago sudah benar-benar terpuruk, dan Roma
sudah tidak lagi memusingkan seteru Afrikanya itu. Perhatian Republik Romawi kala itu sepenuhnya
diarahkan pada kerajaan-kerajaan Helenistik di Yunani dan pemberontakan-pemberontakan di Hispania.
Kendati demikian, sesudah melunasi pampasan perang, Kartago merasa tidak perlu lagi tunduk dan patuh
pada Roma, berlawanan dengan pandangan senatus. Ketika diinvasi Numidia pada tahun 151 SM,
Kartago meminta Roma turun tangan. Duta-duta pun diutus ke Kartago, antara lain Marcus Porcius Cato.
Setelah menginsyafi bahwa Kartago masih berpeluang bangkit dari keterpurukan dan kembali berjaya,
Marcus Porcius Cato senantiasa mengakhiri setiap pidatonya, apa pun isinya, dengan kalimat "Ceterum
censeo Carthaginem esse delendam" (akhir kata, menurut hemat saya, Kartago harus dibinasakan).

Perang Punik III meletus pada tahun 149 SM, ketika Roma memaklumkan perang melawan Kartago,
yang telah lancang memerangi Numidia tanpa persetujuan Roma. Dengan mengerahkan seluruh
warganya, Kartago mampu menangkis serangan pertama Roma. Kendati demikian, Kartago tidak cukup
tangguh untuk membendung serangan Scipio Aemilianus, yang meluluhlantakkan seantero kota beserta
tembok-temboknya, memperbudak dan menjual habis seluruh warganya, serta menegakkan kedaulatan
Romawi di bekas wilayah Kartago, yang menjadi cikal bakal dari Provinsi Afrika jajahan Romawi.
Dengan demikian, zaman Perang Punik pun berakhir. Semua perang ini membuat Roma mendapatkan
daerah-daerah jajahan seberang laut yang pertama (Sisilia, Hispania, dan Afrika), melambungkan Roma
menjadi salah satu negara kekaisaran utama, dan menjadi awal dari berakhirnya demokrasi. [38][39]

Berakhirnya zaman republik


Seusai mengalahkan Makedonia dan Kekaisaran Wangsa Seleukos pada abad ke-2 SM, orang Romawi
menjadi bangsa yang paling unggul di Laut Tengah.[40][41] Penaklukan kerajaan-kerajaan Helenistik ini
kian mendekatkan budaya Romawi dengan budaya Yunani, sehingga membuat para petinggi Romawi
meninggalkan peri kehidupan khas orang desa, lalu mulai bergaya hidup mewah dan berperilaku
layaknya warga kota besar. Dari sudut pandang militer, Roma kala itu adalah sebuah kekaisaran yang
padu, dan tidak punya musuh besar.

Dominasi asing menimbulkan pertikaian di dalam negeri. Para senator


menggelembungkan pundi-pundi pribadi dengan mengisap kekayaan
provinsi-provinsi jajahan. Para prajurit, yang kebanyakan adalah petani-
petani kecil, harus menjalani masa bakti yang lebih lama di luar negeri
sehingga ladang-ladang mereka terbengkalai. Meningkatnya
ketergantungan terhadap tenaga budak belian dan pertambahan jumlah
latifundium mempersempit peluang kerja bagi tenaga kerja
upahan.[42][43]

Pendapatan negara dari jarah, merkantilisme di provinsi-provinsi baru,


dan sistem ijon menciptakan peluang-peluang ekonomi baru bagi para
hartawan, sehingga muncullah suatu golongan baru dalam masyarakat,
yakni kalangan saudagar yang disebut Eques (kesatria).[44] Lex Claudia Gaius Marius, salah seorang
senapati sekaligus politikus
(Undang-Undang Claudius) melarang anggota-anggota senatus untuk
Romawi yang secara
berkiprah di bidang perniagaan, sehingga kendati kaum Eques secara dramatis menata ulang
teori boleh menjadi anggota senatus, kiprah mereka di bidang politik militer Romawi
sangat dibatasi.[44][45] Senatus tak henti-hentinya berbantah-bantahan,
berulang kali menghalangi usaha-usaha reformasi agraria yang penting,
dan menolak memberi peluang yang lebih besar bagi kaum Eques untuk urun rembuk dalam urusan
pemerintahan.

Gerombolan-gerombolan warga kota pengangguran, yang dikendalikan oleh senator-senator yang saling
bersaing, mengintimidasi para pemilih dengan kekerasan. Keadaan semacam ini mencapai puncaknya
pada akhir abad ke-2 SM, manakala Gracchus bersaudara, dua orang tribun adik-beradik,
memperjuangkan pengesahan dan penerapan undang-undang reformasi pertahanan, yang mengatur
tentang pembagi-bagian kembali tanah-tanah milik kaum Patricius kepada kaum Plebs. Gracchus
bersaudara tewas dibunuh orang, dan senatus meloloskan rancangan undang-undang baru yang
mementahkan kembali semua jerih payah Gracchus bersaudara.[46] Peristiwa ini menimbulkan keretakan
hubungan yang terus melebar di antara kaum Plebs (kubu populares) dan kaum Eques (kubu optimates).

Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla


Gaius Marius, seorang homo novus, yang belum lama terjun ke bidang politik berkat sokongan keluarga
Metellus, tampil menjadi salah seorang tokoh pemimpin Republik Romawi, ketika terpilih menjadi
consul untuk pertama kalinya pada tahun 107 SM, setelah mengemukakan bahwa mantan induk
semangnya, Quintus Caecilius Metellus Numidicus, tidak mampu mengalahkan dan meringkus Iugurtha,
Raja Numidia. Sesudah terpilih, Gaius Marius pun mulai melaksanakan usaha-usaha reformasi di bidang
militer. Ketika membentuk pasukan dalam rangka memerangi Iugurtha, ia merekrut para warga termiskin
(suatu inovasi), dan banyak pula warga tak berlahan yang diterima menjadi prajurit. Kebijakan semacam
ini memupuk kesetiaan bala tentara pada senapati. Seumur hidupnya, Gaius Marius terpilih menjadi
consul sebanyak tujuh kali. Belum pernah ada orang sebelum Gaius Marius yang terpilih kembali
menjadi consul sampai tujuh kali.

Ketika itulah Gaius Marius mulai bertikai dengan Lucius Cornelius Sulla. Gaius Marius, yang hendak
menangkap Iugurtha, meminta Bocchus, menantu Iugurtha sendiri, untuk menyerahkan Iugurtha
kepadanya. Ketika niat Gaius Marius tidak tercapai, Lucius Cornelius Sulla, yang kala itu adalah salah
seorang perwira bawahan Gaius Marius, nekat menerjang bahaya demi dapat bertatap muka secara
langsung Bocchus dan berhasil membujuknya untuk untuk menyerahkan Iugurtha. Keberhasilan Lucius
Cornelius Sulla sangat menggusarkan Gaius Marius karena sekian banyak seterunya terus-menerus
memanas-manasi Lucius Cornelius Sulla untuk menentangnya. Kendati demikian, Gaius Marius tetap
saja terpilih menjadi consul sampai lima kali berturut-turut dari tahun 104 sampai dengan tahun 100 SM,
karena Roma masih membutuhkan kehadiran seorang pemimpin militer untuk menundukkan orang
Kimbri dan orang Teuton, yang mengancam ketenteraman Roma.

Sesudah Gaius Marius pensiun, Roma untuk beberapa waktu lamanya


dapat menikmati masa damai. Pada kurun waktu inilah para socius
(sekutu) di Italia meminta pengakuan dan hak suara selaku rakyat
Republik Romawi. Tokoh pembaharu, Marcus Livius Drusus,
mendukung pengabulan permintaan mereka melalui undang-undang
tetapi ia tewas dibunuh orang, dan para socius bangkit memberontak
melawan Roma dalam Perang Sekutu. Ketika kedua consul gugur, Gaius
Marius diangkat menjadi panglima perang bersama-sama dengan Lucius
Iulius Caesar dan Lucius Cornelius Sulla.[47]

Seusai Perang Sekutu, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla menjadi
tokoh-tokoh militer terkemuka di Roma, dan para pendukung mereka
saling berseteru memperebutkan kekuasaan. Pada tahun 88 SM, Lucius
Cornelius Sulla terpilih menjadi consul untuk pertama kalinya, dan tugas Lucius Cornelius Sulla
perdananya adalah mengalahkan Mitridates VI dari Pontus, yang berniat
menguasai bagian timur dari wilayah kekuasaan bangsa Romawi.
Kendati demikian, para pendukung Gaius Marius berhasil memperjuangkan pengangkatannya menjadi
senapati di luar kemauan Lucius Cornelius Sulla maupun senatus, sehingga mengobarkan amarah Lucius
Cornelius Sulla. Demi mengukuhkan kekuasaannya sendiri, Lucius Cornelius Sulla mengambil suatu
langkah yang mengejutkan sekaligus melanggar hukum, yakni memimpin perbarisan legiun-legiunnya
menuju Roma, membunuh semua orang yang menunjukkan keberpihakan pada Gaius Marius,
menancapkan kepala korban-korbannya pada galah, lalu dipajang di Forum Romanum. Pada tahun
berikutnya, yakni tahun 87 SM, Gaius Marius, yang tadinya lari menghindari aksi militer Lucius
Cornelius Sulla, pulang ke Roma selagi Lucius Cornelius Sulla sibuk berperang di Yunani. Ia merebut
kekuasaan bersama-sama dengan consul Lucius Cornelius Cinna, membunuh consul yang satunya lagi,
yakni Gnaeus Octavius, dan menjadi consul untuk ketujuh kalinya. Dengan maksud membangkitkan
amarah Lucius Cornelius Sulla, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Cinna membantai orang-orang yang
mendukung Lucius Cornelius Sulla sebagai bentuk balas dendam atas pembantaian para pendukung
Gaius Marius.[47][48]
Gaius Marius wafat pada tahun 86 BC, karena usia yang sudah lanjut maupun akibat kondisi kesehatan
yang memburuk, hanya beberapa bulan sesudah merebut kekuasaan. Lucius Cornelius Cinna berkuasa
mutlak sampai wafat pada tahun 84 SM. Sepulangnya dari medan perang di bagian timur wilayah
kekuasaan Romawi, Lucius Cornelius Sulla dengan leluasa mengukuhkan kekuasaannya. Pada tahun 83
SM, untuk kedua kalinya ia memimpin perbarisan menuju Roma dan meneror seisi kota. Ribuan
patricius, eques, dan senator dieksekusi mati. Lucius Cornelius Sulla juga menjadi diktator sampai dua
kali masa jabatan, dan menjadi sekali menjadi consul. Masa pemerintahannya merupakan pangkal dari
krisis dan kemerosotan Republik Romawi.[47]

Gaius Iulius Caesar dan Triumviratus I


Pada pertengahan abad pertama SM, perpolitikan Romawi Kuno
dilanda kemelut. Gelangang politik di Roma menjadi ajang
pertarungan dua kubu, yakni kubu Populares yang hendak
mencari dukungan rakyat, dan kubu Optimates yang hendak
mempertahankan hak istimewa kaum ningrat sebagai
penyelenggara negara. Lucius Cornelius Sulla menyingkirkan
semua tokoh pimpinan kubu Populares, dan usaha perombakan
undang-undang dasar yang dilakukannya menghilangkan semua
kewenangan (misalnya kewenangan Tribunus Plebis, tribunus
dari kaum Plebs) yang mendukung kubu Populares. Sementara
itu, tekanan sosial dan ekonomi terus meningkat. Roma telah
berubah menjadi sebuah metropolis yang dihuni kalangan ningrat
kaya raya, para pemburu kekuasaan yang terlilit utang, dan
sehimpunan besar kaum buruh yang seringkali terdiri atas petani- Pendaratan bangsa Romawi di Kent
pada tahun 55 SM. Kedatangan 100
petani miskin. Kelompok-kelompok masyarakat kalangan buruh
kapal dan dua legiun tentara Romawi
mendukung rencana makar Senator Lucius Sergius Catilina. di bawah pimpinan Gaius Iulius
Rencana makar gagal terlaksana lantaran Consul Marcus Tullius Caesar disambut dengan
Cicero buru-buru menangkap dan menghukum mati para perlawanan sengit dari warga
pemimpin gerakan makar. pribumi, mungkin sekali di dekat
Deal. Setelah kapal-kapalnya binasa
Di tengah segala ingar-bingar ini muncul Gaius Iulius Caesar, diamuk badai dan bala tentara yang
tokoh dari kalangan ningrat yang tidak bergelimang harta. dipimpinnya berhasil merangsek
masuk ke daerah pedalaman, Gaius
Bibinya yang bernama Iulia adalah istri Gaius Marius,[49]
Iulius Caesar menarik mundur
sementara ia sendiri menunjukkan keberpihakan pada kubu pasukannya ke Galia melalui Selat
Populares. Demi mendapatkan kekuasaan, Gaius Iulius Caesar Inggris. Telik sandi pun disebar dari
mendamaikan dua tokoh terkuat di Roma yang saling berseteru, Galia, dan pada tahun berikutnya,
yakni Marcus Licinius Crassus, yang sudah banyak berjasa Iulius Caesar kembali menginvasi
memberi bantuan dana kepadanya saat baru merintis karier, dan Inggris dengan lebih bersungguh-
sungguh daripada sebelumnya.
Gnaeus Pompeius, yang ia ambil jadi menantu. Bersama kedua
orang kuat Roma ini, ia membentuk sebuah persekutuan tidak
resmi yang disebut Triumviratus (ketriwiraan). Rancangan ini memuaskan semua pihak. Marcus Licinius
Crassus, hartawan terkaya di Roma, menjadi semakin kaya dan akhirnya berhasil menduduki jabatan
senapati tinggi, Gnaeus Pompeius kian leluasa mempengaruhi senatus, sementara Gaius Iulius Caesar
sendiri mendapatkan jabatan consul dan jabatan senapati di Galia.[50] Selama masih seiya sekata, ketiga
tokoh ini adalah penguasa-penguasa de facto Republik Romawi.
Pada tahun 54 SM, putri Gaius Iulius Caesar, istri Gnaeus Pompeius, wafat saat bersalin, sehingga
terputuslah satu mata rantai pengikat persekutuan triwira. Pada tahun 53 SM, Marcus Licinius Crassus
menginvasi Partia dan gugur dalam Pertempuran Haran. Triumviratus pun tercerai berai dengan wafatnya
Marcus Licinius Crassus, yang sebelumnya menjadi penengah antara Gaius Iulius Caesar dan Gnaeus
Pompeius Magnus. Tanpa kehadirannya, kedua senapati ini pun mulai saling sikut berebut kekuasaan.
Gaius Iulius Caesar menaklukkan Galia, menghimpun harta berlimpah, dihormati di Roma, dan dijunjung
tinggi oleh legiun-legiun yang sudah kenyang asam garam pertempuran. Ia pun kian dipandang sebagai
lawan berat oleh Gnaeus Pompeius, dan dibenci banyak tokoh kubu Optimates. Karena yakin bahwa
Gaius Iulius Caesar dapat dijegal dengan cara-cara yang sah, para kaki tangan Gnaeus Pompeius
bersiasat memisahkan Gaius Iulius Caesar dari legiun-legiunnya sebagai langkah awal dari usaha
menyeretnya ke hadapan mahkamah, memiskinkannya, dan menjatuhkan hukuman buang padanya.

Untuk melawan nasib buruk yang sudah menunggunya, Gaius Iulius Caesar memimpin pasukannya
menyeberangi Sungai Rubico dan menginvasi Roma pada tahun 49 SM. Gnaeus Pompeius dan para kaki
tangannya kabur meninggalkan Jazirah Italia, diburu Gaius Iulius Caesar. Pertempuran Farsalos adalah
kemenangan yang gilang gemilang bagi Gaius Iulius Caesar. Dalam pertempuran ini dan dalam aksi-aksi
militer lainnya, ia menyingkirkan seluruh tokoh pimpinan kubu Optimates, yakni Metellus Scipio, Cato
Muda, dan putra Gnaeus Pompeius yang juga bernama Gnaeus Pompeius. Gnaeus Pompeius senior tewas
terbunuh di Mesir pada tahun 48 SM. Dengan demikian, tinggal Gaius Iulius Caesar seorang diri menjadi
orang kuat Roma sekaligus sasaran kebencian banyak tokoh ningrat. Ia diserahi banyak jabatan dan
dianugerahi banyak penghargaan. Hanya dalam lima tahun, ia sudah menduduki jabatan consul sebanyak
empat kali, jabatan diktator biasa sebanyak dua kali, dan jabatan diktator istimewa sebanyak dua kali,
yang pertama untuk masa jabatan sepuluh tahun, sedangkan yang kedua untuk seumur hidup. Ia tewas
dibunuh komplotan Liberator pada hari Idus Martiae (hari Purnama bulan Maret) tahun 44 SM.[51]

Octavianus dan Triumviratus II


Terbunuhnya Gaius Iulius Caesar menimbulkan
kekacauan politik dan sosial di Roma. Tanpa
kepemimpinannya selaku diktator, pemerintahan
Roma dijalankan oleh sahabat sekaligus rekan
kerjanya, Marcus Antonius. Tak lama kemudian,
Octavius, anak angkat Gaius Iulius Caesar
berdasarkan surat wasiatnya, tiba di Roma.
Octavianus (para sejarawan menyamakan Octavius
dengan Octavianus berdasarkan tata nama orang
Romawi) berusaha merapat pada kubu pro
mendiang Caesar. Pada tahun 43 SM, bersama
Marcus Antonius dan Marcus Aemilius Lepidus, Pertempuran Aktion, karya Laureys a Castro, dilukis
pada tahun 1672, Museum Bahari Nasional, London
sahabat karib mendiang,[52] ia membentuk
persekutuan Triumviratus II melalui undang-
undang. Persekutuan ini direncanakan berlaku sampai lima tahun. Saat Triumviratus II terbentuk, 130–
300 orang senator dieksekusi mati, dan harta kekayaan mereka disita, karena diputus bersalah telah
mendukung komplotan Liberator.[53]

Pada tahun 42 SM, senatus memasyhurkan kedewataan Gaius Iulius Caesar dengan gelar Divus Iulius
(Dewata Iulius), sehingga Octavianus selaku ahli warisnya pun disebut Divi Filius (Putra Dewata).[54]
Pada tahun yang sama Octavianus dan Marcus Antonius berhasil mengalahkan para pembunuh Gaius
Iulius Caesar sekaligus pemimpin komplotan Liberator, yakni Marcus Iunius Brutus dan Gaius Cassius
Longinus, dalam Pertempuran Filipi. Triumviratus II terkenal dengan proscriptio, maklumat pelaknatan
sebagai musuh negara, yang diterbitkannya bagi banyak senator dan tokoh-tokoh kaum eques. Selepas
pemberontakan adik Marcus Antonius, Lucius Antonius, lebih dari 300 orang senator dan tokoh kaum
eques yang terlibat dieksekusi mati pada hari Idus Martiae, kendati Lucius Antonius sendiri tidak
dieksekusi mati.[55] Triumviratus II mengeluarkan maklumat pelaknatan terhadap sejumlah tokoh
penting, termasuk Marcus Tullius Cicero, orang yang dibenci Marcus Antonius;[56] Quintus Tullius
Cicero, adik Marcus Tullius Cicero; dan Lucius Iulius Caesar, saudara sepupu sekaligus sahabat Gaius
Iulius Caesar yang mendukungMarcus Tullius Cicero. Kendati demikian, Lucius Iulius Caesar akhirnya
diberi pengampunan, mungkin atas permintaan kakaknya yang bernama Iulia, ibu dari Marcus
Antonius.[57]

Triumviratus II membagi-bagi wilayah kekuasaan Republik Romawi menjadi daerah-daerah kekuasaan


ketiga anggotanya. Marcus Aemilius Lepidus mendapatkan Provinsi Afrika, Marcus Antonius
mendapatkan provinsi-provinsi di sebelah timur, sementara Octavianus tetap tinggal di Italia serta
memerintah atas Hispania dan Galia. Masa ikatan persekutuan Triumvirat II berakhir pada tahun 38 BC
tetapi diperbaharui untuk lima tahun lagi. Kendati demikian, sudah hubungan baik antara Octavianus dan
Marcus Antonius sudah retak, dan Marcus Aemilius Lepidus dipaksa mengundurkan diri pada tahun 36
SM setelah mengkhianati Octavianus di Sisilia. Pada akhir masa ikatan persekutuan, Marcus Antonius
tinggal di Mesir, yang kala itu merupakan sebuah kerajaan merdeka lagi makmur di bawah pemerintahan
kekasih Marcus Antonius, Ratu Kleopatra VII. Hubungan asmara Marcus Antonius dan Ratu Kleopatra
dipandang sebagai pengkhianatan terhadap negara, karena Kelopatra adalah kepala negara asing. Selain
itu, Marcus Antonius dinilai kelewat berfoya-foya dan terlampau keyunani-yunanian bagi seorang
pejabat negara Republik Romawi.[58] Setelah peristiwa Penghibahan di Aleksandria, yang membuat Ratu
Kleopatra mendapatkan gelar "Ratu Segala Raja", dan anak-anak Marcus Antonius dari Kleopatra
mendapatkan gelar penguasa atas daerah-daerah di sebelah timur yang baru saja ditaklukkan, pecah
perang antara Octavianus dan Marcus Antonius. Octavianus menghancurkan kekuatan tempur Mesir
dalam Pertempuran Aktion pada tahun 31 SM. Marcus Antonius dan Kleopatra mati bunuh diri. Mesir
ditundukkan di bawah kedaulatan Romawi, dan suatu zaman baru pun bermula bagi bangsa Romawi.

Zaman kekaisaran - pemerintahan para princeps


Artikel utama: Kekaisaran Romawi
Pada tahun 27 SM, saat berumur 36 tahun, Octavianus adalah satu-satunya pemimpin bangsa Romawi.
Pada tahun yang sama, ia menamakan dirinya Augustus (Yang Mulia). Peristiwa ini lazim dijadikan para
sejarawan sebagai tonggak sejarah berdirinya Kekaisaran Romawi, kendati Roma sudah menjadi
semacam "kekaisaran" semenjak tahun 146 SM, ketika Kartago dihancurleburkan oleh Scipio
Aemilianus, dan Yunani ditaklukkan oleh Lucius Mummius. Secara resmi, pemerintahannya masih
berbentuk republik, tetapi Augustus berkuasa mutlak.[59][60] Kebijakan Augustus untuk memperbaharui
pemerintahan menghasilkan kurun waktu sejahtera sepanjang kira-kira dua abad yang disebut Pax
Romana oleh orang-orang Romawi.

Wangsa Iulia-Claudia
Wangsa Iulia-Claudia (bahasa Latin: Domus Iulio-Claudia) dibentuk oleh Augustus. Kaisar-kaisar dari
wangsa ini adalah Augustus, Tiberius, Caligula, Claudius, dan Nero. Nama wangsa ini adalah gabungan
dari gens Iulia, nama keluarga Augustus, dan gens Claudia, nama keluarga Tiberius. Di satu pihak,
kaisar-kaisar wangsa inilah yang mula-mula meruntuhkan nilai-nilai luhur Republik Romawi, tetapi di
lain pihak, merekalah jugalah yang mengangkat derajat Roma menjadi sebuah negara adidaya di pentas
dunia.[61] Dalam budaya populer, Caligula dan Nero memang lazim dikenang sebagai kaisar-kaisar yang
bobrok, tetapi Augustus dan Claudius dikenang sebagai kaisar-kaisar yang berjaya di bidang politik dan
kemiliteran. Wangsa ini melembagakan tradisi kekaisaran di Roma,[62] dan menghalang-halangi segala
macam usaha untuk memulihkan pemerintahan republik.[63]

Augustus
Augustus memonopoli seluruh kewenangan pemerintah republik dengan
gelar resminya, princeps (ketua). Ia memegang kewenangan consul
(kepala pemerintahan), princeps senatus (ketua majelis sesepuh), aedilis
(pejabat urusan rumah ibadat dan hari besar keagamaan), censor (pejabat
urusan cacah jiwa dan pemantauan akhlak masyarakat), dan tribunus
(pemuka suku), termasuk hak kekeramatan tribunus.[64] Monopoli
kewenangan inilah yang menjadi asas kewenangan seorang kaisar.
Augustus juga menggelari dirinya Imperator Gaius Iulius Caesar Divi
Filius, yang berarti "Sang Pemberi Titah, Gaius Iulius Caesar, Putra
Dewata". Dengan gelar ini, Augustus tidak saja memamerkan hubungan
kekerabatannya dengan mendiang Gaius Iulius Caesar yang telah
dimasyhurkan sebagai dewata, tetapi juga menonjolkan suatu keterkaitan
permanen dengan tradisi kejayaan Romawi melalui pemakaian istilah
Augustus Prima Porta,
imperator.
patung Augustus, Kaisar
Romawi yang pertama,
Augustus juga membatasi pengaruh golongan senatus di kancah politik buatan abad pertama tarikh
dengan memberi ruang yang lebih besar bagi kaum eques. Para senator Masehi
juga kehilangan hak untuk mengatur provinsi-provinsi tertentu, semisal
Mesir, karena wali negerinya ditunjuk langsung oleh kaisar.
Keputusannya membentuk laskar Praetoriani dan memperbaharui tatanan kemiliteran menghasilkan
sebuah angkatan bersenjata berkekuatan tetap 28 legiun, sehingga segenap angkatan bersenjata Romawi
dapat ia kendalikan seorang diri.[65] Jika dibandingkan dengan zaman rezim Triumviratus II, masa
pemerintahan Augustus selaku princeps sangat tenteram. Keadaan aman dan makmur, yang dijamin
penguasaan Roma atas Mesir, sebuah provinsi agraris,[66] mendorong rakyat dan kaum ningrat Roma
untuk mendukung Augustus memperbesar kewenangannya dalam urusan politik.[67] Dalam kegiatan
militer, Augustus tidak ikut serta dalam pertempuran-pertempuran. Para senapatilah yang bertanggung
jawab memimpin bala tentara di medan tempur, sehingga muncul tokoh-tokoh perwira yang disegani
masyarakat maupun legiun-legiun, misalnya Marcus Vipsanius Agrippa, Nero Claudius Drusus, dan
Germanicus Iulius Caesar. Augustus berniat menjadikan seluruh dunia, yang sudah dikenal orang kala
itu, sebagai bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi, dan pada masa pemerintahannya, Roma
menaklukkan Cantabria, Aquitania, Raetia, Dalmatia, Illyria, dan Pannonia.[68]

Pada masa pemerintahan Augustus, kesusastraan Romawi terus berkembang, sehingga zaman ini disebut
pula Abad Keemasan kesusastraan Latin. Para penyair seperti Vergilius, Horatius, Ovidius, dan Rufus
menghasilkan karya-karya sastra yang bernas, dan bersahabat karib dengan Augustus. Bersama Gaius
Cilnius Maecenas , Augustus mendorong penggubahan syair-syair kepahlawanan, semisal syair
wiracarita Aeneis gubahan Vergilius, dan penyusunan karya-karya tulis sejarah, semisal Ab Urbe Condita
Libri karya Livius. Karya-karya tulis dari Abad Keemasan kesusastraan ini bertahan sepanjang zaman
Kekaisaran Romawi, dan dihargai sebagai karya-karya klasik. Augustus juga meneruskan usaha
peralihan ke penanggalan baru yang dirintis oleh mendiang Gaius Iulius Caesar, dan salah satu bulan
dalam penanggalan baru ini ia beri nama Augustus (bulan Agustus).[69] Augustus menghantarkan Roma
memasuki kurun waktu damai dan sejahtera, yang dikenal dengan sebutan Pax Augusta atau Pax
Romana. Augustus wafat pada tahun 14 M, tetapi kejayaan kekaisaran tetap bertahan sepeninggalnya.

