militer semielektif yang kian lama kian autokratis. Ibu kota Roma, dan beberapa kota lain
Melalui perang penaklukan serta asimilasi budaya dan menjelang keruntuhannya,
bahasa, Kekaisaran Romawi mampu menguasai teristimewa Konstantinopolis
dan Ravenna.
beragam suku bangsa dan wilayah yang sangat luas.
Pada masa jayanya, Kekaisaran Romawi berdaulat atas Bahasa yang Latin
kawasan pesisir utara Afrika, Mesir, kawasan selatan umum
digunakan
Eropa, sebagian besar kawasan barat Eropa, Jazirah
Balkan, Jazirah Krimea, dan sebagian besar kawasan Pemerintahan Kerajaan (753–509 SM)
Republik (509–27 SM)
Timur Tengah, termasuk Syam, berikut sejumlah Kekaisaran (27 SM–476 M)
daerah di Mesopotamia dan Jazirah Arab. Romawi
Era Sejarah Sejarah kuno
Kuno kerap disandingkan dengan Yunani Kuno dalam
• Berdirinya 753 SM
kelompok peradaban Abad Kuno. Budaya serta
kota Roma
masyarakat kedua peradaban ini sangat mirip satu • Penggulingan 509 SM
sama lain, sehingga disamaratakan dengan sebutan Tarquinus Si
Dunia Yunani-Romawi. Tinggi Hati
• Octavianus 27 SM
dimasyhurkan
Peradaban Romawi Kuno punya andil besar dalam
sebagai
perkembangan bahasa, agama, tata kemasyarakatan, Augustus
teknologi, hukum, politik, ketatanegaraan, tata cara • Runtuhnya 476 M
berperang, kesenian, kesusastraan, arsitektur, dan ilmu Kekaisaran
Romawi
teknik Zaman Modern. Roma memprofesionalisasi
Barat
Romawi Kuno
Periode
Kerajaan Romawi
753 SM – 509 SM
Republik Romawi
508 SM – 27 SM
Kekaisaran Romawi
27 SM seterusnya
Principatus
Dominatus
Tetrarki
Pejabat Negara
Konsul Edilis
Pretor Tribunus
Kuestor Sensor
Promagistrat Gubernur
serta mengembangkan kekuatan militernya, dan menciptakan sistem pemerintahan res publica, yang
menginspirasi pembentukan negara-negara republik pada Zaman Modern[4][5][6] semisal Amerika Serikat
dan Prancis. Peradaban Romawi Kuno sudah mampu melakukan rekayasa yang mengagumkan di bidang
teknologi dan arsitektur, misalnya membangun jaringan akuaduk, jaringan jalan raya, monumen-
monumen, istana-istana, dan fasilitas-fasilitas umum berukuran raksasa.
Perang Punik melawan Kartago adalah serangkaian perang yang mengantarkan Roma menjadi salah satu
negara adidaya pada zamannya. Dalam perang beruntun ini, Roma berhasil merebut pulau-pulau yang
strategis, yakni Korsika, Sardinia, dan Sisilia, berhasil merebut Hispania (Spanyol dan Portugal sekarang
ini), serta berhasil meluluhlantakkan kota Kartago pada tahun 146 SM. Segala keberhasilan ini membuat
Roma menjadi negara terunggul di seantero kawasan sekeliling Laut Tengah. Pada penghujung zaman
republik (27 SM), Roma telah berhasil menundukkan negeri-negeri di sekeliling Laut Tengah bahkan
lebih jauh lagi. Wilayah kekuasaannya membentang dari Samudra Atlantik sampai ke Jazirah Arab, dan
dari muara Sungai Rhein sampai ke Afrika Utara. Kekaisaran Romawi bermula seiring tamatnya riwayat
Republik Romawi dan berakhirnya masa kediktatoran militer Augustus. Perang selama 721 tahun antara
Roma dan Persia bermula pada tahun 92 SM dengan meletusnya Perang Romawi-Partia, dan merupakan
konflik terlama sepanjang sejarah umat manusia, yang berdampak besar terhadap masa depan kedua
negara.
Pada masa pemerintahan Traianus, luas wilayah Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya, membentang
dari kawasan sekeliling Laut Tengah sampai ke pantai Laut Utara di sebelah utara, dan pantai Laut
Tengah serta pantai Laut Kaspia di sebelah timur. Adab dan adat warisan zaman republik mulai memudar
pada zaman kekaisaran, manakala perang saudara menjadi peristiwa lumrah yang mengawali
kemunculan kaisar baru.[7][8][9] Negara-negara pecahan Kekaisaran Romawi, semisal Kekaisaran
Tadmur, sempat menyekat wilayah kekaisaran semasa Krisis Abad Ketiga.
Akibat digerogoti kekacauan di dalam negeri dan serangan suku-suku bangsa asing yang hijrah ke
wilayahnya, bagian barat Kekaisaran Romawi akhirnya terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan
merdeka bentukan suku-suku Barbar pada abad ke-5. Para sejarawan menjadikan peristiwa
keterpecahbelahan ini sebagai tonggak sejarah semesta yang memisahkan kurun waktu kuno dari kurun
waktu "kegelapan" pra-Abad Pertengahan di Eropa. Bagian timur Kekaisaran Romawi bertahan
menyintasi abad ke-5, dan tetap menonjol sebagai salah satu negara adidaya di pentas dunia sepanjang
"Abad Kegelapan" dan Abad Pertengahan, sampai akhirnya tumbang pada tahun 1453. Kendati rakyat
Kekaisaran Romawi tidak membeda-bedakan bagian barat dari bagian timur, para sejarawan Zaman
Modern lazimnya menggunakan istilah "Kekaisaran Romawi Timur" sebagai sebutan bagi Kekaisaran
Romawi yang tersisa pada Abad Pertengahan, guna membedakannya dari Kekaisaran Romawi yang
seutuhnya pada Abad Kuno.[10]
Daftar isi
Mitos asal usul
Zaman kerajaan
Zaman republik
Perang Punik
Berakhirnya zaman republik
Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla
Gaius Iulius Caesar dan Triumviratus I
Octavianus dan Triumviratus II
Zaman kekaisaran - pemerintahan para princeps
Wangsa Iulia-Claudia
Augustus
Tiberius sampai Nero
Wangsa Flavia
Vespasianus
Titus dan Domitianus
Wangsa Nerva–Antonina
Traianus
Hadrianus sampai Commodus
Wangsa Severana
Septimius Severus
Caracalla sampai Alexander Severus
Krisis abad ke-3
Zaman kekaisaran – pemerintahan para dominus
Diocletianus
Constantinus dan agama Kristen
Runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat
Kemasyarakatan
Hukum
Penggolongan masyarakat
Pendidikan
Pemerintahan
Militer
Perekonomian
Keluarga
Kebudayaan
Bahasa
Agama
Tata susila dan budi pekerti
Seni rupa, musik, dan sastra
Boga
Olah raga dan hiburan
Teknologi
Warisan sejarah
Penulisan sejarah
Zaman Romawi
Zaman Modern
Baca juga
Rujukan dan keterangan
Sumber
Bacaan lanjutan
Pranala luar
Raja Numitor dimakzulkan saudara kandungnya, Amulius. Karena khawatir suatu ketika nanti Romulus
dan Remus akan merebut kembali singgasana, Amulius menyuruh orang menenggelamkan kedua bayi
kembar itu.[13] Seekor serigala betina (atau seorang istri gembala menurut sejumlah riwayat lain)
menyelamatkan dan membesarkan mereka. Sesudah beranjak dewasa, si kembar merebut dan
menyerahkan kembali singgasana Alba Longa kepada Numitor.[13][14]
Si kembar selanjutnya mendirikan kota mereka sendiri.
Malangnya Remus tewas dibunuh Romulus dalam pertengkaran
mengenai letak kerajaan yang akan mereka dirikan. Menurut
beberapa sumber, keduanya mempertengkarkan soal siapa yang
akan menjadi raja, atau siapa yang namanya akan dijadikan nama
kota.[15] Nama Romuluslah yang akhirnya menjadi nama kota
binaan si kembar.[13] Untuk memperbanyak jumlah warganya,
Roma menawarkan suaka bagi kaum papa, orang-orang buangan,
dan orang-orang yang keberadaannya tidak diharapkan.
Menurut legenda, kota Roma
didirikan pada tahun 753 SM oleh
Kebijakan ini menimbulkan masalah, karena jumlah warga laki-
Romulus dan Remus, dua laki terus meningkat, sementara warga perempuan menjadi
bersaudara kembar yang dibesarkan langka. Romulus sampai harus melawat kota demi kota dan suku
oleh seekor serigala betina demi suku di sekitar Roma, dalam rangka mencarikan istri bagi
sekian banyak warga Roma yang masih membujang. Akan tetapi
Roma sudah telanjur dipenuhi orang-orang yang tidak disukai
sehingga usaha Romulus menemui jalan buntu. Menurut legenda, orang Latini akhirnya menggunakan
tipu muslihat demi mendapatkan istri. Mereka mengundang orang Sabini menghadiri suatu perayaan
meriah, lalu melarikan anak-anak gadis mereka, sehingga orang Latini dan orang Sabini akhirnya
berbaur.[16]
Menurut legenda lain yang dicatat oleh sejarawan Yunani, Dionisios asal Halikarnasos, konon sesudah
kota Troya diluluhlantakkan orang-orang Yunani dalam Perang Troya, Aeneas memimpin serombongan
pengungsi Troya berlayar mencari tempat untuk mendirikan kota Troya yang baru. Setelah mengarungi
laut yang bergelora, mereka akhirnya mendarat di tepi Sungai Tiber. Tak seberapa lama menjejaki
daratan, para penumpang lelaki sudah ingin kembali berlayar, bertolak belakang dengan keinginan para
penumpang perempuan. Roma, salah seorang penumpang perempuan, mengajak perempuan-perempuan
lain bersama-sama membakar kapal guna membatalkan pelayaran. Para penumpang lelaki mula-mula
memarahi Roma, tetapi akhirnya sadar bahwa tempat persinggahan mereka sesungguhnya layak
dijadikan tempat bermukim yang baru. Permukiman yang mereka dirikan di tepi Sungai Tiber diberi
nama Roma, sama seperti nama biang kerok pembakaran kapal mereka.[17]
Pujangga Romawi, Vergilius, meriwayatkan kembali legenda ini dalam syair wiracarita gubahannya,
Aeneis. Dikisahkan bahwa Aeneas, si pangeran Troya, telah ditakdirkan dewata menjadi pendiri Troya
baru. Para penumpang perempuan juga dikisahkan menolak untuk kembali berlayar, tetapi tidak berlanjut
dengan pembangunan permukiman di tepi Sungai Tiber. Sesudah berlabuh di Italia, Aeneas, yang hendak
memperistri Lavinia, harus berperang melawan Turnus, yang sudah lebih dahulu mengincar Lavinia.
Menurut syair wiracarita ini, raja-raja Alba Longa termasuk nasab Aeneas, dan dengan demikian
Romulus, pendiri kota Roma, terhitung sebagai keturunannya.
EasyTimeline 1.90
Menurut keyakinan turun-temurun bangsa Romawi dan berdasarkan bukti-bukti arkeologi, lingkungan di
ujung tenggara Forum Romanum adalah pusat pemerintahan dan keagamaan bangsa Romawi yang mula-
mula. Numa Pompilius, Raja Roma yang kedua, pengganti Romulus, mengawali kegiatan pembangunan
kota dengan mendirikan regia (keraton), dan asrama perawan Vesta di tempat itu.
Zaman republik
Artikel utama: Republik Romawi
Menurut keyakinan turun-temurun dan keterangan pujangga-pujangga terkemudian semisal Livius,
negara Republik Romawi lahir sekitar tahun 509 SM,[21] manakala Raja Roma ke-7, Tarquinus Si Tinggi
Hati, digulingkan oleh Lucius Iunius Brutus, dan sistem monarki diganti dengan sistem pemerintahan
baru yang diselenggarakan oleh para magistratus, pejabat negara yang dipilih tiap-tiap tahun untuk
mengepalai berbagai bidang ketatanegaraan.[22] Undang-undang dasar negara Republik Romawi
mengatur tentang pengawasan dan perimbangan kekuasaan. Para magistratus yang paling utama adalah
dua orang consul, yang bersama-sama menjalankan kewenangan eksekutif semisal imperium, yakni
kewenangan memerintah bala tentara.[23] Para consul harus bekerja sama dengan senatus. Mula-mula
senatus adalah dewan penasihat yang beranggotakan orang-orang dari kalangan ningrat, yakni kaum
patricius, tetapi kewenangan maupun jumlah anggotanya lama-kelamaan semakin besar.[24]
Para magistratus lain adalah tribunus, quaestor, aedilis, praetor, dan censor.[25] Mula-mula hanya kaum
patricius yang dibenarkan menjadi magistratus, tetapi di kemudian hari kaum plebs (rakyat jelata) juga
diberi kesempatan yang sama.[26] Sidang-sidang pemungutan suara di negara Republik Romawi adalah
comitia centuriata (sidang seratus warga), yang melakukan pemungutan suara untuk mengambil
keputusan terkait pemakluman perang, kesepakatan damai, dan pemilihan orang-orang yang akan
menduduki jabatan-jabatan terpenting, serta comitia tributa (sidang
warga suku), yang melakukan pemungutan suara untuk memilih orang-
orang yang akan menduduki jabatan-jabatan yang tidak begitu
penting.[27]
Pada abad ke-4 SM, Roma diserang orang Galia, yang kala itu telah
memperluas wilayah kekuasaannya ke Jazirah Italia melintasi Lembah Po
dan menerobos masuk ke Etruria. Pada tanggal 16 Juli 390 SM, bala
tentara Galia di bawah pimpinan Brennus, salah seorang kepala suku
mereka, menggempur orang Romawi di tepi Sungai Allia, hanya sepuluh
mil ke utara dari kota Roma. Orang Romawi dapat dikalahkan, dan orang
Galia pun langsung bergerak menuju Roma. Sebagian besar warga Roma
Patung dada Lucius Iunius
telah mengungsi, tetapi ada sejumlah warga yang masih bertahan di Bukit
Brutus di Museum Capitolini,
Capitolium, dan bertekad melawan musuh sampai titik darah patung perunggu Romawi,
penghabisan. Orang Galia menjarah dan membumihanguskan kota Roma, abad ke-4 sampai
lalu mengepung Bukit Capitolium. Aksi pengepungan berlangsung penghujung abad ke-3 SM
selama tujuh bulan sampai orang Galia bersedia berdamai dengan
imbalan 1000 pon (450 kg) emas.[28] Menurut
legenda yang baru muncul di kemudian hari, konon
petugas Romawi yang mengawasi kegiatan
penimbangan emas mendapati orang Galia
menggunakan dacin yang sudah diakali. Orang
Romawi pun naik pitam, segera menghunus senjata,
dan berhasil mengalahkan orang Galia. Semangat
juang orang Romawi dipuji panglima mereka,
Marcus Furius Camillus, dengan kalimat "Roma
membeli kemerdekaannya dengan besi, bukan
dengan emas."[29]
Perang Punik
Artikel utama: Perang Punik
Lihat pula: Penaklukan Jazirah Iberia oleh bangsa Romawi
Pada abad ke-3 SM, Roma mendapat lawan baru
yang tangguh, yakni Kartago, negara kota bangsa
Fenisia yang kaya lagi makmur dan berhasrat
menguasai seluruh kawasan sekitar Laut Tengah.
