Kelas : B
Semester : 5
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya yang
berupa pengetahuan, kesehatan, dan kesempatan untuk kami dalam menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan dan petunjuknya, kami tidak
akan menyelesaikan makalah ini dengan penuh kelancaran.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Hadist Ahkam I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Hadist terkait Shalat Jum‟at.
Kami juga mengucapkan terima kasih kasih kepada Bapak Ahmad Mas‟ari,
S.H.I.,MA.Hk selaku dosen pengampu mata kuliah Hadist Ahkam I, dan kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari pembaca akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun (Kelompok 8)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………….…………………………...1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….…....1
C. Tujuan…………………………………………………………………....1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadis Tentang Jumlah Minimal dalam Shalat Jum‟at............................... 2
B. Hadis tentang ta‟addud Jumat dalam suatu kampung ............................... 5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hari Jumat dalam Islam merupakan penghulunya hari (sayyidul ayyam). Dan
dianggap sebagai hari istimewa, hal ini karena Nabi Adam As diciptakan pada hari
Jum‟at serta dimasukkannya beliau ke dalam surga. Selain itu, pada hari Jum‟at juga
hari saat nabi Adam dikeluarkan dari surga menuju bumi, serta terjadinya kiamat
yang juga akan terjadi di hari Jum‟at sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam sebuah hadist. Dari Aus bin „Aus, Rasulullah bersabda,:
“Sesungguhnya diantara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Pada hari
itu Adam diciptakan dan pada hari itu pula Adam diwafatkan, di hari itu tiupan
sangkakala pertama dilaksanakan, di hari itu pula tiupan kedua dilakukan”. (HR. Abu
Daud, An Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Pada hari Jum‟at juga diyakini sebagai waktu yang mustajab untuk berdoa dan
dosa-dosa diampuni hingga hari Jum‟at berikutnya bila kita bertaubat dan
memperbanyak membaca istighfar. Sehingga hikmah sholat Jum‟at sangat besar
sekali. Namun, realita yang terjadi banyak yang melaksanakan sholat tanpa melihat
situasi dan kondisi. Tanpa memikirkan ibadahnya diterima atau tidak karena
pelaksanaannya kurang tepat. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas Hadis
yang terkait dengan beberapa permasalahan dalam melaksanakan shalat Jumat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hadis yang menjelaskan tentang jumlah minimal dalam shalat
jum‟at?
2. Bagaimana Hadis tentang ta‟addud Jumat dalam suatu kampung?
3. Apa Hadist yang menjelaskan tentang terlambat datang untuk shalat
Jumat?
4. Apa Hadist tentang ancaman bagi yang meninggalkan shalat Jumat?
C. Tujuan
1. Mengetahui hadis tentang Jumlah Minimal dalam Shalat Jum‟at
2. Mengetahui dan memahami Hadis tentang ta‟addud Jumat dalam suatu
kampung
5. Mengetahui Hadist tentang terlambat datang untuk shalat Jumat
6. Mengetahui Hadist tentang ancaman bagi yang meninggalkan shalat
Jumat
1
BAB II
PEMBAHASAN
Shalat Jum‟at dilakukan secara berjama‟ah dan tidak sah bila dilakukan
secara sendirian. Para ulama berselisih tentang jumlah minimal orang yang
menghadiri shalat Jum‟at, terbagi menjadi beberapa pendapat.
Pertama : Tidak diadakan, kecuali minimal 40 orang dari orang yang diwajibkan
shalat Jum‟at. Demikian ini pendapat madzhab Malik, Syafi‟i dan yang
masyhur dalam madzhab Ahmad, dand diriwayatkan dari Umar bin Abdul
Aziz dan Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah.
“Telah lalu Sunnah, bahwa setiap empat puluh orang ke atas diwajibkan shalat
1
HR Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Ash Shalat, Bab Al Jum’ah Fil Qura’, no.1069 dan Ibnu
Majah dalam Sunan-nya, kitab Iqamatu Ash Shalat Wa Sunan Fiha, Bab Fardhiyah Al Jum’ah, no.
1082 dan Ibnu Al Jarud dalam Al Muntaqa, no 291. Hadits ini dihasankan oleh Abu Ishaq Al
Huwaini dalam kitab Ghauts Al Makdud Bi Takhrij Muntaqa Ibni Al Jarud, karyanya, tanpa tahun,
Dar Al Kitab Al ‘Arabi, hlm. 1/254.
2
Jum‟at.”
