Anda di halaman 1dari 77

PROSES PENGOLAHAN UDANG VANNAMEI

(Litopenaeus vannamei) PEELED AND DEVEINED (PND) MENTAH


BEKU di
PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI, TULANG BAWANG- LAMPUNG

PROPOSAL PRAKTIK LAPANG II

OLEH :
DONNY APRIANSAH
NRP. 56203113405

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
2023
PROSES PENGOLAHAN UDANG VANNAMEI
(Litopenaeus vannamei) PEELED AND DEVEINED (PND) MENTAH
BEKU di
PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI, TULANG BAWANG- LAMPUNG

OLEH :
DONNY APRIANSAH
NRP. 56203113405

PROPOSAL PRAKTIK LAPANG II


Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti
Kuliah Semester VII

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PRAKTIK LAPANG II

Judul : Proses Pengolahan Udang Vaname (Litopenaeus


vannamei) Peeled And Deveined (PND) Mentah Beku di PT.
Central Pertiwi Bahari, Tulang Bawang – Lampung
Nama/NRP : Donny Apriansah (56203113405)
Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

Dr. Resmi Rumenta Siregar, S.St.Pi., M.Si. Muhammad Sayuti, S.St.Pi., M.P.
Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. I Ketut Sumandiarsa, S.St.Pi., M.Sc. Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.Sc.
Ketua Program Studi Sekretaris Program Studi

Tanggal Pengesahan:………
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktik
Lapang II yang berjudul ” Proses Pengolahan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Peeled And Deveined (PND) Mentah Beku di PT. Cenral Pertiwi
Bahari, Tulang Bawang – Lampung”. Alasan penulis mengambil judul tersebut
adalah untuk mengetahui seluruh alur proses penanganan dan pengolahan udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) mentah beku PND, penerapan rantai dingin,
mutu dari bahan baku hingga produk akhir, rendemen dari ikan utuhhingga produk
akhir, produktivitas tenaga kerja selama proses pengolahan, persyaratan
kelayakan unit pengolahan hingga proses pengolahan limbah padat dan cair.
Proposal Praktik Lapang II ini merupakan salah satu syarat untuk
melanjutkan ke semester VII pada Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan di Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Penulis menyadari dalam penulisan Proposal Praktik Lapang II ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam penulisanselanjutnya.

Lampung, Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ vi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ........................................ 3
2.2. Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku (PND) ................................ 5
2.3 Kemunduran Mutu Udang .................................................................. 9
2.4 Penerapan Rantai Dingin ....................................................................... 11
2.5 Rendemen......................................................................................... 13
2.6 Produktivitas ..................................................................................... 13
2.7 Penerapan Klayakan Dasar pada Unit Pengolahan ........................ 14
2.8 Pengelolaan Limbah ......................................................................... 21
3. METODE PELAKSANAAN PRAKTIK
3.1 Pengamatan Alur ProsesUdang Vannamei Kupas Mentah Beku
PND................... ................................................................................ 22
3.2 Pengujian Mutu ................................................................................. 24
3.3 Pengujian Rendemen ....................................................................... 24
3.4 Perhitungan Produktivitas ................................................................. 25
3.5 Penerapan Rantai Dingin ................................................................. 25
3.6 Penerapan GMP/SSOP/SKP............................................................ 25
3.7 Pengamatan Pengelolaan Limbah ................................................... 15
3.8 Analisis Data ..................................................................................... 26
4. RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN
4.1 Rencana Kegiatan ............................................................................ 27
4.2 Rencana Anggaran ........................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28
LAMPIRAN ................................................................................................... 30

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Komposisi kimia daging udang vannamei ..................................... 4


Tabel 2 .Persyaratan Mutu Dan Keamanan pangan udang segar
SNI 2728-1-2006 ....................................................................................... 5
Tabel 3. Persyaratan mutu dan keamanan pangan udang kupas mentah
beku berdasarkan SNI 3457:2014 ............................................................. 8
Tabel 4. Pengambilan data pengamatan tahapan alur proses ................. 22
Tabel 5. Rencana waktu dan tahapan kegiatan ....................................... 27
Tabel 6. Rencana anggaran kegiatan praktik ........................................... 27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Udang Vannamei ............... .......................................4

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Score sheet udang segar (SNI 2728 : 2006) ............... 31


Lampiran 2. Score sheet uji sensori udang kupas mentah beku (SNI
3457:2014) ...................................................................................... 32
Lampiran 3. Tahapan proses .......................................................... 35
Lampiran 4.Pengukuran suhu udang............................................... 36
Lampiran 5. Pengukuran suhu ruang .............................................. 40
Lampiran 6. Pengukuran suhu air ................................................... 43
Lampiran 7.Mutu organoleptik bahan baku ..................................... 45
Lampiran 8.Rendemen ................................................................... 46
Lampiran 9.GMP (Good Manufacturing Practices) ........................... 48
Lampiran 10. SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) .. 49
Lampiran 11.Kuesioner SKP ( Sertifikat Kelayakan Pengolahan) .... 50

v
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang vanamei (Litopenaeus vannamei) memiliki faktor penentu sebagai
komoditas ekspor dalam perdagangan internasional. Ekspor udang di dunia
menunjukkan bahwa 77% di antaranya diproduksi oleh negara-negara Asia
termasuk Indonesia (Dahlan et al., 2019). Peningkatan ekspor udang beku
memerlukan perhatian masalah mutu. Penanganan yang kurang baik, kontaminasi
dan kerusakan fisik dan pada udang adalah salah satu penurunananmutu udang.
Udang dikenal sebagai sumber makanan yang memiliki kandungan protein
dan air sangat tinggi, oleh karenanya termasuk komoditi yang sangat mudah
rusak/busuk (perishable food) atau mudah dicemari bakteri pembusuk. Kebutuhan
udang oleh pasar dunia yang selalu mengharapkan dalam bentuk segar dan
memenuhi standar mutu ekspor, tetap sukar dipenuhi (Hakim, Dendy & Adriyono,
2015). Volume ekspor udang naik 0,53% dibanding tahun sebelumnya sekitar
136,3 ributon, sedangkan nilai ekspor udang naik 23,9 % dibanding tahun
sebelumnya yaitu sekitar US$ 1,13 miliar. Komoditas udang yang diekspor yaitu
udang beku, udang segar, dan udang olahan. Ekspor udang Indonesia mencapai
137,1 ribu tondengan nilai US$ 1,4 miliar sepanjang Januari hingga November
2017 (Hafina et al., 2021).
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu
komoditas perikanan laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi baik di pasar
domestik maupun global, dimana 77% diantaranya diproduksi oleh negara-negara
Asia termasuk Indonesia. Salah satu keunggulan dari udang vanamei adalah
harga jual tinggi, mudah dibudidayakan dan tahan terhadap penyakit. Udang
ekspor Indonesia secara umum dibedakan atas dua jenis meliputi udang segar
dan udang beku. Kondisi ini telah mengakibatkan banyak negara atau masyarakat
menyediakan bahan baku udang tidak hanya tergantung pada penangkapan di
laut, tetapi juga melakukan budidaya udang secara intensive dan cenderung
besar-besaran dan kurang terkontrol. Udang Vannamei memiliki keunggulan
spesifik seperti laju pertumbuhan yang relative cepat, padat tebar tinggi,
kelangsungan hidup tinggi, perubahan salinitas (khususnya pada salinitas tinggi),
adaptasi tinggi terhadap suhu rendah, responsif terhadap pakan dan pasaran yang
lebih luas di tingkat Internasional (Putrisila & Sipahutar, 2021).
Salah satu usaha diversifikasi dalam rangka peningkatan nilai
tambah/Value Added Product (VAP) adalah produk Peeled And Deveined (PND),
yaitu produk olahan udang segar dengan perlakuan pencucian, pemotongan
kepala, sortasi, penyusunan, pembekuan, pengemasan dan penyimpanan (BSN,
2014). Pembekuan udang adalah salah satu teknik pengolahan hasil perikanan
yang bertujuan untuk mengawetkan makanan berdasarkan penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim-
enzim. Mutu produk udang beku yang dihasilkan diwajibkan sesuai dengan
standar SNI.
PT. Central Pertiwi Bahari menjadi salah satu perusahaan eksportir produk
perikanan yang terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Produksi yang
dihasilkan PT. Central Pertiwi Bahari berfokus pada pengolahan Udang yang
2

salah satunya ialah Udang Kupas Mentah Beku PND (Peeled And Deveined).
Beberapa aspek penelitian dalam melaksanakan Praktik Lapang II ini antara lain
yaitu mengamati alur proses produk, penerapan rantai dingin dan
ketertelusurannya, mutu bahan baku dan produk akhir, rendemen, produktifitas
pekerja UPI dalam 1 tahun, penerapanGMP, SSOP, dan SKP dan pengelolaan
limbah padat maupun cair. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dalam Praktek
Lapang II ini penulis mengambil judul “Proses Pengolahan Udang Vanname
(Litopenaeus Vannamei) Peeled And Deveined (PND) Mentah Beku di PT.
Central Pertiwi Bahari, Tulang Bawang-Lampung.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktik Lapang II ini adalah :
1) Mengetahui alur proses pengolahan udang vannamei kupas mentah beku
PND (Peeled And Deveined) natural.
2) Mengetahui penerapan rantai dingin pada proses pengolahan udang
vannamei kupas mentah beku PND (Peeled And Deveined) natural dan
ketertelusurannya (traceability).
3) Mengetahui mutu bahan baku dan produk udang vannamei kupas mentahbeku
PND (Peeled And Deveined) natural.
4) Mengetahui rendemen pada pengolahan udang vannamei kupas
mentahbeku PND (Peeled And Deveined) natural.
5) Mengetahui produktifitas tenaga kerja pada proses pengolahan udang
vannamei kupas mentah beku PND (Peeled And Deveined) natural UPI
dalam 1 tahun.
6) Mengetahui penerapan GMP, SSOP, dan SKP.
7) Mengetahui proses pengelolaan limbah padat dan cair.

1.3 Batasan Masalah


Dalam pelaksanaan Praktik Lapang II penulis membatasi masalah pada :
1) Mengamati proses pengolahan udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Peeled And Deveined (PND) mentah beku mulai dari tahap penerimaan
bahan baku hingga tahap akhir di PT. Central Pertiwi Bahari, Tulang
Bawang–Lampung.
2) Mengukur suhu udang, air dan ruang pengolahan selama proses
pengolahan mulai dari tahap penerimaan bahan baku sampai tahap
penyimpanan beku, serta ketertelusurannya.
3) Mengetahui mutu organoleptik, mikrobiologi dan kimia dari bahan baku dan
produk akhir.
4) Menghitung rendemen yang dihasilkan dalam pengolahan udang vannamei
kupas mentah beku PND (Peeled And Deveined) natural.
5) Menghitung produktifitas tenaga kerja yakni pemotongan kepala,
pengupasan, dan penyusunan di PT. Central Pertiwi bahari, Tulang
Bawang–Lampung dalam 1 tahun.
6) Mengamati penerapan GMP, SSOP dan SKP.
7) Mengamati pengelolaan limbah padat dan limbah cair.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang vannamei merupakan salah satu spesies yang dapat dibudidayakan
di tambak dengan beberapa teknik yaitu teknik budidaya ekstensif, semi-intensif
dan intensif. Udang vannamei memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan memakan
tumbuhan dan hewan kecil termasuk plankton, serta organisme mati yang berada
di perairan. Udang vannamei ini umumnya bersifat omnivora yaitu memakan
segala, baik dari bahan hewani maupun nabati dan dapat memperoleh makanan
yang berada di dasar maupun badan air. Di Indonesia udang jenis ini banyak
dibudidayakan karena udang vannamei memiliki banyak keunggulan yaitu memiliki
pertumbuhan lebih cepat, periode budidaya lebih pendek, lebih tahan terhadap
penyakit dan perubahan lingkungan. Selain itu, udang vannamei tergolong
memiliki tingkat produktivitas tinggi karena dapat memanfaatkan seluruh badan air
dan dapat dipelihara dalam tambak dengan padat penebaran tinggi.