Roma dan Kartago pernah bersekutu pada zaman
Piros dari Epiros, musuh bersama mereka, tetapi
hegemoni Roma di daratan Italia dan kejayaan bahari
Kartago melambungkan masing-masing kota
menjadi dua kekuatan utama di sebelah barat
kawasan Laut Tengah, dan benturan kepentingan
kedua kota atas kawasan Laut Tengah tak ayal
berujung sengketa. Pergeseran wilayah kekuasaan Romawi dan
Kartago selama Perang Punik
Perang Punik I meletus pada tahun 264 SM, Wilayah Kartago
manakala kota Messana meminta bantuan Kartago
Wilayah Romawi
untuk menuntaskan pertikaian dengan Hieron asal
Sirakusa (bahasa Latin: Hiero Syracusanus; bahasa
Yunani: Ἱέρων των Συρακουσών, Hieron ton
Sirakouson). Setelah orang Kartago turun tangan,
Messana meminta Roma mengusir mereka. Roma
melibatkan diri dalam perang ini karena Sirakusa dan
Messana terlampau dekat dengan kota-kota Yunani
di kawasan selatan Italia yang baru saja takluk, dan
Kartago kini mampu menyerang masuk ke dalam
wilayah kekuasaan Romawi. Selain itu, Roma juga
juga berharap dapat memasukkan Sisilia ke dalam
wilayah kekuasaannya.[35]
Perang Punik II termasyhur karena kehebatan panglima-panglima perangnya, yakni Hannibal Barca
(bahasa Punik: 𐤒𐤓𐤁 𐤋𐤏𐤁𐤍𐤇, Hanibaʿal Baraq) dan Hasdrubal Barca (bahasa Punik: 𐤒𐤓𐤁 𐤋𐤏𐤁𐤓𐤆𐤏,
ʿAzrubaʿal Baraq) di kubu Kartago, serta Marcus Claudius Marcellus, Quintus Fabius Maximus
Verrucosus, dan Publius Cornelius Scipio di kubu Roma. Semasa berlangsungnya Perang Punik II, Roma
juga terlibat dalam Perang Makedonia I. Perang Punik II bermula dengan invasi nekat atas Hispania oleh
Hannibal Barca, Senapati Kartago yang pernah memimpin aksi-aksi militer Kartago di Sisilia pada
Perang Punik I. Hannibal, putra Hamilcar Barca (bahasa Punik: 𐤒𐤓𐤁 𐤕𐤓𐤒𐤋𐤌𐤇, Hamilqart Baraq),
bergerak cepat melintasi Hispania menuju Pegunungan Alpen Italia, sehingga menggentarkan sekutu-
sekutu Roma di Italia. Cara terbaik menggagalkan usaha Hannibal
untuk membuat orang-orang Italia mengkhianati Roma adalah
memperlambat laju pergerakan bala tentara Kartago dengan
serangan-serangan gerilya guna memangkas kekuatan tempur
mereka sedikit demi sedikit. Muslihat ini diusulkan oleh Quintus
Fabius Maximus sehingga akhirnya terkenal dengan sebutan
Muslihat Fabius, dan Quintus Fabius Maximus sendiri kelak dijuluki
Cunctator (Si Penghambat). Akibat muslihat ini, Hannibal tidak
dapat menggerakkan cukup banyak kota di Italia untuk melawan
Roma maupun untuk menambah kekuatan tempurnya yang sudah
menyusut akibat aksi-aksi gerilya Romawi, sehingga jumlah prajurit
dan alat tempurnya tidak cukup memadai untuk dikerahkan
mengepung Roma.
Setengah abad lebih sesudah peristiwa-peristiwa ini, Kartago sudah benar-benar terpuruk, dan Roma
sudah tidak lagi memusingkan seteru Afrikanya itu. Perhatian Republik Romawi kala itu sepenuhnya
diarahkan pada kerajaan-kerajaan Helenistik di Yunani dan pemberontakan-pemberontakan di Hispania.
Kendati demikian, sesudah melunasi pampasan perang, Kartago merasa tidak perlu lagi tunduk dan patuh
pada Roma, berlawanan dengan pandangan senatus. Ketika diinvasi Numidia pada tahun 151 SM,
Kartago meminta Roma turun tangan. Duta-duta pun diutus ke Kartago, antara lain Marcus Porcius Cato.
Setelah menginsyafi bahwa Kartago masih berpeluang bangkit dari keterpurukan dan kembali berjaya,
Marcus Porcius Cato senantiasa mengakhiri setiap pidatonya, apa pun isinya, dengan kalimat "Ceterum
censeo Carthaginem esse delendam" (akhir kata, menurut hemat saya, Kartago harus dibinasakan).
Perang Punik III meletus pada tahun 149 SM, ketika Roma memaklumkan perang melawan Kartago,
yang telah lancang memerangi Numidia tanpa persetujuan Roma. Dengan mengerahkan seluruh
warganya, Kartago mampu menangkis serangan pertama Roma. Kendati demikian, Kartago tidak cukup
tangguh untuk membendung serangan Scipio Aemilianus, yang meluluhlantakkan seantero kota beserta
tembok-temboknya, memperbudak dan menjual habis seluruh warganya, serta menegakkan kedaulatan
Romawi di bekas wilayah Kartago, yang menjadi cikal bakal dari Provinsi Afrika jajahan Romawi.
Dengan demikian, zaman Perang Punik pun berakhir. Semua perang ini membuat Roma mendapatkan
daerah-daerah jajahan seberang laut yang pertama (Sisilia, Hispania, dan Afrika), melambungkan Roma
menjadi salah satu negara kekaisaran utama, dan menjadi awal dari berakhirnya demokrasi. [38][39]
Gerombolan-gerombolan warga kota pengangguran, yang dikendalikan oleh senator-senator yang saling
bersaing, mengintimidasi para pemilih dengan kekerasan. Keadaan semacam ini mencapai puncaknya
pada akhir abad ke-2 SM, manakala Gracchus bersaudara, dua orang tribun adik-beradik,
memperjuangkan pengesahan dan penerapan undang-undang reformasi pertahanan, yang mengatur
tentang pembagi-bagian kembali tanah-tanah milik kaum Patricius kepada kaum Plebs. Gracchus
bersaudara tewas dibunuh orang, dan senatus meloloskan rancangan undang-undang baru yang
mementahkan kembali semua jerih payah Gracchus bersaudara.[46] Peristiwa ini menimbulkan keretakan
hubungan yang terus melebar di antara kaum Plebs (kubu populares) dan kaum Eques (kubu optimates).
Ketika itulah Gaius Marius mulai bertikai dengan Lucius Cornelius Sulla. Gaius Marius, yang hendak
menangkap Iugurtha, meminta Bocchus, menantu Iugurtha sendiri, untuk menyerahkan Iugurtha
kepadanya. Ketika niat Gaius Marius tidak tercapai, Lucius Cornelius Sulla, yang kala itu adalah salah
seorang perwira bawahan Gaius Marius, nekat menerjang bahaya demi dapat bertatap muka secara
langsung Bocchus dan berhasil membujuknya untuk untuk menyerahkan Iugurtha. Keberhasilan Lucius
Cornelius Sulla sangat menggusarkan Gaius Marius karena sekian banyak seterunya terus-menerus
memanas-manasi Lucius Cornelius Sulla untuk menentangnya. Kendati demikian, Gaius Marius tetap
saja terpilih menjadi consul sampai lima kali berturut-turut dari tahun 104 sampai dengan tahun 100 SM,
karena Roma masih membutuhkan kehadiran seorang pemimpin militer untuk menundukkan orang
Kimbri dan orang Teuton, yang mengancam ketenteraman Roma.
Seusai Perang Sekutu, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla menjadi
tokoh-tokoh militer terkemuka di Roma, dan para pendukung mereka
saling berseteru memperebutkan kekuasaan. Pada tahun 88 SM, Lucius
Cornelius Sulla terpilih menjadi consul untuk pertama kalinya, dan tugas Lucius Cornelius Sulla
perdananya adalah mengalahkan Mitridates VI dari Pontus, yang berniat
menguasai bagian timur dari wilayah kekuasaan bangsa Romawi.
Kendati demikian, para pendukung Gaius Marius berhasil memperjuangkan pengangkatannya menjadi
senapati di luar kemauan Lucius Cornelius Sulla maupun senatus, sehingga mengobarkan amarah Lucius
Cornelius Sulla. Demi mengukuhkan kekuasaannya sendiri, Lucius Cornelius Sulla mengambil suatu
langkah yang mengejutkan sekaligus melanggar hukum, yakni memimpin perbarisan legiun-legiunnya
menuju Roma, membunuh semua orang yang menunjukkan keberpihakan pada Gaius Marius,
menancapkan kepala korban-korbannya pada galah, lalu dipajang di Forum Romanum. Pada tahun
berikutnya, yakni tahun 87 SM, Gaius Marius, yang tadinya lari menghindari aksi militer Lucius
Cornelius Sulla, pulang ke Roma selagi Lucius Cornelius Sulla sibuk berperang di Yunani. Ia merebut
kekuasaan bersama-sama dengan consul Lucius Cornelius Cinna, membunuh consul yang satunya lagi,
yakni Gnaeus Octavius, dan menjadi consul untuk ketujuh kalinya. Dengan maksud membangkitkan
amarah Lucius Cornelius Sulla, Gaius Marius dan Lucius Cornelius Cinna membantai orang-orang yang
mendukung Lucius Cornelius Sulla sebagai bentuk balas dendam atas pembantaian para pendukung
Gaius Marius.[47][48]
Gaius Marius wafat pada tahun 86 BC, karena usia yang sudah lanjut maupun akibat kondisi kesehatan
yang memburuk, hanya beberapa bulan sesudah merebut kekuasaan. Lucius Cornelius Cinna berkuasa
mutlak sampai wafat pada tahun 84 SM. Sepulangnya dari medan perang di bagian timur wilayah
kekuasaan Romawi, Lucius Cornelius Sulla dengan leluasa mengukuhkan kekuasaannya. Pada tahun 83
SM, untuk kedua kalinya ia memimpin perbarisan menuju Roma dan meneror seisi kota. Ribuan
patricius, eques, dan senator dieksekusi mati. Lucius Cornelius Sulla juga menjadi diktator sampai dua
kali masa jabatan, dan menjadi sekali menjadi consul. Masa pemerintahannya merupakan pangkal dari
krisis dan kemerosotan Republik Romawi.[47]
Untuk melawan nasib buruk yang sudah menunggunya, Gaius Iulius Caesar memimpin pasukannya
menyeberangi Sungai Rubico dan menginvasi Roma pada tahun 49 SM. Gnaeus Pompeius dan para kaki
tangannya kabur meninggalkan Jazirah Italia, diburu Gaius Iulius Caesar. Pertempuran Farsalos adalah
kemenangan yang gilang gemilang bagi Gaius Iulius Caesar. Dalam pertempuran ini dan dalam aksi-aksi
militer lainnya, ia menyingkirkan seluruh tokoh pimpinan kubu Optimates, yakni Metellus Scipio, Cato
Muda, dan putra Gnaeus Pompeius yang juga bernama Gnaeus Pompeius. Gnaeus Pompeius senior tewas
terbunuh di Mesir pada tahun 48 SM. Dengan demikian, tinggal Gaius Iulius Caesar seorang diri menjadi
orang kuat Roma sekaligus sasaran kebencian banyak tokoh ningrat. Ia diserahi banyak jabatan dan
dianugerahi banyak penghargaan. Hanya dalam lima tahun, ia sudah menduduki jabatan consul sebanyak
empat kali, jabatan diktator biasa sebanyak dua kali, dan jabatan diktator istimewa sebanyak dua kali,
yang pertama untuk masa jabatan sepuluh tahun, sedangkan yang kedua untuk seumur hidup. Ia tewas
dibunuh komplotan Liberator pada hari Idus Martiae (hari Purnama bulan Maret) tahun 44 SM.[51]
Pada tahun 42 SM, senatus memasyhurkan kedewataan Gaius Iulius Caesar dengan gelar Divus Iulius
(Dewata Iulius), sehingga Octavianus selaku ahli warisnya pun disebut Divi Filius (Putra Dewata).[54]
Pada tahun yang sama Octavianus dan Marcus Antonius berhasil mengalahkan para pembunuh Gaius
Iulius Caesar sekaligus pemimpin komplotan Liberator, yakni Marcus Iunius Brutus dan Gaius Cassius
Longinus, dalam Pertempuran Filipi. Triumviratus II terkenal dengan proscriptio, maklumat pelaknatan
sebagai musuh negara, yang diterbitkannya bagi banyak senator dan tokoh-tokoh kaum eques. Selepas
pemberontakan adik Marcus Antonius, Lucius Antonius, lebih dari 300 orang senator dan tokoh kaum
eques yang terlibat dieksekusi mati pada hari Idus Martiae, kendati Lucius Antonius sendiri tidak
dieksekusi mati.[55] Triumviratus II mengeluarkan maklumat pelaknatan terhadap sejumlah tokoh
penting, termasuk Marcus Tullius Cicero, orang yang dibenci Marcus Antonius;[56] Quintus Tullius
Cicero, adik Marcus Tullius Cicero; dan Lucius Iulius Caesar, saudara sepupu sekaligus sahabat Gaius
Iulius Caesar yang mendukungMarcus Tullius Cicero. Kendati demikian, Lucius Iulius Caesar akhirnya
diberi pengampunan, mungkin atas permintaan kakaknya yang bernama Iulia, ibu dari Marcus
Antonius.[57]
Wangsa Iulia-Claudia
Wangsa Iulia-Claudia (bahasa Latin: Domus Iulio-Claudia) dibentuk oleh Augustus. Kaisar-kaisar dari
wangsa ini adalah Augustus, Tiberius, Caligula, Claudius, dan Nero. Nama wangsa ini adalah gabungan
dari gens Iulia, nama keluarga Augustus, dan gens Claudia, nama keluarga Tiberius. Di satu pihak,
kaisar-kaisar wangsa inilah yang mula-mula meruntuhkan nilai-nilai luhur Republik Romawi, tetapi di
lain pihak, merekalah jugalah yang mengangkat derajat Roma menjadi sebuah negara adidaya di pentas
dunia.[61] Dalam budaya populer, Caligula dan Nero memang lazim dikenang sebagai kaisar-kaisar yang
bobrok, tetapi Augustus dan Claudius dikenang sebagai kaisar-kaisar yang berjaya di bidang politik dan
kemiliteran. Wangsa ini melembagakan tradisi kekaisaran di Roma,[62] dan menghalang-halangi segala
macam usaha untuk memulihkan pemerintahan republik.[63]
Augustus
Augustus memonopoli seluruh kewenangan pemerintah republik dengan
gelar resminya, princeps (ketua). Ia memegang kewenangan consul
(kepala pemerintahan), princeps senatus (ketua majelis sesepuh), aedilis
(pejabat urusan rumah ibadat dan hari besar keagamaan), censor (pejabat
urusan cacah jiwa dan pemantauan akhlak masyarakat), dan tribunus
(pemuka suku), termasuk hak kekeramatan tribunus.[64] Monopoli
kewenangan inilah yang menjadi asas kewenangan seorang kaisar.
Augustus juga menggelari dirinya Imperator Gaius Iulius Caesar Divi
Filius, yang berarti "Sang Pemberi Titah, Gaius Iulius Caesar, Putra
Dewata". Dengan gelar ini, Augustus tidak saja memamerkan hubungan
kekerabatannya dengan mendiang Gaius Iulius Caesar yang telah
dimasyhurkan sebagai dewata, tetapi juga menonjolkan suatu keterkaitan
permanen dengan tradisi kejayaan Romawi melalui pemakaian istilah
Augustus Prima Porta,
imperator.
patung Augustus, Kaisar
Romawi yang pertama,
Augustus juga membatasi pengaruh golongan senatus di kancah politik buatan abad pertama tarikh
dengan memberi ruang yang lebih besar bagi kaum eques. Para senator Masehi
juga kehilangan hak untuk mengatur provinsi-provinsi tertentu, semisal
Mesir, karena wali negerinya ditunjuk langsung oleh kaisar.
Keputusannya membentuk laskar Praetoriani dan memperbaharui tatanan kemiliteran menghasilkan
sebuah angkatan bersenjata berkekuatan tetap 28 legiun, sehingga segenap angkatan bersenjata Romawi
dapat ia kendalikan seorang diri.[65] Jika dibandingkan dengan zaman rezim Triumviratus II, masa
pemerintahan Augustus selaku princeps sangat tenteram. Keadaan aman dan makmur, yang dijamin
penguasaan Roma atas Mesir, sebuah provinsi agraris,[66] mendorong rakyat dan kaum ningrat Roma
untuk mendukung Augustus memperbesar kewenangannya dalam urusan politik.[67] Dalam kegiatan
militer, Augustus tidak ikut serta dalam pertempuran-pertempuran. Para senapatilah yang bertanggung
jawab memimpin bala tentara di medan tempur, sehingga muncul tokoh-tokoh perwira yang disegani
masyarakat maupun legiun-legiun, misalnya Marcus Vipsanius Agrippa, Nero Claudius Drusus, dan
Germanicus Iulius Caesar. Augustus berniat menjadikan seluruh dunia, yang sudah dikenal orang kala
itu, sebagai bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi, dan pada masa pemerintahannya, Roma
menaklukkan Cantabria, Aquitania, Raetia, Dalmatia, Illyria, dan Pannonia.[68]
Pada masa pemerintahan Augustus, kesusastraan Romawi terus berkembang, sehingga zaman ini disebut
pula Abad Keemasan kesusastraan Latin. Para penyair seperti Vergilius, Horatius, Ovidius, dan Rufus
menghasilkan karya-karya sastra yang bernas, dan bersahabat karib dengan Augustus. Bersama Gaius
Cilnius Maecenas , Augustus mendorong penggubahan syair-syair kepahlawanan, semisal syair
wiracarita Aeneis gubahan Vergilius, dan penyusunan karya-karya tulis sejarah, semisal Ab Urbe Condita
Libri karya Livius. Karya-karya tulis dari Abad Keemasan kesusastraan ini bertahan sepanjang zaman
Kekaisaran Romawi, dan dihargai sebagai karya-karya klasik. Augustus juga meneruskan usaha
peralihan ke penanggalan baru yang dirintis oleh mendiang Gaius Iulius Caesar, dan salah satu bulan
dalam penanggalan baru ini ia beri nama Augustus (bulan Agustus).[69] Augustus menghantarkan Roma
memasuki kurun waktu damai dan sejahtera, yang dikenal dengan sebutan Pax Augusta atau Pax
Romana. Augustus wafat pada tahun 14 M, tetapi kejayaan kekaisaran tetap bertahan sepeninggalnya.
Tiberius wafat (atau tewas dibunuh)[73] pada tahun 37 M. Ahli waris laki-laki wangsa Iulia-Claudia kala
itu adalah Claudius (kemenakan Tiberius), Tiberius Gemellus (cucu Tiberius), dan Caligula (anak dari
kemenakan Tiberius). Karena Tiberius Gemellus masih kanak-kanak, Caligula pun terpilih menjadi
kepala negara yang baru. Ia adalah penguasa yang dicintai rakyat selama paruh pertama masa
pemerintahannya, tetapi berubah menjadi tiran yang kasar dan sinting saat menguasai
pemerintahan.[74][75] Menurut sejarawan Suetonius, Caligula melakukan hubungan sedarah dengan
saudari-saudari kandungnya, membunuh sejumlah orang hanya untuk bersenang-senang, dan mengangkat
seekor kuda menjadi consul.[76] Laskar Praetoriani membunuh Caligula empat tahun sesudah Tiberius
wafat,[77] dan dengan dukungan para senator, mereka mengelu-elukan paman Caligula, Claudius, sebagai
kaisar yang baru.[78] Claudius bukanlah penguasa yang sewenang-wenang seperti Tiberius dan Caligula.
Ia menaklukkan Likia dan Trake. Tindakannya yang paling penting adalah merintis usaha penaklukan
Britania.[79] Claudius tewas diracun istrinya, Agrippina Muda pada tahun 54 M.[80] Ahli waris Claudius
adalah anak tirinya, Nero, putra Agrippina Muda dari suami terdahulu, karena anak kandung Claudius,
Britannicus, belum cukup umur saat ditinggal mati ayahnya.
Nero memerintahkan Senapati Suetonius Paulinus untuk menginvasi daerah yang kini menjadi wilayah
Wales. Invasi bangsa Romawi disambut bangsa pribumi dengan perlawanan gigih. Orang Kelt yang
mendiami daerah itu adalah suku bangsa yang mandiri, tangguh, berani mengusir pemungut cukai
Romawi, dan nekat memerangi Suetonius Paulinus saat menerobos dari timur ke barat. Ia harus berjuang
dalam waktu yang lama sebelum berhasil mencapai daerah pesisir barat laut, dan pada tahun 60 M, ia
akhirnya berlayar menyeberangi Selat Menai menuju pulau keramat Mona (sekarang Anglesey), benteng
terakhir kaum druid.[81][82] Bala tentara Romawi menyerbu Pulau Mona, membantai kaum druid,
penduduk lelaki, perempuan, maupun kanak-kanak,[83] menghancurkan tempat-tempat suci dan hutan-
hutan larangan, serta membuang banyak tugu batu keramat ke laut. Manakala Paulinus dan bala
tentaranya membantai kaum Druid di Mona, suku-suku yang berdiam di daerah yang sekarang disebut
Anglia Timur bangkit memberontak di bawah pimpinan Boadicca, ratu orang Ikeni.[84] Para pemberontak
menjarah dan membumihanguskan Camulodunum (Colchester), Londinium (London), dan Verulamium
(St Albans) sebelum akhirnya diberantas Paulinus.[85] Sama seperti Kleopatra, Ratu Boadicca memilih
bunuh diri daripada dipermalukan bangsa Romawi dengan cara diarak dalam pawai kemenangan di
Roma.[86] Tanggung jawab Nero atas pemberontakan ini masih dapat diperdebatkan, tetapi tetap saja
berdampak (positif maupun negatif) pada kewibawaan rezimnya.
Nero sudah umum dikenal sebagai penganiaya utama umat Kristen, dan dikenang karena peristiwa
kebakaran besar di kota Roma, yang menurut desas-desus direkayasa sendiri oleh Nero.[87][88] Nero
membunuh ibunya pada tahun 59 M, dan membunuh istrinya, Claudia Octavia, pada tahun 62 M. Kaisar
yang tidak pernah tetap pendiriannya ini membiarkan para penasihatnya menjalankan pemerintahan,
sementara ia sibuk menuruti hawa nafsu, berfoya-foya, dan bertingkah gila-gilaan. Nero kawin sampai
tiga kali, dan bermain serong dengan banyak laki-laki maupun perempuan, bahkan konon dengan ibu
kandungnya. Aksi makar pada tahun 65 M di bawah pimpinan Calpurnius Piso tidak berhasil
menjatuhkan Nero, tetapi pada tahun M, angkatan bersenjata Romawi di bawah pimpinan Julius Vindex
di Galia dan Servius Sulpicius Galba di Hispania melakukan pemberontakan. Nero, yang ditinggalkan
laskar Praetoriani dan dipidana mati oleh senatus, akhirnya bunuh diri.[89]
Wangsa Flavia
Wangsa Flavia adalah wangsa kedua yang menguasai tampuk
pemerintahan Roma.[90] Pada tahun 68 M, tahun kemangkatan Nero,
belum ada peluang untuk menegakkan kembali pemerintahan Republik
Romawi, sehingga seorang kaisar baru harus dipilih untuk mengepalai
pemerintahan. Sesudah hingar-bingar Tahun Empat Kaisar berlalu, Titus
Flavius Vespasianus mengambil alih tampuk pemerintahan dan
membentuk wangsa penguasa yang baru. Pada zaman wangsa Flavia,
Roma meneruskan usaha perluasan wilayahnya, dan keamanan negara
dapat terus dipertahankan.[91][92]
Vespasianus
Vespasianus berpangkat senapati pada masa pemerintahan Claudius dan Nero. Bersama putranya, Titus,
ia memimpin bala tentara Romawi dalam Perang Yahudi-Romawi I. Pada Tahun Empat Kaisar yang
penuh huru-hara, yakni tahun 69 M, empat orang kaisar silih berganti menduduki singgasana, yakni
Galba, Otho, Vitellius, dan akhirnya Vespasianus, yang menghancurkan bala tentara Vitellius dan
menjadi kaisar.[94] Ia membangun ulang berbagai bangunan yang tidak kunjung rampung dikerjakan,
misalnya sebuah patung dewa Apollo dan kuil Divus Claudius (Dewata Claudius), yang dibangun atas
prakarsa Nero. Bangunan-bangunan yang rusak dimakan api dalam peristiwa kebakaran besar di kota
Roma dibangun kembali, dan Bukit Capitolium direvitalisasi. Vespasianus juga memprakarsai
pembangunan Gelanggang Pertunjukan Flavianus (bahasa Latin: Amphitheatrum Flavium), yang lebih
lazim dikenal dengan sebutan "Koloseum" (gedung arca raksasa).[95] Sejarawan Flavius Iosephus dan
Plinius Tua berkarya pada masa pemerintahan Vespasianus. Vespasianus adalah penyandang dana Flavius
Iosephus, dan Plinius Tua mendedikasikan karya tulisnya yang berjudul Naturalis Historia kepada Titus,
putra Vespasianus. Vespasianus mengerahkan berlegiun-legiun prajurit Romawi untuk mempertahankan
tapal batas wilayah timur di Kapadokia, memperpanjang masa pendudukan Romawi di Britania
(sekarang Inggris, Wales, dan kawasan selatan Skotlandia) dan memperbaharuai sistem perpajakan. Ia
mangkat pada tahun 79 M.
Wangsa Nerva–Antonina
Zaman wangsa Nerva–Antonina berlangsung mulai tahun 96 M sampai tahun 192 M. Kaisar-kaisar yang
memerintah dalam kurun waktu ini adalah Nerva, Traianus, Hadrianus, Antoninus Pius, Marcus Aurelius,
Lucius Verus, dan Commodus. Pada kurun waktu inilah Kekaisaran Romawi mencapai puncak
kegemilangan dalam hal luas wilayah dan tingkat kemakmurannya.[100] Inilah kurun waktu ketenteraman
bagi Roma. Kaisar dipilih karena keunggulan dan kecakapan
yang dimilikinya, bukan lagi karena hubungan kekerabatannya
dengan kaisar-kaisar terdahulu. Bala tentara Romawi tidak pernah
mengalami kekalahan, dan tidak ada perang saudara selama
kurun waktu ini. Setelah Domitianus tewas dibunuh, senatus
segera menetapkan Nerva menjadi pemangku kemuliaan
kekaisaran. Inilah kali pertama senatus memilih kaisar semenjak
Octavianus dianugerahi gelar princeps dan Augustus. Nerva Luas wilayah Kekaisaran Romawi
berdarah ningrat, dan pernah menjadi penasihat Nero maupun mencapai puncaknya pada tahun
kaisar-kaisar wangsa Flavia. Ia membatalkan banyak keputusan 117 M, semasa pemerintahan Kaisar
Traianus
yang mengekang kebebasan dari masa pemerintah
Domitianus, [101] dan mempelopori zaman keemasan Roma yang
terakhir.
Traianus
Nerva mangkat pada tahun 98 M, dan digantikan oleh ahli
warisnya, Senapati Traianus. Traianus berasal dari keluarga non-
patricius di Hispania Betika (sekarang Andalusia), dan mulai
menonjol saat menjalani masa baktinya dalam angkatan
bersenjata pada masa pemerintahan Domitianus. Ia adalah kaisar
yang kedua dari lima kaisar budiman. Kaisar budiman yang
pertama adalah Nerva. Sorak-sorai warga Roma yang menyambut
gembira penobatannya ia balas dengan pemerintahan yang baik
dan tanpa pertumpahan darah seperti yang terjadi pada masa
pemerintahan Domitianus. Ia membebaskan banyak orang yang
dipenjarakan dengan sewenang-wenang oleh Domitianus, dan
mengembalikan harta kekayaan perseorangan yang pernah disita
oleh Domitianus. Kebijakan ini sesungguhnya sudah dimulai oleh
Nerva sebelum kemangkatannya.[102]
Keadilan Traianus karya Eugène
Delacroix
Traianus menaklukkan Dacia (kurang lebih wilayah Rumania dan
Moldova sekarang ini), dan mengalahkan Raja Decebalus, yang
pernah mengecundangi bala tentara Kaisar Domitianus. Pada Perang Dacia I (101–102), Dacia kalah dan
menjadi negara gundal Romawi. Pada Perang Dacia II (105–106), Traianus menghancurkan seluruh
kekuatan pertahanan Dacia, dan menjadikannya bagian dari wilayah Kekaisaran Romawi. Traianus juga
menganeksasi negara gundalnya, Nabatea, dan menjadikannya Provinsi Arabia Petrea dalam wilayah
Kekaisaran Romawi, yang meliputi kawasan selatan Negeri Syam dan kawasan barat laut Jazirah
Arab.[103] Ia mendirikan banyak bangunan yang masih tegak sampai sekarang, misalnya Forum Traiani
(alun-alun Traianus), Mercatus Traiani (pasar Trayanus), dan Columna Traiani (tugu Trayanus). Arsitek
andalannya adalah Apollodorus Damascenus (Apollodorus asal Damsyik). Apollodoruslah yang
merancang Forum Traiani dan Columna Traiani, serta mereka ulang gedung Pantheum (kuil segala
dewa-dewi). Gapura peringatan kemenangan Traianus di Ancona dan Beneventum juga adalah hasil
rancangannya. Semasa Perang Dacia II, Apollodorus merancang sebuah jembatan besar melintasi Sungai
Donau bagi Traianus.[104]
Perang terakhir yang dilancarkan Traianus adalah perang melawan Partia. Kekaisaran Romawi dan Partia
berbagi kekuasaan atas Armenia, sehingga langkah Partia mengangkat seorang raja untuk menduduki
singgasana Kerajaan Armenia membuat Kekaisaran Romawi tersinggung, dan mendorong Traianus
memaklumkan perang. Mungkin sekali Traianus berniat menjadi Kaisar Romawi pertama yang berhasil
menaklukkan Partia, dan mengulangi kejayaan Aleksander Agung, sang penakluk Asia.[105] Pada tahun
113, ia memimpin bala tentara Romawi bergerak menuju Armenia guna menggulingkan raja negeri itu.
Pa tahun 115, Traianus berbalik ke selatan menuju jantung peradaban Partia, merebut kota Nisibis dan
Batnæ di kawasan utara Mesopotamia, mendirikan Provinsi Mesopotamia pada tahun 116, dan mencetak
uang-uang logam sebagai pernyataan kedaulatan bangsa Romawi atas Armenia dan Mesopotamia.[106]
Pada tahun yang sama, ia merebut Seleukia Tepi Tigris dan Ktesifon (dekat kota Bagdad sekarang ini),
ibu kota Partia.[107] Sesudah memadamkan pemberontakan bangsa Partia dan pemberontakan bangsa
Yahudi, Trainanus terpaksa beristirahat karena kesehatannya terganggu. Pada tahun 117, sakitnya
bertambah parah, dan ia akhirnya wafat akibat sembap. Ia menetapkan Hadrianus menjadi ahli warisnya.
Di bawah kepemimpinan Traianus, luas wilayah kedaulatan Kekaisaran Romawi mencapai puncaknya,
yakni 2.500.000 mil persegi (6.474.970 kilometer persegi).[108]
Commodus, putra Marcus Aurelius, naik takhta sepeninggal ayahnya. Ia tidak terhitung sebagai salah
seorang "kaisar budiman", pertama-tama karena adanya ikatan kekerabatan langsung antara dirinya dan
Marcus Aurelius, selain itu juga karena ia dinilai pasif dibanding kaisar-kaisar pendahulunya, yang acap
kali turun langsung ke medan laga memimpin bala tentara. Commodus biasa bertarung dalam
pertunjukan-pertunjukan laga gladiator, yang acapkali mempertontonkan kebengisan dan kebiadaban. Ia
membunuh banyak warga negara, dan masa pemerintahannya menjadi awal dari dekadensi Kekaisaran
Romawi, sebagaimana yang diungkapkan oleh sejarawan Cassius Dio, "sejarah kita kini merosot, dari
kerajaan emas menjadi kerajaan besi dan karat."[116]
Wangsa Severana
Commodus mangkat dibunuh komplotan yang melibatkan Quintus Aemilius Laetus dan istrinya, Marcia,
menjelang akhir tahun 192 M. Tahun berikutnya dikenal sebagai Tahun Lima Kaisar. Helvius Pertinax,
Didius Iulianus, Pescennius Niger, Clodius Albinus, dan Septimius Severus berturut-turut naik takhta
dalam tahun yang sama. Helvius Pertinax, salah seorang anggota senatus yang pernah menjadi tangan
kanan Marcus Aurelius, adalah orang pilihan Quintus Aemilius Laetus. Ia memerintah dengan tegas dan
adil, sampai-sampai membuat Quintus Aemilius Laetus iri hati dan merancang pembunuhan terhadap
dirinya oleh laskar Praetoriani. Laskar Praetoriani selanjutnya melelang jabatan kaisar dan
menyerahkannya kepada si pemenang lelang, Didius Julianus, yang bersedia membayar mereka sebanyak
25.000 keping sestertius per kepala.[117] Warga Roma berulang kali memohon legiun-legiun penjaga
tapal batas untuk datang menyelamatkan mereka. Legiun-legiun dari 3 provinsi perbatasan, yakni
Britania, Panonia Hulu, dan Suriah, yang kala itu sedang kecewa karena tidak kebagian donativum,
menanggapi permohonan warga Roma dengan mengangkat senapati masing-masing menjadi kaisar baru.
Lucius Septimius Severus Geta, senapati legiun Panonia Hulu, menyuap pasukan-pasukan penentang,
menganugerahkan pengampunan kepada laskar Praetoriani, dan naik takhta menjadi kaisar. Ia dan para
penggantinya memerintah dengan sokongan legiun-legiun. Perubahan dalam pembuatan uang logam dan
belanja militer merupakan biang keladi dari masalah keuangan selama Krisis Abad Ketiga.
Septimius Severus
Septimius Severus naik takhta sesudah menginvasi Roma dan
menewaskan Didius Iulianus. Kedua saingannya, Pescennius Niger
dan Clodius Albinus, juga dimasyhurkan sebagai imperator oleh
kubu pendukung masing-masing. Septimius Severus segera
menundukkan Percennius Niger di Bizantium, dan menjanjikan gelar
caesar kepada Clodius Albinus (artinya menjanjikan jabatan rekan
kaisar).[118] Kendati demikian, Septimius Severus mengkhianati
Clodius Albinus dengan mendakwanya telah mendalangi usaha
untuk membunuhnya. Septimius Severus memimpin bala tentara
menuju Galia dan mengalahkan Clodius Albinus. Semua tindakan
ini membuat Machiavelli mengibaratkan Septimius Severus sebagai Tondo Severana, ca. 199 M,
"singa yang buas sekaligus rubah yang cerdik"[119] memuat potret Septimius
Severus, Iulia Domna, Caracalla,
Septimius Severus berusaha menghidupkan kembali pemerintahan dan Geta, yang wajahnya
terhapus
totaliter. Dalam amanatnya di hadapan rakyat dan senatus, ia
memuji-muji ketegasan serta kebengisan Gaius Marius dan Sulla.
Amanat ini tak ayal membuat para senator merasa was-was.[120]
Ketika Partia menginvasi wilayah Romawi, Septimius Severus pun memaklumkan perang. Ia merebut
kota Nisibis, Babel, dan Seleukia Tepi Tigris. Sesampainya di Ktesifon, ibu kota Partia, ia
memerintahkan bala tentara Romawi untuk menjarah habis kota itu. Bala tentara Romawi membantai dan
menawan banyak warga Ktesifon. Kendati demikian, ia gagal merebut Hatra, sebuah kota yang makmur
milik bangsa Arab. Septimius Severus membunuh legatusnya sendiri, hanya karena si legatus disegani
legiun-legiun, dan bala tentaranya menderita kelaparan. Seusai aksi militer celaka ini, ia pulang ke
Roma.[121] Septimius Severus juga berniat menundukkan seantero Britania. Untuk itu ia memaklumkan
perang melawan orang Kaledoni. Sesudah banyak jatuh korban di pihak Romawi akibat medan yang sulit
dan serangan-serangan dadakan orang-orang Barbar, Septimius Severus akhirnya turun langsung ke
medan laga. Kendati demikian, ia akhirnya jatuh sakit dan mangkat pada tahun 211 AD, tatkala berumur
65 tahun.
Ketika tahu bahwa warga kota Aleksandria tidak suka padanya, serta
mempergunjingkan sifat buruknya, Caracalla pun mengundang para
warga terkemuka Aleksandria ke sebuah acara perjamuan. Seluruh tamu
undangan akhirnya tewas dibantai prajurit-prajurit Caracalla. Dari kuil
Serapis yang aman terlidung, Caracalla memerintahkan pembantaian
warga Aleksandria tanpa pandang bulu.[122][123] Pada tahun 212, ia
mengeluarkan Maklumat Caracalla, berisi penganugerahan Patung dada Kaisar
kewarganegaraan Romawi kepada semua laki-laki merdeka yang berdiam Caracalla di Museum
Pergamon, Berlin
di dalam wilayah kekaisaran, tetapi pada saat yang sama ia juga
menaikkan tarif pajak warisan, yang hanya dipungut dari warga negara
Romawi, sampai 10 persen. Ramalan seorang tukang tenung bahwa praefectus praetorio, Macrinus, dan
putranya akan memerintah kekaisaran, dilaporkan secara tertulis kepada Caracalla, tetapi jatuh ke tangan
Macrinus. Sadar bahwa ia harus bertindak jika tidak ingin mati konyol, Macrinus pun merancang
pembunuhan Caracalla oleh salah seorang pengawalnya selagi berziarah ke kuil dewi Luna di Haran pada
tahun 217 M.
Macrinus, yang tidak cakap memerintah, naik takhta menjadi kaisar yang baru, tetapi bermastautin di
Antiokhia, alih-alih di Roma. Masa pemerintahannya yang singkat berakhir pada tahun 218, manakala
Bassianus, pendeta kuil dewa matahari di Emesa, konon anak haram Caracalla, dimasyhurkan sebagai
kaisar oleh prajurit-prajurit bawahan Macrinus yang merasa kecewa dengannya. Dengan suap, Bassianus
berhasil mendapatkan dukungan legiuner-legiuner, dan mengerahkan mereka untuk memerangi Macrinus
dan laskar Praetoriani. Bassianus mengganti namanya menjadi Antoninus, tetapi lebih dikenal dalam
sejarah dengan nama Elagabalus, nama dewa sesembahannya, yang dilambangkan dengan sebongkah
batu hitam besar. Elagabalus tidak cakap memerintah lagi gasang orangnya.[38] Ia dikenal boros dan suka
berfoya-foya, sehingga menggusarkan semua orang kecuali anak-anak emasnya. Cassius Dio,
Herodianus, dan kitab Historia Augusta, mengabadikan banyak keterangan mengenai sifat borosnya ini.
Ia mengadopsi saudara sepupunya, Alexander Severus, memberinya gelar caesar, tetapi kemudian iri
padanya, dan berusaha membunuhnya. Laskar Praetoriani, yang lebih memihak Alexander Severus,
membunuh Elagabalus, menyeret penggalan-penggalan jenazahnya menyusuri jalan-jalan kota Roma
sebelum akhirnya dibuang ke Sungai Tiber. Elagabalus digantikan oleh Alexander Severus, saudara
sepupunya. Alexander Severus memerangi banyak musuh, semisal Persia yang sudah pulih seperti
sediakala, dan suku-suku Jermanik yang menginvasi Galia. Kekalahan-kekalahannya di medan perang
menimbulkan rasa tidak puas di kalangan prajurit. Ia akhirnya tewas dibunuh para prajurit saat sedang
memimpin perang melawan suku-suku Jermanik pada tahun 235 M.[124]
Diocletianus
Pada tahun 284 M, Diocletianus dimasyhurkan sebagai imperator oleh angkatan bersenjata kawasan
timur. Diocletianus memulihkan kekaisaran dari krisis, melalui perubahan haluan politik dan ekonomi.
Suatu bentuk pemerintahan yang baru pun dibentuk, yakni tetrarchia (catur rajya). Wilayah Kekaisaran
Romawi dibagi menjadi empat bagian, dua di kawasan barat dan dua di kawasan timur, masing-masing
diperintah oleh seorang kaisar. Keempat serangkai yang pertama adalah Diocletianus (di timur),
Maximianus (di barat), serta dua orang kaisar-muda, yakni Galerius (di timur) dan Flavius Constantius
(di barat). Demi memperbaiki perekonomian negara, Diocletianus melakukan sejumlah pembaharuan
perpajakan.[130]
Diocletianus mengusir bangsa Persia yang merajalela di Suriah, dan menaklukkan sejumlah suku barbar
bersama Maximianus. Diocletianus meniru banyak perilaku raja-raja Dunia Timur, misalnya mengenakan
perhiasan dari mutiara serta berjubah dan berterompah kencana. Setiap orang yang menghadap kaisar
pun diwajibkan bersujud menyembah seturut adat Dunia Timur,
yang belum pernah dipraktikkan di Roma sebelumnya.[131]
Diocletianus tidak lagi berpura-pura bahwa negara masih
berbentuk republik, sebagaimana yang dilakukan kaisar-kaisar
pendahulunya semenjak Augustus berkuasa.[132] Antara tahun
290 dan tahun 330, setengah lusin kota ditetapkan menjadi ibu
kota baru oleh kaisar-kaisar empat serangkai, baik secara resmi
maupun tidak, yakni Antiokhia, Nikomedia, Tesalonika,
Sirmium, Milan, dan Trier.[133] Diocletianus juga bertanggung
jawab atas aksi aniaya besar-besaran terhadap umat Kristen pada
masa pemerintahannya. Pada tahun 303, Diocletianus dan
Galerius memulai aksi aniaya tersebut, memerintahkan
Sekeping follis bergambar Kaisar
penghancuran rumah-rumah ibadat dan kitab-kitab agama
Diocletianus
Kristen, serta mengharamkan peribadatan Kristen.[134]
Diocletianus turun takhta pada tahun 305 M bersama-sama
dengan Maximianus. Dengan demikian, ia adalah Kaisar Romawi pertama yang melepaskan jabatannya.
Masa pemerintahannya menyudahi era pemerintahan kaisar-kaisar pendahulunya, yakni pemerintahan
para princeps (ketua), dan mengawali era pemerintahan yang baru, pemerintahan para dominus (tuan
besar).
Masa pemerintahan Iulianus, kaisar yang berusaha menghidupkan kembali agama asli Romawi dan
Yunani akibat dipengaruhi penasihatnya, Mardonius, hanyalah jeda singkat dalam kurun waktu
pemerintahan kaisar-kaisar Kristen. Konstantinopolis menjadi ibu kota baru Kekaisaran Romawi. Roma
memang sudah kehilangan arti pentingnya semenjak timbul Krisis Abad Ketiga. Mediolanum menjadi
ibu kota wilayah barat dari tahun 286 sampai tahun 330, sebelum Kaisar Honorius menetapkan Ravenna
menjadi ibu kota yang baru pada abad ke-5.[138] Kebijakan Constantinus untuk melakukan tata ulang
moneter dan pembaharuan tata usaha negara, yang mampu mempersatukan kembali seantero wilayah
Kekaisaran Romawi di bawah pemerintahan satu orang kaisar, serta usahanya membangun kembali kota
Bizantium telah menimbulkan perubahan besar pada kurun waktu pertengahan Abad Kuno.
Invasi suku-suku Barbar ke wilayah Kekaisaran Romawi pada kurun waktu 100–500 M. Orang Visigoth
memasuki Athena. Penjarahan Roma oleh Orang Barbar pada Tahun 410 karya Joseph-Noël Sylvestre.
Keadaan menjadi kian genting pada tahun 408, sepeninggal Stilicho, senapati yang berikhtiar
mempersatukan kembali kekaisaran yang terbagi dua dan berjasa mengusir suku-suku bangsa barbar
yang menginvasi wilayah kekaisaran pada tahun-tahun permulaan abad ke-5 M. Angkatan bersenjata
lapangan yang profesional hancur berantakan. Pada tahun 410, zaman wangsa Theodosiana, orang
Visigoth menyerbu dan menjarah rayah kota Roma.[141] Pada abad ke-5, Kekaisaran Romawi Barat
mengalami penyusutan wilayah kedaulatan. Orang Vandal menaklukkan Afrika Utara, orang Visogoth
menduduki kawasan selatan Galia, orang Suebi merebut Hispania Galisia, Britania ditelantarkan
pemerintah pusat, dan Kekaisaran Romawi dirongrong invasi-invasi Attila, pemimpin orang
Hun.[142][143][144][145][146][147] Senapati Orestes menolak memenuhi tuntutan-tuntutan suku-suku barbar
"sekutu", yang kala itu merupakan bagian dari angkatan bersenjata kekaisaran, dan berusaha mengusir
mereka dari Italia. Tindakan Orestes membuat Odoacer, pemimpin suku-suku barbar sekutu, naik pitam.
Odoacer mengalahkan sekaligus menewaskan Orestes, menginvasi Ravenna, dan menggulingkan Kaisar
Romulus Augustus, putra Orestes. Peristiwa yang terjadi pada tahun 476 ini biasanya dianggap sebagai
tonggak sejarah penanda batas antara Abad Kuno dan Abad Pertengahan.[148][149] Mantan kaisar
keturunan ningrat yang digulingkan Orestes, Iulius Nepos, terus memerintah selaku kaisar di Dalmatia,
bahkan sesudah penggulingan Romulus Augustus, sampai mangkat pada tahun 480. Beberapa sejarawan
berpandangan bahwa Iulius Neposlah Kaisar Romawi Barat yang terakhir, bukan Romulus Augustus.[150]
Setelah merdeka selama kurang lebih 1200 tahun, dan adidaya selama hampir 700 tahun, negara bangsa
Romawi di belahan Dunia Barat akhirnya runtuh.[151] Semenjak saat itu pula muncul berbagai macam
pendapat mengenai sebab-musabab runtuhnya Roma, antara lain akibat hilangnya bentuk pemerintahan
republik, kemerosotan akhlak, tirani militer, perang antargolongan, perbudakan, kemandekan ekonomi,
perubahan lingkungan, wabah penyakit, kemerosotan ras Romawi, serta pasang surut yang sudah menjadi
suratan takdir semua peradaban. Ketika Kekaisaran Romawi Barat tumbang, banyak di antara kaum
pemeluk agama asli mengambinghitamkan agama Kristen dan kemerosotan agama warisan leluhur
bangsa Romawi sebagai biang keladinya; sejumlah pemikir rasionalis pada Zaman Modern menyalahkan
perubahan dari agama kepahlawanan ke agama anti kekerasan yang menyusutkan jumlah prajurit sebagai
biang keladinya; sementara tokoh-tokoh Kristen, semisal Agustinus dari Hipo, berpendapat bahwa
lantaran berkubang dalam dosa-dosa, maka bangsa Romawi sendiri yang patut disalahkan.[152]
Kekaisaran Romawi Timur lain lagi nasibnya. Kekaisaran ini bertahan selama hampir 1000 tahun
sesudah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, dan menjadi negara Kristen yang paling stabil sepanjang
Abad Pertengahan. Pada abad ke-6, Kaisar Iustinianus berhasi merebut kembali Jazirah Italia dari orang
Ostrogoth, Afrika Utara dari orang Vandal, dan kawasan selatan Hispania dari orang Visigoth. Kendati
demikian, baru beberapa tahun sepeninggal Iustinianus, wilayah kekuasaan Romawi Timur di Italia
dipersempit oleh orang Lombardi yang masuk dan bermukim di jazirah itu.[153] Lantaran sudah
melemah, antara lain akibat wabah Iustinianus, kedaulatan kekaisaran ini terancam oleh kemunculan
agama Islam di timur. Para pemeluknya bergerak cepat menaklukkan Syam, Armenia, dan Mesir semasa
berlangsungnya perang-perang Arab-Romawi Timur, dan tak lama kemudian sudah mengincar
Konstantinopolis.[154][155] Pada abad berikutnya, bangsa Arab juga berhasil menguasai kawasan selatan
Italia dan pulau Sisilia.[156] Di sebelah barat wilayah Kekaisaran Romawi Timur, suku-suku Slav juga
berhasil menerobos masuk sampai jauh ke Jazirah Balkan.
Meskipun demikian, Kekaisaran Romawi Timur mampu membendung gerak ekspansi Islam ke
wilayahnya pada abad ke-8. Bahkan semenjak abad ke-9, Kekaisaran Romawi Timur sanggup pula
merebut kembali daerah-daerah yang sudah ditaklukkan bala tentara Islam.[154][157] Pada tahun 1000 M,
Kekaisaran Romawi Timur sedang jaya-jayanya. Kaisar Basilius II menaklukkan Bulgaria dan Armenia,
kebudayaan dan perniagaan pun berkembang.[158] Namun laju ekspansi mendadak terhenti pada tahun
1071, setelah Romawi Timur terkecundang dalam Pertempuran Manzikert. Kekalahan ini menggiring
Kekaisaran Romawi Timur memasuki kurun waktu kemerosotan. Setelah dua dasawarsa dirongrong
kemelut di dalam negeri dan invasi orang Turk, Kaisar Alexius I akhirnya meminta pertolongan kerajaan-
kerajaan Eropa Barat pada tahun 1095.[154] Eropa Barat menanggapi permintaannya dengan
memaklumkan Perang Salib, yang justru berujung pada peristiwa Penjarahan Konstantinopolis oleh
laskar-laskar Perang Salib IV. Jatuhnya Konstantinopolis ke tangan laskar-laskar Perang Salib pada tahun
1204 mengakibatkan Kekaisaran Romawi Timur terpecah belah menjadi banyak negara kecil; yang
paling kuat di antaranya adalah Kekaisaran Nicaea.[159] Sesudah bala tentara kekaisaran berhasil merebut
kembali Konstantinopolis, keadaan Kekaisaran Romawi Timur hanya sedikit lebih bagus dari sekadar
sebuah negara Yunani yang terpojok di pesisir Laut Aigea. Kekaisaran Romawi Timur akhirnya runtuh
sesudah kota Konstantinopolis ditaklukkan oleh Mehmed Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453.[160]
Kemasyarakatan
Roma adalah kota terbesar di Kekaisaran Romawi, dengan populasi kira-kira 450.000 sampai hampir satu
juta jiwa.[161][162][163] Ruang-ruang publik di kota Roma dibisingkan derap kuda dan gelingsir roda-roda
kereta yang terbuat dari besi sampai-sampai Gaius Iulius Caesar pernah mengusulkan agar kereta
dilarang berlalu-lalang pada siang hari. Perkiraan sejarah menunjukkan bahwa sekitar 20% dari populasi
yang tunduk di bawah daulat Romawi Kuno (25–40%,
tergantung tolok ukurnya, di Jazirah Italia)[164] berdiam di
kota-kota yang tak terbilang jumlahnya, dengan populasi
10.000 jiwa ke atas, dan di sejumlah permukiman militer;
tingkat urbanisasi yang sangat tinggi menurut tolok ukur
praindustri. Sebagian besar dari kota-kota ini memiliki forum
(alun-alun), kuil-kuil, dan bangunan-bangunan lain seperti
yang terdapat di kota Roma. Angka harapan hidup kira-kira 28 Forum Romanum, pusat kegiatan politik,
tahun.[165] ekonomi, kebudayaan, dan keagamaan
kota Roma pada zaman republik dan
kekaisaran
Hukum
Artikel utama: Hukum Romawi
Cikal bakal asas-asas dan praktik-praktik hukum Romawi Kuno adalah Undang-Undang Dua Belas Loh
yang diundangkan pada tahun 449 SM, dan hukum-hukum bangsa Romawi yang dikodifikasikan atas
titah Kaisar Iustinianus I sekitar tahun 530 M. Corpus Iuris Civilis (Khazanah Hukum Rakyat), hasil dari
pengodifikasian hukum-hukum bangsa Romawi ini tetap diberlakukan pada zaman Kekaisaran Romawi
Timur, dan menjadi dasar dari pengodifikasian serupa di kawasan barat daratan Eropa. Hukum Romawi,
dalam arti luas, terus diberlakukan di hampir seluruh pelosok Eropa sampai akhir abad ke-17.
