PROPOSAL
Judul : Identifikasi Virus Pada Ikan Dan Udang Dengan Metode Polymerase
Chain Reaction (PCR) Di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan
Keamanan Hasil Perikanan Surabaya II
NIT : 19.6.02.145
Menyetujui
Mengetahui :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Karya Ilmiah Praktek Akhir ini yang berjudul
“Identifikasi Virus Pada Ikan Dan Udang Dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya II”
dengan tepat waktu. Penyusunan Proposal ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak I Gusti Putu Gede Rumayasa Yudana, S.Pi, M.P selaku Direktur Politeknik
Kelautan dan Perikanan Sidoarjo yang telah mendukung kegiatan Karya Ilmiah
Praktek Akhir.
2. Ibu Ari Setyaastuti, S.P., M.Si. selaku Ketua Program Studi Teknik Penanganan
Patologi Perikanan yang telah memberikan kesempatan dalam melaksanakan Kegiatan
Karya Ilmiah Praktek Akhir.
3. Ibu Puspitasari, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga proposal ini dapat selesai.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Karya Ilmiah
Praktek Akhir.
Penulis menyadari bahwa Proposal ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
laporan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN................................................................................................6
1.1. Latar Belakang...........................................................................................7
1.2. Maksud dan Tujuan....................................................................................7
1.2.1. Maksud.............................................................................................7
1.2.2. Tujuan...............................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................8
2.1. Struktur, Susunan dan Sifat Dasar Virus ...................................................8
2.2. Kriteria Penggolongan Virus......................................................................8
2.3. Replikasi Virus...........................................................................................9
2.4. Perubahan Sel Akibat Infeksi Virus............................................................9
2.5. Penyebaran Penyakit Viral.......................................................................10
2.6. Penyakit Viral Pada Organisme Budidaya...............................................10
2.6.1. WSSV............................................................................................10
2.6.2. TSV................................................................................................11
2.6.3. AHPND..........................................................................................11
2.6.4. IMNV..............................................................................................12
2.6.5. EHP...............................................................................................12
2.6.6. VNN...............................................................................................12
2.6.7. TiLV...............................................................................................13
2.6.8. IHHNV............................................................................................13
2.6.9. KHV...............................................................................................14
2.7. Pengendalian Penyakit Viral....................................................................14
2.8. Polymerase Chain Reaction (PCR)..........................................................14
2.8.1. Tahapan Proses Polymerase Chain Reaction (PCR).....................15
III. METODOLOGI..............................................................................................17
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan............................................................17
3.2. Metode Kerja Praktek Akhir (KPA)..........................................................17
3.3. Teknik Pengumpulan Data......................................................................17
3.4. Pengolahan dan Analisi Data..................................................................18
3.5. Jadwal Kegiatan......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
vii
PENDAHULUAN
sangat membawa dampak yang positif terhadap perekonomian nasional, sehingga dapat
memberikan sumbangan pendapatan negara yang cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan
semakin meningkatnya arus lalu lintas (Ekspor dan Impor) komoditas perikanan (Rahajanto,
2006).
Penyakit biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan
oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan
keadaan lingkungan yang kurang mendukung. Pada padat penebaran ikan yang tinggi jika
faktor lingkungan kurang menguntungkan misalnya kandungan zat asam dalam air rendah,
pakan yang diberikan kurang tepat baik jumlah maupun mutunya, penanganan ikan kurang
sempurna, maka ikan akan menderita stress. Dalam keadaan demikian ikan akan mudah
Timbulnya serangan penyakit adalah hasil interaksi yang tidak sesuai antara hospek,
kondisi lingkungan dan organisme penyebab penyakit. Interaksi yang tidak serasi tersebut
dapat menimbulkan stress pada ikan, nafsu makan menurun, yang selanjutnya
menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak bekerja secara optimal, akhirnya infeksi
Dalam kegiatan budidaya, sering terjadi kendalan salah satunya adalah penyakit
virus. Virus adalah organisme penyakit yang sangat kecil dengan ukuran 20-300 nanometer.