Kedua : Tidak sah diadakan, kecuali terdapat limapuluh orang. Demikian ini salah
satu riwayat Imam Ahmad dengan hujjah:
“Diwajibkan Jum‟at pada lima puluh orang dan tidak diwajibkan pada di
bawahnya. (Namun haditsnya lemah, di sanadnya terdapat Ja‟far bin Az
Zubair, seorang matruk).”2
Hadits Abu Salamah, ia bertanya kepada Abu Hurairah: “Berapa jumlah orang
yang diwajibkan shalat jama‟ah padanya?” Abu Hurairah menjawab,”Ketika
sahabat Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam berjumlah lima puluh,
Rasulullah mengadakan shalat Jum‟at3. Imam Al Baihaqi berkata,”Telah
diriwayatkan dalam permasalahan ini hadits tentang jumlah lima puluh,
namun isnadnya tidak shahih.”
Ketiga : Harus ada dua belas orang dari yang diwajibkan Jum‟at. Demikian
madzhab Rabi‟ah bin Abdirrahman dan riwayat dalam madzhab Malik.
Mereka berdalil dengan hadits Jabir :
2
HR Ad Daraquthni dalam Sunan-nya, kitab Al Jum’ah, Bab Dzikru Al ‘Adad Fil Jum’ah, hlm. 2/4
3
Hadits ini dinukil dari kitab Ikhtiyarat Ibnu Qudamah Al Fiqhiyah Min Asyhar Al Masail Al
Khilafiyah, karya Dr. Ali bin Sa’id Al Ghamidi, Cetakan Pertama, 1407 H, Dar Al Madani Jeddah,
KSA, hlm. 366
3
sehingga tidak tersisa, kecuali dua belas orang.”
Hadits ini tidak dapat dijadikan dalil pembatasan hanya dua belas orang
saja, karena terjadi tanpa sengaja, dan ada kemungkinan sebagiannya kembali
ke masjid setelah menemui mereka.
ِ ِر ْو ِش للاٌَِٝا إْٛ َ َِ ْاٌ ُج ُّؼَ ِخ فَب ْعؼْٛ َ٠ ِِٓ ِصلَح َ دُٛٔ ا ِإرَإَُِٛ َٓ َءا٠ِب اٌَّزَٙ ُّ٠ََبأ٠
َّ ٌٍِ ِٞ
“Mereka menyatakan, bahwa kata amanu adalah bentuk jama‟ (plural‟s), dan
jama paling sedikit tiga ditambah imam, maka berjumlah empat orang. Ini
jelas lemah dalam pengambilan dalilnya”
Kelima : Disyaratkan paling sedikit tiga orang: seorang khatib dan dua orang
pendengarnya. Demikian riwayat dari Imam Ahmad, Al Hasan Al Bashri, Abu
Yusuf, Abu Tsaur dan salah satu pendapat Sufyan Ats Tsauri4, berdalil dengan
pernyataan di bawah ini:
َ ١ْ ش
ُْ طب َ َرَٛ ص َلح ُ إِ ََّّل لَذْ ا ْعز َ ْح
َّ ٌ ُْ اِٙ ْ١ٍَػ َّ ٌ ُْ اِٙ ١ِ ََّل رُمَب َُ فٍٚ ْ ََّل ثَذَٚ َ ٍخ٠ لَ ْشَِِٟب ِِ ْٓ ص َ َلص َ ٍخ ف
“Tidak ada dari tiga orang di satu perkampungan atau pedalaman tidak
ditegakkan padanya shalat, kecuali syetan akan menguasai mereka“
4
Demikian pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan: Shalat Jum‟at sah
diadakan oleh tiga orang. Seorang berkhutbah, dan dua orang yang
mendengarnya.5” Dan pendapat ini juga dirajihkan Syaikh Ibnu Baaz,
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dan fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia.
Keenam : Sah diadakan oleh dua orang atau lebih. Demikian pendapat madzhab
Dzahiriyah, An Nakha‟i, Al Hasan bin Shalih, Makhul dan Ath Thabari.
Mereka menyatakan, telah dimaklumi bahwa shalat jama‟ah selain Jum‟at sah
dilakukan dua orang saja secara Ijma‟, dan shalat Jum‟at sama dengan shalat
jama‟ah lainnya. Barangsiapa yang mengeluarkannya dari shalat jama‟ah
lainnya, maka harus mendatangkan dalil, dan tidak ada dalil yang tegas dalam
masalah ini. Pendapat ini dirajihkan Imam Ibnu Hazm, Asy Syaukani,
Muhammad Shidiq Hasan Khan dan Al Albani6. Demikian inilah pendapat
yang rajih, insya Allah.
