Anda di halaman 1dari 18

I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman


hayati, termasuk ekosistem hutan bakau atau mangrove. Mangrove adalah
ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai penyangga alami dari dampak erosi,
badai, serta tempat hidup dan berkembang biak bagi berbagai jenis flora dan
fauna. Salah satu cara untuk meningkatkan keberlanjutan ekosistem mangrove
dan sekaligus menghasilkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat setempat
adalah dengan mengembangkan pusat wisata mangrove.

Pusat wisata mangrove merupakan destinasi yang semakin populer di


seluruh dunia karena mereka tidak hanya memungkinkan wisatawan untuk
menikmati keindahan alam, tetapi juga memberikan kesempatan untuk edukasi
lingkungan dan peningkatan kesadaran tentang pentingnya menjaga ekosistem
mangrove. Namun, pengembangan pusat wisata mangrove bukanlah tugas yang
mudah, terutama dalam konteks Indonesia yang memiliki keragaman geografis,
budaya, dan ekonomi yang sangat besar. Beberapa tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan pusat wisata mangrove meliputi: Perlindungan Ekosistem:
Pengembangan pusat wisata mangrove harus memperhatikan perlindungan
ekosistem yang sensitif ini. Aktivitas wisatawan, seperti berjalan-jalan di atas
jembatan kayu atau perahu, dapat berdampak negatif pada ekosistem mangrove
jika tidak diatur dengan baik.

Kesejahteraan Masyarakat Lokal: Pusat wisata mangrove dapat


memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat setempat, seperti peluang
pekerjaan, penjualan produk lokal, dan peluang bisnis lainnya. Namun, penting
untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi ini merata dan berkelanjutan.
Pengelolaan Wisata yang Berkelanjutan: Pengembangan pusat wisata mangrove
harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan, termasuk pengelolaan
limbah, konsumsi energi, dan dampak ekologi lainnya.

Pendidikan Lingkungan: Pusat wisata mangrove juga dapat digunakan


sebagai sarana edukasi lingkungan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menjaga ekosistem mangrove dan keanekaragaman hayati
yang ada di dalamnya. Dalam konteks tesis atau sripsi, penelitian mengenai
pengembangan pusat wisata mangrove dapat memberikan wawasan yang
berharga tentang bagaimana mengatasi tantangan-tantangan ini, menciptakan
manfaat ekonomi yang berkelanjutan, dan memastikan pelestarian ekosistem
mangrove. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan kontribusi penting
dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan di Indonesia.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan peraturan pemerintah No. 18 tahun 1994 tentang:


pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam, kegiatan pariwisata alam dapat dilakukan dengan
memperhatikan pasal 4 berikut :

a. Luas Kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana


pariwisata alam maksimum 10% (sepuluh perseratus) dari luas zona
pemanfaatan taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok
pemanfaatan taman wisata alam yang bersangkutan;
b. Bentuk bangunan bergaya arsitektur budaya setempat;
c. Tidak mengubah bentang alam yang ada.

Berdasarkan peraturan diatas yang apabila dibandingkan dengan kondisi


existing Kawasan wisata mangrove saluleang, maka ditemukanlah permasalahan
yang ingin diselesaikan dalam penulisan ini yaitu : “Bagaimana mendesain
fasilitas penunjang kegiatan berwisata di wisata mangrove dusun bebanga
kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang tidak hanya memperhatikan aspek
kenyamanan dan keamanan pengunjung tetapi juga mengangkat budaya
setempat dengan desain nantinya”.

I.3 Tujuan dan Sasaran

I.3.1 Tujuan

Mendesain fasilitas penunjang wisata mangrove di kabupaten Donggala


dengan pendekatan eko arsitektur guna mengakomodasi aktifitas wisatawan
dalam berwisata.

I.3.2 Sasaran

Adapun sasaran dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi terkait potensi dan permasalahan di lokasi penelitian dalam


hal ini wisata mangrove di dusun Bebanga kabupaten Donggala.
b. Mengidentifikasi terkait kebutuhan dan aktifitas pelaku dalam lokasi wisata.
c. Menganalisis kebutuhan dan aktifitas pelaku yang telah diidentifikasi
sebelumnya untuk mendapatkan kebutuhan jenis saran dan prasana
penunjang apa saja yang akan didesain nantinya.
d. Mengimplementasikan pendekatan eko arsitektur kedalam konsep desain
fasilitas penunjang wisata mangrove.

