Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan pasal 6 menyebutkan bahwa pembangunan

kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan

rencana penbangunan kepariwisataan dengan memperhatikan

keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta

kebutuhan manusia untuk berwisata (Anonim, 2014).

Potensi sumber daya alam hayati dan ekosistem yang dimiliki

objek wisata alam Bissoloro menunjukan bahwa kawasan ini memiliki

potensi objek dan daya tarik wisata alam. Atraksi satwa liar, keunikan

dan keindahan bentang alam, serta budaya masyarakat yang ada pada

sekitar taman wisata alam Bissoloro jika diteliti dan dikembangkan

potensi akan mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung

sehingga dapat mengangkat pendapatan ekonomi masyarakat sekitar.

Ekowisata Bissoloro menjadi pengelolaan ekosistem hutan

sebagian masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan yang

belum memiliki pengetahuan tentang pentingnya ekosistem hutan bagi

ekologi maupun ekonomi, sehingga banyak diabaikan atau tidak dijaga.

Dalam pengelolaan ekowisata Bissoloro pengkajian pengembangan

potensi yang ada dan melibatkan masyarakat sekitarnya sehingga

1
masyarakat mengetahui tempat dan pentingnya ekosistem hutan untuk

dikembangkan lebih lanjut.

Dalam melakukan pengembangan potensi objek Wisata Alam

Bissoloro menghadapi dua faktor internal dan eksternal potensi. Faktor

internal potensi dalam SWOT adalah meliputi kekuatan dan kelemahan

potensi dalam melakukan pengembanagan. Sedangkan faktor

eksternal yang meliputi peluang dan ancaman bagi pengelola dalam

pengembangan.

Berdasarkan urain di atas maka penelitian di Wisata Alam

Bissoloro merupakan penting untuk dikembangkan dan menemukan

suatu model strategi pengelolaan dengan menggunakan analisis

SWOT untuk mengantisipasi kerusakan dan kerugian pihak pengelola.

Oleh karena itu peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi potensi yang

terdapat di objek wisata alam Bissoloro dan pengembangannya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana potensi

wisata alam di Desa Bissoloro Kecamatan Bungaya Kabupaten Gowa.

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi objek wisata alam

Bissoloro yang berada di Kabupaten Gowa.

D. Manfaat

Manfaat penelitian dapata di jadikan sebagai bahan informasi dan

bahan kajian kepada pemerintah daerah dan pengelola Desa Bissoloro

2
Kabupaten Gowa untuk pembangunan dan pengembangan kawasan

hutan tersebut khususnya diaspek ekowisata alam.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Ekowisata

Setelah berlakunya undang-undang nomor 10 tahun 2009

tentang kepariwisataan, istilah objek diganti menjadi daya tarik wisata

pengertian segala sesuatu keunikan, keindaan dan nilai berupa

keanekaragam kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang

menjadi sarana atau tujuan kunjungan wisata.

Dari pemahaman mengenai potensi ekowisata tersebut dapat di

simpulkan bawah potensi ekowisata terkait dengan penawaran wisata.

Elemen penawaran wisata terdiri atas (Damanik dan Weber, 2006)

1. Atraksi

Atraksi dibedakan menjadi atraksi yang nyata dan tidak nyata yang

memberikan kenikmatan kepada wisatawan baik yang berupa

kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia.

2. Aksesibilitas

Cakupan aksesibilitas yang keseluruhan sarana dan prasarana

transportasi yang melayani wisatawan dari, ke, dan selama di daerah

tujuan wisata.

3. Amnenitas

4
Fungsi amenitas lebih kepada pemenuhan kebutuhan wisatawan

sehingga seringkali tidak berhubungan langsung terkait dengan

bidang pariwisata.

Sebagai salah salatu sektor pembangunan yang dapat memacu

pertumbuhan ekonomi salah satu wilayah, pariwisata dianggap sebagai

salah satu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan pada

wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata. Selain

itu potensi sebagai strategi konservasi satwa liar terbatas oleh

ketidakmampuannya untuk menjamin perlindungan jangka panjang aset

lingkungan dan oleh kecendurungannya untuk berkontribusi langsung

terhadap gradasi lingkungan. Hal ini disebabkan karena pariwisata

memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomi (sumber devisa,

pajak-pajak), aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek

budaya (Aryunda, 2011)

Perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat ini

melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan

secara aktif membantu menjaga keberlangsungan berbagai aspek.

Penetapan sebagai kawasan hutan menjadi objek wisata alam

merupakan salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya secara bijaksana sehingga tetap dapat mengusahakan

sumberdaya alam tersebut dapat tetap lestari (Nugroho, 2011).

B. Strategi Pengembangan Ekowisata

5
Konsep pengelolaan wisata dalam penerapannya harus

memenuhi tiga unsur keberlanjutan dalam, yaitu: 1). Aspek ekologi, 2).

Aspek sosial, dan 3). Aspek ekonomi. Dimana aspek ekologi adalah

sumberdaya yang akan dikelola oleh pengembangan wisata. Aspek

sosial merupakan para pelaku wisata yaitu, pengelola, yang terlibat dan

penikmat jasa yang memastikan wisata akan berjalan baik, wisata harus

beriringan dengan aspek ekonomi melalui pendekatan industri. Salah

satu bentuk produk wisata sebagai bagian dari konsep pariwisata

berkelanjutan adalah pengembangan ekowisata (Yulianda et al., 2010).

Upaya pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam

diberlakukan pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan atau

konservasi. Taman Nasional sebagai kawasan yang digunakan untuk

pelestarian sumber daya alam kini menawarkan wisata ekologis yang

banyak diminati wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran

paradigma kepariwisataan internasional dari bentuk pariwisata masal

(mass tourism) ke wisata minat khusus yang disebut ekowisata. Oleh

karena itu, timbul lah gagasan baru dalam pengembangan pariwisata

yang disebut dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu

pembangunan pariwisata yang lebih mengedepankan kelestarian

lingkungan.

Menurut Drum (2002) terdapat enam keuntungan dalam

implementasi kegiatan ekowisata yaitu:

6
1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem dalam

lingkungan yang dijadikan sebagai objek wisata.

2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian

lingkungan.

3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung

bagi para stakeholder.

4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal,

nasional, dan internasional.

5. Mempromosikan penggunaan sumberdaya alam yang

berkelanjutan.

6. Mengurangi ancaman terhadap keanekarangaman hayati yang

ada di objek wisata tersebut.

7
BAB III

METODE PENILITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai dengan

bulan Oktober 2021, dan bertempat di Objek Wisata Alam di Desa

Bissoloro Kecamatan Bungaya Kabupaten Gowa.

B. Parameter Penelitian

Penelitian ini menggunakan parameter mengukur karakteristik

atau untuk menilai sekumpulan data yang dianggap penting untuk

memahami situasi dari permasalahan.

C. Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif, dengan cara

menggumpulkan data primer dan data sekunder. Metode yang

digunakan yaitu: Pengamatan (Observasi), wawancara dan kuesioner

serta pengumpulan literatur dari penelitian-penelitian sebelumnya.