Tiberius sampai Nero


Wangsa Iulia-Claudia tetap menguasai tampuk
pemerintahan Roma sepeninggal Augustus, dan terus
berkuasa sampai dengan wafatnya Nero pada tahun
68 M.[70] Semua anak emas Augustus yang ia
gadang-gadangkan menjadi penggantinya sudah
lebih dahulu wafat pada masa tua Augustus, yakni
kemenakannya, Marcellus, yang wafat pada tahun 23
SM, perwira sahabatnya, Agrippa, yang wafat pada
tahun 12 SM, dan cucunya, Gaius Caesar, yang wafat
pada tahun 4 M. Atas bujukan istrinya, Livia
Luas wilayah Kekaisaran Romawi pada masa Drusilla, Augustus menetapkan anak tirinya,
pemerintahan Augustus. Warna kuning Tiberius, anak Livia Dusilla dari suami terdahulu,
menunjukkan luas wilayah negara Republik menjadi ahli warisnya.[71]
Romawi pada tahun 31 SM, warna hijau
menunjukkan daerah-daerah yang ditaklukkan satu Senatus menyetujui keputusan Augustus, dan
demi satu pada masa pemerintahan Augustus, melimpahi Tiberius dengan gelar-gelar dan
warna merah jambu menunjukkan negara-negara
kehormatan-kehormatan yang pernah mereka berikan
gundal Romawi. Luas kawasan yang dikuasai
kepada Augustus, yakni gelar princeps dan pater
bangsa Romawi dalam gambar ini senantiasa
berubah-ubah, termasuk pada masa pemerintahan patriae (Bapa Tanah Air), serta corona civica
Augustus, khususnya di Germania. (mahkota warga berjasa). Kendati demikian, Tiberius
bukanlah seorang pemerhati urusan politik. Sesudah
bermufakat dengan senatus, ia berlibur panjang ke
pulau Capri pada tahun 26 M,[72] dan membebankan urusan pemerintahan kota Roma ke pundak para
Praefectus Praetorio (hulubalang Praetoriani), yakni Seianus (sampai tahun 31 M) dan Macro (dari
tahun 31 sampai tahun 37 M). Tiberius dipandang sebagai seorang durjana pemurung, dan dicurigai
sebagai dalang pembunuhan kerabatnya yang dicintai rakyat, Senapati Germanicus pada tahun 19 M,[73]
serta anak kandungnya sendiri, Drusus Iulius Caesar pada tahun 23 M.[73]

Tiberius wafat (atau tewas dibunuh)[73] pada tahun 37 M. Ahli waris laki-laki wangsa Iulia-Claudia kala
itu adalah Claudius (kemenakan Tiberius), Tiberius Gemellus (cucu Tiberius), dan Caligula (anak dari
kemenakan Tiberius). Karena Tiberius Gemellus masih kanak-kanak, Caligula pun terpilih menjadi
kepala negara yang baru. Ia adalah penguasa yang dicintai rakyat selama paruh pertama masa
pemerintahannya, tetapi berubah menjadi tiran yang kasar dan sinting saat menguasai
pemerintahan.[74][75] Menurut sejarawan Suetonius, Caligula melakukan hubungan sedarah dengan
saudari-saudari kandungnya, membunuh sejumlah orang hanya untuk bersenang-senang, dan mengangkat
seekor kuda menjadi consul.[76] Laskar Praetoriani membunuh Caligula empat tahun sesudah Tiberius
wafat,[77] dan dengan dukungan para senator, mereka mengelu-elukan paman Caligula, Claudius, sebagai
kaisar yang baru.[78] Claudius bukanlah penguasa yang sewenang-wenang seperti Tiberius dan Caligula.
Ia menaklukkan Likia dan Trake. Tindakannya yang paling penting adalah merintis usaha penaklukan
Britania.[79] Claudius tewas diracun istrinya, Agrippina Muda pada tahun 54 M.[80] Ahli waris Claudius
adalah anak tirinya, Nero, putra Agrippina Muda dari suami terdahulu, karena anak kandung Claudius,
Britannicus, belum cukup umur saat ditinggal mati ayahnya.

Nero memerintahkan Senapati Suetonius Paulinus untuk menginvasi daerah yang kini menjadi wilayah
Wales. Invasi bangsa Romawi disambut bangsa pribumi dengan perlawanan gigih. Orang Kelt yang
mendiami daerah itu adalah suku bangsa yang mandiri, tangguh, berani mengusir pemungut cukai
Romawi, dan nekat memerangi Suetonius Paulinus saat menerobos dari timur ke barat. Ia harus berjuang
dalam waktu yang lama sebelum berhasil mencapai daerah pesisir barat laut, dan pada tahun 60 M, ia
akhirnya berlayar menyeberangi Selat Menai menuju pulau keramat Mona (sekarang Anglesey), benteng
terakhir kaum druid.[81][82] Bala tentara Romawi menyerbu Pulau Mona, membantai kaum druid,
penduduk lelaki, perempuan, maupun kanak-kanak,[83] menghancurkan tempat-tempat suci dan hutan-
hutan larangan, serta membuang banyak tugu batu keramat ke laut. Manakala Paulinus dan bala
tentaranya membantai kaum Druid di Mona, suku-suku yang berdiam di daerah yang sekarang disebut
Anglia Timur bangkit memberontak di bawah pimpinan Boadicca, ratu orang Ikeni.[84] Para pemberontak
menjarah dan membumihanguskan Camulodunum (Colchester), Londinium (London), dan Verulamium
(St Albans) sebelum akhirnya diberantas Paulinus.[85] Sama seperti Kleopatra, Ratu Boadicca memilih
bunuh diri daripada dipermalukan bangsa Romawi dengan cara diarak dalam pawai kemenangan di
Roma.[86] Tanggung jawab Nero atas pemberontakan ini masih dapat diperdebatkan, tetapi tetap saja
berdampak (positif maupun negatif) pada kewibawaan rezimnya.

Nero sudah umum dikenal sebagai penganiaya utama umat Kristen, dan dikenang karena peristiwa
kebakaran besar di kota Roma, yang menurut desas-desus direkayasa sendiri oleh Nero.[87][88] Nero
membunuh ibunya pada tahun 59 M, dan membunuh istrinya, Claudia Octavia, pada tahun 62 M. Kaisar
yang tidak pernah tetap pendiriannya ini membiarkan para penasihatnya menjalankan pemerintahan,
sementara ia sibuk menuruti hawa nafsu, berfoya-foya, dan bertingkah gila-gilaan. Nero kawin sampai
tiga kali, dan bermain serong dengan banyak laki-laki maupun perempuan, bahkan konon dengan ibu
kandungnya. Aksi makar pada tahun 65 M di bawah pimpinan Calpurnius Piso tidak berhasil
menjatuhkan Nero, tetapi pada tahun M, angkatan bersenjata Romawi di bawah pimpinan Julius Vindex
di Galia dan Servius Sulpicius Galba di Hispania melakukan pemberontakan. Nero, yang ditinggalkan
laskar Praetoriani dan dipidana mati oleh senatus, akhirnya bunuh diri.[89]

Wangsa Flavia
Wangsa Flavia adalah wangsa kedua yang menguasai tampuk
pemerintahan Roma.[90] Pada tahun 68 M, tahun kemangkatan Nero,
belum ada peluang untuk menegakkan kembali pemerintahan Republik
Romawi, sehingga seorang kaisar baru harus dipilih untuk mengepalai
pemerintahan. Sesudah hingar-bingar Tahun Empat Kaisar berlalu, Titus
Flavius Vespasianus mengambil alih tampuk pemerintahan dan
membentuk wangsa penguasa yang baru. Pada zaman wangsa Flavia,
Roma meneruskan usaha perluasan wilayahnya, dan keamanan negara
dapat terus dipertahankan.[91][92]

Aksi militer terpenting pada zaman wangsa Flavia, adalah aksi


pengepungan dan penghancuran kota Yerusalem pada tahun 70 oleh Titus Titus Flavius Vespasianus,
Flavius Vespasianus. Penghancuran kota Yerusalem merupakan puncak pendiri wangsa Flavia

dari aksi militer Romawi di Yudea menyusul pemberontakan bangsa


Yahudi pada tahun 66. Sesudah bangunan Bait Allah kedua dihancurleburkan, bala tentara Titus
mengelu-elukannya sebagai imperator untuk menghargai keberhasilan memimpin aksi militer di Yudea.
Yerusalem dijarah rayah, dan sebagian besar warganya terbunuh atau mengungsi. Menurut sejarawan
Titus Flavius Iosephus, ada 1.100.000 korban tewas akibat aksi pengepungan, sebagian besar di
antaranya adalah orang Yahudi.[93] 97.000 orang ditanggap dan dijadikan budak belian, termasuk Simon
bar Giora dan Yohanes asal Giskala. Banyak orang mengungsi ke daerah-daerah sekitar Laut Tengah.
Titus kabarnya menolak anugerah mahkota kemenangan, dengan alasan "tidak ada hebat-hebatnya
menghancurkan bangsa yang sudah ditinggal Tuhannya sendiri".

Vespasianus
Vespasianus berpangkat senapati pada masa pemerintahan Claudius dan Nero. Bersama putranya, Titus,
ia memimpin bala tentara Romawi dalam Perang Yahudi-Romawi I. Pada Tahun Empat Kaisar yang
penuh huru-hara, yakni tahun 69 M, empat orang kaisar silih berganti menduduki singgasana, yakni
Galba, Otho, Vitellius, dan akhirnya Vespasianus, yang menghancurkan bala tentara Vitellius dan
menjadi kaisar.[94] Ia membangun ulang berbagai bangunan yang tidak kunjung rampung dikerjakan,
misalnya sebuah patung dewa Apollo dan kuil Divus Claudius (Dewata Claudius), yang dibangun atas
prakarsa Nero. Bangunan-bangunan yang rusak dimakan api dalam peristiwa kebakaran besar di kota
Roma dibangun kembali, dan Bukit Capitolium direvitalisasi. Vespasianus juga memprakarsai
pembangunan Gelanggang Pertunjukan Flavianus (bahasa Latin: Amphitheatrum Flavium), yang lebih
lazim dikenal dengan sebutan "Koloseum" (gedung arca raksasa).[95] Sejarawan Flavius Iosephus dan
Plinius Tua berkarya pada masa pemerintahan Vespasianus. Vespasianus adalah penyandang dana Flavius
Iosephus, dan Plinius Tua mendedikasikan karya tulisnya yang berjudul Naturalis Historia kepada Titus,
putra Vespasianus. Vespasianus mengerahkan berlegiun-legiun prajurit Romawi untuk mempertahankan
tapal batas wilayah timur di Kapadokia, memperpanjang masa pendudukan Romawi di Britania
(sekarang Inggris, Wales, dan kawasan selatan Skotlandia) dan memperbaharuai sistem perpajakan. Ia
mangkat pada tahun 79 M.

Titus dan Domitianus


Masa pemerintahan Titus tidak berlangsung lama. Ia menjadi kaisar dari tahun 79 M sampai tahun 81 M.
Ia menuntaskan pembangunan Amphitheatrum Flavium, yang didanai dengan hasil jarahan dari Perang
Yahudi-Romawi I, dan menggelar berbagai pertunjukan ketangkasan selama seratus hari untuk
merayakan kemenangan Romawi atas bangsa Yahudi. Pertunjukan-pertunjukan ini meliputi laga
gladiator, lomba balap kereta, dan perang-perangan laut yang sensasional di dalam kolam buatan di
Koloseum.[96][97] Titus wafat setelah menderita demam pada tahun 81 M, dan digantikan oleh adiknya,
Domitianus. Domitianus memerintah secara totaliter,[98] menganggap dirinya Augustus yang baru,
bahkan berusaha agar dirinya disembah-sembah laksana dewa. Domitianus memerintah selama 15 tahun,
dan masa pemerintahannya ditandai oleh usaha-usahanya menyamakan diri dengan dewa-dewa. Ia
mendirikan paling sedikit dua buah kuil tempat orang menyembah Iuppiter, dewa tertinggi menurut
kepercayaan bangsa Romawi. Ia juga senang disebut "Dominus et Deus" (tuan dan dewa).[99]

Wangsa Nerva–Antonina
Zaman wangsa Nerva–Antonina berlangsung mulai tahun 96 M sampai tahun 192 M. Kaisar-kaisar yang
memerintah dalam kurun waktu ini adalah Nerva, Traianus, Hadrianus, Antoninus Pius, Marcus Aurelius,
Lucius Verus, dan Commodus. Pada kurun waktu inilah Kekaisaran Romawi mencapai puncak
kegemilangan dalam hal luas wilayah dan tingkat kemakmurannya.[100] Inilah kurun waktu ketenteraman
bagi Roma. Kaisar dipilih karena keunggulan dan kecakapan
yang dimilikinya, bukan lagi karena hubungan kekerabatannya
dengan kaisar-kaisar terdahulu. Bala tentara Romawi tidak pernah
mengalami kekalahan, dan tidak ada perang saudara selama
kurun waktu ini. Setelah Domitianus tewas dibunuh, senatus
segera menetapkan Nerva menjadi pemangku kemuliaan
kekaisaran. Inilah kali pertama senatus memilih kaisar semenjak
Octavianus dianugerahi gelar princeps dan Augustus. Nerva Luas wilayah Kekaisaran Romawi
berdarah ningrat, dan pernah menjadi penasihat Nero maupun mencapai puncaknya pada tahun
kaisar-kaisar wangsa Flavia. Ia membatalkan banyak keputusan 117 M, semasa pemerintahan Kaisar
Traianus
yang mengekang kebebasan dari masa pemerintah
Domitianus, [101] dan mempelopori zaman keemasan Roma yang
terakhir.

Traianus
Nerva mangkat pada tahun 98 M, dan digantikan oleh ahli
warisnya, Senapati Traianus. Traianus berasal dari keluarga non-
patricius di Hispania Betika (sekarang Andalusia), dan mulai
menonjol saat menjalani masa baktinya dalam angkatan
bersenjata pada masa pemerintahan Domitianus. Ia adalah kaisar
yang kedua dari lima kaisar budiman. Kaisar budiman yang
pertama adalah Nerva. Sorak-sorai warga Roma yang menyambut
gembira penobatannya ia balas dengan pemerintahan yang baik
dan tanpa pertumpahan darah seperti yang terjadi pada masa
pemerintahan Domitianus. Ia membebaskan banyak orang yang
dipenjarakan dengan sewenang-wenang oleh Domitianus, dan
mengembalikan harta kekayaan perseorangan yang pernah disita
oleh Domitianus. Kebijakan ini sesungguhnya sudah dimulai oleh
Nerva sebelum kemangkatannya.[102]
Keadilan Traianus karya Eugène
Delacroix
Traianus menaklukkan Dacia (kurang lebih wilayah Rumania dan
Moldova sekarang ini), dan mengalahkan Raja Decebalus, yang
pernah mengecundangi bala tentara Kaisar Domitianus. Pada Perang Dacia I (101–102), Dacia kalah dan
menjadi negara gundal Romawi. Pada Perang Dacia II (105–106), Traianus menghancurkan seluruh
kekuatan pertahanan Dacia, dan menjadikannya bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi. Traianus juga
menganeksasi negara gundalnya, Nabatea, dan menjadikannya Provinsi Arabia Petrea dalam wilayah
Kekaisaran Romawi, yang meliputi kawasan selatan Negeri Syam dan kawasan barat laut Jazirah
Arab.[103] Ia mendirikan banyak bangunan yang masih tegak sampai sekarang, misalnya Forum Traiani
(alun-alun Traianus), Mercatus Traiani (pasar Trayanus), dan Columna Traiani (tugu Trayanus). Arsitek
andalannya adalah Apollodorus Damascenus (Apollodorus asal Damsyik). Apollodoruslah yang
merancang Forum Traiani dan Columna Traiani, serta mereka ulang gedung Pantheum (kuil segala
dewa-dewi). Gapura peringatan kemenangan Traianus di Ancona dan Beneventum juga adalah hasil
rancangannya. Semasa Perang Dacia II, Apollodorus merancang sebuah jembatan besar melintasi Sungai
Donau bagi Traianus.[104]
Perang terakhir yang dilancarkan Traianus adalah perang melawan Partia. Kekaisaran Romawi dan Partia
berbagi kekuasaan atas Armenia, sehingga langkah Partia mengangkat seorang raja untuk menduduki
singgasana Kerajaan Armenia membuat Kekaisaran Romawi tersinggung, dan mendorong Traianus
memaklumkan perang. Mungkin sekali Traianus berniat menjadi Kaisar Romawi pertama yang berhasil
menaklukkan Partia, dan mengulangi kejayaan Aleksander Agung, sang penakluk Asia.[105] Pada tahun
113, ia memimpin bala tentara Romawi bergerak menuju Armenia guna menggulingkan raja negeri itu.
Pa tahun 115, Traianus berbalik ke selatan menuju jantung peradaban Partia, merebut kota Nisibis dan
Batnæ di kawasan utara Mesopotamia, mendirikan Provinsi Mesopotamia pada tahun 116, dan mencetak
uang-uang logam sebagai pernyataan kedaulatan bangsa Romawi atas Armenia dan Mesopotamia.[106]
Pada tahun yang sama, ia merebut Seleukia Tepi Tigris dan Ktesifon (dekat kota Bagdad sekarang ini),
ibu kota Partia.[107] Sesudah memadamkan pemberontakan bangsa Partia dan pemberontakan bangsa
Yahudi, Trainanus terpaksa beristirahat karena kesehatannya terganggu. Pada tahun 117, sakitnya
bertambah parah, dan ia akhirnya wafat akibat sembap. Ia menetapkan Hadrianus menjadi ahli warisnya.
Di bawah kepemimpinan Traianus, luas wilayah kedaulatan Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya,
yakni 2.500.000 mil persegi (6.474.970 kilometer persegi).[108]

Hadrianus sampai Commodus


Banyak orang Romawi bermigrasi ke Hispania
(Spanyol dan Portugal sekarang ini), turun-temurun
menetap di negeri itu, dan adakalanya berkawin
campur dengan orang Iberia. Kaisar Hadrianus
berasal dari salah satu keluarga Romawi semacam
ini.[109] Hadrianus menarik mundur seluruh pasukan
yang ditempatkan di Partia dan Mesopotamia (Irak
sekarang ini), dan mengabaikan hasil aksi-aksi
penaklukan Traianus begitu saja. Hadrianus
mengerahkan bala tentara Romawi untuk
memadamkan pemberontakan rakyat di Mauritania
dan pemberontakan Bar Kohba di Yudea.
Pemberontakan Bar Kohba adalah pemberontakan
terbesar bangsa Yahudi melawan Romawi.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan dengan tindak
kekerasan yang merenggut korban jiwa ratusan ribu
orang Yahudi. Hadrianus mengganti nama provinsi
Yudea menjadi Provincia Syria Palaestina, meniru
nama salah satu musuh bebuyutan Yudea.[110] Ia Peta lokasi Tembok Hadrianus di kawasan utara
membangun benteng-benteng dan tembok-tembok Inggris, dan Tembok Antoninus di Skotlandia
pertahanan, misalnya Tembok Hadrianus yang
memisahkan wilayah Britania jajahan Romawi dari
wilayah orang barbar di Skotlandia sekarang ini. Hadrianus, terkenal sebagai seorang pecinta kebudayaan
Yunani. Ia mendukung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan seni budaya, teristimewa seni budaya
Yunani. Ia juga mengharamkan tindak penyiksaan dan mengubah hukum-hukum menjadi lebih
manusiawi. Hadrianus membangun banyak akuaduk, rumah pemandian, perpustakaan, dan gedung
pertunjukan. Selain itu, ia melakukan perjalanan keliling ke hampir setiap provinsi dalam wilayah
kekaisaran guna memeriksa keadaan militer dan prasarana.[111] Sepeninggal Hadrianus pada tahun 138
M, penggantinya, Kaisar Antoninus Pius, membangun kuil-kuil, gedung-gedung pertunjukan, dan
gedung-gedung makam, mendukung kegiatan-kegiatan seni budaya dan ilmu pengetahuan, serta
menganugerahkan tanda jasa maupun dana kepada guru-guru retorika dan filsafat. Antoninus Pius hanya
melakukan sedikit perubahan tatkala menjadi kaisar, dan sedapat mungkin mempertahankan kebijakan-
kebijakan Hadrianus. Antoninus Pius memperluas wilayah Britania jajahan Romawi dengan menginvasi
daerah yang kini menjadi kawasan selatan Skotlandia, dan membangun Tembok Antoninus.[112] Ia juga
melnajutkan kebijakan Hadrianus untuk mengubah hukum-hukum menjadi lebih manusiawi. Kaisar
Antoninus Pius mangkat pada tahun 161 M.

Marcus Aurelius, yang termasyhur sebagai seorang filsuf,


adalah yang terakhir dari Lima Kaisar Budiman. Ia adalah
seorang filsuf stoa, dan wrote the Meditationes (renungan-
renungan). Ia mengalahkan suku-suku Barbar dalam Perang
Markomani maupun Kekaisaran Partia.[113] Rekannya
sesama Kaisar Romawi, Lucius Verus, mangkat pada tahun
169 M, mungkin sekali akibat terjangkit wabah Antoninus,
sejenis penyakit menular yang menewaskan hampir lima juta
jiwa penduduk kekaisaran antara tahun 165 sampai tahun
180 M.[114]
Pantheum di kota Roma, dibangun pada
masa pemerintahan Kaisar Hadrianus.
Sejak masa pemerintahan Nerva sampai dengan masa
Kubah Pantheum masih untuh sampai
pemerintahan Marcus Aurelius, Kekaisaran Romawi
sekarang, dan merupakan kubah beton
mengenyam kebahagiaan dan kemuliaan pada taraf yang tak bertulang yang terbesar di dunia
belum pernah tercapai sebelumnya. Kuatnya pengaruh
hukum dan tata krama sedikit demi sedikit mengeratkan
persatuan antarprovinsi. Seluruh warga negara turut menikmati dampak dari kesejahteraan negara. Citra
undang-undang dasar sebagai penjamin kebebasan tetap dijaga dan dihormati. Senatus tampak
memegang kedaulatan tertinggi, dan melimpahkan seluruh kewenangan eksekutif pemerintah kepada
kaisar. Masa pemerintahan Lima Kaisar Budiman dipandang sebagai zaman keemasan Kekaisaran
Romawi.[115]

Commodus, putra Marcus Aurelius, naik takhta sepeninggal ayahnya. Ia tidak terhitung sebagai salah
seorang "kaisar budiman", pertama-tama karena adanya ikatan kekerabatan langsung antara dirinya dan
Marcus Aurelius, selain itu juga karena ia dinilai pasif dibanding kaisar-kaisar pendahulunya, yang acap
kali turun langsung ke medan laga memimpin bala tentara. Commodus biasa bertarung dalam
pertunjukan-pertunjukan laga gladiator, yang acapkali mempertontonkan kebengisan dan kebiadaban. Ia
membunuh banyak warga negara, dan masa pemerintahannya menjadi awal dari dekadensi Kekaisaran
Romawi, sebagaimana yang diungkapkan oleh sejarawan Cassius Dio, "sejarah kita kini merosot, dari
kerajaan emas menjadi kerajaan besi dan karat."[116]

Wangsa Severana
Commodus mangkat dibunuh komplotan yang melibatkan Quintus Aemilius Laetus dan istrinya, Marcia,
menjelang akhir tahun 192 M. Tahun berikutnya dikenal sebagai Tahun Lima Kaisar. Helvius Pertinax,
Didius Iulianus, Pescennius Niger, Clodius Albinus, dan Septimius Severus berturut-turut naik takhta
dalam tahun yang sama. Helvius Pertinax, salah seorang anggota senatus yang pernah menjadi tangan
kanan Marcus Aurelius, adalah orang pilihan Quintus Aemilius Laetus. Ia memerintah dengan tegas dan
adil, sampai-sampai membuat Quintus Aemilius Laetus iri hati dan merancang pembunuhan terhadap
dirinya oleh laskar Praetoriani. Laskar Praetoriani selanjutnya melelang jabatan kaisar dan
menyerahkannya kepada si pemenang lelang, Didius Julianus, yang bersedia membayar mereka sebanyak
25.000 keping sestertius per kepala.[117] Warga Roma berulang kali memohon legiun-legiun penjaga
tapal batas untuk datang menyelamatkan mereka. Legiun-legiun dari 3 provinsi perbatasan, yakni
Britania, Panonia Hulu, dan Suriah, yang kala itu sedang kecewa karena tidak kebagian donativum,
menanggapi permohonan warga Roma dengan mengangkat senapati masing-masing menjadi kaisar baru.
Lucius Septimius Severus Geta, senapati legiun Panonia Hulu, menyuap pasukan-pasukan penentang,
menganugerahkan pengampunan kepada laskar Praetoriani, dan naik takhta menjadi kaisar. Ia dan para
penggantinya memerintah dengan sokongan legiun-legiun. Perubahan dalam pembuatan uang logam dan
belanja militer merupakan biang keladi dari masalah keuangan selama Krisis Abad Ketiga.