I.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk berbagai


pihak berupa:

a. Manfaat untuk mahasiswa:


1) Sebagai pengembang keilmuan khususnya dibidang arsitektur sehingga
dapat berguna bagi penulisan sejenis pada masa yang akan datang.
2) Untuk memenuhi persyaratan dalam tugas akhir jurusan Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
b. Manfaat untuk kabupaten Donggala:
1) Hasil tulisan dan rekomendasi desain dalam penelitian ini dapat menjadi
masukan dan sumber informasi dalam aspek pengembangan pariwisata di
Kabupaten Donggala.

I.5 Lingkup Pembahasan

Pembahasan ditinjau dari disiplin ilmu arsitektur sedangkan ilmu lainnya


dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang dapat menunjang penelitian serta
melakukan studi pustaka terhadap beberapa buku, literatur artikel dan regulasi
pemerintah yang digunakan sebagai sumber data yang mendasari pembuatan
konsep dan desain fasilitas penunjang wisata mangrove nantinya.

I.6 Data Awal

I.6.1 Data Eksisting

Gambar 1 Data eksisting Mangrove di Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala

(Sumber: Dokumentasi Penulis)


Gambar 2 Data eksisting Mangrove di Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala

(Sumber : Dokumentasi Penulis)

Gambar 3 Data eksisting Mangrove di Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala

(Sumber : Dokumentasi Penulis)

Gambar 4 Data eksisting Mangrove di Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala

(Sumber : Dokumentasi Penulis)


II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Fasilitas

Menurut The Liang Gie (2006) fasilitas adalah segenap kebutuhan yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan pekerjaan dalam suatu usaha kerja
sama manusia.

Pengertian sarana dan prasarana menurut kamus besar Bahasa Indonesia


(KBBI) sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud dan tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek). Untuk lebih memudahkan dalam membedakan keduanya
sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang bergerak, sedangkan prasarana
lebih ditujukan untuk benda-benda yang tidak bergerak seperti bangunan, (Kamus
Besar BI, 2002:893).

II.2 Tinjauan Pariwisata

II.2.1 Pengertian Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari Bahasa sansekerta yang terdiri dari dua
suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti berulang-ulang atau berkali-kali,
sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti
perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang (H. oka A. Yoeti: 1996).

Menurut undang undang no. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan Bab I


pasal 1; dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya Tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
II.2.2 Tujuan Pariwisata

Tujuan penyelenggaraan kepariwisataan menurut undang- undang


republik Indonesia No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan adalah :

a. Kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,


meningkatkan kesajahteraan rakyat, menghapus kemiskinan dan mengatasi
pengangguran
b. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya alam
c. Memajukan kebudayaan
d. Mengangkat citra bangsa dan memupuk rasa cinta tanah air
e. Memperkukuh jadi diri dan kesatuan bangsa
f. Mempererat persahabatan antar bangsa
Adapun tujuan dalam pengembangan pariwisata berdasarkan instruksi
presiden nomor 9 (1969: pasal 2) yaitu:

a. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara


dan masyarakat pada umumnya, peluasan kesempatan, serta lapangan
pekerjaan dan mendorong kegiatan-keiatan industri-industri penunjang dan
industri- industri sampingan lainnya.
b. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan
Indonesia.
c. Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional.

II.3 Tinjauan Kawasan Wisata

II.3.1 Pengertian Kawasan Wisata

Pengertian Kawasan pariwisata adalah sebagai area yang dikembangkan


dengan penyediaan fasilitas dan pelayanan lengkap (untuk rekreasi/relaksasi,
pendalaman suatu pengalaman/Kesehatan). Inskeep (1991).
Sedangkan pengertian kawasan pariwisata secara umum adalah suatu
kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi
kebutuhan pariwisata dan jasa wisata.

II.3.2 Komponen Wisata

Cooper dkk (1997) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen


yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata untuk pengembangan potensi
kepariwisataan, yaitu:

a. Attraction (atraksi)
Atraksi merupakan produk utama sebuah destinasi. Menurut Karyono
(1997) atraksi atau daya Tarik wisata berkaitan dengan apa yan bisa dilihat (what
to see) dan dilakukan (what to do) oleh wisatawan disebuah destinasi wisata.
Diperkuat oleh Suwena (2010), atraksi wisata atau suber kepariwisataan (tourism
resources) merupakan komponen yang secara signifikan menarik kedatangan
wisatawan dan dapat dikembangkan di tempat atraksi wisata ditemukan (in situ)
atau diluar tempatnya yang asli (ex situ).

b. Accessibility (aksebilitas)

