OLEH
MUHAMMAD IQBAL
1904124248
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk melakukan praktek magang pada
Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas Riau
OLEH
MUHAMMAD IQBAL
1904124248
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun usulan praktik
magang ini selesai tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini saya juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Dra. Iesje Lukistyowati, MS sebagai dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada saya, serta kepada rekan-
rekan yang telah membantu penulis dan orang tua yang selalu mendoakan dan memberi
Dalam penulisan usulan praktik magang ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan
saran yang sifatnya membangun sebagai koreksi dan acuan dalam perbaikan penulisan
Muhammad Iqbal
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................................vii
I. PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
i
3.4.3. Amplifikasi DNA.......................................................................................................22
3.4.4. Elektroforesis.............................................................................................................23
3.5. Teknik Pengumpulan Data.................................................................................................23
3.5.1. Data Primer................................................................................................................24
3.5.2. Data Sekunder............................................................................................................24
3.6. Analisis Data.............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................28
LAMPIRAN...................................................................................................................................29
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar
v
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Alat........................................................................................................................18
2. Bahan.....................................................................................................................19
v
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
2. Anggaran Biaya.................................................................................................31
4. Daftar Quesioner...............................................................................................33
v
I. PENDAHULUAN
perikanan unggulan yang bernilai ekonomis penting dan banyak diminati oleh
nilai ekspor udang vaname terhadap total nilai ekspor perikanan tahun 2016 mencapai
lebih dari 27%. Kegiatan budidaya udang vaname sudah dikomersilkan dan
meningkat (Haliman dan Adijaya, 2006). Total produksi udang mengalami penurunan
pada tahun 2012 dari 1.900 ton menjadi 1.025,8 ton (Arafani dkk, 2016). Hal ini
Banyak jenis virus yang menyebabkan kerugian pada budidaya udang vaname
antara lain Taura Syndrome Virus (TSV), Infectious Myonecrosis Virus (IMNV),
White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Infectious Hypoderma and Hemotopietic
tubuh yang tidak normal, ukuran benih yang tidak seragam, pertumbuhan yang
merupakan salah satu jenis virus yang menyerang tambak udang vannamei secara luas
di berbagai negara. Penyakit IHHNV menyebabkan udang menjadi kerdil atau Runt
Deforminty Syndrome (RDS) dan berbagai cacat kutikula udang khususnya pada
daerah roskum, antenna, dada dan abdomen. Penyakit IHHNV dapat menyerang
1
udang, baik telur, larva, post larva, juvenile maupun stadia dewasa. Udang yang telah
sembuh dapat manjadi carrier IHHNV sepanjang hidupnya (Motte et al., 2003).
Penyakit IHHNV dapat menyerang semua stadia hidup udang, baik telur,
Untuk itu pengujian virus perlu dilakukan sebelum udang didistribusikan antar
wilayah dalam negeri maupun kegiatan ekspor dan impor, hal ini bertujuan untuk
meminimalisir penyebaran penyakit terutama yang disebabkan oleh virus IHHNV pada
udang vaname.
Vaname adalah salah satu penyakit yang digolongkan sebagai penyakit utama di
Indonesia oleh Komisi Nasional Kesehatan ikan, maka perlu dilakukan diagnose secara
cepat dan akurat dalam penanganannya. Perkembangan iptek dalam biologi molekuler
Metode yang banyak digunakan untuk pengujian virus yaitu metode Polymerase
Chain Reaction (PCR). Prinsip kerja dari metode tersebut adalah menggandakan
fragmen DNA spesifik yang diinginkan dengan ukuran tertentu dengan mekanisme
magang pada aplikasi PCR dengan judul “Teknik Identifikasi Infectious Hypoderma
Ikan ,
2
Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan(BKIPM) Lampung”
Lampung.
