Anda di halaman 1dari 27

KUMPULAN SAJAK NIKAH ILALANG KARYA DOROTHEA

ROSA HERLIANY: MENGGESER IDEOLOGI KONTRA FEMINIS


DALAM MASYARAKAT PATRIARKHI GUNA MENINGKATKAN
PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk Mengikuti Seleksi Mahasiswa Beprestasi Tingkat
Universitas Tahun 2017

Disusun oleh:
Sunia Ardiyanti (1510301095/2015)

UNIVERSITAS TIDAR
2017

1
PENGESAHAN

Karya tulis dengan judul ”Kumpulan Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa
Herliany: Menggeser Idiologi Kontra Feminis dalam Masyarakat Patriarkhi Guna
Meningkatkan Peran Perempuan dalam Pembangunan” disusun oleh Sunia
Ardiyanti (1510301095/2015).

Karya tulis ini telah disetujui untuk diajukan dalam Seleksi Mahasiswa
Berprestasi Tingkat Universitas Tahun 2017.

Dosen Pembimbing, Penulis,

Rangga Asmara, M.Pd Sunia Ardiyanti.


NIP 198610052015041003 NPM 1510301095

Mengetahui
Dekan,

Prof. Dr. Sukarno, M.Si.


NIP 195907041986031002

2
ABSTRAK

Ideologi patriarkhat semakin berkembang di masyarakat, tidak hanya bidang


sosial, ekonomi, politik, tetapi juga dalam lingkup sastra. Munculnya hal tersebut
bisa dibuktikan dengan banyaknya karya sastra yang seolah berusaha menggeser
idiologi kontra feminis yang berkembang saat ini. Berdasarkan latar belakang
tersebut rumusan masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah: (1)
Bagaimana bentuk ideologi patriarkhat dalam kumpulan sajak Nikah Ilalang
karya Dorothea Rosa Herliany? (2) Bagaimana bentuk upaya menggeser ideologi
kontra feminis dalam masyarakat patriarkhi pada kumpulan sajak Nikah Ilalang
karya Dorothea Rosa Herliany? (3) Bagaimana hubungan menggeser ideologi
kontra feminis pada kumpulan sajak Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany
dengan realitas sosial di masyarakat? (4) Bagaimana pengaruh kumpulan sajak
Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany dalam menggeser ideologi kontra
feminis guna meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan? Telaah
pustaka yang digunakan sebagai pijakan meliputi pengertian sosiologi sastra,
sajak atau puisi, hubungan karya sastra dengan masyarakat, feminisme, kontra
feminis, masyarakat patriarkhi, dan perempuan dalam pembangunan. Sumber data
dan data yang digunakan dalam memaparkan rumusan masalah dalam karya tulis
ini terdiri atas sumber data primer dan sekunder. Sebagai data primer yakni
kumpulan sajak Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany, sedangkan data
sekunder meliputi buku-buku yang relevan dengan topik penulisan, karya ilmiah,
artikel dari internet, hasil penelitian, dan suratkabar. Hasil pembahasan yang
diperoleh yakni: (1) Terdapat bentuk-bentuk idiologi patriarkhi pada kumpulan
sajak Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany. Pada beberapa judul sajaknya
terdapat opisisi dan kontradiksi tentang makna dan kesan pernikahan yang
bernuansa pemberontakan yang garang, serta pilihan kata (diksi) yang penyair
pilih cenderung bersifat maskulinitas. (2) Upaya menggeser idiologi kontra
feminis dalam sajak Nikah Ilalang terlihat dalam dua bentuk yaitu bentuk kelamin
dan pekerjaan. (3) Tercipta citra budaya yang bernilai rendah bagi perempuan.
Sebagai contoh, perempuan tidak sepantasnya bekerja, memiliki gaji atau
pendapatan perempuan lebih besar dari pada laki-laki, dan pekerjaan yang
semestinya dilakukan laki-laki dikerjakan perempuan. Adapun upaya menggeser

3
idiologi kontra feminis tersebut terlihat dalam kemajuan-kemajuan dalam bidang
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan politik. (4) Sajak-sajak Dorothea secara
tersirat berusaha menggeser ideologi kontra feminis melalui pilihan katanya,
dimana perempuan harus berani menggeser sendiri ketidakadilan tersebut.
Berdasarkan hal di atas maka upaya yang dapat dilakukan diantaranya (1) Bagi
perempuan, hendaknya mampu mengambil peran di luar rumah dan berani
memberdayakan diri mereka. (2) Kepada masyarakat sastra, sebaiknya lebih
berani mengusung isu-isu strategis tentang feminisme dan ketidakadilan gender
melalui berbagai bentuk karya sastra sebagai sebuah fasilitasi penegakan
emansipasi wanita. (3) Kepada pemerintah, hendaknya karya tulis ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan pemberdayaan
perempuan. (4) Kepada masyarakat, sebaiknya lebih kritis dan mampu merespon
gejala emansipasi perempuan, agar keinginan ataupun eksistensi perempuan
dalam berkarya tidak terhalang karena adanya budaya patriarkhis.