Merupakan sarana dan infrakstruktur yang memberikan kemudahan


kepada wisatawan untuk bergerak dari suatu daerah ke daerah lain. Faktor- faktor
yang penting terkait dengan aspek aksesbiitas wisata meliputi petunjuk arah,
bandara, terminal, waktu yang dibutuhkan, biaya perjalanan, dan frekuensi
transfortasi menuju lokasi wisata (Sunaryo, 2013) individual tourist mengatur
perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent sehigga sangat bergantung
kepada kemudahan akses dan fasilitas publik.

c. Amenity (fasilitas)

Sugiama (2011) menjelaskan bahwa fasilitas adalah segala macam sarana


dan prasarana pendukunng selama wisatawan berada di daerah tujuan wisata,
meliputi kebutuhan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, gedung
pertunjukan, tempat hiburan (entertaintment), dan tempat perbelanjaan.
Fasilitas bukan merupakan daya Tarik bagi wisatawan, namun menjadi syarat
yang menentukan durasi tinggal wisatawan dan kekurangan fasilitas akan
menjadikan wisatawan menghindari destinasi.

Menurut Chuba (2012) penginapan merupakan fasilitas pendukung


penting pada suatu destinasi wisata. Penginapan dapat ditemukan di mana pun
wisatawan bepergian kareana wisatawan membutuhkan lokasi beristirahat dan
bersantai selama melakukan perjalanan sehingga dibutuhkan bangunan yang
dapat sebagai tempat tinggal sementara atau penginapan.

d. Ancillary (pelayanan tambahan)

Sugiama (2011) menerangkan bahwa ancillary atau pelayanan tambahan


merupakan adanya Lembaga kepariwisataan yang dapat memberikan wisatawan
rasa aman dan terlindungi (protection of tourism). Pelayanan tambahan
mencakup keberadaan dari berbagai organisasi dari suatu destinasi wisata.
Organisasi yang terkait dalam hal ini antara lain pihak pemerintah seperti dinas
pariwisata, komunitas pendukung kegiatan pariwisata, asosiasi kepariwisataan
seperti asosiasi pengusaha perhotelan, biro perjalanan wisata, pemandu wisata
dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.

II.3.3 Pelaku Kegiatan Wisata

Pelaku kegiatan wisata merupakan pihak atau orang orang yang


melakukan aktifitas di suatu Kawasan wisata, Adapun pelaku dalam kegiatan
wisata terbagi atas tiga yaitu sebagai berikut:

a. Pengunjung
1) Pengunjug umum, yaitu pengunjung yang dating ke kawasan wisata
semata mata untuk tujuan wisata seperti bersantai, menikmati objek
wisata dan fasilitas yang ada tanpa tujuan lainnya yang bersifat khusus.
2) Pengunjug umum, yaitu pengunjung yang dating ke kawasan wisata
semata mata untuk tujuan wisata seperti bersantai, menikmati objek
wisata dan fasilitas yang ada tanpa tujuan lainnya yang bersifat khusus.
b. Pengelola

Pengelola merupakan orang atau badan hukum yang bertanggung jawab


terhadap penyelenggarandan pelaksanaan Kawasan wisata serta melaksanakan
kegiatan tata laksana operasional Kawasan wisata.

c. Masyarakat setempat

Peran masyarakat setempat sangat diperlukan dalam suatu Kawasan


wisata untuk meningkatkan kesejahtraan hidupnya dengan ikut berperan dalam
pelayanan ataupun pengelolaan suatu wisata.

II.3.4 Fasilitas Wisata

Fasilitas wisata yaitu sebagai berikut:

a. Sarana Wisata, merupakan semua fasilitas yang memerikan pelayanan pada


pengunjung baik langsung maupun tidak langsung yang keberadaannya
sangat tergantung pada kunjungan wisatawan.
b. Prasarana Wisata, merupakan segala bentuk fasilitas umum atau fasilitas
dasar yang memungkinkan sarana wisata untuk hidup dan berkembang serta
dapat memberi pelayanan pada wisatawan maupun masyarakat sekitarnya.

Sedangkan fasilitas yang dibutuhkan dalam suatu Kawasan wisata


berdasarkan peraturan Menteri pariwisata Republik Indonesia nomor 3 tahun
2018 tentang petunjuk operasional pengelolaan dana alokasi khusus fisik bidang
pariwisata, sebagai berikut :