5
Dinukil pentahqiq Asy Syarhu Al Mumti’, 5/51 dari kitab Al Ikhtiyarat, hlm. 79.
6
Al Ajwibah An Nafi’ah ‘An Asilat Lajnah Masjid Al Jami’ah, karya Muhammad Nashiruddin Al
Albani, Cetakan Kedua, Tahun 1400 H, Al Maktab Al Islami, Bairut, hlm.44
5
al-„awali (yaitu tempat yang ada di timur kota madinah jaraknya kurang lebih
4 mil)” (Shahih al-Bukhari, [851]
Hadits inilah yang dijadikan dasar oleh Imam Syafi‟I RA tentang tidak bolehnya
mendirikan lebih dari satu jum‟atan.
ِ ْٛ َِ ِٝبجذُُٖ ِإَّلَّ ف
ظ ِغ ِ غ َ َِ َٚ ٍُُِٗب َ َوغُ َشَٚ ُْ ُٙ ٍُْ٘ َ ظ َُ أ
ِ ػ ُ ػ ْ ِِ ُِٟجْ َّ ُغ ف٠ ََّلَٚ
َ ْْ ِإَٚ ص ٍش
َّبُٙ ُّ٠َأَٚ . اح ٍذ
ِ َٚ ْٟ ِب إَِّلَّ فَٙ ْ١ُِ ْج َّ ْغ ف٠ ُْ ٌَ َظبَ بجذ ُ ِػ ِ غَ َِ ُْ ُٙ ٌَ َذ ْ ٔإِ ْْ َوبَٚ . ُِ ظ َ ْاٌ َّغ ِْج ِذ األ َ ْػ
،َ (األ. ًشا أ َ ْسثَؼًبْٙ ظ ُ اُْٚ ذ١ْ ُ ِؼ٠ ْْ َ ِٗ أ١ْ ٍَػَ َْ َوبَٚ ْاٌ ُج ُّؼَ ِخٟ َ ِٙ َاي ف
ِ َٚ اٌضَّ ََّلً ثَ ْؼذَّٚ َ ِٗ أ١ْ ُجْ َّ ُغ ِف٠
٨٩١ ص٨ )ط
“Tidak boleh mendirikan salat jumat lebih dari satu tempat (desa atau kota)
meskipun penduduk dan pegawainya banyak serta masjidnya besar-besar,
kecuali dalam satu masjid yang paling besar (masjid jami‟). Kala mereka
memiliki beberapa masjid yang besar, maka didalam masjid-masjid tersebut
tidak boleh didirikan salat jumat kecuali hanya pada satu masjid saja. Dan
(jika ada lebih dari satu masjid yang mendirikan salat jumat, maka) salat
jumat yang lebih dulu dilakukan setelah tergelincirnya matahari itulah salat
jumat (yang sah). Kalau ada masjid yang didalamnya didirikan salat jumat
juga setelah itu, maka tidak dianggap salat jumat. Dan mereka wajib
mengerjakan salat dzuhur 4 rakaat.” 7
Kenapa mesti dilakukan dalam satu masjid tujuannya tak lain untuk
menampakkan syiar islam dalam persatuan dan kesatuan umat islam. Dengan
dilakukan dalam satu masjid, maka tujuan tersebut lebih tercapai.
Namun itu bukan Sesuatu yang mutlak. Larangan tersebut akan hilang
manakala ada kemaslahatan yang menuntutnya. Seperti sulit untuk berkumpul,
masjidnya terlalu kecil sehingga tidak memuat banyak jama‟ah, berjauhan
ataupun karena ada perselisihan yang sulit untuk disatukan. Imam Ramli
mengatakan :
7
Muhammad bin Idris al-Syafi‟I, al-Umm, juz I, Beirut, Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah,1993. hl
m.192.
6
ًْ َّخ١ػ ِظ ْ ٔ ِإ ْْ َوبَٚ بَٙ ثَ ٍْذَ ِرٟ
َ َذ ْ ب ُج ُّؼَخ ِفَٙ َٔبس َ ُ٠ َ ِغ أ َ ْْ َّلْٚ ش ُش
ِ َُم٠ ََّلَٚ بَٙ َغب ِثم ُّ ٌش َِِٓ اُ ٌِ اٌضَّب
َٜٛ ا ِعْٛ ُّ ١ْ ُ ِم٠ ُْ ٌَ ِٖ ْاٌ ُخٍَفَب َء ِِ ْٓ ثَ ْؼ ِذَٚ َُ ٍَّع َ ُ للاٍَّٝص
َ َٚ ِٗ ١ْ ٍَػ َ ََُّٗٔبجذَُ٘ب ِأل ِ غ
َ َِ دْ َوض ُ َشَٚ
بس
ِ َبس ِشؼ
ِ َٙ ظْ ِد ِِ ْٓ ِإْٛ ص ُ ْ ْاٌ َّمٌَِٝ إٝع َ احذَحٍ أ َ ْف
ِ َٚ ٍَٝػ َ بسَ ص َ ِ ِأل َ َّْ ْاَّل ْلزَٚ ٍاحذَح ِ َٚ ُج ُّؼَ ٍخ
ِ َِ َىِٟػبدَح ً ف
ْب َ ًٕب١ْ َ ِم٠ ُْ ُٙ ػ
ُ غ َش اِجْ زِ َّب َ َٚ ُ اٌْجٍََذٞ
ُ ػ ْ َ ق ْاٌ َى ٍِ َّ ِخ ِإَّلَّ ِإرَا َوجُ َش أ
ِ ا ِر ّفَبَٚ بع ِْ
ِ َّ ِاَّلجْ ز
َ دَ َخ ًَ ثَ ْغذَادٟ َّ ٌت ْاٌ َحب َج ِخ ِأل َ َّْ ا
َّ شبفِ ِؼ ِ غ َ ْٚ َ َِغ ِْج ٍذ أ
َ َٕئِ ٍز رَؼَذُّدَُ٘ب ِث َح١ْ ُص ِحْٛ َ ُج١َ ِْش ِٖ ف١غ
ٍَٝػ َ ُ ْٕ ِى ْش٠ ُْ ٌََٚ ْ ًَ صَلَصًب١ِلَٚ ِْٓ ١َب ْاٌ ُج ُّؼَزَٙ َِْ ثْٛ ُّ ١ْ ُ ِم٠ بَٙ ُ ٍْ٘ َ أَٚ
َ َْْٚ فَ َح ٍَُِّٗ ْاأل َ ْوض َ ُش.ُْ ِٙ ١ْ ٍَػ
١١٩ ص١ ط،خ اٌّحزبط٠بٙٔ( .بع ِ ْ ػغ ِْش
ِ َّ ِاَّلجْ ز ُ )
“Syarat yang ke tiga adalah tidak didahului atau bersamaan dengan umat lain
dalam satu desa atau kota, meskipun desa atau kota itu luas dan punya banyak
masjid. Karena Nabi SAW dan sahabat Nabi tidak pernah melakukannya kecuali
satu jumat (dalam satu tempat). Dan karena mencukupkan pada salat jumat lebih
mengantarkan pada tujuan didirikannya salat jumat, yaitu menampakkan syiar
berkumpul dan bersatunya umat islam. Kecuali kalau desa atau kota itu sangat
luas, dan biasanya penduduknya sulit untuk berkumpul dalam satu masjid. Maka
ketika itulah ta‟addud al-jumu‟ah (mendirikan salat jumat lebih dari satu) sesuai
kebutuhan. Karena Imam Syafi‟I pernah datang ke kota Baghdad sementara
penduduknya mendirikan dua jumatan, ada yang mengatakan tiga juma‟atan. Dan
beliau (diam saja) tidak melarangnya. (berdasarkan inilah) maka mayoritas ulama‟
menafsirkan hal itu kepada sulitnya berkumpul di satu tempat.”8
7
apakah seseorang itu bisa dikatakan masih ikut shalat jumat atau tidak adalah bila
minimal masih mendapat satu rakaat bersama imam dalam shalat jumat. Misal,
pada shalat jumat ada seorang yang terlambat. Lalu dia ikut shalat bersama imam,
sedangkan saat itu imam sudah berada pada rakaat kedua tapi belum lagi bangun
dari ruku„. Maka bila makmum itu masih sempat ruku„ bersama imam, berarti dia
telah mendapat satu rakaat bersama imam. Dalam hal ini, dia mendapatkan shalat
jumat karena minimal ikut satu rakaat. Jadi bila imam mengucapkan salam, maka
dia berdiri lagi untuk menyelesaikan satu rakaat lagi. Tapi bila dia tidak sempat
bersama imam pada saat ruku„ di rakaat kedua, maka dia tidak mendapat minimal
satu rakaat bersama imam. Yang harus dilakukannya adalah tetap ikut dalam
jamaah itu, tapi berniat untuk shalat zhuhur. Bila seseorang masuk masjid untuk
shalat jumat, tetapi imam sudah i`tidal (bangun dari ruku`) pada rakaat kedua,
maka saat itu dia harus takbiratul ihram dan langsung ikut shalat berjamaah
bersama imam tapi niatnya adalah shalat zhuhur. Bila imam mengucapkan salam,
maka dia berdiri lagi untuk shalat zhuhur sebanyak 4 rakaat. Ketentuan ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam:
8
D. Hadist Tentang Ancaman Bagi Yang Meninggalkan Shalat Jumat
Shalat Jum‟at adalah ibadah yang agung yang dilaksanakan di hari yang
mulia. Ia juga merupakan syi‟ar Islam yang besar. Hukum nya fardhu ‘ain bagi
lelaki Muslim. Oleh karena itu, meninggalkan shalat Jum‟at juga merupakan
perkara yang fatal.
Dalam riwayat lain, dari Abul Ja‟d Adh Dhamri radhiallahu‟anhu,
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda:
ِٗ لَ ٍْ ِجٍَٝػ َ ٍسحٚ
َّ غجَ َغ
َ َُّللا َ ظ ُش َ ْٓ ِِ َِ ْٓ ر َ َشنَ ْاٌ ُج ُّؼَخَ ص َ َلصًب
َ ِْش١غ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum‟at tiga kali padahal bukan kondisi
darurat, maka Allah akan kunci hatinya” (HR. Ibnu Majah no.1126, dihasankan Al
Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
ٚ أ، حٛاٌمغٚ اٌجفبءٚ ًٙٗ اٌج١جؼً فٚ ، ِٕٗؼٗ أٌطبفٚ ٖغشبٚ ٗ١ٍ خزُ ػ: ٞأ
ش لٍجٗ لٍت ِٕبفك١ص
“Maksudnya: Allah akan mengunci hatinya, menutupnya dan menghalanginya
dari kasih sayang Allah. Dan Allah akan jadikan kejahilan, kekasaran dan
kekerasan hati padanya. Atau Allah akan jadikan hatinya seperti hati orang
munafik.”9
9
Al-Munawi, Faidhul Qadir, juz 6. Beirut : Darul Ma‟rifah, 1972. hlm. 133
9
Ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat Jum‟at tanpa
udzur, ia telah melakukan dosa besar.
Bahkan dalam hadits yang lain, orang yang meninggalkan shalat Jum‟at
tanpa udzur diancam lebih keras lagi.
ػٕذ،بٙ خطش إرا رؼّذ رشوٍٝب ػٙ صبحج، خطشٍٝ ػٛ٘ٚ ،صٛج٠ رشن اٌجّؼخ َّل
بٙشاٖ وبفشا ً إرا رؼّذ رشو٠ ٍُجّغ ِٓ أً٘ اٌؼ
“Meninggalkan shalat jum‟at itu tidak diperbolehkan. Orang yang melakukannya
dalam bahaya besar, jika ia melakukannya dengan sengaja. Menurut sebagian
ulama, orang yang melakukannya bisa kafir jika ia bersengaja meninggalkan
shalat jum‟at.”10
10
Meninggalkan shalat Jum’at karena udzur
Yang dicela dalam hadits-hadits di atas adalah yang meninggalkan shalat
jum‟at dengan sengaja, tanpa ada udzur. Karena ancaman dalam hadits dikaitkan
dengan syarat “… karena meremehkannya”, “… tanpa udzur” atau “… padahal
bukan kondisi darurat”. Adapun jika ada udzur atau kondisi darurat maka tidak
berdosa dan bukan orang munafik.
Maka budak, wanita, anak kecil, orang sakit, dan musafir tidak dicela dan
tidak disebut munafik ketika meninggalkan shalat jum‟at. Karena mereka
memiliki udzur.