3.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)


Klasifikasi udang vannamei menurut (Haliman & Adijaya, 2005) secara
ilmu toksologi sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Sub-Class : Malacostrata
Series : Eumalacostrata
Super Ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobranchiata
Infra Ordo : Penaeidea
Family : Penaeidae
Genus : Penaeus
Sub Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

3.1.2 Morfologi Udang Vannamei


Udang vannamei memiliki tubuh bewarna putih sehingga lebih umum
dikenal dengan sebutan “white shrimp”. Panjang tubuh udang vannamei dapat
mencapai 23 cm yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu kepala (thorax) dan perut
(abdomen). Kepala udang sendiri terdiri dari beberapa bagian yaitu antenula,
antenna, mandibula dan dua pasang maxillae. Kepala udang vanname memiliki
tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki
sepuluh (decopoda). Pada bagian perut (abdomen) udang vanname terbagi
menjadi enam ruas, lima pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor)
yang terbentuk seperti kipas bersama telson (Yuliati, 2009). Morfologi dari Udang
vannamei dapat dilihat pada Gambar 1.
4

Gambar 1. Morfologi Udang Vanname

3.1.3 Komposisi Kimia Daging Udang Vannamei


Udang merupakan komponen hasil laut yang memiliki peran penting bagi
kebutuhan pangan masyarakat selain ikan. Pada daging udang mentah banyak
sekali terkandung nutrisi yang berguna bagi proses pertumbuhan dan
perkembagan tubuh manusia. Komposisi nutrisi atau hasil analisa kimia pada
daging Udang vannamei dapat dilihat di dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia daging udang vannamei

Komponen Presentase
Protein 35.69 ± 0.5 %
Karbohidrat 3.20 ± 0.3 %
Lemak 19.00 ± 0.6 %
Air 76.20 ± 0.5 %
Abu 1.20 ± 0.6 %
Kalsium (Ca) 154.5 mg/g
Magnesium (Mg) 13.41 mg/g
Sodium (Na) 67.7 mg/g
Potasium (K) 56.7 mg/g
Mangan (Mg) 0.898 mg/g
Besi (Fe) 4.54 mg/g
Fosfor (P) 6.98 mg/g

Sumber : (Gunalan et al., 2013)


5

2.2. Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku (PND)


2.2.1 Persyaratan Bahan Baku
Pada SNI 01-2728.2-2006 tentang udang segar dijelaskan mengenai
persyaratan bahan baku udang yaitu udang harus bersih, bebas dari setiap bau
yang menandakan kebusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan,
bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak
membahayakan manusia. Syarat karakteristik organoleptik yang disebutkan dalam
SNI 01-2728.2-2006 sebagai berikut :
- Kenampakan : utuh, cemerlang, antar ruas kokoh.
- Bau : segar.
- Tekstur : elastis, padat, kompak.
Persyaratan mutu bahan baku udang segar dapat dilihat sesuai dengan SNI 01-
2728.1-2006. Syarat mutu udang segar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu dan keamanan pangan udang segar

Jenis Satuan Persyartan Mutu


Uji
a) Organoleptik Angka (1 - 9) Minimal 7
b) Cemaran Mikroba* :
- ALT Koloni / gram 5 x 10 5
- Escherichia coli APM / gram <2
- Salmonella APM/25gram negatif
- Vibrio cholera APM/25 gram nagatif
c) Cemaran kimia* :
- Kloramfenikol µg/kg Maksimal 0
- Nitrofuran µg/kg Maksimal 0
- Tetrasiklin µg/kg Maksimal 100
d) Filth - Maksimal 0
Catatan *) Bila diperlukan
Sumber : (BSN, 2006)

2.2.2 Persyaratan Bahan Penolong


Bahan penolong yang digunakan dalam proses pengolahan udang
vannamei kupas mentah beku PND (Peeled And Deveined) terdiri dari :
1) Air
Air yang dipakai sebagai bahan bahan penolong untuk kegiatan di unit harus
memenuhi persyaratan kualitas air minum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Es
Es yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan sesuai.
Bahan baku es untuk penanganan dan pengolahan udang sesuai persyaratan
kualitas air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER
IV/2010.
6

2.2.3 Alur Proses Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku


Prinsip alur proses pengolahan Udang Kupas Mentah Beku mengacu pada
SNI 3457 : 2014 tentang Udang Kupas Mentah Beku. Berikut ini beberapa tahapan
dalam pengolahan Udang Kupas Mentah Beku :
1) Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan bahan baku merupakan tahapan awal dalam alur proses
pengolahan. Bahan baku yang diterima haruslah udang dengan keadaan segar
bersuhu dingin maksimal 5° C. Dalam penanganan bahan baku produk perikanan
perlunya prinsip clean, cold, carefull and quick (3C+1Q) yang harus selalu
dilakukan agar kesegaran dan mutu udang tetap terjamin.
2) Pencucian 1
Pencucian pertama berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel
pada permukaan udang agar bebas dari mikroba patogen yang ada. Pencucian ini
dilakukan menggunakan keranjang yang berisi udang dan kemudian dialirkan
dengan air dingin yeng mengalir secara cepat, cermat dan saniter dan tetap
mempertahankan suhu udang tersebut maksimal 5° C.
3) Pemotongan Kepala
Bentuk bahan baku yang diterima ialah utuh dari kepala hingga ekor sehingga
dibutuhkanlah pemotongan kepala untuk mendapatkan hasil yang dibutuhkan Unit
Pengolahan. Pemotongan kepala dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat
pemotong. Pemotongan dilakukan dengan memotong bagian kepala menuju
kebawah harus selalu secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter. Selama
pemotongan udang yang belum dipotong kepalanya ditaburi es curah untuk tetap
menjaga kesegarannya.
4) Pencucian 2
Pencucian 2 dilakukan diatas keranjang dengan berisikan udang yang akan
dicuci. Pencucian dilakukan menggunakan air dingin yang mengalir berfungsi
untuk mendapatkan udang kupas yang bebas dari kulit dan juga bakteri patogen.
5) Sortasi
Tahapan sortasi merupakan tahapan yang digunakan untuk melakukan
pengecekan mutu dan ukuran. Sortasi dilakukan dengan cara uji organoletik
secara cepat, hati-hati, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu 5° C.
Tujuan dari tahapan sortasi adalah untuk mendaPTkan mutu dan ukuran yang
sesuai serta bebas dari kontaminasi bakteri.
6) Pengupasan
Tahapan ini merupakan tahapan kulit udang tersebut dikupas sesuai dengan
spesifikasinya masing-masing. Beberapa spesifikasi udang berdasarkan jenis
produknya yaitu PUD, PTO, PND, PTO Stretched dan PDTO. Produk Peeled And
Deveined (PND) adalah produk udang yang seluruh kulit dan ekor dikupas dan
dibuang kotoran perutnya. Pengupasan tetap dilakukan secara hati-hati, cepat,
cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu 5° C.
7) Pencucian 3
Tahapan pencucian ketiga dilakukan dengan cara memasukan udang ke
dalam keranjang plastik kemudian dilakukan pencucian dengan air dingin yang
mengalir. Pencucian ketiga tetap dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat, dan
saniter dengan mempertahankan suhu 5° C.
7

8) Penimbangan
Tahapan penimbangan dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam
keranjang plastik dan kemudian dilakukan penimbangan sesuai dengan berat yang
ditentukan. Tujuannya untuk mendapatkan berat dan ukuran yang diharapkan oleh
Unit Pengolahan. Penimbangan tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati, cepat,
cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu maksimal 5° C.
9) Penyusunan
Tahapan penyusunan dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam
pan pembekuan satu per satu dengan rapi. Penyusunan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan susuanan udang yang rapi, bebas dari bakteri patogen dan
sesuai dengan spesfikasi yang di butuhkan oleh Unit Pengolahan. Penyusunan
tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan
mempertahankan suhu maksimal 5° C.
10) Pembekuan
Tahapan pembekuan ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam alat yang
digunakan sesuai dengan jenis kebutuhannya diantara lain alat pembeku Contact
Plate Freezer (CPF) atau Air Blast Freezer (ABF) untuk frozen block, sedangkan
untuk Individual Quick Freezing (IQF) produk disebar merata diatas konveyor belt
IQF atau ditebar dalam pan dan dibekukan ABF hingga mencapai suhu pusat
produk -18° C. Tujuan dalam proses pembekuan ini yaitu untuk melakukan
pembekuan pada produk hingga mencapai suhu maksimal -18° C secara cepat
dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk. Beberapa potensi bahaya
yang dapat terjadi apabila dilakukan pembekuan yang tidak sempurnya yaitu
antara lain (partial freezing) dan kehilangan cairan (drip loss).
11) Pengelasan
Tahapan ini dilakukan untuk melapisi udang dengan lapisan es (glassing)
menggunakan air dingin atau disiram air dingin, sedangkan untuk produk IQF
disemprotkan dengan air dingin dalam tunnel IQF atau ditampung dalam keranjang
dan dicelupkan dalam air dingin secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter.
12) Pengemasan dan Pengepakan 1
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukan udang yang sudah diolah ke
dalam plastik untuk divakum. Setelah itu produk dimasukkan ke dalam inner karton
yang telah diberi label untuk menandai jenis spesifikasi produk. Tujuan dari proses
ini yaitu untuk memudahkan produk dalam proses pendistribusian kepada
konsumen.
13) Pendeteksian Logam
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan produk yang sudah
dimasukkan ke dalam inner carton kemudian dilewatkan melalui metal detector
sesuai spesimennya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menjamin produk yang
dihasilkan bebas dari serpihan logam yang dapat membahayakan.
14) Pengemasan dan pelabelan 2
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan produk yang sudah berada
dalam inner carton ke dalam master carton yang sudah diberi label sesuai dengan
spesifikasinya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melakukan pengemasan
secara lengkap dan juga menghindari kesalahan dalam pengemasan tahap
pertama.
8

15) Penyimpanan Beku


Tahap penyimpanan beku bertujuan untuk mempertahankan suhu pusat
produk maksimal -18 °C. Produk disusun secara rapi di dalam gudang
penyimpanan beku dan suhupenyimpanan dipertahankan stabil maksimal -18 °C
dengan sistem penyimpanan First InFirst Out( FIFO).
16) Pemuatan
Tahap pemuatan bertujuan untuk mendapatkan produk yang aman
dikonsumsi dan melindungi produk dari kerusakan fisik selama pemuatan.Produk
dalam kemasan dimuat secara cepat, cermat, saniter dan higienis dandimuat
dalam alat transportasi yang terlindung dari penyebab yang dapat merusak
ataumenurunkan mutu dengan mempertahankan suhu pusat produk maksimal -
18 °C.

2.2.4 Persyaratan Mutu Udang Kupas Mentah Beku


Dalam pengolahan udang kupas mentah beku terdapat Persyaratan mutu
yang harus diperhatikan dengan benar untuk memberikan jaminan keamanan
pangan terhadap konsumen. Persyaratan udang kupas mentah beku mengacu
pada SNI Udang Kupas Mentah Beku (SNI 3457 : 2014) yangmemiliki persyaratan
mutu yang harus dipenuhi. Syarat mutu baku menurut SNI 3457 : 2014 dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Persyaratan mutu dan keamanan pangan udang kupas


mentah beku berdasarkan SNI 3457 : 2014
Parameter Uji Satuan Persyaratan
a) Sensori Min7(Skor1-9)
b) Cemaran mikroba:
- ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 105
- Escherichiacoli APM/g <3
- Salmonellasp Per25g Negatif
- Vibriocholera* Per25g Negatif
- Vibrio parahaemolyticus APM/g <3
c) Cemaran logam*:
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,5
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5
- Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
0
d) Cemaran fisika C Maks. -18 0
- suhu pusat
e) Cemaran fisik - 0
- Filth Tidak terdeteksi
- Benda asing
CATATAN * bila diperlukan
Sumber: (BSN, 2014)
9

2.3 Kemunduran Mutu Udang


Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi
kimia dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan
makanan yang mudah busuk bila dibandingkan dengan ikan. Susunan tubuh
udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala
merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena
bagian ini mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk(Husnah et al.,
2021)

Suhu yang tinggi mempercepat dan memperpendek rigormotis dan


mengantarnya ke proses autolysis dan pembusukan oleh bakteri yang berjalan
sangat cepat aksi enzim dan bakteri mengurai komponen penyusun jaringan
tubuh udang sehingga menghasilkan perubahan fisik seperti daging ikan menjadi
lunak dan perubahan kimia yang menghasilkan senyawa yang mudah menguap
dan berbau busuk. Sifat mudah rusaknya bahan baku udang berkaitan dengan
tingginya kandungan air (80%) dan kandungan asam amino bebas yang
merupakan kondisi dan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri.
Kesegaran udang merupakan indikator utama mutu udang (Sipahutar et al.,
2020).