Himpunan hukum bangsa Romawi Kuno, sebagaimana termaktub dalam kitab undang-undang hukum
Kaisar Iustinianus dan kitab undang-undang hukum Kaisar Theodosius, terdiri atas tiga kelompok utama,
yakni Ius Civile, Ius Gentium, dan Ius Naturale. Ius Civile (adat rakyat) adalah serangkaian hukum yang
wajib ditaati warga negara Romawi.[166] Praetor Urbanus (penghulu warga kota) adalah pejabat negara
yang berwenang mengadili perkara-perkara yang melibatkan warga negara. Ius Gentium (adat bangsa-
bangsa) adalah serangkaian hukum yang berlaku bagi orang-orang asing dan urusan-urusannya dengan
warga negara Romawi.[167] Praetor Peregrinus (penghulu warga asing) adalah pejabat negara yang
berwenang mengadili perkara-perkara yang melibatkan warga negara dan warga asing. Ius Naturale (adat
kodrati) adalah serangkaian hukum yang dianggap berlaku bagi seluruh umat manusia.
Penggolongan masyarakat
Artikel utama: Kelas sosial di zaman Romawi kuno dan Status dalam sistem hukum Romawi
Masyarakat Romawi Kuno bersifat hierarkis. Budak-budak belian (bahasa Latin: servi) berada pada
jenjang terbawah, orang-orang yang dimerdekakan (bahasa Latin: liberti) berada pada jenjang menengah,
sementara warga negara yang terlahir merdeka (bahasa Latin: cives) menempati jenjang teratas. Warga
negara yang terlahir merdeka pun masih terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Penggolongan yang
paling luas dan paling tua adalah penggolongan menjadi kaum patricius, yakni golongan orang-orang
yang termasuk nasab 100 orang pitarah, sesepuh masyarakat perdana kota Roma, dan kaum plebs, yakni
golongan orang-orang yang tidak termasuk nasab mereka. Penggolongan semacam ini dianggap tidak
terlalu penting lagi pada penghujung zaman republik, karena sejumlah keluarga kaum plebs sudah
menjadi kaya raya dan berkiprah di gelanggang polik, sementara sejumlah keluarga patricius mengalami
keterpurukan ekonomi. Siapa saja, patricius maupun plebs, yang dapat membuktikan bahwa salah
seorang leluhurnya pernah menduduki jabatan consul, adalah orang mulia (bahasa Latin: nobilis). Orang
pertama dari sebuah keluarga yang berhasil menduduki jabatan consul, semisal Gaius Marius dan Cicero,
disebut novus homo (orang baru), orang yang memuliakan keturunannya. Kendati demikian, status
keturunan patricius masih tetap dihargai orang, dan masih banyak jabatan keagamaan yang hanya boleh
diemban oleh kaum patricius.
Penggolongan yang lambat laun dianggap lebih penting adalah
penggolongan menurut kelayakan ikut serta bela negara. Golongan
seseorang ditetapkan secara berkala oleh censor, berdasarkan jumlah
harta kekayaannya. Golongan terkaya adalah golongan senatus
(sesepuh), yang menguasai gelanggang politik dan mengendalikan
angkatan bersenjata. Setingkat di bawahnya adalah golongan eques
(kesatria), yang mula-mula adalah golongan orang-orang yang
mampu memiliki seekor kuda perang. Golongan eques merupakan
golongan saudagar yang berkuasa. Di bawah eques masih ada
beberapa golongan lagi menurut jenis perlengkapan perang yang
mampu dimiliki anggotanya, dan jenjang terbawah ditempati oleh
proletarius (penghasil keturunan), yakni warga negara tanpa properti
yang hanya mampu menyumbangkan warga baru bagi negara.
Sebelum tatanan militer Romawi dirombak oleh Gaius Marius,
golongan proletarius dinilai tidak layak diikutsertakan dalam Patung dada Cato Tua, abad
kegiatan bela negara, dan seringkali digambarkan sebagai kaum pertama SM
yang hanya lebih berharta dan lebih terpandang daripada mantan
budak belian.
Kota-kota asing yang menjalin persekutuan dengan Roma seringkali dianugerahi Ius Latii (hak adat
orang Latini), yakni status di antara warga negara Romawi yang seutuhnya dan warga asing (peregrini),
sehingga mereka mendapatkan hak-hak warga negara berdasarkan hukum Romawi dan para petingginya
berpeluang menjadi warga negara Romawi yang seutuhnya. Kendati cakupannya berbeda-beda, ada dua
macam Ius Latii yang utama, yakni cum suffragio (dengan hak suara, yakni dibenarkan untuk ikut serta
dalam tribus dan comitia tributa) dan sine suffragio (tanpa hak suara, yakni tidak dibenarkan ikut campur
dalam urusan politik Romawi). Sebagian besar negara kota sekutu Roma di Jazirah Italia diberi
kewarganegaraan penuh seusai Perang Sekutu tahun 91–88 SM, dan kewarganegaraan Romawi penuh
dianugerahkan kepada semua laki-laki yang terlahir merdeka di wilayah Kekaisaran Romawi oleh Kaisar
Caracalla pada tahun 212 M.
Pendidikan
Artikel utama: Pendidikan di Romawi Kuno
Pada permulaan zaman Republik Romawi, belum ada sekolah-sekolah untuk umum, sehingga anak-anak
lelaki diajari baca tulis oleh orang tua masing-masing, atau oleh seorang budak terpelajar yang disebut
paedagogus, dan lazimnya berkebangsaan Yunani.[169][170][171] Tujuan utama pendidikan kala itu adalah
melatih anak-anak muda agar menguasai ilmu bercocok tanam, ilmu perang, adat istiadat bangsa
Romawi, dan urusan-urusan kepamongprajaan.[169] Remaja-remaja lelaki banyak belajar tentang
kehidupan bermasyarakat dengan cara menyertai ayah mereka menghadiri acara-acara keagamaan dan
politik, termasuk menghadiri sidang-sidang senatus bagi putra-putra keluarga ningrat.[170] Jika sudah
berumur 16 tahun, putra-putra keluarga ningrat biasanya magang pada tokoh-tokoh politik terkemuka,
dan ikut berperang bersama angkatan bersenjata saat berumur 17 tahun. Aturan ini masih diterapkan oleh
sejumlah keluarga ningrat pada zaman kekaisaran.[170] Praktik-praktik pendidikan diubah suai seiring
masuknya pengaruh Yunani sesudah kerajaan-kerajaan Helenistik ditaklukkan pada abad ke-3, kendati
praktik-praktik pendidikan Romawi tetap saja berbeda jauh dari praktik-praktik pendidikan
Yunani.[170][172] Jika orang tua mampu menanggung biayanya, anak-anak lelaki dan beberapa anak
perempuan yang sudah berumur 7 tahun dimasukkan ke sekolah swasta di luar rumah yang disebut ludus.
Gurunya disebut litterator atau magister ludi, dan seringkali berkebangsaan Yunani. Di sekolah ini,
murid-murid mendapatkan pelajaran dasar membaca, menulis, aritmetika, dan kadang-kadang bahasa
Yunani, sampai mereka berumur 11 tahun.[170][171][173]
Murid-murid yang sudah berumur 12 tahun menempuh pendidikan di sekolah sekunder. Gurunya disebut
grammaticus, dan mengajarkan kesusastraan Yunani dan Romawi.[170][173] Sesudah berumur 16 tahun,
sebagian murid melanjutkan pendidikan di sekolah retorika. Gurunya disebut rhetor, dan lazimnya
berkebangsaan Yunani.[170][173] Pendidikan pada tahap ini bertujuan mempersiapkan murid untuk
berkarier di bidang hukum, sehingga mewajibkan mereka untuk menghafal undang-undang Roma.[170]
Murid-murid bersekolah setiap hari, kecuali pada hari besar keagamaan dan hari-hari pasar. Ada pula
masa libur setiap musim panas.
Pemerintahan
Artikel utama: Undang-Undang Dasar Romawi dan Sejarah Undang-Undang Dasar Romawi
Pada mulanya, Roma diperintah oleh raja-raja, yang silih berganti dipilih dari suku-suku utama di kota
Roma.[174] Hakikat kewenangan Raja Roma tidak diketahui secara pasti. Mungkin saja nyaris mutlak,
dan mungkin pula setaraf kewenangan eksekutif kemanunggalan sesepuh dan rakyat. Setidaknya dalam
urusan militer, kewenangan memerintah (Imperium) raja mungkin sekali bersifat mutlak. Raja juga
merupakan panatagama negara. Di samping kewenangan raja, masih ada tiga lembaga tata usaha negara,
yakni senatus, comitia curiata, dan comitia calata. Senatus (majelis sesepuh) bertindak selaku dewan
penasihat raja, comitia curiata (sidang majelis perkauman) berwenang mengajukan dan mengesahkan
undang-undang yang dicetuskan raja, sementara comitia calata (sidang majelis pengimbauan) adalah
sidang majelis para pendeta yang berwenang mengumpulkan rakyat untuk menyaksikan tindakan
tertentu, mendengarkan pengumuman, dan menetapkan perayaan-perayaan serta hari-hari besar
keagamaan untuk bulan berikutnya.
Republik Romawi tidak memiliki birokrasi yang bersifat tetap, dan mengumpulkan pajak dengan cara
menjual hak memungut cukai kepada pemborong. Jawatan quaestor, aedilis, atau praefect didanai oleh si
penyandang jabatan. Agar tak seorang pun warga negara memiliki wewenang berlebih, para magistratus
baru dipilih tiap-tiap tahun dan harus berbagi kewenangan kekuasaan dengan seorang rekan sejawatnya.
Sebagai contoh, dalam keadaan normal, kewenangan tertinggi dipegang oleh dua orang consul. Dalam
keadaan darurat, dapat ditunjuk seorang dictator (pengarah) untuk memegang kewenangan tertinggi
untuk sementara waktu. Sepanjang zaman republik, sistem tata usaha negara berulang kali diperbaiki
agar selaras dengan keperluan-keperluan yang baru muncul. Pada akhirnya, sistem tata usaha negara
Republik Romawi terbukti tidak efisien untuk digunakan mengatur wilayah kekuasaan Roma yang terus-
menerus bertambah luas, dan menjadi salah satu faktor yang mendorong lahirnya Kekaisaran Romawi.
Pada permulaan zaman kekaisaran, pemerintah tetap saja berlagak seakan-akan negara masih berbentuk
republik. Kaisar Romawi hanya dicitrakan sebagai seorang princeps, "warga negara nomor satu",
sementara senatus mengambil alih kuasa legislatif dan seluruh kewenangan hukum yang sebelumnya
dikuasai oleh sidang-sidang rakyat. Kendati demikian, pemerintahan para kaisar kian lama kian
autokratis, dan senatus akhirnya menjadi sekadar dewan penasihat yang diangkat oleh kaisar. Kekaisaran
Romawi tidak mewarisi perangkat birokrasi dari zaman republik, karena Republik Romawi tidak
memiliki struktur-struktur pemerintahan yang permanen selain senatus. Kaisar mengangkat para
pembantu dan penasihat, tetapi Kekaisaran Romawi tetap saja kekurangan banyak lembaga negara,
misalnya lembaga penyusun anggaran belanja negara yang terpusat. Beberapa sejarawan mengedepankan
hal ini sebagai salah satu faktor penting yang menjadi biang keladi kemerosotan Kekaisaran Romawi.
Militer
Artikel utama: Sejarah militer Romawi Kuno, Militer Romawi Kuno, Sejarah struktural militer
Romawi, Angkatan Darat Romawi, dan Angkatan Laut Romawi
Sebagaimana angkatan bersenjata negara-negara kota pada zamannya
yang terpengaruh peradaban Yunani, angkatan bersenjata Romawi
terdahulu (ca. tahun 500 SM) adalah barisan militia warga kota yang
menerapkan siasat perang ala hoplites. Jumlah personelnya tidak
seberapa (populasi laki-laki merdeka yang layak bertempur kala itu
berjumlah sekitar 9.000 jiwa) dan ditata menjadi lima golongan prajurit,
sama seperti lima golongan Comitia Centuriata (sidang majelis seratus
warga), lembaga politik warga Roma. Tiga pasukan beranggotakan para
hoplites (prajurit berperlengkapan tombak dan perisai), dan dua pasukan
beranggotakan para prajurit pejalan kaki bersenjata ringan. Angkatan
bersenjata Romawi terdahulu terbatas siasat tempurnya, dan pada
dasarnya disiagakan untuk bertahan.[175][176][177]
Satu legiun Republik Romawi terdahulu terdiri atas lima macam pasukan
dengan perlengkapan dan posisi yang berbeda dalam gelar pasukan,
yakni tiga baris manipulus pejalan kaki bersenjata berat (barisan hastati,
barisan principes, dan barisan triarii), sepasukan prajurit pejalan kaki
bersenjata ringan (velites), dan sepasukan prajurit berkuda (equites).
Seiring pertumbuhan negara, orientasi angkatan bersenjata pun bergeser
dari pertahanan ke penyerangan, dan sikapnya pun menjadi jauh lebih
garang terhadap negara-negara kota di sekitarnya.[175][176]
Rekonstruksi menara
Pada masa-masa awal berdirinya Republik Romawi, satu legiun
Romawi di Limes – Taunus,
berkekuatan penuh sewajarnya beranggotakan 4.000 sampai 5.000 Jerman
prajurit, terdiri atas 3.600 sampai 4.800 prajurit pejalan kaki bersenjata
berat, beberapa ratus prajurit pejalan kaki bersenjata ringan, dan beberapa
ratus prajurit berkuda.[175][178][179] Legiun-legiun seringkali sangat kekurangan anggota, baik karena
kegagalan perekrutan angota baru maupun karena kehilangan anggota lama yang mengalami kecelakaan,
menjadi korban pertempuran, terserang penyakit, atau melakukan desersi. Semasa perang saudara,
legiun-legiun Gnaeus Pompeius di wilayah timur berkekuatan penuh karena baru saja direkrut, sementara
kekuatan tempur legiun-legiun Gaius Iulius Caesar kebanyakan jauh di bawah angka wajar selepas masa
bakti di Galia. Keadaan yang sama juga berlaku pada pasukan-pasukan bantu masing-masing.[180][181]
Sampai menjelang berakhirnya zaman Republik Romawi, legiuner lazimnya adalah petani Romawi
pemilik tanah dari desa (seorang adsiduus) yang menjalani masa bakti sebagai prajurit dalam aksi militer
tertentu (seringkali setiap tahun),[182] menyiapkan sendiri perlengkapan tempur dan, khusus bagi para
equites, tunggangannya. Harris menduga bahwa sampai dengan tahun 200 SM, para petani biasa (yang
bertahan hidup) dari desa mungkin ikut serta dalam enam atau tujuh pertempuran. Para mantan budak
beserta para budak (di mana pun berada) dan warga kota tidak diikutsertakan, kecuali dalam keadaan
darurat.[183]
Selepas tahun 200 SM, kondisi ekonomi di daerah pedesaan mengalami kemerosotan seiring
meningkatnya kebutuhan akan tenaga manusia, sehingga tolok ukur jumlah harta kekayaan yang harus
dimiliki seorang warga negara untuk dapat menjalani masa bakti militer pun lambat laun diturunkan.
Mulai dari masa kepemimpinan Gaius Marius pada tahun 107 SM, rakyat yang tidak memiliki harta
berupa tanah dan bangunan serta rakyat yang berdiam di kota-kota (proletarii) boleh diikutsertakan dan
dipersenjatai, kendati sebagian besar legiuner tetap saja berasal dari daerah pedesaan. Masa bakti menjadi
berkesinambungan dan diperpanjang sampai 20 tahun jika mendadak diperlukan, kendati masa bakti
enam atau tujuh tahun masih tetap lazim.[184]
Semenjak abad ke-3 SM, para legiuner diberi stipendium (uang jasa). Jumlahnya masih diperdebatkan,
tetapi kabarnya Gaius Iulius Caesar pernah "menggandakan" jumlah stipendium para legiunernya hingga
mencapai 225 keping denarius setahun. Mereka juga berpeluang mendapatkan harta jarahan dan
donativum (uang lelah), yakni jatah pembagian hasil jarahan dari pimpinan seusai menang bertempur.