Septimius Severus
Septimius Severus naik takhta sesudah menginvasi Roma dan
menewaskan Didius Iulianus. Kedua saingannya, Pescennius Niger
dan Clodius Albinus, juga dimasyhurkan sebagai imperator oleh
kubu pendukung masing-masing. Septimius Severus segera
menundukkan Percennius Niger di Bizantium, dan menjanjikan gelar
caesar kepada Clodius Albinus (artinya menjanjikan jabatan rekan
kaisar).[118] Kendati demikian, Septimius Severus mengkhianati
Clodius Albinus dengan mendakwanya telah mendalangi usaha
untuk membunuhnya. Septimius Severus memimpin bala tentara
menuju Galia dan mengalahkan Clodius Albinus. Semua tindakan
ini membuat Machiavelli mengibaratkan Septimius Severus sebagai Tondo Severana, ca. 199 M,
"singa yang buas sekaligus rubah yang cerdik"[119] memuat potret Septimius
Severus, Iulia Domna, Caracalla,
Septimius Severus berusaha menghidupkan kembali pemerintahan dan Geta, yang wajahnya
terhapus
totaliter. Dalam amanatnya di hadapan rakyat dan senatus, ia
memuji-muji ketegasan serta kebengisan Gaius Marius dan Sulla.
Amanat ini tak ayal membuat para senator merasa was-was.[120]
Ketika Partia menginvasi wilayah Romawi, Septimius Severus pun memaklumkan perang. Ia merebut
kota Nisibis, Babel, dan Seleukia Tepi Tigris. Sesampainya di Ktesifon, ibu kota Partia, ia
memerintahkan bala tentara Romawi untuk menjarah habis kota itu. Bala tentara Romawi membantai dan
menawan banyak warga Ktesifon. Kendati demikian, ia gagal merebut Hatra, sebuah kota yang makmur
milik bangsa Arab. Septimius Severus membunuh legatusnya sendiri, hanya karena si legatus disegani
legiun-legiun, dan bala tentaranya menderita kelaparan. Seusai aksi militer celaka ini, ia pulang ke
Roma.[121] Septimius Severus juga berniat menundukkan seantero Britania. Untuk itu ia memaklumkan
perang melawan orang Kaledoni. Sesudah banyak jatuh korban di pihak Romawi akibat medan yang sulit
dan serangan-serangan dadakan orang-orang Barbar, Septimius Severus akhirnya turun langsung ke
medan laga. Kendati demikian, ia akhirnya jatuh sakit dan mangkat pada tahun 211 AD, tatkala berumur
65 tahun.

Caracalla sampai Alexander Severus


Sepeninggal Kaisar Severus, Caracalla dan Geta, putra-putra mendiang, dinobatkan menjadi kaisar.
Cekcok antara Caracalla dan Geta membuat warga Roma terbelah menjadi dua kubu. Geta
menghembuskan nafas terakhir dalam dekapan ibunya, tewas dibunuh orang suruhan Caracalla.
Pembunuhan 20.000 orang pengikut Geta juga mungkin terjadi atas perintah Caracalla. Sama seperti
mendiang ayahnya, Caracalla suka berperang. Ia meneruskan kebijakan Severus, dan disegani pasukan-
pasukan bala tentara Romawi. Caracalla bersifat kejam, dan dibayang-bayangi rasa bersalah atas
pembunuhan adiknya. Ia tega memerintahkan pembunuhan orang-orang
dekatnya, semisal Cilo, gurunya, dan Papinianus, salah seorang sahabat
mendiang ayahnya.

Ketika tahu bahwa warga kota Aleksandria tidak suka padanya, serta
mempergunjingkan sifat buruknya, Caracalla pun mengundang para
warga terkemuka Aleksandria ke sebuah acara perjamuan. Seluruh tamu
undangan akhirnya tewas dibantai prajurit-prajurit Caracalla. Dari kuil
Serapis yang aman terlidung, Caracalla memerintahkan pembantaian
warga Aleksandria tanpa pandang bulu.[122][123] Pada tahun 212, ia
mengeluarkan Maklumat Caracalla, berisi penganugerahan Patung dada Kaisar
kewarganegaraan Romawi kepada semua laki-laki merdeka yang berdiam Caracalla di Museum
Pergamon, Berlin
di dalam wilayah kekaisaran, tetapi pada saat yang sama ia juga
menaikkan tarif pajak warisan, yang hanya dipungut dari warga negara
Romawi, sampai 10 persen. Ramalan seorang tukang tenung bahwa praefectus praetorio, Macrinus, dan
putranya akan memerintah kekaisaran, dilaporkan secara tertulis kepada Caracalla, tetapi jatuh ke tangan
Macrinus. Sadar bahwa ia harus bertindak jika tidak ingin mati konyol, Macrinus pun merancang
pembunuhan Caracalla oleh salah seorang pengawalnya selagi berziarah ke kuil dewi Luna di Haran pada
tahun 217 M.

Macrinus, yang tidak cakap memerintah, naik takhta menjadi kaisar yang baru, tetapi bermastautin di
Antiokhia, alih-alih di Roma. Masa pemerintahannya yang singkat berakhir pada tahun 218, manakala
Bassianus, pendeta kuil dewa matahari di Emesa, konon anak haram Caracalla, dimasyhurkan sebagai
kaisar oleh prajurit-prajurit bawahan Macrinus yang merasa kecewa dengannya. Dengan suap, Bassianus
berhasil mendapatkan dukungan legiuner-legiuner, dan mengerahkan mereka untuk memerangi Macrinus
dan laskar Praetoriani. Bassianus mengganti namanya menjadi Antoninus, tetapi lebih dikenal dalam
sejarah dengan nama Elagabalus, nama dewa sesembahannya, yang dilambangkan dengan sebongkah
batu hitam besar. Elagabalus tidak cakap memerintah lagi gasang orangnya.[38] Ia dikenal boros dan suka
berfoya-foya, sehingga menggusarkan semua orang kecuali anak-anak emasnya. Cassius Dio,
Herodianus, dan kitab Historia Augusta, mengabadikan banyak keterangan mengenai sifat borosnya ini.
Ia mengadopsi saudara sepupunya, Alexander Severus, memberinya gelar caesar, tetapi kemudian iri
padanya, dan berusaha membunuhnya. Laskar Praetoriani, yang lebih memihak Alexander Severus,
membunuh Elagabalus, menyeret penggalan-penggalan jenazahnya menyusuri jalan-jalan kota Roma
sebelum akhirnya dibuang ke Sungai Tiber. Elagabalus digantikan oleh Alexander Severus, saudara
sepupunya. Alexander Severus memerangi banyak musuh, semisal Persia yang sudah pulih seperti
sediakala, dan suku-suku Jermanik yang menginvasi Galia. Kekalahan-kekalahannya di medan perang
menimbulkan rasa tidak puas di kalangan prajurit. Ia akhirnya tewas dibunuh para prajurit saat sedang
memimpin perang melawan suku-suku Jermanik pada tahun 235 M.[124]

Krisis abad ke-3


Artikel utama: Krisis Abad Ketiga
Malapetaka besar muncul sepeninggal Alexander Severus. Kekaisaran Romawi didera perang-perang
saudara, invasi-invasi dari luar, kekacauan politik, wabah-wabah penyakit, dan kelesuan
perekonomian.[38][125] Nilai-nilai warisan leluhur sudah ditinggalkan, dan kepercayaan terhadap dewa
Mitra maupun agama Kristen mulai menyebar luas di tengah masyarakat. Kaisar-kaisar pun bukan lagi
orang-orang dari kalangan ningrat, melainkan putra-putra rakyat jelata dari pelosok-pelosok wilayah
kekaisaran, yang tampil menonjol setelah
berjuang meniti karier dalam angkatan
bersenjata dan akhirnya meraih tampuk
kekuasaan melalui perang saudara.

Dalam kurun waktu 49 tahun saja, sudah 26


kaisar silih berganti menduduki takhta
kekaisaran. Keadaan ini menunjukkan betapa
goyahnya perpolitikan Kekaisaran Romawi
kala itu. Maximinus Thrax adalah orang
pertama yang menjadi kaisar dalam kurun
waktu ini. Ia hanya mampu berkuasa selama Kekaisaran Romawi mengalami perpecahan, yang
melahirkan Kekaisaran Tadmur dan Kekaisaran Galia
tiga tahun. Kaisar-kaisar lain hanya mampu
bertahan selama beberapa bulan saja,
misalnya Gordianus I, Gordianus II, Balbinus, dan Hostilianus. Keselamatan rakyat dan tapal batas pun
terabaikan, karena kaisar-kaisar lebih mementingkan urusan menjegal saingan dan mengukuhkan
kekuasaannya sendiri. Perekonomian mengalami kelesuan selama kurun waktu ini. Pengeluaran besar
untuk belanja militer pada zaman wangsa Severana mengakibatkan terjadinya devaluasi uang logam
Romawi. Inflasi tak terkendali juga terjadi pada kurun waktu ini. Wabah Siprianus merebak pada tahun
250, dan merenggut nyawa banyak orang.[126] Pada tahun 260 M, Provinsi Suriah Palestina, Provinsi
Asia Kecil, dan Provinsi Mesir pecah dari Kekaisaran Romawi dan membentuk Kekaisaran Tadmur,
yang diperintah oleh Ratu Zenobia dan berpusat di kota Tadmur. Pada tahun yang sama, Postumus
mendirikan Kekaisaran Galia, yang meliputi wilayah Provinsi Britania dan Provinsi Galia.[127] Kedua
negara pecahan Kekaisaran Romawi ini terbentuk sesudah Kaisar Valerianus menjadi tawanan wangsa
Sasan, yang berkuasa di Persia kala itu. Valerianus adalah pemimpin Romawi pertama yang ditawan
musuh, sehingga menjadi aib besar bagi bangsa Romawi.[126] Krisis mulai mereda pada masa
pemerintahan Kaisar Claudius Gothicus (268–270), yang berhasil mematahkan invasi orang Goth, dan
Kaisar Aurelianus (271–275), yang berhasil menaklukkan kembali Kekaisaran Galia maupun Kekaisaran
Tadmur.[128][129] Krisis akhirnya dapat diatasi pada masa pemerintahan Kaisar Diocletianus.

Zaman kekaisaran – pemerintahan para dominus


Artikel utama: Kekaisaran Romawi

Diocletianus
Pada tahun 284 M, Diocletianus dimasyhurkan sebagai imperator oleh angkatan bersenjata kawasan
timur. Diocletianus memulihkan kekaisaran dari krisis, melalui perubahan haluan politik dan ekonomi.
Suatu bentuk pemerintahan yang baru pun dibentuk, yakni tetrarchia (catur rajya). Wilayah Kekaisaran
Romawi dibagi menjadi empat bagian, dua di kawasan barat dan dua di kawasan timur, masing-masing
diperintah oleh seorang kaisar. Keempat serangkai yang pertama adalah Diocletianus (di timur),
Maximianus (di barat), serta dua orang kaisar-muda, yakni Galerius (di timur) dan Flavius Constantius
(di barat). Demi memperbaiki perekonomian negara, Diocletianus melakukan sejumlah pembaharuan
perpajakan.[130]

Diocletianus mengusir bangsa Persia yang merajalela di Suriah, dan menaklukkan sejumlah suku barbar
bersama Maximianus. Diocletianus meniru banyak perilaku raja-raja Dunia Timur, misalnya mengenakan
perhiasan dari mutiara serta berjubah dan berterompah kencana. Setiap orang yang menghadap kaisar
pun diwajibkan bersujud menyembah seturut adat Dunia Timur,
yang belum pernah dipraktikkan di Roma sebelumnya.[131]
Diocletianus tidak lagi berpura-pura bahwa negara masih
berbentuk republik, sebagaimana yang dilakukan kaisar-kaisar
pendahulunya semenjak Augustus berkuasa.[132] Antara tahun
290 dan tahun 330, setengah lusin kota ditetapkan menjadi ibu
kota baru oleh kaisar-kaisar empat serangkai, baik secara resmi
maupun tidak, yakni Antiokhia, Nikomedia, Tesalonika,
Sirmium, Milan, dan Trier.[133] Diocletianus juga bertanggung
jawab atas aksi aniaya besar-besaran terhadap umat Kristen pada
masa pemerintahannya. Pada tahun 303, Diocletianus dan
Galerius memulai aksi aniaya tersebut, memerintahkan
Sekeping follis bergambar Kaisar
penghancuran rumah-rumah ibadat dan kitab-kitab agama
Diocletianus
Kristen, serta mengharamkan peribadatan Kristen.[134]
Diocletianus turun takhta pada tahun 305 M bersama-sama
dengan Maximianus. Dengan demikian, ia adalah Kaisar Romawi pertama yang melepaskan jabatannya.
Masa pemerintahannya menyudahi era pemerintahan kaisar-kaisar pendahulunya, yakni pemerintahan
para princeps (ketua), dan mengawali era pemerintahan yang baru, pemerintahan para dominus (tuan
besar).

Constantinus dan agama Kristen


Constantinus naik takhta menjadi salah seorang dari empat
serangkai pada tahun 306. Ia berulang kali memerangi ketiga
rekannya. Pertama-tama Maxentius ia tundukkan pada tahun
312. Pada tahun 313, ia menerbitkan Maklumat Milan, yang
menjamin kebebasan umat Kristen untuk mengamalkan
ajaran agamanya.[135] Constantinus akhirnya memeluk
agama Kristen, sehingga perbawa agama Kristen pun
terdongkrak. Ia memulai usaha kristenisasi Kekaisaran Aula Palatina (balairung) di Trier, Jerman
(bagian dari Provinsi Gallia Belgica pada
Romawi dan Eropa, yang baru dituntaskan oleh Gereja
zaman Kekaisaran Romawi), sebuah
Katolik pada Abad Pertengahan. Ia dikalahkan orang Franka basilika Kristen yang dibangun pada masa
dan orang Alemani pada kurun waktu 306–308. Pada tahun pemerintahan Kaisar Constantinus I
324, ia menundukkan Licinius, salah seorang rekannya (memerintah 306–337 M)
sesama kaisar, dan akhirnya menyatukan kembali kekuasan
atas seantero wilayah Kekaisaran Romawi seperti pada masa
sebelum Diocletianus berkuasa. Sebagai kenang-kenangan akan kejayaannya, dan demi kepentingan
agama Kristen, Constantinus membangun kembali kota Bizantium dan mengganti namanya menjadi
Nova Roma (Roma Baru), tetapi tak lama kemudian kota ini pun lazim dikenal dengan julukannya dalam
bahasa Yunani, yakni Konstantinopolis (Kota Constantinus).[136][137]

Masa pemerintahan Iulianus, kaisar yang berusaha menghidupkan kembali agama asli Romawi dan
Yunani akibat dipengaruhi penasihatnya, Mardonius, hanyalah jeda singkat dalam kurun waktu
pemerintahan kaisar-kaisar Kristen. Konstantinopolis menjadi ibu kota baru Kekaisaran Romawi. Roma
memang sudah kehilangan arti pentingnya semenjak timbul Krisis Abad Ketiga. Mediolanum menjadi
ibu kota wilayah barat dari tahun 286 sampai tahun 330, sebelum Kaisar Honorius menetapkan Ravenna
menjadi ibu kota yang baru pada abad ke-5.[138] Kebijakan Constantinus untuk melakukan tata ulang
moneter dan pembaharuan tata usaha negara, yang mampu mempersatukan kembali seantero wilayah
Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan satu orang kaisar, serta usahanya membangun kembali kota
Bizantium telah menimbulkan perubahan besar pada kurun waktu pertengahan Abad Kuno.

Runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat


Artikel utama: Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat
Pada akhir abad ke-4 dan abad ke-5, wilayah barat Kekaisaran Romawi memasuki masa genting yang
berakhir dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.[139] Di bawah kepemimpinan kaisar-kaisar
terakhir dari wangsa Constantiniana dan wangsa Valentiniana, Roma kalah telak dalam pertempuran
melawan Kekaisaran Wangsa Sasan dan suku-suku barbar Germanika. Kaisar Iulianus Si Murtad gugur
dalam Pertempuran Samara melawan Persia pada tahun 363, sementara Kaisar Valens gugur dalam
Pertempuran Adrianopolis melawan orang Goth pada tahun 378. Sesudah menang perang, orang Goth
tidak kunjung dapat dienyahkan maupun berbaur dengan masyarakat Kekaisaran Romawi.[140] Kaisar
berikutnya, Theodosius I (379–395), kian memperkukuh agama Kristen, dan setelah ia mangkat,
Kekaisaran Romawi dibagi menjadi Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Romawi Barat, masing-
masing dipimpin oleh Arcadius dan Honorius, kedua putranya.

Invasi suku-suku Barbar ke wilayah Kekaisaran Romawi pada kurun waktu 100–500 M. Orang Visigoth
memasuki Athena. Penjarahan Roma oleh Orang Barbar pada Tahun 410 karya Joseph-Noël Sylvestre.

Keadaan menjadi kian genting pada tahun 408, sepeninggal Stilicho, senapati yang berikhtiar
mempersatukan kembali kekaisaran yang terbagi dua dan berjasa mengusir suku-suku bangsa barbar
yang menginvasi wilayah kekaisaran pada tahun-tahun permulaan abad ke-5 M. Angkatan bersenjata
lapangan yang profesional hancur berantakan. Pada tahun 410, zaman wangsa Theodosiana, orang
Visigoth menyerbu dan menjarah rayah kota Roma.[141] Pada abad ke-5, Kekaisaran Romawi Barat
mengalami penyusutan wilayah kedaulatan. Orang Vandal menaklukkan Afrika Utara, orang Visogoth
menduduki kawasan selatan Galia, orang Suebi merebut Hispania Galisia, Britania ditelantarkan
pemerintah pusat, dan Kekaisaran Romawi dirongrong invasi-invasi Attila, pemimpin orang
Hun.[142][143][144][145][146][147] Senapati Orestes menolak memenuhi tuntutan-tuntutan suku-suku barbar
"sekutu", yang kala itu merupakan bagian dari angkatan bersenjata kekaisaran, dan berusaha mengusir
mereka dari Italia. Tindakan Orestes membuat Odoacer, pemimpin suku-suku barbar sekutu, naik pitam.
Odoacer mengalahkan sekaligus menewaskan Orestes, menginvasi Ravenna, dan menggulingkan Kaisar
Romulus Augustus, putra Orestes. Peristiwa yang terjadi pada tahun 476 ini biasanya dianggap sebagai
tonggak sejarah penanda batas antara Abad Kuno dan Abad Pertengahan.[148][149] Mantan kaisar
keturunan ningrat yang digulingkan Orestes, Iulius Nepos, terus memerintah selaku kaisar di Dalmatia,
bahkan sesudah penggulingan Romulus Augustus, sampai mangkat pada tahun 480. Beberapa sejarawan
berpandangan bahwa Iulius Neposlah Kaisar Romawi Barat yang terakhir, bukan Romulus Augustus.[150]
Setelah merdeka selama kurang lebih 1200 tahun, dan adidaya selama hampir 700 tahun, negara bangsa
Romawi di belahan Dunia Barat akhirnya runtuh.[151] Semenjak saat itu pula muncul berbagai macam
pendapat mengenai sebab-musabab runtuhnya Roma, antara lain akibat hilangnya bentuk pemerintahan
republik, kemerosotan akhlak, tirani militer, perang antargolongan, perbudakan, kemandekan ekonomi,
perubahan lingkungan, wabah penyakit, kemerosotan ras Romawi, serta pasang surut yang sudah menjadi
suratan takdir semua peradaban. Ketika Kekaisaran Romawi Barat tumbang, banyak di antara kaum
pemeluk agama asli mengambinghitamkan agama Kristen dan kemerosotan agama warisan leluhur
bangsa Romawi sebagai biang keladinya; sejumlah pemikir rasionalis pada Zaman Modern menyalahkan
perubahan dari agama kepahlawanan ke agama anti kekerasan yang menyusutkan jumlah prajurit sebagai
biang keladinya; sementara tokoh-tokoh Kristen, semisal Agustinus dari Hipo, berpendapat bahwa
lantaran berkubang dalam dosa-dosa, maka bangsa Romawi sendiri yang patut disalahkan.[152]

Kekaisaran Romawi Timur lain lagi nasibnya. Kekaisaran ini bertahan selama hampir 1000 tahun
sesudah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, dan menjadi negara Kristen yang paling stabil sepanjang
Abad Pertengahan. Pada abad ke-6, Kaisar Iustinianus berhasi merebut kembali Jazirah Italia dari orang
Ostrogoth, Afrika Utara dari orang Vandal, dan kawasan selatan Hispania dari orang Visigoth. Kendati
demikian, baru beberapa tahun sepeninggal Iustinianus, wilayah kekuasaan Romawi Timur di Italia
dipersempit oleh orang Lombardi yang masuk dan bermukim di jazirah itu.[153] Lantaran sudah
melemah, antara lain akibat wabah Iustinianus, kedaulatan kekaisaran ini terancam oleh kemunculan
agama Islam di timur. Para pemeluknya bergerak cepat menaklukkan Syam, Armenia, dan Mesir semasa
berlangsungnya perang-perang Arab-Romawi Timur, dan tak lama kemudian sudah mengincar
Konstantinopolis.[154][155] Pada abad berikutnya, bangsa Arab juga berhasil menguasai kawasan selatan
Italia dan pulau Sisilia.[156] Di sebelah barat wilayah Kekaisaran Romawi Timur, suku-suku Slav juga
berhasil menerobos masuk sampai jauh ke Jazirah Balkan.

Meskipun demikian, Kekaisaran Romawi Timur mampu membendung gerak ekspansi Islam ke
wilayahnya pada abad ke-8. Bahkan semenjak abad ke-9, Kekaisaran Romawi Timur sanggup pula
merebut kembali daerah-daerah yang sudah ditaklukkan bala tentara Islam.[154][157] Pada tahun 1000 M,
Kekaisaran Romawi Timur sedang jaya-jayanya. Kaisar Basilius II menaklukkan Bulgaria dan Armenia,
kebudayaan dan perniagaan pun berkembang.[158] Namun laju ekspansi mendadak terhenti pada tahun
1071, setelah Romawi Timur terkecundang dalam Pertempuran Manzikert. Kekalahan ini menggiring
Kekaisaran Romawi Timur memasuki kurun waktu kemerosotan. Setelah dua dasawarsa dirongrong
kemelut di dalam negeri dan invasi orang Turk, Kaisar Alexius I akhirnya meminta pertolongan kerajaan-
kerajaan Eropa Barat pada tahun 1095.[154] Eropa Barat menanggapi permintaannya dengan
memaklumkan Perang Salib, yang justru berujung pada peristiwa Penjarahan Konstantinopolis oleh
laskar-laskar Perang Salib IV. Jatuhnya Konstantinopolis ke tangan laskar-laskar Perang Salib pada tahun
1204 mengakibatkan Kekaisaran Romawi Timur terpecah belah menjadi banyak negara kecil; yang
paling kuat di antaranya adalah Kekaisaran Nicaea.[159] Sesudah bala tentara kekaisaran berhasil merebut
kembali Konstantinopolis, keadaan Kekaisaran Romawi Timur hanya sedikit lebih bagus dari sekadar
sebuah negara Yunani yang terpojok di pesisir Laut Aigea. Kekaisaran Romawi Timur akhirnya runtuh
sesudah kota Konstantinopolis ditaklukkan oleh Mehmed Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453.[160]

Kemasyarakatan
Roma adalah kota terbesar di Kekaisaran Romawi, dengan populasi kira-kira 450.000 sampai hampir satu
juta jiwa.[161][162][163] Ruang-ruang publik di kota Roma dibisingkan derap kuda dan gelingsir roda-roda
kereta yang terbuat dari besi sampai-sampai Gaius Iulius Caesar pernah mengusulkan agar kereta
dilarang berlalu-lalang pada siang hari. Perkiraan sejarah menunjukkan bahwa sekitar 20% dari populasi
yang tunduk di bawah daulat Romawi Kuno (25–40%,
tergantung tolok ukurnya, di Jazirah Italia)[164] berdiam di
kota-kota yang tak terbilang jumlahnya, dengan populasi
10.000 jiwa ke atas, dan di sejumlah permukiman militer;
tingkat urbanisasi yang sangat tinggi menurut tolok ukur
praindustri. Sebagian besar dari kota-kota ini memiliki forum
(alun-alun), kuil-kuil, dan bangunan-bangunan lain seperti
yang terdapat di kota Roma. Angka harapan hidup kira-kira 28 Forum Romanum, pusat kegiatan politik,
tahun.[165] ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan
kota Roma pada zaman republik dan
kekaisaran
Hukum
Artikel utama: Hukum Romawi
Cikal bakal asas-asas dan praktik-praktik hukum Romawi Kuno adalah Undang-Undang Dua Belas Loh
yang diundangkan pada tahun 449 SM, dan hukum-hukum bangsa Romawi yang dikodifikasikan atas
titah Kaisar Iustinianus I sekitar tahun 530 M. Corpus Iuris Civilis (Khazanah Hukum Rakyat), hasil dari
pengodifikasian hukum-hukum bangsa Romawi ini tetap diberlakukan pada zaman Kekaisaran Romawi
Timur, dan menjadi dasar dari pengodifikasian serupa di kawasan barat daratan Eropa. Hukum Romawi,
dalam arti luas, terus diberlakukan di hampir seluruh pelosok Eropa sampai akhir abad ke-17.