a. Dalam aspek pengembangan daya Tarik wisata sebagai upaya peningkatan


kualitas-kualitas fasilitas daya Tarik wisata, mencakup :
1) Pembangunan pusat informasi wisata/TIC (tourism information center)
dan perlengkapan.
2) Pembuatan ruang ganti dan/ atau toilet.
3) Pembuatan ruang pengelol dan pembuatan gazebo.
4) Pemasangan lampu taman.
5) Pembuatan pagar pembatas.
6) Pembangunan panggung kesenian/pertunjukan.
7) Pembuatan kios cenderamata.
8) Pembuatan plaza/pusat jajanan kuliner.
9) Pembangunan tempat ibadah.
10) Pembangunan menara pandang (viewing deck).
11) Pembangunan gapura identitas.
12) Pembuatan jalur pejalan kaki (pedestrian)/jalan setapak/jalan
dalam Kawasan, boardwalk.
13) Tempat parker.
14) Pembuatan rambu-rambu petunjuk arah.
b. Dalam aspek pembangunan amenitas/fasilitas pariwisata sebagai
upaya pendukung kesiapan destinasi pariwisata dan meningkatkan
daya saing pariwisata, mencakup :
a. Pembangunan dermaga wisata.

b. Pembangunan titik labuh/singgah kapal yacht.

c. Pembangunan dive center dan peralatannya.

d. Pembangunan surfing center dan peralatannya.

(Sumber: peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia 3 (2018), petunjuk

operasional pengelolaan dana alokasifisik bidang kepariwisataan)


II.3.5 Ketentuan Teknis Fasilitas Wisata

Ketentuan teknis pembangunan fasilitas wisata berdasarkan peraturan


Menteri pariwisata republik Indonesia nomor 3 (2018), petunjuk operasional
pengelolaan dana alokasi khusus fisik bidang pariwisata) yaitu sebagai berikut :

a. Fasilitas pusat informasi wisata, standar teknis pembangunannya yaitu


sebagai berikut :
1) Standar dimensi pusat informasi wisata/TIC, luas bangunannya tidak lebih
dari 80 (delapan puluh) meter2.
2) Terdapat pengelola berupa manager, staf (memiliki kemampuan
berbahasa asing) dan paratamu tamu.
3) Sarana dan prasarana berupa telepon (fixed line), faks, internet,
computer, printer, scanner, meja, kursi/sofa, materi promosi
pariwisata dan peta.

b. Fasilitas ruang ganti dan atau toilet, standar teknis pembangunannya


yaitu sebagai berikut :
1) Lantai harus tahan terhadap gesekan, tidak licin, tidak menyerap
air, dan mudah dibersihkan.
2) Dinding pembatas antara ruang toilet satu dengan lainnya harus
tahan air dan menggantung 20 cm (dua puluh centimeter) dari
atas lantai.
3) Ruang toilet yang basah mempunyai kelembaban yang sangat
tinggi mencapai 40-50 % hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan exhaust fan atau kipas pengering di atas
washtafel.
4) Standara pencahayaan pada ruang ganti dan/atau toilet adalah
200 lumen.
5) Standar ketersediaan fasilitas yang harus ada pada ruang ganti
atau toilet.
Tabel 1 : standar ketersediaan fasilitas pada ruang ganti/toilet

fasilitas standar minimal standar rekomendasi


kloset (WC) jongkok duduk
urinoir ada ada
wastafel ada ada
satu untuk pria dan dua untuk pria dan
handicap
wanita wanita
toilet paper ada ada
jetspray/washlet disamakan disamakan
pengering tangan/tisu ada ada
cermin ada ada
gayung dan tempat air ada ada
tempat sampah ada ada
saluran pembuangan ada ada
penjaga toilet ada ada
janitor disarankan ada

(Sumber : peraturan Menteri pariwisata republik Indonesia nomor 3


(2018), petunjuk operasional pengelolaan dana alokasi khusus fisik
bidang pariwisata)

6) Standar ukuran fasilitas pada ruang ganti atau toilet


Tabel 2 : Standar ukuran fasilitas pada ruang ganti/toilet

fasilitas standar minimal standar rekomendasi


fasilitas masuk utama 90 cm 110 - 120 cm
kubikal 90 x 150 cm 90 x 150 cm
jarak antara pintu dan
60 cm 60 cm
tempat duduk toilet
jarak dinding urinal 100 - 120 cm 120 cm
pintu toilet untuk orang
180 cm 180 cm
berkebutuhan khusus
sirkulasi jarak antara
70 cm 120 cm
kubikal ke dinding
sirkulasi jarak antara
120 cm 140 cm
kubikal dengan
washtafel
daya tampung dan luasan 4.3 m² dari luas
lantai lantai

(Sumber: peraturan Menteri pariwisata republik Indonesia nomor 3


(2018), petunjuk operasional pengelolaan dana alokasi khusus fisik
bidang pariwisata)
III
METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi Penelitian

Gambar 5 Peta Kecamatan Sojol

(Sumber : google.com)

Lokasi penelitian berada di kelurahan Ou, kecamatan Sojol, Kabupaten


Donggala, Sulawesi Tengah. Kecamatan Sojol sendiri memiliki luas wilayah 705.41
km2 yang secara administratif terbagi dalam 9 desa/kelurahan, dan berdasarkan
data dari pusat statistic (BPS) kecamatan sojol tahun 2023 jumlah penduduk
sebanyak 2.010 jiwa dengan jarak 200,9 km dari ibu kota provinsi Sulawesi
tengah yaitu kota palu.

Berdasarkan posisi geografisnya, objek wisata mangrove saluleang ini


memiliki batas – batas :

a. Sebelah utara : Laut


b. Sebelah selatan : Rumah warga dan hutan
c. Sebelah barat : Laut
d. Sebelah timur : Rumah warga (karna lokasinya berbentuk teluk)
III.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode perancangan arsitektur,


yaitu proses perancangan yang akan menghasilkan suatu desain berdasarkan
data-data yang dikumpulkan sebelumnya dimana data tersebut sangat relevan
dengan penelitian, wawancara serta observasi lapangan. Data-data tersebut
kemudian diolah melalui tahapan-tahapan perancangan arsitektur.

III.3 Sumber Data

III.3.1 Data Primer

Yaitu tediri atas pengumpulan data berdasarkan observasi langsung di


daerah pantai melalui kegiatan survey, observasi, eksperimen, kuisioner, dan
wawancara. Data ini diperoleh dengan survey ke Kantor Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Donggala dan Kabid Kepariwisataan untuk memperoleh
data yang dibutuhkan.

III.3.2 Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan atau data dari hasil
penelitian/kajian orang atau instansi lain yang memiliki hubungan dengan
penelitian ini sehingga dapat dijadikan data pendukung dalam penelitian ini.

III.4 Teknik Pengumpulan Data

III.4.1 Observasi

Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang dilakukan


dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik aktivitas yang ada di
Pantai Vovasanggayu. Melalui metode observasi, penulis mendapatkan data
berupa gambaran kondisi eksisiting, potensi dan permasalahan pada lokasi
penelitian yaitu di Kecamatan Sojol.
III.4.2 Wawancara

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang


berlangsung secara lisan mendengarkan secara langsung informasi. Jenis
wawancara yang digunakan merupakan wawancara bebas dengan melakukan
proses tanya-jawab pada pokok-pokok persoalan dari fokus penelitian dan
interviewer.
Wawancara dilakukan terhadap orang-orang ahli di bidang Pariwisata.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui data kunjungan wisata pada
wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, serta apa saja yang harus
diperhatikan untuk mengembangan pariwisata di Kecamatan sojol khususnya
pada wisata pantai di Kelurahan Ou.

III.4.3 Dokumentasi

Pengambilan data yang tersimpan dalam bentuk foto untuk mendapatkan


gambar visual dari kondisi eksisting di Kawasan hutan desa Ou.

III.4.4 Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari atau mengkaji


literatur, buku, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan permasalahan yang
menjadi objek penelitian yaitu mengambil informasi data melalui buku-buku,
artikel, jurnal, skripsi, dan juga website yang berkaitan dengan Wisata Pantai dan
Ekowisata.

III.4.5 Instrumen Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengumpulan data dan analisa
data berupa:
1) Kamera, untuk pengambilan dokumentasi berupa gambar
2) Recorder, untuk pengambilan informasi pada saat wawancara
3) Alat tulis, sebagai catatan
4) Quisioner (jika diperlukan)
III.5 Teknik Pengolahan Data

III.5.1 Reduksi Data

Pada tahap ini data yang ada dilakukan penyederhanaan, penggolongan


dan membuang data yang tidak diperlukan sehingga data tersebut dapat
menghasilkan informasi yang bermakna dan memudahkan penarikan
kesimpulan.

III.5.2 Penyajian Data

Pada tahap ini sekumpulan data disusun secara sistematis dan mudah
dipahami, sehingga memungkinkan dalam menghasilkan kesimpulan. Bentuk
penyajian data dapat berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan ataupun bagan.
Melalui penyajian data tersebut kemudian data akan terorganisasi dan tersusun
dalam pola hubungan, sehingga akan lebih mudah dipahami.

III.5.3 Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan yaitu dengan cara melihat
hasil dari reduksi data dan tetap mengacu pada tujuan analisis yang hendak
dicapai. Tujuannya untuk menyimpulkan makna dari data yang telah
dikumpulkan agar dapat menentukan desain akhir dari penelitian.

Anda mungkin juga menyukai