2.3.1 Autolisis
Penurunan mutu secara autolisis merupakan suatu proses penurunan mutu
yang terjadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali,
sehingga senyawa kimia pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia.
Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur dan rupa yang berubah.
Penurunan mutu secara mikrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang
terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari
permukaan tubuh, insang dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini
mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk. Udang dengan
pH yang tinggi erat kaitannya dengan proses penurunan mutu udang dimana
proses pembentukan enzim akibat aktifitas bakteri menjadi semakin cepat.
Perubahan nilai pH terjadi karena adanya proses autolysis dan aktivitas bakteri
(Sipahutar et al., 2020).
2.3.2 Kimiawi
Penurunan mutu secara kimiawi atau oksidasi adalah reaksi oksidasi
terhadap asam lemak yang dihasilkan dari penguraian lemak oleh enzim. Oksidasi
asam ini akan menyebabkan timbulnya bau tengik (oxidative rancidity), disamping
itu juga rupa udang dan daging berubah warnanya kecoklat-coklatan dan kusam.
Keberadaan Penurunan Mutu Produk Perikanan Kenampakan beberapa produk
perikanan yang tercemar senyawa kimia dapat dilihat dengan mudah. Kerang-
kerangan yang memiliki kemampuan sebagai filter Kimia terhadap logam berat,
dagingnya cenderung memiliki kenampakan merah kehitaman dan memiliki tubuh
relatif lebih besar (Efenedi & Yusra, 2012).
Reaksi oksidasi terutama terjadi pada perikanan yang mempunyai
kandungan lemak tinggi yang dapat menimbulkan bau dan tengik. Kecepatan
oksidasi lemak dapat diperlambat atau dihambat dengan penurunan suhu,
10

melindungi produk agar tidak berhubungan langsung dengan udara, penambahan


antioksidan, produk tidak terkontaminasi logam-logam berat dan lain-lain. Lemak
tidak jenuh adalah lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai utamanya.
Lemak demikian bersifat tidak stabil dan cenderung mudah bereaksi. Lemak pada
ikan didominasi oleh lemak tidak jenuh berantai panjang (Polyunsaturated fatty
acid / PUFA). Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan mengalami proses
oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida (Efenedi & Yusra, 2012).

2.3.3 Bakteriologis
Aktivitas bakteri adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena
kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh dan
saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai
dan menimbulkan bau busuk. Aktivitas bakteri baru berhenti pada suhu -7,5oC dan
bakteri tidak berkembang pada suhu -20oC ke bawah. Cara mengatasinya adalah
dengan membekukan udang tanpa kepala karena banyak bakteri yang terdapat
pada bagian ini. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai dan
menimbulkan bau busuk. Udang termasuk bahan makanan yang paling mudah
mengalami pembusukan (perishable food).
Mikroba ini hidup secara berdampingan. Mikroba merugikan terdiri dari
mikroba pembusuk dan patogen Mikroba pembusuk merupakan mikroba yang
dapat menimbulkan kerusakan pada produk perikanan. Kerusakan Kimia yang
ditimbulkan oleh aktivitas mikroba merugikan adalah meningkatnya kandungan
senyawa racun atau penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen.
Mikroba pembusuk akan menyebabkan produk perikanan menjadi busuk sehingga
tidak dapat atau tidak layak dikonsumsi. Mikroba pembusuk akan merombak produk
perikanan menjadi komponen yang tidak diinginkan, seperti protein yang diubah
menjadi amonia dan hidrogen sulfida; karbohidrat menjadi alkohol, dan lemak
menjadi keton dan asam butirat. Ciri khas dari peningkatan aktivitas mikroba
pembusuk antara lain tercium bau busuk, bahan menjadi lunak berair dan masih
banyak lainnya (Efenedi & Yusra, 2012).
2.3.4 Kerusakan Secara Fisik
Menurut Bertiantono (2011), jenis-jenis kerusakan udang akibat sering
terjadi kesalahan pada panen dan pasca panen sehingga menimbulkan
kerusakan pada udang. Beberapa jenis kerusakan pada udang sebagai berikut:
1. Soft shell (kulit lembek)
a) Tekstur kulit udang lembek dan tipis dikarenakan baru ganti kulit (molting).
b) Daging pecah pada pungung udang setelah dimasak.
c) kerusakan ini hanya dapat diketahui setelah udang dimasak.
2. Broken shell (kulit pecah)
a) Kulit pecah atau sobek pada bagian badan.
b) Termasuk dalam kualitas dibawah standar (BS).
3. Broken segment
a) Pertemuan antara segmen kulit udang pecah, sehingga daging udang
terlihat.
b) Disebabkan karena penanganan yang tidak hati-hati
11

4. Black spot (bercak hitam)


a) Terdapat titik hitam (biasanya pada bagian dibawah kulit dan kaki
renang dan ekor)
b) Biasanya terjadi jika pada saat proses kurang penambahan es,
sehingga suhu menjadi naik
5. Algae
a) Terdapat lumut yang sukar dibersihkan pada bagian bawah dan kaki
renang.
b) Biasanya dari dasar tambak yang kurang bersih.
6. Tail rot (ekor gripis)
a) Bentuk ekor yang tidak sempurna, bergelombang dan menghitam
ujungnya.
b) Terjadi dari budidaya di tambak
7. Bruise (luka)
a) Terdapat luka atau goresan pada daging atau kulit udang
b) Setelah dimasak akan tampak menghitam.
Kerusakan fisik yang ditemukan pada udang selama proses
penanganan dan pengolahan dikarenakan kurangnya penanganan yang
baik dan benar.

2.4. Penerapan Rantai Dingin


Rantai dingin (Chold Chain) merupakan suatu upaya memepertahankan
kesegaran ikan dengan cara menerapkan suhu rendah mendekati 0°C. Suhu
yang rendah dapat menghambat proses pembusukan karena mikroba akan
terhambat pertumbuhannya dan mempertahankan kesegaran dan gizi pada
ikan.
2.4.1 Pendinginan
Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan
sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Penggunaan
suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi
kimia, reaksi enzimatis, dan pertumbuhan mikroba. Pendinginan yaitu salah satu
cara yang umum digunakan untuk memperlambat kerusakan pada produk-
produk hasil perikanan (Litaay et al., 2018).
Pendinginan terjadi akibat lepasnya panas pada bahan ke lingkungan
ruang pendingin dan lepasnya panas dari lingkungan ruang pendingin ke luar
sistem pendingin hingga mencapai suhu tertentu yang diinginkan. Selanjutnya
suhu tersebut akan dipertahankan agar tetap stabil. Dalam proses pendinginan,
terjadi tiga mekanisme perpindahan panas secara simultan, yaitu: konveksi,
radiasi dan penguapan. Selama proses pendinginan, media pendingin harus
mampu menyerap panas dari dalam bahan yang akan didinginkan, panas
konduksi di luar dinding ruang pengemas/penyimpan dan panas infiltrasi dari
ruangan yang terbuka (Asiah et al., 2020).
2.4.2 Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana
produk pangan diturunkan suhunya hingga bahan berada di bawah suhu bekunya.
12

Selama proses pembekuan terjadi perpindahan panas sensibel (panas untuk


mengubah suhu) dan perpindahan panas laten (panas untuk mengubah wujud
zat). Suhu pembekuan bahan pangan umumnya terjadi dibawah -2oC (28Of)Teknik
pembekuan adalah metode penanganan dan penyimpanan yang efektif untuk
produk hasil perikanan, dimana dapat menghambat pertumbuhan mikrobiologi
dengan menghentikan reaksi enzimatik (Asiah et al., 2020).
2.4.2.1 Metode Pembekuan
Bahwa pembekuan dapat digolongkan menjadi dua yaitu pembekuan
lambat (slow freezing) dan pembekuan cepat (quick freezing). Suhu dimana pada
produk yang dibekukan mulai terjadi pembentukan kristal es disebut sebagai titik
beku awal (initial freezing point) produk). Batasan dari pembekuan cepat adalah
suatu proses dengan membekukan ikan pada suhu 0 sampai -5°C dalam waktu
kurang dari dua jam (Hariyadi, 2007) . Terdapat beberapa metode pembekuan
udang antara lain:
1) Air Blast Freezer
Air blast freezer adalah suatu ruangan atau kamar pembeku dengan
menggunakan hembusan udara dingin. Prinsip kerja dari alat pembeku ini adalah
produk yang dibekukan disusun diatas rak di dalam kabinet atau kamar yang sisi-
sisinya diinsulasi agar tidak dapat ditembus oleh panas dari luar. Udara beku
bersuhu sangat rendah ditiupkan melalui gulungan pipa evaporator ke permukaan
produk udang oleh kipas yang mengedarkan ulang udara beku itu selama proses
pembekuan (Fajarani et al., 2019).
2) Contact Plate Freezer
Contact Plate Freezer adalah pembekuan dimana produk/ikan yang
dibekukan secara kontak dengan lempengan besi atau allumunium alloy (plate)
yang didalamnya berisi pipa-pipa evaporator yang menghasilkan udara dingin.
Jenis freezer ini yang paling banyak digunakan, cara bekerjanya dengan cara
menjepit produk yang dibekukan diantara dua plat logam yang didinginkan dari
dalam dengan refrigerant yang disirkulasikan. Sistem ini dioperasikan dalam
batch, semi otomatis dan otomatis penuh (Fajarani et al., 2019).
3) Immersion Freezer
Immersion Freezer adalah pembekuan dengan cara mencelupkan atau
merendam produk/ikan yang akan dibekukan kedalam suatu cairan atau larutan
umumnya adalah larutan garam atau brine dingin, selama beberapa waktu sampai
menjadi beku.
4) IQF (Individually Quick Freezer)
Mesin IQF menggunakan penghembusan udara dingin melalui fan yang ada
didalam mesin untuk membekukan udang secara individu. Udara yang
dihembuskan merupakan udara dingin yang berasal dari bahan pendingin atau
refrigerant. Mesin ini memiliki suhu optimal -30°C sampai -36ºC. Refrigerant
bersirkulasi melalui keempat komponen tersebut dan mengalami perubahan fase
dari gas menjadi cairan.
5) Spray Freezer
Alat pembeku ini menggunakan conveyor belt didalam menyalurkan
produk/ikan kedalam suatu ruangan yang kemudian hembusan udara dingin
dengan cara menyemprotkan udara liquid dingin ke permukaan produk/ikan
13

sampai menjadi beku.

2.5. Rendemen
2.5.1 Pengertian Rendemen
Rendemen adalah perhitungan yang diperoleh dari berat produk akhir dibagi
denganberat awal diikalikan seratus persen kemudian hasilnya dinyatakan dalam
bentuk % berat. Tujuan dari dilakukan perhitungan rendemen dalah mengetahui
berat bersih dari udang yang digunakan dalam optimalisasi produksi dibandingkan
berat kotor yang tidak terpakai. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
rendemen salah satunya adalah mutu bahan baku. kesegaran udang sangat
berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, sarana dan prasarana, tenaga
kerja, ukuran dan jenis bahan baku. Semakin segar bahan baku, maka semakin
mudah dikerjakan karena daging lebih banyak dan tidak lengket sehingga
persentase yang diperoleh lebih tinggi. Penanganan dan pengolahan selain
dilakukan dengan secara tepat, juga dilakukan dengan hati- hati, bila tidak cermat
maka rendemen yang dihasilkanakan semakin kecil (Trianjari et al., 2022).
2.5.2 Susut Bobot Udang
Susut bobot merupakan selisih antara massa awal dikurangi dengan massa
akhir, dimana massa awal udang ditimbang pada kondisi sadar (normal) dan
ditimbang kembali setelah diberi proses penyadaran. Semakin tinggi suhu media
air maka semakin rendah susut bobot pada udang. Semakin kecil susut bobot
udang maka semakin kecil pula penurunan kualitas udang, hal ini terjadi karena
udang tidak membutuhkan banyak dalam menghadapi stress yang diakibatkan
oleh perubahan suhu ekstrim. Bobot udang merupakan salah satu parameter
penting yang menjadi pusat perhatian konsumen selain keberhasilan hidup.
Transportasi biota hidup dapat dikatakan berhasil apabila selama transportasi
hanya sedikit mengalami kehilangan bobot karena menandakan udang dalam
kondisi yang baik. Keberhasilan pengangkutan udang hidup dipengaruhi sifat
fisiologi, ukuran, mutu udang menjelang pengangkutan, kepadatan udang, dan
lama pengangkutan ( Putra et al., 2019).