1. Pengamatan (Observasi)

Untuk memperoleh data tambahan serta mencocokan data yang

ada, maka peneliti melakukan observasi. Observasi atau

pengamatan langsung terhadap obyek wisata ini dapat gunakan,

menggingat obyek wisata yang diteliti merupakan program yang

sedang berjalan. Maka peneliti dapat memperoleh informasi

8
tambahan dengan melihat atau merasakan langsung

pelaksanaannya.

2. Wawancara

Wawancara yang digunakan dengan cara wawancara terbuka

dangan wawancara tertutup.

3. Kuisioner

Untuk memperoleh data-data tambahan yang akan digunakan untuk

data yang di jadikan parameter.

D. Anlisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode SWOT.

SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strengths (kekuatan),

weaknesses (kelemahan), Oppertunities (peluang) dan threats

(hambatan).

9
BAB IV

KEADAAN LOKASI UMUM

A. Kondisi Desa

Desa Bissoloro merupakan salah satu desa dalam wilayah

Kecamatan Bungaya Kabupaten Gowa. Terletak di koordinat bujur

119.613014 dan koordinat lintang -5.358165.

Secara administratif, wilayah Desa Bissoloro memiliki batas

sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pattallikang

dan Tana Karaeng Kecamatan Manuju

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Batumalonro

Kecamatan Biring Bulu

c. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Rannaloe dan

Desa Buakkang

d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Takalar

Luas wilayah Desa Bissoloro adalah + 2539,32 Ha (27, 2 Km2)

yang terdiri dari 20 % berupa pemukiman, dan 80 % berupa daratan

yang digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, perhutanan.

Sebagaimana wilayah tropis, Desa Bissoloro mengalami musim

kemarau dan musim penghujan dalam tiap tahunnya. Rata-rata

perbandingan musim kemarau lebih besar dari pada musim hujan.

10
Desa Bissoloro merupakan wilayah paling potensial untuk

pertanian dan peternakan sapi, ungags. Hal tersebut didukung oleh

kondisi geografis serta luas area persawahan. Dukungan pemerintah

daerah untuk pengembangan potensi pertanian, peternakan sapi dan

unggas diwujudkan dengan memberikan bantuan pupuk melalui

kelompok kelompok tani yang dikoordinir oleh Gapoktan, tetapi

semuanya masih sangat minim.

B. Demografi

Demografi adalah studi ilmiah tentang penduduk, terutama

tentang jumlah, sturuktur dan perkembangannya. Berdasarkan data

profil desa, jumlah penduduk Desa Bissoloro adalah 2.250 jiwa dengan

komposisi tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Demografi Bissoloro

Dusun Dusun Dusun


Jenis Dusun Dusun Dusun
Bontota Pannya Parangka Jumlah
kelamin Bissoloro Masago Tokka
ngnga mbeang ntisan
Laki-laki 150 246 119 234 109 205 1063

Perempuan 161 286 134 242 122 242 1187

Jumlah 311 532 253 476 231 447 2250

Jumlah KK 79 152 74 120 70 130 625

Sumber: Data Desa Bissoloro

11
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Dusun Dusun Dusun


Dusun Dusun Dusun
Kelompok Bontotang Pannyam- Parangkant
Bissoloro Masago Tokka
Umur nga beang isang
Tahun LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR

0-1
2 3 6 8 1 2 3 4 3 5 4 4
Tahun
2-4
4 6 13 15 3 5 6 9 7 8 15 15
Tahun
5-7
13 14 15 17 12 13 7 8 10 11 20 21
Tahun
8-12
17 18 32 35 14 17 18 20 10 10 25 26
Tahun
13-15
17 17 26 29 14 16 15 17 15 16 25 20
Tahun
16-20
14 14 20 20 11 12 16 16 11 14 16 16
Tahun
21-25
25 23 38 40 19 17 21 22 11 12 13 14
Tahun
26-35
32 33 41 48 25 27 30 32 13 14 26 27
Tahun
36-50
29 30 49 53 20 23 36 42 12 14 29 29
Tahun
51-65
23 23 36 40 16 20 20 24 8 10 21 21
Tahun
65 keatas 6 6 10 11 6 8 23 15 9 8 18 20
Jumlah 182 187 286 314 141 160 195 219 109 122 212 213
Sumber: Data Profil Desa

C. Keadaan Sosial

Adanya fasilitas pendidikan yang memadai serta pemahaman

masyarakat tentang pentingnya menempuh pendidikan formal maupun

non formal mempengaruhi peningkatan taraf pendidikan. Agama,

24
kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan yang ada juga beragam.

Secara detail, keadaan sosial penduduk Desa Bissoloro tersaji dalam

tabel berikut.

Tabel 2.3 Keadaan Sosial Desa Bissoloro

No Uraian Jumlah Satuan Keterangan

A. Tingkat Pendidikan yang ditamatkan

1 Belum Sekolah 199 Jiwa

2 SD / Sederajat 452 Jiwa

3 SMP / Sederajat 171 Jiwa

4 SMA / Sederajat 51 Jiwa

5 Diploma / Sarjana 29 Jiwa

6 Tidak Sekolah 153 Jiwa

B. Agama

1 Islam 2.250 Jiwa

2 Kristen Protestan 0 Jiwa

3 Hindu 0 Jiwa

4 Budha 0 Jiwa

5 Katolik 0 Jiwa

Sumber: Data Profil Desa Bissoloro

D. Keadaan Ekonomi

Desa Bissoloro memiliki potensi yang sangat baik untuk Industri

pertanian, kehutanan dan peternakan, dimana potensi tersebut dapat

meningkatkan taraf perekonomian dan pendapatan masyarakat. Pada

umumnya penduduk Desa Bissoloro bermata pencaharian sebagai

25
petani, yakni pertanian sawah dan kebun. Sumber daya alam yang

dihasilkan adalah padi dan jagung. Tabel berikut menyajikan data

keadaan ekonomi masyarakat Desa Bissoloro.

Tabel 2.4 Keadaan Ekonomi Penduduk Desa Bissoloro

No Uraian Jumlah Satuan Keterangan

A Kesejahteraan Sosial
1 Keluarga Prasejahtera Jiwa
2 Keluarga Prasejahtera 1 Jiwa
3 Keluarga Prasejahtera 2 Jiwa
4 Keluarga Prasejahtera 3 Jiwa
Keluarga Prasejahtera 3
1 Jiwa
plus
B. Mata Pencaharian
Belum Bekerja / Tidak
1 1.016 Jiwa
bekerja
2 Petani 1.045 Jiwa
3 Pedagang 28 Jiwa
4 Sopir 12 Jiwa
5 Tenaga kontrak / honorer 31 Jiwa
6 PNS 17 Jiwa
7 LVRI 7 Jiwa
8 TNI 2 Jiwa
9 Pensiunan PNS / TNI 2 Jiwa
10 Lain-lain Jiwa
Sumber: Profil Desa Bissoloro

26
1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa

Struktur Organisasi Pemerintah Desa Bissoloro menganut sistem

kelembagaan pemerintahan desa dengan pola minimal sebagaimana tersaji

dalam gambar berikut:

BPD KEPALA DESA


BABINSA
BHABINKAMTIBMAS ABDUL GANI SIRIWA

SEKRETARIS

M. KASIM

KAUR KAUR KAUR


UMUM ADMINISTRASI KEUANGAN
KASI KASI KASI
ABD. RAHIM BURHANUDDIN SRIDIANTI
PEMERINTAHAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN

- ABD. RAHMAN HASBULLAH


STAF KAUR
KEUANGAN

BAKRI

KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN
TOKKA PARANGKANTISANG PANNYAMBEANG MASAGO BISSOLORO BONTO TANGNGA

P DG. NOMPO T DG. NYAMPO H. MAROLLAH HAMZAH ROLA LION TALLI NASIR DG. RAU’

27
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Lingkungan Kawasan Objek Wisata Alam Bissoloro

1. Topografi

Desa Bissoloro mempunyai banyak destinasi wisata, di

antaranya hutan pinus, puncak tinambung dan air terjun. Destinasi ini

sangat mudah dijangkau oleh pengunjung karena tidak terlalu jauh dari

pemukiman. Aksesibilitas pergi ke Desa Bissoloro cukup baik karean

jalannya sudah teraspal. Pengunjung bisa menggunakan kendaraan

mobil dan motor untuk berkunjung, dan yang datang dari kota Makassar

memakan waktu kurang lebih 1 jam dan dari kota Gowa 30 menit.

a. Hutan Pinus

Kawasan wisata hutan pinus Desa Bissoloro memiliki luas

sebesar 400 Hektar yang terbagi menjadi 6 titik. Berdasarkan

penelitian melalui wawancara diketahui kondisi lingkungan sebagian

wisatawan menyatakan tingkat kepuasan 32 % dengan tempatnya,

sampah 15 % masi terlihat berhamburan, aksesibilitas masuk 20 %

tidak baik. Berdasarkan penelitian diketahui banyak pengunjung 25

% datang melewati jalan utama.

Kondisi lingkungan wisata alam yang alami merupakan suatu

hal penting yang perlu untuk dirawat, karena ini akan mendatangkan

wisatawan ke tempat tersebut. Nurlita (2016) menyarankan

28
beberapa hal yaitu pentingnya akses jalan, sarana dan prasarana

serta promosi dengan memperhatikan carrying capacity agar

aktivitas tidak merusak lingkungan. Semua jenis sarana transportasi

jalur utama yang mendukung pergerakan wisatawan dari tempat asal

ke lokasi wisata termasuk hal yang penting. Sarana transportasi

termasuk kondisi jalan dan jarak dari kota ke lokasi perlu di

perhatikan. Seperti yang dikatakan oleh Abdulhaji, (2016) bahwa

sala satu aspek berkembangnya tempat wisata adalah aksesibilitas

karena tidak mungkin wisatawan mengunjungi objek wisata apabila

aksesnya sulit di jangkau. Menurut Nawangsari et al. (2018)

menyatakan bahwa dengan adanya aksesibilitas yang baik maka

pengunjung akan mudah mencapai lokasi wisata.

Berdasarkan dari hasil wawancara Bersama responden di

lokasi penelitian ada 6 orang atau 15 % menyatakan melihat sampah

masi berserakan di tempat wisata Hutan Pinus yang tidak terkelola

dengan baik dan sangat menggangu kenyamanan pengunjung.

Kebersihan lingkungna adalah salah satu faktor penting yang mesti

di perhatikan.

b. Puncak Tinambung

Berdasarkan hasil penelitian diketahui puncak tinambung

memiliki luas sebesar hektar. Kondisi lingkungan di puncak

tinambung pengunjung menyatakan puas 21 % dengan tempatnya,

adanya kerusakan apabila tejadi bencana alam setuju 15 % oleh

29
responden, kondisi aksesibilitas dikatakan oleh wisatawan dengan

peresentase jawaban kurang baik 20 %, penampakan sampah yang

dilihat oleh wisatawan dengan persentase iya 40 %, ketersediaan

tempat sampah dikatakan penting 50 % oleh wisatawan, jenis sangsi

yang diberlakukan untuk merusak didalam tempat objek wisata

wisatawan tidak mengatahui dengan persentase jawaban 25 %.

Kondisi lingkungan merupakan satu faktor penting untuk

menunjang kegiatan wisata pengunjung. Pengunjung akan merasa

puas apabilah kondisi lingkungan wisata baik seperti udara sejuk dan

panorama alam. Wisata alam puncak tinambung memiliki daya Tarik

lingkungan yang bagus diantaranya panorama alam dan udara yang

sejuk. Hal ini telah dibuktikan dengan hasil wawancara melalui

koesioner ada beberapa menyatakan 21 % puas dengan tempatnya.

Seperti dikatakan oleh Suwantoro (2014), bahwa Objek dan daya

Tarik wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran

wisatawan kesuatu daerah tujuan wisata.

Kurangnya perhatian terhadap aksesibilitas akan menjadi

salah satu faktor pengunjung tidak datang berwisata, hal ini karena

akan membuat pengunjung bosan untuk datang dikarenakan

aksesibilats tidak mempuni. Dari hasil wawancara presentase

aksesibilitas puncak tinambung pengunjung menyatakan 20 %

kurang baik. Pengelola puncak tinambung perlu perhatikan

aksesibilats jika ingin menarik pengunjung ke tempat wisata tersebut.

30
Karena kepuasan pengunjung datang bisa jadi faktor penunjang

adalah kondisi aksesibilitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Yoeti (2013), menyatakan suatu objek wisata tidak akan berarti

banyak bila aksesibilitas ke objek wisata tersebut sulit dijangkau,

baik lewat darat dan udara. Agar pariwisata itu berkembang dengan

baik, maka sesuatu destinasi harus asesibel (bisa di datangi).

Menurut Widyaastuti (2010) menjelaskan tentang

pengembangan pariwisata yang berorentasi pada pelestarian

lingkungan. Begitu juga potensi ekonomi di area yang rentan dan

beresiko, objek pariwisata ini harus memiliki kemampuan adaptasi

dan mitigasi agar tidak membahayakan masyarakat maupun

wisatawan serta menimbulkan kerusakan. Sampah merupakan

salah satu faktor terjadinya kerusakan lingkungan wisata, maka dari

itu sampah mesti di Kelola dengan baik. Hal ini tela terjadi di objek

wisata alam puncak tinambung yang penampakan sampa masih

terlihat berserakan dan tidak terkelola dengan baik dengan

presentase jaawaban penampakan sampah pengunjung

menyatakan 40 %. sampah sudah diketahui bersama bahwa

memiliki dampak buruk bagi tempat wisata dan wisatawan. Hal ini

jika tidak diatasi maka akan menjadi salah satu sebab kenapa

pengunjung puncak tinambung mulai berkurang wisatawan yang

datang karena tidak merasa nyaman dengan lingkungan wisata.

31
Berdasarkan dari hasil wawancara uang diketahuai

penyediaan tempat sampah merupakan solusi terbaik untuk

mengelola sampah-sampah yang berserakan, karena hal ini penting

untuk menjaga lingkungan wisata dari sampah dan pengunjung

menyatakan 40 % sangat penting penyediaan tempat sampah

disekitar objek wisata puncak tinambung.

c. Air terjun Barassang

Air terjun Barassang memiliki kondisi lingkungan yang terjal

dan curam serta banyak bebatuannya. Berdasarkan dari hasil

penelitian diketahui kondisi lingkungan dari objek wisata air terjun

Barassang dengan persentase wisatawan menyatakan puas 10 %,

rawan rusak apabila terjadi bencana alam dengan persentase

jawaban 20 %, kondisi aksesiblitas masuk ke dalam objek wisata

alam Barassang tidak baik 20 % oleh wisatawan, penampakan

sampah di objek wisata alam air terjun barassang dengan

persentase jawaban tidak ada 15 %, untuk menjaga kondisi

lingkungan objek wisata air terjun Barassang dengan persentase

jawaban melakukan perawatan 25 % oleh wisatawan.

Kondisi lingkungan merupakan faktor yang penting terhadap

kepuasan pengunjung, hasil koesioner di lokasi air terjun

menunjukan bahwa hanya 10 % yang menyatakan puas dengan

kondisi lingkungannya. Menurut Pendit dan Nyoman (2012),

32
mengamatakan bahwa daya tari wisata merupakan segala sesuatu

yang memiliki nilai dan menarik untuk memuaskan pengunjung.

kebersihan merupakan suatu keadaan atau kondisi

lingkungan yang menampilkan suasana bebas dari kotoran, sampah,

limbah, penyakit dan pencemaran. Wisatawan akan merasa betah

dan nyaman bila berada di tempat yang bersih dan sehat. Tujuan

dari kebersihan adalah menciptakan lingkungan yang bersih bagi

berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberi

layanan higienis bagi wisatawan. Dari hasil observasi dan

wawancara peneliti mendapatkan data bahwa penampakan sampah

di objek air terjun 15 % tidak ada, ini ditandai dengan bahwa

lingkungan objek air terjun terbilang relatif bersih. Kebersihan

lingkungan merupakan faktor penting yang mampu mendatangkan

pengunjung untuk berwisata.

Kurangnya perhatian terhadap infrastrutur di Kawasan objek

wisata air terjun ini sehingga membuat Kawasan objek wisata air

terjun sedikit sulit untuk dikunjungi. Tipe jalan menuju objek wisata

air terjun masi bertipe tana dan batu. Hal tersebut sehingga hasil

dari observasi dan wawancara peneliti mendapatkan data 20 %

menyatakan tidak baik. faktor inilah air terjun tidak banyak datang

untuk berkunjung. Hal ini seperti pendapat Abdillah dan Hamid,

(2016) menyatakan kemudahan pengunjung untuk mencapai tujuan

wisata melalui jalur darat, jalur udara, kereta api, maupun jalur laut.

33
Pengunjung harus juga dapat melakukan perjalanan dengan relative

muda dan persyaratn visa, masuk Pelabuhan, dan kondisi jalur

masuk tertentu harus menjadi bagian dari aksesibilitas

B. Potensi Daya Tarik Wisata Alam Bissoloro

1. Hutan Pinus

Kawasan hutan pinus menjadi salah satu potensi daya tarik

wisata alam di Desa Bissoloro selain dari wisata alam Malino yang

berada di Kabupaten Gowa. Hutan pinus menjadi tempat wisata alam

dan lingkungan eksotis, menikmati panorama alam, menghirup udara

yang murni, dan menjadi tempat istirahat yang baik untuk

menenangkan pikiran. Kawasan hutan pinus di dalamnya banyak

berbagai fasilitas untuk mendukung liburan pengunjung karena banyak

atraksi di dalam ataranya, live musik, kesenian tradisional dan camping

(lihat di gambar 2).

Berdasarkan penelitian melalui wawancara diketahui sebagian

pengunjung menyatakan tidak sering 30 % datang ke tempat ini,

pengunjung tertarik pemandangannya dengan persentase jawaban

setuju 15 %, keramain ditempat ini menurut pengunjung dengan

persentase jawaban biasa saja 25 %, keunikan ditempat wisata alam

oleh pengunjung dengan persentase jawaban pemandangan 30 %,

menurt pengunjung tempat ini baik dikunjungi dengan persentase

jawaban setuju 35 %, dari mana diketahui tempat wisata ini dengan

persentase jawaban dari teman 35 %, harapan kedepan dengan

34
persentase jawaban lebih baik lagi 20 %, saran oleh pengunjung

dengan persentase jawaban tambah fasilitas 17 %, dan terdapat

seluruh keunikan tempat ini dapat dijadikan salah satu objek tujuan

wisata dengan persentase jawaban setuju 35 % oleh pengunjung.

Potensi objek wisata alam hutan pinus Bissoloro merupakan

komponen terpenting dalam suatu kegiatan wisata karena melalui

potensi wisata maka dapat berkembang menjadi atraksi wisata dan

sumberdaya wisata yang mampu menarik pengunjung untuk

berkunjung ke Kawasan wisata. Aspek daya dukung ekologis

merupakan kemampuan lingkungan untuk memberikan daya Tarik

wisata, Butabutar dan soemaon, (2013). Keunikan objek wisata alam

hutan pinus Bissoloro merupakan nilai jual dari objek wisata itu sendiri

untuk menarik pengunjung untuk datang ke Kawasan wisata. Menurut

Gunawan (2002), objek dan daya Tarik wisata adalah segalah

keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan wisatawan. Hal tersebut

diatas hutan pinus dapat dijadikan suatu tujuan bewisata bagi

wisatawan.

Menurut spillane (1985), Objek dan Daya Tarik wisata

merupakan pertimbangan pertama dalam melakukan perjalanan.

Tanpa keberadaan objek dan daya Tarik wisata tidak akan ditemui

pelayanan pengunjung kepariwisataan lainnya. Menurut Naidoo,

Ramseook Munhurun, & Seegoolam, (2011), daya Tarik wisata dalam

35
penelitian terdahulu telah terbukti menjadi salah satu faktor utama yang

wajib diperhitungkan dalam perencanaan destinasi wisata, karena akan

sangat menentukan tingkat kepuasaan wisatawan.

2. Puncak Tinambung

Puncak Tinambung merupakan potensi yang ada di Desa

Bissoloro sebagai tempat wisata camping. Puncak Tinambung dikelola

oleh pemuda desa setempat yang beranggotakan 7 orang, waktu mulai

mengelola pada tahun 2017. Puncak Tinambung dengan luas 1,5

hektar dan memiliki panorama alam yang indah dan areal camp (lihat

gambar 3).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengunjung menyatakan

dengan persentase jawaban tidak 30 % sering datang ke tempat ini,

pengunjung tertarik datang dengan persentase jawaban

pemandangannya 17 %, suasan keramaian dengan persentase

jawaban biasa saja 25 %, baik dikunjungi oleh pengunjung dengan

persentase jawaban iya 35 %, tempat ini banyak di ketahui oleh

pengunjung dengan persentase jawaban dari teman 35 %, tempat ini

baik dikunjungi wisata dengan persentase jawaban setuju 35 %,

harapan untuk tempat ini oleh pengunjung dengan persentase jawaban

lebih baik lagi 25 %, dan seluru keunikan objek wisata alam ini dapat

dijadikan salah satu objek tujuan wisata dengan persentase jawaban 32

% oleh pengunjung.

36
Potensi Puncak Tinambung yang berada di Desa Bissoloro

memiliki bentangan alam yang mampu menarik pengunjung datang ke

Kawasan wisata. Daya Tarik Puncak Tinambung tak hanya bentangan

alam ada juga pemandangan buatan yang dibuat oleh pengelola

setempat yang di gunakan menjadi tempat mengambil foto dan

menikmati suasananya, inilah menajdi alasan kenapa pengunjung 17

% sering datang berkunjung. Menurut Pendit, (2002), daya Tarik wisata

didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk

dikunjungi dan dilihat. Daya Tarik wisata disebutkan secara lebih

spesifik menjadi tiga jenis, yaitu; daya Tarik wisata alam, daya Tarik

wisata budaya, maupun daya Tarik wisata buatan, (Undang-Undang No

10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan).

Daya Tarik di Objek Wisata Alam puncak Tinambung

berpengaruh penting mendatangkan jumlah pengunjung untuk

meramaikan Objek Wisata Alam Puncak Tinambung, namun keramaian

disana masih terbilang biasa saja, hal ini karena wisata tersebut tidak

melakukan pemasaran sehingga kurang diketahui oleh pengunjung.

Keunikan Daya Tarik Objek Wisata Alam Puncak Tinambung

Desa Bissoloro kini baik menjadi tujuan berwisata. Hal ini karena daya

tarik merupakan potensi dari wisata alam puncak tinambung yang

memiliki ciri khas keunikan berbeda dari yang lain. Pengunjung yang

datang dapat menikmati keunikkan daya Tarik objek wisata alam

tersebut dan merasakan suasana berbeda yang membuat pikiran

37
menjadi tenang. Ada 13 orang pengunjung atau 32 % pengunjung

menyatakan keunikan dari tempat ini baik menajdi tujuan berwisata. Hal

ini sesuai denga Yoeti (2016), menyatakan bahwa daya Tarik wisata

atau tourist attraction merupakan segala sesuatu yang menjadi daya

tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu.

3. Air Terjun

Air terjun Barassang yang berada di kawasan Desa Bissoloro

merupakan tempat yang memiliki potensi daya tarik tersendiri. Wisata

air terjun memiliki khas pemandangan yang indah dan eksotis yang

masih alami, bersih airnya dan dingin. Ketinggian air terjun yang jatuh

ke sungai kurang lebih sekitar 10 meter (lihat gambar 4).

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara diketahui

pengunjung sering mengunjungi dengan persentase jawaban tidak 20

%, seberapa ramai oleh pengunjung dengan persentase jawaban tidak

ramai 20 %, bagian yang unik dari tempat ini dengan persentase

jawaban ahirnya 20 %, yang diketahui oleh pengunjung wisata air terjun

dengan persentase jawaban dari teman 25 %, harapan pengunjung

untuk wisata air terjun dengan persentase jawaban adanya pengelola

25 %, dan terdapat seluru keunikan wisata wisata air terjun dapat

dijadikan salah satu tujuan wisata dengan persentase jawaban iya 25

% oleh pengunjung.

Pada penelitian ini daya Tarik wisata alam Air terjun merupakan

suatu potensi yang akan menjadi potensinya yang memiliki nilai

38
eksotisnya yang cukup menarik. Potensi inilah sangat berpengaruh

yang mampu menarik pengunjung datang untuk berwisata, namun yang

ditemukan di lokasi penelitian ada beberapa orang menyatakan 20 %

tidak sering datang ke air terjun yang berada di desa Bissoloro dan

keramain dilokasi penelitian terbilang tidak ramai yang dinyatakan

pengunjung kebanyakan tidak ramai 20 %. Hal ini karena medan

menuju ke air terjun terbilang tidak baik. Hal ini senada dengan

Butarbutar & Soemarno (2013), menyatakan sarana prasarana berupa

fasilitas dan infrastruktur dalam menyediakan kebutuhan wisatawan

sangat berpengaruh datang atau tidaknya wisatwan ke areal Kawasan

wisata.

Menurut safaradabi, (2016), mengemukakan potensi ekowisata

yang besar dilihat dari keanekaragaman lanskap geologis, dan

geomorfologi, dan fitur ekologis lainnya. Keunikan pemandangan

ekologis yang dimilki objek wisata alam air terjun Bissoloro merupakan

salah satu potensi yang membuat pengunjung tertarik untuk datang

berwisata, dan beberapa pengunjung menyatakan 20 % menyukai

keunikannya. Keunikan objek wisata alam air terjun Bissoloro memberi

sensasi baru kepada pengiunjung yang datang sehingga para

pengunjung yang datang merasakan suasana panorama alam yang

begitu alami. Keunikan panorama air terjun Bissoloro adalah salah satu

keunikan yang dapat mengundang pungunjung untuk menjadikan

tempat tujuan berwisata.

39
Berdasarkan penelitian di lokasi ada beberapa pengunjung

menyatakan 25 % berharap kedepan air terjun adanya suatu

kelembagaan pengelola yang pasti. Kita tahu bersama kelembagaan

merupakan bagian terpenting untuk mengembangkan ekowisata yang

berkelanjutan dan memiliki perencanaan yang lebih baik. Hal ini senada

dengan Koens mayer at el (2009) menyatakan bahwa kapasitas

kelembagaan yang besar akan menghasilkan bentuk ekowisata yang

berkelanjutan, dan perencanaan yang baik.

C. Pengelolaan dan Pelayanan Wisata Alam Bissoloro

1. Hutan Pinus

Pengelolaan dan pelayanan wisata alam hutan pinus terbilang

baik dikarenakan memiliki anggota yang banyak dan terkordinir.

Sehingga sangat terlihat bahawa pelayanan dan pengelolaan yang

diberikan ke pengunjung. Berdasarkan hasil penelitian diketahui

pungunjung menyatakan pelayanan dan pengelolaan wisata alam

hutan pinus dengan persentase jawaban baik 35 %, komunikasi

petugas oleh pengunjung dengan persentase jawaban baik 32 %,

ketersediaan sarana dan prasarana dengan persentase jawaban

cukup baik 32 % oleh pengunjung, keamanan ditempat wisata hutan

pinus dengan persentase jawaban baik 50 %, dan terdapat saran

pengunjung untuk tempat waisata alam Hutan Pinus dengan

persentase jawaban tambahkan fasilitas 25 % oleh pengunjung.

40
Pelayanan dan pengelolaan secara keseluruhan yang di

ambil dari data penelitian di Hutan pinus ada 14 orang atau 35 %

menyatakan baik. Kualitas pelayanan dan pengelolaan objek wisata

merupakan hal yang perlu di tingkatkan, karena berpengaruh

langsung dengan kepuasan wisatawan dan pelestarian objek itu

sendiri. Pelayanan dan pengelolaan objek wisata alam Hutan Pinus

jugan menunjukan sikap komunikasi yang cukup baik dengan

menggunakan Bahasa yang sopan. Berdasarkan hasil wawancara di

lapangan ada beberapa orang manyatakan 32 % atau 14 orang

cukup baik. komunikasi merupakan faktor penting untuk

meningkatkan kepuasan pengunjung untuk datang.

Pelayanan dan pengelolaan dalam hal sarana pendukung

juga merupakan faktor yang penting terhadap kepuasan

pengunjung, semakin banyak sarana pendukung di lokasi wisata

tentu akan dapat meningkatkan kepuasan pengunjung dan dapat

memperbanyak pengunjung yang datang mayoritas pengunjung

merasakan cukup puas dengan sarana pendukung tempat wisata

hutan pinus sebesar 32 %. Sarana pendukung harus menjadi

perhatian khusus bagi pengelola agar memberi hasil kepuasan yang

optimal. Hal ini senada dengan Vengesayai (2013) menyatakan

penting ketersediaan fasilitas yang baik untuk wisatawan

dikarenakan adanya tingkat ketertarikan terhadap suatu destinasi

dan akan dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas yang di tawarkan.

41
Pelayanan keamanan berkaitan dengan kenyamanan

wisatawan dan kelestarian Kawasan. Betapun tinggi nilai objek daya

Tarik, tetapi apabilah kondisi keamanan tidak terjamin, makan

wisatawan tidak akan tertarik untuk mengunjungi Kawasan tersebut.

hal ini senada dengan Pemanyun (2010) menyatakan pembangunan

pariwisata pada hakikatnya berbasis pada keamanan, artinya

selama keamanan tidak terjamin, maka seluruh kreatifitas

masyarakat didalam pengembangan potensi pariwisata akan

terganggu.

Sarana pengunjung untuk objek wisata alam merupaka suatu

faktor pendukung bagi pengelolaan dan pelayanan untuk menjadi

pembelajaran di kemudian hari. Saran pengunjung dalam hal ini ke

pengelola dan pelayanan objek wisata alam hutan pinus Sebagian

menyatakan 25 % menambahkan fasilitas. Hal ini mengindikasikan

bahwa fasilitas yang berada di objek wisata masi terbilang belum

cukup. Fasilitas merupakan faktor pendukung yang penting terhadap

kepuasan pengunjung, semakin banyak pilihan fasilitas maka

semakin meningkatkan kepuasan pengunjung. Hal ini senada

dengan Wibowo dan Ma’rif (2014) menyatakan semakin

berkembangnya suatu Kawasan wisata pasti akan menarik

pembangunan baik sarana akomodasi maupun pemukiman baru,

oleh karena itu pengembangannya harus di batasi dan dijaga

kelestarian lingkungannya.

42
2. Puncak Tinambung

Pelayanan dan pengelolaan puncak tinambung berdasarkan

hasil penelitian melalui wawancara diketahui pengunjung

menyatakan pelayanan dan pengelolaan tempat wisata alam puncak

tinambung dengan persentase jawaban baik 40 %, komunikasi

petugas di tempat wisata Puncak Tinambung dengan persentase

jawaban baik 35 %, pengelolaan sarana dan prasarana oleh

pengunjung dengan persentase kurang baik 32 %, keamanan di

tempat wisata Puncak Tinambung denangan persentase jawaban

baik 40 % oleh pengunjung, dan terdapat saran pengunjung untuk

pengelola dan pelayanan dengan persentase jawaban tambah dan

perbaiki fasilitas 25 % oleh pengunjung.

Pelayanan dan pengelolaan yang baik wisata alam

merupakan suatu faktor penting untuk meningkatkan kepuasan

pengunjung yang datang. Semakin baik pelayanan yang

memberikan kesan kepuasan kepada pengunjung maka yang

nantinya pungunjung akan melakukan kunjungan ulang. Seperti

halnya cara pengelola berkomunikasi dengan baik ke pengunjung

adalah suatu modal untuk menjaring pelanggan datang untuk

berkunjung. Hal ini telah di buktikan dengan hasil wawancara ada

beberapa menyatakan 40 % puas dengan pelayanan wisata alam

puncak tinambung dan ada 14 orang orang menyatakan merasa

puas dengan cara berkomunikasi pengelola dan pelayanan di

43
Puncak Tinambung. Hal ini serupa yang dikatakan oleh Sopyan

(2015) yang menunjukan bahwa variabel kepuasan pengunjung

mempunyai pengaruh positif terhadap minat kunjungan wisatawan.

Menurut Nuraeni (2014) kualitas layanan yang baik akan

mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Sarana dan prasarana merupaka faktor penting yang mesti di

sediakan oleh pengelola dan pelayanan. Fasilitas sarana dan

prasarana adalah faktor yang akan mampu mendatangkan

pengunjung dengan nilai kepuasan yang tinggi. Fasilitas sarana dan

prasarana bila perlu ditambahkan agar kepuasan pengunjung

semakin tinggi dan akan sering Kembali datang. Seperti dikatakan

oleh Wu dan Chen (2018), menjelaskan bahwa semakin baik fasilitas

sarana prasarana ekowisata maka semakin tinggi pula kepuasan

pengunjung. Menurut Gustiarini et al. (2018), fasilitas merupakan

faktor yang menjadi peluang bagi ekowisata untuk meningkatkan

jumlah pengunjung.

Keamanan merupakan pelayanan yang seharusnya di

perhatikan, hal ini karena keamanan juga salah satu faktor penting

yang menentukan kepuasan pengunjung untuk datang ke Kawasan

wisata. Menurut Riyanto et al (2014), menyatakan bahwa suatu

Kawasan yang memiliki keamanan yang terjaga dan terjamin dari

segala gangguan akan memberikan nilai yang positif bagi wisatawan

dan membuat wisatawan merasa nyaman untuk beraktifitas.

44
D. Analisis Strategi Pengembangan Wisata Alam Desa Bissoloro

1. Alanlisis Kondisi Lingkungan Internal

a. Unsur Kekuatan

Strenghts (kekuatan) adalah faktor-faktor pendukung

suatu objek dalam pendekatan dan pengembangan objek

tersebut. Unsur kekuatan utama bagi pengembangan wisata

alam Bissoloro di lokasi penelitian adalah kondisi iklim yang

sangat di minati oleh wisatawan untuk bersantai karena suhu

iklimnya tidak telalu dingin disaat malam dan tidak terlalu panas

di waktu siang. Banyak pengunjung yang datang berkunjung ke

tempat tersebut untuk bersantai, berkreasi sambil menikmati

keindahan alam, selain itu ciri khusus manfaat yang di dapatkan

dari Objek Wisata Alam Bissoloro ini memiliki manfaat yang baik

untuk kesehatan. Kebersihan lingkungan masih terjaga oleh

pengelolanya, ketersediaan toilet di objek Wisata Alam Bissoloro

sudah tersedia dan bisa digunakan oleh pengunjung.

Tersediannya air bersih, kelestarian lingkungan Objek Wisata

Alam Bissoloro masi sangat asri, suasana alamnya yang terjaga

dengan masih banyaknya pepohonan pinus, dan keberadaan

Objek Wisata Alam Bissoloro jauh dari suara Bising kendaraan.

Ketersediaan tempat parker yang ada di Objek Wisata Alam

45
Bissoloro dapat memuat kendaraan wisatawan, baik itu untuk

kendaraan roda dua ataupun roda empat.

Wisatawan yang berkunjung ke Objek Wisata Alam

BIssoloro akan mendapatkan pelayanan yang ramah dan sopan

dari petugas pengelola objek wisata. Petugas pengelola akan

dtemui di loket pembayaran masuk dan akan melayani wisatawan

sesuai kebutuhan wisatawan tersebut. Petugas pengelola

memiliki jadwal piket jaga setiap harinya diloket penjagaan. Objek

Wisata Alam Bissoloro dalam hal ini selalu berusaha untuk

menunjukan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh objek

wisata tersebut agar mampu bersaing dengan destinasi wisata

lain dalam memenuhi kebutuhan wisatawan dalam hal ini adalah

fasilitas yang ada didalamnya yaitu, listrik lampu,wifi, tempat

duduk, toilet, spot foto, gazebo, musolah dan villa.

b. Unsur Kelemahan

Kelemahan (weakens) dari Objek Wisata Alam Bissoloro

diantarnya adalah ketersediaan tempat sampahnya masih

kurang, pemisahan antara sampah plastik dan sampah basah

belum tesedia sehingga sampah masih terlihat dan kurang

terkelola dengan baik dilingkungan. Hal ini terlihat dilingkungan

objek wisata yang minim tempat sampah disekitaran objek

wisata. Ketersediaan tempat cas heandpone dan laptop masih

kurang sehingga sebagian wisatawan yang datang harus dengan

46
inisiatifnya sendiri untuk membawa teminalnya untuk digunakan

mencas. Fasilitas toilet/kamar mandi masih kurang, hal ini terlihat

dilingkungan saat banyak wisatawan yang ingin menggunakan

harus menunggu antrian yang cukup lama, dan aksesibilitas jalan

utama masuk ke objek wisata masih belum cukup baik karena

jalannya belum di aspal.

Petugas pengelola tidak menggunakan baju seragam yang

membuat wisatawan kebingungan untuk meminta arahan atau

informasi di wisata alam tersebut. Kurangnya papan informasi

dan rabu-rambu didalam objek wisata tesebut dan belum ada

pemandu untuk wisatawan.

2. Analisis kondisi Lingkungan Eksternal

a. Unsur Peluang

Opportunities (peluang) dari objek wisata alam Bissoloro

diantaranya adalah keberadaan objek wisata ini tidak

bertentangan dengan hukum atau aturan yang berlaku, karena

objek wisata ini memiliki ijin usaha dari setiap masing-masing

pengelola. keberadaan objek wisata yang tida bertentangan

dengan aturan hukum sehingga dapat menjamin kelancaran

usahanya, serta dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan

dapat memberikan kontribusi bagi desa setempat dan

pengelolanya. Kerja sama anatara pemerintah dan masyarakat

47
dalam pengembangan Objek Wisata Alam Bissoloro dapat dlihat

dari adanya ijin usaha.

Selain peluang pengembangan Objek Wisata Alam

Bissoloro sebagai kontribusi untuk desa dan pengelola, peluang

pengembanagan Objek Wisata Alam Bissoloro di daerah ini juga

berpeluang menjadi desa destinasi wisata yang tehitung di

tataran nasional maupun internasional yang bisa bersaing

dengan wisata-wisata lann yang ada diluar Sulawesi. Maka dari

itu hal tesebut seharusnya ditunjang oleh keadaan sarana dan

prasarana (terutama jalan dan fasilitas).

b. Unsur Ancman

Threts (ancaman) dari Objek Wisata Alam Bissoloro

adalah sebagai salah satu daerah yang memiliki wilayah luas,

Kabupaten Gowa memiliki banyak tempat wisata. Objek Wisata

Alam Bissoloro memiliki ancaman dari objek wisata sejenis yang

ada di Kabupaten Gowa yaitu salah satunya wisata alam Malino

yang memiliki daya tarik sejenis. Objek Wisata Alam Bissoloro

merupakan objek wisata baru yang masih dalam tahap

pengembangan, maka belum banyak tersedia informasi

mengenai Objek Wisata Alam Bissoloro di biro Perjalanan wisata.

Pengelola objek wisata belum memanfaatkan media sosial

yang dimilikinya dengan baik sehingga tidak banyak informasi

yang bisa didapat mengenai objek wisata alam ini dari media

48
sosial. Oleh karena itu hal ini dapat menjadi ancaman bagi Objek

Wisata Alam Bissoloro.

Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

1. Kondisi iklim yang 1. Ketersediaan

tidak terlalu tempat sampah

dingiun masih kurang

2. Panorama alam 2. Ketersediaan

yang masi alami tempat cas

3. Fasilitas yang heandpone

mencukupi 3. Fasilitas toilet

masih kurang

4. Tidak ada papan


informasi dan

rambu-rambu

didalam objek

Eksternal

49
Peluang (O) Strategi (SO) Strategi (WO)

1. Kerja sama 1. Pemberdayaan 1. Menyediakan

antara masyarakat agar parkir yang

pengelola dan menyewakan sedikit luas

pemerintah rumahnya untuk 2. Membuat papan

2. Menjadi wisatawan yang petunjuk masuk

kontribusi mau tinggal lama ke Desa

Daerah 2. Memaksimalkan Bissaoloro

khususnya fasilitas

Desa Bissoloro

3. Menjadi Desa

Distinasi yang

terhitung

Ancaman (T) Strategi (ST) Strategi (WT)

1. Memiliki
1. Memaksimalkan 1. Memaksimalkan
saingan
kenyamanan dan potensi daya
dengan
keamanan tarik
destinasi yang
2. Mensosialisasikan
jenisnya sama
dampak

lingkungan ke

kariayawan

50
3. Kualitas produk

harus di perkuat

4. Mempromosikan

produk ke sosial

media

51
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bagian hasil dan pembahasan maka

dapat di simpulkan:

1. Desa Bissoloro merupakan desa yang memiliki daya tarik yang

berpotensi menjadi destinasi unggulan, namun keberadaannya

masi membutuhkan perhatian dan dukungan dari pemerintah

Daerah dan Desa bissoloro serta masyarakat setempat. Terdapat

sejumlah dampak positif kepada masyarakat sekitar maupun

komunitas terkait pengembangan desa wisata Bissoloro.

2. Unsur kekuatan pengembangan objek wisata alam Bissoloro

yaitu kondisi iklim yang tidak terlalu dingin, kebersihan

lingkungan, fasilitas mencukupi. Unsur kelemahan objek wisata

alam Bissoloro tidak ada ketersediaan sampah, ketersediaan cas

hp tidak ada, dan fasilitas belum mempuni. Unsur peluang bagi

pengembangan objek wisata alam Bissoloro ijin usaha dari setiap

pengembangan yang legal, kerja sama anatara pemerintah

daerah dan masyarakat pengembangan dan Menjadi desa

destinasi wisata yang terhitung di tataran nasional. Unsur

ancaman pengembangan objek wisata alam Bissoloro penelitian

52
yaitu berpotensi gulung tikar karena bersaing dengan destinasi

wisata yang jenis yang sama.

3. Pengembangan Poteni Wisata Alam Bissoloroa di lokasi

penelitian diarahkan mengatasi kelemahan-kelemahan yang di

temui antara lain dengan membentuk strategi. Dan setelah itu

konsep diarahkan untuk memperoleh bantuan model kerja untuk

pengembangan yang berkelanjutan dengan cara pelatihan

pariwisata maupun pendampingan oleh komunitas/kelembagaan.

B. Saran

Perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk

mengembangkan potensi objek wisata alam Bissoloro sebagai

langakah awal penerapan strategi pengembangan, khususnya pada

fasilitas dan infrastruktur agar mampu mendatangkan pengunjung

dan medapatkan hasil yang optimal.