Himpunan hukum bangsa Romawi Kuno, sebagaimana termaktub dalam kitab undang-undang hukum
Kaisar Iustinianus dan kitab undang-undang hukum Kaisar Theodosius, terdiri atas tiga kelompok utama,
yakni Ius Civile, Ius Gentium, dan Ius Naturale. Ius Civile (adat rakyat) adalah serangkaian hukum yang
wajib ditaati warga negara Romawi.[166] Praetor Urbanus (penghulu warga kota) adalah pejabat negara
yang berwenang mengadili perkara-perkara yang melibatkan warga negara. Ius Gentium (adat bangsa-
bangsa) adalah serangkaian hukum yang berlaku bagi orang-orang asing dan urusan-urusannya dengan
warga negara Romawi.[167] Praetor Peregrinus (penghulu warga asing) adalah pejabat negara yang
berwenang mengadili perkara-perkara yang melibatkan warga negara dan warga asing. Ius Naturale (adat
kodrati) adalah serangkaian hukum yang dianggap berlaku bagi seluruh umat manusia.

Penggolongan masyarakat
Artikel utama: Kelas sosial di zaman Romawi kuno dan Status dalam sistem hukum Romawi
Masyarakat Romawi Kuno bersifat hierarkis. Budak-budak belian (bahasa Latin: servi) berada pada
jenjang terbawah, orang-orang yang dimerdekakan (bahasa Latin: liberti) berada pada jenjang menengah,
sementara warga negara yang terlahir merdeka (bahasa Latin: cives) menempati jenjang teratas. Warga
negara yang terlahir merdeka pun masih terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Penggolongan yang
paling luas dan paling tua adalah penggolongan menjadi kaum patricius, yakni golongan orang-orang
yang termasuk nasab 100 orang pitarah, sesepuh masyarakat perdana kota Roma, dan kaum plebs, yakni
golongan orang-orang yang tidak termasuk nasab mereka. Penggolongan semacam ini dianggap tidak
terlalu penting lagi pada penghujung zaman republik, karena sejumlah keluarga kaum plebs sudah
menjadi kaya raya dan berkiprah di gelanggang polik, sementara sejumlah keluarga patricius mengalami
keterpurukan ekonomi. Siapa saja, patricius maupun plebs, yang dapat membuktikan bahwa salah
seorang leluhurnya pernah menduduki jabatan consul, adalah orang mulia (bahasa Latin: nobilis). Orang
pertama dari sebuah keluarga yang berhasil menduduki jabatan consul, semisal Gaius Marius dan Cicero,
disebut novus homo (orang baru), orang yang memuliakan keturunannya. Kendati demikian, status
keturunan patricius masih tetap dihargai orang, dan masih banyak jabatan keagamaan yang hanya boleh
diemban oleh kaum patricius.
Penggolongan yang lambat laun dianggap lebih penting adalah
penggolongan menurut kelayakan ikut serta bela negara. Golongan
seseorang ditetapkan secara berkala oleh censor, berdasarkan jumlah
harta kekayaannya. Golongan terkaya adalah golongan senatus
(sesepuh), yang menguasai gelanggang politik dan mengendalikan
angkatan bersenjata. Setingkat di bawahnya adalah golongan eques
(kesatria), yang mula-mula adalah golongan orang-orang yang
mampu memiliki seekor kuda perang. Golongan eques merupakan
golongan saudagar yang berkuasa. Di bawah eques masih ada
beberapa golongan lagi menurut jenis perlengkapan perang yang
mampu dimiliki anggotanya, dan jenjang terbawah ditempati oleh
proletarius (penghasil keturunan), yakni warga negara tanpa properti
yang hanya mampu menyumbangkan warga baru bagi negara.
Sebelum tatanan militer Romawi dirombak oleh Gaius Marius,
golongan proletarius dinilai tidak layak diikutsertakan dalam Patung dada Cato Tua, abad
kegiatan bela negara, dan seringkali digambarkan sebagai kaum pertama SM
yang hanya lebih berharta dan lebih terpandang daripada mantan
budak belian.

Hak suara seseorang pada zaman republik tergantung pada


golongannya. Rakyat dibagi menjadi tribus (suku-suku) pemberi
suara, tetapi suku-suku golongan kaya lebih sedikit anggotanya
daripada suku-suku golongan miskin, dan seluruh proletarius
dikelompokkan menjadi satu suku saja. Pemungutan suara
diselenggarakan secara berjenjang, mulai dari golongan teratas
sampai golongan terbawah, dan ditutup segera sesudah sebagian
besar suku sudah memberi suara, sehingga golongan-golongan
miskin acap kali tidak berkesempatan menggunakan hak suara
mereka.

Kaum perempuan memiliki sejumlah hak asasi yang sama dengan


kaum lelaki, tetapi tidak dianggap sebagai warga negara yang benar-
benar setara dengan kaum lelaki, sehingga tidak diizinkan ikut serta
Sang Orator, ca. 100 SM, patung
dalam pemungutan suara maupun berkiprah di gelanggang politik. perunggu Etruski-Romawi yang
Kendati demikian pembatasan terhadap kaum perempuan sedikit menggambarkan sosok Aule
demi sedikit diperlonggar (karena adanya emansipasi), sehingga Metele (bahasa Latin: Aulus
kaum perempuan akhirnya bebas dari kewajiban untuk tunduk pada Metellus), seorang pria Etruski
pater familias, mendapat hak untuk memiliki tanah dan bangunan, dalam sikap tubuh sedang
beretorika, berselubung toga
bahkan mendapatkan lebih banyak hak yuridis dibanding suami-
Romawi dengan tatahan iskripsi
suami mereka, tetapi tetap saja tidak berhak ikut serta dalam dalam aksara Etruski
pemungutan suara, dan tidak dibenarkan berkecimpung dalam dunia
politik.[168]

Kota-kota asing yang menjalin persekutuan dengan Roma seringkali dianugerahi Ius Latii (hak adat
orang Latini), yakni status di antara warga negara Romawi yang seutuhnya dan warga asing (peregrini),
sehingga mereka mendapatkan hak-hak warga negara berdasarkan hukum Romawi dan para petingginya
berpeluang menjadi warga negara Romawi yang seutuhnya. Kendati cakupannya berbeda-beda, ada dua
macam Ius Latii yang utama, yakni cum suffragio (dengan hak suara, yakni dibenarkan untuk ikut serta
dalam tribus dan comitia tributa) dan sine suffragio (tanpa hak suara, yakni tidak dibenarkan ikut campur
dalam urusan politik Romawi). Sebagian besar negara kota sekutu Roma di Jazirah Italia diberi
kewarganegaraan penuh seusai Perang Sekutu tahun 91–88 SM, dan kewarganegaraan Romawi penuh
dianugerahkan kepada semua laki-laki yang terlahir merdeka di wilayah Kekaisaran Romawi oleh Kaisar
Caracalla pada tahun 212 M.

Pendidikan
Artikel utama: Pendidikan di Romawi Kuno
Pada permulaan zaman Republik Romawi, belum ada sekolah-sekolah untuk umum, sehingga anak-anak
lelaki diajari baca tulis oleh orang tua masing-masing, atau oleh seorang budak terpelajar yang disebut
paedagogus, dan lazimnya berkebangsaan Yunani.[169][170][171] Tujuan utama pendidikan kala itu adalah
melatih anak-anak muda agar menguasai ilmu bercocok tanam, ilmu perang, adat istiadat bangsa
Romawi, dan urusan-urusan kepamongprajaan.[169] Remaja-remaja lelaki banyak belajar tentang
kehidupan bermasyarakat dengan cara menyertai ayah mereka menghadiri acara-acara keagamaan dan
politik, termasuk menghadiri sidang-sidang senatus bagi putra-putra keluarga ningrat.[170] Jika sudah
berumur 16 tahun, putra-putra keluarga ningrat biasanya magang pada tokoh-tokoh politik terkemuka,
dan ikut berperang bersama angkatan bersenjata saat berumur 17 tahun. Aturan ini masih diterapkan oleh
sejumlah keluarga ningrat pada zaman kekaisaran.[170] Praktik-praktik pendidikan diubah suai seiring
masuknya pengaruh Yunani sesudah kerajaan-kerajaan Helenistik ditaklukkan pada abad ke-3, kendati
praktik-praktik pendidikan Romawi tetap saja berbeda jauh dari praktik-praktik pendidikan
Yunani.[170][172] Jika orang tua mampu menanggung biayanya, anak-anak lelaki dan beberapa anak
perempuan yang sudah berumur 7 tahun dimasukkan ke sekolah swasta di luar rumah yang disebut ludus.
Gurunya disebut litterator atau magister ludi, dan seringkali berkebangsaan Yunani. Di sekolah ini,
murid-murid mendapatkan pelajaran dasar membaca, menulis, aritmetika, dan kadang-kadang bahasa
Yunani, sampai mereka berumur 11 tahun.[170][171][173]

Murid-murid yang sudah berumur 12 tahun menempuh pendidikan di sekolah sekunder. Gurunya disebut
grammaticus, dan mengajarkan kesusastraan Yunani dan Romawi.[170][173] Sesudah berumur 16 tahun,
sebagian murid melanjutkan pendidikan di sekolah retorika. Gurunya disebut rhetor, dan lazimnya
berkebangsaan Yunani.[170][173] Pendidikan pada tahap ini bertujuan mempersiapkan murid untuk
berkarier di bidang hukum, sehingga mewajibkan mereka untuk menghafal undang-undang Roma.[170]
Murid-murid bersekolah setiap hari, kecuali pada hari besar keagamaan dan hari-hari pasar. Ada pula
masa libur setiap musim panas.

Pemerintahan
Artikel utama: Undang-Undang Dasar Romawi dan Sejarah Undang-Undang Dasar Romawi
Pada mulanya, Roma diperintah oleh raja-raja, yang silih berganti dipilih dari suku-suku utama di kota
Roma.[174] Hakikat kewenangan Raja Roma tidak diketahui secara pasti. Mungkin saja nyaris mutlak,
dan mungkin pula setaraf kewenangan eksekutif kemanunggalan sesepuh dan rakyat. Setidaknya dalam
urusan militer, kewenangan memerintah (Imperium) raja mungkin sekali bersifat mutlak. Raja juga
merupakan panatagama negara. Di samping kewenangan raja, masih ada tiga lembaga tata usaha negara,
yakni senatus, comitia curiata, dan comitia calata. Senatus (majelis sesepuh) bertindak selaku dewan
penasihat raja, comitia curiata (sidang majelis perkauman) berwenang mengajukan dan mengesahkan
undang-undang yang dicetuskan raja, sementara comitia calata (sidang majelis pengimbauan) adalah
sidang majelis para pendeta yang berwenang mengumpulkan rakyat untuk menyaksikan tindakan
tertentu, mendengarkan pengumuman, dan menetapkan perayaan-perayaan serta hari-hari besar
keagamaan untuk bulan berikutnya.

Pertentangan antargolongan di negara Republik Romawi


memunculkan suatu tatanan campuran antara demokrasi dan
oligarki. Istilah "republik" berasal dari kata Latin res
publica, yang makna harfiahnya adalah "urusan
kemasyarakatan". Menurut tradisi, rancangan undang-
undang hanya boleh diloloskan melalui pemungutan suara
dalam sidang rakyat (comitia tributa, sidang majelis warga
suku). Calon-calon pejabat publik pun ditetapkan oleh
rakyat. Kendati demikian, senatus menjadi semacam Gambaran jalannya sidang senatus,
lembaga oligarki, yang bertindak selaku dewan penasihat. Cicero mencecar Catilina, dari sebuah
fresko abad ke-19
Pada zaman republik, senatus sungguh-sungguh memiliki
kewenangan (auctoritas), tetapi tidak memiliki kuasa
legislatif yang nyata. Pada dasarnya senatus hanyalah sebuah dewan penasihat. Kendati demikian, karena
tiap-tiap senator adalah tokoh yang sangat berpengaruh, maka sukar sekali mengambil tindakan apa pun
yang bertentangan dengan mufakat senatus. Senator-senator baru dipilih dari antara tokoh-tokoh
patricius yang paling cendekia oleh jawatan cacah jiwa (bahasa Latin: censura), yang juga berwenang
memakzulkan seorang senator jika kedapatan "bobrok akhlaknya", misalnya menerima suap, atau
memeluk istri orang di muka umum seperti pada zaman Cato Tua. Diktator Sulla pernah mengatur agar
orang-orang yang terpilih menjadi quaestor (penyidik) serta merta juga menjadi anggota senatus, tetapi
praktik semacam ini tidak bertahan lama.

Republik Romawi tidak memiliki birokrasi yang bersifat tetap, dan mengumpulkan pajak dengan cara
menjual hak memungut cukai kepada pemborong. Jawatan quaestor, aedilis, atau praefect didanai oleh si
penyandang jabatan. Agar tak seorang pun warga negara memiliki wewenang berlebih, para magistratus
baru dipilih tiap-tiap tahun dan harus berbagi kewenangan kekuasaan dengan seorang rekan sejawatnya.
Sebagai contoh, dalam keadaan normal, kewenangan tertinggi dipegang oleh dua orang consul. Dalam
keadaan darurat, dapat ditunjuk seorang dictator (pengarah) untuk memegang kewenangan tertinggi
untuk sementara waktu. Sepanjang zaman republik, sistem tata usaha negara berulang kali diperbaiki
agar selaras dengan keperluan-keperluan yang baru muncul. Pada akhirnya, sistem tata usaha negara
Republik Romawi terbukti tidak efisien untuk digunakan mengatur wilayah kekuasaan Roma yang terus-
menerus bertambah luas, dan menjadi salah satu faktor yang mendorong lahirnya Kekaisaran Romawi.

Pada permulaan zaman kekaisaran, pemerintah tetap saja berlagak seakan-akan negara masih berbentuk
republik. Kaisar Romawi hanya dicitrakan sebagai seorang princeps, "warga negara nomor satu",
sementara senatus mengambil alih kuasa legislatif dan seluruh kewenangan hukum yang sebelumnya
dikuasai oleh sidang-sidang rakyat. Kendati demikian, pemerintahan para kaisar kian lama kian
autokratis, dan senatus akhirnya menjadi sekadar dewan penasihat yang diangkat oleh kaisar. Kekaisaran
Romawi tidak mewarisi perangkat birokrasi dari zaman republik, karena Republik Romawi tidak
memiliki struktur-struktur pemerintahan yang permanen selain senatus. Kaisar mengangkat para
pembantu dan penasihat, tetapi Kekaisaran Romawi tetap saja kekurangan banyak lembaga negara,
misalnya lembaga penyusun anggaran belanja negara yang terpusat. Beberapa sejarawan mengedepankan
hal ini sebagai salah satu faktor penting yang menjadi biang keladi kemerosotan Kekaisaran Romawi.
Militer
Artikel utama: Sejarah militer Romawi Kuno, Militer Romawi Kuno, Sejarah struktural militer
Romawi, Angkatan Darat Romawi, dan Angkatan Laut Romawi
Sebagaimana angkatan bersenjata negara-negara kota pada zamannya
yang terpengaruh peradaban Yunani, angkatan bersenjata Romawi
terdahulu (ca. tahun 500 SM) adalah barisan militia warga kota yang
menerapkan siasat perang ala hoplites. Jumlah personelnya tidak
seberapa (populasi laki-laki merdeka yang layak bertempur kala itu
berjumlah sekitar 9.000 jiwa) dan ditata menjadi lima golongan prajurit,
sama seperti lima golongan Comitia Centuriata (sidang majelis seratus
warga), lembaga politik warga Roma. Tiga pasukan beranggotakan para
hoplites (prajurit berperlengkapan tombak dan perisai), dan dua pasukan
beranggotakan para prajurit pejalan kaki bersenjata ringan. Angkatan
bersenjata Romawi terdahulu terbatas siasat tempurnya, dan pada
dasarnya disiagakan untuk bertahan.[175][176][177]

Pada abad ke-3 SM, bangsa Romawi meninggalkan gelar pasukan


Replika modern dari zirah
hoplites dan beralih ke suatu tatanan yang lebih luwes, yakni satuan- jenis lorica segmentata,
satuan beranggotakan 120 (kadang-kadang 60) prajurit yang disebut dikenakan serangkai
manipulus, yang mampu berolah gerak secara lebih mandiri di medan dengan baju halkah
tempur. Tiga puluh satuan manipulus dalam tiga barisan berikut pasukan- sesudah abad pertama
pasukan bantu merupakan satu legiun (bahasa Latin: legio), dengan tarikh Masehi
jumlah keseluruhan antara 4.000 dan 5.000 prajurit.[175][176]

Satu legiun Republik Romawi terdahulu terdiri atas lima macam pasukan
dengan perlengkapan dan posisi yang berbeda dalam gelar pasukan,
yakni tiga baris manipulus pejalan kaki bersenjata berat (barisan hastati,
barisan principes, dan barisan triarii), sepasukan prajurit pejalan kaki
bersenjata ringan (velites), dan sepasukan prajurit berkuda (equites).
Seiring pertumbuhan negara, orientasi angkatan bersenjata pun bergeser
dari pertahanan ke penyerangan, dan sikapnya pun menjadi jauh lebih
garang terhadap negara-negara kota di sekitarnya.[175][176]
Rekonstruksi menara
Pada masa-masa awal berdirinya Republik Romawi, satu legiun
Romawi di Limes – Taunus,
berkekuatan penuh sewajarnya beranggotakan 4.000 sampai 5.000 Jerman
prajurit, terdiri atas 3.600 sampai 4.800 prajurit pejalan kaki bersenjata
berat, beberapa ratus prajurit pejalan kaki bersenjata ringan, dan beberapa
ratus prajurit berkuda.[175][178][179] Legiun-legiun seringkali sangat kekurangan anggota, baik karena
kegagalan perekrutan angota baru maupun karena kehilangan anggota lama yang mengalami kecelakaan,
menjadi korban pertempuran, terserang penyakit, atau melakukan desersi. Semasa perang saudara,
legiun-legiun Gnaeus Pompeius di wilayah timur berkekuatan penuh karena baru saja direkrut, sementara
kekuatan tempur legiun-legiun Gaius Iulius Caesar kebanyakan jauh di bawah angka wajar selepas masa
bakti di Galia. Keadaan yang sama juga berlaku pada pasukan-pasukan bantu masing-masing.[180][181]

Sampai menjelang berakhirnya zaman Republik Romawi, legiuner lazimnya adalah petani Romawi
pemilik tanah dari desa (seorang adsiduus) yang menjalani masa bakti sebagai prajurit dalam aksi militer
tertentu (seringkali setiap tahun),[182] menyiapkan sendiri perlengkapan tempur dan, khusus bagi para
equites, tunggangannya. Harris menduga bahwa sampai dengan tahun 200 SM, para petani biasa (yang
bertahan hidup) dari desa mungkin ikut serta dalam enam atau tujuh pertempuran. Para mantan budak
beserta para budak (di mana pun berada) dan warga kota tidak diikutsertakan, kecuali dalam keadaan
darurat.[183]

Selepas tahun 200 SM, kondisi ekonomi di daerah pedesaan mengalami kemerosotan seiring
meningkatnya kebutuhan akan tenaga manusia, sehingga tolok ukur jumlah harta kekayaan yang harus
dimiliki seorang warga negara untuk dapat menjalani masa bakti militer pun lambat laun diturunkan.
Mulai dari masa kepemimpinan Gaius Marius pada tahun 107 SM, rakyat yang tidak memiliki harta
berupa tanah dan bangunan serta rakyat yang berdiam di kota-kota (proletarii) boleh diikutsertakan dan
dipersenjatai, kendati sebagian besar legiuner tetap saja berasal dari daerah pedesaan. Masa bakti menjadi
berkesinambungan dan diperpanjang sampai 20 tahun jika mendadak diperlukan, kendati masa bakti
enam atau tujuh tahun masih tetap lazim.[184]

Semenjak abad ke-3 SM, para legiuner diberi stipendium (uang jasa). Jumlahnya masih diperdebatkan,
tetapi kabarnya Gaius Iulius Caesar pernah "menggandakan" jumlah stipendium para legiunernya hingga
mencapai 225 keping denarius setahun. Mereka juga berpeluang mendapatkan harta jarahan dan
donativum (uang lelah), yakni jatah pembagian hasil jarahan dari pimpinan seusai menang bertempur.
Semenjak zaman Gaius Marius, mereka juga kerap dianugerahi sebidang tanah selepas masa
bakti.[175][185] Prajurit berkuda dan prajurit pejalan kaki bersenjata ringan tergabung dalam satu legiun,
yakni legio auxilia (legiun bantu), dan seringkali direkrut dari masyarakat yang mendiami daerah-daerah
tempat tugas legiun yang bersangkutan. Gaius Iulius Caesar pernah membentuk selegiun prajurit yang
direkrut dari penduduk bukan warga negara Romawi yang bermukim di Galia Transalpina untuk
dikerahkan dalam aksi-aksi militer yang dipimpinnya di Galia. Angkatan ini diberi nama Legio Quinta
Alaudae (Legiun ke-5, Branjangan).[186] Pada zaman Augustus, gagasan bahwa prajurit adalah rakyat
yang ikut serta dalam usaha bela negara sudah ditinggalkan, dan angkatan bersenjata pun sudah
sepenuhnya bersifat profesional. Para legiuner digaji 900 keping sestertius setahun, dan berpeluang
menerima uang lepas sebesar 12.000 keping sestertius.[187]

Seusai perang saudara, Augustus menata ulang pasukan-pasukan angkatan bersenjata Romawi. Sejumlah
besar prajurit dibebastugaskan dan banyak legiun dibubarkan, sehingga hanya tersisa 28 legiun, yang ia
sebar ke seluruh provinsi kekaisaran.[188] Pada zaman para princeps, tatanan taktis angkatan bersenjata
sedikit demi sedikit terus berkembang. Legio auxilia tetap menjadi cohors (kesatuan taktis standar)
mandiri, dan pasukan-pasukan legiuner seringkali menjalankan tugas sebagai sekelompok cohors, alih-
alih sebagai sekelompok legiun utuh. Kesatuan jenis baru yang serbaguna, cohors equitata, memadukan
prajurit-prajurit berkuda dan para legiuner dalam satu kesatuan. cohors equitata dapat ditempatkan di
garnisun-garnisun atau pangkalan-pangkalan pertahanan tapal batas, dan dapat bergerak sendiri selaku
kesatuan kecil yang berimbang maupun digabungkan dengan kesatuan-kesatuan sejenisnya menjadi satu
kesatuan bertaraf legiun. Peningkatan fleksibilitas dalam pengaturan angkatan bersenjata ini turut
memastikan keberhasilan pasukan-pasukan militer Romawi dalam jangka panjang.[189]

Kaisar Gallienus (253–268 M) memprakarsai usaha penataan ulang yang menghasilkan tatanan militer
Romawi sebagaimana adanya pada penghujung zaman kekaisaran. Gallienus menarik sejumlah legiun
dari tempat tugas tetap mereka di tapal batas wilayah kekaisaran, dan mengubah mereka menjadi
kesatuan-kesatuan tempur berpindah-pindah (comitatenses) dan menyiagakan mereka pada jarak tertentu
dari tapal batas sebagai pasukan cadangan stategis. Pasukan-pasukan pengawal perbatasan (limitanei),
yang bertugas tetap di pangkalan-pangkalan pertahanan, tetap menjadi ujung tombak pertahanan negara.
Kesatuan tempur dasar adalah resimen, yang disebut legio atau auxilia untuk pasukan pejalan kaki, dan
vexellationes untuk pasukan berkuda. Bukti-bukti menyiratkan bahwa satu resimen berkekuatan nominal
1.200 personel untuk pasukan pejalan kaki, dan 600 personel untuk pasukan berkuda, kendati ada banyak
keterangan tertulis yang menunjukkan jumlah nyata yang lebih kecil (800 personel untuk pasukan pejalan
kaki dan 400 personel untuk pasukan berkuda).[190]

Banyak resimen prajurit pejalan kaki dan prajurit berkuda yang dikerahkan berpasangan di bawah
pimpinan seorang comes. Selain pasukan-pasukan prajurit berkebangsaan Romawi, angkatan tempur juga
terdiri atas resimen-resimen "orang barbar" yang direktur dari suku-suku barbar sekutu Romawi yang
disebut foederati. Pada tahun 400 M, resimen-resimen foederati sudah menjadi kesatuan-kesatuan
permanen dalam angkatan bersenjata Kekaisaran Romawi. Resimen-resimen foederati digaji dan
dipersenjatai kekaisaran, dipimpin oleh seorang tribunus berkebangsaan Romawi, dan difungsikan
sebagaimana kesatuan-kesatuan prajurit Romawi lainnya. Selain resimen-resimen foederati, Kekaisaran
Romawi juga memanfaatkan laskar-laskar orang barbar untuk bertempur bersama-sama legiun-legiun
Romawi sebagai "sekutu" tanpa perlu dijadikan bagian dari angkatan tempur. Di bawah arahan seorang
senapati Romawi, laskar-laskar ini digerakkan oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri.[190]

