Anda di halaman 1dari 11

MATA KULIAH : ILMU UKUR TANAH

SESI PERTEMUAN :
DOSEN : Muhammad Hidayat, M.Eng.

Istilah kata ukur tanah atau pengukuran tanah ini merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris, yaitu surveying. Secara konvensional, pengertian dasar dari pengukuran
tanah didefinisikan sebagai ilmu dan seni menentukan letak atau posisi relatif dari titik
ataupun obyek di permukaan bumi.
Mengenai istilah obyek di permukaan bumi dapat diartikan semua obyek yang
ada pada permukaan bumi, di atas permukaan bumi maupun di bawah permukaan bumi,
termasuk di dasar laut yang dipilih sesuai dengan keperluannya.
Pengukuran untuk menentukan koordinat atau posisi horisontal titik di
lapangan dinamakan pengukuran horisontal, sedangkan pengukuran untuk menentukan
ketinggian atau posisi vertikal titik di lapangan dinamakan pengukuran tinggi.
Berdasarkan pengertian dan definisi tersebut, maksud dari pengukuran tanah
atau surveying yaitu untuk menentukan posisi titik-titik maupun obyek di permukaan
bumi atau di dekat/di sekitar permukaan bumi.
Unsur utama yang berkaitan dengan aktifitas pengukuran tanah yaitu meliputi
pengukuran jarak dan pengukuran sudut. Adapun aktifitas tersebut antara lain bertujuan
untuk:
a. Menentukan posisi horisontal titik tetap maupun obyek di permukaan bumi.
b. Menentukan posisi vertikal (elevasi) titik tetap maupun obyek di permukaan bumi,
baik di atas maupun di bawah bidang referensi/datum ketinggian.
c. Menentukan arah dari suatu garis atau jalur.
d. Menentukan panjang garis.
e. Menentukan posisi garis batas.
f. Menentukan luas wilayah yang telah dibatasi garis tertentu.
g. Pembuatan peta rupa bumi suatu wilayah.

Selain itu, aktifitas pengukuran jarak dan sudut juga diperlukan untuk berbagai
keperluan proyek konstruksi maupun ketekniksipilan (civil engineering), seperti halnya:
1. Konstuksi bangunan gedung, perumahan ataupun perkantoran.
2. Konstruksi jalan raya dan jembatan
3. Konstruksi bendungan, dam serta jaringan irigasi.
4. Pembuatan terowongan.
5. Pembuatan sistem jaringan air bersih, jalur pipa, dan saluran pembuangan air.
6. Pembangunan pelabuhan, dermaga atau lapangan terbang (bandara).
7. Pengkavlingan tanah dan perhitungan volume galian dan timbunan.
8. Pengontrol pada saat pelaksanaan konstruksi.
9. Memonitor kemungkinan adanya deformasi/pergeseran letak bangunan besar.

Sesuai dengan ruang lingkupnya, surveying diklasifikasikan menjadi 2 (dua)


katagori, yaitu Pengukuran Tanah Datar (Plane Surveying) atau Ukur Tanah dan
Pengukuran Geodesi Tinggi (Geodetic Surveying).

Batasan kelas Ukur Tanah, pada prinsipnya bahwa segala macam data ukuran
dalam prosesnya tidak memperhitungkan adanya faktor kelengkungan bumi, karena
ruang lingkup hanya dalam batasan luas maksimal 55 km2.
Batasan kelas Pengukuran Geodesi, pada prinsipnya bahwa segala macam data
ukuran di lapangan dalam prosesnya harus memperhitungkan adanya faktor
kelengkungan bumi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Ilmu Ukur Tanah merupakan bagian
atau cabang dari Ilmu Geodesi. Beberapa literatur menuliskan peranan Ilmu Geodesi
yang mempunyai tujuan ilmiah dan tujuan praktis.
Tujuan ilmiah yaitu menentukan bentuk dan ukuran bumi atau dimensi
matematis bumi, yang nantinya digunakan untuk pekerjaan praktis Geodesi.
Tujuan praktis yaitu antara lain untuk pembuatan peta/pemetaan permukaan bumi,
pemasangan tanda/patok/batas di lapangan, pengukuran untuk pekerjaan konstruksi
ataupun rekayasa ketekniksipilan.
Dalam pembahasan ini, Ukur Tanah lebih mengarah pada tujuan praktis tersebut.

Jarak Dan Sudut

Dalam pembahasan Ilmu Ukur Tanah, perlu diperkenalkan beberapa istilah


penting yang berkaitan dengan unsur data pengukuran, khususnya jarak dan sudut.
Selain itu juga sistem satuan atau unit untuk menyatakan besaran tersebut.
Pengertian Jarak

Ada beberapa istilah jarak dalam Ilmu Ukur Tanah yang perlu diketahui dan dipahami,
yaitu:
1. Jarak Miring (Slope Distance), yaitu jarak yang diukur sepanjang garis penghubung
lurus antara 2 (dua) titik di permukaan bumi.
2. Jarak Datar (Horizontal Distance), yaitu jarak terukur sebagai penghubung terpendek
antara 2(dua) titik yang posisinya telah diproyeksikan pada bidang datar, atau dapat
dikatakan jarak yang diukur pada sebuah peta.
3. Jarak Vertikal (Vertical Distance), yaitu jarak yang dihitung dari selisih antara panjang
2 (dua) garis proyeksi yang melalui kedua titik di permukaan bumi, atau dapat
dikatakan sebagai jarak terpendek antara dua bidang datar (bidang nivo) yang melalui
kedua titik tersebut.
Ketiga macam jarak tersebut dapat diilustrasikan dengan tampilan sketsa pada
halaman berikutnya.

Gambar Sket Ilustrasi Jarak

A’B’ = Jarak Mendatar


AB = Jarak Miring
BB” = Jarak Vertikal atau Beda Tinggi antara A dan B
.
Pengukuran Jarak secara Langsung

Besaran jarak merupakan salah satu besaran yang diperlukan dalam pemetaan.
Jarak merupakan besaran yang terletak di bidang horisontal, dan merupakan
panjangan terpendek yang menghubungkan dua titik. Pengukuran jarak bisa
dilaksanakan secara langsung menggunakan pita ukur, bisa juga secara tidak
langsung menggunakan theodolit dan rambu ukur (disebut cara optis) atau dengan
EDM (disebut cara elektronis).

Dalam pengukuran jarak secara langsung, jika panjangan yang diukur melebihi
panjangnya pita ukur, maka perlu dipenggal menjadi beberapa bagian untuk
dilakukan pengukuran. Gb-1 di bawah ini mengilustrasikan pengukuran jarak
dengan dua bentangan pita ukur pada permukaan bumi yang relatif datar. Gb-2
mengilustrasikan pengukuran jarak dengan dua bentangan pita ukur pada
permukaan bumi yang miring.

J1 J3 J2

d1 d2
A C B

Gb-1 Pengukuran jarak dengan dua bentangan pita ukur pada


permukaan tanah yang relatif datar

Hitungan jaraknya:

dAB = d1 + d2 ................................................... (1)


keterangan:
dAB : Jarak AB
d1 , d2 : Penggal pengukuran jarak antara A dan B
J2

J1 J3
d2

d1
M benang unting-unting
O

Gb-2 Pengukuran jarak dengan dua bentangan pita ukur pada


permukaan tanah yang miring

Hitungan jaraknya:

dMN = d1 + d2 ....................................................... (2)


keterangan:
dMN : Jarak MN
d1 , d2 : Penggal pengukuran jarak antara M dan N

Langkah Kegiatan

1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan, serta periksa kelengkapannya.


2. Pilih dua titik (A dan B) di atas permukaan tanah yang relatif datar, dengan
jarak sekitar 80 meter. Tandai dua titik tersebut dengan paku payung.
3. Dirikan jalon pertama di belakang titik A dan jalon kedua di depan titik B.
4. Lakukan pelurusan dengan menggunakan jalon yang ketiga yang diletakkan
tepat pada lintasan jalon pertama dan kedua. Caranya, si pengamat berdiri di
belakang jalon pertama mengamat ke arah jalon kedua, sambil memberi aba-
aba sehingga jalon ketiga terlihat berimpit dengan jalon pertama dan jalon
kedua. Dengan demikian, titik A, titik C (yang ditandai dengan jalon ketiga) dan
titik B, telah berada pada lintasan yang lurus.
5. Ukur jarak AC dan jarak CB menggunakan pita ukur, sehingga jarak AB: dAB
= dAC + dCB. Demikian pengukuran jarak langsung di permukaan tanah yang
relatif datar.
6. Selanjutnya dipraktekkan pengukuran jarak secara langsung di medan yang
miring dan diperlukan beberapa bentangan pita ukur untuk mengukur jarak
tersebut. Pilih dua titik yang lintasannya melalui medan yang miring dengan
jarak sekitar 80 meter, misal titik M dan N.
7. Lakukan pelurusan sebagaimana langkah ke 4.
8. Ukur jarak MO menggunakan pita ukur yang didatarkan (mengikuti kedataran
bidang ekuipotensial setempat) dan dihimpitkan pada jalon pertama dan
ketiga, gunakan unting-unting untuk menunjukkan bacaan pengukuran di
tanah, dan tandai dengan paku payung sebagai titik O. Ukur jarak ON. Maka
jarak MN: dMN = dMO + dON. Demikian pengukuran jarak langsung di permukaan
tanah yang miring.

B. Pengukuran Jarak secara Tidak Langsung dengan Cara Optis

Pengukuran jarak secara optis menggunakan instrumen theodolit yang


mempunyai benang stadia dan rambu ukur. Pada rambu ukur perlu dibaca benang
tengah (bt), benang atas (ba) dan benang bawah (bb) secara berurutan. Pada theodolit
dibaca piringan vertikal. Gb-3 berikut mengilustrasikan pengukuran jarak secara
optis,

Rambu
h
Sumbu I ba

z bt
dm
bb
L
A
h

d H
ti

O
Gb-3 Pengukuran jarak secara optis

Formula hitungan jaraknya sebagai berikut:

dm= 100 (ba-bb) cos h................................................ (3)

d = Dm cos h .........................................................(4)
d = 100 (ba-bb) cos2 h ......................................... (5)

karena, z+h = 900 maka:

d = 100 (ba-bb) sin2 z .................................... (6)

keterangan:
dm : Jarak miring
d : Jarak datar
h : heling
z : zenith
ba : bacaan benang atas
bt : bacaan benang
tengah bb : bacaan
benang bawah

Di samping dapat untuk mengukur jarak, cara optis ini juga dapat digunakan
untuk mengukur beda tinggi antara kedua titik jika tinggi alat instrumen (ti)
diukur, formula hitungannya:

ΔH = d tan h + ti - bt ............................................. (7)

keterangan:
ΔH : beda tinggi
ti : tinggi alat ukur theodolit
h : heling

Langkah pengukuran jarak secara optis

1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan serta periksa kelengkapannya.


2. Pilih satu titik (O) di atas permukaan tanah, dan tiga titik (A, B, dan C)
masing-masing berjarak lebih kurang 10 meter, 25 meter, dan 50 meter dari
titik O. Tandai empat titik tersebut dengan paku payung.
3. Dirikan theodolit di titik O, lakukan set up (centering dan eliminasi
paralaks).
4. Di titik A, dirikan rambu ukur secara vertikal.
5. Pada kedudukan BIASA, dari titik O bidik rambu ukur A. Arahkan benang
tengah pada bacaan ‘bulat’ rambu ukur, misal: 1500 atau 2000, baca secara
berurutan: bt, ba dan bb; baca dan catat piringan vertikal; serta catat hasil
bacaan tersebut pada formulir.
6. Ubah kedudukan menjadi LUAR BIASA dan bidik kembali target A dengan
mengarahkan kembali bacaan benang tengah pada angka yang ‘bulat’, baca
dan catat kembali bt, ba dan bb pada rambu ukur, serta baca dan
catat bacaan piringan vertikalnya.
7. Lakukan langkah 4, 5, dan 6 di atas untuk kedudukan rambu ukur pada
dua tempat (titik B dan C) yang berbeda.
8. Hitung jarak miring (dm) dan jarak datar (d) antara titik O dan titik A (O-A),
(O-B), dan (O-C).
9. Lakukan pengecekan pengukuran jarak secara optis di atas dengan
pengukuran menggunakan pita ukur.

Daftar Pustaka
 Anonim. 1983. Ukur Tanah 2. Jurusan Teknik Sipil TEDC : Bandung
 Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 2000.Sistem Informasi dan Geografis : Bogor.
 Basuki, Slamet. 2005. Ilmu Ukur Wilayah.Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai