Anda di halaman 1dari 2

CERITA FABEL

RAJA HUTAN YANG BIJAK

Sejak Harimau bernama Sardula menjadi Raja Hutan, para binatang hidup tenteram dan sejahtera. Raja
bertindak adil tidak semena-mena, tak segan membantu rakyat kecil yang membutuhkan. Dalam memimpin
di rimba raya, dia memiliki dua sahabat terpercaya yaitu Caca si Ular Sanca dan Liman seekor gajah yang
gagah perkasa.

Namun demikian ada binatang yang sangat membenci raja, yakni seekor Musang bernama Sasang. Dia
membenci Sardula karena pada saat pemilihan raja hutan, Sasang sebagai pesaing Sardula, kalah telak. Oleh
karenanya, Sasang memendam rasa benci yang sangat dalam.

Sasang menyusun rencana untuk menjatuhkan nama baik raja. Dalam menjalankan aksinya, Musang itu
mengajak sahabat karibnya seekor kera bernama Wanara.

“Sampai saat ini, ini aku masih tidak terima dengan kekalahanku saat pemilihan sebagai raja hutan. Aku
ingin menghancurkan Sardula agar dia tidak langgeng menjadi raja hutan,” kata Sasang saat menemui
Wanara.

“Apa sudah kamu pikir baik-baik? Kamu tidak takut dengan akibatnya?” Wanara mengingatkan.

“Sudahlah, tidak usah menasehatiku, aku hanya ingin kamu membantuku. Kamu harus menyebarkan berita
bohong kepada binatang-binatang yang lain. Katakan bahwa Sardula hanya memperkaya diri dan tidak
memikirkan rakyat.”

Wanara menyanggupi permintaan sahabatnya itu, meski sebenarnya dalam hati dia merasa bahwa
langkahnya tidak benar. Secara terus menerus Wanara membantu Sasang menebar fitnah untuk menjatuhkan
nama baik raja hutan.

Apa yang dilakukan keduanya tidak lepas dari pengamatan Sardula, karena di setiap sudut hutan, raja
memiliki mata-mata yang akan selalu mamantau semua yang dilakukan oleh rakyatnya. Raja sengaja tidak
melakukan tindakan apapun, meskipun dia tahu fitnah yang disebarkan untuknya.

Ketika Caca dan Liman sebagai tangan kanan raja menanyakan hal itu, Sardula menjawab, “Sudahlah.
Perbuatan yang buruk tidak mesti kita lawan dengan keburukan. Justru kalau aku kemudian membalas
secara langsung, menunjukkan bahwa aku raja yang tidak aktif. Kalau seperti itu tidak ada bedanya aku
sebagai raja dan dia sebagai rakyat.”

Pada suatu hari, saat Sasang dan Wanara berada di tengah hutan usai melakukan aksinya mereka
beristirahat. Belum sempat duduk dengan santai keduanya dikepung singa, ular, banteng dan elang.
Keempatnya memandang mereka dengan tatapan penuh amarah.

“Kalian benar-benar tak tahu diri, berani menjelek-jelekkan raja. Kalian mesti diberi hukuman yang
setimpal. Kalian berdua harus dibinasakan!” teriak singa.

Tiga teman yang lain segera mendekati Sasang dan Wanara yang terlihat ciut nyalinya. Menghadapi satu
saja dari keempatnya belum tentu mereka bisa menang, apalagi berempat bersama.

“Apa yang kamu katakan singa?” Sasang mencoba berkelit.

“Kamu tidak perlu membela diri lagi, raja telah memasang mata-mata untuk mengamati gerak-gerik kalian,”
gertak banteng.
Mengelak dari segala tuduhan sudah tidak ada gunanya, maka Sasang memberi isyarat kepada Wanara untuk
melarikan diri. Namun gelagat itu diketahui oleh para binatang yang mengepung. Ular dan elang menangkap
Wanara yang melompat akan naik ke pohon, sedangkan singa dan banteng meringkus Sasang dengan
mudah.

Kedua binatang itu tidak berdaya, pasrah menunggu apa yang akan dilakukan mereka.

Ular sudah melilit tubuh Wanara, elang siap mematuk dengan paruhnya yang tajam. Singa sejengkal lagi
siap merobek tubuh Sasang, dan banteng siap menyeruduk dengan tanduknya.

Terdengar auman keras Sardula yang datang bersama Caca dan Liman.

“Kalian berempat tidak boleh bertindak sendiri tanpa perintahku!” seru Sardula.

“Tapi mereka berdua jelas-jelas menebar fitnah, mencoreng namamu,” sahut singa.

“Sudahlah, jangan kalian sakiti keduanya!” perintah Sardula.

Keempat binatang itu segera melepaskan Sasang dan Wanara, menggiringnya ke hadapan raja.

“Sardula. Maafkan kami berdua, apa yang kami lakukan salah besar. Terserah kamu mau memberi hukuman
apa,” ujar keduanya dengan gemetar.

“Sebagai pemimpin para binatang, aku memberi kalian kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang
dilakukan. Namun kalau kalian ulangi lagi, hukuman berat sudah menanti.”

Sasang dan Wanara mengucapkan terimakasih kepada Sardula dan berjanji akan memperbaiki diri tidak
akan mengulangi kesalahan untuk kedua kali.

***

Persaingan dalam meraih jabatan tentu ada yang kalah dan ada yang menang. Bagi yang menang tetap harus
rendah hati tidak jumawa. Sedangkan yang kalah harus menerima dengan lapang dada. Pemimpin yang
pemaaf, bijaksana lebih terhormat dan akan disukai rakyat.

Anda mungkin juga menyukai