2.6. Produktivitas
Produktivitas adalah suatu ukuran efesiensi produktif. Suatu pembanding
antara keluaran dan masukan (Sutrisno, 2009). Pada prinsipnya, produktivitas
dapat diukur dengan rasio antara pengeluaran (output) dengan pemasukan (input).
Pengukuran produktivitas bertujuan untuk membandingkan hasil-hasil
pertambahan produksi dari waktu ke waktu.
Produktivitas merupakan salah satu faktor kunci dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi secara optimal (Supriyanto & Bodroastuti, 2013).
Perusahaan dengan tingkat produktivitas yang tinggi mampu menghasilkan jumlah
produksi yang lebih banyak hingga dapat meningkatkan segi ekonomi perusahaan.
Produktivitas yang tinggi dapat dicapai perusahaan dengan selalu memperhatikan
masalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku karyawan dalam bekerja.
Disisi lain sarana dan prasarana yang memadahi tetap menjadi peran penting
sebagai penunjang produktivitas kerja.
14

2.7. Penerapan Kelayakan Dasar pada Unit Pengolahan


Penerapan kelayakan dasar pada Unit Pengolahan merupakan hal pokok
yang patut diperhatikan oleh setiap Unit Pengolah dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan proses pengolahan untuk menjamin produk yang
dihasilkan.
2.7.1 Persyaratan Fisik
Berikut ini adalah persyaratan fisik yang harus diperhatikan oleh setiap Unit
Pengolahan dalam penerapan kelayakan dasar :
1) Lokasi
Lokasi unit pengolahan baiknya ditempatkan pada daerah yang sangat
sedikit peluang ancaman kontaminasi luar. Lokasi tidak berada pada daerah rawa,
pembuangan sampah, perkampungan yang penduduknya padat, daerah berdebu,
rawan banjir, rawan longsor, atau dekat dengan sumber-sumber kontaminan yang
dapat mempengaruhi lokasi. Apabila lokasi Unit Pengolahan terletak pada tempat.
yang tidak seharusnya maka akan sangat berbahaya bagi produk yang dihasilkan,
tenaga kerja bahkan penduduk sekitar yang dapat terkena dampak dari limbah
Unit Pengolahan.
2) Bangunan
Bangunan yang ditata dan dirancang dengan baik akan mempermudah
proses yang akan dilakukan. Susunan bagian-bagiannya diatur sesuai dengan
urutan proses produksi, sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang
simpang siur dan mengakibatkan pencemaran terhadap produk yang diproduksi.
Bangunan juga harus dirancang agar dapat menahan masuknya hama dan
memudahkan dalam tindakan pembersihan sanitasi dan higiene.
3) Lantai
Lantai yang berfungsi sebagai tempat pekerjaan yang bersifat basah harus
terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan. Pertemuan
antara lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air. Lantai yang sesuai
untuk unit pengolahan terbuat dari batu, beton dan file keramik. Lantai yang dilapisi
dengan resin cukup bagus untuk pekerjaan basah, karena tidak licin dan mudah
dibersihkan. Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, berpori serta bergerigi,
agar mudah dibersihkan dan tidak merupakan sumber kontaminasi.
4) Dinding
Permukaan dinding bagian dalam ruangan apabila berfungsi untuk
pekerjaan basah maka harus terbuat dari bahan kedap air. Permukaan dinding
harus rata, halus dan berwarna terang untuk memudahkan dalam melakukan
sanitasi dan higiene. Apabila bagian dinding dengan ketinggian 2 meter dari lantai
maka dinding harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia karena pada
bagian tersebut tidak boleh ditempatkan sesuatu yang mengganggu operasi
sanitasi dan higiene.
5) Langit-langit
Kondisi langit-langit tidak boleh retak, bercelah, memiliki tonjolan,
sambungannya terbuka dan memiliki pipa. Tinggi langit-langit untuk ruangan
pengolahan dan pengepakan minimum 3 m. Langit-langit sebaiknya dicat anti
jamur agar terhindar dari pertumbuhan jamur dipermukaan langit-langit.
Pemasangan exhaust fan sangat diperlukan karena kondisi dan kebocoran dapat
15

terjadi pada permukaan langit-langit yang dapat menyebabkan kontaminasi


terhadap proses pengolahan. Penutup/pembungkus (exhaust fan) sebaiknya
merupakan pembungkus yang halus dan mudah dilepas untuk memudahkan
dalam pelaksanaan sanitasi dan higiene.
6) Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk mencegah panas yang berlebih, menghilangkan
aroma yang tidak diinginkan, mencegah pertumbuhan jamur, kontaminasi debu
dan gas. Ventilasi juga harus memiliki yang mudah untuk dibersihkan. Udara
kering yang masuk ke dalam dapat mencegah terjadinya variasi suhu yang
menyebabkan kondensasi di langit-langit, dinding dan permukaan produk.
7) Penerangan
Penerangan berfungsi untuk menerangi semua ruangan secara merata
untuk mempermudah proses pengerjaan produk. Penerangan minimal diberikan
untuk setiap ruangan ialah 20 foot candle atau 220 lux. Sedang ruangan yang
digunakan untuk pemeriksaan/pengawasan memerlukan cahaya 50 foot candle
atau 540 lux, ruang lainnya memerlukan 10 foot candle atau 110 lux. Pengukuran
intensitas ini dilakukan dengan alat pengukuran cahaya standar (Standar light
meter). Lampu harus dilindungi dengan penutup untuk mecegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk apabila lampu pecah.
8) Pintu dan Jendela
Pintu harus memiliki permukaan yang terbuat bahan yang permukaannnya
halus, tahan karat, mudah dibersihkan dan kedap air. Jendela juga terbuat dari
bahan yang permukaannya halus, tahan air, mudah dibersihkan serta dan harus
dirancang sehingga bila dibuka dapat menahan debu, kotoran dan serangga serta
mempunyai kemiringan 45⁰. Jendela harus sekecil mungkin dan
tingginya dari lantai minimal satu setengah meter.
9) Saluran Pembuangan/Selokan
Saluran pembuangan/seloka harus memiliki ukuran yang cukup untuk dapat
mengalirkan air dan kotroan dengan lancar. Selokan terbuat dari bahan yang
kedap air, permukaannya halus dan rata serta tahan lama. Seluran pembuangan
harus dilengkapi dengan jeruji besi atau alat pelindung lainnya yang mudah untuk
dibersihkan dan juga mencegah masuknya tikus atau binatang lain ke ruang
pengolahan.
10) Fasilitas
Fasilitas-fasilitas yang pada umumnya terdapat pada Unit Pengolahan
yang termasuk kedalam persyaratan fisik adalah sebagai berikut :
a. Ruang Istirahat
Ruang istirahat ini berfungsi untuk para pekerja dapat melaksanakan
istirahat, ibadah, makan, menyimpan barang, kamar ganti dan lain-lain. Ruang ini
harus terpisah dengan ruang pengolahan. Kondisi ruang istirahat harus tetap
terjaga kebersihannya. Fasilitas wanita dan laki-laki pada umumnya terpisah,
seperti kamar ganti pakaian dan loker. Sedangkan untuk ruang makan bisa dipakai
untuk wanita dan laki laki.
b. Toilet
Toilet menjadi hal penting dalam setiap Unit Pengolahan. Letak dari toilet
sendiri harus terpisah dari ruang pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi silang.
16

Fasilitas toilet harus juga memisahkan antara toilet wanita dan toilet pria.
Penggunaan toilet yang baik adalah sesuai dengan ukuran jumlah pekerja. Toilet
wajib memiliki sabun cair dan alat pengering tangan (hand dryer). Jumlah toilet
yang dipersyaratkan untuk unit pengolahan adalah sebagai berikut :

1-9 orang = 1 toilet


10-24 orang = 2 toilet
25-49 orang = 3 toilet
50-100 orang = 4 toilet
Setiap penambahan 30 orang pekerja dari 100 orang ditambah 1 toilet.
Toilet harus dilengkapi ventilasi sebagai sirkulasi udara dan harus selalu
diperhatikan agar tetap dalam kondisi higienis. Dinding dan langit-langit terbuat
dari bahan yang permukaannya halus dan rata, mudah dibersihkan dan berwarna
terang. Toilet juga harus dilengkapi penerangan yang cukup.
c. Tempat Cuci Tangan
Tempat cuci tangan pada Unit Pengolahan merupakan hal yang sangat
penting. Mencuci tangan adalah hal yang wajib dilakukan para pekerja sebelum
dan sesudah melaksanakan produksi. Jumlah tempat cuci tangan harus
memadahi dan cukup mempunyai, sekurang-kurangnya satu tempat cuci tangan
untuk setiap 10 orang pekerja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menyediakan tempat mencuci tangan adalah ketersedian air mengalir yang cukup,
dilengkapi dengan sabun cair, lap sekali pakai (tissue paper) atau pengering
tangan (hand dryer) dan tempat sampah yang tertutup. Tempat cuci tangan harus
diletakkan pada tempat-tempat di ruang pengolahan yang dapat dilihat oleh
pengawas, dan di dekat pintu masuk ruang pengolahan. Sistem mengalirkan air
pada tempat mencuci tangan sebaiknya menggunakan pedal injakan kaki agar jari
dan tangan yang sudah bersih tidak terkontaminasi lagi.
d. Laboratorium
Laboratorium dalam Unit Pengolahan berfungsi untuk memonitoring segala
bahan yang digunakan dalam proses dan juga produk yang dihasilkan. Pengujian
harus dilakukan dengan tenaga yang profesional dan ahli pada bidangnya. Apabila
hasil pengujian tidak sesuai dengan persyaratan dan standar yang ada maka
perusahaan wajib memberhentikan produksi atau melakukan penarikan kembali
atas produk yang telah dihasilkan.

2.7.1. Persyaratan Operasional


2.7.1.1. GMP (Good Manufacturing Practices)
GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan tata cara melakukan
produksi yang baik sesuai dengan prosedur pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasan pelaksanaan proses produksi untuk menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. GMP adalah salah satu pilar pondasi
dari HACCP Bersama dengan SSOP, other pre-requisite programs dan bangunan,
17

fasilitas dan peralatan. Tujuan dari pelaksanaan GMP adalah memastikan mutu
produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan pangan.
Beberapa pokok pedoman persyaratan dan tata cara berporduksi yang baik
bagi suatu Unit Pengolahan meliputi tentang :
1) Seleksi Bahan Baku
Asal usul bahan baku harus dapat dilacak secara administratif, dapat
dilacak secara teknis yang meliputi sanitasi & higiene, good handling practice,
good aquaculture practices, cold chain system dan cemaran kimia/residu. Jenis
dan ukuran bahan dapat diukur dan kelompokkan. Mutu harus sesuai dengan
standar, apabila penanganan dilakukan dengan tepat maka mutu akan sesuai
dengan standar. Tidak boleh ada bahan baku yang diterima apabila memiliki
kandungan parasit atau bahan kimia/racun. Maka dari itu perlunya inspeksi dan
disortasi sebelum diolah. Sehingga pada jenis olahan (produk akhir) memiliki
kualitas yang baik dan maksimal. Penilaian terhadap bahan baku dapat didasari
dengan penilaian secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologis.
2) Penanganan dan Pengolahan
Penanganan dan Pengolahan harus dilakukan dengan cepat, higienis,
terlindung dan mencegah kontaminasi. Rantai dingin harus diterapkan dalam
proses penanganan yaitu menjaga suhu agar tetap dingin dengan cara
memberikan es atau langsung disimpan ke dalam pendingin. Penerapan sistem
FIFO (First In First Out) harus dilakukan agar tidak adanya penumpukan ikan yang
lama. Bahan baku yang menunggu proses lebih lanjut ditempatkan pada
tempat/wadah yang saniter dan higienis dengan menerapkan sistem rantai dingin.
Lingkungan yang kotor dan tidak higiene dapat menjadi sumber kontamnasi
produk. Peralatan yang digunakan haruslah steril dan higenis. Bahan dan
peralatan yang digunakan dalam proses produksi sebaiknya steril sehingga tidak
menimbulkan rekontaminasi pada produk pangan yang dihasilkan.
3) Bahan Pembantu dan Bahan Kimia
Bahan pembantu atau bahan kimia yang digunakan harus sesuai tepat
sesuai dengan fungsinya. Metode penggunaan yang sesuai dengan prosedur dan
melakukan takaran yang tepat dalam menggunakan akan mennjamin keamanan
pangan pada produk. Pengawasan dalam penggunaan bahan kimia juga selalu
diperhatikan, karena bahan kimia merupakan bahan yang bisa membahayakan
tubuh manusia. Ruang penyimpanan yang berbeda dan juga pelabelan dalam
bahan pembantu atau bahan kimia akan memudahkan para pekerja untuk selalu
berhati-hati dalam menggunakan bahan-bahan tersebut
Peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah merupakan
salah satu tindakan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan
bahan pembantu atau bahan kimia yang digunakan dalam proses pengolahan.
Penggunaan bahan kimia yang digunakan sebagai alat penunjang sanitasi dan
higiene pada Unit Pengolahan harus mengikuti persyaratan yang ada pada
petunjuk pabrik pembuat bahan kimia tersebut.
4) Pengemasan
Kemasan harus bisa melindungi produk dari luar. Tujuan dari kemasan
yaitu mampu melindungi dan mempertahankan mutu produk pada saat proses
distribusi. Ada dua jenis macam kemasan yaitu kemasan yang bersentuhan
18

langsung dengan bahan (plastik, kaleng, kertas, kaca, botol) dan juga kemasan
yang tidak bersentuhan langsung dengan produk (karton, kayu). Kemasan harus
bersfiat non-toxin agar tidak mencemari produk dari dalam sehingga tidak terjadi
perubahan-perubahan pada produk. Apabila bahan pengemas yang digunakan
tidak sesuai dengan fungsi dan jenis produknya maka akan terjadi reaksi-reaksi
kimia pada kemasan yang dapat mempengaruhi produk.
5) Penyimpanan
Penyimpanan berfungsi untuk menjaga produk agar tetap aman dan tidak
terjadi kontaminasi dari luar setelah dilakukan pengemasan. Tempat
penyimpananuntuk produk-produk perikanan mentah diwajibkan disimpan pada
tempat penyimpanan suhu rendah atau cold storage. Cold storage dapat
mempertahankan mutu produk selama satu hingga sembilan bulan, tergantung
pada keadaan dan jenis produk, cara pembekuan dan cara atau kondisi
penyimpanan. Ruang penyimpanan harus dirancang sebaik mungkin,
diperhatikan kebersihanya, tingkat kelembabannya, dan hal-hal yang dapat
merusak produk harus selalu diperbaiki. Gudang penyimpanan produk jadi harus
terpisiah denganpenyimpanan bahan baku agar tidak terjadi kontaminasi silang
pada produk jadi.
2) Distribusi
Distribusi khusunya produk mentah beku pada umumnya harus
menggunakan container atau mobil pengangkut dengan sistem refrigrasi.
Pengangkutan harus selalu berhati-hati dan wajib melakukan pengecekan suhu
untuk tetap menjaga suhu minimal -18° C. Kebersihan alat pengangkutan selalu
dijaga dan diperhatikan agar pada saat proses distrbusi produk tidak
terkontaminasi lingkungan kotor alat pengangkut.