53
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun


2009 dan Peraturan Pemerintah RI Tahun 2010 tentang
kepariwisataan. Bandung: Citra Umbara.
Abdillah, A., & Hamid, D. (2016). Dampak Pengembangan Pariwisata
Teradap Kehidupan Masyarakat Lokal Di Kawasan Wisata
(Studi Pada Masyarakat Sekitar Wisata Wendit, Kabupaten
Malang). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya,
30(1), 74–78
Abdulhaji. 2016. Pengaruh Atraksi, aksesibilitas, dan Fasilitas
terhadap Citra Objek Wisata Danau Tolire Besar di Kota
Ternate. Jurnal Penelitian Humano. 7(2), 74-75
Aryunda, H. 2011. Dampak ekonomi pengembangan kawasan
ekowisata kepulauan seribu. Jurnal perencanaan wilayah dan
kota. 22(1):1-16
Butarbutar, R., & Soemamo. (2013). Enviromental Effects og
Ecotourism in Indonesia. Jurnal of Indonesia Tourism and
Devolepment Studies, 1(3), 97-107
Chen, Wendy Y., dan C. Y. Jim. 2010. Contingentvaluation of
ecotourism development in country parks in the urban
shadow. Internasional Journal of Sustainable Development
and World Ecology.
Damanik j. dan Weber, H. F. 2006. Perencanaan ekowisata dari teori
ke aplikasi, puspar UGM & penerbit Andi. Yogyakarta.
Drum, A., dan A. More (2002). Pengembangan Ekowisata, Manual
Untuk Perencana Konservasi dan manajer. Virginia: The
Nature concervacy.
Fandeli, CH. Dan Nurdin, M. 2005. Pengembangan Ekowisata
Berbasis Konservasi di Taman Nasional. Fakultas Kehutanan
Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.
Gustiarini, A., Avenzora, R. & Teguh, F. (2018). Analisis Motivasi dan
Presepsi Ekowisata Penonton Perempuan atas Tayangan My
Trip My Adventure terhadap destinasi wisata alam. Media
Konservasi, 23(1), 43-51
Gunawan, M. P., Lubis S. M., Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup: Proyek Agenda 21 Sektoral, United Nation

54
Devolopment Program (UNDP); Indonesia. 2000. Agenda
pariwisata Untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara
berkelanjutan. Proyek Agenda 21 Sektoral, Jakarta.
Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Dengan
UNDP

Hakimi, luchman. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Bayumedia


publishing. Malang.
Hijriati, E. & Mardianan, R. 2014. Pengaruh Ekowisata Berbasis
Masyarakat Terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Social dan
Ekonomi di Kampong Batusuhunan Sukabumi. Jurnal
sosiologi pedesaan, 2(3), 146-159
Hidayati. D. Mujiyani. L. Rachmawati. A Zaelani. 2003. Ekowisata:
Pembelajaran dari Kalimantan Timur. Jakarta. Pustaka Sinar
Harapan.
Iswandi, U., 2014. Analisis Potensi Pengembangan Ekowisata Pantai
Mande Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Spasial: Penelitian,
Terapan Ilmu Geografi, dan Pendidkan Geografi, 4 (2).
Joko Try Haryanto. 2014. Model Pengembangan Ekowisata dalam
Mendukung Kemandirian Ekonomi, Volume 2 No.3,22. Jurnal
Kawisatara.
Khalik W. 2014. Kajian Kenyamanan dan Keamanan Wisatawan di
Kawasan Pariwisata Kuta Lombok
KC, Anup, Rijal, Kedar, Sapkota dan Rames Prasad. 2015. Role of
Ecotourism in Environmental Conservation and
Socioeconomic Development in Annapurna Conservation
Area, Nepal. Internasional Jurnal of Sustainable Devolopment
and World Ecology.
Naidoo, P., Ramseook-Munhurun P., &Seegoolam, P. 2011. An
Assessment of Visitor Satisfaction with Nature-Based Tourism
Attractions
Nugroho. I. 2011. Ekowista dan Pembangunan Berkelanjutan.
Pustaka pelajar. Yogyakarta.
Nurlita (2016). Strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis
masyarakat lokal dipantai Temajuk Kabupaten Sambas
Kalimantan Barat. Institup Pertanian Bogor.

55
Nawangsari D, Muryani C, Utomowati R. 2018. Pengembangan wisata
pantai Desa Watu Karung dan Desa Sendang Keabupaten
Pacitan tahun 2017. Jurnal GeoEco. 4(1):31-40

Nuraeni BS. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Minat


Kunjung Ulang Wisatawan Museum Ranggawarsit Semarang.
Jurnal Bisnis Strategi. 23(1): 1-20
Ogucha, E, B., G.K. Riungu., F.K, Kiama., & E. Mukolwe. (2016)
Pemayun, C.I.A., 2010. Format Kerjasama Pengelola Daya Tarik
Wisata antara Pemerintah Kabupaten Gianyar dengan Desa
Pakraman (studi kasus Pura Tirta Empul Tampaksiring, Pura
Goa Gaja Bedulu dan Pura Dalem Padang. Tegal Ubud.
Jurnal Analisis Pariwisata. 10(1), pp. 9-15
Pendit, N. S. (2002). Ilmu Pariwisata Jakarta: Pradnya Para Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan,
Skretariat Negara. Jakarta 2009. Indonesia
Sitomurang, Dohar, B., Mirzanti dan Isti Rafaldini. 2012. Social
Enterpreneurship to Develop Ecotourism. Procedia
Economics and Finance.
Spillane, James, 1995. Ekonomi Pariwisata. Sejarah dan Prospeknya.
Yogyakarta: Kanisius
Sopyan IW. 2015. Antaseden Minat Berkunjung Ulang Studi pada
Cagar Budaya Bedung Lawang Sewu Semarang. Journal of
Manegemen 4(2): 1-9
Sudarto G. 1999. Ekowisata: Wahana Pelestarian Alam
Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Bandung: Yayasan Kalpataru Bahari
Bekerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati
Indonesia.
Wildan, W., Sukardi, S., dan Syueb, M.Z. 2016. The Feasibility Of
Development of Social Capital-Based Ecotuorism in West
Lombok. MIMBAR, Social and Development Journal
Wibowo, P>A>S., S. Ma’rif, 2014. Alternatif Strategi Pengembangan
Desa Rahtawu Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten
Kudus. Jurnal Wilayah dan Lingkungan 2(3), pp. 245-256

Wu, S.T & Chen, Y.S (2018). Local intetion to participate in ecotourism
development in Taiwan’s Atayal communities. Jurnal of
Tourism and Cultural Change, 16(1), 75-96

56
Yulianda, F. 2010. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan
Sumber Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah. Departemen
Menejemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan.
Yilma & Safarabadi, A. (2016). Assesing Ecotourism Potential For
Sustainable Dervelopment Of Coastal Tourism In Qeshm
Islan, Iran. European Journal Of Geography, 7(4), 53-66
Yunierti E, Soekami R, Arifin HS, Noorrachmat BP. 2018. Analisis
Potensi Ekowisata Heart Of Borneo di Taman Naisonal
Betung Kerihun dan Danau Sentrum Kabupaten Kapuas Hulu.
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Vol 8
(1): 44-54
Yoeti A, Oka (2008). Pemasaran Pariwisata , edisi revisi. Bandung :
Angkasa
Bandung

57

Anda mungkin juga menyukai