Kepemimpinan angkatan bersenjata berkembang sedikit demi sedikit dari zaman ke zaman. Pada zaman
kerajaan, angkatan bersenjata terdiri atas prajurit-prajurit hoplites yang dipimpin langsung oleh Raja
Roma. Pada permulaan dan pertengahan zaman republik, pasukan-pasukan angkatan bersenjata dipimpin
oleh salah seorang dari sepasang consul yang terpilih untuk menjabat pada tahun berjalan. Menjelang
berakhirnya zaman republik, sebagai bagian dari jenjang jabatan yang lumrah didaki para pejabat publik
pilihan rakyat, yang disebut cursus honorum (tahapan kehormatan), seorang anggota senatus mula-mula
memegang jabatan quaestor (seringkali ditugaskan selaku wakil panglima angkatan tempur), selanjutnya
memegang jabatan praetor.[191][192] Bawahan Gaius Iulius Caesar yang paling berbakat, efektif, dan
andal di Galia, Titus Labienus, adalah orang yang direkomendasikan oleh Pompeius.[193]

Sehabis menjalani masa bakti selaku praetor atau


consul, seorang senator dapat diangkat senatus menjadi
propraetor atau proconsul (berdasarkan jabatan paling
tinggi yang ia pegang sebelumnya) dengan tugas
mengepalai pemerintahan di salah satu provinsi jajahan.
Perwira-perwira yang lebih rendah (sampai dengan
tetapi tidak termasuk centurio) adalah orang-orang yang
dipilih oleh senapati masing-masing dari antara para
anak semang (clientelae) si senapati, atau orang-orang
yang direkomendasikan oleh sekutu-sekutu politik si
senapati di kalangan senatus.[191] Altar Domitius Ahenobarbus, ca. 122 SM,
dihiasi pahatan dua orang prajurit pejalan kaki
Pada masa pemerintahan Augustus, yang berusaha Romawi bersenjata scutum panjang, dan
seorang prajurit berkuda bersama
menempatkan militer di bawah kepemimpinan tunggal
tunggangannya. Semuanya tampak
yang permanen, kaisar adalah senapati sah dari tiap-tiap mengenakan baju halkah.
legiun, tetapi menjalankan kewenangannya selaku
senapati legiun melalui seorang legatus (duta) yang ia
pilih dari kalangan senatus. Di provinsi yang dijaga satu legiun saja, si duta kaisar mengepalai legiun
(legatus legionis) sekaligus mengepalai pemerintahan provinsi, sementara di provinsi yang dijaga lebih
dari satu legiun, tiap-tiap legiun dikepalai oleh seorang duta kaisar, dan para duta kaisar dikepalai oleh
wali negeri (juga seorang duta kaisar, tetapi lebih tinggi pangkatnya).[194]
Menjelang berakhirnya zaman kekaisaran (mungkin semenjak masa pemerintahan Diocletianus), tata
kepemimpinan militer ala Augustus ditinggalkan. Kewenangan militer para wali negeri dicabut, dan
kepemimpinan angkatan bersenjata di sekelompok provinsi dipercayakan kepada seorang senapati (dux)
yang diangkat oleh kaisar. Para senapati bukan lagi orang-orang yang dipilih dari kalangan atas Romawi,
melainkan orang-orang yang berjaya mendaki jejang kepangkatan dalam angkatan bersenjata berkat
kecakapan masing-masing. Sejalan dengan pertambahan jumlahnya, pemimpin-pemimpin militer
semacam ini pun berusaha (adakalanya berhasil) merebut jabatan kaisar yang telah mengangkat mereka.
Menyusutnya sumber-sumber daya, meningkatnya kekacauan politik, serta maraknya perang saudara
menggerogoti ketahanan bagian barat Kekaisaran Romawi, sehingga akhirnya dapat direbut oleh suku-
suku barbar di sekitarnya.[195]

Informasi mengenai angkatan laut Romawi jauh lebih sedikit daripada informasi mengenai angkatan
daratnya. Sebelum pertengahan abad ke-3 SM, pejabat-pejabat negara yang disebut duumviri navales
memimpin armada 20 kapal dengan misi utama memberantas bajak laut. Armada-armada ini ditiadakan
pada tahun 278 M, dan diganti dengan angkatan-angkatan laut sekutu. Perang Punik I memaksa Roma
membentuk armada-armada raksasa. Roma akhirnya membentuk armada-armada yang dibutuhkannya
dengan bantuan dan dana dari sekutu-sekutunya. Ketergantungan pada sekutu berlanjut sampai zaman
republik berakhir. Quinqueremis adalah jenis kapal-kapal perang yang dikerahkan kedua belah pihak
selama berlangsungnya perang-perang Punik, dan tetap menjadi tulang punggung angkatan laut Romawi
sampai akhirnya digantikan dengan kapal-kapal yang lebih ringan dan lebih lincah berolah gerak pada
masa pemerintahan Augustus.[196]

Dibanding triremis, quinqueremis dapat diawaki oleh tenaga-tenaga kawakan maupun yang belum
berpengalaman (suatu keuntungan bagi sebuah negara dengan angkatan darat sebagai kekuatan tempur
utama), dan kemampuan olah geraknya yang kurang lincah membuat bangsa Romawi menggunakan dan
menyempurnakan siasat-siasat serbu kapal yang memanfaatkan tenaga sekitar 40 orang prajurit laut, alih-
alih menggunakan hulu pembobol. Kapal-kapal berolah gerak mengikuti aba-aba dari nauarchus, perwira
setingkat centurio, yang lazimnya bukan warga negara Romawi. Potter menduga bahwa karena
didominasi bangsa-bangsa non-Romawi, armada-armada tempur dianggap sebagai angkatan asing,
sehingga dibiarkan susut pada masa-masa damai.[196]

Informasi yang ada menyiratkan bahwa menjelang berakhirnya zaman kekaisaran (350 M), angkatan laut
Romawi terdiri atas sejumlah armada kapal perang maupun kapal niaga pengangkut prajurit dan
perbekalan tempur. Kapal-kapal perang adalah galai-galai yang digerakkan tiga sampai empat baris
pendayung. Pangkalan-pangkalan laut berlokasi di bandar-bandar seperti Ravenna, Arles, Aquilea,
Misenum, serta muara Sungai Somme di kawasan barat, dan Aleksandria serta Rodos di kawasan timur.
Armada-armada katai yang terdiri atas wahana-wahana sungai berukuran kecil (classis) merupakan
bagian dari limitanei (pasukan penjaga perbatasan) kala itu, berpangkalan di bandar-bandar berbenteng di
sepanjang tepian Sungai Rhein dan Sungai Donau. Kenyataan bahwa senapati-senapati terkemuka
mengepalai angkatan darat maupun angkatan laut menyiratkan bahwa kala itu angkatan laut digunakan
sebagai kekuatan penunjang angkatan darat, bukan sebagai angkatan tersendiri. Perincian struktur
komando dan kekuatan armada pada kurun waktu ini tidak diketahui secara jelas, kendati dapat
dipastikan bahwa masing-masing armada dipimpin oleh seorang praefectus (pemuka).[197]

Perekonomian
Artikel utama: Pertanian bangsa Romawi, Perniagaan bangsa Romawi, Keuangan bangsa Romawi,
dan Mata uang Romawi
Bangsa Romawi Kuno
menguasai daratan yang sangat
luas dengan sumber daya alam
dan manusia yang berlimpah-
limpah. Dengan kelimpahan
sumber daya alam dan manusia
ini, perekonomian Roma tetap
mengutamakan usaha pertanian
Pasar Traianus, dibangun oleh Apolodoros dari Damaskus dan perniagaan. Perdagangan
bebas hasil-hasil pertanian
mengubah bentang alam
Jazirah Italia, dan pada abad pertama SM, kebun-kebun anggur dan zaitun yang luas telah menggeser
lahan-lahan para petani kecil, yang kalah bersaing harga dengan gandum impor. Aneksasi atas Mesir,
Sisilia, dan Tunisia menciptakan aliran masuk pasokan gandum tanpa henti ke Roma. Sebaliknya,
minyak zaitun dan minuman anggur menjadi barang-barang impor utama yang mengalir keluar dari
Jazirah Italia. Bangsa Romawi mempraktikkan gilir tanam dua jenis tumbuhan, tetapi produktivitas
pertanian tetap rendah, kira-kira 1 ton per hektar.

Kegiatan industri dan manufaktur lebih kecil lagi angkanya. Kegiatan paling besar di bidang ini adalah
penambangan batu, yang digunakan sebagai bahan baku bangunan pada masa itu. Di bidang manufaktur,
skala produksi relatif kecil, dan pada umumnya terdiri atas sanggar-sanggar produksi dan pabrik-pabrik
kecil yang mempekerjakan sebanyak-banyaknya satu dua lusin karyawan. Kendati demikian, ada pula
beberapa pabrik batu bata yang mempekerjakan ratusan karyawan.

Perekonomian Republik Romawi permulaan kurun waktu republik lebih banyak bertumpu pada usaha
kecil dan tenaga kerja upahan. Namun perang dan penaklukan atas bangsa-bangsa lain mendatangkan
budak-budak belian yang kian lama kian bertambah jumlahnya dan kian murah harganya, sehingga
perekonomian Republik Romawi menjelang akhir kurun waktu republik sudah sangat bergantung pada
tenaga budak belian, baik yang terampil maupun yang tidak terampil. Diperkirakan 20% dari keseluruhan
populasi Kekaisaran Romawi, dan 40% dari populasi kota Roma kala itu, adalah budak belian. Hanya di
Kekaisaran Romawi sajalah orang dapat lebih berhemat jika mempekerjakan tenaga upahan alih-alih
membeli budak belian, setelah aksi-aksi penaklukan dihentikan dan harga budak belian melambung
tinggi.

Kendati bangsa Romawi Kuno menggunakan cara barter, bahkan dalam urusan pengumpulan pajak,
Roma sudah membuat dan memanfaatkan uang logam. Kepingan-kepingan uang kuningan, perunggu,
dan logam mulia beredar di dalam maupun di luar wilayah kekaisaran Romawi, bahkan ada kepingan
uang Romawi yang ditemukan di India. Sebelum abad ke 3 SM, tembaga diperdagangan menurut
bobotnya, dalam tumpukan-tumpukan tak bertanda di seluruh kawasan tengah Italia. Nilai nominal
sekeping uang tembaga mula-mula setara dengan nilai tembaga seberat satu pon Romawi, tetapi
bobotnya kurang dari satu pon. Dengan demikian, nilai kepingan uang logam Romawi sebagai alat tukar
secara konsisten melebihi nilai intrinsiknya sebagai logam. Sesudah Nero mulai menurunkan mutu
kepingan perak denarius, nilai tukarnya yang sah diperkirakan sepertiga lebih besar daripada nilai
intrinsiknya.

Kuda mahal harganya, sementara satwa angkut jenis lain lebih lamban jalannya. Kegiatan jual beli
diperlancar oleh jalan-jalan raya Romawi yang menghubungkan markas-markas tentara Romawi, tempat
pasar-pasar Romawi berpusat.[198] Jalan-jalan raya ini dirancang khusus untuk dilalui kendaraan
beroda.[199] Sebagai akibatnya, timbul kegiatan angkut komoditas antardaerah dalam wilayah kekuasaan
bangsa Romawi, yang bertambah seiring meningkatnya kegiatan niaga bahari Romawi pada abad ke-2
SM. Kala itu satu kapal niaga hanya perlu waktu kurang dari sebulan untuk menempuh jalur pelayaran
dari Gades sampai ke Aleksandria via Ostia, sama dengan panjang keseluruhan Laut Tengah.[108]
Ongkos angkut lewat laut kira-kira 60 kali lebih murah dibanding lewat darat, sehingga volume angkutan
lewat laut juga jauh lebih besar.

Menurut sebagian ekonom, perekonomian Kekaisaran Romawi adalah perekonomian pasar, praktik
kapitalisnya setaraf dengan Negeri Belanda pada abad ke-17 dan Inggis pada abad ke-18.[200]

Keluarga
Satuan dasar masyarakat Romawi adalah rumah tangga (bahasa
Latin: familia) dan keluarga besar (bahasa Latin: gens).[167]
Rumah tangga beranggotakan orang-orang yang tinggal seatap,
yakni kepala rumah tangga, yang disebut pater familias (bapa
rumah tangga), istrinya, anak-anaknya, dan sanak saudaranya.
Rumah-rumah tangga kelas atas juga beranggotakan budak-budak
belian dan para pelayan.[167] Kepala rumah tangga memiliki
kewenangan mutlak, yang disebut patria potestas (kuasa
keayahan), atas semua orang yang tinggal seatap dengannya. Ia
berwenang menjodohkan, menceraikan, maupun menjual anak-
anaknya sebagai budak belian. Ia juga berwenang mengklaim
harta benda milik anggota rumah tangganya sebagai harta Potret kaca emas sebuah keluarga di
bendanya sendiri, bahkan berwenang menghukum maupun Provinsi Mesir, Kekaisaran Romawi.
membunuh anggota rumah tangganya. Kewenangan yang terakhir Rangkaian huruf Yunani pada potret
ini mungkin adalah nama seniman
ini agaknya tidak lagi dijalankan selepas abad pertama SM.[202]
pembuatnya atau mungkin pula
nama pater familias yang tidak
Patria potestas juga menaungi putra-putra pater familias yang
tampak dalam potret.[201]
sudah dewasa, berikut rumah tangga mereka masing-masing.
Seorang laki-laki tidak dianggap sebagai pater familias, dan tidak
pula benar-benar memiliki harta benda, selama ayahnya masih hidup.[202][203] Pada permulaan sejarah
Romawi Kuno, seorang perempuan yang sudah menikah dengan sendirinya tunduk di bawah manus
(pengaturan) pater familias keluarga besar suaminya. Adat semacam ini sudah ditinggalkan menjelang
berakhirnya zaman republik, karena seorang perempuan kala itu boleh memilih untuk tetap menjadi
anggota keluarga ayahnya sendiri, alih-alih menjadi anggota keluarga besar suaminya.[204] Kendati
demikian, semua anak yang ia lahirkan tetap terbilang sebagai anggota keluarga suaminya, karena bangsa
Romawi merunut hubungan kekerabatan melalui alur silsilah laki-laki.[205]

Anak-anak Romawi Kuno kurang dicurahi kasih sayang. Anak-anak lelaki maupun perempuan diasuh
oleh ibu atau salah seorang kerabat mereka yang sudah uzur. Anak-anak yang tidak diinginkan oleh
orang tuanya seringkali dijual sebagai budak belian.[206] Anak-anak boleh ikut bersantap bersama
seluruh anggota keluarga di meja makan, tetapi tidak diperbolehkan ikut berbincang-bincang bersama
orang-orang dewasa.

Anak-anak keluarga ningrat biasanya diajari bahasa Latin dan bahasa Yunani oleh seorang inang
pengasuh berkebangsaan Yunani. Anak-anak lelaki diajari kepandaian berenang dan berkuda oleh ayah
mereka, tetapi adakalanya si ayah cukup mengupah seorang budak untuk menggantikannya. Anak-anak
lelaki Romawi Kuno mulai bersekolah pada umur tujuh tahun. Karena tidak ada gedung sekolah,
kegiatan belajar mengajar dilakukan di atas sotoh rumah. Jika hari gelap, murid harus membawa serta
pelita ke sekolah. Loh-loh berlapis malam digunakan sebagai media tulis karena papirus dan perkamen
terlampau mahal. Anak-anak dapat pula belajar menulis di permukaan pasir. Bekal makanan yang mereka
bawa ke sekolah adalah seketul roti.[207]

Rumah-rumah tangga yang berkerabat membentuk satu keluarga besar (gens). Selain merupakan
kelompok kekerabatan yang dipersatukan oleh pertalian darah atau adopsi, keluarga besar juga
merupakan persekutuan politik dan ekonomi. Sejumlah keluarga terkemuka (gens maior, jamak: gentes
maiores) tampil mendominasi kancah politik, teristimewa pada zaman republik.

Bagi masyarakat Romawi Kuno, terutama masyarakat kalangan atas, perkawinan seringkali dipandang
sebagai persekutuan harta dan politik ketimbang persatuan sepasang kekasih. Seorang ayah biasanya
mulai mencari-cari calon menantu saat anak gadisnya berumur antara dua belas dan empat belas tahun.
Suami lazimnya lebih tua daripada istri, dan jika anak-anak gadis kalangan atas menikah pada usia yang
sangat muda, maka ada bukti bahwa perempuan-perempuan di luar kalangan atas seringkali kawin umur
akhir belasan tahun atau awal 20-an tahun.

Kebudayaan
Artikel utama: Kebudayaan Romawi Kuno
Kehidupan masyarakat Romawi Kuno berkisar di seputar
kota Roma, yang luasnya mencakup tujuh bukit. Ada banyak
sekali bangunan raksasa di kota ini, antara lain
Amphitheatrum Flavium (gelanggang pertunjukan Flavius),
Forum Traiani (alun-alun Traianus), dan Pantheum (kuil
segala dewa-dewi). Ada pula gedung-gedung pementasan,
gedung-gedung perguruan sekaligus pusat kebugaran, pasar-
pasar, gorong-gorong pembuangan, rumah-rumah pemandian
lengkap dengan perpustakaan dan toko-toko, serta pancuran-
pancuran air minum yang dialirkan beratus-ratus meter
melalui akuaduk-akuaduk. Jenis bangunan hunian di seluruh
wilayah Romawi Kuno berkisar dari rumah-rumah tinggal
sederhana sampai vila-vila di daerah pedesaan. Ketujuh bukit di kota Roma

Di ibu kota Roma, wisma-wisma kediaman kaisar berdiri


megah di Bukit Palatium. Kaum Plebs dan kaum Eques tinggal di pusat kota, berdesak-desakan dalam
hunian-hunian susun atau Insula, yang mirip sekali dengan kampung-kampung kumuh pada Zaman
Modern. Hunian-hunian yang seringkali dibangun oleh juragan-juragan tanah dari kalangan atas untuk
disewakan ini kerap berpusat pada suatu collegium (perhimpunan) atau taberna (kedai). Para
penghuninya dijatahi pasokan gandum cuma-cuma, dihibur dengan pertunjukan-pertunjukan adu
ketangkasan gladiator, dan terikat dalam hubungan anak semang - induk semang dengan orang-orang
Patricius, yakni orang-orang yang mereka mintai bantuan dan yang kepentingannya mereka junjung.

Bahasa
Artikel utama: Bahasa Latin
Bahasa asli bangsa Romawi adalah bahasa Latin, salah satu
bahasa dalam rumpun bahasa Italik. Tata bahasa Latin sedikit
sekali bergantung pada urut-urutan kata, dan justru
mengandalkan sistem pengimbuhan kata dasar sebagai sarana
penyampai maksud.[208] Aksaranya dikembangkan dari aksara
Etruski, yang diturunkan dari aksara Yunani.[209] Sekalipun
seluruh karya sastra Latin yang sintas sampai sekarang adalah
karya-karya susastra yang ditulis dalam bahasa Latin Klasik,
sebuah bahasa susastra yang sangat tertata lagi muluk berbunga-
bunga dari abad pertama sebelum permulaan tarikh Masehi,
bahasa tutur di Kekaisaran Romawi sesungguhnya adalah bahasa
Latin Umum, yang cukup berbeda dari bahasa Latin Klasik, baik
dalam tata bahasa maupun kosa kata, dan ujung-ujungnya juga
dalam pelafalan.[210] Para penutur bahasa Latin mampu
memahami kedua ragam bahasa ini sampai dengan abad ke-7, Seorang gadis berambut pirang
manakala bahasa tutur sudah sangat jauh menyimpang dari sedang membaca, fresko Romawi
bahasa susastra sampai-sampai 'bahasa Latin Klasik' alias 'bahasa langgam Pompeii IV (60–79 M),
Pompeii, Italia
Latin yang baik dan benar' harus dipelajari sebagai bahasa
sekunder.[211]

Kendati bahasa Latin tetap menjadi bahasa sastra utama di Kekaisaran Romawi, posisinya sebagai bahasa
tutur akhirnya tergeser oleh bahasa Yunani, yang menjadi bahasa para petinggi terpelajar, karena
sebagian besar karya sastra yang dipelajari oleh bangsa Romawi tertulis dalam bahasa Yunani. Di
belahan timur Kekaisaran Romawi, yang kelak menjadi Kekaisaran Romawi Timur, bahasa Latin tidak
kunjung mampu menggeser bahasa Yunani, dan sesudah kemangkatan Kaisar Iustinianus, bahasa Yunani
menjadi bahasa resmi pemerintahan Kekaisaran Romawi Timur.[212] Gerak ekspansi Kekaisaran Romawi
telah menyebarluaskan bahasa Latin ke seluruh Eropa. Bahasa Latin Umum pun berkembang menjadi
macam-macam dialek yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain, dan lambat laun berubah
menjadi bahasa-bahasa berlainan yang kini digolongkan ke dalam rumpun bahasa Romawi.

Agama
Artikel utama: Agama di Romawi Kuno, Mitologi Romawi, dan Kuil Romawi
Informasi lebih lanjut: Konstantinus Agung dan Kekristenan dan Gereja negara Kekaisaran Romawi
Agama asli bangsa Romawi, setidaknya mengenai dewa-dewinya, bukanlah sekumpulan narasi tertulis,
melainkan hal ihwal hubungan timbal balik antara dewa-dewi dan umat manusia.[213] Berbeda dari dewa-
dewi Yunani, dewa-dewi Romawi tidak dipersonifikasi, tetapi secara taksa diartikan sebagai roh-roh suci
yang disebut numina. Bangsa Romawi juga percaya bahwa tiap-tiap orang, tempat, atau benda memiliki
penunggu niskala (genius) masing-masing. Kehidupan beragama pada zaman republik diatur secara ketat
oleh jawatan rohaniwan, yang beranggotakan orang-orang berpangkat senator. Collegium Pontificum
(majelis begawan) menempati jenjang teratas dalam jawatan ini, dan Pontifex Maximus (begawan
tertinggi), ketua Collegium Pontificum, adalah pemimpin agama negara. Para flamen (pendeta)
mengurusi hal-ihwal kebaktian kepada dewa-dewi, sementara para augur (penenung) dipercaya menilik
untung malang orang dengan cara menafsirkan gelagat. Rex Sacrorum (raja keramat) menjalankan segala
tanggung jawab keagamaan dari raja-raja yang dimakzulkan. Pada zaman kekaisaran, kaisar
didewakan,[214][215] dan penyembahan terhadap kaisar sebagai dewa diutamakan.
Seiring meningkatnya perhubungan dengan bangsa Yunani,
dewa-dewi lama bangsa Romawi lambat laun disamakan dengan
dewa-dewi bangsa Yunani.[216] Iuppiter dianggap sama dengan
Zeus, Mars dianggap sama dengan Ares, dan Neptunus dianggap
sama dengan Poseidon. Dewa-dewi bangsa Romawi juga
dihubung-hubungan dengan alat-alat kebesaran dan berbagai
mitologi yang serupa dengan dewa-dewi bangsa Yunani. Pada
zaman kekaisaran, bangsa Romawi menyerap mitologi bangsa-
bangsa taklukan mereka, sampai-sampai kuil-kuil dewa-dewi asli
Jazirah Italia tegak berdampingan dengan kuil-kuil dewa-dewi
asing.[217]

Semenjak zaman pemerintahan Kaisar Nero pada abad pertama Pemidanaan Ixion: Mercurius
tarikh Masehi, sikap resmi bangsa Romawi terhadap agama memegang caduceus di tengah-
Kristen bersifat negatif, bahkan adakalanya orang terancam tengah, Iuno bertakhta di sebelah
dihukum mati jika ketahuan memeluk agama Kristen. Pada masa kanan, Iris berdiri di belakang Iuno,
pemerintahan Kaisar Diocletianus, aniaya terhadap umat Kristen Nubes duduk di dekat kaki
Mercurius, Vulcanus memutar roda
mencapai puncaknya. Kendati demikian, agama Kristen akhirnya
hukuman di sebelah kiri, Ixion terikat
menjadi agama yang didukung secara resmi oleh negara pada pada roda hukuman; fresko
masa pemerintahan kaisar pengganti Diocletianus, Constantinus peninggalan bangsa Romawi yang
I, dengan diterbitkannya Maklumat Milan tahun 313, dan tak terlukis pada dinding timur triclinium
lama kemudian sudah menjadi agama mayoritas. Keberadaan di Rumah Vettii, Pompeii, langgam
semua agama selain Kristen di wilayah Kekaisaran Romawi Pompeii IV (60–79 M).

diharamkan pada tahun 391 M oleh Kaisar Theodosius I.[218]

Tata susila dan budi pekerti


Sama seperti peradaban-peradaban kuno lainnya, peradaban Romawi Kuno juga memiliki konsep-konsep
tata susila dan budi pekerti yang jauh berbeda dari anutan masyarakat Zaman Modern, kendati ada pula
unsur-unsur yang sama. Peradaban-peradaban masa lampau seperti Romawi Kuno senantiasa dibayang-
bayangi ancaman serangan suku-suku perampok, sehingga wajar jika peradaban-peradaban ini memiliki
budaya kewiraan, dan sangat menghargai kecakapan bertempur.[219] Jika masyarakat Zaman Modern
menganggap belas kasihan sebagai kebajikan, maka masyarakat Romawi Kuno justru menganggapnya
sebagai kebejatan akhlak. Malah salah satu tujuan utama digelarnya pertunjukan laga gladiator adalah
untuk membuat rakyat kebal terhadap kelemahan ini.[219][220][221] Kendati demikian, bangsa Romawi
Kuno sangat menghargai keberanian dan ketabahan (virtus), rasa tanggung jawab terhadap sesama,
ugahari dan irit (moderatio), pengampunan dan tenggang rasa (clementia), sifat tegas (severitas), serta
sifat berbakti (pietas).[222]

Bertolak belakang dari anggapan umum, masyarakat Romawi Kuno sesungguhnya memiliki norma-
norma penertib berahi yang tegas dan berakar kuat, kendati seperti banyak masyarakat lain, kaum
perempuanlah yang lebih banyak dibebani aturan. Kaum perempuan pada umumnya diharapkan untuk
bersuami hanya sekali seumur hidup (univira), kendati norma ini tidak begitu dipatuhi oleh perempuan-
perempuan kalangan atas, terutama pada zaman kekaisaran. Kaum perempuan diharapkan untuk tampil
santun di muka umum, menghindari dandanan yang mencolok, setia berbakti kepada suami (pudicitia),
dan diharapkan mengenakan kerudung demi menjaga sopan santun. Sanggama di luar ikatan perkawinan
pada umumnya dipandang keji, baik bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan diharamkan pada zaman
kekaisaran.[223] Kendati demikian, praktik pelacuran diperbolehkan dan diatur dengan undang-
undang.[224]

Seni rupa, musik, dan sastra


Artikel utama: Seni rupa Romawi, Kesusastraan Latin, Seni musik Romawi Kuno, Seni pahat
Romawi, dan Seni pertunjukan Romawi Kuno
Langgam lukis Romawi menunjukkan pengaruh-pengaruh
Yunani. Karya-karya seni lukis Romawi yang sintas sampai
sekarang lebih banyak berupa fresko-fresko penghias dinding dan
lelangit vila-vila di daerah pedesaan, kendati kesusastraan
Romawi menyebut-nyebut pula tentang lukisan-lukisan pada
kayu, gading, dan benda-benda lain.[225][226] Berdasarkan
sejumlah peninggalan karya seni lukis Romawi yang ditemukan
di Pompeii, para sejarawan seni rupa membagi sejarah seni lukis
Romawi menjadi empat kurun waktu dengan langgamnya
masing-masing. Langgam I digunakan sejak permulaan abad ke-2
SM sampai permulaan atau pertengahan abad pertama SM.
Lukisan-lukisan langgam I kebanyakan berupa tiruan permukaan Perempuan bermain kecapi, dari Villa
pualam dan dinding batu, kendati adakalanya ditambahi gambar Boscoreale, 40–30 SM
sosok-sosok mitologi.