Semenjak zaman Gaius Marius, mereka juga kerap dianugerahi sebidang tanah selepas masa
bakti.[175][185] Prajurit berkuda dan prajurit pejalan kaki bersenjata ringan tergabung dalam satu legiun,
yakni legio auxilia (legiun bantu), dan seringkali direkrut dari masyarakat yang mendiami daerah-daerah
tempat tugas legiun yang bersangkutan. Gaius Iulius Caesar pernah membentuk selegiun prajurit yang
direkrut dari penduduk bukan warga negara Romawi yang bermukim di Galia Transalpina untuk
dikerahkan dalam aksi-aksi militer yang dipimpinnya di Galia. Angkatan ini diberi nama Legio Quinta
Alaudae (Legiun ke-5, Branjangan).[186] Pada zaman Augustus, gagasan bahwa prajurit adalah rakyat
yang ikut serta dalam usaha bela negara sudah ditinggalkan, dan angkatan bersenjata pun sudah
sepenuhnya bersifat profesional. Para legiuner digaji 900 keping sestertius setahun, dan berpeluang
menerima uang lepas sebesar 12.000 keping sestertius.[187]
Seusai perang saudara, Augustus menata ulang pasukan-pasukan angkatan bersenjata Romawi. Sejumlah
besar prajurit dibebastugaskan dan banyak legiun dibubarkan, sehingga hanya tersisa 28 legiun, yang ia
sebar ke seluruh provinsi kekaisaran.[188] Pada zaman para princeps, tatanan taktis angkatan bersenjata
sedikit demi sedikit terus berkembang. Legio auxilia tetap menjadi cohors (kesatuan taktis standar)
mandiri, dan pasukan-pasukan legiuner seringkali menjalankan tugas sebagai sekelompok cohors, alih-
alih sebagai sekelompok legiun utuh. Kesatuan jenis baru yang serbaguna, cohors equitata, memadukan
prajurit-prajurit berkuda dan para legiuner dalam satu kesatuan. cohors equitata dapat ditempatkan di
garnisun-garnisun atau pangkalan-pangkalan pertahanan tapal batas, dan dapat bergerak sendiri selaku
kesatuan kecil yang berimbang maupun digabungkan dengan kesatuan-kesatuan sejenisnya menjadi satu
kesatuan bertaraf legiun. Peningkatan fleksibilitas dalam pengaturan angkatan bersenjata ini turut
memastikan keberhasilan pasukan-pasukan militer Romawi dalam jangka panjang.[189]
Kaisar Gallienus (253–268 M) memprakarsai usaha penataan ulang yang menghasilkan tatanan militer
Romawi sebagaimana adanya pada penghujung zaman kekaisaran. Gallienus menarik sejumlah legiun
dari tempat tugas tetap mereka di tapal batas wilayah kekaisaran, dan mengubah mereka menjadi
kesatuan-kesatuan tempur berpindah-pindah (comitatenses) dan menyiagakan mereka pada jarak tertentu
dari tapal batas sebagai pasukan cadangan stategis. Pasukan-pasukan pengawal perbatasan (limitanei),
yang bertugas tetap di pangkalan-pangkalan pertahanan, tetap menjadi ujung tombak pertahanan negara.
Kesatuan tempur dasar adalah resimen, yang disebut legio atau auxilia untuk pasukan pejalan kaki, dan
vexellationes untuk pasukan berkuda. Bukti-bukti menyiratkan bahwa satu resimen berkekuatan nominal
1.200 personel untuk pasukan pejalan kaki, dan 600 personel untuk pasukan berkuda, kendati ada banyak
keterangan tertulis yang menunjukkan jumlah nyata yang lebih kecil (800 personel untuk pasukan pejalan
kaki dan 400 personel untuk pasukan berkuda).[190]
Banyak resimen prajurit pejalan kaki dan prajurit berkuda yang dikerahkan berpasangan di bawah
pimpinan seorang comes. Selain pasukan-pasukan prajurit berkebangsaan Romawi, angkatan tempur juga
terdiri atas resimen-resimen "orang barbar" yang direktur dari suku-suku barbar sekutu Romawi yang
disebut foederati. Pada tahun 400 M, resimen-resimen foederati sudah menjadi kesatuan-kesatuan
permanen dalam angkatan bersenjata Kekaisaran Romawi. Resimen-resimen foederati digaji dan
dipersenjatai kekaisaran, dipimpin oleh seorang tribunus berkebangsaan Romawi, dan difungsikan
sebagaimana kesatuan-kesatuan prajurit Romawi lainnya. Selain resimen-resimen foederati, Kekaisaran
Romawi juga memanfaatkan laskar-laskar orang barbar untuk bertempur bersama-sama legiun-legiun
Romawi sebagai "sekutu" tanpa perlu dijadikan bagian dari angkatan tempur. Di bawah arahan seorang
senapati Romawi, laskar-laskar ini digerakkan oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri.[190]
Kepemimpinan angkatan bersenjata berkembang sedikit demi sedikit dari zaman ke zaman. Pada zaman
kerajaan, angkatan bersenjata terdiri atas prajurit-prajurit hoplites yang dipimpin langsung oleh Raja
Roma. Pada permulaan dan pertengahan zaman republik, pasukan-pasukan angkatan bersenjata dipimpin
oleh salah seorang dari sepasang consul yang terpilih untuk menjabat pada tahun berjalan. Menjelang
berakhirnya zaman republik, sebagai bagian dari jenjang jabatan yang lumrah didaki para pejabat publik
pilihan rakyat, yang disebut cursus honorum (tahapan kehormatan), seorang anggota senatus mula-mula
memegang jabatan quaestor (seringkali ditugaskan selaku wakil panglima angkatan tempur), selanjutnya
memegang jabatan praetor.[191][192] Bawahan Gaius Iulius Caesar yang paling berbakat, efektif, dan
andal di Galia, Titus Labienus, adalah orang yang direkomendasikan oleh Pompeius.[193]
Informasi mengenai angkatan laut Romawi jauh lebih sedikit daripada informasi mengenai angkatan
daratnya. Sebelum pertengahan abad ke-3 SM, pejabat-pejabat negara yang disebut duumviri navales
memimpin armada 20 kapal dengan misi utama memberantas bajak laut. Armada-armada ini ditiadakan
pada tahun 278 M, dan diganti dengan angkatan-angkatan laut sekutu. Perang Punik I memaksa Roma
membentuk armada-armada raksasa. Roma akhirnya membentuk armada-armada yang dibutuhkannya
dengan bantuan dan dana dari sekutu-sekutunya. Ketergantungan pada sekutu berlanjut sampai zaman
republik berakhir. Quinqueremis adalah jenis kapal-kapal perang yang dikerahkan kedua belah pihak
selama berlangsungnya perang-perang Punik, dan tetap menjadi tulang punggung angkatan laut Romawi
sampai akhirnya digantikan dengan kapal-kapal yang lebih ringan dan lebih lincah berolah gerak pada
masa pemerintahan Augustus.[196]
Dibanding triremis, quinqueremis dapat diawaki oleh tenaga-tenaga kawakan maupun yang belum
berpengalaman (suatu keuntungan bagi sebuah negara dengan angkatan darat sebagai kekuatan tempur
utama), dan kemampuan olah geraknya yang kurang lincah membuat bangsa Romawi menggunakan dan
menyempurnakan siasat-siasat serbu kapal yang memanfaatkan tenaga sekitar 40 orang prajurit laut, alih-
alih menggunakan hulu pembobol. Kapal-kapal berolah gerak mengikuti aba-aba dari nauarchus, perwira
setingkat centurio, yang lazimnya bukan warga negara Romawi. Potter menduga bahwa karena
didominasi bangsa-bangsa non-Romawi, armada-armada tempur dianggap sebagai angkatan asing,
sehingga dibiarkan susut pada masa-masa damai.[196]
Informasi yang ada menyiratkan bahwa menjelang berakhirnya zaman kekaisaran (350 M), angkatan laut
Romawi terdiri atas sejumlah armada kapal perang maupun kapal niaga pengangkut prajurit dan
perbekalan tempur. Kapal-kapal perang adalah galai-galai yang digerakkan tiga sampai empat baris
pendayung. Pangkalan-pangkalan laut berlokasi di bandar-bandar seperti Ravenna, Arles, Aquilea,
Misenum, serta muara Sungai Somme di kawasan barat, dan Aleksandria serta Rodos di kawasan timur.
Armada-armada katai yang terdiri atas wahana-wahana sungai berukuran kecil (classis) merupakan
bagian dari limitanei (pasukan penjaga perbatasan) kala itu, berpangkalan di bandar-bandar berbenteng di
sepanjang tepian Sungai Rhein dan Sungai Donau. Kenyataan bahwa senapati-senapati terkemuka
mengepalai angkatan darat maupun angkatan laut menyiratkan bahwa kala itu angkatan laut digunakan
sebagai kekuatan penunjang angkatan darat, bukan sebagai angkatan tersendiri. Perincian struktur
komando dan kekuatan armada pada kurun waktu ini tidak diketahui secara jelas, kendati dapat
dipastikan bahwa masing-masing armada dipimpin oleh seorang praefectus (pemuka).[197]
Perekonomian
Artikel utama: Pertanian bangsa Romawi, Perniagaan bangsa Romawi, Keuangan bangsa Romawi,
dan Mata uang Romawi
Bangsa Romawi Kuno
menguasai daratan yang sangat
luas dengan sumber daya alam
dan manusia yang berlimpah-
limpah. Dengan kelimpahan
sumber daya alam dan manusia
ini, perekonomian Roma tetap
mengutamakan usaha pertanian
Pasar Traianus, dibangun oleh Apolodoros dari Damaskus dan perniagaan. Perdagangan
bebas hasil-hasil pertanian
mengubah bentang alam
Jazirah Italia, dan pada abad pertama SM, kebun-kebun anggur dan zaitun yang luas telah menggeser
lahan-lahan para petani kecil, yang kalah bersaing harga dengan gandum impor. Aneksasi atas Mesir,
Sisilia, dan Tunisia menciptakan aliran masuk pasokan gandum tanpa henti ke Roma. Sebaliknya,
minyak zaitun dan minuman anggur menjadi barang-barang impor utama yang mengalir keluar dari
Jazirah Italia. Bangsa Romawi mempraktikkan gilir tanam dua jenis tumbuhan, tetapi produktivitas
pertanian tetap rendah, kira-kira 1 ton per hektar.
Kegiatan industri dan manufaktur lebih kecil lagi angkanya. Kegiatan paling besar di bidang ini adalah
penambangan batu, yang digunakan sebagai bahan baku bangunan pada masa itu. Di bidang manufaktur,
skala produksi relatif kecil, dan pada umumnya terdiri atas sanggar-sanggar produksi dan pabrik-pabrik
kecil yang mempekerjakan sebanyak-banyaknya satu dua lusin karyawan. Kendati demikian, ada pula
beberapa pabrik batu bata yang mempekerjakan ratusan karyawan.
Perekonomian Republik Romawi permulaan kurun waktu republik lebih banyak bertumpu pada usaha
kecil dan tenaga kerja upahan. Namun perang dan penaklukan atas bangsa-bangsa lain mendatangkan
budak-budak belian yang kian lama kian bertambah jumlahnya dan kian murah harganya, sehingga
perekonomian Republik Romawi menjelang akhir kurun waktu republik sudah sangat bergantung pada
tenaga budak belian, baik yang terampil maupun yang tidak terampil. Diperkirakan 20% dari keseluruhan
populasi Kekaisaran Romawi, dan 40% dari populasi kota Roma kala itu, adalah budak belian. Hanya di
Kekaisaran Romawi sajalah orang dapat lebih berhemat jika mempekerjakan tenaga upahan alih-alih
membeli budak belian, setelah aksi-aksi penaklukan dihentikan dan harga budak belian melambung
tinggi.
Kendati bangsa Romawi Kuno menggunakan cara barter, bahkan dalam urusan pengumpulan pajak,
Roma sudah membuat dan memanfaatkan uang logam. Kepingan-kepingan uang kuningan, perunggu,
dan logam mulia beredar di dalam maupun di luar wilayah kekaisaran Romawi, bahkan ada kepingan
uang Romawi yang ditemukan di India. Sebelum abad ke 3 SM, tembaga diperdagangan menurut
bobotnya, dalam tumpukan-tumpukan tak bertanda di seluruh kawasan tengah Italia. Nilai nominal
sekeping uang tembaga mula-mula setara dengan nilai tembaga seberat satu pon Romawi, tetapi
bobotnya kurang dari satu pon. Dengan demikian, nilai kepingan uang logam Romawi sebagai alat tukar
secara konsisten melebihi nilai intrinsiknya sebagai logam. Sesudah Nero mulai menurunkan mutu
kepingan perak denarius, nilai tukarnya yang sah diperkirakan sepertiga lebih besar daripada nilai
intrinsiknya.
Kuda mahal harganya, sementara satwa angkut jenis lain lebih lamban jalannya. Kegiatan jual beli
diperlancar oleh jalan-jalan raya Romawi yang menghubungkan markas-markas tentara Romawi, tempat
pasar-pasar Romawi berpusat.[198] Jalan-jalan raya ini dirancang khusus untuk dilalui kendaraan
beroda.[199] Sebagai akibatnya, timbul kegiatan angkut komoditas antardaerah dalam wilayah kekuasaan
bangsa Romawi, yang bertambah seiring meningkatnya kegiatan niaga bahari Romawi pada abad ke-2
SM. Kala itu satu kapal niaga hanya perlu waktu kurang dari sebulan untuk menempuh jalur pelayaran
dari Gades sampai ke Aleksandria via Ostia, sama dengan panjang keseluruhan Laut Tengah.[108]
Ongkos angkut lewat laut kira-kira 60 kali lebih murah dibanding lewat darat, sehingga volume angkutan
lewat laut juga jauh lebih besar.
Menurut sebagian ekonom, perekonomian Kekaisaran Romawi adalah perekonomian pasar, praktik
kapitalisnya setaraf dengan Negeri Belanda pada abad ke-17 dan Inggis pada abad ke-18.[200]
Keluarga
Satuan dasar masyarakat Romawi adalah rumah tangga (bahasa
Latin: familia) dan keluarga besar (bahasa Latin: gens).[167]
Rumah tangga beranggotakan orang-orang yang tinggal seatap,
yakni kepala rumah tangga, yang disebut pater familias (bapa
rumah tangga), istrinya, anak-anaknya, dan sanak saudaranya.
Rumah-rumah tangga kelas atas juga beranggotakan budak-budak
belian dan para pelayan.[167] Kepala rumah tangga memiliki
kewenangan mutlak, yang disebut patria potestas (kuasa
keayahan), atas semua orang yang tinggal seatap dengannya. Ia
berwenang menjodohkan, menceraikan, maupun menjual anak-
anaknya sebagai budak belian. Ia juga berwenang mengklaim
harta benda milik anggota rumah tangganya sebagai harta Potret kaca emas sebuah keluarga di
bendanya sendiri, bahkan berwenang menghukum maupun Provinsi Mesir, Kekaisaran Romawi.
membunuh anggota rumah tangganya. Kewenangan yang terakhir Rangkaian huruf Yunani pada potret
ini mungkin adalah nama seniman
ini agaknya tidak lagi dijalankan selepas abad pertama SM.[202]
pembuatnya atau mungkin pula
nama pater familias yang tidak
Patria potestas juga menaungi putra-putra pater familias yang
tampak dalam potret.[201]
sudah dewasa, berikut rumah tangga mereka masing-masing.
Seorang laki-laki tidak dianggap sebagai pater familias, dan tidak
pula benar-benar memiliki harta benda, selama ayahnya masih hidup.[202][203] Pada permulaan sejarah
Romawi Kuno, seorang perempuan yang sudah menikah dengan sendirinya tunduk di bawah manus
(pengaturan) pater familias keluarga besar suaminya. Adat semacam ini sudah ditinggalkan menjelang
berakhirnya zaman republik, karena seorang perempuan kala itu boleh memilih untuk tetap menjadi
anggota keluarga ayahnya sendiri, alih-alih menjadi anggota keluarga besar suaminya.[204] Kendati
demikian, semua anak yang ia lahirkan tetap terbilang sebagai anggota keluarga suaminya, karena bangsa
Romawi merunut hubungan kekerabatan melalui alur silsilah laki-laki.[205]
Anak-anak Romawi Kuno kurang dicurahi kasih sayang. Anak-anak lelaki maupun perempuan diasuh
oleh ibu atau salah seorang kerabat mereka yang sudah uzur. Anak-anak yang tidak diinginkan oleh
orang tuanya seringkali dijual sebagai budak belian.[206] Anak-anak boleh ikut bersantap bersama
seluruh anggota keluarga di meja makan, tetapi tidak diperbolehkan ikut berbincang-bincang bersama
orang-orang dewasa.
Anak-anak keluarga ningrat biasanya diajari bahasa Latin dan bahasa Yunani oleh seorang inang
pengasuh berkebangsaan Yunani. Anak-anak lelaki diajari kepandaian berenang dan berkuda oleh ayah
mereka, tetapi adakalanya si ayah cukup mengupah seorang budak untuk menggantikannya. Anak-anak
lelaki Romawi Kuno mulai bersekolah pada umur tujuh tahun. Karena tidak ada gedung sekolah,
kegiatan belajar mengajar dilakukan di atas sotoh rumah. Jika hari gelap, murid harus membawa serta
pelita ke sekolah. Loh-loh berlapis malam digunakan sebagai media tulis karena papirus dan perkamen
terlampau mahal. Anak-anak dapat pula belajar menulis di permukaan pasir. Bekal makanan yang mereka
bawa ke sekolah adalah seketul roti.[207]
Rumah-rumah tangga yang berkerabat membentuk satu keluarga besar (gens). Selain merupakan
kelompok kekerabatan yang dipersatukan oleh pertalian darah atau adopsi, keluarga besar juga
merupakan persekutuan politik dan ekonomi. Sejumlah keluarga terkemuka (gens maior, jamak: gentes
maiores) tampil mendominasi kancah politik, teristimewa pada zaman republik.