Hemotopietic Necrosis Virus) pada Udang Vaneme, sehingga ilmu yang diperoleh bisa
3
II. Tinjauan Pustaka
vannamei) merupakan udang introduksi. Habitat asli udang ini adalah di perairan
pantai dan laut Amerika Latin seperti Meksiko, Nikaragua, dan Puertorico. Udang ini
kemudian diimpor oleh negara-negara pembudi daya udang di Asia seperti China,
Indonesia kemudian juga memasukan udang vaname sebagai salah satu jenis udang
budi daya tambak, selain udang vaname (Penaeus Monodon) dan udang putih/udang
berasal dari Nikaragua (Bisnis Indonesia, 06/08/2002) dan sebagian lagi berasal dari
Meksiko. Pada awalnya, pemerintah memberi izin bagi dua perusahaan untuk
mengimpor udang vaname sebanyak 2.000 ekor induk dan 5 juta ekor benur dari
Hawaii dan Taiwan, serta 300.000 ekor benur lainnya dari daerah asal udang ini, yaitu
wilayah Amerika Latin (Bisnis Indonesia, 06/08/2002). Selanjutnya induk dan benur
Daya tarik udang vaname ini terletak pada ketahanannya terhadap penyakit dan
tingkat produktivitasnya yang tinggi. Selain itu, udang ini juga mampu memanfaatkan
4
seluruh kolom air dari dasar tambak hingga ke lapisan permukaan. Faktor-faktor
padat tebar tinggi karena mampu memanfaatkan pakan dan ruang secara lebih efisien.
Selain itu, udang vaname juga dapat matang gonad di dalam tambak sehingga mudah
Kelautan dan Perikanan RI No. 41/2001 pemerintah secara resmi melepas udang
vaname sebagai varietas unggul untuk dibudidayakan petambak di tanah air pada
tanggal 12 Juli 2001. Disebut sebagai varietas unggul karena udang vaname dinilai
2.1.4. Waktu pemeliharaan relatif pendek, yakni sekitar 90-100 hari per siklus
2.1.5. Tingkat Survival Rate (SR) atau derajat kehidupannya tergolong tinggi,
dan
White Leg Shrimp atau Western White Shrimp atau Pacific White Leg Shrimp. Di
Indonesia dikenal sebagai udang Vaname atau Vannamei atau udang kaki putih.
Karena berasal dari benua Amerika, di kalangan petambak, udang vaname dikenal juga
sebagai
5
"Udang Putih Amerika".
dikelompokkan sebagai udang laut atau udang penaide bersama dengan jenis udang
lainnya, seperti udang vaname (Penaeus Monodon), udang putih atau udang jrebung
(Penaeus Merguensis), udang werus atau udang dogol (Metapenaeus spp.), udang jari
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus/Marga : Litopenaeus
6
Species/Jenis : Litopenaeus vannamei
Nama local :Udang vaname, udang kaki putih, udang putih Amerika
Udang vaname memiliki tubuh yang dibalut kulit tipis keras dari bahan chitin
dengan udang vaname atau udang jrebung, sosok tubuh udang vaname jauh lebih
kecil.
Tubuh udang vaname dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian
Cephalothorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen. yang terdiri
atas perut dan ekor. Cephalothorax dilindungi oleh kulit chitin yang tebal atau disebut
juga dengan karapas (carapace). Bagian cephalotorax ini terdiri atas lima ruas kepala
dan delapan ruas dada; sementara tubuhnya (abdomen) terdiri atas enam ruas dan satu
ekor (telson). Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak kepala yang
memanjang dengan bagian pinggir bergerigi yang disebut juga dengan cucuk
(rostrum). Bagian rostrum bergerigi dengan 9 gerigi pada bagian atas dan 2 gerigi pada
bagian bawah. Sementara itu, di bawah pangkal kepala terdapat sepasang mata.
ukuran siap panen di tambak umur 100 hari (3,5 bulan) adalah 60-80 (60-80 ekor/kg)
atau rata- rata ukuran 70 untuk kepadatan tebar 80 ekor PL (post larva/m² dengan SR
(survival rate/derajat kelangsungan hidup) sekitar 80% dan FCR (Feed Conversion
Rate) pakan. Hidup dalam tambak dengan salinitas (kadar garam) air tambak
7
udang vaname yang mengalami berbagai kesulitan akibat serangan penyakit dan juga
kasus tingginya kandungan residu antibiotika dalam tubuh udang yang mengakibatkan
terganggunya proses produksi dan pemasaran terutama untuk pasar ekspor. Karena
kondisi tersebut belum ditangani secara tuntas, maka banyak pembudi daya yang ke
vaname juga terjadi di belahan bumi lainnya seperti Thailand, Cina, Brasil, Ekuador,
dunia. Malaysia dan Brunei Darussalam merupakan dua negara terdekat yang tercatat
bawahnya. Disamping itu, harga jualnya pun relatif lebih murah. Umumnya, harga jual
udang vaname sangat fluktuatif. Namun demikian, udang ini memiliki beberapa
keunggulan, seperti laju pertumbuhan yang baik pada rehtang salinitas normal 5-35%.