Langgam II mulai digunakan sejak permulaan abad pertama pra-Masehi, dan merupakan usaha untuk
menampilkan gambar bangunan serta pemandangan yang terkesan hidup dan bermatra tiga. Langgam III
muncul pada masa pemerintahan Augustus (27 SM – 14 M). Langgam ini menolak realisme khas
langgam kedua, dan lebih mengutamakan hiasan sederhana. Gambar-gambar bangunan, pemandangan,
maupun nirmana mujarad dibuat dalam ukuran kecil dan ditempatkan di tengah-tengah latar belakang
ekawarna. Langgam IV bermula pada abad pertama tarikh Masehi. Langgam ini banyak menampilkan
gambar-gambar peristiwa dalam mitologi, tetapi masih mempertahankan detail arsitektur dan corak-corak
mujarad.

Seni pahat potret kala itu menampilkan rupa dan perawakan manusia berusia muda dan sikap-sikap tubuh
klasik, dan kelak berkembang menjadi campuran antara realisme dan idealisme. Pada zaman wangsa
Antonina dan zaman wangsa Severana, patung-patung potret dengan helai rambut dan janggut yang
dipahat dan digurdi sedemikian rupa sehingga tampak jelas mulai disukai orang. Seni pahat relief juga
mengalami kemajuan, dan lazimnya menampilkan gambar-gambar kemenangan bangsa Romawi.

Kesusastraan Latin sejak semula sudah sangat dipengaruhi oleh karya-karya pujangga Yunani. Sejumlah
karya tulis perdana yang masih lestari sampai sekarang adalah syair-syair wiracarita yang berkisah
tentang permulaan sejarah militer Roma. Seiring pertambahan luas wilayah Republik Romawi, para
pujangga mulai menghasilkan syair-syair, risalah-risalah sejarah, sandiwara-sandiwara jenaka, dan
sandiwara-sandiwara sedih.

Seni musik Romawi banyak sekali mencontoh seni musik Yunani, dan memainkan peranan penting
dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Romawi.[227] Di lingkungan militer, alat-alat musik semisal
tuba (terompet panjang) atau cornu (mirip korno Prancis) digunakan untuk membunyikan aba-aba,
sementara bucina (mungkin semacam terompet atau korno) dan lituus (mungkin semacam terompet
panjang berbentuk huruf J), digunakan dalam upacara-upacara kemiliteran.[228] Musik ditampilkan
sebagai selingan pertunjukan laga di amphitheatrum (gelanggang terbuka) dan dipentaskan di odeum
(sasana gita). Pertunjukan-pertunjukan musik di kedua tempat ini menggunakan cornu dan hydraulus
(semacam organ air).[229]

Sebagian besar upacara keagamaan melibatkan musik, yakni permainan tibiae (seruling kembar) dalam
upacara-upacara kurban, permainan ceracap dan rebana dalam upacara-upacara orgia (pemujaan
beramai-ramai dalam keadaan setengah siuman), serta permainan kerincingan dan pelantunan gita puja
dalam berbagai macam upacara.[230] Sejumlah sejarawan musik yakin bahwa musik digunakan dalam
hampir semua upacara umum bangsa Romawi,[227] tetapi masih ragu-ragu perihal apakah para musisi
Romawi punya andil penting dalam perkembangan teori atau praktik bermusik.[227]

Grafiti, rumah-rumah bordil, lukisan-lukisan, serta patung-patung yang ditemukan di Pompeii dan
Herculaneum menyiratkan bahwa budaya bangsa Romawi sarat dengan urusan syahwat.[231]

Boga
Artikel utama: Boga Romawi Kuno
Boga Romawi Kuno berubah seiring perjalanan sejarahnya yang begitu panjang. Budaya makan bangsa
Romawi dipengaruhi oleh imbas kebudayaan Yunani, pergeseran politik dari kerajaan ke republik dan
dari republik ke kekaisaran, serta ekspansi besar-besaran Kekaisaran Romawi yang membuka mata
bangsa Romawi terhadap aneka budaya makan baru dan cara memasak baru dari daerah-daerah jajahan.
Mula-mula jenis hidangan yang disantap masyarakat Romawi tidak banyak berbeda dari satu kalangan ke
kalangan lain, tetapi keadaan ini berubah seiring pertumbuhan kekaisaran. Laki-laki maupun perempuan
minum anggur saat bersantap. Kebiasaan ini masih lestari hingga sekarang.[232]

Olah raga dan hiburan


Ada bermacam-macam kegiatan olah raga bagi kawula muda
kota Roma, antara lain olah raga lompat, gulat, tinju, dan
balap.[233] Di daerah-daerah pedesaan, orang-orang kaya mengisi
waktu senggang dengan kegiatan memancing dan berburu.[234]
Bangsa Romawi juga mengenal sejumlah olah raga permainan
yang menggunakan bola, antara lain permainan yang mirip
dengan olah raga bola tangan Zaman Modern.[233] Permainan-
permainan yang menggunakan dadu dan papan, serta berjudi
merupakan kegiatan-kegiatan yang digemari orang sebagai
pengisi waktu senggang.[233] Kaum perempuan tidak ikut serta
dalam kegiatan-kegiatan semacam ini. Bagi para hartawan, pesta-
pesta perjamuan merupakan kesempatan untuk menghibur diri. Choragus bersama para pelakon
pertunjukan, lukisan di Rumah
Pesta-pesta semacam ini adakalanya diiringi musik, tari-tarian,
Penyair Malang, Pompeii, Italia.
dan pembacaan syair.[225] Rakyat jelata kadang-kadang Museum Arkeologi Nasional Napoli
menikmati pesta-pesta serupa yang diselenggarakan oleh
perkumpulan-perkumpulan atau serikat-serikat mereka, tetapi
bagi sebagian besar masyarakat Romawi Kuno, perjamuan hiburan biasanya berarti acara kumpul-
kumpul di kedai-kedai minum yang diselenggarakan oleh atasan atau induk semang mereka.[225] Kanak-
kanak Romawi Kuno menghibur diri dengan mainan-mainan serta dolanan-dolanan semisal lompat
kangkang melewati punggung teman.[225][234]
Penyandang dana penyelenggaraan lomba-lomba untuk tontonan
umum adalah tokoh-tokoh masyarakat yang ingin pamer
kebaikan dengan harapan dapat menuai dukungan masyarakat.
Pada zaman kekaisaran, penyandang dana lazimnya adalah kaisar.
Sejumlah ajang dibangun khusus untuk dijadikan tempat
penyelenggaraan lomba-lomba yang ditonton masyarakat umum.
Koloseum dibangun pada zaman kekaisaran sebagai tempat
penyelenggaraan berbagai kegiatan, antara lain laga gladiator.
Mosaik "gadis-gadis berbikini",
Pertunjukan adu ketangkasan ini bermula sebagai bagian dari gambar beberapa perempuan dalam
upacara pemakaman sekitar abad ke-4 SM, dan menjadi tontonan kegiatan olah raga permainan,
kegemaran khalayak ramai pada penghujung zaman republik lukisan di Villa Romana del Casale,
sampai pada zaman kekaisaran. Para gladiator, yang Provincia Sicilia (Sisilia), abad ke-4
diperlengkapi aneka bentuk senjata dan zirah, adakalanya M

bertarung sampai mati, tetapi seringkali hanya sampai dinyatakan


menang, tergantung pada keputusan wasit, yang lazimnya
menuruti keinginan penonton. Pertunjukan-pertunjukan satwa eksotis juga merupakan sebuah tontonan
populer tersendiri, tetapi adakalanya satwa diadu dengan orang, baik petarung profesional yang
diperlengkapi senjata maupun terpidana mati tanpa senjata. Sejumlah pertunjukan adu satwa dengan
manusia didasarkan pada kisah-kisah dalam mitologi Romawi atau Yunani.

Lomba balap kereta digilai seluruh lapisan masyarakat. Di Roma, lomba-lomba ini lazimnya digelar di
Circus Maximus (Gelanggang Akbar), yang memang khusus dibangun sebagai tempat menggelar lomba
balap kereta dan pacuan kuda. Sebagai bangunan publik terbesar di kota Roma, Circus Maximus juga
digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta-pesta rakyat dan pertunjukan-pertunjukan ketangkasan
satwa.[235] Circus Maximus mampu menampung sekitar 150.000 penonton.[236] Para pembalap
bertanding secara beregu, dan tiap-tiap regu pembalap memakai warna tertentu sebagai ciri khasnya. Di
tengah-tengah gelanggang, membujur alang pembatas (spina) yang melandasi tugu-tugu, kuil-kuil,
patung-patung, dan alat hitung putaran balap. Jajaran tempat duduk terbaik berada tepat di pinggir jalur
pacuan, dan menjadi jatah para senator. Jajaran tempat duduk di belakang para senator adalah jatah kaum
eques (kesatria), sementara kaum plebs (rakyat jelata) dan warga asing menempati jajaran tempat duduk
selebihnya di belakang kaum eques. Penyandang dana penyelenggaraan lomba balap duduk di panggung
tinggi bersama jajaran arca dewa-dewi, sehingga dapat dilihat semua orang. Penonton mempertaruhkan
banyak uang dalam judi balap. Ada yang berdoa dan mempersembahkan sesaji kepada dewa-dewi demi
kemenangan pembalap jagoannya, ada yang sengaja mengguna-gunai regu lawan agar kalah, dan ada
pula penggila-penggila lomba balap yang bergabung membentuk kelompok-kelompok pendukung setia,
biang keladi tawuran antarpenonton.

Teknologi
Artikel utama: Teknologi Romawi
Peradaban Romawi Kuno patut berbangga atas prestasi-prestasi mereka yang mengagumkan di bidang
teknologi. Teknologi Romawi Kuno sudah mengalami banyak kemajuan, tetapi terlupakan pada Abad
Pertengahan, dan baru ditemukan kembali pada abad ke-19 dan abad ke-20. Salah satu contohnya adalah
teknologi kaca isolasi, yang baru ditemukan kembali pada era 1930-an. Banyak inovasi praktis bangsa
Romawi yang diadopsi dari rancangan-rancangan terdahulu bangsa Yunani. Kemajuan teknologi bangsa
Romawi seringkali terbagi-bagi menurut bidang usaha. Para usahawan menyembunyikan rapat-rapat
teknologi-teknologi mereka layaknya rahasia dagang.[237]
Ilmu teknik sipil dan teknik militer Romawi Kuno adalah
warisan kedigdayaan teknologi bangsa Romawi, yang telah
menghasilkan ratusan jalan raya, jembatan, akuaduk, rumah
pemandian, gedung pertunjukan, dan gelanggang pada masa
jayanya. Banyak bangunan raksasa, semisal Koloseum, Pont
du Gard, dan Pantheum, masih tegak sampai sekarang Pont du Gard, situs warisan dunia di
sebagai bukti nyata betapa majunya ilmu teknik dan Prancis, adalah akuaduk Romawi yang
kebudayaan bangsa Romawi. dibangun sekitar tahun 19 SM.

Bangsa Romawi terkenal dengan arsitekturnya, yang


disekelompokkan dengan arsitektur Yunani Kuno menjadi "arsitektur klasik". Kendati arsitekrut banyak
perbedaan dengan arsitektur Yunani Kuno, arsitektur Romawi banyak sekali menyerap kaidah-kaidah
baku Yunani dalam rancangan dan proporsi bangunan. Selain dua kaidah tiang bangunan, yakni kaidah
gabungan dan kaidah Toskana, serta kaidah pembuatan kubah, yang diturunkan dari pelengkung Etruski,
inovasi bangsa Romawi dalam bidang arsitektur relatif sedikit sampai dengan berakhirnya zaman
republik.

Pada abad pertama pra-Masehi, bangsa Romawi mulai


banyak memanfaatkan beton dalam pengerjaan bangunan.
Adonan perekat berbahan dasar pozolana yang direka cipta
pada akhir abad ke-3 SM ini pun segera menggeser
kedudukan pualam sebagai bahan bangunan utama bangsa
Romawi, dan memungkinkan pengerjaan berbagai macam
rancangan arsitektur yang terkesan berani.[238] Pada abad
pertama pra-Masehi, Vitruvius menulis De Architectura
(Perihal Wastuwidya), yang mungkin sekali merupakan
karya tulis lengkap pertama mengenai arsitektur dalam
Jalan Apia (Via Appia), jalan raya
sejarah. Menjelang akhir abad pertama pra-Masehi, bangsa
penghubung kota Roma dengan daerah-
Romawi juga mulai menerapkan teknik tiup kaca, tak lama daerah di kawasan selatan Jazirah Italia,
sesudah teknik ini diciptakan di Suriah sekitar tahun 50 SM. masih dapat dilalui sampai sekarang
Mosaik-mosaik membanjiri Kekaisaran Romawi sesudah
karya-karya seni mosaik Yunani Kuno ditemukan kembali
semasa aksi militer Lucius Cornelius Sulla di Yunani.

Dengan landasan yang kukuh dan pengatusan yang baik,[239] jalan-jalan raya Romawi dikenal tahan
lama, bahkan banyak bagian dari jaringan jalan raya Romawi yang masih digunakan orang seribu tahun
sesudah Roma tumbang. Pembangunan jaringan perhubungan darat yang luas, lancar, dan menjangkau
seluruh wilayah kekaisaran secara dramatis meningkatkan ketahanan dan pengaruh Roma. Jaringan
perhubungan darat ini mempercepat pergerakan legiun-legiun Romawi bilamana dikerahkan ke lokasi
tertentu, bahkan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain pada musim apa pun dapat diperkirakan
dengan jitu.[240] Jaringan jalan-jalan raya juga memiliki andil penting dalam perekonomian, karena
mengukuhkan peran Roma sebagai salah satu titik persimpangan jalur-jalur niaga, yang menjadi cikal
bakal dari peribahasa "semua jalan menuju ke Roma". Pemerintah Romawi memantau dan merawat
stasiun-stasiun perhentian yang disebut cursus publicus. Stasiun-stasiun ini dibangun dengan jarak yang
teratur dari stasiun ke stasiun di sepanjang jalan-jalan raya, dan dimanfaatkan sebagai tempat istirahat
para kurir. Pemerintah Romawi juga menciptakan sistem ganti kuda di tiap stasiun sehingga kurir dapat
menempuh jarak sampai dengan 80 km (50 mil) dalam sehari.
Bangsa Romawi membangun banyak akuaduk untuk menyalurkan air bersih ke kota-kota serta lokasi-
lokasi industri, dan sebagai prasarana penunjang usaha pertanian mereka. Pada abad ke-3 M, air bersih
untuk kota Roma dipasok oleh 11 akuaduk, rata-rata panjangnya mencapai 450 km (280 mil).
Kebanyakan akuaduk dibina di bawah permukaan tanah. Hanya sebagian kecil yang berada di atas
permukaan tanah, ditopang barisan tiang berpelengkung.[241][242] Adakalanya, jika kedalaman lembah
yang harus dilewati akuaduk melebihi 500 m (1.640 kaki), konstruksi pipa pindah terbalik digunakan
untuk mengalirkan air melintasi lembah.[48]

Urusan sanitasi juga sudah sangat maju. Bangsa Romawi terkenal dengan rumah-rumah pemandiannya
(therma), yang dimanfaatkan sebagai tempat membersihkan diri maupun ajang pergaulan. Banyak rumah
orang Romawi diperlengkapi dengan jamban guyur, jaringan pipa leding dalam ruangan, dan jaringan
selokan. Cloaca Maxima adalah gorong-gorong utama pembuangan air genangan rawa-rawa dan limbah
rumah tangga ke Sungai Tiber.

Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa pipa-pipa timbal yang digunakan dalam jaringan selokan
maupun saluran air bersih mengakibatkan keracunan timbal, biang keladi penurunan angka kelahiran dan
kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya, yang berbuntut pada tumbangnya Roma. Kendati
demikian, kandungan timbal dalam air mungkin sekali sangat sedikit karena aliran air dari akuaduk-
akuaduk tidak dibendung. Air mengucur tanpa henti lewat pancuran-pancuran di tempat umum maupun
rumah-rumah pribadi kemudian mengalir ke selokan. Hanya segelintir orang yang menggunakan keran
air kala itu.[243] Penulis-penulis lain juga telah mengutarakan keberatan mereka atas teori ini, seraya
menunjukkan bahwa pipa-pipa air Romawi dilapisi endapan tebal yang tentunya mencegah timbal
mencemari air.[244]

Warisan sejarah
Artikel utama: Warisan sejarah Kekaisaran Romawi dan Klasika
Romawi Kuno adalah cikal bakal peradaban Dunia Video luar
Barat.[246][247][248] Adat istiadat, agama, hukum, teknologi,
arsitektur, tata negara, militer, kesusastraan, bahasa, aksara, tata
pemerintahan, dan berbagai unsur peradaban Dunia Barat lainnya
adalah warisan peninggalan bangsa Romawi. Penemuan kembali
kebudayaan bangsa Romawi memberi gairah baru bagi peradaban
Dunia Barat lewat andilnya yang besar dalam gerakan Renaisans
dan Abad Pencerahan.[249][250]

Penulisan sejarah
Artikel utama: Historiografi Romawi
Meskipun ada bermacam-macam karya tulis mengenai sejarah
Romawi Kuno, banyak diantaranya yang sudah musnah, sehingga
muncul celah-celah kosong dalam sejarah Romawi Kuno, yang Romawi Kuno (http://smarthist
ditambal dengan karya-karya tulis kurang andal semisal Historia ory.khanacademy.org/ancient-ro
Augusta dan buku-buku lain yang tidak jelas penulisnya. Kendati me-an-introduction.html)[245]
demikian, masih ada sejumlah karya tulis tepercaya mengenai (13:47), Smarthistory di Khan
sejarah Romawi Kuno yang lestari sampai sekarang. Academy
Zaman Romawi
Para sejarawan perdana menggunakan karya-karya tulis mereka sebagai sarana untuk mengagung-
agungkan kebudayaan dan adat istiadat bangsa Romawi. Pada penghujung zaman republik, beberapa
sejarawan bahkan sengaja memutarbalikkan sejarah demi menyanjung induk semang mereka, khususnya
semasa perseteruan Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla.[251] Gaius Iulius Caesar sendiri
menghasilkan karya-karya tulis sejarah guna memastikan seluruh aksi militer yang dipimpinnya di Galia
dan semasa perang saudara tercatat selengkapnya-lengkapnya.

Di Kekaisaran Romawi, berkembang penulisan biografi tokoh-tokoh ternama dan kaisar-kaisar perdana,
misalnya De Vita Caesarum karangan Suetonius, dan Vitae Parallelae karangan Plutarkos. Pustaka
penting lainnya dari zaman kekaisaran adalah karya-karya tulis Livius dan Tacitus.

Polibios – Historiae
Sallustius – Bellum Catilinae dan Bellum Iugurthinum
Gaius Iulius Caesar – De Bello Gallico dan De Bello Civili
Livius – Ab Urbe Condita
Dionisios asal Halikarnasos – Antiquitates Romanae
Plinius Tua – Naturalis Historia
Iosephus – De Bello Iudaico
Suetonius – De Vita Caesarum, riwayat dua belas Kaisar Romawi
Tacitus – Annales dan Historiae
Plutarkos – Vitae Parallelae, kumpulan biografi tokoh-tokoh ternama Romawi dan Yunani
Cassius Dio – Historia Romana
Herodianus – Ab Excessu Divi Marci, sejarah Kekaisaran Romawi mulai dari masa
pemerintahan Marcus Aurelius
Ammianus Marcellinus – Res Gestae, rangkuman peristiwa-peristiwa penting dari tahun 96
sampai tahun 378

Zaman Modern
Templat:Sejarah Italia Minat mengkaji, bahkan mengidealisasi, peradaban Romawi Kuno mengemuka
pada masa Renaisans Italia, bahkan berlanjut sampai sekarang. Charles Montesquieu menulis
Considérations sur les causes de la grandeur des Romains et de leur décadence (Pendalaman Sebab
Musabab Kebesaran Bangsa Romawi dan Kemerosotannya). Karya tulis penting pertama mengenai
Romawi Kuno adalah The History of the Decline and Fall of the Roman Empire karangan Edward
Gibbon, yang mengkaji peradaban bangsa Romawi mulai dari penghujung abad ke-2 sampai dengan
runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1453.[252] Sama seperti Charles Montesquieu, Edward
Gibbon menyanjung-nyanjung kebajikan bangsa Romawi. Barthold Georg Niebuhr, salah seorang
pemrakarsa kajian sejarah Romawi Kuno, menulis Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), yang
merunut kurun waktu sejarah bangsa Romawi sampai dengan Perang Punik I. Barthold Georg Niebuhr
berusaha memperkirakan cara tradisi bangsa Romawi tumbuh dan berkembang. Menurutnya, bangsa
Romawi, sama seperti bangsa-bangsa lain, memiliki suatu etos bersejarah yang diwariskan turun-
temurun, teristimewa di kalangan ningrat.

Pada Zaman Napoleon, muncul sebuah karya tulis berjudul Histoire des Romains depuis les temps les
plus reculés jusqu'à la mort de Théodose (Sejarah Bangsa Romawi Mulai Dari Masa-Masa Terdahulu
Sampai Dengan Kemangkatan Theodosius) karangan Victor Duruy. Karya tulis ini menonjolkan Zaman
Caesar yang digemari sidang pembaca kala itu. Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi),
Römisches Staatsrecht (Undang-Undang Romawi) , dan Corpus Inscriptionum Latinarum (Khasanah
Prasasti Latin) adalah karya-karya tulis Theodor Mommsen[253] yang merupakan tonggak-tonggak
sejarah penting. Di kemudian hari, terbit pula karya tulis Guglielmo Ferrero yang berjudul Grandezza e
decadenza di Roma (Kebesaran dan Kemerosotan Roma). Buku terbitan Rusia, Очерки по истории
римского землевладения, преимущественно в эпоху Империи (Ocerki po istorii rimskogo
zemlevladenia, preimusycestvenno v epoku Imperii, Garis-Garis Besar Sejarah Kepemilikan Tanah
Bangsa Romawi, Khususnya Pada Zaman Kekaisaran), karangan Ivan Grevs, memuat informasi
mengenai tata kelola usaha Pomponius Atticus, salah seorang pemilik tanah terluas pada akhir zaman
republik.