Kata kunci: puisi, Nikah Ilalang, Dorothea Rosa Herliany, ideologi, feminisme,
kontrafeminis, masyarakat patriarkhi, dan perempuan

SUMMARY

Patriarchal ideology is developing rapidly in society not only in social, economy,


and politic aspects but also in literature ones. That appearance can be proved by
the emergence of many literary works which seem to shift counter-feminist
ideology developing today. In line with that background, the problem statement
raised in this paper are: (1) How is(are) the form of patriarchal ideology in poetry
anthology Nikah Ilalang by Dorothea Rosa Herliany? (2) How does the effort to
shift counter-feminist ideology in patriarchy reflected in poetry anthology Nikah
Ilalang by Dorothea Rosa Herliany? (3) How does the shifting of counter-
feminist ideology in poetry anthology Nikah Ilalang by Dorothea Rosa Herliany
work with social reality in society? (4) How does the impact of counter-feminist
shifting reflected in poetry anthology Nikah Ilalang by Dorothea Rosa Herliany
in order to improve the role of women in development? A literature review used

4
in this paper includes sociology of literature definition, poetry, the relation
between literature and society, patriarchy, and women in development. Primary
and secondary data were used as source of data and data in presenting the
problem. Poetry anthology Nikah Ilalang by Dorothea Rosa Herliany was used
as primary data, meanwhile relevant books, paper, article from internet and
newspaper were used as secondary data. This paper results as follows: (1) There
are patriarchal ideology forms in poetry anthology Nikah Ilalang by Dorothea
Rosa Herliany. Some titles in poetry anthology contains opposition and
contradiction on meaning and wedding impression in fierce insurgency
atmosphere. In addition, there are some dictions which tend to be masculine. (2)
There are two types of counter-feminist effort shifting in Nikah Ilalang, i.e., sex
and occupation. (3) It creates low-value culture for women such as women should
not work and have a greater salary than men. Women may not have occupation
which should be done by men. The effort to shift counter-feminist ideology
emerges in education, health, occupation and politic aspects. (4) The poetry of
Dorothea implicitly tries to shift counter-feminist ideology through diction that
women must be brave to shift the injustice. Along with that, the effort which can
be done are: (1) To women: they should be able to take their role outside home
and be brave empowering themselves. (2) To literary society: it is better to carry
out the strategic issue about feminism and gender injustice through literary works
as women emancipation enforcement’s facility. (3) To government: it is expected
that this paper can be used as a consideration in formulating the policy of
women’s empowerment. (4) To society: it is better to be critical and able to
response women emancipation tendency so that women’s desire and existence in
working is not hindered by patriarcy culture.

Key words: Poetry, Nikah Ilalang, Dorothea Rosa Herliany, ideology, feminism,
counter-feminism, patriarchy, and women

5
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur atas nikmat Allah Swt yang tidak


dapat didustakan sehingga karya ilmiah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Salam dan sholawat bermuara pada Rasul Saw, keluarga, para sahabat.
Karya tulis yang berjudul “Kumpulan Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea
Rosa Herliany: Menggeser Idiologi Kontra Feminis dalam Masyarakat Patriarkhi
Guna Meningkatkan Peran Perempuan dalam Pembangunan” dibuat untuk
diajukan dalam rangka mengikuti Seleksi Mahasiswa Berprestasi Tingkat
Universitas Tahun 2017.
Karya tulis ini terselesaikan tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Ucapan
terima kasih secara khusus kami sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang atas dukungan beliau dalam
pemfasilitasan Seleksi Mahasiswa Berprestasi di Universitas Tidar
2. Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan atas pemfasilitasan Seleksi
Mahasiswa Berprestasi
3. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan atas dukungan dalam proses
Seleksi Mahasiswa Berprestasi.
4. Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan dalam pengarahan dan dukungan beliau dalam proses Seleksi
Mahasiswa Berprestasi.
5. Dosen pembimbing, Rangga Asmara, M.Pd yang telah membimbing,
membina, dan memotivasi selama proses Seleksi Mahasiswa Berprestasi.
6. Keluarga tercinta, telaga teduh kami dan teman-teman yang telah memberi
semangat tanpa henti.

6
Penulis menyadari karya tulis ini jauh dari sempurna, kekurangan pastilah ada.
Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulis
harapkan.
Magelang, 25 Maret 2017
Penulis

7
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii


ABSTRAK............................................................................................................iii
ABSTRACT............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR...........................................................................................v
DAFTAR ISI ........................................................................................................vi

8
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Sosiologi Sastra ..…………………………………………………… 3
2.2 Sajak atau Puisi .................................................................................. 3
2.3 Hubungan Karya Sastra dengan Masyarakat ..................................... 4
2.4 Feminisme........................................................................................... .4
2.5 Kontra Feminis.....................................................................................4
2.6 Masyarakat Patriarkhi ........................................................................ .5
2.6 Perempuan dalam Pembangunan .........................................................5
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Bentuk-bentuk Idiologi Patriarkhat dalam Kumpulan
Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa Herliany ..........................7
4.2 Bentuk Upaya Menggeser Idiologi Kontra Feminis
dalam Masyarakat Patriarki pada Kumpulan Sajak
Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa Herliany ................................... 9
4.3 Hubungan Menggeser Ideologi Kontra Feminis dalam
Masyarakat Patriarkhi pada Sajak Nikah Ilalang Karya
Dorothea dalam Realitas Sosial di Masyarakat ..................................11
4.4 Pengaruh Kumpulan Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea
Rosa Herliany dalam Meningkatkan Peran Perempuan dalam
Pembangunan .................................................................................... 14
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Simpulan ........................................................................................... 17
5.2 Saran …...………………………..………………….……………... 18
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................ix
LAMPIRAN……………………………………………………………..………xi

9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karya sastra adalah salah satu hasil budi daya masyarakat yang dinyatakan
baik dengan bahasa lisan maupun tulis yang mengandung keindahan. Karya sastra
diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dihayati, dan dimanfaatkan oleh
masyarakat pembacanya. Pengarang sendiri adalah anggota masyarakat dan
lingkunganya, ia tak bisa begitu saja melepaskan diri dari masyarakat
lingkunganya.

“……diciptakan alam pria dan perempuan, dua makhluk dalam asuhan


dewata, perempuan dijajah pria sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu,
namun adakalanya pria tak berdaya, tekuk lutut disudut kerling perempuan……”

Lagu tersebut menggambarkan realitas kehidupan di Indonesia yang


sebagian besar menganut budaya patriarki sehingga laki-laki merasa lebih
berkuasa atas perempuan. Hal itu dibuktikan dengan maraknya kasus kekerasan
terhadap perempuan seperti kasus Marsinah, Kerusuhan Mei 1998, kasus DOM
Aceh, dan masih banyak kasus-kasus lain. Fenomena ini terjadi karena adanya
budaya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Laki-laki menggunakan kekerasan
untuk memenangkan perbedaan pendapat, untuk menyatakan rasa tidak puas, dan

10
untuk menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan. Pada dasarnya
kekerasan yang berbasis gender adalah refleksi adanya sistem patriarki yang
berkembang di masyarakat (Sugihastuti, 2002: 19).
Selama ini perempuan dipandang sebagai sosok yang lemah. Banyak
anggapan yang beredar di masyarakat tentang diri perempuan itu sendiri yang
menyebabkan perempuan semakin terpinggirkan. Adanya anggapan bahwa sosok
perempuan itu irasional atau emosional, sehingga perempuan tidak bisa tampil
memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada
posisi yang tidak penting. Laki-laki yang dianggap dominan yang berada dipusat.
Perempuan sebagai konco wingking atau dalam istilah jawa ”Swargo nunut neroko
katut” (Fakih 2003:12).
Ideologi patriarki semakin berkembang di masyarakat, tidak hanya bidang
sosial, ekonomi, politik, tetapi juga dalam lingkup sastra. Sastra adalah lembaga
sosial yang media utamanya adalah bahasa. Sastra menampilkan gambaran
kehidupan, dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Kehidupan
dalam konteks ini mencakup hubungan antarmasyarakat, antar manusia, dan
antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Damono, 1978 : 1).
Munculnya hal tersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya karya sastra
yang tokohnya adalah perempuan yang ditindas oleh laki-laki. Munculnya para
pengarang perempuan sebenarnya menunjukkan fenomena baru yang dapat
diharapkan. Namun demikian, lagi-lagi mereka justru memeperkuat dominasi
laki-laki, sebagaimana tampak dalam karya NH.Dini berjudul namaku Hiroko,
Maria A Sardjono dalam Di Antara Dua Benua. Dengan adanya hal tersebut dapat
membuktikan adanya faham feminis dan kontra feminis.
Contoh adanya sastrawan penganut faham feminis adalah Toeti heraty
dalam sajak-sajaknya yang berjudul Mimpi dan Pretensi. Sedangkan apa yang
diungkapkan dorothea merupakan sesuatu yang tidak diduga akan diucapkan oleh
seorang perempuan Indonesia, bertentangan dengan stereotipe dan tradisi yang
umum. Ia berani untuk berbicara tentang berbagai hal yang selama ini menjadi
tabu; seksualitas, kemarahan, ketidakadilan, dan ungkapan-ungkapan yang
telanjang tentang klaim budaya atas perempuan seolah ingin menggeser ideologi
kontra feminis yang berkembang saat ini.

11
Hal di ataslah menjadi latar belakang penulisan karya tulis yang berjudul
”Kumpulan Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa Herliany: Menggeser
Ideologi Kontra Feminis dalam Masyarakat Patriarki Guna Meningkatkan Peran
Perempuan dalam Pembangunan.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang maka masalah dapat dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk ideologi patriarki dalam kumpulan sajak Nikah Ilalang
karya Dorothea Rosa Herliany?
2. Bagaimana bentuk upaya menggeser ideologi kontra feminis dalam
masyarakat patriarki pada kumpulan sajak Nikah Ilalang karya Dorothea
Rosa Herliany?
3. Bagaimana hubungan antara menggeser ideologi kontra feminis pada
kumpulan sajak Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany dengan
realitas sosial di masyarakat?
4. Bagaimana pengaruh kumpulan sajak Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa
Herliany dalam menggeser ideologi kontra feminis guna meningkatkan
peran perempuan dalam pembangunan?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah di atas maka tujuan karya tulis ini adalah:
1. Memaparkan bentuk ideologi patriarki dalam sajak Nikah Ilalang karya
Dorothea Rosa Herliany.
2. Mendeskripsikan bentuk upaya menggeser ideologi kontra feminis dalam
sajak Nikah Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany.
3. Menjelaskan hubungan upaya menggeser ideologi kontra feminis pada
kumpulan sajak Nikah Ilalang dengan realitas sosial di masyarakat.
4. Memaparkan pengaruh kumpulan sajak Nikah Ilalang karya Dorothea
Rosa Herliany dalam meningkatkan peran perempuan dalam
pembangunan.

12
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Sosiologi Sastra


Istilah sosiologi sastra pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan
pendekatan sosiologis atau pendekatan sosio kultur terhadap sastra. Menurut
Damono (1984: 2) sosiologi sastra adalah suatu pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.
Perbedaan yang ada antara sosiologi dan sastra adalah bahwa sosiologi
melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan karya sastra menyusup
menembus permukaan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati
masyarakat dengan perasaanya. Sosiologi bersifat kognitif, sedangkan sastra
bersifat afektif. Karena persamaan objek yang digarap, wajar apabila ada ahli
yang meramalkan bahwa pada akhirnya nanti sosiologi dapat menggantikan
kedudukan karya sastra (novel atau cerpen). Tetapi, jelas bahwa sastra
mempunyai kekhasan sendiri yang tidak dimiliki oleh sosiologi. Oleh karena itu,
tampak kedua-duanya memiliki kemungkinan yang sama untuk terus berkembang,
dan tidak mustahil pula dapat bekerja sama dan saling melengkapi (Damono,
1984: 8).
2.2 Sajak atau Puisi
Kata puisi berasal dari bahasa latin poieu atau poio atau peo yang berarti
membangun, menimbulkan, menyebabkan, atau menyair. Kata puisi tercantum

13
pula pengertian curahan rasa. Jadi apa yang terasa dikeluarkan. Sifat pribadi jelas
tampil ke dalam puisi.
Sajak atau puisi adalah aktivitas bahasa yang oleh Riffaterre (dalam
Wellek dan Warren, 1995) didefinisikan sebagai mengatakan sesuatu berarti
sesuatu yang lain. Puisi adalah bangun struktur yang padu, yang setiap unsur-
unsurnya saling kait mengkait. Makna unsurnya hanya dapat dipahami melalui
kaitan antar unsur yang lain.

2.3 Hubungan Karya Sastra dengan Masyarakat


Bonald (dalam Wellek dan Warren, 1995:111) mengemukakan hubungan
sastra erat kaitannya dengan masyarakat. Sastra adalah ungkapan perasaan
masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengepresikan hidup. Pengarang tidak bisa
tidak mengespresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tetapi tidak
benar bila dikatakan bahwa pengarang mengepresikan kehidupan secara
keseluruhan, atau kehidupan zaman tertentu secara konkret dan menyeluruh.
Sastra berhubungan dengan manusia dalam masyarakat termasuk di
dalamnya usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah
masyarakat itu. Tentang hubungan dan fungsi karya sastra serta masyarakat,
Suharianto (1928: 18) menyatakan fungsi karya sastra bukan semata-mata untuk
memberikan hiburan kepada peminatnya, melainkan juga memberikan sesuatu
yang memang dibutuhkan manusia pada umumnya, yakni nilai-nilai yang anggun
dan sering terlepas dari pengamatan sehari-hari. Dari paparan-paparan itu maka
jelaslah bahwa fungsi karya sastra bersifat ganda. Di satu sisi berusaha
memberikan hiburan dan pada sisi lain memberikan gambaran pada penikmat
sastra terhadap nilai-nilai kehidupan di masyarakat sekitarnya.
2.4 Feminisme
Feminisme adalah upaya seorang perempuan untuk mengakhiri
penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih, 1997: 79). Sasaran feminisme pun
bukan sekedar masalah gender, melainkan masalah “kemanusiaan” atau
memperjuangkan hak-hak kemanusiaan (Awuy, 1995: 88).

14
2.5 Kontra Feminis
Sebuah bentuk dekonstruksi, ketika istilah feminis berarti akan ada
paradoksal yang menyatakan kebalikanya, dalam hal ini bisa disebut kontra
feminis. Hal ini merupakan bentuk dari oposisi biner. Kontra feminis merupakan
kebalikan dari feminis. Jika feminis mempunyai arti gerakan menyetarakan dan
mensejajarkan perempuan dengan laki-laki dalam hak-haknya, maka kontra
feminis adalah melawan faham tersebut yang menganggap perempuan adalah
kaum yang lemah yang harus terpinggirkan dengan kodratnya sebagai konco
wingking.

2.6 Masyarakat Patriarki


Patriarki sendiri menurut Nighat, berarti kekuasaan sang ayah. Secara
etimologi, patriarki berkaitan dengan sistem sosial dimana ayah menguasai
seluruh anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi. Ia
juga membuat semua keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem sosial
budaya patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-
laki lebih tinggi kedudukanya dibanding dengan perempuan, bahwa perempuan
harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki. Masyarakat patriarki
adalah masyarakat yang masih mendominasikan laki-laki atas perempuan dan
anak.
2.7 Perempuan Dalam Pembangunan
Perjuangan feminisme dimulai dari situasi saat hak perempuan untuk bekerja
dan terlibat dalam proses pembangunan diingkari. Perempuan dikotakkan dalam
ranah domestik, dan tidak mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk
mengenyan pendidikan, serta mengembangkan karier atau mencari nafkah diluar
rumah. Hingga timbulah gerakan yang disebut gerakan perempuan dalam
pembangunan (women in development) yang merupakan reaksi kaum feminis
terhadap kecenderungan ini (Muhadjir, 2005, 59). Peran Perempuan dalam
pembangunan seharusnya meletakkan perempuan seebagai aset dan sasaran,
bukan beban pembangunan antara lain, dengan:
1. Meningkatkan produktivitas dan pendapatan perempuan
2. Memperbaiki kemampuan perempuan untuk mengatur rumah tangga

15
3. Mengintegrasikan perempuan dalam proyek dan meningkatkan partisipasi
perempuan dalam pembangunan.
4. Meningkatkan kesehatan, pendapatan, atau sumberdaya.

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

3.1 Bentuk-bentuk Ideologi Patriarki dalam Kumpulan Sajak Nikah


Ilalang Karya Dorothea Rosa Herliany
Di dalam masyarakat yang berbudaya patriarkhal akan terbentuk suatu
kesepahaman umum mengenai peran dan fungsi dari laki-laki dan perempuan. Hal
ini sudah menjadi nafas dalam setiap individu yang berada dalam masyarakat itu
(masyarakat patriarki). Budaya itulah yang sangat berpengaruh dalam
pembentukan medan fenomenal individu yang nantinya akan memebentuk self
atau kepribadian dari individu tersebut. Perbedaan kedudukan ini tentu saja sangat
merugikan pihak perempuan. Karena dengan begitu perempuan akan
termarginalisasikan, tersubordinasikan, dan terpinggirkan.
Melalui sajak-sajaknya Dorothea banyak menggunakan kosa kata yang
mempunyai makna mengacu pada laki-laki. Dengan banyak ditemukannya diksi
(pilihan kata) laki-laki, memperlihatkan bahwa tidak ada klaim jenis kelamin pada
kekerasan dan kegagahan, ketika kekerasan juga telah jadi bagian dari budaya
yang hidup dalam masyarakat terutama kekerasan terhadap perempuan.
Paduan nikah dan ilalang juga kontradiktif. Liar menjadi beroposisi.
Sungai adalah aliran air yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Namun sungai
juga menjadi tempat pembuangan binatang-binatang kotor dengan demikian
sungai merujuk pada sesuatu yang mengancam dan membahayakan.

16
Perkampungan adalah tanda yang berimplikasi pada pemberitaan karena merujuk
pada tempat-tempat pemukiman padat, kumuh, dan berpenghasilan rendah.
Perkampungan menyiratkan kemiskinan, dan kemiskinan menjadi pangkal
penderitaan.

Dengan demikian kebahagian beroposisi dengan penderitaan. Pisau,


ilalang, sungai, dan perkampungan dalam paduannya dengan nikah semuanya
merujuk pada sesuatu yang kontradiktif. Pisau dan sungai adalah metafora bagi
sesuatu yang mengancam dan membahayakan. Ilalang adalah metafora bagi
sesuatu yang mendominasi dan cenderung mendominasi. Perkampuangan adalah
metafora dari penderitaan. Jauh sebelum itu, Dorothea juga sudah
mempertanyakan kesetiaan dalam pernikahan pada sajaknya yang berjudul Nikah
Rumputan.

Telah lusuh gaun pengantin: lepas rendanya.


Sebab bunga liar yang esok bakal kupetik,
Tak tumbuh juga.
Bagaimana aku bisa menunggu dengan setia

Nampaknya, ketegangan dan kegelisahan yang terjadi dalam sajak-sajak


Dorothea berkisar pada bagaimana diri sebagai individu yang otonom dan
merdeka harus meleburkan diri dalam identitas baru (keluarga). Ini persoalan
kebebasan, untuk sebagian orang, pernikahan memang dianggap menjadi bencana
yang mengancam keutuhan eksistensi diri yang tentu saja, ini memang beralasan.
Permasalahan lain yang seringkali terjadi selepas pernikahan adalah
pembagian wilayah kekuasaan antara suami dan istri. Perempuan sebagai istri
menjadi termarjinalkan karena hanya berada dalam wilayah domestik, apalagi
dalam masyarakat patriarkal. Perempuan terjebak begitu memasuki pintu
perkawinan akibat struktur dan tata nilai dalam masyarakat yang memaksanya
demikian. Eksistensi dirinya diukur berdasarkan kemampuan mengelola dapur,

17
merawat anak, dan melayani suami. Dalam kultur masyarakat tertentu, misalnya
masyarakat Jawa, isteri yang baik adalah yang tunduk dan menurut pada suami.
Seorang suami adalah kepala keluarga, dan karenanya suami memimpin, istri
dipimpin.
Siapakah yang mengikat diri dengan sesuatu yang mengancam,
mendominasi, serta sesuatu yang mengikatkan diri pada penderitaan dan siapakah
pengantin yang terbaring itu? Dalam keseluruhan teks adalah aku (kau dan Nikah
Ilalang). Model dari sajak Nikah Ilalang adalah dominasi laki-laki terhadap
perempuan.
Oleh karena itu, matriks dari sajak Nikah Ilalang adalah
ketidakseimbangan antara kehidupan laki-laki dan perempuan melalui pilihan kata
(diksi) dan citra yang dibangun. Hal tersebut terbukti dengan banyak kosa kata
yang bersifat maskulinitas.
3.2 Bentuk Upaya Menggeser Ideologi Kontra Feminis dalam
Masyarakat Patriarki pada Kumpulan Sajak Nikah Ilalang Karya
Dorothea Rosa Herliany
Dalam sajak-sajaknya, Dorothea mempergunakan cara pengucapan yang
sama. Cara itu adalah penyimpangan ejaan yang tampaknya dilakukan dengan
sengaja. Penyimpangan yang disengaja itu membimbing kita ke arah penafsiran
tertentu (Damono, 1994). Berbeda dengan pendapat Damono, Jakob Sumarjdo
(1989) mengatakan bahwa, Dorothea bisa menaklukkan kesuburan imajinasinya
ke dalam bangun sajak, meskipun tema yang ia pilih adalah tema-tema zaman dan
perasaan halus. Namun, ia mampu mendisiplinkan dirinya menggiring
imajinasinya ke dalam sebuah peristiwa konkrit yang unik dan satu-satunya.
Korrie (1987) melihat sajak-sajak Dorothea tampaknya dituangkan dalam irama
emosi dan sadar akan kemampuan puitiknya.
Citra wanita dalam sajak-sajak Dorothea bukan sekedar menonjolkan
aspek dunia wanita saja, melainkan dunia wanita yang dikemas sedemikian rupa
melalui sarana diksi laki-Iaki dan beberapa dekonstruksi tradisi puisi di Indonesia.
Dengan cara ini, Dorothea berusaha untuk mensejajarkan jenis kelamin wanita
dalam dunia puisi, dan hendak menunjukkan superioritas wanita dihadapan lelaki.
Wanita dicitrakan sebagai makhluk individu yang beraspek fisik dan psikologis,