Bagi masyarakat Romawi Kuno, terutama masyarakat kalangan atas, perkawinan seringkali dipandang
sebagai persekutuan harta dan politik ketimbang persatuan sepasang kekasih. Seorang ayah biasanya
mulai mencari-cari calon menantu saat anak gadisnya berumur antara dua belas dan empat belas tahun.
Suami lazimnya lebih tua daripada istri, dan jika anak-anak gadis kalangan atas menikah pada usia yang
sangat muda, maka ada bukti bahwa perempuan-perempuan di luar kalangan atas seringkali kawin umur
akhir belasan tahun atau awal 20-an tahun.
Kebudayaan
Artikel utama: Kebudayaan Romawi Kuno
Kehidupan masyarakat Romawi Kuno berkisar di seputar
kota Roma, yang luasnya mencakup tujuh bukit. Ada banyak
sekali bangunan raksasa di kota ini, antara lain
Amphitheatrum Flavium (gelanggang pertunjukan Flavius),
Forum Traiani (alun-alun Traianus), dan Pantheum (kuil
segala dewa-dewi). Ada pula gedung-gedung pementasan,
gedung-gedung perguruan sekaligus pusat kebugaran, pasar-
pasar, gorong-gorong pembuangan, rumah-rumah pemandian
lengkap dengan perpustakaan dan toko-toko, serta pancuran-
pancuran air minum yang dialirkan beratus-ratus meter
melalui akuaduk-akuaduk. Jenis bangunan hunian di seluruh
wilayah Romawi Kuno berkisar dari rumah-rumah tinggal
sederhana sampai vila-vila di daerah pedesaan. Ketujuh bukit di kota Roma
Bahasa
Artikel utama: Bahasa Latin
Bahasa asli bangsa Romawi adalah bahasa Latin, salah satu
bahasa dalam rumpun bahasa Italik. Tata bahasa Latin sedikit
sekali bergantung pada urut-urutan kata, dan justru
mengandalkan sistem pengimbuhan kata dasar sebagai sarana
penyampai maksud.[208] Aksaranya dikembangkan dari aksara
Etruski, yang diturunkan dari aksara Yunani.[209] Sekalipun
seluruh karya sastra Latin yang sintas sampai sekarang adalah
karya-karya susastra yang ditulis dalam bahasa Latin Klasik,
sebuah bahasa susastra yang sangat tertata lagi muluk berbunga-
bunga dari abad pertama sebelum permulaan tarikh Masehi,
bahasa tutur di Kekaisaran Romawi sesungguhnya adalah bahasa
Latin Umum, yang cukup berbeda dari bahasa Latin Klasik, baik
dalam tata bahasa maupun kosa kata, dan ujung-ujungnya juga
dalam pelafalan.[210] Para penutur bahasa Latin mampu
memahami kedua ragam bahasa ini sampai dengan abad ke-7, Seorang gadis berambut pirang
manakala bahasa tutur sudah sangat jauh menyimpang dari sedang membaca, fresko Romawi
bahasa susastra sampai-sampai 'bahasa Latin Klasik' alias 'bahasa langgam Pompeii IV (60–79 M),
Pompeii, Italia
Latin yang baik dan benar' harus dipelajari sebagai bahasa
sekunder.[211]
Kendati bahasa Latin tetap menjadi bahasa sastra utama di Kekaisaran Romawi, posisinya sebagai bahasa
tutur akhirnya tergeser oleh bahasa Yunani, yang menjadi bahasa para petinggi terpelajar, karena
sebagian besar karya sastra yang dipelajari oleh bangsa Romawi tertulis dalam bahasa Yunani. Di
belahan timur Kekaisaran Romawi, yang kelak menjadi Kekaisaran Romawi Timur, bahasa Latin tidak
kunjung mampu menggeser bahasa Yunani, dan sesudah kemangkatan Kaisar Iustinianus, bahasa Yunani
menjadi bahasa resmi pemerintahan Kekaisaran Romawi Timur.[212] Gerak ekspansi Kekaisaran Romawi
telah menyebarluaskan bahasa Latin ke seluruh Eropa. Bahasa Latin Umum pun berkembang menjadi
macam-macam dialek yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain, dan lambat laun berubah
menjadi bahasa-bahasa berlainan yang kini digolongkan ke dalam rumpun bahasa Romawi.
Agama
Artikel utama: Agama di Romawi Kuno, Mitologi Romawi, dan Kuil Romawi
Informasi lebih lanjut: Konstantinus Agung dan Kekristenan dan Gereja negara Kekaisaran Romawi
Agama asli bangsa Romawi, setidaknya mengenai dewa-dewinya, bukanlah sekumpulan narasi tertulis,
melainkan hal ihwal hubungan timbal balik antara dewa-dewi dan umat manusia.[213] Berbeda dari dewa-
dewi Yunani, dewa-dewi Romawi tidak dipersonifikasi, tetapi secara taksa diartikan sebagai roh-roh suci
yang disebut numina. Bangsa Romawi juga percaya bahwa tiap-tiap orang, tempat, atau benda memiliki
penunggu niskala (genius) masing-masing. Kehidupan beragama pada zaman republik diatur secara ketat
oleh jawatan rohaniwan, yang beranggotakan orang-orang berpangkat senator. Collegium Pontificum
(majelis begawan) menempati jenjang teratas dalam jawatan ini, dan Pontifex Maximus (begawan
tertinggi), ketua Collegium Pontificum, adalah pemimpin agama negara. Para flamen (pendeta)
mengurusi hal-ihwal kebaktian kepada dewa-dewi, sementara para augur (penenung) dipercaya menilik
untung malang orang dengan cara menafsirkan gelagat. Rex Sacrorum (raja keramat) menjalankan segala
tanggung jawab keagamaan dari raja-raja yang dimakzulkan. Pada zaman kekaisaran, kaisar
didewakan,[214][215] dan penyembahan terhadap kaisar sebagai dewa diutamakan.
Seiring meningkatnya perhubungan dengan bangsa Yunani,
dewa-dewi lama bangsa Romawi lambat laun disamakan dengan
dewa-dewi bangsa Yunani.[216] Iuppiter dianggap sama dengan
Zeus, Mars dianggap sama dengan Ares, dan Neptunus dianggap
sama dengan Poseidon. Dewa-dewi bangsa Romawi juga
dihubung-hubungan dengan alat-alat kebesaran dan berbagai
mitologi yang serupa dengan dewa-dewi bangsa Yunani. Pada
zaman kekaisaran, bangsa Romawi menyerap mitologi bangsa-
bangsa taklukan mereka, sampai-sampai kuil-kuil dewa-dewi asli
Jazirah Italia tegak berdampingan dengan kuil-kuil dewa-dewi
asing.[217]
Semenjak zaman pemerintahan Kaisar Nero pada abad pertama Pemidanaan Ixion: Mercurius
tarikh Masehi, sikap resmi bangsa Romawi terhadap agama memegang caduceus di tengah-
Kristen bersifat negatif, bahkan adakalanya orang terancam tengah, Iuno bertakhta di sebelah
dihukum mati jika ketahuan memeluk agama Kristen. Pada masa kanan, Iris berdiri di belakang Iuno,
pemerintahan Kaisar Diocletianus, aniaya terhadap umat Kristen Nubes duduk di dekat kaki
Mercurius, Vulcanus memutar roda
mencapai puncaknya. Kendati demikian, agama Kristen akhirnya
hukuman di sebelah kiri, Ixion terikat
menjadi agama yang didukung secara resmi oleh negara pada pada roda hukuman; fresko
masa pemerintahan kaisar pengganti Diocletianus, Constantinus peninggalan bangsa Romawi yang
I, dengan diterbitkannya Maklumat Milan tahun 313, dan tak terlukis pada dinding timur triclinium
lama kemudian sudah menjadi agama mayoritas. Keberadaan di Rumah Vettii, Pompeii, langgam
semua agama selain Kristen di wilayah Kekaisaran Romawi Pompeii IV (60–79 M).
Bertolak belakang dari anggapan umum, masyarakat Romawi Kuno sesungguhnya memiliki norma-
norma penertib berahi yang tegas dan berakar kuat, kendati seperti banyak masyarakat lain, kaum
perempuanlah yang lebih banyak dibebani aturan. Kaum perempuan pada umumnya diharapkan untuk
bersuami hanya sekali seumur hidup (univira), kendati norma ini tidak begitu dipatuhi oleh perempuan-
perempuan kalangan atas, terutama pada zaman kekaisaran. Kaum perempuan diharapkan untuk tampil
santun di muka umum, menghindari dandanan yang mencolok, setia berbakti kepada suami (pudicitia),
dan diharapkan mengenakan kerudung demi menjaga sopan santun. Sanggama di luar ikatan perkawinan
pada umumnya dipandang keji, baik bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan diharamkan pada zaman
kekaisaran.[223] Kendati demikian, praktik pelacuran diperbolehkan dan diatur dengan undang-
undang.[224]
Langgam II mulai digunakan sejak permulaan abad pertama pra-Masehi, dan merupakan usaha untuk
menampilkan gambar bangunan serta pemandangan yang terkesan hidup dan bermatra tiga. Langgam III
muncul pada masa pemerintahan Augustus (27 SM – 14 M). Langgam ini menolak realisme khas
langgam kedua, dan lebih mengutamakan hiasan sederhana. Gambar-gambar bangunan, pemandangan,
maupun nirmana mujarad dibuat dalam ukuran kecil dan ditempatkan di tengah-tengah latar belakang
ekawarna. Langgam IV bermula pada abad pertama tarikh Masehi. Langgam ini banyak menampilkan
gambar-gambar peristiwa dalam mitologi, tetapi masih mempertahankan detail arsitektur dan corak-corak
mujarad.
Seni pahat potret kala itu menampilkan rupa dan perawakan manusia berusia muda dan sikap-sikap tubuh
klasik, dan kelak berkembang menjadi campuran antara realisme dan idealisme. Pada zaman wangsa
Antonina dan zaman wangsa Severana, patung-patung potret dengan helai rambut dan janggut yang
dipahat dan digurdi sedemikian rupa sehingga tampak jelas mulai disukai orang. Seni pahat relief juga
mengalami kemajuan, dan lazimnya menampilkan gambar-gambar kemenangan bangsa Romawi.
Kesusastraan Latin sejak semula sudah sangat dipengaruhi oleh karya-karya pujangga Yunani. Sejumlah
karya tulis perdana yang masih lestari sampai sekarang adalah syair-syair wiracarita yang berkisah
tentang permulaan sejarah militer Roma. Seiring pertambahan luas wilayah Republik Romawi, para
pujangga mulai menghasilkan syair-syair, risalah-risalah sejarah, sandiwara-sandiwara jenaka, dan
sandiwara-sandiwara sedih.
Seni musik Romawi banyak sekali mencontoh seni musik Yunani, dan memainkan peranan penting
dalam berbagai segi kehidupan masyarakat Romawi.[227] Di lingkungan militer, alat-alat musik semisal
tuba (terompet panjang) atau cornu (mirip korno Prancis) digunakan untuk membunyikan aba-aba,
sementara bucina (mungkin semacam terompet atau korno) dan lituus (mungkin semacam terompet
panjang berbentuk huruf J), digunakan dalam upacara-upacara kemiliteran.[228] Musik ditampilkan
sebagai selingan pertunjukan laga di amphitheatrum (gelanggang terbuka) dan dipentaskan di odeum
(sasana gita). Pertunjukan-pertunjukan musik di kedua tempat ini menggunakan cornu dan hydraulus
(semacam organ air).[229]
Sebagian besar upacara keagamaan melibatkan musik, yakni permainan tibiae (seruling kembar) dalam
upacara-upacara kurban, permainan ceracap dan rebana dalam upacara-upacara orgia (pemujaan
beramai-ramai dalam keadaan setengah siuman), serta permainan kerincingan dan pelantunan gita puja
dalam berbagai macam upacara.[230] Sejumlah sejarawan musik yakin bahwa musik digunakan dalam
hampir semua upacara umum bangsa Romawi,[227] tetapi masih ragu-ragu perihal apakah para musisi
Romawi punya andil penting dalam perkembangan teori atau praktik bermusik.[227]
Grafiti, rumah-rumah bordil, lukisan-lukisan, serta patung-patung yang ditemukan di Pompeii dan
Herculaneum menyiratkan bahwa budaya bangsa Romawi sarat dengan urusan syahwat.[231]
Boga
Artikel utama: Boga Romawi Kuno
Boga Romawi Kuno berubah seiring perjalanan sejarahnya yang begitu panjang. Budaya makan bangsa
Romawi dipengaruhi oleh imbas kebudayaan Yunani, pergeseran politik dari kerajaan ke republik dan
dari republik ke kekaisaran, serta ekspansi besar-besaran Kekaisaran Romawi yang membuka mata
bangsa Romawi terhadap aneka budaya makan baru dan cara memasak baru dari daerah-daerah jajahan.
Mula-mula jenis hidangan yang disantap masyarakat Romawi tidak banyak berbeda dari satu kalangan ke
kalangan lain, tetapi keadaan ini berubah seiring pertumbuhan kekaisaran. Laki-laki maupun perempuan
minum anggur saat bersantap. Kebiasaan ini masih lestari hingga sekarang.[232]
Lomba balap kereta digilai seluruh lapisan masyarakat. Di Roma, lomba-lomba ini lazimnya digelar di
Circus Maximus (Gelanggang Akbar), yang memang khusus dibangun sebagai tempat menggelar lomba
balap kereta dan pacuan kuda. Sebagai bangunan publik terbesar di kota Roma, Circus Maximus juga
digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta-pesta rakyat dan pertunjukan-pertunjukan ketangkasan
satwa.[235] Circus Maximus mampu menampung sekitar 150.000 penonton.[236] Para pembalap
bertanding secara beregu, dan tiap-tiap regu pembalap memakai warna tertentu sebagai ciri khasnya. Di
tengah-tengah gelanggang, membujur alang pembatas (spina) yang melandasi tugu-tugu, kuil-kuil,
patung-patung, dan alat hitung putaran balap. Jajaran tempat duduk terbaik berada tepat di pinggir jalur
pacuan, dan menjadi jatah para senator. Jajaran tempat duduk di belakang para senator adalah jatah kaum
eques (kesatria), sementara kaum plebs (rakyat jelata) dan warga asing menempati jajaran tempat duduk
selebihnya di belakang kaum eques. Penyandang dana penyelenggaraan lomba balap duduk di panggung
tinggi bersama jajaran arca dewa-dewi, sehingga dapat dilihat semua orang. Penonton mempertaruhkan
banyak uang dalam judi balap. Ada yang berdoa dan mempersembahkan sesaji kepada dewa-dewi demi
kemenangan pembalap jagoannya, ada yang sengaja mengguna-gunai regu lawan agar kalah, dan ada
pula penggila-penggila lomba balap yang bergabung membentuk kelompok-kelompok pendukung setia,
biang keladi tawuran antarpenonton.
Teknologi
Artikel utama: Teknologi Romawi
Peradaban Romawi Kuno patut berbangga atas prestasi-prestasi mereka yang mengagumkan di bidang
teknologi. Teknologi Romawi Kuno sudah mengalami banyak kemajuan, tetapi terlupakan pada Abad
Pertengahan, dan baru ditemukan kembali pada abad ke-19 dan abad ke-20. Salah satu contohnya adalah
teknologi kaca isolasi, yang baru ditemukan kembali pada era 1930-an. Banyak inovasi praktis bangsa
Romawi yang diadopsi dari rancangan-rancangan terdahulu bangsa Yunani. Kemajuan teknologi bangsa
Romawi seringkali terbagi-bagi menurut bidang usaha. Para usahawan menyembunyikan rapat-rapat
teknologi-teknologi mereka layaknya rahasia dagang.[237]
Ilmu teknik sipil dan teknik militer Romawi Kuno adalah
warisan kedigdayaan teknologi bangsa Romawi, yang telah
menghasilkan ratusan jalan raya, jembatan, akuaduk, rumah
pemandian, gedung pertunjukan, dan gelanggang pada masa
jayanya. Banyak bangunan raksasa, semisal Koloseum, Pont
du Gard, dan Pantheum, masih tegak sampai sekarang Pont du Gard, situs warisan dunia di
sebagai bukti nyata betapa majunya ilmu teknik dan Prancis, adalah akuaduk Romawi yang
kebudayaan bangsa Romawi. dibangun sekitar tahun 19 SM.
