OLEH :
DONNY APRIANSAH
NRP. 56203113405
OLEH :
DONNY APRIANSAH
NRP. 56203113405
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Dr. Resmi Rumenta Siregar, S.St.Pi., M.Si. Muhammad Sayuti, S.St.Pi., M.P.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. I Ketut Sumandiarsa, S.St.Pi., M.Sc. Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.Sc.
Ketua Program Studi Sekretaris Program Studi
Tanggal Pengesahan:………
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktik
Lapang II yang berjudul ” Proses Pengolahan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Peeled And Deveined (PND) Mentah Beku di PT. Cenral Pertiwi
Bahari, Tulang Bawang – Lampung”. Alasan penulis mengambil judul tersebut
adalah untuk mengetahui seluruh alur proses penanganan dan pengolahan udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) mentah beku PND, penerapan rantai dingin,
mutu dari bahan baku hingga produk akhir, rendemen dari ikan utuhhingga produk
akhir, produktivitas tenaga kerja selama proses pengolahan, persyaratan
kelayakan unit pengolahan hingga proses pengolahan limbah padat dan cair.
Proposal Praktik Lapang II ini merupakan salah satu syarat untuk
melanjutkan ke semester VII pada Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan di Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Penulis menyadari dalam penulisan Proposal Praktik Lapang II ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam penulisanselanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ vi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ........................................ 3
2.2. Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku (PND) ................................ 5
2.3 Kemunduran Mutu Udang .................................................................. 9
2.4 Penerapan Rantai Dingin ....................................................................... 11
2.5 Rendemen......................................................................................... 13
2.6 Produktivitas ..................................................................................... 13
2.7 Penerapan Klayakan Dasar pada Unit Pengolahan ........................ 14
2.8 Pengelolaan Limbah ......................................................................... 21
3. METODE PELAKSANAAN PRAKTIK
3.1 Pengamatan Alur ProsesUdang Vannamei Kupas Mentah Beku
PND................... ................................................................................ 22
3.2 Pengujian Mutu ................................................................................. 24
3.3 Pengujian Rendemen ....................................................................... 24
3.4 Perhitungan Produktivitas ................................................................. 25
3.5 Penerapan Rantai Dingin ................................................................. 25
3.6 Penerapan GMP/SSOP/SKP............................................................ 25
3.7 Pengamatan Pengelolaan Limbah ................................................... 15
3.8 Analisis Data ..................................................................................... 26
4. RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN
4.1 Rencana Kegiatan ............................................................................ 27
4.2 Rencana Anggaran ........................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28
LAMPIRAN ................................................................................................... 30
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
1
1. PENDAHULUAN
salah satunya ialah Udang Kupas Mentah Beku PND (Peeled And Deveined).
Beberapa aspek penelitian dalam melaksanakan Praktik Lapang II ini antara lain
yaitu mengamati alur proses produk, penerapan rantai dingin dan
ketertelusurannya, mutu bahan baku dan produk akhir, rendemen, produktifitas
pekerja UPI dalam 1 tahun, penerapanGMP, SSOP, dan SKP dan pengelolaan
limbah padat maupun cair. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dalam Praktek
Lapang II ini penulis mengambil judul “Proses Pengolahan Udang Vanname
(Litopenaeus Vannamei) Peeled And Deveined (PND) Mentah Beku di PT.
Central Pertiwi Bahari, Tulang Bawang-Lampung.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktik Lapang II ini adalah :
1) Mengetahui alur proses pengolahan udang vannamei kupas mentah beku
PND (Peeled And Deveined) natural.
2) Mengetahui penerapan rantai dingin pada proses pengolahan udang
vannamei kupas mentah beku PND (Peeled And Deveined) natural dan
ketertelusurannya (traceability).
3) Mengetahui mutu bahan baku dan produk udang vannamei kupas mentahbeku
PND (Peeled And Deveined) natural.
4) Mengetahui rendemen pada pengolahan udang vannamei kupas
mentahbeku PND (Peeled And Deveined) natural.
5) Mengetahui produktifitas tenaga kerja pada proses pengolahan udang
vannamei kupas mentah beku PND (Peeled And Deveined) natural UPI
dalam 1 tahun.
6) Mengetahui penerapan GMP, SSOP, dan SKP.
7) Mengetahui proses pengelolaan limbah padat dan cair.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang vannamei merupakan salah satu spesies yang dapat dibudidayakan
di tambak dengan beberapa teknik yaitu teknik budidaya ekstensif, semi-intensif
dan intensif. Udang vannamei memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan memakan
tumbuhan dan hewan kecil termasuk plankton, serta organisme mati yang berada
di perairan. Udang vannamei ini umumnya bersifat omnivora yaitu memakan
segala, baik dari bahan hewani maupun nabati dan dapat memperoleh makanan
yang berada di dasar maupun badan air. Di Indonesia udang jenis ini banyak
dibudidayakan karena udang vannamei memiliki banyak keunggulan yaitu memiliki
pertumbuhan lebih cepat, periode budidaya lebih pendek, lebih tahan terhadap
penyakit dan perubahan lingkungan. Selain itu, udang vannamei tergolong
memiliki tingkat produktivitas tinggi karena dapat memanfaatkan seluruh badan air
dan dapat dipelihara dalam tambak dengan padat penebaran tinggi.
Komponen Presentase
Protein 35.69 ± 0.5 %
Karbohidrat 3.20 ± 0.3 %
Lemak 19.00 ± 0.6 %
Air 76.20 ± 0.5 %
Abu 1.20 ± 0.6 %
Kalsium (Ca) 154.5 mg/g
Magnesium (Mg) 13.41 mg/g
Sodium (Na) 67.7 mg/g
Potasium (K) 56.7 mg/g
Mangan (Mg) 0.898 mg/g
Besi (Fe) 4.54 mg/g
Fosfor (P) 6.98 mg/g
8) Penimbangan
Tahapan penimbangan dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam
keranjang plastik dan kemudian dilakukan penimbangan sesuai dengan berat yang
ditentukan. Tujuannya untuk mendapatkan berat dan ukuran yang diharapkan oleh
Unit Pengolahan. Penimbangan tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati, cepat,
cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu maksimal 5° C.
9) Penyusunan
Tahapan penyusunan dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam
pan pembekuan satu per satu dengan rapi. Penyusunan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan susuanan udang yang rapi, bebas dari bakteri patogen dan
sesuai dengan spesfikasi yang di butuhkan oleh Unit Pengolahan. Penyusunan
tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan
mempertahankan suhu maksimal 5° C.
10) Pembekuan
Tahapan pembekuan ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam alat yang
digunakan sesuai dengan jenis kebutuhannya diantara lain alat pembeku Contact
Plate Freezer (CPF) atau Air Blast Freezer (ABF) untuk frozen block, sedangkan
untuk Individual Quick Freezing (IQF) produk disebar merata diatas konveyor belt
IQF atau ditebar dalam pan dan dibekukan ABF hingga mencapai suhu pusat
produk -18° C. Tujuan dalam proses pembekuan ini yaitu untuk melakukan
pembekuan pada produk hingga mencapai suhu maksimal -18° C secara cepat
dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk. Beberapa potensi bahaya
yang dapat terjadi apabila dilakukan pembekuan yang tidak sempurnya yaitu
antara lain (partial freezing) dan kehilangan cairan (drip loss).
11) Pengelasan
Tahapan ini dilakukan untuk melapisi udang dengan lapisan es (glassing)
menggunakan air dingin atau disiram air dingin, sedangkan untuk produk IQF
disemprotkan dengan air dingin dalam tunnel IQF atau ditampung dalam keranjang
dan dicelupkan dalam air dingin secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter.
12) Pengemasan dan Pengepakan 1
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukan udang yang sudah diolah ke
dalam plastik untuk divakum. Setelah itu produk dimasukkan ke dalam inner karton
yang telah diberi label untuk menandai jenis spesifikasi produk. Tujuan dari proses
ini yaitu untuk memudahkan produk dalam proses pendistribusian kepada
konsumen.
13) Pendeteksian Logam
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan produk yang sudah
dimasukkan ke dalam inner carton kemudian dilewatkan melalui metal detector
sesuai spesimennya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menjamin produk yang
dihasilkan bebas dari serpihan logam yang dapat membahayakan.
14) Pengemasan dan pelabelan 2
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan produk yang sudah berada
dalam inner carton ke dalam master carton yang sudah diberi label sesuai dengan
spesifikasinya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melakukan pengemasan
secara lengkap dan juga menghindari kesalahan dalam pengemasan tahap
pertama.