11
Orang yang mendapati kesulitan untuk melaksanakan shalat Jum‟at, maka
ada kemudahan baginya untuk tidak menghadiri shalat Jum‟at. Sebagaimana
kaidah fikih yang disepakati para ulama:
Dan orang yang tidak menghadiri shalat Jum‟at, baik karena ada udzur
maupun karena sengaja, wajib baginya untuk shalat zhuhur empat raka‟at. Syaikh
Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
ٚشٖ أ١ غٚ ِٓ ِشض أٟٓ ٌؼزس ششػ١ٍّحعش صلح اٌجّؼخ ِغ اٌّغ٠ ٌُ ِٓ
ْعىبٚ ٘ىزا اٌّغبفشٚ ، شاٙ ظٍٟ٘ىزا اٌّشأح رصٚ ، شاٙ ظٍٝ صٜألعجبة أخش
َّلٚ ، ٍُي ػبِخ أً٘ اٌؼٛ لٛ٘ٚ ، رٌه اٌغٕخٍٝشا وّب دٌذ ػْٙ ظٍٛص٠ خ٠اٌجبد
بٙ١ٍص٠ٚ ، ٗٔ للا عجحبٌٝة إٛز٠ ، ب ػّذاٙ٘ىزا ِٓ رشوٚ ، ُٕٙػجشح ثّٓ شز ػ
شاٙظ
“Siapa yang tidak melakukan shalat Jumat bersama kaum muslimin karena udzur
syar‟i, baik berupa sakit, atau lainnya, maka ia wajib shalat Zhuhur. Demikian
pula wanita, dia wajib shalat Zhuhur. Begitupula dengan musafir dan penduduk
yang tinggal di gurun pedalaman, mereka wajib shalat Zhuhur, sebagaimana
disebutkan dalam hadits. Inilah pendapat mayoritas ulama, pendapat
yang syadz (nyeleneh) dalam masalah ini tidak dianggap. Demikian pula bagi
yang meninggalkannya dengan sengaja, hendaknya dia bertaubat kepada Allah
dan dia wajib shalat Zhuhur.” (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 12/332).
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sholat jum‟at yang dikerjakan pada hari jum‟at wajib dikerjakan bagi
laki-laki yang islam, balig, berakal baik sedang muqim atau mustauthin
2. Jumhur ulama bersepakat bahwa siapa yang tertinggal ikut jamaah shalat
jumat, maka harus shalat empat rakaat yaitu shalat zhuhur
3. Tidak boleh melaksanakan sholat jum‟ah lebih dari satu tempat pada satu
desa menurut jumhul ulama, dan boleh menurut fatwa syekh ismail zain.
Dan jumhur ulama mensyaratkan boleh melaksanakan dua jum‟at atau
lebih pada satu desa dengan syarat :
Tempatnya sempit, tidak muat untuk seluruh orang yang juma‟tan.
kalau desa atau kota itu sangat luas, dan biasanya penduduknya
sulit untuk berkumpul dalam satu masjid
Jarak yang jauh antara ujung-ujung desa sampai tidak bisa
mendengar suara adzan dari tempatnya, atau jika dia berangkat
dari tempatnya setelah terbit fajar, dia tetap tidak mendapati
jum‟atan, karena seseorang tidak wajib berangkat jum‟atan kecuali
setelah terbit fajar. Namun, kegiatan yang beriringan dengan shalat
Jum‟at dan jumlah orang yang menghadiri shalat Jum‟at ini
menjadi ikhtilaf di berbagai kalangan mazhab
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Hadis Riwayat Abu Dawud dalam sunan Abu Dawud, Kitab Shalat, Bab Al
Hadis Riwayat Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Iqamatu Ash Shalat Wa
Sunan Fiha, Bab Fardhiyah Al Jum’ah, no.1082
Muhammad bin Idris al-Syafi‟I, al-Umm, Juz.I, Beirut, Dar al-Kutub al-
„Ilmiyyah,1993.
Syamsudin Muhammad bin Abi Al-Abbas Ahmad bin Hamzah Ibn Syihab
Al-Din Al-Ramli. Nihayat Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj, (Mesir :
Syarikah Maktabah wa Matba‟ah Al-babi Al-Walabi wa Auladuh)
Purnama, Yulian. 2020. Hukum Meninggalkan Shalat Jum‟at. Diakses pada
15 November 2022 https://muslim.or.id/55747-hukum-meninggalkan-
shalat-jumat.html
Syamhudi, Kholid. Shalat Jum‟at Dalam Pandangan Fiqh. Diakses pada 15
November 2022 https://almanhaj.or.id/27193-shalat-jumat-dalam-
pandangan-fiqh.html
14
BIOGRAFI PEMAKALAH
Wirdatul Fitri
Khairul Rijal
Muhammad Irfan
15