Selain itu, udang vaname juga dianggap sangat toleran terhadap kepadatan yang tinggi
(> 70 ekor/m²) dan dapat tumbuh. baik dengan pakan berprotein rendah. Hal ini
herbivorus, yang berarti pula udang vaname membutuhkan biaya pakan yang relatif
lebih murah dalam proses produksinya. Jadi tidak mengherankan bila belakangan ini
pembudidayaan udang
8
jenis lain, seperti udang vaname, yang sudah dikuasai oleh petambak udang kita.
Disamping itu, penyediaan benihnya pun hampir tidak bermasalah secara teknis karena
Namun demikian, seperti yang dialami oleh berbagai jenis komoditi introduksi
lainnya, masa-masa awal masuknya udang vaname ke tanah air pun memunculkan
beragam komentar dan tanggapan, baik yang positif maupun negatif. Hal ini sebagai
ini yang dikhawatirkan memicu terjadinya kasus penyakit seperti yang dialami udang
vaname. Bila udang vaname rentan terhadap serangan penyakit MBV (Monodon
Baculo Virus), white spot, dan sejumlah penyakit mematikan lainnya, udang vaname
samping itu, belum adanya aturan yang jelas dalam pembenihan dan pembudidayaan
udang vaname memunculkan kekhawatiran dan kerisauan dari banyak pihak terhadap
Diakui atau tidak, kini kehadiran udang vaname di tengah merosotnya produksi
udang di tanah air telah memberi sedikit angin segar bagi perkembangan budi daya
dan risiko lainnya, para ahli menyarankan agar pembudidayaan udang vaname
dilakukan secara hati-hati sebab, bila tidak, nasibnya akan sama dengan komoditi
udang pendahulunya. Terlebih lagi udang vaname ini merupakan udang hasil
pembibitan impor dari Meksiko dan tidak terdapat di perairan Indonesia, sehingga
dikhawatirkan
9
suatu saat akan memengaruhi biodiversitas udang yang ada di perairan Indonesia.
baru dibuka. Sebab, bila dilakukan di tambak yang sudah digunakan dalam waktu yang
lama, bukan tidak mungkin lama-kelamaan udang vaname juga akan mengalami
kondisi serupa. dengan udang jenis lain dalam hal kandungan residu antibiotikanya.
Cara lain adalah dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap kondisi
tambak yang sebelumnya pernah digunakan untuk (Taura Syndrom Virus). Di samping
itu, belum adanya aturan yang jelas dalam pembenihan dan pembudidayaan udang
Diakui atau tidak, kini kehadiran udang vaname di tengah merosotnya produksi
udang di tanah air telah memberi sedikit angin segar bagi perkembangan budi daya
dan risiko lainnya, para ahli menyarankan agar pembudidayaan udang vaname
dilakukan secara hati-hati sebab, bila tidak, nasibnya akan sama dengan komoditi
udang pendahulunya. Terlebih lagi udang vaname ini merupakan udang hasil
pembibitan impor dari Meksiko dan tidak terdapat di perairan Indonesia, sehingga
dikhawatirkan suatu saat akan memengaruhi biodiversitas udang yang ada di perairan
Indonesia.
1
baru dibuka. Sebab, bila dilakukan di tambak yang sudah digunakan dalam waktu yang
lama, bukan tidak mungkin lama-kelamaan udang vaname juga akan mengalami
kondisi serupa. dengan udang jenis lain dalam hal kandungan residu antibiotikanya.
Cara lain adalah dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap kondisi
tambak yang sebelumnya pernah digunakan untuk pembudidayaan udang jenis lain.
Sementara untuk menjaga kualitas induk agar tetap sesuai standar (tidak terjadi
induk yang digunakan adalah induk penjenis (Great Grand Parent Stock-GGPS) impor
yang bersertifikat dan bermutu baik. Selain itu, pengeluaran benur pun harus dikontrol
dengan baik. Caranya dengan mengeluarkan benur melalui satu pintu yang diawasi
pemerintah. Meski kelihatan sulit, tetapi hasil yang didapatkan akan memberikan
tunggal dan berdiameter kurang lebih 22 nm. Pertama kali dideteksi pada juvenil udang
Penaeus sytlirostris dari Hawaii pada tahun 1981. Penyebaran penyakit ini sangat luas
meliputi Asia hingga Amerika termasuk Indonesia dengan inang alami adalah
tinggi, gerakan lemah dan peningkatan mortalitas. Namun pada udang L.Vannamei dan
1
lambat dengan bentuk tubuh yang tidak normal dan cenderung kerdil atau lebih
dikenal dengan Runt Deformity Syndrome, RDS. Penularann IHHNV dapat terjadi
secara vertikal maupun horizontal. Infeksi vertikal IHHNV pada benur udang
disebabkan oleh induk yang menjadi karir tertular IHHNV sehingga terjadi penurunan
sifat genetik pada benih keturunannya. Infeksi IHHNV menyebabkan kerugian karena
menurunnya kualitas udang berupa tidak seragamnya bentuk tubuh udang yang
nanometer. IHHNV merupakan virus dengan rantai tunggal DNA. Organ target dari
virus ini adalah hipodermis, hemosit, organ hematopoetik dan jaringan penghubung.
Virus ini termasuk dalam jenis parvovirus kategori C-1, yaitu kategori yang dapat
menyebabkan kematian massal dan dapat menyebar dalam suatu wilayah serta sulit
untuk disembuhkan.
Larva dan post larva yang terinfeksi secara vertikal tidak menunjukkan adanya
gejala klinis. Namun, setelah stadia PL 35 atau lebih, gejala klinis akan mulai nampak
dan kemudian akan diikuti dengan kematian massal. Gejala klinis ini yaitu konsumsi
pakan menurun dan diikuti dengan perubahan tingkah laku serta morfologinya. Mula-
mula udang akan berenang ke permukaan air, kehilangan gerak dan akhirnya akan
turun ke dasar air. Tingkah laku seperti ini akan berlangsung selama beberapa jam
hingga tubuh udang lemah dan diserang oleh udang lain yang sehat sebagai efek dari
1
kanibalisme. Pada fase ini, tubuh udang akan timbul bintik putih kekuningan pada
kutikula epidermisnya. Hal ini membuat warna tubuh udang menjadi pucat dan ketika
kondisi sekarat, tubuh udang akan berubah warna menjadi kebiru-biruan serta otot-otot
Penularan ini tergantung pada periode inkubasi dan tingkat keparahan penyakit yang
merujuk pada ukuran serta umur inang di mana juvenil udang sangat rentan terhadap
serangan penyakit. Stadium dewasa yang terserang jarang menunjukkan gejala klinis
disebabkan oleh virus Penaeid DNA untai tunggal linier (linier single-stranded
g/mL dalam CsCl. Penyakit IHHNV menyebabkan udang menjadi kerdil atau Runt
Deformity Syndrome (RDS) dan berbegai cacat kutikula khususnya pada daerah
Udang yang telah sembuh dapat menjadi carrier IHHNV. Hal ini sepanjang
gejala klinis yang ditimbulkan yaitu udang berenang tidak normal, yaitu sangat
akan mati dalam waktu 4 - 12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang
penderita banyak yang mati pada saat moulting (ganti karapas). Pada kondisi akut,
kulit udang akan terlihat keputih-putihan, tubuh berwarna putih keruh, permukaan
tubuh akan
1
ditumbuhi oleh diatome, bakteri atau jamur, terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf,
anena dan pada mukosa usus depan serta usus tengah. Upaya pengendalian infeksi ini
Sejauh ini belum ada pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
serangan dan infeksi virus akibat penyakit viral ini. Namun cara umum yang biasa
dilakukan hanyalah dengan penanganan dan penggelolaan lingkungan yang baik guna
dilakukan pemeriksaan benih dan induk dengan cara deteksi dini menggunakan
teknik yang lain. Teknik ini mampu menyajikan hasil yang akurat dalam waktu yang
relatif singkat karena setelah proses amplifikasi DNA hasil dapat segera ivisualisasi.