Edward Gibbon (1737–1794) – The History of the Decline and Fall of the Roman Empire
John Bagnall Bury (1861–1927) – History of the Later Roman Empire
Michael Grant (1914–2004) – The Roman World[254]
Barbara Levick (lahir 1932) – Claudius[255]
Barthold Georg Niebuhr (1776–1831)
Michael Rostovtzeff (1870–1952)
Howard Hayes Scullard (1903–1983) – The History of the Roman World[256]
Ronald Syme (1903–1989) – The Roman Revolution[257]
Adrian Goldsworthy (lahir 1969) – Caesar: The Life of a Colossus dan How Rome fell[258]

Baca juga
Arsitektur Romawi Kuno
Daqin, sebutan Tiongkok bagi Kekaisaran Romawi, baca Hubungan Roma-Tiongkok
Ketatanegaraan Republik Romawi
Kebudayaan Romawi Kuno
Daftar perang saudara dan pemberontakan bangsa Romawi

Rujukan dan keterangan


1. ^ "ancient Rome | Facts, Maps, & History". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-09-05.
2. ^ Ada beragam perkiraan jumlah populasi Kekaisaran Romawi.
Scheidel (2006, hlm. 2) memperkirakan ada 60 juta jiwa.
Goldsmith (1984, hlm. 263) memperkirakan ada 55 juta jiwa.
Beloch (1886, hlm. 507) memperkirakan ada 54 juta jiwa.
Maddison (2006, hlmn. 51, 120) memperkirakan ada 48 juta jiwa.
Populasi Kekaisaran Romawi dalam situs web unrv.com (http://www.unrv.com/empire/ro
man-population.php) memperkirakan ada 65 juta jiwa (memuat pula angka-angka
perkiraan lain antara 55 dan 120 juta jiwa).
McLynn, Frank (2011). Marcus Aurelius: Warrior, Philosopher, Emperor (dalam bahasa
Inggris). Random House. hlm. 3. ISBN 9781446449332. “Angka perkiraan populasi
Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Marcus Aurelius yang agaknya paling
mendekati kebenaran adalah antara tujuh puluh dan delapan puluh juta jiwa.”
McEvedy dan Jones (1978).
Angka-angka pukul rata dari beragam sumber yang terdaftar dalam Perkiraan Populasi
Dunia Sepanjang Sejarah (https://www.census.gov/ipc/www/worldhis.html) yang disusun
oleh Biro Sensus Amerika SerikatDiarsipkan (https://web.archive.org/web/20131013110
506/http://www.census.gov/ipc/www/worldhis.html) 13 October 2013 di Wayback
Machine.
Kremer, Michael (1993). "Population Growth and Technological Change: One Million
B.C. to 1990" dalam The Quarterly Journal of Economics 108(3): 681–716.
3. ^ * Taagepera, Rein (1979). "Size and Duration of Empires: Growth-Decline Curves,
600 B.C. to 600 A.D.". Social Science History. 3 (3/4): 115–138. doi:10.2307/1170959.
JSTOR 1170959.
Turchin, Peter; Adams, Jonathan M.; Hall, Thomas D (Desember 2006). "East-West
Orientation of Historical Empires". Journal of World-systems Research. 12 (2): 222.
ISSN 1076-156X. Diakses tanggal 16 September 2016.
4. ^ Furet, François; Ozouf, Mona, ed. (1989). A Critical Dictionary of the French Revolution.
Harvard University Press. hlm. 793. ISBN 978-0674177284.
5. ^ Luckham, Robin; White, Gordon (1996). Democratization in the South: The Jagged Wave.
Manchester University Press. hlm. 11. ISBN 978-0719049422.
6. ^ Sellers, Mortimer N. (1994). American Republicanism: Roman Ideology in the United
States Constitution. NYU Press. hlm. 90. ISBN 978-0814780053.
7. ^ Ferrero, Guglielmo (1909). The Greatness and Decline of Rome, Jilid 2. Diterjemahkan
oleh Zimmern, Sir Alfred Eckhard; Chaytor, Henry John. G.P. Putnam's Sons. hlm. 215.
8. ^ Hadfield, Andrew Hadfield (2005). Shakespeare and Republicanism. Cambridge
University Press. hlm. 68. ISBN 978-0521816076.
9. ^ Gray, Christopher B (1999). The Philosophy of Law: An Encyclopedia, Jilid 1. Taylor &
Francis. hlm. 741. ISBN 978-0815313441.
10. ^ "Byzantine Empire". Ancient History Encyclopedia. Diakses tanggal 2017-09-05.
11. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 3. ISBN 978-0-19-512332-6.
12. ^ Cavazzi, F. "The Founding of Rome". Illustrated History of the Roman Empire. Diakses
tanggal 8 Maret 2007.
13. ^ a b c d Livius, Titus (1998). The Rise of Rome, Buku 1–5. Diterjemahkan oleh Luce, T.J.
Oxford: Oxford World's Classics. hlm. 8–11. ISBN 978-0-19-282296-3.
14. ^ a b Durant, Will; Durant, Ariel (1944). The Story of Civilization – Volume III: Caesar and
Christ. Simon and Schuster, Inc. hlm. 12–14. ISBN 978-1567310238.
15. ^ Roggen, Hesse, Haastrup, Omnibus I, H. Aschehoug & Co 1996
16. ^ Myths and Legends- Rome, the Wolf, and Mars (http://ancienthistory.about.com/cs/grecor
omanmyth1/a/mythslegends_3.htm). Diakses 8 Maret 2007.
17. ^ Mellor, Ronald and McGee Marni, The Ancient Roman World hlm. 15 (Dikutip 15 Maret
2009)
18. ^ Matyszak, Philip (2003). Chronicle of the Roman Republic. London: Thames & Hudson.
hlm. 19. ISBN 978-0-500-05121-4.
19. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 129. ISBN 978-0-534-57168-9.
20. ^ Ancient Rome and the Roman Empire oleh Michael Kerrigan. Dorling Kindersley, London:
2001. ISBN 0-7894-8153-7. hlm. 12.
21. ^ Langley, Andrew dan Souza, de Philip, "The Roman Times", Candle Wick Press,
Massachusetts
22. ^ Matyszak, Philip (2003). Chronicle of the Roman Republic. London: Thames & Hudson.
hlm. 43–44. ISBN 978-0-500-05121-4.
23. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 41–42. ISBN 978-0-19-512332-6.
24. ^ Hooker, Richard (6 Juni 1999). "Rome: The Roman Republic". Washington State
University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Mei 2011. Diakses tanggal 24 Maret 2007.
25. ^ Magistratus (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/SMIGRA*/M
agistratus.html) oleh George Long, M.A. pada hlmn. 723–724 A Dictionary of Greek and
Roman Antiquities karya William Smith, D.C.L., LL.D. Diterbitkan oleh John Murray, London,
1875. Situs web, 8 Desember 2006. Diakses 24 Maret 2007.
26. ^ Livius, Titus (1998). "Buku II". The Rise of Rome, Buku 1–5. Diterjemahkan oleh Luce, T.J.
Oxford: Oxford World's Classics. ISBN 978-0-19-282296-3.
27. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 39. ISBN 978-0-19-512332-6.
28. ^ secara harfiah, "libra" Romawi, cikal bakal dari satuan berat pon.
29. ^ [1] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Lives/Camillus*.html)
Plutarch, Parallel Lives, Life of Camillus, XXIX, 2.
30. ^ a b c Haywood, Richard (1971). The Ancient World. United States: David McKay
Company, Inc. hlm. 350–358.
31. ^ Pyrrhus of Epirus (2) (http://www.livius.org/ps-pz/pyrrhus/pyrrhus02.html) dan Pyrrhus of
Epirus (3) (http://www.livius.org/ps-pz/pyrrhus/pyrrhus03.html) oleh Jona Lendering.
Livius.org. Diakses 21 Maret 2007.
32. ^ Bennett, Matthew; Dawson, Doyne; Field, Ron; Hawthornwaite, Philip; Loades, Mike
(2016). The History of Warfare: The Ultimate Visual Guide to the History of Warfare from the
Ancient World to the American Civil War. hlm. 61.
33. ^ AncientRome.ru. "Basis data seni rupa Zaman Kuno (http://ancientrome.ru/art/artworken/i
ndex.htm?id=52)." Diakses 25 Agustus 2016.
34. ^ AncientRome.ru. "Publius Cornelius Scipio Africanus (http://ancientrome.ru/art/artworken/i
mg.htm?id=4625#sel=3:1,4:5)." Diakses 25 Agustus 2016.
35. ^ [2] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/11*.html) Cassius
Dio, Roman History, XI, XLIII.
36. ^ New historical atlas and general history By Robert Henlopen Labberton. hlm. 35.
37. ^ Hugh Chisholm (1911). The Encyclopædia Britannica: A Dictionary of Arts, Sciences,
Literature and General Information. Encyclopædia Britannica Company. hlm. 652–. Diakses
tanggal 31 May 2012.
38. ^ a b c Haywood, Richard (1971). The Ancient World. United States: David McKay
Company, Inc. hlm. 376–393.
39. ^ Rome: The Punic Wars (http://www.wsu.edu/~dee/ROME/PUNICWAR.HTM) by Richard
Hooker. Washington State University. 6 Juni 1999. Diakses 22 Maret 2007.
40. ^ Bury, John Bagnell (1889). History of the Later Roman Empire. London, New York:
MacMillan and Co.
41. ^ Rome: The Conquest of the Hellenistic Empires (http://www.wsu.edu/~dee/ROME/CONQ
HELL.HTM) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20110501115720/http://www.wsu.edu/
~dee/ROME/CONQHELL.HTM) 1 May 2011 di Wayback Machine. oleh Richard Hooker.
Washington State University. 6 Juni 1999. Diakses 22 Maret 2007.
42. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 136–137. ISBN 978-0-534-57168-9.
43. ^ Fall of the Roman Republic, 133–27 BC (http://web.ics.purdue.edu/~rauhn/fall_of_republi
c.htm). Universitas Purdue. Diakses 24 Maret 2007.
44. ^ a b Eques (Knight) (http://www.livius.org/ei-er/eques/eques.html) oleh Jona Lendering.
Livius.org. Diakses 24 Maret 2007.
45. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 38. ISBN 978-0-19-512332-6.
46. ^ Tuma, Elias H. (1965). Twenty-six Centuries of Agrarian Reform: A Comparative Analysis.
University of California Press. hlm. 34.
47. ^ a b c William Harrison De Puy (1893). The Encyclopædia britannica: a dictionary of arts,
sciences, and general literature; cetak ulang R.S. Peale, dilengkali peta-peta baru dan
artikel-artikel asli Amerika. Werner Co. hlm. 760–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
48. ^ Henry George Liddell (1855). A history of Rome, to the establishment of the empire.
hlm. 305–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
49. ^ Plutarch Parallel Lives (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Live
s/Caesar*.html), Life of Caesar, I,2
50. ^ Scullard, Howard Hayes (1982). From the Gracchi to Nero (edisi ke-5). Routledge.
ISBN 978-0-415-02527-0. Bab VI–VIII.
51. ^ Julius Caesar (100–44 BC) (http://www.bbc.co.uk/history/historic_figures/caesar_julius.sht
ml). BBC. Diakses 21 Maret 2007.
52. ^ [3] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Lives/Caesar*.html)
Plutarkos, Riwayat Yulius Kaisar. Diakses 1 Oktober 2011
53. ^ Augustus (31 BC – 14 AD) (http://www.roman-emperors.org/auggie.htm) oleh Garrett G.
Fagan. De Imperatoribus Romanis. 5 Juli 2004. Diakses 21 Maret 2007.
54. ^ Uang-Uang Logam Kaisar Agustus (https://www.usask.ca/antiquities/coins/augustus.html)
Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20090525075317/http://www.usask.ca/antiquities/co
ins/augustus.html) 25 May 2009 di Wayback Machine.; sekeping uang logam dari tahun 38
SM bertuliskan kalimat "Divi Iuli filius" (putra Dewata Iulius), kepingan lain dari tahun 31 SM
bertuliskan kalimat "Divi filius" (Auguste vu par lui-même et par les autres oleh Juliette Reid
(http://www2.unine.ch/webdav/site/antic/shared/documents/latin/Memoires/mlreid.pdf)
Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20090319090301/http://www2.unine.ch/webdav/sit
e/antic/shared/documents/latin/Memoires/mlreid.pdf) 19 March 2009 di Wayback Machine.).
55. ^ [4] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Augustus*.
html#ref53) Suetonius, The Twelve Caesars, Augustus, XV.
56. ^ [5] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Lives/Antony*.html)
Plutarkos, Riwayat Tokoh-Tokoh Sezaman, Riwayat Markus Antonius, II, 1.
57. ^ Ancient Library (http://www.ancientlibrary.com/smith-bio/0547.html) Diarsipkan (https://we
b.archive.org/web/20110605231545/http://www.ancientlibrary.com/smith-bio/0547.html) 5
June 2011 di Wayback Machine.. Diakses 9 September 2011
58. ^ [6] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Lives/Antony*.html#ref5
7) Plutarkos, Riwayat Tokoh-Tokoh Sezaman, Riwayat Markus Antonius, LXXI, 3–5.
59. ^ Augustus (63 SM – 14 M) (http://www.bbc.co.uk/history/historic_figures/augustus.shtml)
dari bbc.co.uk. Diakses 12 Maret 2007.
60. ^ Langley, Andrew dan Souza, de Philip: "The Roman Times" hlm.14, Candle Wick Press,
1996
61. ^ Wangsa Iulia-Claudia (27 SM – 68 M) (http://www.metmuseum.org/toah/hd/jucl/hd_jucl.ht
m). oleh Metropolitan Museum of Art, Bagian Seni Rupa Yunani dan Romawi. Oktober 2000.
Diakses 18 Maret 2007.
62. ^ James Orr (1915). The International Standard Bible Encyclopaedia. Howard-Severance
Company. hlm. 2598–. Diakses tanggal 31 May 2012.
63. ^ Charles Phineas Sherman (1917). Roman law in the modern world. The Boston book
company. hlm. 50–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
64. ^ [7] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Augustus*.
html) Suetonius, The Twelve Caesars, Augustus, XXVII, 3.
65. ^ Werner Eck, The Age of Augustus
66. ^ [8] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Augustus*.
html) Suetonius, The Twelve Caesars, Augustus, XVIII, 2.
67. ^ Hugh Chisholm (1910). Encyclopædia Britannica: A Dictionary of Arts, Sciences,
Literature and General Information. Encyclopædia Britannica Company. hlm. 912–. Diakses
tanggal 31 Mei 2012.
68. ^ [9] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Augustus*.
html) Suetonius, The Twelve Caesars, Augustus, XXI, 1.
69. ^ [10] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Augustus
*.html) Suetonius, The Twelve Caesars, Augustus, XXI.
70. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-Third). Wadsworth.
hlm. 140. ISBN 978-0-534-57168-9.
71. ^ [11] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Augustus
*.html) Suetonius, The Twelve Caesars, Augustus, LXIII.
72. ^ [12] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/57*.html#ref4)
Cassius Dio, Roman History, LVII, 12.
73. ^ a b c John Charles Tarver (1902). Tiberius, the tyrant. A. Constable. hlm. 342–428.
Diakses tanggal 31 May 2012.
74. ^ Johann Jakob Herzog; John Henry Augustus Bomberger (1858). The Protestant
Theological and Ecclesiastical Encyclopedia: Being a Condensed Translation of Herzog's
Real Encyclopedia. Lindsay & Blakiston. hlm. 99–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
75. ^ The Chautauquan. M. Bailey. 1881. hlm. 445–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
76. ^ [13] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Caligula*.
html#ref101) Suetonius, The Twelve Caesars, Caligula, LV, 3.
77. ^ Compendium (1858). A compendium of universal history. Ancient and modern, by the
author of 'Two thousand questions on the Old and New Testaments'. hlm. 109–. Diakses
tanggal 31 Mei 2012.
78. ^ Sir William Smith (1890). Abaeus-Dysponteus. J. Murray. hlm. 776–. Diakses tanggal 31
Mei 2012.
79. ^ [14] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Claudius
*.html#ref74) Suetonius, The Twelve Caesars, Claudius, XVII.
80. ^ Claudius By Barbara Levick. hlm. 77.
81. ^ Brief History: Brief History of Great Britain. Infobase Publishing. 2009. hlm. 34.
82. ^ The British Chronicles, Jilid 1. Heritage Books. 2007. hlm. 91.
83. ^ England Invaded. Amberley Publishing Limited. 2014. hlm. 27.
84. ^ In the Name of Rome: The Men Who Won the Roman Empire. Hachette UK. 2010.
hlm. 30.
85. ^ "Gaius Suetonius Paulinus".
86. ^ Making Europe: The Story of the West, Jilid I sampai dengan tahun 1790. 2013. hlm. 162.
87. ^ [15] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Nero*.ht
ml#note119) Suetonius, The Twelve Caesars, Nero, XVI.
88. ^ [16] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Tacitus/Annals/15B*.html#38)
Tacitus, Annales, XXXVIII.
89. ^ Nero (54–68 AD) (http://www.roman-emperors.org/nero.htm) oleh Herbert W. Benario. De
Imperatoribus Romanis. 10 November 2006. Diakses 18 Maret 2007.
90. ^ Suetonius
91. ^ O'Connell, Robert (1989). Of Arms and Men: A History of War, Weapons, and Aggression.
Oxford: Oxford University Press. hlm. 81. ISBN 978-0-19-505359-3.
92. ^ Kreis, Stephen. "Augustus Caesar and the Pax Romana". The History Guide. Diakses
tanggal 21 Maret 2007.
93. ^ Josephus, The Wars of the Jews VI.9.3
94. ^ [17] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Vespasia
n*.html) Suetonius, The Twelve Caesars, Vespasian, I.
95. ^ [18] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Vespasia
n*.html) Suetonius, The Twelve Caesars, Vespasian, IX.
96. ^ [19] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/66*.html#ref7)
Cassius Dio, Roman History, LXVI.
97. ^ [20] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Titus*.ht
ml#ref9) Suetonius, The Twelve Caesars, Titus, VII, 3.
98. ^ [21] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Suetonius/12Caesars/Domitian
*.html#ref53) Suetonius, The Twelve Caesars, Domitian, X.
99. ^ Titus Flavius Domitianus (http://www.roman-empire.net/emperors/domitian-index.html).
Diakses 29 Oktober 2011.
100. ^ Five Good Emperors (http://www.unrv.com/early-empire/five-good-emperors.php) dari
UNRV History. Diakses 12 Maret 2007.
101. ^ [22] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/68*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXVIII, 1.
102. ^ [23] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/68*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXVIII, 6.
103. ^ [24] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/68*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXVIII, 14.
104. ^ [25] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/68*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXVIII, 13.
105. ^ Ferdinand Gregorovius (1898). The Emperor Hadrian: A Picture of the Graeco-Roman
World in His Time. Macmillan. hlm. 16–. Diakses tanggal 31 May 2012.
106. ^ [26] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/68*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXVIII, 17–30.
107. ^ Emperors of Rome: The Story of Imperial Rome from Julius Caesar to the Last Emperor.
Hachette UK. 2014. hlm. 64.
108. ^ a b Scarre, Chris (1995). The Penguin Historical Atlas of Ancient Rome. Penguin Books.
ISBN 978-0-14-051329-5.
109. ^ Encyclopedia of European Peoples. Infobase Publishing. 2006. hlm. 406.
110. ^ The Encyclopedia of Christianity, Jilid 4. Wm. B. Eerdmans Publishing. 2005. hlm. 15.
ISBN 9780802824165.
111. ^ [27] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Hadrian/1*.ht
ml) Historia Augusta, Life of Hadrian.
112. ^ [28] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Antoninus_Pi
us*.html#ref34) Historia Augusta, Life of Antoninus Pius, V, 4.
113. ^ [29] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/72*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXXVII.
114. ^ Past pandemics that ravaged Europe (http://news.bbc.co.uk/2/hi/health/4381924.stm) oleh
Verity Murphy. BBC News. 7 November 2005.
115. ^ Gibbon, Edward (1906). "Chapter I". Dalam Bury, J.B. The History of the Decline and Fall
of the Roman Empire (dalam bahasa English). Fred de Fau and Co.
116. ^ [30] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/72*.html#36)
Cassius Dio, Roman History, LXXII, 36, 4.
117. ^ Cary, Max (1967). A History of Rome Down to the Reign of Constantine (edisi ke-2). New
York: St. Martin's Press. hlm. 704.
118. ^ [31] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/75*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXXV, 13.
119. ^ [32] (http://www.ibiblio.org/ml/libri/m/MachiavelliNB_IlPrincipe_s.pdf) Machiavelli, Il
Principe, XIX (dalam bahasa Italia).
120. ^ [33] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/76*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXXVI, 7.
121. ^ [34] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/76*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXXVI, 9–12.
122. ^ [35] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Cassius_Dio/78*.html) Cassius
Dio, Roman History, LXXVIII, 22–23.
123. ^ [36] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Caracalla*.ht
ml#ref35) Historia Augusta, The Life of Caracalla, VI.
124. ^ [37] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Severus_Alex
ander/3*.html#ref239) Historia Augusta, The Life of Alexander Severus, LIX.
125. ^ Skip Knox, E.L. "Crisis of the Third Century (235–285)". History of Western Civilization.
Boise State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Mei 2007. Diakses tanggal 20
Maret 2007.
126. ^ a b Gibbon, Edward (1906). "Bab X" (Versi daring). Dalam Bury, J.B. The History of the
Decline and Fall of the Roman Empire (dalam bahasa English). Fred de Fau and Co.
127. ^ [38] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Tyranni_XXX
*.html) Historia Augusta, The Lives of the Thirty Pretenders, III et XXX.
128. ^ [39] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Aurelian/2*.ht
ml) Historia Augusta, The Life of Aurelian, XXXII.
129. ^ [40] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Historia_Augusta/Claudius*.htm
l) Historia Augusta, The Life of Claudius, I.
130. ^ [41] (http://people.ucalgary.ca/~vandersp/Courses/texts/lactant/lactpers.html#VII)
Lactantius, De Mortibus Persecutorum, VII.
131. ^ Joannes Zonaras, Epitome: From Diocletian to the death of Galerius
132. ^ Diocletian (284–305 AD) (http://www.roman-emperors.org/dioclet.htm) oleh Ralph W.
Mathisen. De Imperatoribus Romanis. 17 Maret 1997. Diakses 20 Maret 2007.
133. ^ Ward-Perkins, John Bryan (1994). Roman Imperial Architecture. New Haven, CT: Yale
University Press. ISBN 978-0-300-05292-3.
134. ^ [42] (http://people.ucalgary.ca/~vandersp/Courses/texts/lactant/lactpers.html#X)
Lactantius, De Mortibus Persecutorum, X–XVI.
135. ^ Gibbon, Edward (1906). "Chapter XX". Dalam Bury, J.B. The History of the Decline and
Fall of the Roman Empire (dalam bahasa English). Fred de Fau and Co.
136. ^ Gibbon, Edward (1906). "Chapter XVII" (Online version). Dalam Bury, J.B. The History of the
Decline and Fall of the Roman Empire (dalam bahasa English). Fred de Fau and Co.
137. ^ Constantine I (306–337 AD) (http://www.roman-emperors.org/conniei.htm) oleh Hans A.
Pohlsander. De Imperatoribus Romanis. 8 Januari 2004. Diakses 20 Maret 2007.
138. ^ Honorius (395–423 AD) (http://www.roman-emperors.org/honorius.htm) oleh Ralph W.
Mathisen. De Imperatoribus Romanis. 2 Juni 1999. Diakses 21 Maret 2007.
139. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 155. ISBN 978-0-534-57168-9.
140. ^ Gibbon, Edward (1906). "Chapter XXVI" (Online version). Dalam Bury, J.B. The History of
the Decline and Fall of the Roman Empire (dalam bahasa English). Fred de Fau and Co.
141. ^ Lapham, Lewis (1997). The End of the World. New York: Thomas Dunne Books. ISBN 0-
312-25264-1. hlmn. 47–50.
142. ^ [43] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/BURLAT/8*.html#ref
16) Bury, J.B.: History of the Later Roman Empire, 8, §2.
143. ^ [44] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/BURLAT/6*.html#ref
82) Bury, J.B.: History of the Later Roman Empire, 6, §4.
144. ^ [45] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/BURLAT/6*.html#3)
Bury, J.B.: History of the Later Roman Empire, 6, §3.
145. ^ [46] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/BURLAT/9*.html)
Bury, J.B.: History of the Later Roman Empire, 9.
146. ^ "The Germanic Invasions of Western Europe". University of Calgary. Agustus 1996.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 Agustus 2013. Diakses tanggal 22 Maret 2007.
147. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 157. ISBN 978-0-534-57168-9.
148. ^ "Roman Emperors – DIR Romulus Augustulus". www.roman-emperors.org.
149. ^ Romulus Augustulus (475–476 AD) – Two Views (http://www.roman-emperors.org/auggier
o.htm) oleh Ralph W. Mathisen dan Geoffrey S. Nathan. De Imperatoribus Romanis. 26
Agustus 1997. Diakses 22 Maret 2007.
150. ^ Mathisen, Ralph A. (8 Februari 1998). "Roman Emperors – DIR Nepos". Diakses tanggal
23 Agustus 2018.
151. ^ Durant, Will; Durant, Ariel (1944). The Story of Civilization – Volume III: Caesar and Christ.
United States: Simon and Schuster, Inc. hlm. 670. ISBN 978-1567310238.
152. ^ Morris Bishop, The Middle Ages, 1996. hlm. 8
153. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 347. ISBN 978-0-534-57168-9.
154. ^ a b c Hooker, Richard (6 Juni 1999). "The Byzantine Empire". Washington State University.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Februari 1999. Diakses tanggal 8 April 2007.
155. ^ Bray, R.S. (2004). Armies of Pestilence. Cambridge: James Clarke & Co. hlm. 26.
ISBN 978-0-227-17240-7.
156. ^ Kreutz, Barbara M. (1996). Before the Normans: Southern Italy in the Ninth and Tenth
Centuries. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-1587-8.
157. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-Third). Wadsworth.
hlm. 349. ISBN 978-0-534-57168-9.
158. ^ Basil II (AD 976–1025) (http://www.roman-emperors.org/basilii.htm) oleh Catherine
Holmes. De Imperatoribus Romanis. 1 April 2003. Diakses 22 Maret 2007.
159. ^ Gibbon, Edward (1906). "Chapter LXI" (Versi daring). Dalam Bury, J.B. The History of the
Decline and Fall of the Roman Empire (dalam bahasa bahasa Inggris). Fred de Fau and Co.
160. ^ Mehmet II (http://www.theottomans.org/english/family/mehmet2.asp) oleh Korkut Ozgen.
Theottomans.org. Diakses 3 April 2007.
161. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 149. ISBN 978-0-534-57168-9.
162. ^ Abstract of The population of ancient Rome. (https://web.archive.org/web/2011050105222
9/http://www.highbeam.com/doc/1G1-20586744.html) oleh Glenn R. Storey. HighBeam
Research. 1 Desember 1997. Diakses 22 April 2007.
163. ^ The Population of Rome (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/
journals/CP/29/2/Population_of_Rome*.html#note6) oleh Whitney J. Oates. Pertama kali
dimuat dalam Classical Philology. Jld. 29, No. 2 (April 1934), hlmn. 101–116. Diakses 22
April 2007.
164. ^ N.Morley, Metropolis and Hinterland (Cambridge, 1996) 174–183
165. ^ Gawande, Atul (2014). Being Mortal. London: Profile Books. hlm. 32.
ISBN 9781846685828.
166. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 46. ISBN 978-0-19-512332-6.
167. ^ a b c Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 146. ISBN 978-0-534-57168-9.
168. ^ Frank Frost Abbott, Society and Politics in Ancient Rome, BiblioBazaar, LLC, 2009, hlm.
41
169. ^ a b Materi 13: A Brief Social History of the Roman Empire (http://www.historyguide.org/anc
ient/lecture13b.html) oleh Steven Kreis. 11 Oktober 2006. Diakses 2 April 2007.
170. ^ a b c d e f g h Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome.
Oxford: Oxford University Press. hlm. 211. ISBN 978-0-19-512332-6.
171. ^ a b Werner, Paul (1978). Life in Rome in Ancient Times. Geneva: Editions Minerva S.A.
hlm. 31.
172. ^ Duiker, William; Spielvogel, Jackson (2001). World History (edisi ke-3). Wadsworth.
hlm. 143. ISBN 978-0-534-57168-9.
173. ^ a b c Roman Education (https://web.archive.org/web/20071225125840/http://www.txclassic
s.org/exceteducation.htm). Latin ExCET Preparation. Texas Classical Association, oleh
Ginny Lindzey, September 1998. Diakses 27 Maret 2007.
174. ^ Matyszak, Philip (2003). Chronicle of the Roman Republic. London: Thames & Hudson.
hlm. 16–42. ISBN 978-0-500-05121-4.
175. ^ a b c d e Keegan, John (1993). A History of Warfare. New York: Alfred A. Knopf. hlm. 263–
264. ISBN 978-0-394-58801-8.
176. ^ a b c Potter, David (2004). "The Roman Army and Navy". Dalam Flower, Harriet I. The
Cambridge Companion to the Roman Republic. Cambridge: Cambridge University Press.
hlm. 67–70. ISBN 978-0-521-00390-2.
177. ^ Pembahasan mengenai siasat-siasat tempur dan latar belakang sosial budaya hoplites,
baca Victor Davis Hanson, The Western Way of War: Infantry Battle in Classical Greece,
Alfred A. Knopf (New York 1989) ISBN 0-394-57188-6.
178. ^ Goldsworthy, Adrian (1996). The Roman Army at War 100 BC–AD 00. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 33. ISBN 978-0-19-815057-2.
179. ^ Jo-Ann Shelton (penyunting), As the Romans Did: A Sourcebook in Roman Social History,
Oxford University Press (New York 1998)ISBN 0-19-508974-X, hlmn. 245–249.
180. ^ Goldsworthy, Adrian (2003). The Complete Roman Army. London: Thames and Hudson,
Ltd. hlm. 22–24, 37–38. ISBN 978-0-500-05124-5.
181. ^ Goldsworthy, Adrian (2008). Caesar: Life of a Colossus. Yale University Press. hlm. 384,
410–411, 425–427. ISBN 978-0300126891. Faktor penting lain yang dibahas oleh
Goldsworthy adalah ketiadaan legiuner pelaksana tugas terpisah.
182. ^ Antara tahun 343 SM dan 241 SM, Angkatan bersenjata Romawi bertempur setiap tahun,
kecuali pada 5 tahun tanpa aksi militer.Oakley, Stephen P. (2004). "The Early Republic".
Dalam Flower, Harriet I. The Cambridge Companion to the Roman Republic. Cambridge:
Cambridge University Press. hlm. 27. ISBN 978-0-521-00390-2.
183. ^ P.A. Brunt, "Army and Land in the Roman Republic," in The Fall of the Roman Republic
and Related Essays, Oxford University Press (Oxford 1988) ISBN 0-19-814849-6, hlm. 253;
William V. Harris, War and Imperialism in Republican Rome 327–70 BC, Oxford University
Press (Oxford 1979) ISBN 0-19-814866-6, hlm. 44.
184. ^ Keegan, John (1993). A History of Warfare. New York: Alfred A. Knopf. hlm. 273–274.
ISBN 978-0-394-58801-8.
185. ^ Brunt, hlmn. 259–265; Potter, hlmn. 80–83.
186. ^ Goldsworthy, Adrian (2008). Caesar: Life of a Colossus. Yale University Press. hlm. 391.
ISBN 978-0300126891.
187. ^ Karl Christ, The Romans, University of California Press (Berkeley, 1984)ISBN 0-520-
04566-1, hlmn. 74–76.
188. ^ Mackay, Christopher S. (2004). Ancient Rome: A Military and Political History. Cambridge:
Cambridge University Press. hlm. 249–250. ISBN 978-0-521-80918-4. Mackay mencermati
bahwa jumlah legiun (bukan berarti jumlah legiuner juga) bertambah menjadi 30 pada tahun
125 M, dan menjadi 33 pada zaman wangsa Severana (200–235 M).
189. ^ Goldsworthy, Adrian (1996). The Roman Army at War 100 BC – AD 200. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 36–37. ISBN 978-0-19-815057-2.
190. ^ a b Elton, Hugh (1996). Warfare in Roman Europe AD 350–425. Oxford: Oxford University
Press. hlm. 89–96. ISBN 978-0-19-815241-5.
191. ^ a b Brennan, Correy T. (2004). "Power and Process Under the Republican 'Constitution' ".
Dalam Flower, Harriet I. The Cambridge Companion to the Roman Republic. Cambridge:
Cambridge University Press. hlm. 66–68. ISBN 978-0-521-00390-2.
192. ^ Goldsworthy, Adrian (1996). The Roman Army at War 100 BC – AD 200. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 121–125. ISBN 978-0-19-815057-2.
193. ^ Goldsworthy, Adrian (1996). The Roman Army at War 100 BC – AD 200. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 124. ISBN 978-0-19-815057-2.
194. ^ Mackay, Christopher S. (2004). Ancient Rome: A Military and Political History. Cambridge:
Cambridge University Press. hlm. 245–252. ISBN 978-0-521-80918-4.
195. ^ Mackay, Christopher S. (2004). Ancient Rome: A Military and Political History. Cambridge:
Cambridge University Press. hlm. 295–296. ISBN 978-0-521-80918-4.. Juga bab 23–24.
196. ^ a b Alinea ini didasarkan ata Potter, hlmn. 76–78.
197. ^ Elton, Hugh (1996). Warfare in Roman Europe AD 350–425. Oxford: Oxford University
Press. hlm. 99–101. ISBN 978-0-19-815241-5.
198. ^ Sabin, Philip; van Wees, Hans; Whitby, Michael, ed. (2007). The Cambridge History of
Greek and Roman Warfare. Cambridge University Press. hlm. 231. ISBN 978-0521782746.
199. ^ Heseltine, John (2005). Roads to Rome. J. Paul Getty Museum. hlm. 11. ISBN 978-
0711225527.
200. ^ Temin, Peter (2001). "A Market Economy in the Early Roman Empire". Abstract Archives.
Economy History Services. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 15, 2010.
201. ^ Baca "Masterpieces. Desiderius' Cross". Fondazione Brescia Musei. Diakses tanggal 2
Oktober 2016.. Untuk penjabaran kajian ilmiah atas Medali Brescia, baca Daniel Thomas
Howells (2015). "Katalog Kaca Emas Buatan Akhir Abad Kuno di British Museum (PDF). (htt
p://www.britishmuseum.org/pdf/Late_Antique_Gold_Glass_online.pdf)" London: the British
Museum (Arts and Humanities Research Council), hlm. 7. Diakses 2 Oktober 2016. Potret
kaca emas (agaknya buatan seniman Yunani Aleksandria, ditilik dari penggunaan dialek
Mesir pada kalimat dalam potret) diperkirakan berasal dari abad ke-3 M; Beckwith, John,
Early Christian and Byzantine Art, Penguin History of Art (now Yale), Edisi ke-2. 1979, ISBN
0140560335, hlm. 25; Boardman, John (penyunting), The Oxford History of Classical Art,
1993, OUP, ISBN 0198143869, hlmn. 338–340; Grig, Lucy, "Portraits, Pontiffs and the
Christianization of Fourth-Century Rome", Papers of the British School at Rome, Jld. 72,
(2004), hlmn. 203–230, JSTOR 40311081 (http://www.jstor.org/stable/40311081), hlm. 207;
Jás Elsner (2007). "The Changing Nature of Roman Art and the Art Historical Problem of
Style," in Eva R. Hoffman (penyunting), Late Antique and Medieval Art of the Medieval
World, 11–18. Oxford, Malden & Carlton: Blackwell Publishing. ISBN 978-1-4051-2071-5,
hlm. 17, gambar 1.3 pada hlm. 18.
202. ^ a b Casson, Lionel (1998). Everyday Life in Ancient Rome. Baltimore: The Johns Hopkins
University Press. hlm. 10–11. ISBN 978-0-8018-5992-2.
203. ^ Family Values in Ancient Rome (http://fathom.lib.uchicago.edu/1/777777121908/) oleh
Richard Saller. The University of Chicago Library Digital Collections: Fathom Archive. 2001.
Diakses 14 April 2007.
204. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 339. ISBN 978-0-19-512332-6.
205. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 340. ISBN 978-0-19-512332-6.
206. ^ Rawson, Beryl (1987). The Family in Ancient Rome: New Perspectives (dalam bahasa
Inggris). Cornell University Press. hlm. 2 prakata. ISBN 978-0801494604.
207. ^ Lifepac History & Geography, Grade 6 Unit 3, hlm. 28.z
208. ^ Latin Online: Series Introduction (http://www.utexas.edu/cola/centers/lrc/eieol/latol-0-X.htm
l) oleh Winfred P. Lehmann dan Jonathan Slocum. Linguistics Research Center. The
University of Texas at Austin. 15 Februari 2007. Diakses 1 April 2007.
209. ^ Calvert, J.B. (8 Agustus 1999). "The Latin Alphabet". University of Denver. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 3 April 2007. Diakses tanggal 1 April 2007.
210. ^ Classical Latin Supplement (https://web.archive.org/web/20070810033726/http://classics.l
ss.wisc.edu/courses/Classical_Latin_Supplement.pdf). hlm. 2. Retrieved 2 April 2007.
211. ^ József Herman, Vulgar Latin, Terjemahan Bahasa Inggris 2000, hlmn. 109–114 ISBN 978-
0271020013
212. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 203. ISBN 978-0-19-512332-6.
213. ^ Matyszak, Philip (2003). Chronicle of the Roman Republic. London: Thames & Hudson.
hlm. 24. ISBN 978-0-500-05121-4.
214. ^ Edward Gibbon (1787). The history of the decline and fall of the Roman Empire. dicetak
untuk J.J. Tourneisen. hlm. 91–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
215. ^ The Encyclopedia Americana: A Library of Universal Knowledge. Encyclopedia Americana
Corporation. 1919. hlm. 644–. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
216. ^ Willis, Roy (2000). World Mythology: The Illustrated Guide. Victoria: Ken Fin Books.
hlm. 166–168. ISBN 978-1-86458-089-1.
217. ^ willis
218. ^ Theodosius I (379–395 AD) (http://www.roman-emperors.org/theo1.htm) oleh David
Woods. De Imperatoribus Romanis. 2 Februari 1999. Diakses 4 April 2007.
219. ^ a b Astore, William. "Bread and Circuses in Rome and America". Diakses tanggal 11
Agustus 2017.
220. ^ Annual Editions: Western Civilization. 1 (edisi ke-12). McGraw-Hill/Dushkin. 2002. hlm. 68.
“... di mana belas kasihan dianggap sebagai suatu kebejatan akhlak ...”
221. ^ Jackson, Michael Anthony (2004). Look Back to Get Ahead: Life Lessons from History's
Heroes. Arcade Publishing. hlm. 174. ISBN 9781559707275. “Laga gladiator populer karena
sesungguhnya bangsa Romawi yakin bahwa belas kasihan adalah suatu kebejatan dan
kelemahan”
222. ^ Harvey, Brian K., ed. (2016). Daily Life in Ancient Rome: A Sourcebook. Hackett
Publishing Company. hlm. 21–28. ISBN 9781585107964.
223. ^ Langlands, Rebecca (2006). Sexual Morality in Ancient Rome. Cambridge University
Press. hlm. 3–20. ISBN 9780521859431.
224. ^ Mathew Dillon and Lynda Garland (2005). Ancient Rome: From the Early Republic to the
Assassination of Julius Caesar. Taylor & Francis, 2005. hlm. 382. ISBN 9780415224598.
225. ^ a b c d Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford:
Oxford University Press. hlm. 350–352. ISBN 978-0-19-512332-6.
226. ^ Roman Painting (http://www.metmuseum.org/toah/hd/ropt/hd_ropt.htm) from Timeline of
Art History. Department of Greek and Roman Art, The Metropolitan Museum of Art. 2004–
10. Diakses 22 April 2007.
227. ^ a b c Donald Jay Grout; Claude V. Palisca (June 1988). A history of western music. Norton.
Diakses tanggal 31 Mei 2012.
228. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 89. ISBN 978-0-19-512332-6.
229. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 349–350. ISBN 978-0-19-512332-6.
230. ^ Adkins, Lesley; Adkins, Roy (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. hlm. 300. ISBN 978-0-19-512332-6.
231. ^ Grant, Michael (2005). Cities of Vesuvius: Pompeii and Herculaneum. London: Phoenix
Press. hlm. 130–134. ISBN 978-1-898800-45-3.
232. ^ Civitello, Linda (2011-03-29). Cuisine and Culture: A History of Food and People (dalam
bahasa Inggris). John Wiley & Sons. ISBN 9780470403716.
233. ^ a b c Casson, Lionel (1998). Everyday Life in Ancient Rome. Baltimore: The Johns
Hopkins University Press. hlm. 98–108. ISBN 978-0-8018-5992-2.
234. ^ a b "Daily Life: Entertainment". SPQR Online. 1998. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30
April 2007. Diakses tanggal 22 April 2007.
235. ^ Circus Maximus (http://penelope.uchicago.edu/~grout/encyclopaedia_romana/circusmaxi
mus/circusmaximus.html). Encyclopedia Romana. University of Chicago. Diakses 19 April
2007.
236. ^ John Humphrey, Roman circuses: arenas for chariot racing, University of California Press,
1986, hlm. 216.
237. ^ Undang-undang Romawi Kuno mengharamkan pemberian suap kepada budak belian
dengan maksud mendapatkan rahasia keahlian majikannya. Zeidman, Bob (2011). The
Software IP Detective's Handbook: : Measurement, Comparison, and Infringement
Detection (edisi ke-1). Prentice Hall. hlm. 103. ISBN 978-0137035335.
238. ^ Nelson, Winter, Thomas (1979-01-01). "Roman Concrete: The Ascent, Summit, and
Decline of an Art". Faculty Publications, Classics and Religious Studies Department.
239. ^ "Roman road system". Encyclopaedia Britannica. Encyclopaedia Britannica, Inc. Diakses
tanggal 19 Agustus 2017.
240. ^ Keegan, John (1993). A History of Warfare. New York: Alfred A. Knopf. hlm. 303.
ISBN 978-0-394-58801-8.
241. ^ Peck, Harry Thurston, ed. (1963). "Aquae Ductus". Harper's Dictionary of Classical
Literature and Antiquities. New York: Cooper Square Publishers. hlm. 104–106.
242. ^ Murray, Alexander Stuart; Mitchell, John Malcolm (1911). "Aqueduct". Dalam Chisholm,
Hugh. Encyclopædia Britannica. 2 (edisi ke-11). New York : Encyclopaedia Britannica.
hlm. 240–244. Diakses tanggal 31 Oktober 2017.
243. ^ Roman Aqueducts and Water Supply oleh A.T. Hodge (1992)
244. ^ Grout, James. "Lead Poisoning and Rome". University of Chicago. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 22 July 2011. Diakses tanggal 22 Juli 2011.
245. ^ "Ancient Rome". Smarthistory at Khan Academy]. Diakses tanggal 16 April 2013.
246. ^ Jacob Dorsey Forrest (1906). The development of western civilization: a study in ethical,
economic and political evolution. The University of Chicago Press. Diakses tanggal 31 Mei
2012.
247. ^ William Cunningham (1900). An Essay on Western Civilization in Its Economic Aspects:
Mediaeval and modern times. University Press. Diakses tanggal 31 Mei 2012.
248. ^ Andrew Fleming West, Value of the classics. 1917. hlm. 185
249. ^ Kuno Fischer (1887). History of modern philosophy. C. Scribner's Sons. hlm. 85–. Diakses
tanggal 31 Mei 2012.
250. ^ Michael Burger (2008). The Shaping of Western Civilization: From Antiquity To the
Enlightenment. University of Toronto Press. hlm. 203–. ISBN 978-1-55111-432-3. Diakses
tanggal 31 Mei 2012.
251. ^ [47] (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Lives/Marius*.html)
Plutarch, Parallel Lives, Life of Marius, XI, 5–7.
252. ^ The History of the Decline and Fall of the Roman Empire, 12 jilid.
253. ^ Liukkonen, Petri. "Theodor Mommsen". Books and Writers (kirjasto.sci.fi). Finland:
Kuusankoski Public Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 August 2014.
254. ^ Baca kutipan dan pencarian teks (https://www.amazon.com/dp/0452008492)
255. ^ Levick, Barbara (1993). Claudius. Yale University Press. ISBN 978-0300058314.
256. ^ baca edisi daring (https://www.questia.com/PM.qst?a=o&d=88132230)
257. ^ Syme, Ronald (2002). The Roman Revolution. Oxford University Press. ISBN 978-
0192803207.
258. ^ "Dr Adrian Goldsworthy, the historian and author". Adriangoldsworthy.com. Diakses
tanggal 12 Maret 2013.