Didalam tubuh ikan, virus akan bersifat laten sebagai wabah ketika ikan berada pada kondisi
lemah (Saparinto, 2012). Pada kondisi tersebut virus dapat menyebabkan kerusakan
1
Penyakit viral pada budidaya ikan merupakan ancaman serius karena mampu
menyebabkan kematian massal dalam waktu singkat. Karakter virus yang menyerang sel
inang intraseluler, maka pengendalian virus sulit dilakukan. Oleh karena itu diperlukan
Penyakit akibat infeksi virus merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan
kegagalan dalam budidaya, penyakit virus masih sering terjadi dengan intensitas yang
bervariasi. Jenis penyakit virus yang menyerang ikan dan udang antara lain Penyakit Viral
Nervous Necrosis, Tilapia Lake Virus, Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease, White
Spot Syndrome Virus, Taura Syndrome Virus, Enterocytozoon Hepatopenaei, Infectious Myo
Agar serangan penyakit virus dapat ditangani secara tepat, maka perlu dilakukan
identifikasi virus tersebut dengan menggunakan metode PCR. Keunggulan dari metode PCR
untuk identifikasi virus adalah metode PCR ini telah banyak digunakan oleh laboratorium uji
di Indonesia, karena di nilai dengan menggunakan metode ini dapat diperoleh hasil secara
1.2.1. Maksud
Maksud dari pelaksanaan Kerja Praktek Akhir ini adalah mengikuti seluruh kegiatan
teknik Identifikasi penyakit Virus Pada Ikan Dan Udang Di Balai Karantina Ikan
1.2.2. Tujuan
Dan Udang Di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil
2
2. Mengetahui tahapan pemeriksaan Penyakit virus Pada ikan dan udang
3
TINJAUAN PUSTAKA
Virus adalah parasit intraselular obligat dan merupakan patogen terkecil. Mayoritas
virus berukuran antara 2-20 mµ atau menduduki kisaran 20-250 nm. Volk dan Wheeler
(1984) menyatakan bahwa terdapat tiga teknik dasar yang dapat dgunakan untuk
1. Filtrasi melalui membran yang digradasi dan diketahui ukuran pori membrannya.
2. Sentrifuse dengan kecepatan tinggi (100.00 kali lebih besar dari kecepatan gravitasi)
Virus memiliki perbedaan yang sangat amat nyata dengan mikroorganisme lainnya
2. Reproduksi virus hanya memerlukan asam nukleat. Virus dapat berbiakjika hanya
asam nukleat dari genom virus yang masuk ke dalam sel dan sebaliknya, pada semua
tingkatan siklus hidup organisme non virus terdiri atas sel yang dikelilingi oleh
membran sel dan memiliki sistem metabolisme lengkap dan mandiri mencakup
3. Virus tidak memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri diluar sel hidup. Multiplikasi
virus terjadi di dalam sel hospes an virus terdapat sebagai partikel virus (virion) jika
Pertikel virus yang disebut virion terdiri dari satu macam asam nukleat (DNA/RNA)
yang dibungkus oleh suatu selubung protein yaitu kapsid. Virion memperoleh amplop
selama pendewasaan melalui proses penguncupan dari membran sel. Kapsid berfungsi
melindungi asam nukleat dari perubahan fisik dan hidrolisi enzimatik oleh nuklease sel
inang. Kapsid memiliki tempat pengikatan yang memungkinkan virus menempel pada
4
tempat yang khas pada sel inang. Kapsid masih terdiri dari sub-sub bagian yaitu
kapsomer. Satuan yang terdiri dari asam nukleat dan kapsid disebut nukleokapsid
(Schlegel, 1985).
Terdapat dua komponen yang tidak dimiliki oleh semua virus yaitu sistem
pembangkit ATP sebagai penghasil energi kimia dalam bentuk ikatan fosfat untuk sintesis
biologis dan ribosom sebagai komponen struktural untuk sintesis protein (Volk dan
Wheeler, 1984).
Fenner et al. (1993) mneyatakan bahwa terdapat tiga kriteria utama untuk
penggolongan virus yaitu : jenis asam nukleat yang menyusun genom (DNA/RNA), strategi
replikasi virus dan morfologi virion. Contoh virus DNA antara lain poxvirus, herpesvirus,
dibedakan berdasarkan letak replikasi asam nukleat virus. Replikasi untuk golongan
Perbanyak virus dilakukan dengan cara replikasi. Rincian langkah reproduksi ini
beraneka macam untuk setiap virus namun secara umum, tahapan replika virus adalah
1. Perlekatan virion pada tempat reseptor yang khas di permukaan sel inang merupakan
reaksi yang paling khas antara virus dan sel inang. Sel yang tidak mempunyai tempat
5
2. Penembusan terjadi dengan penelanan virion utuh atau fusi dengan membran sel
4. Asam nukleat akhirnya diterjemahkan untuk memproduksi asam nukleat virus yang
lebih banyak.
5. Perakitan komponen virus menjadi nukleokapsid terjadi segera setelah replikasi asam
nukleat virus. Proses perakitan di dalam virion telah selesai ketika asam nukleat
terbungkus kapsid.
6. Pelepasan virion adalah tahapan akhir dari replikasi virus. Virus yang terdapat sebagai
nukleokapsid telanjang mungkin dilepaskan desertai dengan lisi sel inang atau
dilepaskan dengan penonjolan melewati daerah membran sel inang yang khas.
Hasil pertemuan antara virus dan sel hospes yang sesuai akan tergantung pada sifat
virus, sifat sel dan lingkungan tempat terjadinya interaksi antara virus dan sel hospes
tersenut. Sifat-sifat virus yang paling penting adalah kemampuan virus dalam suatu sel yang
memasuki sel lain sehingga menyebabkan penyebaran infeksi. Spektrum penyakit yang
ditimbulkan oleh virus berkisar dari infeksi akut sehingga bentuk infeksi yang kronis (Bellanti,
1985).
diketahui dari akibat yang ditimbulkan pada hospes. Virus merusak seluruh kompleks sel
dan menimbulkan kerusakan jaringan, bercak-bercak nekrosis dan piringan lisis (Schlegel,
1985). Sel inang pada umumnya sudah tidak dapat meneruskan fungsinya sebagai sel
normal saat virus pertama kali mulai mereplikasi. Virus juga mungkin menyebabkan
proliferasi sel yang terkena infeksi sehingga menyebabkan manifestasi seperti kutil atau
menyebabkan terjadinya perubahan yang mentransformasi sel inang normal menjadi sel
kanker. Bahkan pada beberapa virus menghasilkan inklusi intaselular dalam sel inang yang
6
terinfeksi dan dapat dikenali dengan mikroskop biasa setelah dilakukan fiksasi dan
pewarnaan. Badan inklusi ini sering terjadi tapi tidak selalu, dimana perakitan virus, lokasi
intaselular dan penampilannya konstan untuk virus tertentu sehingga badan inklusi yang
terdapat didalam sel adalah kriteria diagnosis untuk infeksi virus yang khas (Volk dan
Wheeler, 1984).
Penyebaran penyakit terjadi secara cepat dan melanda satu kawasan dalam waktu
singkat. Hal yang tak kalah penting adalah fakstor transmisi dan reservoar infeksi.
Penyebaran penyakit viral pada ikan maupun udanf dapat terjadi secara horisontal maupun
vertikal. Secara horisontal dapat terjadi melalui rantai makanan atau virion yang terbabas ke
lingkungan melalui kotoran dan akan menginfeksi ikan maupun udang yang sehat.
Penyebaran secara vertikal diturunkan dari induk yang menjadi karier ke keturunannya
melalui cairan seminal/ovarium dan telur yang telah terinfeksi. Infeksi pada umumnya
melalui tiga rute yaitu : kulit, insang dan saluran pencernaan (Sudaryatma, 2012).
Beberapa penyakit viral pada ikan dan udang yang utama di indonesia dan
memerlukan perhatian khusus antara lain : White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taura
Syndrome Virus (TSV), Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND), Infectious Myo
Necrosis Virus (IMNV), Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), Viral Nervous Necrosis (VNN),
Tilapia Lake Virus (TiLV), Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV), Koi Herpes Virus (KHV)
(Anonim, 2004).
2.6.1. WSSV
Persebaran White Spot Syndrome Virus (WSSV) dimulai pada tahun 1992, dengan
daerah sebarannya mulai dari Jepang, Thailand, Bangladesh, India, Korea, Malaysia,
Philipina hingga ke Indonesia. Penyakit White Spot atau bercak putih ini menyerang udang
mulai dari stadium benur hingga udang dewasa (Destarlina, 2004). White Spot Syndrome
7
Virus (WSSV) merupakan salah satu penyakit pada udang yang dapat menyebabkan
kerusakan parah hingga kematian yang mencapai 100% dalam waktu 3-4 hari. Gejala
penyakit yang timbul merupakan interaksi yang terjadi antara inang, agen penyakit, dan
lingkungan. Lingkungan yang tidak dijaga dengan baik akan lebih mudah berpengaruh pada
pertumbuhan patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada udang (Amrillah, 2015).
Penyakit bercak putih merupakan salah satu penyakit virus yang disebabkan oleh
White Spot Syndrome Virus (WSSV) yang menyebabkan penyakit viral pada udang
(Destarlina, 2004). Jaringan ektodermal dan mesodermal merupakan jaringan yang menjadi
target utama serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Jaringan yang diserang berupa
insang, organ limfoid dan epitel kutikula (Azizah dan Kurniasih, 2005). Menurut Destarlina
(2004), apabila jaringan ektodermal dan mesodermal telah terinfeksi White Spot Syndrome
White Spot Syndrome Virus (WSSV) dapat menular melalui jalur vertikal, yaitu White
Spot Syndrome Virus (WSSV) yang menyebar melalui induk ke anak, dan melaui jalur
horizontal yaitu terjadinya kontak langsung dengan udang yang terinfeksi White Spot
Syndrome Virus (WSSV). Selain itu, jalur White Spot Syndrome Virus (WSSV) juga dapat
tertular melalui perantara burung dari satu tambak ke tambak lain dengan cara burung
memakan udang sakit yang berenang di permukaan kolam dan jatuhnya sisa yang tidak
2.6.2. TSV
Taura syndrome merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Taura Syndrome
Virus. Selama ini diketahui penyakit tersebut menjadi salah satu kendala dalam budidaya
udang vaname (Litopenaeus vannamei). Infeksi virus tersebut dapat menyebabkan kematian
80-85% dari populasinya (Rufiati, 2008). Menurut OIE (2009), udang vaname merupakan
salah satu host dari Taura Syndrome Virus. Udang vaname merupakan jenis udang
memungkinkan adanya penyebaran infeksi Taura Syndrome Virus pada jenis udang lokal
yang juga banyak dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah udang galah. Selama
8
ini belum pernah ada laporan mengenai adanya infeksi Taura Syndrome Virus pada udang
galah karena tidak ada pemeriksaan TSV terhadap udang tersebut sehingga ketahanan
2.6.3. AHPND
penyakit yang merusak jaringan hepatopankreas udang yang bersifat akut atau cepat.
Pertama kali ditemukan di China tahun 2009 dengan nama Covert Mortality Syndrome
(CMV) mempunyai gejala yang hampir sama dengan AHPND China (Lightner, 2010).
Setelah itu penyakit merebak ke Negara lain yaitu Vietnam (2010), Malaysia (2011),
Thailand (2012), sampai Mexico (2013) hingga kini ditemukan di Bangladesh (2014) dan
Phillipina (2015).
Epidemi ini telah menurunkan kemampuan produksi udang negara terdampak, dan
terutama terlihat dari efeknya terhadap tingkat produksi udang Thailand yang yang tercatat
dalam FAO dalam kurun waktu 3 tahun terkena infeksi produksi udang turun drastis dari
609.552 ton di tahun 2013 menjadi 273.000 ton di tahun 2016, sedangkan kerugian di
Vietnam selama kurun waktu 2013 - 2015 mencapai 216,23 juta USD. Sungguh dampak
2.6.4. IMNV
Infeksi IMNV mampu membunuh hingga 70% populasi udang dan myonecrosissaat
ini menjadi salah satu penyakit penting yang telah memengaruhi industri budidaya udang
vaname baik di Indonesia maupun di dunia. Di Indonesia, penyakit myonecrosis pertama kali
dilaporkan terjadi di Situbondo pada tahun 2006, dengan gejala klinis serupa dengan
kejadian wabah myonecrosis di Brazil berupa jaringan otot berwarna putih akibat nekrosis
ekstensif, khususnya bagian punggung dan ekor (Senapin et al., 2007). Penyakit
myonecrosis biasanya terjadi secara akut di tambak dengan tingkat kematian yang tinggi
dan gejala klinis pada udang muda, kemudian perjalanan penyakit menjadi kronis dengan
tingkat kematian mencapai 40-70% (Lightner et al.,2004). Penularan IMNV terjadi secara
9
horizontal karena kanibalisme dan melalui air, sedangkan penularan secara vertikal diduga
2.6.5. EHP
Vietnam, China dan India. Serangan penyakit EHP tersebut menyebabkan pertumbuhan
udang menjadi lambat dan pada ukuran udang menjadi tidak seragam pada saat panen.
Selain itu, faktor stres pada udang diduga mampu menyebabkan serangan EHP lebih ganas
2.6.6. VNN
merupakan Famili Nodaviridae yang diperoleh dengan melihat asam nukleat dan protein
struktural dari larva virus Pseudocaranx dentex. Famili Nodaviridae dibagi menjadi dua
Genus yaitu Alphanodavirus dan Betanodavirus, dimana kedua genus ini sangat ganas
dalam menginfeksi ikan. Betanodavirus adalah agen penyebab serangan VNN pada
budidaya ikan laut (Yukio et al., 2007). Betanodavirus berukuran sangat kecil dengan
diameter 25±30 nm, tidak mempunyai kapsid (envelope) dan memiliki asam inti RNA untai
tunggal. Genom virus ini berbentuk iksohedral yang terdiri dari dua utas RNA, RNA-1
berukuran 3,1 kb berfungsi menyandikan RNA polimerase yang bertanggung jawab dalam
replikasi genom dan RNA-2 berukuran 1,4 kb berfungsi menyandikan protein kapsid (Mori et
al., 1992; Comps et al., 1994; Chi et al., 2001). Berdasarkan analisis genetik urutan
nukleotida, Betanodavirus dibagi menjadi empat genotip yaitu, Stripped Jack Nervous
Necrosis Virus (SJNNV), Barfin Flounder Nervous Necrosis Virus (BFNNV), Tiger Puffer
Nervous Necrosis Virus (TPNNV) dan Redspotted Grouper Nervous Necrosis Virus
budidaya laut sejak akhir tahun 1980-an dan menyebabkan kematian massal lebih dari 39
spesies ikan termasuk spesies ikan kerapu (Maltese dan Boyo, 2007). Jenis kerapu yang
10
septemfasciatus, E. malabaricus, E. Bruneus. Merujuk pada KEPMEN-KPNomor 08 Tahun
2015, VNN merupakan jenis virus yang termasuk dalam Hama Penyakit Ikan Karantina
(HPIK) Golongan I, merupakan jenis-jenis hama penyakit ikan yang ditetapkan pemerintah
2.6.7. TiLV
Tilapia lake virus merupakan spesies baru yang memiliki 10 segmen dengan ssRNA,
negatif sense RNA genome, dan beramplop dengan partikel icosahedral berukuran 55-75
nm. Sembilan dari segmen gen virus ini tidak memiliki kesamaan dengan virus lainnya,
hanya satu segmen yang sangat mirip dengan protein virus Influenza tipe C. Hibridisasi
secara in situ menunjukan TiLV ini bereplikasi dan tertranskripsi pada hati dan pusat saraf
ikan nila. TiLV sensitif terhadap eter dan kloroform (KEPUTUSAN BKIPM PETUNJUK
TEKNIS SURVEILAN PENYAKIT TILAPIA LAKE VIRUS, 2017). Ikan nila (Oreochromis
niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang diintroduksi dari Afrika bagian timur pada
tahun 1969. Ikan ini menjadi ikan budidaya yang populer di kolam-kolam air tawar di
Indonesia. Produksi ikan nila di Indonesia terus meningkat sejak tahun 2009, yaitu mencapai
99.969 ton tetapi nilai ekspor menurun menjadi 11,879 ton pada tahun 2016. Kondisi
penurunan ini kemungkinan ada hubungannya dengan kasus kematian massal akibat
penyakit. Pada tahun 2016 kasus kematian massal terpantau terjadi di pembudidaya ikan di
Lombok, dengan gejala menyerupai kasus infeksi virus TiLV yang pernah terjadi di Israel.
Kondisi ini perlu diwaspadai karena saat ini bibit atau benih nila selain dari lokal juga diimpor
dari beberapa negara lain seperti dari Thailand, Filipina, dan Amerika. Kegiatan impor benih
sering menimbulkan masalah karena akan disertai pula impor penyakit. Kasus ini sama
seperti kasus impor ikan hias yang juga disertai masuknya penyakit baru yang pada awalnya
belum ada di Indonesia seperti Koiherpes virus (KHV) (Sunarto & Cameron, 2006).Tilapia
Lake Virus (TiLV) Virus ini merupakan genus dari famili Orthomyxoviridae, yang mereplikasi
di inti sel pada jaringan ikan. TiLV yang pertama kali dilaporkan terjadi di Israel menyebar ke
Ekuador dan Kolombia. dan ke beberapa negara seperti Mesir serta Malaysia (Koesharyani
dkk., 2018).
11
2.6.8. IHHNV
dengan genom DNA untai tunggal. Penyebaran penyakit ini sangat luas meliputi negara-
negara di amerika dan asia termasuk indonesia. Penyakit ini tergolong akut, dimana
menyebabkan kematian yang sangat tinggi pada juvenil Penaeus stylirostris. Menginfeksi
secara vertikal.
2.6.9. KHV
Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) yang menyerang ikan koi dan ikan mas memang
sudah cukup jarang terdengar kasusnya, atau sudah tidak separah saat ia pertama kali
mewabah di awal tahun 2000-an. Namun demikian, sepinya kasus dan perbincangan soal
KHV seharusnya tidak membuat lengah para pelaku usaha ikan mas dan koi dari serangan
virus yang sempat memporakporandakan spesies Cyprinus carpio (ikan mas dan koi) ini.
Menurut virologi di bidang akuakultur ini, KHV pada ikan cukup mirip dengan flu yang
terjadi pada manusia. Flu bersifat musiman yang sering muncul saat musim hujan dan
berkurang atau hilang saat musim panas. “Saya menduga mungkin (KHV juga) begitu.
Tahun 2002 awalnya wabah. Pola wabah itu ketika pertama kali muncul kematiannya tinggi.
Nanti kemudian ilang lagi. Ini bukan hal yang aneh bagi kami,” terang pria yang sudah
Pengendalian penyakit viral ini lebih di tekankan pada upaya pencegahan dan
12
PCR adalah singkatan dari Polymerase Chain Reaction. Teknik ini merupakan teknik
perbayakan DNA secara in vitro. Dalam sistem kerjanya, PCR dilandasi oleh struktur DNA.
Dalam keadaan nativenya, DNA merupakan double helix, yang terdiri dari dua buah pita
yang berpasangan anti paralel antara satu dengan yang lain dan berkaitan dengan ikatan
hydrogen. Ikatan hidrogen terbentuk antara basa-basa yang komplementer, yaitu antara
basa adenin (A) dengan timin (T), dan guanin (G) dengan sitosin (C) (Mulado, 2003).
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan salah satu teknik untuk mempelajari
secara eksponensial suatu nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini sangat
sensitif, sehingga dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu molekul DNA (Widowati,
2013).
Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA template; (2)
denaturasi DNA template; (3) penempelan primer pada template (Annealing); (4)
pemanjangan primer (Extension) dan (5) pemantapan (Post- extension). Tahap 2 sampai
dengan 4 merupakan tahapan berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi
A. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan asam nukleat (DNA/RNA) patogen dari sel
inangnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulandari (2003), yang menyatakan bahwa
prinsip dasar ekstraksi DNA/RNA adalah serangkaian proses untuk memisahkan DNA/RNA
dari komponen-komponen lainnya yaitu penghancuran dinding sel, penghilangan protein dan
pemisahan DNA dari komponen-komponen sel lainnya. Ekstraksi DNA pada organisme
eukariot dilakukan melalui proses penghancuran dinding sel (lysis of cell walls),
penghilangan protein dan RNA (cell digestion), dan pengendapan DNA (precipitation) dan
13
Proses tahapan ekstraksi DNA adalah menjadikan bahan sampel menjadi
fraksi berat komponen untuk mendapatkan DNA templat. Sedangkan sentrifuge adalah
proses untuk menghilangkan hancuran sel-sel atau komponen-komponen antara protein lain
sehingga menghasilkan endapan yang mengandung sel utuh, inti dan sitoskeleton. Proses
dengan kecepatan tinggi sehingga mengandung endapan mikrosom dan versikel kecil.
Proses terakhir adalah supernatan diputar dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga
menghasilkan endapan yang mengandung ribosom, virus dan makro molekul. (Hutami, et
al., 2017).
B. Amplifikasi
Amplifikasi DNA adalah proses penggandaan DNA cetakan dengan bantuan enzim
dan primer serta suhu yang sudah diatur sehingga diperoleh sejumlah DNA tertentu (OIE,
2003). Amplifikasi DNA dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, denaturasi cetakan DNA
beruntai ganda pada suhu di atas 90 ° C sehingga menjadi DNA cetakan berantai tunggal.
dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen primer. Suhu
dimana primer annealing biasanya diistilahkan dengan Melting temperature (Tm). Ketiga,
perpanjangan (ekstension) fragmen DNA dengan enzim polimerase dan primer untuk
menghasilkan kopi DNA yang dapat berfungsi sebagai DNA cetakan untuk siklus
selanjutnya yang berlangsung pada suhu 70 ° C – 78 ° C. Kedua DNA cetakan asli dan target
14
penempelan primer dan perpanjangan fragmen DNA. Berdasarkan teori, setiap siklus akan
menggandakan jumlah kopi target DNA sehingga terjadi amplifikasi geometri. Amplifikasi
DNA target sebanyak 25 siklus akan menghasilkan 33 juta kopi. Setiap penambahan 10
siklus menghasilkan 1024 lebih kopi. Rataan perubahan suhu atau tahapan lamanya
inkubasi di setiap suhu dan jumlah waktu setiap siklus yang diulang, dikontrol dengan suatu
program dari alat thermal cycler. Jumlah siklus amplifikasi PCR harus dioptimasi tergantung
pada konsentrasi awal DNA target. Minimal diperlukan 25 siklus untuk dapat
melipatgandakan satu kopi sekuen DNA target sehingga hasil PCR dapat dilihat secara
C. Elektroforesis
sehingga didapatkan ukuran tertentu berat molekul dari suatu DNA. Prinsip kerja gel
elektroforesis dimulai saat makro molekul yang bermuatan listrik ditempatkan pada medium
berisi tenaga listrik. Molekul-molekul tersebut akan bermigrasi menuju kutub positif atau
bermuatan negatif (anion) akan bergerak menuju kutub positif (anoda), sedangkan molekul-
molekul yang bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (katoda).
Kecepatan migrasi ditentukan oleh panjang-pendek pita DNA. Semakin kecil molekul DNA
maka semakin cepat migrasi molekul DNA melewati gel (Sulandri, 2003).
D. Pembacaan hasil
bantuan sinar UV serta pendaran warna dari Ethidium Bromide dan pengamatan dengan
yang sudah ditambahkan pada Agarose. Pemberian Ethidium Bromide adalah untuk
mendeteksi asam nukleat bentuk tunggal atau ganda (baik DNA atau RNA). Dalam Ethidium
Bromide terdapat substansi yang mengandung gugus planar yang terdapat diantara basa-
basa DNA yang tertumpuk. Posisi yang tetap gugus ini dan letaknya berdekatan dengan
basa-basa menyebabkan zat warna yang terikat pada DNA menunjukkan peningkatan
fluoresensi dibanding zat warna yang bebas dalam larutan (OIE, 2003).
15
METODOLOGI
Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya II, Jl. Kalimas Baru No.86,
Perak Utara, Kec. Pabean Cantian, Kota Surabaya, Jawa Timur 60165. Kegiatan ini
Metode yang digunakan dalam Kerja Praktek Akhir ini adalah metode survei
dengan menggunakan pola partisipasi langsung. Menurut Nazir (2003), metode survei
adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang
sosial,ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Sedangkan untuk
kegiatan yang ada pada unit usaha tersebut. Yang dimaksud partisipasi langsung adalah
Metode pengambilan data pada kegiatan Kerja Praktek Akhir (KPA), sebagai
berikut :
Studi Literatur
Pembuatan Proposal
Analisis Data
1
Gambar 1. Metode Kerja Praktek Akhir
tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian, agar dapat
memperoleh temuan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada Kerja Praktek Akhir (KPA) ini
1. Observasi
yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-
Adapun jenis observasi yang diterapkan dalam kegiatan Kerja Praktek Akhir
(KPA) ini adalah observasi partisipan, yaitu mengikuti seluruh kegiatan dalam
proses identifikasi virus pada sampel ikan dan udang, yang meliputi proses
pembacaan hasil.
2. Wawancara
tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan, dilakukan oleh dua
orang atau lebih, bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi dan
2
3.4. Pengolahan dan Analisi Data
Analisis data adalah proses menyusun secara sistematis data yang diperoleh
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
Teknik analisis data mempunyai prinsip yaitu untuk mengolah data dan
menganalisis data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur
dan mempunyai makna. Data yang telah diperoleh diolah dalam bentuk tabel yang
terdiri dari jenis sampel, organ target bakteri dan hasil identifikasi virus yang
3
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Amrillah, A.M dan S. Widyarti. Y. Kilawati. 2015. Dampak Stres Salinitas Terhadap
Prevalensi White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Survival Rate Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) pada Kondisi Terkontrol. Research Journal Of Life Science
Agustus 2015 Volume 02 No. 01.
Arafani, L. dan M. Ghazali. M. Ali. 2016. Pelacakan Virus Bercak Putih pada Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Lombok dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction.
Jurnal Veteriner Maret. Vol. 17 No. 1 : 88-95.
Azizah, A., Kurniasih. 2005. Deteksi Infeksi White Spot Syndrome Virus pada Udang Putih
(Penaeus vannamei) di Pulau Jawa dengan Metode Polymerase Chain Reaction.
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci)VI (1): 32-39
Bellanti. J.A., 1985, Immunologi III, Penerjemah: S.Wahab dan N.Soeripati. 1993. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada Press. Briggs. T., dan Chandler,
A.M., 1995,Biochemistry. Third edition.Spinger. Verlag. New York.
Chi S.C., Lo C.F. & Lin S.C. (2001). Characterization of grouper nervous necrosis virus. J.
Fish Dis., 24, 3–13.
Comps M., Pepin J.F. & Bonami J.R. (1994). Purification and characterization of two fish
encephalitis viruses (FEV) infecting Lates calcarifer and Dicentrarchus labrax.
Aquaculture, 123, 1–10.
Destarlina, Oni M. (2004). Sreening Test White Spot Syndrome Virus pada Udang Putih
(Panaeus vannamei) Menggunakan Teknik Polimerase Chain Reaction di Balai
Karantina Ikan Soekrno-Hatta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada Press. Briggs. T., dan
Chandler, A.M., 1995,Biochemistry. Third edition.Spinger Verlag.New York
Fenner, F.J.,Gibbs, E.P.J., Murphy, F.A., Rott, R., Studdert, M.J., White, D.O., 1993.
Veterinary Virology, 2d ed. Academic Press, 429-442.
Fitriatin, E dan A. Manan. 2015. Pemeriksaan Viral Nervous Necrosis (VNN) Pada Ikan
Dengan Metode Polymerase. Chain Reaction (PCR). Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan Vol. 7 No. 2, November 2015.
Lightner, D.V., C.R. Pantoja, B.T. Poulos, K.F.J. Tang, R.M. Redman, T. Pasos-de-Andrade
and J.R. Bonami. 2004. Infectious myonecrosis. New disease in pasific white shrimp.
Global Aquaculture Avocate. 85 p.
Lightner, V. 2010. In The Court Of Appeals Of Ohio Third Appellate District Hardin County.
Appeal from Hardin County Common Pleas Court Trial Court No. 20082125 CRI.
4
Mori K., Nakai T., Muroga K., Arimoto M., Mushiake K. and I. Furusawa, 1992. Properties of
a new virus belonging to Nodaviridae found in larval striped jack (Pseudocaranx
dentex ) with nervous necrosis. Virology, 187:368-371.
Naim S, Brown JK, Nibert ML. 2014. Genetic diversification of penaeid shrimp infectious
myonecrosis virus between Indonesia and Brazil. Virus Research 189: 97-105.
Rahajanto, D. 2006. Profil Stasiun Karantina Ikan Kelas I Tanjung Perak Surabaya. Pusat
Karantina Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Surabaya. 16 Hal.
Report Of The Meeting Of The Oie Terrestrial Animal Health Standards Commission Paris,
7–18 September 2009.
Saparinto, C. 2012. Panduan Lengkap Bisnis dan Budi Daya Lele Unggul. Yogyakarta: Lily
Publisher.
Sarig, S. (1971) Diseases of warm water fishes. TFH Publ., Neptune City, New Jersey, USA.
Sahfitri, I.A.H. 2018. Potensi Pengembangan Budidaya Perikanan. Tugas latihan unggah
jurnal ke Repository Online, Mata Kuliah Metodologi Penelitian BDP FIKP UMRAH.
Schlegel Hans G,. 1994. Mikrobiologi Umum. Penterjemah Tedjo Baskoro. Edisi keenam.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Sudaryatma, P.E. dan N.N. Eriawati. 2012. Histopatologis Insang Ikan Hias Air Laut yang
Terinfestasi Dactylogyrus sp. Jurnal Sain Veteriner.
Yukio, M., Leobert d. De la peňa and Erlinda R. Cruz-lacierda, 2007. Susceptibility of Fish
Species Cultured in Mangrove, Southeast Asian Fisheries Development Center
(SEAFDEC) (Tigbauan 5021, IIoilo, Philippines)
5
6