Kemungkinan karakter yang muncul bisa sangat banyak tergantung kepada jumlah
primer yang digunakan. Selain mempunyai keuntungan dalam segi teknis yaitu relatif
sederhana, kuantitas DNA yang dibutuhkan hanya sedikit (Pandey et al., 1996).
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR merupakan
suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa
menggunakan organisme. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia
memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan
PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif
murah dan
1
hanya memerlukan jumlah sampel yang sangat kecil. Metode PCR yang merupakan
teknik amplifikasi DNA sekuen tertentu melalui tiga tahapan yaitu ekstraksi asam
yang lebih bagus daripada metode konvensional. Teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR) pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Karry Mullis (Handoyo et
yang berperan untuk mengawali proses amplifikasi molekul DNA. Keberadaan primer
PCR tersebut menyebabkan gen target akan teramplifikasi sepanjang reaksi PCR
berlangsung. Analisis PCR dengan primer spesifik merupakan langkah terbaik untuk
kepentingan deteksi virus patogen karena dapat menghasilkan penentuan secara cepat
keberadaan gen target, cukup sensitif dan mudah digunakan dalam kegiatan rutin
(Aris, 2011).. Pada suhu yang lebih tinggi (550C) spesifisitas reaksi amplifikasi akan
meningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya akan menurun. Reaksi ini dilakukan
berulang-ulang sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan
molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang
jauh lebih banyak dibandingkan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono,
2006).
Empat komponen utama pada PCR adalah (1) DNA Cetakan, yaitu fragmen
DNA yang akan dilipatgandakan, (2) Oligonikleotida primer, yaitu suatu sekuen
sintesis rantai DNA, (3) Dioksiribonukleotida trifosfat (dNTP) terdiri atas dATP,
dCTP, dGTP, dTTP, (4) Enzim DNA Polimerase, yaitu suatu enzim yang melakukan
katalis
1
reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer
(Yuwono, 2006).
sebagai cetakan (template) untuk mensintesis serat baru yang komplementer. Cetakan
berserat tunggal dapat diperoleh melalui pemanasan DNA berserat ganda pada
sintesis. Pada saat PCR, posisi awal dan akhir sintesis DNA dapat ditentukan
komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti. Salah satu keunggulan
PCR adalah polymerase-DNA dapat diarahkan untuk sintesis wilayah DNA tertentu
(Mahardika, 2003).
Primer yang digunakan dalam PCR ada dua, yaitu oligonukleotida yang
mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu untai DNA cetakan pada ujung 5’-
fosfat dan oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3’OH untai
DNA cetakan yang lain. Annealing biasanya dilakukan selama satu sampai lima menit
antara oligonukleotida primer dan DNA cetakan yang kemudian dilanjutkan dengan
inkubasi selama 1,5 menit pada suhu 72ºC. Pada suhu ini DNA polymerase akan
melakukan proses polimerasi untai DNA baru berdasarkan informasi yang ada pada
cetakan. DNA untai ganda yang terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen antara untai
DNA cetakan dengan untai DNA baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi
1
lagi dengan menaikkan suhu inkubasi menjadi 95ºC. Untai DNA yang baru tersebut
(Yuwono, 2006).
Reaksi-reaksi tersebut diulangi lagi sampai 25-30 siklus, sehingga pada akhir
siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA untai ganda yang baru hasil polimerasi
konsentrasi DNA target di dalam reaksi. Pada umumnya konsentrasi DNA Polymerase
virus patogen ikan dan udang berdasarkan amplifikasi gen-gen tertentu yang lebih
spesifik seperti sekuen gen 16S rRNA, gen toksin, dan gen hemolysin serta gen lux.