2.7.1.2. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)


Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur
standar operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap bahan pangan. Kontaminasi bahan pangan dapat
terjadi sebelum bahan pangan dipanen atau ditangkap. Setelah bahan pangan
dipanen atau ditangkap, proses kontaminasi dapat berlangsung disetiap tahapan
penanganan, pengolahan hingga bahan pangan dikonsumsi oleh konsumen.
Akibat yang timbulkan oleh terjadinya kontaminasi adalah bahan pangan menjadi
tidak layak untuk dikonsumsi, masa simpan menjadi terbatas, dan mengalami
susut bobot, mutu, kesehatan, ekonomis, maupun social. Prinsip-prinsip sanitasi
untuk diterapkan dalam SSOP menjadi 8 kunci persyaratan :

1) Keamanan Air dan Es


Air merupakan suatu kompenen yang penting dalam indsutri pangan yaitu
bisa digunakan dalam bahan komposisi, membuat es/glazing, mencuci
produk/thawing, mencuci peralatan sarana/prasaran, dan untuk diminum.
Keamanan air dan es dapat dilihat dari hasil pengujian laboratorium terakreditasi
yang menyatakan bahwa air yang digunakan bukanlah air yang terkontaminasi.
Pengujian air secara rutin selama 6 bulan sekali untuk memonitoring air yang
19

digunakan adalah hal yang wajib dilakukan oleh Unit Pengolahan. Tujuan dari
kemanan air dan es adalah untuk memelihara mutu air yang ada dilingkungan
pengolahan, mengembangkan manajemen suplai dan mutu air dan mencegah
kontaminasi suplai air dan es. Beberapa sumber air yang digunakan yaitu air PAM,
air sumur dan air laut. Penggunaan air PAM sebagian besar sudah memenuhi
standar maka dari itu penggunaan air sumur dan air laut harus lebih diperhatikan
untuk selalu dimonitoring.
2) Peralatan yang kontak langsung dengan produk
Kebersihan pada permukaan yang kontak dengan bahan sangat perlu
diperhatikan dalam hal ini terutama peralatan yang digunakan dalam proses
pengolahan. Beberapa contoh peralatan yang digunakan seperti meja untuk
melakukan proses pengolahan haruslah dalam keadaan steril sebelum dilakukan
pengolahan. Meja yang berbahan stainless steel lebih mudah dibersihkan
daripada meja yang terbuat dari kayu atau bahan lain. Setelah semua peralatan
selesai digunakan langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mencuci semua
peralatan dengan bersih sehingga ketika digunakan kembali peralatan sudah
dalam keadaan steril. Tujuan dari kunci SSOP ini adalah menghilangkan kotoran
secara efektif agar tidak mengkontaminasi produk yang diolah sehingga semua
permukaan yang bersentuhan langsung dengan bahan tidak mengkontaminasi
bahan tersebut. Beberapa bahan yang perlu dihindari dalam memilih peralatan
yang digunakan untuk proses produksi seperti bahan dari kayu (tempat tumbuhnya
bakteri), besi (korosi), brass (reaksi molekuler dan korosi), dan galvanized metal
(korosi dan larutannya berbahaya).
3) Pencegahan kontaminasi silang
Kontaminasi silang adalah transfer kontaminan biologi atau kimia terhadap
produk pangan dari bahan baku, personel atau lingkungan penanganan produk.
Sumber kontaminasi silang dapat ditemukan dari dimana saja terkhusus pada
pekerja yang tidak memakai perlengakapan lengkap atau hama yang terdapat di
unit pengolahan. Agar tidak terjadi kontaminasi silang Unit Pengolahan juga harus
memisahkan secara jelas antara produk akhir dengan bahan baku tidak boleh
berada disatu tempat. Limbah yang dikeluarkan oleh proses produksi harus segera
dikeluarkan dari ruang pengolahan dengan rute yang berbeda. Pembatasan
pergerakan produk dan karyawan didalam ruang produksi. Lay out atau desain alur
proses pada ruang pengolahan harus diatur dengan baik agar tidak terjadinya
kontaminasi silang. Prinsip First In-First Out harus selalu diterapkan agar tidak
terjadi penumpukan bahan baku yang lama dan yang baru.
4) Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
Fasilitas pencuci tangan merupakan hal yang penting karena mencuci
tangan adalah hal yang pertama dilakukan sebelum masuk ke ruang produksi.
Toilet yang tersedia dalam Unit Pengolahan harus mencukupi jumlah orang yang
ada sehingga sanitasi pada toilet juga selalu terjaga. Jumlah syarat toilet yang ada
dalam Unit Pengolahan adalah untuk 15 orang pekerja harus disediakan 1 toilet.
Sabun cair dan alat pencuci harus wajib tersedia dalam setiap Unit Pengolahan.
Kebersihan lingkungan Unit Pengolahan harus selalu dijaga, setelah proses
produksi harus selalu dibersihkan agar ruang produksi selalu terjaga kebesihannya
dan tidak mengkontaminasi produk. Para Pekerja selalu harus selalu menucui
20

tangan sebelum dan sesudah melaksanakan proses produksi kemudian


menggunakan masker, sarung tangan, penutup kepala dan apron.
5) Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
Jenis bahan-bahan kimia pembersih yang digunakan dalam industri
pangan harus sesuai persyaratan dan standar yang ditetapkan. Bahan kimia yang
dipakai dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri (antimikroba) sehingga
menghambat pertumbuhan dan membunuh senyawa mikroba.
Dalam prosedur penerapan preteksi dari bahan-bahan kontaminan produk-
produk yang kontak harus terhindar dari bahan-bahan yang berpeluang
mengkontaminasi seperti filth, oli, bahan bakar, pestisida, bahan pembersih,
disinfektan, kondensasi, dan lainnya. Persyaratan bahan pengemas yang
digunakan haruslah sesuai dengan standar kemasan yang ada sehingga tidak
memberikan reaksi pada produk yang berada dalam kemasan.
6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin
Tujuan adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan
penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi.
Untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan, bahan kimia untuk pembersih
dan sanitasi harus diberi label secara jelas. Selain itu Label pada wadah bahan
kimia yang siap digunakan harus tertera secara jelas memperlihatkan nama bahan
atau larutan, sifat bahan larutan dan instruksi cara penggunaan secara benar.
Bahan kimia pharus disimpan di tempat yang khusus dan terpisah dari
bahan lainnya khusunya bahan pangan dan peralatan. Bahan beracun harus
disimpan di ruang dengan akses terbatas dimana hanya karyawan berwenang
yang boleh memasuki ruangan penyimpanan bahan kimia. Pisahkan bahan kimia
yang digunakan untuk pangan dan non pangan.
7) Kondisi Kesehatan karyawan
Tubuh manusia bisa menjadi sumber kontaminan yang dapat
mengkontaminasi produk maka dari itu perlunya selalu menjaga kebersihan dan
kesehatan setaip pekerja pada unit pengolahan. Penggunaan perlengkapan
pengolahan yang lengkap bisa menjadi tindakan preventif agar tidak terjadinya
kontaminasi dari tubuh ke produk olahan. Kondisi kesehatan seperti demam, diare,
muntah, pusing, radang tenggorokan dan luka luar pada pekerja harus selalu
dihindari dan apabila pekerja mengalami gejala-gejala sakit tidak diperbolehkan
untuk bekerja. Tujuan dari pengawasan kondisi kesehatan personil sendiri adalah
mengelola personil yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka atau kondisi yang
menjadi sumber kontaminasi.
8) Pengendalian pest
Tujuan dari pengendalian hama ini adlaah pencegahan masuknya hama,
mengendalikan lingkungan sumber hama dan pemusnahan/pembasmian hama.
Beberapa hama yang dapat membawa penyakit adalah lalat, kecoa, tikus, dan
serangga atau hewan lainnya. Lalat merupakan vector foodborne diseases yaitu
penyebab penyakit diare, disentri, muntaber, typhus dan beberapa spesies dapat
menyebabakan myiasis. Lalat memindahkan agen penyakit dengan
mengkontaminasi makanan yang dihinggapinya melalui muntahan, kotoran,
maupun hanya memindahkan kuman yang ada dalam tubuhnya. Maka dari itu
pengendalian hama harus selalu diperhatikan agar tidak terjadi penularan
21

bakteri/virus dari hama ke produk olahan.

2.8. Pengelolaan Limbah


Limbah adalah buangan/sisa hasil usaha dan/atau kegiatan, yang jika tidak
ditangani dengan baik maka dapat mencemari lingkungan hidup. Bentuk limbah
tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis
limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Sebagian besar limbah hasil perikanan adalah limbah organik yang dapat
mengalami proses penguraian secara alamiah. Limbah hasil perikanan terdiri dari
limbah cair dan limbah padat. Limbah cair dapat berupa air cucian ikan, darah ikan.
Sedangkan limbah padat berupa tulang, kepala, insang, sirip,kulit, sisik, cangkang,
isi perut.
Limbah perikanan yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
bau yang tidak enak, tempat bertumbuhnya bakteri patogen dan menjadi sumber
kontaminan bagi produk pangan yang dihasilkan. Oleh karena ituu, perlu dilakukan
pengelolaan limbah yang mempunyai tujuan untuk mencegah, menanggulangi
pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan
tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.
Limbah hasil perikanan dimanfaatkan dengan baik sekaligus dapat menjadi
nilai tambah. Limbah hasil perikanan dapat dikelola menjadi bahan dasar pakan
ternak (silase dan tepung ikan), diolah menjadi obat dan multivitamin (kolagen dan
minyak ikan) serta dimanfaatkan menjadi perhiasan yang menarik.
22

3. METODE PELAKSANAAN PRAKTIK


3.1 Pengamatan Alur Proses Udang Vannamei Kupas Mentah Beku (PND)
Pengamatan alur proses pengolahan Udang Kupas Mentah Beku PND
(Peeled And Deveined) meliputi penerimaan bahan baku, pencucian 1,
pemotongan kepala, pencucian 2, sortasi, pengupasan, pencucian 3,
penimbangan, penyusunan, pembekuan, penggelasan, pengemasan dan
pelabelan 1, pendeteksian logam, pengemasan dan pelabelan 2, penyimpanan
beku, pemuatan. Metode pengambilan data pada tahapan alur proses dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengambilan data pengamatan tahapan alur proses
No Tahapan Proses Pengamatan Alat Frekuensi
1. Penerimaan - Suhu - Alat tulis 10 kali
Bahan Baku - Supplier & Asal - Thermometer pengamatan
- Waktu - Jam dengan 3 kali
Penerimaan - Matriks pengulangan
- Kondisi saat pengamatan
penerimaan suhu produk

2. Pencucian I - Suhu - Thermometer 10 kali


- Proses - Matriks pengamatan
Pencucian Pengamatan dengan 3 kali
suhu air dan pengulangan
-P
produk r
o
s
e
s
3. Pemotongan - Suhu - Thermometer 10 kali
Kepala - Proses - Timbangan pengamatan
Pemotongan - Stopwatch dengan 3 kali
kepala - Alat bantu pengulangan
- Rendemen kuku
- Produktivitas - Matriks
Pengamatan
suhu produk
- Matriks
pengamatan
rendemen
dan
produktivitas
4. Pencucian II - Suhu - Thermometer 10 kali
- Proses - Matriks pengamatan
pencucian pengamatan dengan 3 kali
suhu air dan pengulangan
produk
23

5. Sortasi - Suhu - Thermometer 10 kali


- Proses sortasi - Matriks pengamatan
pengamatan dengan 3 kali
suhu produk pengulangan
6. Pengupasan - Suhu - Thermometer 10 kali
- Rendemen - Alat kupas pengamatan
- Porduktivitas kuku dengan 3 kali
- Cara - Matriks pengulangan
pengupasan pegamatan
dan cukit usus suhu produk
- Timbangan
- Matrik
pengamatan
rendemen
7. Sortasi - Suhu - Thermometer 10 kali
- Proses sortasi - Matriks pengamatan
Pengamatan dengan 3 kali
suhu dan pengulangan
produk

8. Penimbangan - Suhu - Thermometer 10 kali


- Rendemen - Matriks pengamatan
- Proses pengamatan dengan 3 kali
penimbangan suhu pengulangan
- timbangan

9. Checking Table - Suhu - Thermometer 10 kali


- Proses - Matriks pengamatan
melakukan pengamatan dengan 3 kali
pengecekan produk pengulangan

10. Pencucian III - Suhu - Thermometer 10 kali


- Proses - Matriks pengamatan
pencucian pengamatan dengan 3 kali
suhu air dan pengulangan
produk
11. Penyusunan - Suhu - Thermometer 10 kali
- Proses - Matriks pengamatan
Packaging pengamatan dengan 3 kali
suhu produk pengulangan
12. Pembekuan - Suhu - Thermometer 10 kali
- Jenis alat - Matriks pengamatan
pembekuan pengamatan dengan 3 kali
suhu ruang pengulangan
13. Glazing - Suhu - Thermometer 10 kali
24

- Proses - Matriks pengamatan


Glazing pengamatan dengan 3 kali
suhu produk pengulangan
14. Pendeteksi - Suhu - Thermometer 10 kali
logam - Proses Flith - Metal detector pengamatan
dengan 3 kali
pengulangan
15. Pengemasan dan - Suhu -Thermometer 10 kali
Pelabelan - Jenis bahan Matriks pengamatan
kemasan Pengamatan dengan 3 kali
- Proses suhu ruang pengulangan
pengemasan
dan Pelabelan
16. Penyimpanan - Suhu - Thermometer 10 kali
- Matriks pengamatan
Pengamatan dengan 3 kali
Suhu pengulangan

3.2 Pengujian Mutu


3.2.1 Pengujian Organoleptik
Pengujian Organoleptik dilakukan pada tahap penerimaan bahan baku.
Pengujian organoleptik dilakukan oleh 6 panelis standar dengan menggunakkan
scoresheet dari perusahaan yang mengacu pada SNI udang segar dan scoresheet
organoleptik udang kupas mentah beku Ikan beku. Pengujian organoleptik ini
dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan dengan 10 kali pengulangan.
3.2.2 Pengujian Mikrobiologi
Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui mutu dari produk akhir.
Parameter uji meliputi Angka Lempeng Total (ALT) sesuai, Escherichia coli sesuai,
dan Salmonella sesuai. Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk mengecek
kebenaran dan keyakinan akan keamanan bahan baku dan produk yang
dipasarkan. Pengujian Mikrobiologi dilakukan sebanyak 3 kali pengujian dengan
menggunakan jasa laboratorium.
3.3 Pengujian Rendemen
Perhitungan rendemen dilakukan pada tahap pemotongan kepala dari
bentuk head-on menjadi headless dan pada tahap pengupasan udang yang
seluruh kulit dan ekor dikupas dan dibuang kotoran perutnya. Perhitungan
rendemen ini dilakukan selama satu minggu dengan tiga kali pengamatan dialur
proses yang berbeda, alur proses tersebut diantaranya,pemotongan kepala dan
pengupasan

Berat Akhir
Rendemen = x 100%
Berat Awal
25

3.4 Perhitungan Produktivitas Tenaga Kerja


Perhitungan produktivitas kerja dilakukan tahap pemotongan kepala dan
pengupasan kulit. Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan antara
output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk
dari seorang tenaga kerja produktivitas merupakan suatu perbandingan antara
output dengan input (Sarjono, 2001). Perhitungan produktivitas dilakukan dengan
alat bantu stopwatch. Dilakukan pencatatan waktu dalam rentang yang telah
ditentukan dandidapatkan hasil dari proses pemotongan kepala dan pengupasan
kulit yang ditempatkan pada wadah yang disesuaikan di perusahaan. Dari bobot
timbangan hasil proses tersebut dibagi dengan waktu dan dibagi dengan jumlah
pekerja padameja produksi, sehingga akan didapatkan nilai produktivitas pekerja.
Perhitunganproduktivitas tenaga kerja ini dilakukan tiga kali pengamatan di alur
proses yang berbeda, seperti pada pemotongan kepala, pengupasan, dan
penyusunan. Secara teknis produktivitas tenaga kerja dapat dilihat dalam rumus
berikut :

Jumlah Hasil Produk


Produktivitas Tenaga Kerja =
Selang Waktu/Orang

3.5 Penerapan Rantai Dingin


Pengukuran suhu meliputi setiap tahapan proses pengolahan udang PND.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur suhu pusat bahan baku, suhu ruang dan
suhu air pada proses pengolahan. Pengukuran suhu pusat bahan baku dan suhu
air menggunakan thermometer digital sedangkan untuk mengukur suhu ruangan
menggunakan thermometer digital yang menempel pada dinding ruangan proses
pengolahan. Pengukuran suhu ini dilakukan sebanyak 10 kali pengulangan dan
setiap pengamatan, 3 kali pengamatan. Pengukuran suhu juga dilakukan terhadap
air dan ruang proses.

3.6 Penerapan GMP/SSOP/SKP


3.1.1 Good Manufacturing Practices (GMP)
Pengamatan terhadap cara berproduksi yang baik dan benar dilakukan
dengan melakukan praktik langsung pada pengolahan udang vannamei kupas
mentah beku. Aspek-aspek yang diamati meliputi bahan baku udang vannamei
segar, bahan pembantu air dan es, bahan tambahan, cara penanganan mulai dari
bahan baku sampai produk akhir, cara pengolahan mulai dari penerimaan bahan
baku sampai pada penyimpanan, pengukuran suhu pada setiap tahapan proses
pengolahan, bahan kimia yang digunakan pada proses pengolahan, pengemasan
meliputi bahan pengemas alat pengemas dan cara pengemasan, penyimpanan
meliputi cara penyimpanan, lama penyimpanan dan distribusinya.
3.1.2 Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
Pengamatan SSOP dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di
dalam ruang pengolahan meliputi aspek-aspek sanitasi hygiene di unit pengolahan
menyangkut 8 aspek meliputi keamanan air dan es, kebersihan permukaan yang
kontak langsung dengan produk, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas cuci
tangan dan toilet, proteksi bahan kimia, pelabelan dan penyimpanan, kesehatan
26

karyawan dan pengendalian pest.


3.7 Pengamatan Pengelolaan Limbah
Pengamatan pengolahan limbah dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengamatan
pada pengolahan limbah cair dan pengamatan pada pengolahan limbah padat.
Pengamatan dilakukan terhadap proses yang dilakukan pada limbah dan
dilakukan identifikasi terhadap semua instalasi pengolah limbah.

3.8 Analisis Data


3.1.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu penyajian data dengan cara
menggambarkan hal-hal yang telah diamati secara sistematis berdasarkan fakta
hasil pengamatan/penelitian secara utuh, faktual dan mendalam. Selanjutnya
gambaran tersebut dianalisa dan dikaji dengan cara mengkaitkannya dengan
dasar teori atau referensi yang sesuai dengan tujuan atau literatur yang terkait.
3.1.2 Analisis Komparatif
Analisis komparatif, yaitu analisa yang membandingkan hasil pengamatan
dengan kuantitatif yang selanjutnya dikaitkan dengan literatur, narasumber
ataupun dengan pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat kesamaan atau
perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan tersebut.
Data yang dianalisa adalah hasil pengamatan selama praktek yang
meliputitahapan proses pengolahan yang dikaitkan dengan penerapan GMP dan
SSOP, serta pengamatan kelayakan dasar pada perusahaan. Hasil pengamatan
tersebut selanjutnya dikaitkan dengan literatur, narasumber, sehingga diketahui
kesamaanatau perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan.
27

4 RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN


4.1 Rencana Kegiatan
Kegiatan praktik mulai dari perencanaan dan pembuatan proposal sampai
dengan pengolahan dan penyusunan laporan praktik direncanakan akan dilakukan
pada bulan Agustus (2023) sampai dengan bulan Oktober (2023). Kegiatan praktik
bertempat di PT. Central Pertiwi Bahari, Tulang Bawang, Lampung. Tahapan dan
waktu kegiatan akan diuraikan pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5.Rencana waktu dan tahapan kegiatan


Jenis Rencana Kegiatan
Kegiatan Agustus September Oktober November
Minggu ke-
Penyusunan
proposal
Pelaksanaan
Praktik
Analisa data
dan
penyusunan
laporan
Tinjauan
Pustaka/
Studi
Literatur

4.2 Rencana Anggaran


Berdasarkan tahapan praktik yang ada maka perencanaan anggaran biaya
untuk kegiatan praktik akan diuraikan pada tabel 6.
Tabel 6 Rencana anggaran kegiatan praktik

No Uraian Biaya Jumlah


1. Transportasi ke lokasi praktik Rp.300.000 x 2 Rp.600.000
2. Akomodasi Rp.500.000 x 2 Rp.1.000.000
3. Uang makan Rp.45.000 x 60 hari Rp. 2.700.000
4. Biaya tak terduga Rp.200.000 Rp.200.000
Total Rp.4.500.000
28

DAFTAR PUSTAKA

Asiah, N., Bakrie, U., Cempaka, L., & Bakrie, U. (2020). Prinsip dasar
penyimpanan bahan pangan suhu rendah (Issue December).
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2014). Udang Kupas Mentah Beku (SNI
3457:2014).
BSN. (2006). Udang segar - Bagian 1: Spesifikasi. Standar Nasional Indonesia, 1–
10.
Dahlan, M. H., Chandra, H., Kimia, T., Sriwijaya, U., Mesin, T., & Sriwijaya, U.
(2019). Produksi Air Bersih Dari Pengolahan Limbah Cair Songket. 23–24.
Fajarani, R. M., Handoyo, Y., & Rahmanto, R. H. (2019). Analisis Beban
Pendinginan Pada Cold Storage Untuk Penyimpanan Daging. Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin, 7(1), 12–22. https://doi.org/10.33558/jitm.v7i1.1905
Gunalan B, Nina Tabitha S., S. P. and T. A. (2013). Nutritive value of cultured
white leg shrimp Litopenaeus vannamei. 5(7), 166–171.
https://doi.org/10.5897/IJFA2013.0333
Hafina, A., Sipahutar, Y. H., & Siregar, A. N. (2021). Penerapan GMP Dan SSOP
Pada Pengolahan Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Kupas Mentah
Beku Peeled Deveined (PD). Aurelia Journal, 2(3457), 117–131.
Hakim, Dendy, A., & Adriyono, S. (2015). Refrigeration Technique of Shrimp
Freezing Application on Pt . Graha Makmur Cipta Pratama , Sidoarjo , Jawa
Timur. Aplikasi Teknik, 1(1), 1–7.
Husnah, S., Yuliana, Y., & Ratnawati, R. (2021). Manajemen alur proses produksi
udang windu beku dengan metode Individual Quick Frozen di PT.
Madsumaya Indo Seafood, Gresik. Agrokompleks, 21(1), 40–47.
https://doi.org/10.51978/japp.v21i1.331
Litaay, C., Wisudo, S. H., Haluan, J. H., & Harianto, B. (2018). the Effects of
Different Chilling Method and Storage Time on the Organoleptic Quality of
Fresh Skipjack Tuna. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(2), 717–
726. https://doi.org/10.29244/jitkt.v9i2.19304
Putra, F. K., Lutfi, M., & Hendrawan, Y. (2019). Pemingsanan Dua Jenis Udang
menggunakan Pendingin Berbasis Thermoelectric Cooler. Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis Dan Biosistem, 7(3), 222–234.
https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2019.007.03.02
Putrisila, A., & Sipahutar, Y. H. (2021). Kelayakan Dasar Pengolahan Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) Nobashi Ebi. Jurnal Airaha, 10(1), 10–
23.
Sarjono, H. (n.d.). 164838-ID-model-pengukuran-produktivitas-berdasark (1).
2(2), 130–136.
Sipahutar, Y. H., Suryanto, M. R., Ramli, H. K., Pratama, R. B., & Irsyad, M.
(2020). Laju Melanosis Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) pada
Tambak Intensif dan Tambak Tradisional di Kabupaten Bulukumba,
Sulawesi Selatan. Prosiding Simposium Nasional VII Kelautan Dan
Perikanan 2020, 31–42.
29

Supriyanto dan Tri Bodroastuti. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kepuasan Kerja Karyawan ( Studi pada Karyawan Bagian Marketing PT .
Indosat , Tbk Semarang ) The Factors That Influence Employee Job
Satisfaction ( Study of Employees of Marketing Department at PT . Indosat ,
Tbk Semarang ). Media.Neliti.Com, 1–14.
Trianjari, N., Amiruddin, A., & Ardiana, S. (2022). Pengaruh Species Udang
Terhadap Rendemen yang Dihasilkan HeadLess dan Peeled Tain On Effect
of Species on Yield Produced on Head Less and Peeled Tain On Shrimp.
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 8(2), 145.
https://doi.org/10.26858/jptp.v8i2.28054
Yuliati, E. (2009). Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pembenihan Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei),(Kasus Pada PT Suri Tani Pemuka,
Kabupaten Serang, Provinsi Banten). Skripsi (Institut Pertanian Bogor), 1–
115. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12432
Haliman, R. W., & Adijaya, D. (2005). Udang Vanname. In Penebar Swadaya.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD004439.pub2.De
Hariyadi, P. (2007). Teknologi Pembekuan Pangan. FOODREVIEW
Indonesia, II(7), 30–35.
http://phariyadi.staff.ipb.ac.id/files/2013/02/Teknologi- Pembekuan-
Pangan.
30

LAMPIRAN
31

Lampiran 1 Score sheet udang segar (SNI 2728:2018)

Lembar penilaian organoleptik udang segar


Nama panelis:……………………… Tanggal:……………………
• Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan
pengujian.
• Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Spesifikasi Nilai Kode Contoh


1 2 3 4 5
1 Kenampakan
- Utuh, sangat cemerlang spesifik jenis, antar 9
ruas kokoh
- Utuh, cemerlang, antar ruas kurang kokoh 7
- Utuh, agak kusam, antar ruas renggang 5
2 Bau
- Sangat segar, spesifik jenis 9
- Segar spesifik jenis sampai netral 7
- Mulai tercium bau amoniak 5
3 Tekstur
- Sangat kompak 9
- Kompak 7
- Agak kompak 5
32

Lampiran 2 Score sheet uji sensori udang kupas mentah beku (SNI 3457, 2014)

Lembar penilaian sensori udang kupas mentah beku


Nama panelis:………………....... Tanggal:………………………
• Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan
pengujian.
• Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Kode contoh
Spesifikasi Nilai 1 2 3 4 5

A Dalam keadaan beku


1 Lapisan es ( khusus untuk frozenblock )
• Rata, bening, pada seluruh permukaan dilapisi es. 9

• Rata, bening, cukup tebal, bagian permukaan yang tidak


dilapisi es kurang lebih 20%. 8

• Tidak rata, bening, bagian permukaan yang t idak 7


dilapisi es kurang lebih 30%.

• Tidak rata, bagian permukaan yang tidak dilapisi es kurang 6


lebih 40%.

• Tidak rata, bagian permukaan yang tidak dilapisi es kurang 5


lebih 50%.

• Tidak rata, bagian permukaan yang tidak dilapisi es lebih 3


dari 50%.

• Tidak terdapat lapisan es pada permukaan produk 1

2 Pengeringan (dehidrasi)

• Tidak ada pengeringan pada permukaan produk 9

• Pengeringan pada permukaan produk kurang lebih


20%. 8

• Pengeringan pada permukaan produk kurang lebih


30%. 7

• Pengeringan pada permukaan produk kurang lebih 6


40%.
• Pengeringan pada permukaan produk kurang lebih
50%. 5

• Pengeringan pada permukaan produk lebih dari 50%. 3


33

• Seluruh bagian produk luar tampak mengering. 1


3 Perubahan warna (diskolorasi)

• Belum mengalami perubahan warna pada permukaan


produk. 9
• Perubahan warna pada permukaan produk kurang lebih
20%. 8

• Perubahan warna pada permukaan produk kurang lebih


30%. 7

• Perubahan warna pada permukaan produk kurang


lebih 40%. 6

• Perubahan warna pada permukaan produk kurang lebih


50%. 5

• Perubahan warna pada permukaan produk lebih dari


50%. 3

• Perubahan warna menyeluruh pada permukaan produk. 1

B Sesudah dilelehkan (thawing)

1 Kenampakan

• Sangat cemerlang spesifik jenis 9

• Cemerlang 7

• Kurang cemerlang 6

• Agak kusam 5

• Kusam 3

• Sangat kusam 1

2 Bau

• Sangat segar, spesifik jenis 9

• Segar spesifik jenis 7

• Netral 6

• Mulai tercium bau amoniak 5


• Agak busuk dan bau amoniak 3

• Busuk dan bau amoniak 1


34

3 Daging/ tekstur

• Sangat kompak 9

• Kompak 7

• Agak kompak 5

• Lembek 3

• Lembek dan berair 1


35

Lampiran 3. Tahapan Proses

NO TAHAPAN PROSES TUJUAN PROSEDUR


1 Penerimaan Bahan Baku
2 Pencucian I
3 Pemotongan Kepala
4 Pencucian II
5 Sortasi
6 Pengupasan
7 Sortasi
8 Penimbangan
9 Checking Table
10 Pencucian III
11 Penyusunan
12 Pembekuan
13 Glazing
14 Pendeteksi logam
15 Pengemasan dan Pelabelan
16 Peyimpanan
36

Lampiran 4. Pengukuran Suhu Udang

Pengulangan Pengamatan Ke-(C°)


Tahapan Proses Rata-Rata
Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penerimaan bahan 1
baku
2
3
Rata-rata
Pencucian I 1
2
3
Rata-rata
Pemotongan Kepala 1
2
3
Rata-rata
Pencucian II 1

2
3
37

Rata-rata

Sortasi 1
2
3
Rata-rata

Pengupasan 1
2
3
Rata-rata

Penimbangan 1
2
3
Rata-rata
Checking Table 1
2
3
Rata-rata
Pencucian III 1
2
38

3
Rata-rata
Penyusunan 1
2
3
Rata-rata
Pembekuan 1
2
3
Rata-rata
Glazing 1
2
3
Rata-rata
Pendeteksi logam 1
2
3
Rata-rata
Pengemasan dan 1
pelabelan
2
3
Rata-rata
39

Penyimpanan 1
2
3
Rata-rata
40

Lampiran 5. Pengukuran Suhu Ruang

Pengulangan Pengamatan Ke-(C°)


Tahapan Proses Rata-Rata
Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
Penerimaan bahan 2
baku
3
Rata-rata
Pencucian I 1
2
3
Rata-rata
Pemotongan Kepala 1
2
3
Rata-rata
Pencucian II 1

2
3
Rata-rata
41

Sortasi 1
2
3
Rata-rata

Pengupasan 1
2
3
Rata-rata

Penimbangan 1
2
3
Rata-rata
Checking Table 1
2
3
Rata-rata
Pencucian III 1
2
3
Rata-rata
Penyusunan 1
42

2
3
Rata-rata

Pembekuan 1
2
3
Rata-rata
Glazing 1
2
3
Rata-rata
Pendeteksi logam 1
2
3
Rata-rata
Pengemasan dan 1
pelabelan
2
3
Rata-rata
Penyimpanan 1
2
3
Rata-rata
43

Lampiran 6. Pengukuran Suhu Air

Pengulangan Pengamatan Ke-(C°)


Tahapan Proses Rata-Rata
Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penerimaan bahan 1
baku
2
3
Rata-rata
Pencucian I 1
2
3
Rata-rata
2
44

3
Rata-rata
Pencucian II 1

2
3
Rata-rata

2
3
Rata-rata
Pencucian III 1
2
3
Rata-rata
45

Lampiran 7. Mutu Organoleptik Bahan Baku

Pengamatan 1
Panelis Kenampakan Bau Tekstur ƩRata-rata (̅ )
1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x
1
2
3
4
5
6

Interval nilai sensori


Nilai
46

Lampiran 8. Rendemen
Rendemen Potong Kepala & Kupas

Pengamatan Pengulangan HO (gr) HL (gr) Rendemen Rata-rata HL PND Rendemen Rata-rata


HO-HL (%) HO-HL (%) HL-PND (%) HL-PND (%)
1 1
2
3
2 1
2
3
3 1
2
3
4 1
47

3
5 1
2
3
6 1
2
3
7 1
2
3
8 1
2
3
9 1
2
3
10 1
2
3
48

Lampiran 9 GMP (Good Manufacturing Practices)


Faktor yang
No Tahap proses Prosedur Mempengaruhi Pengawasan Tindakan Pencatatan
produk koreksi
1 Penerimaan bahan baku

2 Penyiangan

3 Pencucian

4 Pembentukan loin

5 Pengulitan dan perapihan

6 Sortasi mutu

7 Pembentukan saku

8 Pembungkusan (wrapping)

9 Pembekuan

10 Penggelasan/tanpa penggelasan

11 Penimbangan

12 Pengemasan dan pelabelan

13 Penyimpanan
49

Lampiran 10 SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures)


No SSOP Tujuan Prosedur Monitor Tindakan Pencatatan
Koreksi
1 Keamanan Air dan Es

2 Kondisi dan kebersihan


permukaan yang kontak
dengan pangan
3 Pencegahan kontaminasi
silang

4 Pencegahan kontaminasi
silang

5 Menjaga fasilitas pencuci


tangan, sanitasi dan toilet
6 Proteksi dari bahan-bahan
kontaminan

7 Pengawasan kondisi
kesehatan personil

8 Pengendalian Pest
50

Lampiran 11. Kuesioner SKP (SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN)

A Kuesioner Supervisi SKP Bagi UPI Skala Menengah Besar

NAMA UPI :
PROVINSI :
TANGGAL :

KUESIONER SUPERVISI SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN


UNIT PENGOLAHAN IKAN SKALA MENENGAH BESAR

DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN BINA MUTU


DIREKTORAT JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING
PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
51

A. DATA UMUM

1 Nama UPI :
2 Alamat
Kantor Pusat :
UPI/Ruang Proses/Gudang :
3 Kategori UPI : a. Unit b. Unit c. Unit Gudang d. Unit e. Unit f. Kapal
Pengolahan Penangana Penyimpanan Penanganan Fortifika Pengolahan
Ikan n Rumput Ikan Ikan Hidup si Ikan Ikan
Laut Kering
4 Hasil Penjualan/Tahun a. < 2,5 milyar b. ≥ 2,5 milyar
5 No.Telp/Fax/Email :
6 Contact Person :
UPI (Nama dan
Nomor HP)
7 Kelengkapan Dokumen : a. NIB b. SIUP/TDUP/IUI c. Panduan Mutu Penerapan d. Sertifikat Pengolah Ikan
Cara Pengolahan Ikan yang (SPI)/Sertifikat
Baik dan Prosedur Operasi Keterampilan di bidang
Standar Sanitasi keamanan pangan yang
setara
8 Produk

No Jenis Produk Jenis Pengajuan Alur Proses Tujuan Total Asal Bahan
(Baru/Perpanjangan) Pemasaran % Realisasi Baku/Produk
52

Dalam Produksi per Tangkap/ Wilayah/


Negeri/Luar Jenis Budidaya/Impo Negara
Negeri (ton/bln) r
(wilayah/Negara)
Terlampir
Terlampir
Terlampir
Terlampir
Terlampir
Terlampir
Terlampir
9 SNI yang diterapkan :
10 Kapasitas Sarana dan Prasarana
53

No Jenis Alat Kapasitas


1 Gudang Beku Ton
2 ABF/IQF Ton
3 Retort/Seamer Ton
4 Gudang Penyimpanan (untuk produk Rumput Ton
Laut kering)
5 Bak Pencuci (untuk produk karaginan) Ton
6 Lainnya Ton
11 Jumlah Karyawan dan Penanggung jawab
Jumlah Karyawan Administrasi Pengolahan Penanggung Pendidikan Pelatihan/Sertifikat
Laki- Perempua Laki- Perempua Jawab
laki n laki n
a. Tenaga Asing a. UPI/Pabrik
(ada/tidak)
b. Tenaga Tetap b. Produksi
(ada/tidak)
c. Tenaga Harian/ c. Mutu (QC)
Borongan (ada/tidak)
Jumlah
12 Jumlah Hari Kerja : hari/bulan
13 Asal Es Bentuk Es Penggunaan Es
a. Produksi sendiri dengan kapasitas : ton a. Balok a. Penanganan a. Distribusi
b. Pembelian dari : b. Curai b. Penyimpanan b. Pengolahan
Sementara
14 Bahan Penolong/Tambahan : -
-
15 Jenis/Bahan Kemasan : a. Inner b. Master
54

KUESIONER SUPERVISI SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN


UNIT PENGOLAHAN IKAN SKALA MENENGAH BESAR

A KETERANGAN

a. Kritis (Kr) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan
b. Serius (Sr) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan
c. Mayor (Mj) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempunyai potensi mempengaruhi keamanan pangan
d. Minor (Mn) Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus-menerus akan berpotensi
mempengaruhi mutu pangan
55

A KEPATUHAN KELAYAKAN DASAR


KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

I KOMITMEN a Manajemen
MANAJEMEN
Mempunyai komitmen yang kuat untuk X X
menerapkan persyaratan kelayakan dasar
(memiliki panduan mutu dan tim mutu)

II LINGKUNGAN a Lokasi Area UPI

Lokasi sekitar area UPI memadai untuk melakukan


pekerjaan, dalam kondisi saniter dan higienis, tidak X X
menjadi sumber kontaminan, serta
dipelihara/dijaga untuk mencegah serangga, tikus
dan binatang pengganggu lainnya

III BANGUNAN a Pintu Masuk


Terbuat dari bahan yang halus, kedap air, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi, didesain membuka
keluar atau kesamping, dapat ditutup dengan baik X
dan selalu tertutup, dilengkapi dengan alat
pencegah serangga, pintu ditambah dengan tirai
plastik
b Lantai
Permukaan lantai halus, tanpa retak, mudah X X
dibersihkan dan didesinfeksi, terbuat dari bahan
yang kedap air, tahan garam, asam, basa, dan
56

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

bahan kimia lainnya, tidak mudah pecah, dan


dikonstruksi untuk mencegah adanya genangan air
c Dinding
Permukaan dinding kedap air, tidak mudah
mengelupas, halus, rata, tanpa retak, tidak X X
beracun, mudah dibersihkan dan didesinfeksi,
pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding
dan dinding mudah dibersihkan
d Langit-langit/atap
Didesain untuk mencegah akumulasi kotoran,
kondensasi, pertumbuhan jamur dan X X
pengelupasan, bebas dari retak dan celah,
permukaan halus, mudah dibersihkan, berwarna
terang
e Jendela dan bagian yang dapat dibuka
Didesain untuk mencegah akumulasi kotoran/debu, X
dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya
serangga dan mudah dibersihkan
f Ventilasi*
Ventilasi mencukupi untuk sirkulasi udara,
mencegah kondensasi dan mampu mencegah X X
masuknya kontaminan ke dalam ruang proses,
udara mengalir dengan baik dari area bersih ke
area kotor, mudah dirawat dan dibersihkan
57

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket


g Penerangan*
Penerangan memadai dan lampu di ruang proses X
dilengkapi dengan pelindung yang aman
h Saluran Pembuangan
Saluran pembuangan dikonstruksi untuk mencegah
kontaminasi dan mengalir dari tempat bersih ke X
tempat kotor serta memadai dan bersih untuk
mengalirkan kotoran (limbah cair)
i Tempat Penyimpanan Bahan Kimia
Tersedia tempat penyimpanan bahan kimia yang X
memadai, terpisah, tertutup, dan disertai dengan
tanda peringatan
IV PENATAAN DAN a Penataan dan Penempatan Alat
PEMELIHARAAN Ditata untuk mencegah kontaminasi, menjamin
ALAT kelancaran proses, rancang bangun, konstruksi X
dan penempatan peralatan menjamin sanitasi dan
dapat dibersihkan secara efektif
b Pembersihan dan Disinfeksi
Frekuensi pembersihan dan disinfektan dapat X
mencegah resiko kontaminasi
V PENERIMAAN a Persyaratan dan Pemakaian Bahan
BAHAN BAKU/ Persyaratan bahan sesuai dengan standar, X X
PENOLONG/ pemakaian bahan sesuai dengan persyaratan,
TAMBAHAN tidak membahayakan kesehatan
58

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket


b Penerimaan Bahan
Dilakukan dengan cepat, saniter, terlindung dan X
mencegah kontaminasi; bahan yang diterima
didokumentasikan dan dimonitor
VI BAHAN a Bahan Pembungkus dan Pengemas
PEMBUNGKUS Tidak menjadi sumber kontaminan, tidak
DAN PENGEMAS mempengaruhi karakteristik produk, dapat X X
melindungi produk, tidak digunakan ulang, dan
pengemasan dilakukan pada kondisi higienis untuk
menghindari kontaminasi
VII PENYIMPANAN a Suhu Penanganan Produk Segar, Mentah dan
PRODUK (Sesuai Masak yang Didinginkan X X
Perlakuan) Dipertahankan pada suhu mendekati titik leleh es
(0C)
b Suhu Penyimpanan Produk Beku
Disimpan pada suhu sekurang-kurangnya -18C, X
dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah
dibaca
c Suhu Penyimpanan Ikan Kaleng Pasteurisasi X
Disimpan pada suhu maksimal 5C
d Suhu Penyimpanan Ikan Kaleng Sterilisasi X
Disimpan pada suhu kamar
e Suhu dan Cara Penyimpanan Ikan Hidup X
59

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

Disimpan pada suhu yang tidak berpengaruh buruk


terhadap kelangsungan hidupnya atau keamanan
pangan
f Cara Penyimpanan Produk Lainnya
Disimpan pada suhu yang tidak berpengaruh buruk
terhadap kelangsungan hidupnya atau keamanan X
pangan

VIII AIR a Persyaratan Air*


Memenuhi persyaratan kualitas air minum, tersedia X
air panas untuk pembersihan alat apabila
memungkinkan, pasokan dan tekanan air cukup
b Saluran Pipa Air
Dirancang agar tidak terjadi kontaminasi silang X
dengan air kotor, penandaan yang jelas antar pipa-
pipa air minum dan bukan air minum
c Penggunaan Air Laut* X
Sesuai persyaratan
IX ES a Es
Terbuat dari air yang memenuhi persyaratan,
terlindung dari kontaminasi selama produksi, X
penanganan dan penyimpanan, tidak digunakan
ulang dalam proses
60

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

X PERALATAN DAN a Bahan dan Desain


PERLENGKAPAN Terbuat dari bahan yang tahan karat, mudah
YANG KONTAK dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi, X X
DENGAN dipisahkan antara pemakaian untuk bahan baku
PRODUK dan produk, didesain sehingga air dapat mengalir
dengan baik
b Tanda
Peralatan dan perlengkapan diberi tanda untuk X
setiap area kerja yang berbeda yang berpotensi
menimbulkan kontaminasi silang.
XI FASILITAS a Desain dan Kebersihan Fasilitas Pencucian
PENCUCIAN Didesain sesuai dengan metode pencucian untuk X X
PRODUK mencegah kontaminasi, dirawat dan dijaga
kebersihannya
b Pasokan Air Pencucian
Jumlah pasokan air panas dan air dingin cukup X
untuk memenuhi kebutuhan proses pencucian

XII KONSTRUKSI a Konstruksi Unit Pengolahan Ikan


DAN TATA LETAK Didesain sehingga mampu mencegah masuknya X
ALUR PROSES sumber kontaminasi, binatang pengganggu, dan
akumulasi kotoran
b Tata Letak dan Alur Proses UPI*
Didesain untuk mencegah kontaminasi dan X
menjamin kelancaran proses
61

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

c Ruangan Unit Proses


Tersedia ruangan yang memadai untuk melakukan X
proses
XIII KEBERSIHAN a Kondisi Ruang Pengolahan
RUANGAN DAN Bersih dan saniter X
PERALATAN
PENGOLAHAN
b Ketersediaan Peralatan Kebersihan X
Tersedia dalam jumlah yang memadai
c Kondisi Peralatan Pengolahan X
Terawat, bersih dan saniter
XIV FASILITAS a Bak Cuci Kaki
KARYAWAN Pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi X
dengan bak cuci kaki yang memadai dan
didesinfeksi
b Tempat Cuci Tangan
Pintu masuk ke ruang pengolahan dan di dalam
ruang pengolahan tersedia tempat cuci tangan X X
dengan jumlah yang cukup, kran air tidak
dioperasikan dengan tangan
c Ruang Ganti Pakaian Karyawan
Tersedia dengan jumlah yang memadai, selalu X
dalam keadaan bersih
d Loker Tempat Penyimpanan Barang Karyawan X
Tersedia dalam jumlah yang cukup
62

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

e Toilet *
Toilet jumlahnya sesuai dengan jumlah karyawan
dan semuanya berfungsi dengan baik dan tidak
berhubungan langsung dengan ruang penanganan
dan pengolahan ikan
1 - 9 orang = 1 Toilet X
10 - 24 orang = 2 Toilet
25 - 49 orang = 3 Toilet
50 - 100 orang = 5 toilet
Setiap penambahan 30 pekerja dari 100 pekerja
ditambah 1 (satu) toilet
f Perlengkapan Sanitasi Toilet
Dilengkapi dengan sabun, desinfektan dan
pengering tangan yang higienis, dilengkapi dengan X
sistem penyiraman air (water flushing system) yang
berfungsi dengan baik
g Ventilasi Toilet X
Ada dan memadai
h Tanda Peringatan Bagi Karyawan Tentang Tata
Cara Melakukan Pengolahan Yang Baik
Ada dan memadai, seperti dilarang merokok, X
dilarang meludah, dilarang buang sampah
sembarang, dll
63

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

XV BAHAN KIMIA a Pemberian Label dan Penyimpanan Bahan


DAN BAHAN Kimia dan Bahan Berbahaya X
BERBAHAYA Diberi label yang jelas dan disimpan secara
terpisah dalam wadah yang sama
b Penggunaan Bahan Kimia dan Bahan
Berbahaya
Bahan kimia yang diizinkan dan penggunaannya X
sesuai dengan metode yang dipersyaratkan, serta
dilengkapi dengan tanda (label) yang
dipersyaratkan
XVI LIMBAH PADAT a Penanganan Limbah
DAN LIMBAH Ditampung dan ditangani segera selama proses X X
LAINNYA pengolahan, ditangani dengan saniter
b Tempat Penampungan Limbah
Tempat limbah ditempatkan pada wadah yang X
tertutup atau sistem lain yang sesuai, mudah
didesinfeksi, terawat dan bersih
XVII PENGEMASAN a Cara Pengemasan X
DAN PELABELAN Dilakukan secara cepat, cermat dan saniter
b Penyimpanan Bahan Pengemas
Di gudang tersendiri dan terlindung dari debu dan X
kontaminasi, dan gudang dalam keadaan kering
c Pemberian Label Pada Kemasan
Kemasan produk diberi label atau keterangan yang X
menunjukkan ringkasan atau deskripsi produk,
64

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

jenis produk, tahun, bulan dan tanggal produksi,


negara asal
d Bahan Pembuat Kemasan dan Label X
Food grade
XVIII KEBERSIHAN a Pakaian Kerja Karyawan
DAN KESEHATAN Memadai, terpelihara, lengkap dan bersih serta X
KARYAWAN tidak diperbolehkan menggunakan kosmetik,
perhiasan dan alat elektronik
b Tingkat Kebersihan Karyawan
Kebersihan personal karyawan terpelihara dengan X
baik
c Kesehatan Karyawan
Karyawan yang sakit dan berpotensi menularkan X
penyakit tidak diperbolehkan masuk kerja
XIX PENINGKATAN a Pelatihan Karyawan
KEMAMPUAN/ Program pelatihan yang terjadwal X
KETERAMPILAN
SDM
XX PENGENDALIAN a Fasilitas Pengendalian Binantang Pengganggu
BINATANG Tersedia fasilitas pengendalian serangga, tikus,
PENGGANGGU hewan peliharaan, dan binatang lainnya, fasilitas X
pengendalian binatang pengganggu berfungsi
dengan efektif
65

KLAUSUL ASPEK KELAYAKAN DASAR OK Kr Sr Mj Mn Ket

XXI INSTALASI a Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


PENGOLAHAN Memiliki, memadai, efektif dan dapat mencegah X
AIR LIMBAH (IPAL) terjadinya pencemaran lingkungan

Keterangan: * Kritis
66

B HASIL PENILAIAN

a. Kritis

b. Serius

c. Mayor

d. Minor

2. PERINGKAT SKP 1. A (Baik Sekali)

2. B (Baik)

3. C (Cukup)

MENGETAHUI

PENANGGUNG JAWAB UPI ........................, .....................

KETUA TIM PEMBINA MUTU

…………………………. .......................................
67

Keterangan

TINGKAT (RATING) JUMLAH PENYIMPANGAN


Minor Mayor Serius Kritis

A = Baik sekali 0-6 0–5 0 0

B* = Baik ≥7 0 - 10 0–2 0

C = Cukup NA ≥ 11 3–4 0

Catatan: *) jumlah penyimpangan

Mayor dan Minor tidak

lebih dari 10NA = Not

Applicable
68

SARAN PERBAIKAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Rencana Tindak Lanjut (waktu/tanggal


No Klausul Saran Perbaikan
penyelesaian)

No Tim Pembina Mutu Tanda Tangan ……………………………../………………………………………………..


Email
PENANGGUNGJAWABAN
:
skp.pdspkp@gmail.com
(Stempel UPI)
CC :

Telp : (021) 3513326

Fax : (021) 3500187 ( )

(
69

TINDAKAN PERBAIKAN UNIT PENGOLAHAN IKAN

Nama UPI :
Alamat :

Verifikasi
Tindakan Perbaikan
Pembina Mutu
No Saran Perbaikan
Foto sebelum Perbaikan Foto Sesudah
Perbaikan

………..…/…………………….

Penanggung Jawab UPI

(Stempel UPI)

Anda mungkin juga menyukai