Anda di halaman 1dari 2

Riska Ayuni

NPM : 2106756815
Resume
Islam Sebagai Rahmat Bagi Semesta
1.Pengertian Islam
Secara bahasa kata Islam berasal dari kata kerja aslama yang berarti tunduk. Secara istilah,
kata Islam mengacu kepada sikap pasrah, tunduk, dan menyerahkan diri pada Allah
sebagaimana ditegaskan dalam Qs. Ali Imran, 3:19
‫هّٰللا‬ ‫اختَلَفَ الَّذ ْينَ اُوْ تُوا ْالك ٰتب ااَّل م ۢ ْن ب ْعد ما ج ۤاءهُم ْالع ْلم ب ْغي ًۢا ب ْينَهُم ۗوم ْن يَّ ْكفُرْ ب ٰا ٰي هّٰللا‬
ْ ‫اِ َّن ال ِّد ْينَ ِع ْن َد هّٰللا ِ ااْل ِ ْساَل ُم ۗ َو َما‬
َ ‫ت ِ فَاِ َّن‬ ِ ِ َ َ ْ َ َ ُ ِ ُ َ َ َ ِ َ ِ ِ َ ِ ِ
ِ ‫َس ِر ْي ُع ْال ِح َسا‬
‫ب‬
Artinya : “Sesungguhnya agama bagi Allah ialah sikap pasrah pada-Nya.” Jadi sikap pasrah
pada Allah adalah karakteristik dari sikap beragama yang benar. Seorang Muslim, hanya
benar dalam beragama jika benar-benar mempunyai sikap kepasrahan hanya kepada Allah
Swt.Sikap pasrah hanya pada Allah ini terhubung langsung dengan konsep Tauhid, yakni
meyakini Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan.

2. Jati Diri Keislaman


Setiap manusia terlahir sebagai khalifah di Bumi dengan mengemban tugas tidak hanya
menjaga dan merawat alam di sekitar kita, baik itu berupa tumbuhan, binatang dan
sebagainya,tetapi juga menjaga dan merawat hubungan antar sesama umat manusia sehingga
bisa hidup dengan aman dan damai. Tanpa adanya, perbudakan, penindasan dan tentunya
jauh dari kekerasan dan peperangan. Keislaman seseorang ditentukan oleh sejauh mana
imannya kepada Allah mampu mendorongnya untuk menggali sisi positifnya semaksimal
mungkin, lalu menggunakannya untuk kebaikan bersama. Demikian pula keislaman sebuah
keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga islami (Keluarga Sakinah, Keluarga Maslahah,
atau apapun istilahnya) adalah keluarga yang memberikan kepasrahan hanya pada Allah
dengan tunduk pada kebaikan bersama.

3. Rukun Islam dan Spiritualitas


Untuk mewujudkan misi kemaslahatan di atas bumi, manusia dikaruniai akal untuk
memilah mana yang baik dari buruk, serta hati nurani untuk memilih yang baik. dalam islam
telah menyediakan mekanisme bagi seorang Muslim untuk berpegang teguh pada jati dirinya
yang hakiki sebagai makhluk spiritual yang diasah dan dijaga melalui rangkaian lima rukun
Islam,yaitu syahadat,sholat,zakat,puasa dan haji . Dalam pelaksanaan rukun Islam, ada syarat
tertentu yang dapat menentukan apakah seseorang wajib melakukannya, menjadi sunah atau
tidak wajib melakukannya jika tidak memenuhi syarat.Kemudian semua Rukun Islam dalam
bentuk syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji diterima atau tidaknya oleh Allah ditentukan
oleh perilaku setelah mekanisme spiritual tersebut selesai dilakukan.

4. Kontekstualisasi Islam dalam Kehidupan


Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk merealisasikan tauhid dalam kehidupan kita
sehari-hari, karena tauhid merupakan ajaran dasar Islam yang di atasnya dibangun
syariat-syariat agama kemudian takwa adalah adalah satu-satunya ukuran nilai seorang
manusia di hadapan Allah, yakni sejauh mana tauhid atau iman kepada Allah mampu
melahirkan kemaslahatan atau perilaku baik (amal saleh) kepada sesama makhluk Allah.
Contoh Takwa misalnya bersikap adil kepada sesama manusia.
Sebagai umat muslim sebagai upaya kontekstualisasi islam dalam kehidupan yaitu
meneladani seluruh aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW semampu kita.Salah satu
perilaku Nabi Muhammad saw. yang harus kita teladani adalah melakukan ibadah
berdasarkan apa yang disukai oleh Allah. Dalam menuntun untuk bersikap seperti ini,
Rasulullah saw. bersabda, antara lain diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya: “…bahwa
Sufyan bin Abdullah as-Saqafi mengatakan: Aku berkata: Ya Rasulullah, sampaikanlah
kepadaku suatu perkara yang dengannya, aku terpelihara. Rasulullah saw. bersabda:
Katakanlah: Tuhanku adalah Allah, lalu berkomitmen (bahwa Anda selalu dalam keyakinan
bahwa Allah yang menciptakan, memelihara, melindungi, memberi dan menentukan
segalanya, karena itu Anda selalu menaati semua perintah dan larangan-Nya). Sufyan
mengatakan lagi: Alangkah seringnya Anda mengkhawatirkan diriku ya Rasulullah.
Kemudian Rasulullah memperlihatkan lidahnya dan mengatakan: Ini!”
Hadis ini, selain menuntun kita untuk konsisten dan konsekuen dalam merealisasikan tauhid
rubūbiyyah dan ulūhiyyah dalam kehidupan, juga mengingatkan kita untuk memelihara dan
mengendalikan lidah dari pembicaraan dan omongan yang terkadang membawa kepada dosa
dan perbuatan maksiat.

Anda mungkin juga menyukai