18
dan sebagai makhluk sosial yang beraspek keluarga dan masyarakat. Sebagai
makhluk individu, wanita dicitrakan sebagai makhluk yang lemah, tidak berdaya,
dan memiliki peran yang tidak membahagiakan. Oleh karena itu, wanita terus
berusaha mencari jati dirinya.
Dalam sajak-sajak Dorothea, citra wanita dalam masyarakat berkaitan erat
dengan citra diri dan proses sosialisasi, akibatnya karena faktor itu maka
terciptaah citra budaya yang menimbu1kan nilai rendah bagi wanita. Citra sosial
dalam sajak-sajak Dorothea menggambarkan citra wanita yang berideologi
gender. Wanita melihat dan merasakan bahwa ada superioritas pria; akta
kekuasaan pria terhadap wanita dalam berbagai dimensi kehidupan. Ironisnya,
meskipun wanita menyadari citra diri yang demikian, namun ia menerima hal
tersebut sebagai sesuatu yang sudah semestinya terjadi.
Melalui sajak-sajaknya, Dorothea nampaknya juga berusaha mendobrak
pemahaman-pemahaman yang merugikan posisi perempuan dalam perkawinan. Ia
jelas mencari posisi tawar yang nyaman bagi kedua pihak.
Hal serupa juga bisa dilihat dalam penggalan sajaknya yang berjudul Nikah Pisau
yang sebagian sajaknya berbunyi:
Tapi inilah daratan dengan keasingan paling
sempurna:Tubuhmu yang bertaburan ulat-ulat,
kuabaikan. Sampai kurampungkan kenikmatan
senggama. Sebelum merampungkanmu juga:
Menikam jantung dan merobek zakarmu,
dalam segala ngilu.
Dalam potongan bait tersebut mengandung pengertian, ingin mengadakan
perlawanan. Hal ini terlihat melalui diksi yang digunakan. Pilihan katanya secara
mimetis merupakan kata-kata yang kasar. Kata yang digunakan seperti merobek
zakarmu dalam realitasnya tidak biasa dilakukan oleh seorang perempuan, kecuali
memang sengaja dilakukan sebagai bentuk kemarahan dan pemberontakan.
Kata-kata yang penyair pilih adalah jenis kata-kata maskulin seperti pison,
nelayan dan zakar yang memiliki pengetian bahwa dalam sebuah perkawinan
yang berkuasa adalah laki-laki. Hal tersebut membuktikan adanya sebagian sajak
Dorothea yang menunjukkan ideologi patriarki.
Adapun bentuk upaya menggeser ideologi kontra feminis dalam sajak Nikah
Ilalang terlihat dalam bentuk-bentuk:

19
1. Bentuk kelamin
Dalam kumpulan sajak tersebut ada beberapa kosa kata yang berorientasi
pada bentuk kelamin. Hal tersebut bisa kita lihat dalam sajak yang
berjudul Nikah Pisau, kata ”merobek zakarmu”. Dua pilihan kata tersebut
mengandung sebuah ambiguitas. Dalam susunan sewajarnya kata merobek
apabila dihubungkan dengan alat kelamin adalah merobek vagina bukan
zakar, tetapi mengapa justru yang dirobek adalah zakar yang tidak lain
adalah alat kelamin laki-laki.

Dalam sajak yang berjudul Metamorfose Kekosongan terdapat juga kosa


kata yang menunjukkan adanya ideologi patriarki. ”Kau ledakkan aku
dengan zakarmu”. Secara tersirat dalam sajak tersebut mengandung makna
bahwa perempuan merasa tersakiti atau dihancurkan oleh seorang laki-laki
karena dalam bait tersebut menunjukkan adanya kata zakar. Zakar lebih
dominan dari pada vagina.
2. Bentuk pekerjaan
Dalam sebagian sajaknya Dorothea juga menggunakan kosa kata
maskulinitas. Misalnya kata: Pilot, tentara, nelayan, masinis, dan petani.
Kata-kata tersebut merupakan pekerjaan yang identik dilakukan oleh
seorang laki-laki. Dalam sajaknya yang berjudul Nikah Laut, Dorothea
menggunaklan kata nelayan. Garam-garam itu kau peras dari keringat
nelayan.
3.3 Hubungan Menggeser Ideologi Kontra Feminis dalam Masyarakat
Patriarki pada Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea dalam Realitas
Sosial di Masyarakat
Karya sastra lahir karena adanya suatu proses yang dilalui oleh pengarang
ditinjau dari segi pencipta, karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya
mengenai kehidupan masyarakat dalam suatu kurun waktu dan situasi budaya
tertentu. Karya sastra dibuat untuk masyarakat. Oleh karena itu, pengarang harus
mampu mempengaruhi pembaca untuk meyakini kebenaran yang dikemukakanya.
Salah satu usaha untuk meyakinkan pembaca adalah dengan mendekati kebenaran
yang diambil dari realitas sosial di masyrakat.

20
Kumpulan sajak Nikah Ilalang merupakan bentuk manifestasi suara
perempuan yang sarat dengan masalah kehidupan manusia. Pengarang
mengangkat sebuah permasalahan dalam kehidupan perempuan yang secara
patriarkis menjadi problema dari dulu hingga sekarang.
Upaya untuk menggeser ideologi tersebut dalam masyarakat patriarki
dewasa ini sedang hangat dibicarakan. Tetapi hal tersebut masih belum bisa
memuaskan hati para perempuan karena terbukti sampai saat ini pun para
perempuan masih memperjuangkan suaranya.
Dalam sajak-sajak Dorothea, citra wanita dalam masyarakat berkaitan erat
dengan citra diri dan proses sosialisasi, akibatnya karena faktor itu maka
terciptaah citra budaya yang menimbu1kan nilai rendah bagi wanita. Citra sosial
dalam sajak-sajak Dorothea menggambarkan citra wanita yang berideologi
gender. Banyak kejadian-kejadian yang dapat menunjukkan adanya kontra feminis
terhadap perempuan dalam realitas sosial di masyarakat, misalnya: Masalah istri
bekerja, gaji atau pendapatan istri lebih besar dari pada suami, pekerjaan yang
seharusnya dilakuakan laki-laki dikerjakan perempuan, perempuan merokok dan
minum minuman keras, perempuan mengendarai sepeda motor laki-laki.
Beberapa permasalahan tersebut menjadi sebuah problema pro kontra di
masyarakat. Sebagian masyarakat menggangap hal tersebut tidak etis dan tidak
sewajarnya dilakukan perempuan. Di sisi lain ada pula masyarakat yang
menganggap hal tersebut sebagai suatu kewajaran dan butuh pemakluman, karena
eksistensi perempuan di mata laki-laki sudah dihargai dan terhegemoni menjadi
sebuah realitas di masyarakat.
Dalam realitas saat ini, banyak sekali seorang pelacur yang dengan sengaja
merayu para orang-orang kaya untuk dapat menikahinya. Hal tersebut bisa mereka
wujudkan dengan berpuara-pura menjadi perempuan baik-baik, hal tersebut
semata-mata hanya untuk mendapatkan pengakuan menjadi wanita baik-baik
dalam masyarakat di sekitarnya.
Adanya upaya menggeser ideologi kontra feminis dapat terlihat dalam
kemajuan-kemajuan yang dilakukan oleh perempuan, misalnya dalam hal:
1. Pendidikan, terlihat adanya kemajuan yang berarti. Secara umum laki-laki
dan perempuan mempunyai akses yang sama untuk sekolah. Dari segi baca

21
tulis, perempuan sudah terbebas dari masalah buta huruf bahkan sekarang
sudah banyak perempuan yang memiliki prestasi lebih baik dari laki-laki,
misalnya menempati jabatan menteri bahkan menjadi presiden.
2. Bidang kesehatan, Pada tahun 2002, harapan hidup perempuan bisa lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Sekarang sudah banyak salon-salon
kecantikan sehingga memudahkan perempuan karier untuk dapat merawat
tubuh mereka guna meningkatkan semangat kerja sehingga prestasi bisa
terus naik.
3. Bidang pekerjaan, jika pada masa lampau sebagian besar perempuan
terpenjara di ranah domestik, yang berfungsi sebatas sebagai ibu rumah
tangga, maka saat ini tidak sedikit perempuan yang memiliki peran ganda.
Di satu sisi sebagai ibu rumah tangga dan di sisi lain berkarya diluar
rumah.
4. Bidang politik, sudah banyak perempuan yang telah menempati kursi
legislatif sebagai anggota dewan mulai dari tingkat daerah hingga pusat.
Hal ini membuktikan masyarakat telah percaya dengan memberikan porsi
lebih suaranya kepada wakil rakyat perempuan.
Beberapa waktu yang lalu masyarakat sempat dihebohkan dengan adanya
pemberitaan, kasus seorang suami yang tega menyiramkan air keras ke wajah
isterinya di Surabaya, karena si istri tidak bisa memberikan nafkah lahir karena
kesibukannya berkarya di luar rumah. Saat dilansir harian Kompas, salah satu
penyebab tindakan anarkis tersebut karena adanya pemaksaan dorongan seksual
yang tak terkendali terhadap lawan jenis yang sedang tidak menginginkan
berhubungan intim. Dari pemberitaan tersebut, nampak bahwa suami seringkali
memaksakan kehendaknya terhadap istri. Setelah mereka menjalin hubungan
pernikahan, kedudukan mereka entah itu hak dan kewajiban menjadi berbeda,
padahal seorang perempuan sebelum dia berikrar untuk menikah menginginkan
adanya persamaan eksistensi dalam hal apapun.
Perempuan tidak lagi harus hanya berdiam diri di rumah tetapi bisa bekerja
sejajar dengan pria. Masih banyak pria yang berpikir bahwa fungsinya adalah
untuk memberi penghidupan yang layak bagi kaum perempuan, selain melindungi

22
dan dilayani oleh perempuan. Sudah sejak lama banyak perempuan yang bisa
menghidupi dirinya sendiri, baik di desa-desa maupun di kota.
Hanya saja terkadang jasa mereka tertutup karena penilaian yang miring
terhadap pendapatannya, yang dikatakan hanya sebagai “penambah” pemasukan
utama (yaitu dari suami). Sebetulnya hal itu tidak benar, terutama di zaman
sekarang ini, pendapatan istri sama pentingnya dengan pendapatan suami. Tanpa
pemasukan dari keduanya, suatu rumah tangga akan menemui banyak kesulitan
dalam menutup pengeluaran tiap bulannya.
Berangkat dari pemikiran kesamaan hak dan kewajiban antara kaum laki-laki
dan perempuan, hendaknya dari kaum perempuan juga harus menunjukkan
aktuasi emansipasi feminitasnya dalam segala aspek kehidupan. Jika ingin kaum
pria mengakui kesamaan derajatnya, maka tunjukkan hal itu tidak dengan
meminta-minta dibawakan belanjaan, jika kita memang bisa dan mampu
mengangkutnya atau usahakan membayar apapun ketika berkencan, setidaknya
sebagian, jangan sampai membiarkan pria membayar semuanya.
3.4 Pengaruh Kumpulan Sajak Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa
Herliany dalam Meningkatkan Peran Perempuan dalam
Pembangunan
Sastra berhubungan dengan manusia dalam masyarakat termasuk di
dalamnya usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah
masyarakat itu. Begitu juga dengan sajak-sajak Dorothea yang kepada
pembacanya diperlihatkan secara tersirat usaha menggeser ideologi kontra
feminis. Keinginan untuk menyetarakan kedudukan perempuan tampak ketika
kata-kata tersebut dihubungkan dengan realitas yang sebenarnya dimana
perempuan harus berani menggeser sendiri ketidakadilan tersebut.
Adanya gerakan perempuan dalam pembangunan merupakan reaksi dari
kaum feminis. Gerakan yang dominan pada akhir dekade 1960-an ini menawarkan
strategi pembangunan yang meletakkan pembangunan sebagai aset dan sasaran,
bukan sebab pembangunan. Hal ini antara lain dilakukan dengan meningkatkan
produktivitas dan pendapatan perempuan, memperbaiki kemampuan perempuan
untuk mengatur rumah tangga, mengintegrasikan perempuan dalam proyek,

23
meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan, dan meningkatkan
kesehatan, pendapatan atau sumber daya.
Studi terhadap peran perempuan dalam pembangunan setidaknya
mengandung dua pengertian. Pertama, pembangunan dapat memberikan
kemudahan kepada perempuan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan diri dan
keluarganya. Kedua, pembangunan juga memberikan kemungkinan bagi
perempuan untuk mengalirkan tenaga, keterampilan, pikiran, dan keahlian dalam
proses pembangunan. Pada saat ini terdapat kecenderungan yang cukup besar
dimana perempuan menduduki peranan yang dominan dalam pekerjaan mencari
nafkah. Perempuan turut berperan serta dalam bidang pertanian, peternakan,
perdagangan, industri, pemerintahan, dan bahkan kegiatan politik.
Dengan definisi tersebut maka perempuan, selain juga laki-laki,
diharapkan dapat ikut serta secara aktif berkiprah dalam pembangunan sesuai
dengan kemampuannya, jadi bukan berarti memberikan pengecualian ataupun
kuota, khususnya pada perempuan. 
Strategi yang harus ditempuh agar kebijakan pembangunan nasional
responsif gender adalah melalui pengarusutamaan gender. Oleh karena itu,
melalui Inpres No. 9 tahun 2000, ditegaskan strategi pengarusutamaan gender
sebagai salah satu strategi pembangunan nasional. 
Sasaran strategi pengarusutamaan gender adalah mencapai kesetaraan dan
keadilan gender, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan
pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke
dalam seluruh kebijakan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Pengarusutamaan gender sendiri, mencakup pemenuhan kebutuhan praktis
gender sekaligus kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis meliputi
kebutuhan perempuan agar dapat menjalankan peran-peran sosial untuk
memenuhi kebutuhan jangka pendek, seperti perbaikan taraf kehidupan, perbaikan
pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, pemberantasan buta aksara dan
sebagainya. Sedangkan kebutuhan strategis, di antaranya berupa kebutuhan
perempuan yang berkaitan dengan perubahan sub-ordinasi perempuan terhadap
laki-laki, seperti perubahan pembagian peran, pembagian kerja, kekuasaan,
kontrol terhadap sumber daya, dan lain-lain. Kebutuhan strategis gender juga

24
meliputi perubahan hak-hak hukum, penghapusan kekerasan dan diskriminasi,
persamaan upah, dan sebagainya.
Dengan adanya hal tersebut terbukti bahwa melalui karya sastra upaya
menggeser ideologi kontra feminis dalam masyarakat patriarki guna
meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan dapat dilakukan.

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Simpulan
Berdasarkan paparan di bab sebelumnya maka dapat kita simpulkan bahwa:
1. Terdapat bentuk-bentuk ideologi patriarki pada kumpulan sajak Nikah
Ilalang karya Dorothea Rosa Herliany. Pada beberapa judul sajaknya
terdapat opisisi dan kontradiksi tentang makna dan kesan pernikahan yang
bernuansa pemberontakan yang garang. Seperti sajak: ketika menikahimu,
tak kusebut keinginan setia. Pilihan kata (diksi) yang penyair pilih
cenderung bersifat maskulinitas.
2. Upaya menggeser ideologi kontra feminis dalam sajak Nikah Ilalang
terlihat dalam dua bentuk:
a. Bentuk kelamin
Beberapa kosa kata yang berorientasi pada bentuk kelamin. Hal
tersebut bisa dilihat dalam sajak yang berjudul Nikah Pisau, ”merobek
zakarmu”. Apabila dihubungkan dengan alat kelamin mengapa yang
dirobek adalah zakar yang tidak lain adalah alat kelamin laki-laki.
b. Bentuk pekerjaan
Dalam sebagian sajaknya Dorothea juga menggunakan kosa kata
maskulinitas misalnya kata pilot, tentara, nelayan, masinis, dan petani.
Kata-kata tersebut merupakan pekerjaan yang identik dilakukan oleh
seorang laki-laki.
3. Dalam sajak-sajak Dorothea, citra perempuan dalam masyarakat berkaitan
erat dengan citra diri dan proses sosialisasi, akibatnya karena faktor itu
maka terciptalah citra budaya yang menimbu1kan nilai rendah bagi
perempuan. Sebagai contoh, perempuan tidak sepantasnya bekerja, gaji

25
atau pendapatan perempuan lebih besar dari pada laki-laki, dan pekerjaan
yang semestinya dilakukan laki-laki dikerjakan perempuan. Adapun upaya
menggeser ideologi kontra feminis tersebut terlihat dalam kemajuan-
kemajuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan politik.
4. Sajak-sajak Dorothea secara tersirat berusaha menggeser ideologi kontra
feminis melalui pilihan katanya dihubungkan dengan realitas yang
sebenarnya, dimana perempuan harus berani menggeser sendiri
ketidakadilan tersebut. Adapun strategi yang harus ditempuh agar
kebijakan pembangunan nasional responsif gender adalah melalui
pengarusutamaan gender.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan uraian di atas maka saran yang kami rekomendasikan adalah:
1. Bagi perempuan, hendaknya mampu mengambil peran di luar rumah dan
berani memberdayakan diri mereka. Kentalnya budaya patriarkis di
masyarakat, tidak membuat eksistensi mereka dalam berkarya pudar,
justru mampu merubah budaya patriarkis yang dinilai kolot.
2. Kepada masyarakat sastra, sebaiknya lebih berani mengusung isu-isu
strategis tentang feminisme dan ketidakadilan gender melalui berbagai
bentuk karya sastra sebagai sebuah fasilitasi penegakan emansipasi wanita.
3. Kepada pemerintah, hendaknya karya tulis ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan pemberdayaan
perempuan.
4. Kepada masyarakat, sebaiknya lebih kritis dan mampu merespon gejala
emansipasi perempuan, agar keinginan ataupun eksistensi perempuan
dalam berkarya tidak terhalang karena adanya budaya patriarkis.

26
27

Anda mungkin juga menyukai