Dengan landasan yang kukuh dan pengatusan yang baik,[239] jalan-jalan raya Romawi dikenal tahan
lama, bahkan banyak bagian dari jaringan jalan raya Romawi yang masih digunakan orang seribu tahun
sesudah Roma tumbang. Pembangunan jaringan perhubungan darat yang luas, lancar, dan menjangkau
seluruh wilayah kekaisaran secara dramatis meningkatkan ketahanan dan pengaruh Roma. Jaringan
perhubungan darat ini mempercepat pergerakan legiun-legiun Romawi bilamana dikerahkan ke lokasi
tertentu, bahkan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain pada musim apa pun dapat diperkirakan
dengan jitu.[240] Jaringan jalan-jalan raya juga memiliki andil penting dalam perekonomian, karena
mengukuhkan peran Roma sebagai salah satu titik persimpangan jalur-jalur niaga, yang menjadi cikal
bakal dari peribahasa "semua jalan menuju ke Roma". Pemerintah Romawi memantau dan merawat
stasiun-stasiun perhentian yang disebut cursus publicus. Stasiun-stasiun ini dibangun dengan jarak yang
teratur dari stasiun ke stasiun di sepanjang jalan-jalan raya, dan dimanfaatkan sebagai tempat istirahat
para kurir. Pemerintah Romawi juga menciptakan sistem ganti kuda di tiap stasiun sehingga kurir dapat
menempuh jarak sampai dengan 80 km (50 mil) dalam sehari.
Bangsa Romawi membangun banyak akuaduk untuk menyalurkan air bersih ke kota-kota serta lokasi-
lokasi industri, dan sebagai prasarana penunjang usaha pertanian mereka. Pada abad ke-3 M, air bersih
untuk kota Roma dipasok oleh 11 akuaduk, rata-rata panjangnya mencapai 450 km (280 mil).
Kebanyakan akuaduk dibina di bawah permukaan tanah. Hanya sebagian kecil yang berada di atas
permukaan tanah, ditopang barisan tiang berpelengkung.[241][242] Adakalanya, jika kedalaman lembah
yang harus dilewati akuaduk melebihi 500 m (1.640 kaki), konstruksi pipa pindah terbalik digunakan
untuk mengalirkan air melintasi lembah.[48]
Urusan sanitasi juga sudah sangat maju. Bangsa Romawi terkenal dengan rumah-rumah pemandiannya
(therma), yang dimanfaatkan sebagai tempat membersihkan diri maupun ajang pergaulan. Banyak rumah
orang Romawi diperlengkapi dengan jamban guyur, jaringan pipa leding dalam ruangan, dan jaringan
selokan. Cloaca Maxima adalah gorong-gorong utama pembuangan air genangan rawa-rawa dan limbah
rumah tangga ke Sungai Tiber.
Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa pipa-pipa timbal yang digunakan dalam jaringan selokan
maupun saluran air bersih mengakibatkan keracunan timbal, biang keladi penurunan angka kelahiran dan
kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya, yang berbuntut pada tumbangnya Roma. Kendati
demikian, kandungan timbal dalam air mungkin sekali sangat sedikit karena aliran air dari akuaduk-
akuaduk tidak dibendung. Air mengucur tanpa henti lewat pancuran-pancuran di tempat umum maupun
rumah-rumah pribadi kemudian mengalir ke selokan. Hanya segelintir orang yang menggunakan keran
air kala itu.[243] Penulis-penulis lain juga telah mengutarakan keberatan mereka atas teori ini, seraya
menunjukkan bahwa pipa-pipa air Romawi dilapisi endapan tebal yang tentunya mencegah timbal
mencemari air.[244]
Warisan sejarah
Artikel utama: Warisan sejarah Kekaisaran Romawi dan Klasika
Romawi Kuno adalah cikal bakal peradaban Dunia Video luar
Barat.[246][247][248] Adat istiadat, agama, hukum, teknologi,
arsitektur, tata negara, militer, kesusastraan, bahasa, aksara, tata
pemerintahan, dan berbagai unsur peradaban Dunia Barat lainnya
adalah warisan peninggalan bangsa Romawi. Penemuan kembali
kebudayaan bangsa Romawi memberi gairah baru bagi peradaban
Dunia Barat lewat andilnya yang besar dalam gerakan Renaisans
dan Abad Pencerahan.[249][250]
Penulisan sejarah
Artikel utama: Historiografi Romawi
Meskipun ada bermacam-macam karya tulis mengenai sejarah
Romawi Kuno, banyak diantaranya yang sudah musnah, sehingga
muncul celah-celah kosong dalam sejarah Romawi Kuno, yang Romawi Kuno (http://smarthist
ditambal dengan karya-karya tulis kurang andal semisal Historia ory.khanacademy.org/ancient-ro
Augusta dan buku-buku lain yang tidak jelas penulisnya. Kendati me-an-introduction.html)[245]
demikian, masih ada sejumlah karya tulis tepercaya mengenai (13:47), Smarthistory di Khan
sejarah Romawi Kuno yang lestari sampai sekarang. Academy
Zaman Romawi
Para sejarawan perdana menggunakan karya-karya tulis mereka sebagai sarana untuk mengagung-
agungkan kebudayaan dan adat istiadat bangsa Romawi. Pada penghujung zaman republik, beberapa
sejarawan bahkan sengaja memutarbalikkan sejarah demi menyanjung induk semang mereka, khususnya
semasa perseteruan Gaius Marius dan Lucius Cornelius Sulla.[251] Gaius Iulius Caesar sendiri
menghasilkan karya-karya tulis sejarah guna memastikan seluruh aksi militer yang dipimpinnya di Galia
dan semasa perang saudara tercatat selengkapnya-lengkapnya.
Di Kekaisaran Romawi, berkembang penulisan biografi tokoh-tokoh ternama dan kaisar-kaisar perdana,
misalnya De Vita Caesarum karangan Suetonius, dan Vitae Parallelae karangan Plutarkos. Pustaka
penting lainnya dari zaman kekaisaran adalah karya-karya tulis Livius dan Tacitus.
Polibios – Historiae
Sallustius – Bellum Catilinae dan Bellum Iugurthinum
Gaius Iulius Caesar – De Bello Gallico dan De Bello Civili
Livius – Ab Urbe Condita
Dionisios asal Halikarnasos – Antiquitates Romanae
Plinius Tua – Naturalis Historia
Iosephus – De Bello Iudaico
Suetonius – De Vita Caesarum, riwayat dua belas Kaisar Romawi
Tacitus – Annales dan Historiae
Plutarkos – Vitae Parallelae, kumpulan biografi tokoh-tokoh ternama Romawi dan Yunani
Cassius Dio – Historia Romana
Herodianus – Ab Excessu Divi Marci, sejarah Kekaisaran Romawi mulai dari masa
pemerintahan Marcus Aurelius
Ammianus Marcellinus – Res Gestae, rangkuman peristiwa-peristiwa penting dari tahun 96
sampai tahun 378
Zaman Modern
Templat:Sejarah Italia Minat mengkaji, bahkan mengidealisasi, peradaban Romawi Kuno mengemuka
pada masa Renaisans Italia, bahkan berlanjut sampai sekarang. Charles Montesquieu menulis
Considérations sur les causes de la grandeur des Romains et de leur décadence (Pendalaman Sebab
Musabab Kebesaran Bangsa Romawi dan Kemerosotannya). Karya tulis penting pertama mengenai
Romawi Kuno adalah The History of the Decline and Fall of the Roman Empire karangan Edward
Gibbon, yang mengkaji peradaban bangsa Romawi mulai dari penghujung abad ke-2 sampai dengan
runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 1453.[252] Sama seperti Charles Montesquieu, Edward
Gibbon menyanjung-nyanjung kebajikan bangsa Romawi. Barthold Georg Niebuhr, salah seorang
pemrakarsa kajian sejarah Romawi Kuno, menulis Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi), yang
merunut kurun waktu sejarah bangsa Romawi sampai dengan Perang Punik I. Barthold Georg Niebuhr
berusaha memperkirakan cara tradisi bangsa Romawi tumbuh dan berkembang. Menurutnya, bangsa
Romawi, sama seperti bangsa-bangsa lain, memiliki suatu etos bersejarah yang diwariskan turun-
temurun, teristimewa di kalangan ningrat.
Pada Zaman Napoleon, muncul sebuah karya tulis berjudul Histoire des Romains depuis les temps les
plus reculés jusqu'à la mort de Théodose (Sejarah Bangsa Romawi Mulai Dari Masa-Masa Terdahulu
Sampai Dengan Kemangkatan Theodosius) karangan Victor Duruy. Karya tulis ini menonjolkan Zaman
Caesar yang digemari sidang pembaca kala itu. Römische Geschichte (Sejarah Bangsa Romawi),
Römisches Staatsrecht (Undang-Undang Romawi) , dan Corpus Inscriptionum Latinarum (Khasanah
Prasasti Latin) adalah karya-karya tulis Theodor Mommsen[253] yang merupakan tonggak-tonggak
sejarah penting. Di kemudian hari, terbit pula karya tulis Guglielmo Ferrero yang berjudul Grandezza e
decadenza di Roma (Kebesaran dan Kemerosotan Roma). Buku terbitan Rusia, Очерки по истории
римского землевладения, преимущественно в эпоху Империи (Ocerki po istorii rimskogo
zemlevladenia, preimusycestvenno v epoku Imperii, Garis-Garis Besar Sejarah Kepemilikan Tanah
Bangsa Romawi, Khususnya Pada Zaman Kekaisaran), karangan Ivan Grevs, memuat informasi
mengenai tata kelola usaha Pomponius Atticus, salah seorang pemilik tanah terluas pada akhir zaman
republik.
Edward Gibbon (1737–1794) – The History of the Decline and Fall of the Roman Empire
John Bagnall Bury (1861–1927) – History of the Later Roman Empire
Michael Grant (1914–2004) – The Roman World[254]
Barbara Levick (lahir 1932) – Claudius[255]
Barthold Georg Niebuhr (1776–1831)
Michael Rostovtzeff (1870–1952)
Howard Hayes Scullard (1903–1983) – The History of the Roman World[256]
Ronald Syme (1903–1989) – The Roman Revolution[257]
Adrian Goldsworthy (lahir 1969) – Caesar: The Life of a Colossus dan How Rome fell[258]
Baca juga
Arsitektur Romawi Kuno
Daqin, sebutan Tiongkok bagi Kekaisaran Romawi, baca Hubungan Roma-Tiongkok
Ketatanegaraan Republik Romawi
Kebudayaan Romawi Kuno
Daftar perang saudara dan pemberontakan bangsa Romawi
Sumber
Adkins, Lesley; Roy Adkins (1998). Handbook to Life in Ancient Rome. Oxford: Oxford
University Press. ISBN 978-0-19-512332-6.
Cary, M. (1967). A History of Rome Down to the Reign of Constantine (edisi ke-2nd). New
York: St. Martin's Press.
Casson, Lionel (1998). Everyday Life in Ancient Rome. Baltimore: The Johns Hopkins
University Press. ISBN 978-0-8018-5992-2.
Dio, Cassius (January 2004). Dio's Rome, Volume V., Books 61–76 (AD 54–211). Diakses
tanggal 17 Desember 2006.
Duiker, William; Jackson Spielvogel (2001). World History (edisi ke-Third). Wadsworth.
ISBN 978-0-534-57168-9.
Durant, Will (1944). The Story of Civilization, Volume III: Caesar and Christ. Simon and
Schuster, Inc.
Elton, Hugh (1996). Warfare in Roman Europe AD 350–425. Oxford: Oxford University
Press. ISBN 978-0-19-815241-5.
Flower (editor), Harriet I. (2004). The Cambridge Companion to the Roman Republic.
Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-00390-2.
Edward Gibbon, The History of the Decline and Fall of the Roman Empire
Goldsworthy, Adrian Keith (2008). Caesar: Life of a Colossus. Yale University Press
Goldsworthy, Adrian Keith (1996). The Roman Army at War 100 BC – AD 200. Oxford:
Oxford University Press. ISBN 978-0-19-815057-2.
Goldsworthy, Adrian Keith (2003). The Complete Roman Army. London: Thames and
Hudson, Ltd. ISBN 978-0-500-05124-5.
Grant, Michael (2005). Cities of Vesuvius: Pompeii and Herculaneum. London: Phoenix
Press. ISBN 978-1-898800-45-3.
Haywood, Richard (1971). The Ancient World. David McKay Company, Inc.
Keegan, John (1993). A History of Warfare. New York: Alfred A. Knopf. ISBN 978-0-394-
58801-8.
Livy. The Rise of Rome, Books 1–5, translated from Latin by T.J. Luce, 1998. Oxford
World's Classics. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-282296-9.
Mackay, Christopher S. (2004). Ancient Rome: A Military and Political History. Cambridge:
Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-80918-4.
Matyszak, Philip (2003). Chronicle of the Roman Republic. London: Thames & Hudson, Ltd.
ISBN 978-0-500-05121-4.
O'Connell, Robert (1989). Of Arms and Men: A History of War, Weapons, and Aggression.
Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-505359-3.
Scarre, Chris (September 1995). The Penguin Historical Atlas of Ancient Rome. Penguin
Books. ISBN 978-0-14-051329-5.
Scullard, H.H. (1982). From the Gracchi to Nero. (5th edition). Routledge. ISBN 978-0-415-
02527-0.
Ward-Perkins, John Bryan (1994). Roman Imperial Architecture. Yale University Press.
ISBN 978-0-300-05292-3.
Werner, Paul (1978). Life in Rome in Ancient Times. translated by David Macrae. Geneva:
Editions Minerva S.A.
Willis, Roy (2000). World Mythology: The Illustrated Guide. Collingwood, Victoria: Ken Fin
Books. ISBN 978-1-86458-089-1.
Bacaan lanjutan
Coarelli, Filippo. Rome and environs: An archaeological guide. Berkeley: Univ. of California
Press, 2007.
Cornell, Tim J. The beginnings of Rome: Italy and Rome from the Bronze Age to the Punic
Wars (c. 1000–264 BC). London: Routledge, 1995.
Coulston, J. C, and Hazel Dodge, editors. Ancient Rome: The archaeology of the eternal
city. Oxford: Oxford University School of Archaeology, 2000.
Forsythe, Gary. A critical history of early Rome. Berkeley: University of California Press,
2005.
Fox, Matthew. Roman historical myths: The regal period in Augustan literature. Oxford:
Oxford University Press, 1996.
Gabba, Emilio. Dionysius and the history of Archaic Rome. Berkeley: University of California
Press, 1991.
Holloway, R. Ross. The archaeology of early Rome and Latium. London: Routledge, 1994.
Keaveney, Arthur. Rome and the unification of Italy. 2nd edition. Bristol: Bristol Phoenix,
2005.
Kraus, Christina Shuttleworth, and A.J. Woodman. Latin historians. Oxford: Oxford
University Press, 1997.
Mitchell, Richard E. Patricians and plebeians: The origin of the Roman state. Ithaca: Cornell
University Press, 1990.
Potter, T.W. Roman Italy. Berkeley: University of California Press, 1987.
Raaflaub, Kurt A., editors. Social struggles in Archaic Rome: New perspectives on the
conflict of the orders. 2nd edition. Oxford: Blackwell, 2004.
Rosenstein, Nathan S., and Robert Morstein-Marx, editors. A companion to the Roman
Republic. Oxford: Blackwell, 2006.
Scheidel, Walter, Richard P Saller, and Ian Morris. The Cambridge Economic History of the
Greco-Roman World. Cambridge: Cambridge University Press, 2007.
Smith, Christopher J. Early Rome and Latium: Economy and society c. 1000–500 BC.
Oxford: Oxford University Press, 1996.
Stewart, Roberta. Public office in early Rome: Ritual procedure and political practice. Ann
Arbor: University of Michigan Press, 1998.
Woolf, Greg. Rome: An Empire's Story. Oxford: Oxford University Press, 2012.
Wyke, Maria. Projecting the Past: Ancient Rome, Cinema, and History. New York:
Routledge, 1997.
Pranala luar
Ancient Rome (https://web.archive.org/web/2008061317 Wikimedia Commons
3831/http://sd71.bc.ca/sd71/school/courtmid/Library/sub memiliki media mengenai
ject_resources/socials/ancient_rome.htm) sumber Romawi Kuno.
bacaan bagi siswa-siswi dari Perpustakaan Courtenay
Middle School.
History of ancient Rome (https://web.archive.org/web/20091204081729/http://ocw.nd.edu/cl
assics/history-of-ancient-rome) Bahan Kursus Terbuka dari Universitas Notre Dame, berisi
sumber-sumber bacaan gratis yang mencakup materi-materi kuliah, soal-soal diskusi,
tugas-tugas, dan bahan-bahan ujian.
Galeri Seni Rupa Kuno: Romawi Kuno (http://ancientrome.ru/art/artworken/result.htm?ds=-8
00&de=500&st=1)
Lacus Curtius (http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/home.html)
Livius.Org (http://www.livius.org/rome.html)
United Nations of Roma Victrix (UNRV) (http://www.unrv.com/) situs web sejarah Romawi
Kuno
Jaringan saluran air bersih dan air buangan di Kekaisaran Romawi (http://www.waterhistory.
org/histories/rome/)
Proyek penelitian DNA Romawi (http://romandnaproject.org/)
Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.