Pemanfaatan gen 16S rRNA telah digunakan sebagai parameter sistematik molekuler
1
III. METODE PRAKTEK
2022 sampai dengan 05 Februari, Di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu Dan
3.2.1. Alat
NO ALAT FUNGSI
1. Autoclave Sterilisasi basah
2. Apparatus Electroforesis Tempat running hasil elektroforesis
3. Microwave Memanaskan bahan
4. Tabung enlemeyer Menyimpan media
Wadah untuk menimbang agarose
5. Aluminium foil
dan organ
6. Vortex Menghomogenkan larutan
7. Uv Transilluminator Visualisasi pewarna DNA
8. Tray with comb Menyetak agarose
9. Sarung Tangan Melindungi tangan dari DNA
10. Mikropipet Mengambil larutan sampel
Mencampur sampel dengan loading
11. Kertas Parafilm
dye
12. Power Supply Menghantarkan listrik
13. Oven Sterilisasi kering
14. Thermalcycler PCR Amplifikasi DNA target
15. Centrifuge Pemisahan ekstrak
16. Freezer Penyimpanan sampel
17. Laminar Air flow Tempat kerja steril
1
18. Incubator with Shake Overnight sampel
19. Mortal dan pastle Menggerus sampel
20. Timbangan elektrik Menimbang sampel dan agarose
21. Penggaris Mengukur sampel
Tabel 1. Alat
3.2.2. Bahan
NO BAHAN FUNGSI
Membersihkan sampel untuk
1. Alkohol 95%
pewarna DNA
2. Akuades Pengenceran
3. TAE Buffer 1x Menghantarkan listrik
4. Agarose Media running DNA
5. Es batu Menganestesi sampel
6. Marker Penanda ukuran DNA
7. Pemberat dna dalam sumuran
Loading dye
agarose
9. Induk udang
vaname (
Sebagai sampel
Litopenaeus
vannamei )
Table 2. Bahan
1
memperoleh data. Selain itu untuk mendapatkan dana primer dilakukan dengan
data sekunder diperoleh dari informasi terkait yang berhubungan dengan data yang
kedalam baskom yang diberi aerasi agar sampel tetap bertahan hidup. Setiap
ekor sampel dari setiap lokasi di ukur panjangnya, serta ditimbang beratnya.
dan ekor.
proses ekstraksi DNA. Dalam proses ekstraksi DNA yang perlu dilakukan
terlebih dahulu yakni homogenesi bagian tubuh sampel udang sampai halus.
Bagian tubuh yang diambil yaitu organ insang, kaki renang, hepatopankreas,
2
Pertama-tama organ-organ target pada tubuh udang seperti kaki renang,
sentrifus cepat pada kecepatan 14.000 rpm selama 5 menit sehingga seluruh
cairan yang melengket pada dinding tabung akan menuju ke dasar tabung.
2
pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, selanjutnya QIAamp colum
diletakkan pada tabung koleksi yang baru dan tabung koleksi yang sudah
tanpa menyentuh dinding tabung, dan tabung ditutup, lalu disentrifus pada
kecepatan 8000 rpm. selama 1 menit, dan column diletakkan kembali pada
tabung koleksi yang baru dan tabung koleksi yang mengandung filtrate
dibuang.
menyentuh pinggir tabung, dan setelah ditutup lalu disentrifus pada kecepatan
14000 rpm selama 3 menit. Hasil filtrate kemudian diibuang dan column
ditempatkan kembali pada tabung koleksi yang sama, lalu disentrifus kembali
pada 14000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya QIAamp column diletakkan pada
200 µL, namun ditambahkan secara berkala yakni 100 µL DW dan kemudian
menit. Hasil ekstraksi DNA disimpan pada suhu -20o C sebelum digunakan.
dalam proses PCR yaitu: primer F/R 1 µL, destilated water (DW) 1 µL, DNA
ase free water 6 µL, DNA template 2 µL, dan hot star 10 µL. Kondisi PCR
2
menit dimana proses
2
tersebut dilakukan selama 35 kali. Primer spesifik yang digunakan adalah
3.4.4. Elektroforesis
agarose dimana dalam prosedur ini agarose ditimbang terlebih dahulu sesuai
dalam penelitian ini agarose yang dipakai adalah agarose 1%. Dengan
selama kurang lebih 25 menit hingga suhunya kurang lebih 50ᵒ C. Setelah itu,
agarose tersebut dicetak pada tray agarose yang telah dilengkapi dengan sisir
dingin dan mengeras, sisir tray pada cetakan agarose tersebut diangkat dengan
yang berisi TAE 1x yang berfungsi sebagai buffer pada proses elektroforesis
adalah untuk mengetahui apakah suatu sampel terinfeksi virus IHHNV, maka
selama 45 menit.