Sumber
Adkins, Lesley; Roy Adkins (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. ISBN 978-0-19-512332-6.
Cary, M. (1967). A History of Rome Down to the Reign of Constantine (edisi ke-2nd). New
York: St. Martin's Press.
Casson, Lionel (1998). Everyday Life in Ancient Rome. Baltimore: The Johns Hopkins
University Press. ISBN 978-0-8018-5992-2.
Dio, Cassius (January 2004). Dio's Rome, Volume V., Books 61–76 (AD 54–211). Diakses
tanggal 17 Desember 2006.
Duiker, William; Jackson Spielvogel (2001). World History (edisi ke-Third). Wadsworth.
ISBN 978-0-534-57168-9.
Durant, Will (1944). The Story of Civilization, Volume III: Caesar and Christ. Simon and
Schuster, Inc.
Elton, Hugh (1996). Warfare in Roman Europe AD 350–425. Oxford: Oxford University
Press. ISBN 978-0-19-815241-5.
Flower (editor), Harriet I. (2004). The Cambridge Companion to the Roman Republic.
Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-00390-2.
Edward Gibbon, The History of the Decline and Fall of the Roman Empire
Goldsworthy, Adrian Keith (2008). Caesar: Life of a Colossus. Yale University Press
Goldsworthy, Adrian Keith (1996). The Roman Army at War 100 BC – AD 200. Oxford:
Oxford University Press. ISBN 978-0-19-815057-2.
Goldsworthy, Adrian Keith (2003). The Complete Roman Army. London: Thames and
Hudson, Ltd. ISBN 978-0-500-05124-5.
Grant, Michael (2005). Cities of Vesuvius: Pompeii and Herculaneum. London: Phoenix
Press. ISBN 978-1-898800-45-3.
Haywood, Richard (1971). The Ancient World. David McKay Company, Inc.
Keegan, John (1993). A History of Warfare. New York: Alfred A. Knopf. ISBN 978-0-394-
58801-8.
Livy. The Rise of Rome, Books 1–5, translated from Latin by T.J. Luce, 1998. Oxford
World's Classics. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-282296-9.
Mackay, Christopher S. (2004). Ancient Rome: A Military and Political History. Cambridge:
Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-80918-4.
Matyszak, Philip (2003). Chronicle of the Roman Republic. London: Thames & Hudson, Ltd.
ISBN 978-0-500-05121-4.
O'Connell, Robert (1989). Of Arms and Men: A History of War, Weapons, and Aggression.
Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-505359-3.
Scarre, Chris (September 1995). The Penguin Historical Atlas of Ancient Rome. Penguin
Books. ISBN 978-0-14-051329-5.
Scullard, H.H. (1982). From the Gracchi to Nero. (5th edition). Routledge. ISBN 978-0-415-
02527-0.
Ward-Perkins, John Bryan (1994). Roman Imperial Architecture. Yale University Press.
ISBN 978-0-300-05292-3.
Werner, Paul (1978). Life in Rome in Ancient Times. translated by David Macrae. Geneva:
Editions Minerva S.A.
Willis, Roy (2000). World Mythology: The Illustrated Guide. Collingwood, Victoria: Ken Fin
Books. ISBN 978-1-86458-089-1.

Bacaan lanjutan
Coarelli, Filippo. Rome and environs: An archaeological guide. Berkeley: Univ. of California
Press, 2007.
Cornell, Tim J. The beginnings of Rome: Italy and Rome from the Bronze Age to the Punic
Wars (c. 1000–264 BC). London: Routledge, 1995.
Coulston, J. C, and Hazel Dodge, editors. Ancient Rome: The archaeology of the eternal
city. Oxford: Oxford University School of Archaeology, 2000.
Forsythe, Gary. A critical history of early Rome. Berkeley: University of California Press,
2005.
Fox, Matthew. Roman historical myths: The regal period in Augustan literature. Oxford:
Oxford University Press, 1996.
Gabba, Emilio. Dionysius and the history of Archaic Rome. Berkeley: University of California
Press, 1991.
Holloway, R. Ross. The archaeology of early Rome and Latium. London: Routledge, 1994.
Keaveney, Arthur. Rome and the unification of Italy. 2nd edition. Bristol: Bristol Phoenix,
2005.
Kraus, Christina Shuttleworth, and A.J. Woodman. Latin historians. Oxford: Oxford
University Press, 1997.
Mitchell, Richard E. Patricians and plebeians: The origin of the Roman state. Ithaca: Cornell
University Press, 1990.
Potter, T.W. Roman Italy. Berkeley: University of California Press, 1987.
Raaflaub, Kurt A., editors. Social struggles in Archaic Rome: New perspectives on the
conflict of the orders. 2nd edition. Oxford: Blackwell, 2004.
Rosenstein, Nathan S., and Robert Morstein-Marx, editors. A companion to the Roman
Republic. Oxford: Blackwell, 2006.
Scheidel, Walter, Richard P Saller, and Ian Morris. The Cambridge Economic History of the
Greco-Roman World. Cambridge: Cambridge University Press, 2007.
Smith, Christopher J. Early Rome and Latium: Economy and society c. 1000–500 BC.
Oxford: Oxford University Press, 1996.
Stewart, Roberta. Public office in early Rome: Ritual procedure and political practice. Ann
Arbor: University of Michigan Press, 1998.
Woolf, Greg. Rome: An Empire's Story. Oxford: Oxford University Press, 2012.
Wyke, Maria. Projecting the Past: Ancient Rome, Cinema, and History. New York:
Routledge, 1997.

Pranala luar
Ancient Rome (https://web.archive.org/web/2008061317 Wikimedia Commons
3831/http://sd71.bc.ca/sd71/school/courtmid/Library/sub memiliki media mengenai
ject_resources/socials/ancient_rome.htm) sumber Romawi Kuno.
bacaan bagi siswa-siswi dari Perpustakaan Courtenay
Middle School.
History of ancient Rome (https://web.archive.org/web/20091204081729/http://ocw.nd.edu/cl
assics/history-of-ancient-rome) Bahan Kursus Terbuka dari Universitas Notre Dame, berisi
sumber-sumber bacaan gratis yang mencakup materi-materi kuliah, soal-soal diskusi,
tugas-tugas, dan bahan-bahan ujian.
Galeri Seni Rupa Kuno: Romawi Kuno (http://ancientrome.ru/art/artworken/result.htm?ds=-8
00&de=500&st=1)
Lacus Curtius (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/home.html)
Livius.Org (http://www.livius.org/rome.html)
United Nations of Roma Victrix (UNRV) (http://www.unrv.com/) situs web sejarah Romawi
Kuno
Jaringan saluran air bersih dan air buangan di Kekaisaran Romawi (http://www.waterhistory.
org/histories/rome/)
Proyek penelitian DNA Romawi (http://romandnaproject.org/)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Romawi_Kuno&oldid=16423734"

Halaman ini terakhir diubah pada 7 Januari 2020, pukul 03.53.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Anda mungkin juga menyukai