8
2.3.1 Autolisis
Penurunan mutu secara autolisis merupakan suatu proses penurunan mutu
yang terjadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali,
sehingga senyawa kimia pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia.
Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur dan rupa yang berubah.
Penurunan mutu secara mikrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang
terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari
permukaan tubuh, insang dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini
mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk. Udang dengan
pH yang tinggi erat kaitannya dengan proses penurunan mutu udang dimana
proses pembentukan enzim akibat aktifitas bakteri menjadi semakin cepat.
Perubahan nilai pH terjadi karena adanya proses autolysis dan aktivitas bakteri
(Sipahutar et al., 2020).
2.3.2 Kimiawi
Penurunan mutu secara kimiawi atau oksidasi adalah reaksi oksidasi
terhadap asam lemak yang dihasilkan dari penguraian lemak oleh enzim. Oksidasi
asam ini akan menyebabkan timbulnya bau tengik (oxidative rancidity), disamping
itu juga rupa udang dan daging berubah warnanya kecoklat-coklatan dan kusam.
Keberadaan Penurunan Mutu Produk Perikanan Kenampakan beberapa produk
perikanan yang tercemar senyawa kimia dapat dilihat dengan mudah. Kerang-
kerangan yang memiliki kemampuan sebagai filter Kimia terhadap logam berat,
dagingnya cenderung memiliki kenampakan merah kehitaman dan memiliki tubuh
relatif lebih besar (Efenedi & Yusra, 2012).
Reaksi oksidasi terutama terjadi pada perikanan yang mempunyai
kandungan lemak tinggi yang dapat menimbulkan bau dan tengik. Kecepatan
oksidasi lemak dapat diperlambat atau dihambat dengan penurunan suhu,
10
2.3.3 Bakteriologis
Aktivitas bakteri adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena
kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh dan
saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai
dan menimbulkan bau busuk. Aktivitas bakteri baru berhenti pada suhu -7,5oC dan
bakteri tidak berkembang pada suhu -20oC ke bawah. Cara mengatasinya adalah
dengan membekukan udang tanpa kepala karena banyak bakteri yang terdapat
pada bagian ini. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai dan
menimbulkan bau busuk. Udang termasuk bahan makanan yang paling mudah
mengalami pembusukan (perishable food).
Mikroba ini hidup secara berdampingan. Mikroba merugikan terdiri dari
mikroba pembusuk dan patogen Mikroba pembusuk merupakan mikroba yang
dapat menimbulkan kerusakan pada produk perikanan. Kerusakan Kimia yang
ditimbulkan oleh aktivitas mikroba merugikan adalah meningkatnya kandungan
senyawa racun atau penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen.
Mikroba pembusuk akan menyebabkan produk perikanan menjadi busuk sehingga
tidak dapat atau tidak layak dikonsumsi. Mikroba pembusuk akan merombak produk
perikanan menjadi komponen yang tidak diinginkan, seperti protein yang diubah
menjadi amonia dan hidrogen sulfida; karbohidrat menjadi alkohol, dan lemak
menjadi keton dan asam butirat. Ciri khas dari peningkatan aktivitas mikroba
pembusuk antara lain tercium bau busuk, bahan menjadi lunak berair dan masih
banyak lainnya (Efenedi & Yusra, 2012).
2.3.4 Kerusakan Secara Fisik
Menurut Bertiantono (2011), jenis-jenis kerusakan udang akibat sering
terjadi kesalahan pada panen dan pasca panen sehingga menimbulkan
kerusakan pada udang. Beberapa jenis kerusakan pada udang sebagai berikut:
1. Soft shell (kulit lembek)
a) Tekstur kulit udang lembek dan tipis dikarenakan baru ganti kulit (molting).
b) Daging pecah pada pungung udang setelah dimasak.
c) kerusakan ini hanya dapat diketahui setelah udang dimasak.
2. Broken shell (kulit pecah)
a) Kulit pecah atau sobek pada bagian badan.
b) Termasuk dalam kualitas dibawah standar (BS).
3. Broken segment
a) Pertemuan antara segmen kulit udang pecah, sehingga daging udang
terlihat.
b) Disebabkan karena penanganan yang tidak hati-hati
11
2.5. Rendemen
2.5.1 Pengertian Rendemen
Rendemen adalah perhitungan yang diperoleh dari berat produk akhir dibagi
denganberat awal diikalikan seratus persen kemudian hasilnya dinyatakan dalam
bentuk % berat. Tujuan dari dilakukan perhitungan rendemen dalah mengetahui
berat bersih dari udang yang digunakan dalam optimalisasi produksi dibandingkan
berat kotor yang tidak terpakai. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
rendemen salah satunya adalah mutu bahan baku. kesegaran udang sangat
berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, sarana dan prasarana, tenaga
kerja, ukuran dan jenis bahan baku. Semakin segar bahan baku, maka semakin
mudah dikerjakan karena daging lebih banyak dan tidak lengket sehingga
persentase yang diperoleh lebih tinggi. Penanganan dan pengolahan selain
dilakukan dengan secara tepat, juga dilakukan dengan hati- hati, bila tidak cermat
maka rendemen yang dihasilkanakan semakin kecil (Trianjari et al., 2022).
2.5.2 Susut Bobot Udang
Susut bobot merupakan selisih antara massa awal dikurangi dengan massa
akhir, dimana massa awal udang ditimbang pada kondisi sadar (normal) dan
ditimbang kembali setelah diberi proses penyadaran. Semakin tinggi suhu media
air maka semakin rendah susut bobot pada udang. Semakin kecil susut bobot
udang maka semakin kecil pula penurunan kualitas udang, hal ini terjadi karena
udang tidak membutuhkan banyak dalam menghadapi stress yang diakibatkan
oleh perubahan suhu ekstrim. Bobot udang merupakan salah satu parameter
penting yang menjadi pusat perhatian konsumen selain keberhasilan hidup.
Transportasi biota hidup dapat dikatakan berhasil apabila selama transportasi
hanya sedikit mengalami kehilangan bobot karena menandakan udang dalam
kondisi yang baik. Keberhasilan pengangkutan udang hidup dipengaruhi sifat
fisiologi, ukuran, mutu udang menjelang pengangkutan, kepadatan udang, dan
lama pengangkutan ( Putra et al., 2019).
2.6. Produktivitas
Produktivitas adalah suatu ukuran efesiensi produktif. Suatu pembanding
antara keluaran dan masukan (Sutrisno, 2009). Pada prinsipnya, produktivitas
dapat diukur dengan rasio antara pengeluaran (output) dengan pemasukan (input).
Pengukuran produktivitas bertujuan untuk membandingkan hasil-hasil
pertambahan produksi dari waktu ke waktu.
Produktivitas merupakan salah satu faktor kunci dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi secara optimal (Supriyanto & Bodroastuti, 2013).
Perusahaan dengan tingkat produktivitas yang tinggi mampu menghasilkan jumlah
produksi yang lebih banyak hingga dapat meningkatkan segi ekonomi perusahaan.
Produktivitas yang tinggi dapat dicapai perusahaan dengan selalu memperhatikan
masalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku karyawan dalam bekerja.
Disisi lain sarana dan prasarana yang memadahi tetap menjadi peran penting
sebagai penunjang produktivitas kerja.
14
Fasilitas toilet harus juga memisahkan antara toilet wanita dan toilet pria.
Penggunaan toilet yang baik adalah sesuai dengan ukuran jumlah pekerja. Toilet
wajib memiliki sabun cair dan alat pengering tangan (hand dryer). Jumlah toilet
yang dipersyaratkan untuk unit pengolahan adalah sebagai berikut :
fasilitas dan peralatan. Tujuan dari pelaksanaan GMP adalah memastikan mutu
produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan pangan.
Beberapa pokok pedoman persyaratan dan tata cara berporduksi yang baik
bagi suatu Unit Pengolahan meliputi tentang :
1) Seleksi Bahan Baku
Asal usul bahan baku harus dapat dilacak secara administratif, dapat
dilacak secara teknis yang meliputi sanitasi & higiene, good handling practice,
good aquaculture practices, cold chain system dan cemaran kimia/residu. Jenis
dan ukuran bahan dapat diukur dan kelompokkan. Mutu harus sesuai dengan
standar, apabila penanganan dilakukan dengan tepat maka mutu akan sesuai
dengan standar. Tidak boleh ada bahan baku yang diterima apabila memiliki
kandungan parasit atau bahan kimia/racun. Maka dari itu perlunya inspeksi dan
disortasi sebelum diolah. Sehingga pada jenis olahan (produk akhir) memiliki
kualitas yang baik dan maksimal. Penilaian terhadap bahan baku dapat didasari
dengan penilaian secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologis.
2) Penanganan dan Pengolahan
Penanganan dan Pengolahan harus dilakukan dengan cepat, higienis,
terlindung dan mencegah kontaminasi. Rantai dingin harus diterapkan dalam
proses penanganan yaitu menjaga suhu agar tetap dingin dengan cara
memberikan es atau langsung disimpan ke dalam pendingin. Penerapan sistem
FIFO (First In First Out) harus dilakukan agar tidak adanya penumpukan ikan yang
lama. Bahan baku yang menunggu proses lebih lanjut ditempatkan pada
tempat/wadah yang saniter dan higienis dengan menerapkan sistem rantai dingin.
Lingkungan yang kotor dan tidak higiene dapat menjadi sumber kontamnasi
produk. Peralatan yang digunakan haruslah steril dan higenis. Bahan dan
peralatan yang digunakan dalam proses produksi sebaiknya steril sehingga tidak
menimbulkan rekontaminasi pada produk pangan yang dihasilkan.
3) Bahan Pembantu dan Bahan Kimia
Bahan pembantu atau bahan kimia yang digunakan harus sesuai tepat
sesuai dengan fungsinya. Metode penggunaan yang sesuai dengan prosedur dan
melakukan takaran yang tepat dalam menggunakan akan mennjamin keamanan
pangan pada produk. Pengawasan dalam penggunaan bahan kimia juga selalu
diperhatikan, karena bahan kimia merupakan bahan yang bisa membahayakan
tubuh manusia. Ruang penyimpanan yang berbeda dan juga pelabelan dalam
bahan pembantu atau bahan kimia akan memudahkan para pekerja untuk selalu
berhati-hati dalam menggunakan bahan-bahan tersebut
Peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah merupakan
salah satu tindakan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan
bahan pembantu atau bahan kimia yang digunakan dalam proses pengolahan.
Penggunaan bahan kimia yang digunakan sebagai alat penunjang sanitasi dan
higiene pada Unit Pengolahan harus mengikuti persyaratan yang ada pada
petunjuk pabrik pembuat bahan kimia tersebut.
4) Pengemasan
Kemasan harus bisa melindungi produk dari luar. Tujuan dari kemasan
yaitu mampu melindungi dan mempertahankan mutu produk pada saat proses
distribusi. Ada dua jenis macam kemasan yaitu kemasan yang bersentuhan
18
langsung dengan bahan (plastik, kaleng, kertas, kaca, botol) dan juga kemasan
yang tidak bersentuhan langsung dengan produk (karton, kayu). Kemasan harus
bersfiat non-toxin agar tidak mencemari produk dari dalam sehingga tidak terjadi
perubahan-perubahan pada produk. Apabila bahan pengemas yang digunakan
tidak sesuai dengan fungsi dan jenis produknya maka akan terjadi reaksi-reaksi
kimia pada kemasan yang dapat mempengaruhi produk.
5) Penyimpanan
Penyimpanan berfungsi untuk menjaga produk agar tetap aman dan tidak
terjadi kontaminasi dari luar setelah dilakukan pengemasan. Tempat
penyimpananuntuk produk-produk perikanan mentah diwajibkan disimpan pada
tempat penyimpanan suhu rendah atau cold storage. Cold storage dapat
mempertahankan mutu produk selama satu hingga sembilan bulan, tergantung
pada keadaan dan jenis produk, cara pembekuan dan cara atau kondisi
penyimpanan. Ruang penyimpanan harus dirancang sebaik mungkin,
diperhatikan kebersihanya, tingkat kelembabannya, dan hal-hal yang dapat
merusak produk harus selalu diperbaiki. Gudang penyimpanan produk jadi harus
terpisiah denganpenyimpanan bahan baku agar tidak terjadi kontaminasi silang
pada produk jadi.
2) Distribusi
Distribusi khusunya produk mentah beku pada umumnya harus
menggunakan container atau mobil pengangkut dengan sistem refrigrasi.
Pengangkutan harus selalu berhati-hati dan wajib melakukan pengecekan suhu
untuk tetap menjaga suhu minimal -18° C. Kebersihan alat pengangkutan selalu
dijaga dan diperhatikan agar pada saat proses distrbusi produk tidak
terkontaminasi lingkungan kotor alat pengangkut.
digunakan adalah hal yang wajib dilakukan oleh Unit Pengolahan. Tujuan dari
kemanan air dan es adalah untuk memelihara mutu air yang ada dilingkungan
pengolahan, mengembangkan manajemen suplai dan mutu air dan mencegah
kontaminasi suplai air dan es. Beberapa sumber air yang digunakan yaitu air PAM,
air sumur dan air laut. Penggunaan air PAM sebagian besar sudah memenuhi
standar maka dari itu penggunaan air sumur dan air laut harus lebih diperhatikan
untuk selalu dimonitoring.
2) Peralatan yang kontak langsung dengan produk
Kebersihan pada permukaan yang kontak dengan bahan sangat perlu
diperhatikan dalam hal ini terutama peralatan yang digunakan dalam proses
pengolahan. Beberapa contoh peralatan yang digunakan seperti meja untuk
melakukan proses pengolahan haruslah dalam keadaan steril sebelum dilakukan
pengolahan. Meja yang berbahan stainless steel lebih mudah dibersihkan
daripada meja yang terbuat dari kayu atau bahan lain. Setelah semua peralatan
selesai digunakan langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mencuci semua
peralatan dengan bersih sehingga ketika digunakan kembali peralatan sudah
dalam keadaan steril. Tujuan dari kunci SSOP ini adalah menghilangkan kotoran
secara efektif agar tidak mengkontaminasi produk yang diolah sehingga semua
permukaan yang bersentuhan langsung dengan bahan tidak mengkontaminasi
bahan tersebut. Beberapa bahan yang perlu dihindari dalam memilih peralatan
yang digunakan untuk proses produksi seperti bahan dari kayu (tempat tumbuhnya
bakteri), besi (korosi), brass (reaksi molekuler dan korosi), dan galvanized metal
(korosi dan larutannya berbahaya).
3) Pencegahan kontaminasi silang
Kontaminasi silang adalah transfer kontaminan biologi atau kimia terhadap
produk pangan dari bahan baku, personel atau lingkungan penanganan produk.
Sumber kontaminasi silang dapat ditemukan dari dimana saja terkhusus pada
pekerja yang tidak memakai perlengakapan lengkap atau hama yang terdapat di
unit pengolahan. Agar tidak terjadi kontaminasi silang Unit Pengolahan juga harus
memisahkan secara jelas antara produk akhir dengan bahan baku tidak boleh
berada disatu tempat. Limbah yang dikeluarkan oleh proses produksi harus segera
dikeluarkan dari ruang pengolahan dengan rute yang berbeda. Pembatasan
pergerakan produk dan karyawan didalam ruang produksi. Lay out atau desain alur
proses pada ruang pengolahan harus diatur dengan baik agar tidak terjadinya
kontaminasi silang. Prinsip First In-First Out harus selalu diterapkan agar tidak
terjadi penumpukan bahan baku yang lama dan yang baru.
4) Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
Fasilitas pencuci tangan merupakan hal yang penting karena mencuci
tangan adalah hal yang pertama dilakukan sebelum masuk ke ruang produksi.
Toilet yang tersedia dalam Unit Pengolahan harus mencukupi jumlah orang yang
ada sehingga sanitasi pada toilet juga selalu terjaga. Jumlah syarat toilet yang ada
dalam Unit Pengolahan adalah untuk 15 orang pekerja harus disediakan 1 toilet.
Sabun cair dan alat pencuci harus wajib tersedia dalam setiap Unit Pengolahan.
Kebersihan lingkungan Unit Pengolahan harus selalu dijaga, setelah proses
produksi harus selalu dibersihkan agar ruang produksi selalu terjaga kebesihannya
dan tidak mengkontaminasi produk. Para Pekerja selalu harus selalu menucui
20
Berat Akhir
Rendemen = x 100%
Berat Awal
25
DAFTAR PUSTAKA
Asiah, N., Bakrie, U., Cempaka, L., & Bakrie, U. (2020). Prinsip dasar
penyimpanan bahan pangan suhu rendah (Issue December).
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2014). Udang Kupas Mentah Beku (SNI
3457:2014).
BSN. (2006). Udang segar - Bagian 1: Spesifikasi. Standar Nasional Indonesia, 1–
10.
Dahlan, M. H., Chandra, H., Kimia, T., Sriwijaya, U., Mesin, T., & Sriwijaya, U.
(2019). Produksi Air Bersih Dari Pengolahan Limbah Cair Songket. 23–24.
Fajarani, R. M., Handoyo, Y., & Rahmanto, R. H. (2019). Analisis Beban
Pendinginan Pada Cold Storage Untuk Penyimpanan Daging. Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin, 7(1), 12–22. https://doi.org/10.33558/jitm.v7i1.1905
Gunalan B, Nina Tabitha S., S. P. and T. A. (2013). Nutritive value of cultured
white leg shrimp Litopenaeus vannamei. 5(7), 166–171.
https://doi.org/10.5897/IJFA2013.0333
Hafina, A., Sipahutar, Y. H., & Siregar, A. N. (2021). Penerapan GMP Dan SSOP
Pada Pengolahan Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Kupas Mentah
Beku Peeled Deveined (PD). Aurelia Journal, 2(3457), 117–131.
Hakim, Dendy, A., & Adriyono, S. (2015). Refrigeration Technique of Shrimp
Freezing Application on Pt . Graha Makmur Cipta Pratama , Sidoarjo , Jawa
Timur. Aplikasi Teknik, 1(1), 1–7.
Husnah, S., Yuliana, Y., & Ratnawati, R. (2021). Manajemen alur proses produksi
udang windu beku dengan metode Individual Quick Frozen di PT.
Madsumaya Indo Seafood, Gresik. Agrokompleks, 21(1), 40–47.
https://doi.org/10.51978/japp.v21i1.331
Litaay, C., Wisudo, S. H., Haluan, J. H., & Harianto, B. (2018). the Effects of
Different Chilling Method and Storage Time on the Organoleptic Quality of
Fresh Skipjack Tuna. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(2), 717–
726. https://doi.org/10.29244/jitkt.v9i2.19304
Putra, F. K., Lutfi, M., & Hendrawan, Y. (2019). Pemingsanan Dua Jenis Udang
menggunakan Pendingin Berbasis Thermoelectric Cooler. Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis Dan Biosistem, 7(3), 222–234.
https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2019.007.03.02
Putrisila, A., & Sipahutar, Y. H. (2021). Kelayakan Dasar Pengolahan Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) Nobashi Ebi. Jurnal Airaha, 10(1), 10–
23.
Sarjono, H. (n.d.). 164838-ID-model-pengukuran-produktivitas-berdasark (1).
2(2), 130–136.
Sipahutar, Y. H., Suryanto, M. R., Ramli, H. K., Pratama, R. B., & Irsyad, M.
(2020). Laju Melanosis Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) pada
Tambak Intensif dan Tambak Tradisional di Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan. Prosiding Simposium Nasional VII Kelautan Dan
Perikanan 2020, 31–42.
29
LAMPIRAN
31
Lampiran 2 Score sheet uji sensori udang kupas mentah beku (SNI 3457, 2014)
Kode contoh
Spesifikasi Nilai 1 2 3 4 5
2 Pengeringan (dehidrasi)
1 Kenampakan
• Cemerlang 7
• Kurang cemerlang 6
• Agak kusam 5
• Kusam 3
• Sangat kusam 1
2 Bau
• Netral 6
3 Daging/ tekstur
• Sangat kompak 9
• Kompak 7
• Agak kompak 5
• Lembek 3
2
3
37
Rata-rata
Sortasi 1
2
3
Rata-rata
Pengupasan 1
2
3
Rata-rata
Penimbangan 1
2
3
Rata-rata
Checking Table 1
2
3
Rata-rata
Pencucian III 1
2
38
3
Rata-rata
Penyusunan 1
2
3
Rata-rata
Pembekuan 1
2
3
Rata-rata
Glazing 1
2
3
Rata-rata
Pendeteksi logam 1
2
3
Rata-rata
Pengemasan dan 1
pelabelan
2
3
Rata-rata
39
Penyimpanan 1
2
3
Rata-rata
40
2
3
Rata-rata
41
Sortasi 1
2
3
Rata-rata
Pengupasan 1
2
3
Rata-rata
Penimbangan 1
2
3
Rata-rata
Checking Table 1
2
3
Rata-rata
Pencucian III 1
2
3
Rata-rata
Penyusunan 1
42
2
3
Rata-rata
Pembekuan 1
2
3
Rata-rata
Glazing 1
2
3
Rata-rata
Pendeteksi logam 1
2
3
Rata-rata
Pengemasan dan 1
pelabelan
2
3
Rata-rata
Penyimpanan 1
2
3
Rata-rata
43
3
Rata-rata
Pencucian II 1
2
3
Rata-rata
2
3
Rata-rata
Pencucian III 1
2
3
Rata-rata
45
Pengamatan 1
Panelis Kenampakan Bau Tekstur ƩRata-rata (̅ )
1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x
1
2
3
4
5
6
Lampiran 8. Rendemen
Rendemen Potong Kepala & Kupas
3
5 1
2
3
6 1
2
3
7 1
2
3
8 1
2
3
9 1
2
3
10 1
2
3
48
2 Penyiangan
3 Pencucian
4 Pembentukan loin
6 Sortasi mutu
7 Pembentukan saku
8 Pembungkusan (wrapping)
9 Pembekuan
10 Penggelasan/tanpa penggelasan
11 Penimbangan
13 Penyimpanan
49
4 Pencegahan kontaminasi
silang
7 Pengawasan kondisi
kesehatan personil
8 Pengendalian Pest
50
NAMA UPI :
PROVINSI :
TANGGAL :
A. DATA UMUM
1 Nama UPI :
2 Alamat
Kantor Pusat :
UPI/Ruang Proses/Gudang :
3 Kategori UPI : a. Unit b. Unit c. Unit Gudang d. Unit e. Unit f. Kapal
Pengolahan Penangana Penyimpanan Penanganan Fortifika Pengolahan
Ikan n Rumput Ikan Ikan Hidup si Ikan Ikan
Laut Kering
4 Hasil Penjualan/Tahun a. < 2,5 milyar b. ≥ 2,5 milyar
5 No.Telp/Fax/Email :
6 Contact Person :
UPI (Nama dan
Nomor HP)
7 Kelengkapan Dokumen : a. NIB b. SIUP/TDUP/IUI c. Panduan Mutu Penerapan d. Sertifikat Pengolah Ikan
Cara Pengolahan Ikan yang (SPI)/Sertifikat
Baik dan Prosedur Operasi Keterampilan di bidang
Standar Sanitasi keamanan pangan yang
setara
8 Produk
No Jenis Produk Jenis Pengajuan Alur Proses Tujuan Total Asal Bahan
(Baru/Perpanjangan) Pemasaran % Realisasi Baku/Produk
52
A KETERANGAN
a. Kritis (Kr) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan
b. Serius (Sr) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan
c. Mayor (Mj) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan pangan
d. Minor (Mn) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus-menerus akan berpotensi
mempengaruhi mutu pangan
55
I KOMITMEN a Manajemen
MANAJEMEN
Mempunyai komitmen yang kuat untuk X X
menerapkan persyaratan kelayakan dasar
(memiliki panduan mutu dan tim mutu)
e Toilet *
Toilet jumlahnya sesuai dengan jumlah karyawan
dan semuanya berfungsi dengan baik dan tidak
berhubungan langsung dengan ruang penanganan
dan pengolahan ikan
1 - 9 orang = 1 Toilet X
10 - 24 orang = 2 Toilet
25 - 49 orang = 3 Toilet
50 - 100 orang = 5 toilet
Setiap penambahan 30 pekerja dari 100 pekerja
ditambah 1 (satu) toilet
f Perlengkapan Sanitasi Toilet
Dilengkapi dengan sabun, desinfektan dan
pengering tangan yang higienis, dilengkapi dengan X
sistem penyiraman air (water flushing system) yang
berfungsi dengan baik
g Ventilasi Toilet X
Ada dan memadai
h Tanda Peringatan Bagi Karyawan Tentang Tata
Cara Melakukan Pengolahan Yang Baik
Ada dan memadai, seperti dilarang merokok, X
dilarang meludah, dilarang buang sampah
sembarang, dll
63
Keterangan: * Kritis
66
B HASIL PENILAIAN
a. Kritis
b. Serius
c. Mayor
d. Minor
2. B (Baik)
3. C (Cukup)
MENGETAHUI
…………………………. .......................................
67
Keterangan
B* = Baik ≥7 0 - 10 0–2 0
C = Cukup NA ≥ 11 3–4 0
Applicable
68
(
69
Nama UPI :
Alamat :
Verifikasi
Tindakan Perbaikan
Pembina Mutu
No Saran Perbaikan
Foto sebelum Perbaikan Foto Sesudah
Perbaikan
………..…/…………………….
(Stempel UPI)