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
2
diperoleh dari wawancara dan hasil praktek di lapangan. Data sekunder diperoleh
dari instansi terkait yang berhubungan dengan data yang diperlukan penulis dan
didapatkan tersebut.
bentuk tabel. Data yang diperoleh dianalisis dan akan ditarik kesimpulan. Adapun
Table 3.Data Sampel Uji di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan ( BKIPM ) Lampung
No Data Sampel Uji Jumlah Panjang (cm)
2. Gejala Klinis
Berdasarkan Tabel dapat diketahui sampel uji serta gejala klinis Balai
Lampung.
2
Tabel 4.Tingkat Pendidikan Tenaga Pelaksana di Balai karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Lampung.
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1. Magister
2. Sarjana
3. Sarjana Muda
4. SLTA
Perikanan (BKIPM) Lampung untuk pengembangan pada masa yang akan datang.
1. Teknisi
2. Pegawai
3. Tata Usaha
2
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1. Tenaga Ahli
2. Tenaga Terampil
3. Tenaga Pembantu
hasil yang optimal dalam penanganan dan pemeriksaan komoditi yang dilalu
Table 7.Keadaan Sarana dan Prasarana yang Ada di Balai Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Lampung.
No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) Keadaan
1.
2.
3.
Berdasarkan Tabel dapat diketahui keadaan sarana dan prasarana yang ada
di BKIPM Lampung. Sarana dan Prasarana yang ada merupakan fasilitas yang
2
Virus (IHHNV) Yang Menyerang Udang Vaname (Litopenaeus Vanname) Dengan
2
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, A. M. S., Budi, D. S., Fasya, A. H., Kenconojati, H., & Azhar, M. H. (2019). Deteksi
Virus Pada Udang Vaname ( Litopenaeus vannamei ) di Balai Karantina Ikan ,
Pengendalian Mutu , dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya I Virus Detection of
Pacific White Shrimp ( Litopenaeus vannamei ) at Fish Quarantine Center , Quality
Control , a. 4(2), 83–90.
Yuwono, T. (2006). Teori dan aplikasi polymerase chain reaction. Penerbit Andi.
Yogyakarta, 1-3.
Desyana, V. Analisis Prevalensi Infectious Hypodermal And Haematopoetic Necrosis
Virus(Ihhnv) Pada Induk Udang Windu (Panaeus Monodon Fabricius, 1798)
DiSulawesi Selatan Melalui Metode Polymerase Chain Reaction (Pcr).
Haliman, Adijaya. 2005. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya
2
LAMPIRAN
3
Lampiran 1. Organisasi Praktek Magang
1. Pelaksana Praktek Magang
NIM 1904124248
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Bangau Sakti, Simpang Baru. Kec. Tampan, Kota Pekanbaru , Riau
2. Dosen Pembimbing
MS NIP : 195711241988032001.
3
Lampiran 2. Anggaran Biaya
1. Biaya Persiapan Praktek Magang
3
Lampiran 3. Jadwal Praktek Magang
Praktek magang ini direncanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari tahun
2022 di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM)
Lampung. Adapun jadwal praktek dari awal sampai akhir magang ini adalah sebagai berikut
:
No Kegiatan Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan
Usulan
Proposal
2. Persiapan
3. Pelaksanaan
4. Penyusunan
Laporan
5. Revisi dan
Penggandaan
6. Ujian
Proposal
3
Lampiran 4. Daftar Quisioner
1. SUMBER DATA :
2. LUAS DAERAH :
3. LETAK GEOGRAFIS :
4. BATAS DAERAH
Sebelah Barat :
Sebelah Timur :
Sebelah Utara :
Sebelah Selatan :
Sejarah berdirinya :
didapat :
Desa :
Kecamatan :
Kabupaten :
3
Provinsi :
Bagaimana topografi lokasi balai budidaya :
Apa fungsinya :
berapa jumlahnya :
Sarana transportasi yang ada :
3
berapa jumlahnya :
8. PARAMETER KUALITAS AIR
Suhu : oC
Salinitas : ppt
Do : ppm
warna air :
pH :
kekeruhan : cm
Alat yang digunakan :
Bagaimana permodalannya :
Pemasarannya :
Apa saja kendala yang dihadapi dalam pencegahan dan pengobatan terhadap virus
pada udang vannamei di BKIPM Lampung: