Anda di halaman 1dari 73

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI


KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
SEORANG AYAH TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

Penulisan Hukum
(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat


Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta

Oleh :
RONGGO
NIM. E.1105128

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI


KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
SEORANG AYAH TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

Disusun Oleh :
RONGGO
NIM. E.1105128

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum Winarno Budyatmojo, SH. MS


NIP. 195702031985032001 NIP. 196005251987021002
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI


KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
SEORANG AYAH TERHADAP ANAK KANDUNGNYA

Disusun Oleh :
RONGGO
NIM. E.1105128

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada:
Hari : ..................................
Tanggal : ..................................

TIM PENGUJI

1. Ismunarno, S.H., M.HUM. : ...............................


NIP. 196604281990031001

2. Winarno Budyatmojo, SH. MS : .................................


NIP. 196005251987021002

3. Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum : ................................


NIP. 195702031985032001

MENGETAHUI
Dekan,

(Moh. Jamin, S.H., M.Hum.)


NIP. 196109301986011001
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK
RONGGO, E.1105128, PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM
PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENCABULAN SEORANG AYAH TERHADAP ANAK
KANDUNGNYA Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan
Hukum (Skripsi). 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
penerapan sanksi pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap
anak kandung yang dilakukan oleh ayahnya tersebut di Pengadilan Negeri Karanganyar
serta hambatan dalam memutus perkara.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dan apabila
dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum empiris atau non-doktrinal. Lokasi
penelitian di Pengadilan Negeri Kakranganyar. Jenis data yang dipergunakan meliputi
data primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui
observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan
analisis data kualitatif dan analisis isi untuk kemudian diambil kesimpulan secara
deduktif.
Dari penelitian ini dapat diperoleh hasil bahwa Hakim dalam menerapkan
putusan dalam Kasus tindak pidana pencabulan terhadap anak kandung di Pengadilan
Negeri Karanganyar, diputus oleh hakim menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga serta
mempertimbangkan ketentuan dalam KUHP karena tindak pidana itu dilakukan setelah
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
diberlakukan.
Hambatan yang dialami oleh hakim dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana terhadap
kekerasan dalam rumah tangga antara lain : Hambatan yang dialami selama pemeriksaan
adalah terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan, Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini
adalah nama baik keluarga. Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail
mengingat kondisi mental yang ada pada korban. Trauma yang dialami korban sehingga,
perlu kesabaran dalam mengorek keterangan. Dalam memutus perkara juga faktor
kemanusiaan tidak bisa ditinggalkan, mengingat masalah ini menyangkut masalah
keluarga.
Faktor yang memberatkan terdakwa yang menjadi pertimbangan hakim
:Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban; Perbuatan
terdakwa dilakukan terhadap korban yang mengalamai cacat mental dan masih anak
kandung terdakwa sendiri yang seharusnya terdakwa lindungi. Perbuatan terdakwa
mengakibatkan korban mengandung bahkan sudah melahirkan bayi. Terdakwa berbelit-
belit dalam persidangan; Perbuatan terdakwa telah merusak silsilah keluarga; obyek
tindak pidana yang dalam hal ini adalah Anggota Keluarga yang perlu dilindungi dan
dihormati. Terdakwa melakukan perbuatan berulang kali terhadap anak kandungnya.
Faktor yang meringankan : Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; Terdakwa
belum pernah dihukum; Terdakwa adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung
keluarga.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“..........................tegakkanlah keadilan, dan menjadi saksi Allah, meskipun atas


dirimu sendiri atau ibu bapakmu, dan karib kerabatmu .........................janganlah
kamu turuti hawa nafsu sehingga kamu berlaku tiada adil, sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu kaerjakan” (Q.S An-Nisa : 135)

Jadilah pohon kurma, tinggi cita-citanya, kebal dari penyakit, dan apabila dilempar
dengan batu, ia membalas dengan kurmanya (Dr. Aidh Al Qarni)

Bahagia adalah bukan pada saat kita mendapatkan apa yang kita mau, tetapi
bahagia adalah pada saat kita menghargai apa yang kita punya (Dian Paramitha
Sastrowardoyo)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. (Q. S. Alam Nasyrah : 6,7)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa kasih sayang dari hati yang paling dalam skripsi ini Ronggo
persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Bapak Harjoto Hadi Putra dan Ibu
Sophia tersayang semoga dengan selesainya skripsi anandamu ini bisa membuat
Bapak dan Ibu bahagia (amin)
Kedua kakak aku Mbak Emma dan Mbak Reni yang Ronggo sayangi
Keluarga besar Banjarsari dan Keluarga besar Percetakan Negara
Sahabat-sahabatku, dan
Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut asma Allah, Swt. Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta
diiringi rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul
“PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI
KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
SEORANG AYAH TERHADAP ANAK KANDUNGNYA”, dapat penulis selesaikan.
Penulisan hukum ini dapat membahas tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
seorang ayah terhadap anak kandungnyabdi Pengadilan Negeri Karanganyar. Penulis
yakin bahwa penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ijin kepada Penulis untu menyusun penulisan
hukum ini.
2. Bapak Ismunarno, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Pidana terima kasih
Pak atas nasehatnya.
3. Ibu Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum selaku Pembimbing I saya, yang mana telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan hingga
tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak Winarno Budyatmojo, SH. MS, selaku Pembimbing II saya, yang mana telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan hingga
tersusunnya skripsi ini.
5. Bapak Pius Triwahyudi, SH, Msi selaku pembimbing akademik, terima kasih pak atas
nasehat-nasehatnya.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada
Penulis.
7. Bapak Harjono,S.H., M.H selaku Ketua Bagian Non Reguler terima kasih atas
dedikasinya terhadap Mahasiswa Non Reguler yang telah menjadi Ayah bagi kami.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8. Staf dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.


9. Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar beserta jajarannya, terima kasih atas
bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri
Karanganyar.
10. Terima kasih kepada Bapak dan Ibuku tersayang yang selalu memberikan
dukungannya kepada Ronggo, dan juga yang selalu mendoakan yang terbaik buat
saya hingga saya bisa menyelesaikan skripsi saya ini. Semoga Bapak dan Ibu
diberikan kesehatan(amin), juga kepada kedua kakak saya Mbak Emma dan Mbak
Reni terima kasih atas dukungannya semoga kalian dimudahkan dalam pekerjaannya
dan dimurahkan rezekinya(amin).
11. Untuk keluarga besarku, terima kasih atas doa-doa dan dukungannya yang selalu
memberikan semangat dan arti tersendiri. Yang ti yang selalu menasehatiku, makasih
ya eyang.
12. Buat Widya terima kasih buat sejuta kasih sayang, ketulusan, dan kesabaran yang
telah kamu berikan, yang selalu ada di saat aku butuhkan yang selalu memberi
nasehat dan suport di saat aku putus asa, semoga rasa sayang itu tak kan putus dan
mendapat ridho Allah, Swt.
13. Untuk sahabat-sahabatku semua makasih ya.
14. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
penyusunan penulisan hukum ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat memperjelas isi penulisan hukum ini. Semoga Allah, Swt
membalas segala amal kebaikan sermuanya dan mudah-mudahan penulisan hukum ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi Penulis, kalangan akademisi,
praktisi serta masyarakat umum. Amin ya Robbal ‘alamin.
Surakarta, Juli 2009
Penulis

Ronggo
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... iii
ABSTRAK..................................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO.................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 8
E. Metode Penelitian ................................................................. 9
F. Sistematika Skripsi................................................................ 14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 16
A. Kerangka Teori ...................................................................... 16
1. Tinjauan Umum Tentang Pidana .................................... 16
a. Pengertian Pidana ..................................................... 16
b. Jenis-jenis Pidana ..................................................... 16
2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana........................ 19
a. Pengertian Tindak Pidana......................................... 19
b. Unsur-unsur Tindak Pidana...................................... 21
c. Jenis-jenis Tindak Pidana ......................................... 22
d. Tempat dan Waktu Tindak Pidana ........................... 24
3. Tinjauan Tentang Tindak pidana perbuatan Cabul......... 25
4. Tinjauan Umum Tentang Anak ..................................... 26
a. Pengertian Anak...................................................... 26
b. Perlindungan Terhadap Anak Dari Tindak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pidana...................................................................... 28
5. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga dalam Persfektif Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga ................................................................ 30
a. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga .......... 30
b. Ruang Lingkup Rumah Tangga ............................... 30
c. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 31
6. Tinjauan Umum Tentang Putusan Pengadilan............... 32
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 37
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 42
A. Penerapan Sanksi Pidana Oleh Hakim Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencabulan Seorang Ayah Terhadap Anak
Kandungnya di Pengadilan Negeri Karanganyar.................. 42
B. Hambatan Yang Dihadapi Hakim Dalam Mengadili Perkara
Tindak Pidana Perbuatan Cabul Yang dilakukan Ayah
Terhadap Anak Kandungnya di Pengadilan Negeri
Karanganyar.......................................................................... 59
BAB IV : PENUTUP.................................................................................... 65
A. Kesimpulan ............................................................................ 65
B. Saran ...................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana yang sering terjadi di dalam masyarakat dewasa ini semakin
canggih dan semakin banyak seiring dengan berkembangnya keadaan masyarakat.
Kejahatan-kejahatan seperti pencurian, pembunuhan, perjudian, perkosaan dan lain
sebagainya saat ini menjadi tindak pidana yang sering diberitakan di media masa,
baik cetak atau elektronik. Hal ini membuktikan bahwa kejahatan semakin sering
terjadi dan menunjukkan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum.

Perbuatan yang melanggar kesusilaan merupakan salah satu tindak pidana


yang saat ini sering sekali terjadi. Anehnya yang menjadi korbannya adalah anak-
anak dibawah umur yang oleh pandangan awam dapat diduga korban belum patut
untuk menimbulkan gairah seksual. Sebagai masyarakat timur yang menjunjung
tinggi nilai moral, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sedang mengalami
krisis moral yang sangat serius, sebab moral merupakan nilai prima yang sangat
dijunjung tinggi dan diletakkan pada keadaan teratas.

Sesuai dengan sifat hukum yang memaksa, maka setiap perbuatan yang
melawan hukum itu dapat dikenakan penderitaan yang berupa hukuman. Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-
pelanggaran terhadap kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan
masyarakat dan kepentingan individu yang mana dapat diancam dengan hukuman.
Hukum yang baik dan sempurna tidak hanya tergantung pada asas-asas, sistematika,
perumusan Pasal-Pasal dan sanksi-sanksi yang ada melainkan tergantung juga pada
tata pelaksanaan serta pada manusia yang menjadi pendukung dan pelaksana dari
hukum itu sendiri.
Di antara anggota masyarakat yang rawan menjadi korban kejahatan
kesusilaan adalah kaum perempuan dan anak-anak. Anak mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam bangsa, negara dan masyarakat maupun keluarga.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mereka adalah tumpuan harapan masa depan bangsa dan negara. Untuk itu anak perlu
dihindarkan dari perbuatan pidana yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik,
mental dan rohaninya. Menyadari kenyataan di atas, norma hukum juga memberikan
perlindungan khusus terhadap anak karena kalau dilakukan terhadap orang dewasa
tidak dikualifikasikan sebagai tindak pidana atau pelanggaran hukum, tetapi apabila
dilakukan terhadap anak-anak akan menjadi tindak pidana. (Darwan Prinst, 2003: 99).

Adapun perlindungan yang diberikan kepada anak oleh KUHP adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga kesopanan anak (Pasal 283)
2. Larangan bersetubuh dengan orang yang belum dewasa (Pasal 287)
3. Larangan berbuat cabul dengan anak (Pasal 290, 292, 294, 295, 297)
4. Larangan menculik anak (Pasal 330)
5. Larangan menyembunyikan orang yang belum dewasa (Pasal 331)

Kekerasan yang dialami anak ada beberapa bentuk, diantaranya kekerasan


fisik (memukul, menampar), psikologis (mengancam/intimidasi), ekonomi
(merampas uang yang dimiliki anak, tidak memenuhi kebutuhan pokok), dan
kekerasan seksual (perkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, perdagangan
perempuan dan anak, serta prostitusi).

Salah satu permasalahan yang timbul dan cukup peka dirasakan mencolok
dan menjauh dari nilai manusiawi adalah dengan semakin meningkatnya kejahatan
perkosaan untuk cabul yang dilakukan oleh orang dewasa terutama oleh ayah
kandungnya yang disertai dengan tindakan kekerasan ataupun janji dari pelaku yang
berupa ancaman ataupun imbalan yang tidak masuk akal, serta kejahatan kesusilaan
yang dilakukan kepada anak-anak perempuan yang belum dewasa yang bahkan
mempunyai hubungan darah dengan pelaku.

Di berbagai tempat banyak kita lihat terjadi eksploitasi terhadap anak-anak


oleh orang tuanya sendiri. Begitu banyak tindak kekerasan seksual terhadap anak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sehingga anak kehilangan kesempatan menikmati masa kanak-kanaknya karena


banyak di antara mereka terpaksa bekerja baik sebagai pemulung, buruh atau
melakukan pekerjaan kasar lainnya. Anak-anak seringkali mengalami pelecehan
seksual bahkan tidak jarang pelakunya adalah juga sama-sama anak yang karena rasa
keingintahuannya yang besar terhadap seks.

Dalam rangka mengantisipasi semakin meningkatnya kejahatan terhadap


anak adalah dengan memfungsikan instrumen hukum pidana secara efektif. Hal ini
dilakukan dengan penegakan hukum dengan cara mengupayakan penanggulangan
terhadap perilaku yang melanggar hukum baik secara preventif dan represif.
Sebagaimana tujuan pemidanaan yang tercantum dalam konsep rancangan KUHP
Nasional, yaitu:
Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan penegakan norma hukum demi
pengayoman negara dan masyarakat.
Untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan membimbing
agar terpidana insyaf dan menjadikannya sebagai seorang anggota masyarakat
yang berbudi dan berguna.
Untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Berdasarkan tujuan pemidanaan seperti yang tersebut di atas, penjatuhan pidana
bukanlah semata-mata sebagai pembalasan dendam akan tetapi yang paling
penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman bagi terpidana.

Penanganan yuridis kasus-kasus kesusilaan mengalami hambatan-hambatan,


menyangkut rumusan tindak pidana dalam Pasal-Pasal yang belum tegas, pembuktian
dalam hukum acaranya, dan sifatnya yang sebagian merupakan delik aduan. Faktor
utamanya adalah terkait dengan pengaturan KUHP yang merupakan produk hukum
warisan pemerintah kolonial Belanda, sehingga tidak relevan lagi dengan perubahan
dan perkembangan masyarakat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hakim dalam mengambil keputusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang


pada diri dan sekitarnya karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan,
nilai, norma dan sebagainya, sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan
putusan terhadap kasus yang sama. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan cara
pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan keputusan.
(Oemar Seno Adji, 1997: 12).

Di samping hal tersebut, faktor yang mempengaruhi putusan hakim adalah


unsur pembuktian, karena unsur pembuktian merupakan unsur penting yang dijadikan
bahan pertimbangan dalam menentukan berat ringannya pidana yang dijatuhkan.
Delik tentang kesusilaan ini paling banyak menimbulkan kesulitan dalam
penyelesaian baik terhadap penyidikan maupun penuntutan maupun pada tahap
pengambilan keputusan. Selain kesulitan dalam batasan juga kesulitan dalam
pembuktiannya, misalnya perkosaan dan pelecehan seksual yang pada umumnya
dilakukan tanpa kehadiran orang lain. (Leden Marpaung, 1996: 3).

Sebagai salah satu dari pelaksana hukum, hakim diberi wewenang oleh
undang-undang untuk menerima, memeriksa dan memutus suatu perkara pidana. Oleh
karenanya hakim dituntut secara moral maupun secara hukum untuk dapat berbuat
adil, yang artinya bahwa putusan hakim tersebut didasarkan pada fakta-fakta dan
bukti-bukti otentik dan akurat. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP di
dalam Pasal 183 yang menyebutkan, sebagai berikut: hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan dari Pasal tersebut
bertujuan untuk menjamin tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum bagi
seseorang. Oleh karena itu untuk menjatuhkan hukuman pidana ada syarat yang
berhubungan antara satu sama lain dan harus terpenuhi, yaitu:
1. Adanya alat bukti yang sah
Setiap menjatuhkan putusan sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang
sah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Adanya keyakinan hakim


Dalam hal ini keyakinan hakim harus dari alat-alat bukti yang sah sesuai dengan
yang telah ditentukan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang dan tidak berasal
dari keadaan lain yang ditemukannya diluar persidangan.

Dalam perkara perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur yang terjadi,
sangat diperlukan pembuktian yang sah bahwa tindak pidana tersebut benar-benar
telah terjadi terhadap seorang korban. Hal ini harus dibuktikan dalam pengadilan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Pasal 184 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud alat bukti yang sah adalah
1. Keterangan saksi
2. Keterangan saksi ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa

Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan bahwa hal yang secara umum sudah
diketahui tidak perlu dibuktikan.
Dalam hal pembuktian suatu kejahatan bukan hanya masalah yuridis formal
semata melainkan juga masalah teknis yang memerlukan penanganan-penaganan
yang bersifat teknis pula. Penanganan teknis dalam rangka pembuktian tersebut
memerlukan ilmu pengetahuan lain diluar ilmu hukum dan hukum acara pidana.
Semisal saja cabang-cabang ilmu kriminalistik seperti: ilmu kedokteran kehakiman,
ilmu tetang racun (toksikologi), ilmu tentang senjata api (balistik), ilmu tentang sidik
jari (daktiloscopi) dan lain sebagainya.

Kita menyadari bahwa anak merupakan generasi muda penerus cita-cita


bangsa dan merupakan sumber daya manusia yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup suatu bangsa. Sehingga agar anak dapat berkembang secara baik, diperlukan
kepedulian baik dari orang tua, masyarakat maupun pemerintah untuk memberikan
perlindungan, pendidikan dan perhatian bukan sebaliknya justru orang tua yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merenggut masa depan si anak. Keputusan yang diambil dalam sidang pengadilan
terhadap suatu perkara tindak pidana pencabulan seorang ayah terhadap anak
kandungnya, seringkali tidak memperhatikan kepentingan anak terbukti dimana
pelaku kejahatan hanya dijerat dengan Pasal yang lebih ringan.

Berangkat dari keadaan tersebut di atas, penulis tertarik untuk


melakukan penelitian yang lebih mendalam dan menuangkannya dalam
penulisan hukum ini dengan judul: “PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH
HAKIM PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PENCABULAN SEORANG AYAH TERHADAP ANAK
KANDUNGNYA”.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mempermudah
penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan sasaran
yang akan dicapai menjadi jelas, searah dan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Penerapan sanksi pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana
pencabulan seorang ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan Negeri
Karanganyar?
2. Hambatan apa yang dihadapi oleh hakim dalam megadili perkara tindak pidana
pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan Negeri
Karangnyar?

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal tersebut dimaksudkan
untuk memberikan arah dalam penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berdasarkan uraian di atas dan rumusan masalah yang telah ditetapkan maka
penulis mempunyai tujuan dalam mengadakan penelitian ini yang terbagi menjadi
dua, yaitu:
1. Tujuan obyektif
Tujuan obyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui penerapan Sanksi Pidana oleh hakim dalam menjatuhkan
pidana kepada pelaku perbuatan cabul yang dilakukan oleh ayah terhadap anak
kandungnya di Pengadilan Negeri Karangnyar.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh hakim dalam mengadili
perkara tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah terhadap anak
kandungnya.
2. Tujuan subyektif
Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis sendiri terutama dibidang ilmu
hukum, khususnya hukum pidana.
b. Untuk memperoleh data-data yang penyusun pergunakan dalam penulisan
hukum sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
Di dalam penelitian hukum tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari adanya penelitian adalah :
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pidana terutama yang
berhubungan dengan pemeriksaan tindak pidana perbuatan cabul.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Memberikan gambaran lebih nyata mengenai pemeriksaan tindak pidana


pebuatan cabul yang dilakukan oleh ayah terhadap anak kandungnya sebagai
suatu pengetahuan.
c. Memberikan gambaran tentang perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi korban tindak pidana perbuatan cabul.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari peneitian ini adalah:
a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penyusun terhadap penerapan ilmu
yang diperoleh selama perkuliahan.
b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
c. Untuk melengkapi syarat akademis guna mencapai jenjang sarjana Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

E. Metode Penelitian
Di dalam suatu penelitian metode merupakan faktor yang sangat penting
sebagai proses penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti. Definisi metode itu
sendiri adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tingkat ketelitian jumlah
dan jenis yang akan dihadapi, definisi lain mengenai metode menurut Moh. Nazir
adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan
penjelasan kebenaran (Moh. Nazir, 1983:42), sedangkan penelitian diartikan “semua
proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanan penelitian” (Moh. Nazir,
1983:99).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan mengenai arti dari metode
penelitian yaitu cara yang diatur secara sistematis dalam rangka perencanaan dan
pelaksanaan penelitian sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk memperoleh data yang diperlukan guna penulisan ini, menggunakan


bentuk penelitian empiris sosiologis dengan metode penelitian deskriptif. Adapun
pengertian penelitian deskriptif adalah:
a. Menurut Soerjono Soekanto
Penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa agar dapat membantu di
dalam memperkuat teori lama atau dalam penyusunan teori baru. (Soerjono
Soekanto, 1986: 52)
b. Menurut Whitney
Studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi tepat. (Moh. Nazir,
1983: 63)
Berdasarkan pengertian diatas maka metode penelitian ini dimaksudkan
untuk menggambarkan dan menguraikan tentang dasar pertimbangan hakim
dalam memutus tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur
dengan cara studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar.
2. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan yang akan
dibahas, maka penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Karanganyar
karena pernah terjadi tindak pidana perbuatan cabul yang korbannya adalah anak-
anak dan pelakunya telah memperoleh putusan hukum yang tetap.
3. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Data primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data untuk
tujuan penelitian. Adapun data tentang penelitian ini diperoleh dari hakim
Pengadilan Negeri Karanganyar.

b. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh untuk mendukung data primer. Data
sekunder meliputi data yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan
melalui literatur-literatur, himpunan perundangan yang berlaku, hasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penelitian berwujud laporan maupun bentuk lainnya yang berkaitan dengan


penelitian ini.
4. Sumber Data
Mengenai sumber data, diperoleh dari :
a. Sumber data primer
Sumber data primer yakni hakim Pengadilan Negeri Karanganyar yang
memeriksa dan memutus perkara pencabulan terhadap anak yang dilakukan
oleh ayah kandungnya sendiri.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang dipergunakan sebagai bahan
penunjang data primer. Dalam penelitian ini data sekunder yaitu: buku
literatur, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan laporan
penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data


Guna memperoleh data yang sesuai dan mencakup permasalahan yang
diteliti, maka dalam penulisan ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Studi lapangan
Data dalam studi lapangan didapat melalui observasi dan wawancara
dengan tujuan agar diperoleh data secara mendalam dan dilakukan terhadap
mereka yang benar-benar mengetahui, agar data yang didapat lebih akurat
sehingga tujuan dari penelitian ini dapat tercapai. Jenis wawancara yang
digunakan adalah wawancara bebas terpimpin yang bersifat komprehensif
dengan menggunakan catatan dan kerangka pertanyaan yang telah ditentukan
pokok pemasalahannya.

b. Studi kepustakaan
Dalam studi kepustakaan digunakan metode analisis isi yang artinya
adalah teknik untuk menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi Pasal-Pasal
secara obyektif dan sistematis yaitu dengan cara mempelajari buku ilmiah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

serta peraturan perundang-undangan yang dihubungkan dengan pokok


permasalahan yang diteliti.
6. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dengan lengkap dari lapangan harus dianalisis.
Dalam tahap analisis data, data yang telah terkumpul diolah dan dimanfaatkan
sehingga dapat dipergunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Analisis data
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena data yang
diperoleh bukan angka atau yang akan di-angkakan secara statistik. Menurut
Soerjono Soekanto, analisis data kualitatif adalah suatu cara analisis yang
menghasilkan data diskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden
secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari
sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 1986: 154)
Dalam operasionalisasinya, peneliti membatasi permasalahan yang diteliti
dan juga membatasi pada pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam
penelitian. Dari hasil penelitian tersebut data yang sudah diperoleh disusun sesuai
dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian data tersebut diolah dalam
bentuk sajian data. Setelah pengumpulan data selesai, peneliti melakukan
penarikan kesimpulan atau verifikasi berdasarkan semua hal yang terdapat dalam
reduksi data maupun sajian datanya. Misalnya untuk mengetahui jawaban, tentang
bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana
pencabulan yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anak kandungnya sendiri,
maka penulis menanyakan langsung ke pokok permasalahannya. Kemudian dari
jawaban yang diperoleh tersebut diolah menjadi sajian data untuk kemudian
dianalisis. Setelah data tersebut selesai dianalisis kemudian disimpulkan. Apabila
di dalam kesimpulannya dirasa kurang baik, maka penulis kembali melakukan
kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus dan juga pendalaman data.

Model analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis interaktif yaitu
model analaisis data yang dilaksanakan dengan menggunakan tiga tahap/komponen
berupa reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan/verivikasi dalam suatu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

proses siklus antara tahap-tahap tersebut sehingga data terkumpul akan berhubungan
satu dengan lainnya secara otomatis (Sutopo HB, 1997: 86).

Dalam penelitian ini proses analisis sudah dilakukan sejak proses


pengumpulan data masih berlangsung. Peneliti terus bergerak di antara tiga
komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama proses data terus
berlangsung. Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti bergerak diantara tiga
komponen analisis dengan menggunakan waktu penelitian yang masih tersisa.
Agar lebih jelas proses/siklus kegiatan dari analisis tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut: (Sutopo HB, 1997: 87)
Gambar : 1

Bagan model analisis data interaktif (Interactive Model Of Analysis)

Pengumpulan
Data

I II
Reduksi Data Sajian Data

III
Penarikan
Kesimpulan/Verifikasi
Ketiga Komponen tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut
a. Reduksi data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus
bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah penelitian
lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data bukanlah
merupakan suatu hal yang terpisah dari analisis dan merupakan bagian dari
analisis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Dari permulaan pengumpulan data, seorang analis kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi. Kesimpulan-
kesimpulan itu akan ditangani dengan longgar dan tetap terbuka, tetapi
kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas meningkat lebih
terperinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan juga di
verifikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya makna-makna yang
muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya
yakni merupakan validitasnya (Soerjono Soekanto, 1986: 18 - 19).

Model analisis ini merupakan proses siklus dan interaktif. Seorang


peneliti harus bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama
pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan
reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu
penelitiannya. Kemudian komponen-komponen yang diperoleh adalah
komponen-komponen yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan
disajikan secara deskriptif yaitu secara apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti dan data-data yang diperoleh.

I. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh maka penulis menyusun
skripsi ini dalam empat bab ditambah daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
apabila disusun secara sistematis adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam bab ini penulis akan memberikan gambaran awal mengenai


penelitian yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini, dan sistematika penulisan hukum
untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian dalam garis
besar

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan mengenai Kajian Teori yang berisi


pengertian dan tinjauan umum mengenai pidana dan Tindak Pidana,
Tindak Pidana Perbuatan Cabul, tinjauan umum tentang anak,
Tinjauan Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam
Perspektif Undang Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Tinjauan umum
tentang Putusan pengadilan serta Kerangka Pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan mencoba menyajikan hasil penelitian


mengenai pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus perkara
pidana, yang menjadi perlindungan hukum terhadap korban dan
menyajikan proses pemeriksaan terhadap tindak pidana perbuatan
cabul yang dilkukan oleh ayah terhadap anak kandungnya di
Pengadilan Negeri Karanganyar

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan rumusan masalah dari hasil penelitian


dan saran-saran berdasarkan kesimpulan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Pidana.
a. Pengertian Pidana.
Pada dasarnya pidana adalah sama dengan penderitaan. Perbedaanya
hanya terletak, penderitaan pada tindakan lebih kecil atau ringan, dari pada
penderitaan yang dijatuhi oleh pidana.

Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang adakalanya disebut


sebagai hukuman. Mencantumkan pidana pada setiap larangan dalam
hukum pidana, disamping bertujuan untuk kepastian hukum dan dalam
rangka membatasi kekuasaan negara, juga bertujuan untuk mencegah bagi
orang yang berniat untuk melanggar hukum pidana.

b. Jenis-Jenis Pidana
KUHP sebagai induk pidana telah merinci jenis-jenis pidana,
sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP, dimana dibedakan
adanya pidana pokok dan pidana tambahan.
1) Pidana pokok terdiri dari:
a) Pidana mati
Berdasarkan Pasal 69 maupun berdasarkan hak yang
tertinggi bagi manusia, pidana mati adalah pidana yang terberat,
yang pelaksanaanya berupa penyerangan terhadap hak hidup
manusia, yang sesungguhnya hak itu hanya mutlak milik Tuhan.

Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati


hanyalah kejahatan-kejahatan yang dianggap sangat berat saja,
seperti:
(1) Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan negara
(Pasal 104, 111 ayat (2), 124 ayat 3 jo 129)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang-orang


tertentu dan atau dilakukan dengan faktor-faktor pemberat,
misalnya (Pasal 140 (3), 340)
(3) Kejahatan terhadap harta benda yang disertai unsur/faktor
yang sangat memberatka (Pasal 365 ayat (4), 368 ayat (2))
(4) Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai
(Pasal 444).

Tindak pidana mati tidak dengan mudah dijatuhkan,


menggunakan upaya pidana mati selalu diancamkan juga
alternatifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara setinggi-tingginya 20 tahun.
b) Pidana penjara
Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa
kehilangan kemerdekaan. Batas waktu pidana penjara minimal 1
hari sampai pidana penjara seumur hidup. Namun pada
umumnya pidana penjara maksimum adalah lima belas tahun.

Seseorang yang dipidana penjara akan kehilangan hak-hak


tertentu:
(1) hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu
(2) hak memangku jabatan politik
(3) hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan
(4) hak mendapat ijin tertentu
(5) hak untuk mengadakan asuransi hidup
(6) hak untuk tetap dalam ikatan perkawinan
(7) hak untuk kawin
(8) beberapa hak sipil lainya.
c) Pidana kurungan
Pidana kurungan relatif sama dengan pidana penjara namun
pada pidana kurungan batas waktu minimal satu hari dan
maksimal satu tahun. Pidana kurungan diancamkan pada tindak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pidana yang dianggap ringan seperti tindak pidana kealpaan dan


pelanggaran. Perbedaannya dengan pidana penjara adalah
pelaksanaan pidana kurungan lebih ringan dari pada pelaksanaan
pidana penjara.
d) Pidana denda
Pidana denda banyak diancamkan pada banyak jenis
pelanggaran baik sebagai alternatif dari pidana kurungan maupun
berdiri sendiri. Begitu juga bagi kejahatan-kejahatan ringan
maupun culpa, pidana denda sering dijadikan alternatif dari
pidana kurungan.
e) Pidana tutupan.
Pidana tutupan ini ditambahkan kedalam Pasal 10
berdasarkan UU No. 20 Tahun 1946, yang maksudnya
sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan
bahwa, dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang
diancam dengan pidana penjara, karena terdorong oleh maksud
yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan.

Tempat dan menjalani pidana tutupan dan segala sesuatu


yang perlu untuk menjalani UU No. 20 Tahun 1946 diatur lebih
lanjut dalam PP tahun 1948, yang dikenal dengan PP rumah
tutupan.
2) Pidana tambahan terdiri dari:
Ada 3 jenis pidana tambahan:
(a)Pidana pencabutan hak-hak tertentu.
(b) Pidana perampasan barang-barang tertentu
(c) Pidana pengumuman keputusan hakim.

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana.


a. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana.
Tindak pidana juga merupakan pengertian yuridis yang berbeda dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengertian kejahatan yang dapat diartikan secara yuridis atau


kriminologis. Para ahli hukum pidana sering menggunakan istilah
straafbaar feit untuk menyebut tindak pidana. Sedangkan di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana tidak diberikan penjelasan mengenai
perkataan “straafbaarfeit” tersebut.

Perkataan “feit” dalam bahasa Belanda diartikan “sebagian dari


kenyataan”, sedang “straafbaar” berarti “dapat dihukum”, sehingga
secara harfiah perkataan “straafbaar feit” berarti “sebagian dari
kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh
karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah
manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, atau tindakan.
(Drs. P.A.F. Lamintang, S.H.,1997:181)

Dengan adanya pendapat tersebut diatas, timbul doktrin-doktrin dan


berbagai pendapat tentang apa sebenarnya yang disebut dengan
“strafbaar feit” tersebut, pendapat tersebut misalnya :
Simons : Dalam rumusannya “strafbaar feit” itu adalah :“Tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak
dengan sengaja oleh sesorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan
yang dapat di hukum”.
Alasan dari Simon mengapa “strafbaar feit” harus dirumuskan
seperti di atas karena :

1) Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa disitu


terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan
dengan undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau
kewajiban seperti itu telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat
dihukum.

2) Agar suatu tindakan seperti itu dapat dihukum maka tindakan itu
harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan
dengan undang-undang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Setiap “strafbaar feit” sebagai setiap pelanggaran tehadap suatu


larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada
hakekatnya merupakan tindakan melawan hukum atau merupakan
suatu “onrechtmatige handeling”. ( Lamintang, 1997:184)

Jadi sifat melawan hukum itu timbul dari suatu kenyataan bahwa
tindakan manusia tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan suatu unsur dari
delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur
yang lain.
Moeljatno : Untuk lebih jelasnya dalam membahas masalah tindak
pidana maka penulis menguraikan istilah tindak pidana. Menurut
Moeljatno perbuatan pidana adalah:

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang


mana disertai (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang
siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan
hukum dilarang dan diancam pidana asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan ( yaitu suatu
kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang
sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orang yang
menimbulkan kejahatan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),
sedang ancaman pidanya ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu” (Moeljatno, 1982 : 37).

Pompe : strafbaarfeit adalah: “Tidak lain dari pada suatu tindakan


yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai
suatu tindakan yang dapat dihukum” (Lamintang, 1990 :174).

Perbedaaan pemakaian istilah tidak menjadikan masalah asalkan


diketahui apa yang dimaksudkannya dan dalam hal ini yang terpenting
adalah isi dari pengertian istilah dari tindak pidana, dan yang terpenting
dalam teori tentang tindak pidana adalah bahwa “ tiada seorang pun dapat
dipidana apabila tindakannya itu benar-benar bersifat melanggar hukum
dan telah dilakukan berdasarkan suatu bentuk “schuld”, yaitu sengaja
atau tidak sengaja”.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Unsur-unsur tindak pidana


Jika kita menjabarkan suatu rumusan delik kedalam unsur-
unsurnya, maka yang akan kita jumpai pertama kali adalah tindakan
manusia, dengan seseorang melakukan tindakan yang terlarang dan
melanggar undang-undang. Sungguhpun demikian setiap tindak pidana
yang terdapat dalam KUHP itu dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur
yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua unsur yaitu unsur
subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat
pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk
didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, sedangkan
unsur objektif adalah unsur yang berhubungan dengan keadaan, yaitu di
dalam, dimana tindakan dari pelaku dapat dilaksanakan. Unsur subjektif
dan unsur objektif terdiri dari :

1) Unsur subjektif
(a) Kesengajaan atau kelalaian (dolus atau Culpa).
(b) Maksud dari suatu percobaan (poging) seperti yang dimaksudkan
dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
(c) Macam-macam maksud (oogmerk) seperti yang terdapat dalam
kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-
lain.
(d) Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam
kejahatan menurut Pasal 340 KUHP.
(e)Perasaan takut (vrees) seperti yang terdapat dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
2) Unsur objektif
(a) Sifat melawan hukum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b) Kualitas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil


melakukan kejahatan yang diatur dalam menurut Pasal 415
KUHP.
(c) Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai
penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.
Unsur-unsur tindak pidana, dapat dibedakan setidak-tidaknya dari
dua sudut pandang, yakni: (1) dari sudut teoritis dan (2) dari sudut
undang-undang. Dari sudut teoritis maksudnya ialah berdasarkan
pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya.
Sedangkan sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak
pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam Pasal-Pasal
peraturan perundang-undangan yang ada.

c. Jenis-jenis tindak pidana


Menurut Van Hammel pembagian tindak pidana menjadi tindak
pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Dimana hal itu
dipengaruhi oleh pembagian tindak pidana yang disebut “rechtsdeliden
dan wethsdelideen”. Dikatakan bahwa kejahatan adalah ”rechtsdeliden”
yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam
undang-undang, sebagai suatu perbuatan pidana , telah dirasakan sebagai
“onrecht”, sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan tata
hukum. Sedangkan pelanggaran adalah sebaliknya ”wethsdelideen” yaitu
perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui
setelah ada wet yang menentukan demikian.

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu


:

1) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam


buku II dan pelanggaran dimuat dalam buku III. Kejahatan
umumnya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pada
pelanggaran.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana


formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana materil adalah
tindak pidana yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum
pidana yang dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang
mengakibatkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan wujud dari
perbuatan itu, sedangkan tindak pidana formil adalah tindak pidana
yang dimaksudkan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan
akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu.
3) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dapat antara tindak pidana
sengaja dan tindak pidana tidak sengaja.
4) Berdasarkan macam perbuatannya, dibedakan antara tindak pidana
aktif / pasif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak
pidana positif / negatif, disebut juga tindak pidana omisi.

5) Kesengajaan dan Kealpaan


Kesengajaan adalah delik yang dilakukan dengan sengaja seperti
Pasal 338, sedangkan kealpaan adalah delik yang terjadi karena
tidak sengaja atau lalai, contoh Pasal 359 KUHP (Lamintang, 1997
: 214).
6) Delik yang berdiri sendiri dan Delik yang diteruskan
Delik yang berdiri sendiri adalah delik yang terdiri dari satu atau
lebih tindakan untuk menyatakan suatu kejahatan, contoh pencurian
Pasal 362 KUHP, delik yang diteruskan adalah delik-delik yang
pada hakekatnya merupakan suatu kumpulan dari beberapa delik
yang berdiri sendiri, contoh Pasal 221, 261, 282, KUHP
(Lamintang, 1997 : 216).
7) Delik Tunggal dan Delik Berangkai
Delik tunggal merupakan delik yang dilakukan hanya satu
perbuatan untuk terjadinya delik itu. Sedangkan delik berangkai
merupakan delik yang dilakukan lebih dari satu perbuatan untuk
terjadinya delik itu (Andi hamzah, 1994 : 101).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Tempat dan waktu tindak pidana


Untuk dapat menentukan secara pasti tentang waktu dan tempat
kejadian dilakukannya sesuatu tindak pidana itu tidaklah mudah. Hal ini
disebabkan karena pada hakekatnya tindak pidana merupakan suatu
tindakan manusia, dimana pada waktu melakukan tindakannya seringkali
manusia telah menggunakan alat yang yang dapat bekerja atau dapat
menimbulkan akibat pada waktu dan tempat yang lain dimana orang
tersebut telah menggunakan alat-alat yang bersangkutan. Dapat pula
terjadi bahwa perbuatan dari seorang pelaku telah menimbulkan akibat
pada waktu dan tempat yang lain daripada waktu dan tempat dimana
pelaku tersebut telah melakukan perbuatannya. Jadi tempus delicti adalah
waktu dimana terjadinya suatu tindak pidana dan yang dimaksud dengan
locus delicti adalah tempat tindak pidana berlangsung.

Menurut Van Bemmelen dalam buku Lamintang menerangkan


bahwa yang harus dipandang sebagai tempat dan waktu dilakukannya
tindak pidana itu pada dasarnya adalah tempat dimana seorang pelaku
telah melakukan perbuatannya secara materiil. Yang harus dianggap
sebagai “locus delicti” itu adalah :
a) Tempat dimana seorang pelaku itu telah melakukan sendiri
perbuatannya.
b) Tempat dimana alat yang telah dipergunakan oleh seorang itu
bekerja.
c) Tempat di mana akibat langsung dari sesuatu tindakan itu telah
timbul.
d) Tempat dimana akibat konstitutif itu telah timbul. (Lamintang, 1997
: 227).

3. Tinjauan tentang tindak pidana perbuatan cabul

Bila kita membicarakan perbuatan cabul memang tidak terlepas dari


perbuatan yang mengarah kepada kejahatan seksual. Yang dimaksud
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau


perbuatan keji dalam lingkungan nafsu birahi.

Tindak pidana perbuatan cabul sebagaimana diatur dalam Pasal 289


KUHP adalah barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekuasaan
memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya
perbuatan cabul yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun. KUHP mengkategorikan penyimpangan
seksual orang dewasa yang dilampiaskan kepada anak-anak sebagai perbuatan
cabul.

Tindak pidana perbuatan cabul tidak didefinisikan secara jelas oleh


KUHP. Namun dengan kualifikasi yang ditetapkan dalam Pasal 289 KUHP,
bahwa perbuatan cabul merupakan penyerangan kesusilaan dengan perbuatan.
Pasal tersebut merumuskan bahwa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul (ontuchtige
handelingen) diancam dengan pidana maksimum sembilan tahun. Menurut
komentar para penulis Belanda, perbuatan cabul merupakan pengertian umum
yang meliputi bersetubuh (verkrachting) yang dalam Pasal 285 KUHP
dikualifikasikan sebagai perkosaan untuk bersetubuh. (Wirdjono
Prodjodikoro, 2002: 117)

Kata diketahui atau patut disangka merupakan unsur kesalahan


(dolus/culva) terhadap umur yakni pelaku dapat menduga bahwa umur anak
atau remaja tersebut belum 15 tahun.
Sebagaimana diutarakan pada butir sembilan, Pasal 290 KUHP diambil
alih oleh RUU KUHP. Dalam RUU KUHP dicantumkan umur 16 tahun agar
sinkron dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

4. Tinjauan umum tentang anak

a. Pengertian Anak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Karena adanya pluralisme hukum dalam sistem perundang-undangan


di Indonesia, maka pengertian anak di bawah umur mempunyai pengertian
dan batasan yang berbeda-beda antara satu perundang-undangan dengan
perundang-undangan yang lainnya. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan
dalam uraian di bawah ini:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)


Pasal 330 ayat (1) memuat batas antara belum dewasa
(Minderjerighed) dengan telah dewasa (Merderjeringed) yaitu 21
tahun kecuali:
(a) Anak itu sudah kawin sebelum berumur 21 tahun yang berlaku
bagi bangsa Timur Asing kecuali Tionghoa
(b) Pendewasaan Pasal 419 Bw yang menyatakan dengan
menggunakan pelunakan, seorang anak belum dewasa atau
bolehlah diberikan kepadanya hak kedewasaan yang tertentu.
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang ini tidak secara langsung mengatur masalah ukuran
penggolongan anak, tetapi secara tersirat tercantum dalam Pasal-Pasal
sebagai berikut:
(a) Pasal 6 ayat (2)
(b) Memuat tentang ketentuan syarat perkawinan bagi seorang yang
belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari orang
tua.
(c) Pasal 7 ayat (1)
(d) Memuat batasan minimum usia untuk dapat kawin bagi pria
adalah 19 tahun dan bagi wanita adalah 16 tahun.
(e) Pasal 47 ayat (1)
(f) Menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun
atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah
kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak mencabut
kekuasaan orang tuanya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(g) Berarti anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua
berada di bawah kekuasaan wali.
Dari Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang tersebut menentukan
batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 tahun dan 19 tahun.
3) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Dalam Pasal 1ayat (2), anak dirumuskan dalam perkara Anak
Nakal dengan syarat:
(a) antara umur 8 tahun sampai dengan 18 tahun
(b) anak belum pernah kawin, apabila seorang anak pernah
mengalami perceraian walaupun belum genap 18 tahun dianggap
telah dewasa.
4) KUHP
Dalam Pasal 35, 45 dan 47 merumuskan anak dengan batasan
kurang dari 16 tahun. Setelah adanya undang-undang Pengadilan
Anak Pasal tersebut tidak berlaku. Tetapi batasan umur anak sebagai
korban pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 285, 287, 290, 292,
293, 294, 295, 297 yaitu belum genap berumur 15 tahun.
5) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Mendefinisikan anak sebagai seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
6) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Anak didefinisikan sebagai seorang yang belum berusia 18 tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan.

b. Perlindungan terhadap anak dari tindak


pidana
Ketentuan larangan melakukan tindak pidana secara umum
sesungguhnya adalah berlaku bagi tindak pidana yang dilakukan terhadap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

anak sehingga juga dianggap sebagai melindungi anak dari tindak pidana.
(Darwan Prinst, 2003: 103)
Pernyataan hak-hak anak dalam konvensi hak anak menyatakan
tentang hak-hak anak yang tercantum dalam Pasal-Pasal konvensi tersebut
berhak dinikmati oleh anak seluruhnya. Selain hal tersebut anak-anak
berhak memperoleh perlindungan khusus dari segala bentuk penyia-
nyiaan, kekejaman dan penindasan dalam bentuk apapun dan harus
memperoleh kesempatan serta fasilitas yang dijamin oleh hukum dan
sarana lain sehingga secara jasmani, mental, akhlak, rohani dan sosial
mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas
yang bermanfaat. Atas pernyataan tersebut pemerintah telah mengeluarkan
berbagai undang-undang demi memberikan perlindungan hukum terhadap
anak dalam menikmati hak-haknya.

Dalam hal seorang anak yang menjadi korban suatu tindak pidana
undang-undang mewajibkan pemerintah dan lembaga negara yang lain
untuk memberikan perlindungan khusus. UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak mengkategorikan anak sebagai korban tindak pidana
sebagai anak dalam situasi darurat. Perlindungan khusus bagai anak yang
menjadi korban tindak pidana dilakukan melalui:
1) Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga.
2) Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa
untuk menghindari labelisasi.
3) Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli baik
fisik, mental maupun sosial.
4) Pemberian aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara. (Pasal 64 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002)
Untuk anak-anak yang diekploitasi secara ekonomi dan atau seksual
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, yang dilakukan
melalui:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(a) Penyebarluasan dan atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-


undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang diekploitasi
secara ekonomi dan atau seksual.
(b) Pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi.
(c) Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja,
LSM dan masyarakat dalam penghapusan ekploitasi terhadap anak
secara ekonomi dan atau seksual.

5. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspektif


Undang Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
a. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Secara toeritis kekerasan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga
mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik maupun psikis adalah kekerasan yang
bertentangan dengan hukum. Oleh karenanya merupakan kejahatan. Menurut
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

b. Ruang Lingkup Rumah Tangga


Lingkup rumah tangga yang terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
meliputi:
1) Suami, istri, dan anak;
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga;


dan/atau
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
c. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dengan lahirnya Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Indonesia telah mengatur
bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan di dalam lingkup rumah tangga,
yaitu meliputi :
a) Kekerasan fisik;
Berdasarkan Pasal 6 disebutkan pengertian kekerasan fisik adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
b) Kekerasan psikis
Berdasarkan Pasal 7 pengertian kekerasan psikis adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya, dan atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.
c) Kekerasan seksual;
Berdasarkan Pasal 8 kekerasan seksual meliputi:
(1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam rumah tangga tersebut.
(2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain dengan tujuan komersil atau tujuan
tertentu.
d) Penelantaran rumah tangga.
Berdasarkan Pasal 9 Penelantaran Rumah Tangga meliputi:
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian, ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan dan pemeliharaan kepada orang tersebut.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2) Penelantaran sebagaimana disebut pada ayat 1 juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau
di luar rumah sehingga berada di bawah kendali orang tersebut.

6. Tinjauan umum tentang Putusan pengadilan

Pada dasarnya putusan hakim mempunyai peranan yang menentukan


dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu didalam
menjatuhkan putusan, hakim diharapkan agar selalu berhati-hati. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang diambil tidak mengakibatkan
rasa tidak puas, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat menjatuhkan
wibawa pengadilan.

Yang dimaksud dengan putusan seperti yang menjadi ketentuan umum


dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Pasal 1) putusan
pengadilan didefinisikan sebagai pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan / bebas / lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang (dalam hal ini KUHAP). Sedangkan Pasal 195 KUHAP
merumuskan bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam bukunya yang berjudul


Peristilahan Hukum dalam Praktek tahun 1985 halaman 221 menekankan
bahwa hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah dipertimbangkan dan
dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tulisan maupun lisan.
(Leden Marpaung, 1992: 406).

Dengan demikian untuk sahnya suatu putusan pengadilan harus memenuhi


syarat-syarat antara lain:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Memuat hal-hal yang diwajibkan dalam Pasal 197 ayat (1) dan (2)
KUHAP
2) Diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Hal-hal tersebut di atas yang harus dinyatakan sebagai syarat mutlak suatu
putusan, sedangkan hal-hal lain seperti hadirnya terdakwa bukan suatu syarat
mutlak. Hal ini menunjukkan bahwa putusan hakim merupakan kesimpulan
yang vital karena tidak saja mengandung aspek-aspek psikologi tetapi juga
aspek yuridis. Oleh sebab itu suatu putusan harus dituangkan dalam bentuk
rumusan yang memuat jalan pikiran hakim dan pertimbangan yang digunakan
hakim untuk menjatuhkan putusan tersebut.

Bagian pertimbangan sudah selayaknya disusun oleh hakim serapih-


rapihnya, oleh karena putusan hakim selain mengenai pelaksanaan suatu
peraturan hukum pidana, juga mengenai hak-hak asasi dari seorang terdakwa
sebagai warga negara atau penduduk dalam negara, yang mana hak tersebut
wajib dilindungi oleh Badan-badan pemerintah. (Leden Marpaung, 1992: 423)

Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung


penghukuman terdakwa, harus ditujukan kepada hal terbuktinya suatu
peristiwa pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh sebab itu suatu
tindak pidana selalu terdiri dari beberapa bagian yang merupakan syarat
perbuatan tersebut dapat dipidana, sehingga tiap-tiap bagian tersebut harus
ditinjau apakah perbuatan tersebut dapat dianggap nyata telah terjadi.

Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan


hukum dan rasa keadilan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan
hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum, akan
tetapi hakim harus berperan aktif sebagai penegak hukum dan keadilan untuk
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Aktifitas tersebut dapat direflektir dalam Hukum Acara Pidana, dimana


hakim itu harus berusaha mencari dan menemukan kebenaran dari suatu
perkara yang dihadapkan kepadanya. (Oemar Seno Adji, 1997: 262).

Dalam penentuan hukuman, seorang hakim diharapkan berpandangan


tidak hanya tertuju apakah putusan itu sudah benar menurut hukum,
melainkan juga terhadap akibat yang mungkin timbul. Dengan berpandangan
luas seperti ini maka hakim berkemungkinan besar mampu untuk menyelami
kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat dan juga akan lebih dapat
memahami serta meresapi makna dari putusan yang dijatuhkannya.

Sebaliknya, hakim yang tidak mampu berorientasi dengan masyarakat


akan lebih mudah mengundang reaksi masyarakat melalui putusan-putusannya
yang kurang mencerminkan perasaan keadilan. Oleh karena itu putusan hakim
sebaiknya informatif agar dapat memberikan gambaran yang lengkap baik
tentang kasusnya maupun tentang pertimbangan hukumnya. Selain itu putusan
hakim harus edukatif agar masyarakat dapat mengikuti hukum dengan baik.
Hakim pada umumnya melakukan penilaian tentang :
a) Pengambilan putusan mengenai perbuatan, yaitu apakah terdakwa
memang melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
b) Keputusan mengenai aturan pidananya, yaitu apakah perbuatan yang
dilakukan terdakwa itu memang merupakan suatu perbuatan pidana, yang
selanjutnya disusul dengan apakah terdakwa dengan demikian dapat
dijatuhi pidana.

Dalam membuat keputusannya hakim sangatlah mungkin untuk


melakukan suatu kekhilafan. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Riduan
Syahroni, bahwa hakim adalah manusia biasa yang selamanya sunyi dari
kekhilafan dan kesalahan. Karena itulah, dalam menyelenggarakan peradilan
semua putusan yang diberikannya terhadap perkara-perkara yang diajukan
padanya mutlak sudah benar dan adil, melainkan ada kemungkinan ini dan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

betapapun besarnya usaha menghindari kemungkinan ini, putusan yang


diberikannya itu ada yang tidak tepat dan dirasakan tidak adil. (Riduan
Syahroni, 1980: 35).

Pada dasarnya dalam sistem peradilan dimanapun, suatu putusan yang


telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu tidaklah dapat dirubah lagi. Hal
ini dikarenakan adanya asas nebis in idem yang melarang adanya dua kali
putusan dalam perkara yang sama. Namun dengan pertimbangan bahwa hakim
adalah manusia yang tidak terhindar dari kesalahan, maka dibuka
kemungkinan untuk mempergunakan lembaga peninjaun kembali.

Menurut hukum acara pidana putusan hakim dibagi menjadi tiga macam,
yakni:
1) Putusan bebas
Di dalam suatu persidangan pengadilan, seorang terdakwa dibebaskan
apabila ternyata perbuatannya yang tersebut dalam surat dakwaan
seluruhnya atau sebagian tidak terbukti, secara sah dan meyakinkan (Pasal
191 ayat (1) KUHAP) ketiadaan terbukti ini ada dua macam:
a) Ketiadaan terbukti yang oleh undang-undang ditetapkan sebagai
minimum, yaitu adanya hanya pengakuan terdakwa saja, tanpa
dikuatkan oleh alat-alat bukti yang lain.
b) Minimum yang ditetapkan oleh UU telah dipenuhi yaitu adanya dua
orang saksi atau lebih, akan tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan
terdakwa (M. Prodjohamidjojo, 1982: 130).

2) Putusan lepas
Apabila suatu perbuatan yang dalam surat dakwaan itu terbukti, tetapi
tidak merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran, maka terdakwa harus
dilepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Hal ini
akan terjadi jika:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a) Adanya kekeliruan dalam surat dakwaan, yakni apa yang didakwakan


tidak cocok dengan salah satu penyebutannya oleh hukum pidana dari
perbuatan yang diancam dengan hukuman pidana.
b) Adanya hal-hal yang khusus, yang mengakibatkan terdakwa tidak
dijatuhi hukuman pidana menurut Pasal dalam KUHAP, yakni sakit
karena jiwa (Pasal 44 KUHP), atau karena menjalankan perintah
jabatan (Pasal 51 KUHP). (M. Prodjohamidjojo, 1982: 31)

3) Putusan penghukuman
Seorang hakim akan menjatuhkan putusan-putusannya apabila
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dianggap terbukti dan
merupakan kejahatan tindak pidana (Pasal 193 ayat (1) KUHP). Akan
tetapi jika putusan ini dikenakan pada anak berumur 16 tahun atau belum
kawin, hakim masih punya leluasa untuk memilih hukumnya.
Menurut Pasal 45 KUHP, hakim leluasa untuk memilih antara tiga
macam tindakan terdakwa, yaitu:
a) Menjatuhkan suatu hukuman pidana kepada terdakwa.
b) Menyerahkan terdakwa kembali kepada orang tua atau wali.
c) Memerintahkan terdakwa diserahkan kepada pemerintah agar
dipelihara, dalam tempat pendidikan sampai berumur 18 tahun.
Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, yang telah diterima oleh para pihak yang
bersangkutan.
Putusan yang berupa penghukuman terdakwa dapat berupa pidana
seperti yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, yaitu:
a) Pidana Pokok
(1) Pidana mati
(2) Pidana penjara
(3) Kurungan
(4) Denda
b) Pidana Tambahan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(1) Pencabutan hak-hak tertentu


(2) Perampasan barang-barang tertentu
(3) Pengumuman putusan hakim

B. Kerangka Pemikiran
Perbuatan cabul merupakan istilah yang lazim digunakan pada bentuk
tindak pidana yang berkenaan dengan kejahatan kesusilaan. Apabila suatu
tindakan tidak termasuk dalam kualifikasi tindakan perkosaan maka pada proses
penuntutan akan dijerat dengan Pasal tentang perbuatan cabul. Secara yuridis
formal perbuatan cabul tidak didefinisikan secara jelas namun akibat yang
mungkin atau dapat terjadi setelah peristiwa pidana tersebut telah diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi amat serius apabila yang
menjadi korban adalah anak-anak yang oleh hukum hanya diatur secara umum
sehingga tergantung dari pertimbangan hakim dalam menegakkan keadilan bagi
korban.

Dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, dimana putusan


tersebut memungkinkan tercapainya keadilan bagi korban baik secara mental
maupun dalam bentuk materi akan mengakibatkan terciptanya supremasi hukum
di dalam masyarakat agar tidak mengulangi atau melakukan kejahatan yang
serupa. Hal ini dapat menciptakan keamanan dan ketertiban hukum di dalam
masyarakat.

Keamanan dan ketertiban hukum dimungkinkan terjadi apabila


masyarakat mulai atau setia menjunjung hukum dan perundang-undangan yang
berlaku sehingga masyarakat mau melaksanakan apa yang diperintahkan
ataupun menjauhi yang menjadi larangan peraturan-peraturan hukum. Suasana
aman dan tertib hukum yang selalu senantiasa terjadi bila dijunjung tinggi oleh
masyarakat dan dipatuhi. Hal ini dapat terjadi apabila hukum menjamin
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tegaknya keadilan dan rasa aman dari masyarakat. Untuk itu negara harus
menjamin tegaknya keadilan dan hukum tersebut.

Negara dalam hal ini sebagai pengayom masyarakat harus menjamin


tegaknya hukum dan keadilan. Suatu tindak pidana yang diproses secara hukum
merupakan salah satu upaya negara dalam menegakkan keadilan, tetapi
perlindungan hukum dan keadilan yang selalu diutamakan oleh masyarakat
belum sepenuhnya ditegakkan oleh negara terbukti dengan perundang-undangan
yang sangat sedikit dalam menjamin perlindungan bagi korban.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perbuatan cabul dipandang


sebagai kejahatan yang paling merugikan dan mencemaskan masyarakat apalagi
yang dilakaukan oleh seorang ayah terhadap anak kandungnya sebagaimana
yang terjadi di Kabupaten Karanganyar, namun paling kontroversial apalagi
yang menjadi korban adalah orang yang dipandang belum memiliki visi
terhadap masa depan.

Hampir setiap berita tentang kejahatan kesusilaan menghiasi lembaran


surat kabar yang berupa kejahatan seksual terhadap anak-anak khususnya yang
dilakukan oleh ayah kandungnya. Namun hukum yang berlaku tidak mengatur
secara khusus terhadap kejahatan kesusilaan tersebut. Pelaku hanya dijerat
dengan Pasal tentang perbuatan cabul.

Tuntutan terhadap adanya proses dan efeksibelitas tegaknya keadilan


dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak khususnya anak kandung,
tidak terlepas dari terpenuhinya sistem penegakan hukum pidana yang kondusif.
Dalam arti perlu juga adanya sensitivitas aparat penegak hukum dan masyarakat
dalam menyingkapi kasus-kasus kejahatan berupa perbuatan cabul
terhadap anak kandung tersebut. Sehingga dalam putusan pengadilan akan
diperoleh keadilan yang saebenar-benarnya atau seadil-adilnya sesuai dengan
ketentuan atau koridor hukum yang berlaku.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kejahatan kesusilaan walaupun jumlahnya tidak sebanyak jika


dibandingkan dengan kejahatan terhadap harta benda (kekayaan) dan kejahatan
terhadap nyawa, namun sampai sekarang ini kejahatan terhadap kesusilaan
terutama tindak pidana pencabulan sering menimbulkan kekhawatiran bagi
masyarakat. Tindak pidana pencabulan terhadap anak kandung kadangkala tidak
disadari oleh para korban karena mereka tidak menyadari bahwa telah menjadi
korban dari tindak pidana kesusilaan, hal ini dikarenakan usia mereka yang
masih anak-anak. Korban dari tindak pidana pencabulan tersebut tidak
menyadari bahwa pada saat itu dia telah menjadi korban dari suatu tindak
pidana yang dampaknya sangat besar untuk ditanggung oleh korban yang masih
anak-anak tersebut. Anak yang menjadi korban tentunya perlu mendapat
perlindungan hukum dan pelakunya tentunya di seret ke pengadilan dengan
proses hukum sesuai dengan tata cara hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Putusan hakim tentunya mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku


di Indonesia saat ini. Tidak terkecuali yang terjadi di Pengadilan Negeri
Karanganyar. Hakim dalam menerapkan putusan terhadap pelaku tindak pidana
pencabulan terhadap anak kandungmnya tentunya sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku baik itu masalah perlindungan anak maupun Undang-
undang penghapusan kekrasan dalam Rumah tangga serta peraturan lain yang
berkaitan dengan kasus tindak pidana pencabulan oleh ayah terhadap anak
koandungnya. Putusan yang dihasilkan tentunya bermuara pada tercapainya rasa
keadilan bagi masyarakat, khususnya anak sebagai korban tindak pidana
kejahatan berupa perbuatan cabul yang dilakukan oleh ayah kandungnya. Untuk
lebih jelasnya digambarkan dalam bagan alur kerangka berpikir di bawah ini.
Berikut disampaikan bagan kerangka berpikir :
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2 : Alur Kerangka Berpikir

Anak berhak mendapatkan perlindungan

Pada kenyataannya banyak anak menjadi korban kekerasan

Aparat penegak hukum mempunyai kewajiban untuk menanganinya

Proses penanganan di tingkat Pengadilan Negeri

KUHP KUHAP UU No.23 tahun UU No.23 tahun 2004 tentang


2002 tentang Penghapusan Kekerasan
Perlindungan Anak Dalam Rumah tangga

Keadilan tercapai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Saksi Pidana oleh Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana


Pencabulan Seorang Ayah Terhadap Anak kandungnya di Pengadilan Negeri
Karangnyar.
PUTUSAN
Nomor: 1 27/Pid.B/2008/PN.Kray
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Negeri Karanganyar yang mengadili perkara pidana dengan


acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat pertama telah menjatuhkan
putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa:
Nama Lengkap : SARDI Bin KASAN DIYONO
Tempat lahir : Karanganyar
Umur/tanggal lahir : 54 tahun / 10 April 1954
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Dukuh Gandri RT 01 R\\7 09, Desa Wonokeling,
Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar
Agama : Islam
Pekerjaan : Tani
Terdakwa Ditahan Oleh :
- Penyidik sejak tanggal 19 April 2008 sampai dengan tanggal 8 Mei 2008;
- Perpanjangan Penuntut Umum sejak tanggal 9 Mei 2008 sampai dengan
tanggal 16 Juni 2008;
- Penuntut Umum sejak tanggal 17 Juni 2008 sampai dengan tanggal 1 Juli
2008:
- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar sejak tanggal 2 Juli sampai
dengan tanggal 31 Juli 2008;
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar sejak tanggal 1 Agustus


2008 sampai dengan tanggal 29 September 2008;
Terdakwa dalam perkara ini berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 127/Pid.B/2008/PN.Kray tertanggal 20
Juli 2008 telah ditetapkan KADI SUKARNO, SH.MHum sebagai Penasehat
Hukum Terdakwa dalam perkara ini namun sampai pada hari persidangan yang
telah ditetapkan Penasehat Hukum tersebut tidak pernah hadir di persidangan;
Pengadilan Negeri tersebut:
Telah membaca:
1. PenetapanKetua Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor:
27/Pen.Pid/2008/PN.Kray tanggal 3 Juli 2008 tentang Penunjukan Majelis
Hakim:
2. Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar Nornor:
127/Pen.Pid/2008/PN.Kray tanggal 3 Juli 2008 tentang Hari Sidang;
3. Berkas perkara atas nama Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO beserta
seluruh lampirannya
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan Terdakwa di persidangan;
Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana dan Penuntut Umum pada
tanggal 27 Agustus 2008 yang pada pokoknya menuntut agar Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Karanganyar yang memeriksa dan mengadili perkara ini
memutuskan:
1. Menyatakan Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO bersalah melakukan
tindak pidana kekerusan seksual dalam lingkup rumah tangga, sebagaimana
diatur dalam Pasal 46 UU RI nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam dakwaan alternatif KESATU;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO
dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun, dikurangi selama
Terdakwa berada dalam tahanan. Dengan perintah Terdak ia tetap ditahan;
3. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.1.000,-
(Seribu rupiah):
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menimbang. bahwa atas tuntutan Penuntut Umum tersebut, Terdakwa


telah mengajukan pembelaan secara lisan pala tanggal 27 Agustus 2008 yang
pada pokoknya menyatakan mohon keringanan hukuman karena Terdakwa
menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi tindak pidana lagi;
Menimbang, bahwa atas pembelaan Terdakwa tersebut, Penuntut
Umum menyatakan tetap pada tuntutannya dan Terdakwa juga tetap pada
pembelaannya;
Menimbang. bahwa Terdakwa diajukan di persidangan oleh Penuntut
Umum dengan surat dakwaan Nomor Reg Perk: PDM-35/KNYARIEp.2/0608
tanggal 2 Juli 2008 yang selengkapnya sebagai berikut:
KESATU:
Bahwa Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO pada waktu-waktu yang
tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan September 2007 atau setidak-tidaknya
pada waktu-waktu lain dalam tahun 2007 di rumah Terdakwa yang beralamat di
Dukuh Gandri Rt 01 RW 09, Desa Wonokeling. Jatiyoso. Karanganyar atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk di dalam Daerah
Hukum Pengadilan Negeri Karanganyar, telah melakukan perbuatan kekerasan
seksual sehagaimana dimaksud dalarn Pasal 8 huruf a Undang-undang RI nomor
23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam Iingkup rumah tangga teesebut. Perbuatan mana dilakukan Terdakwa
dengan cara:
Terdakwa yang merupakan ayah kandung dari korban (NARTI, umur 25
tahun hasil perkawinan antara Terdakwa dengan SAWI) yang tinggal dalam satu
rumah, ketika pulang dan sawah melihat korban sedang tidur lelap dengan
memakai rok tipis sehingga timbul nafsu Terdakwa, lalu Terdakwa masuk ke
kamar tidur korban dan di dalam kamar tidur tersebut Terdakwa mendekati korban
kemudian menyingkap rok dan menurunkan celana dalam korban sampai ke lutut.
Selanjutnya Terdakwa juga menurunkan celana pendek dan celana dalam yang
dipakai korban setelah itu Terdakwa menindih korban yang sedang tidur di atas
tempat tidur lalu kedua kaki korban dipegangi oleh tangan Terdakwa dan dipaksa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

agar membuka selanjutnya kemaluan Terdakwa yang sudah tegang terdakwa


pegangi lalu dimasukkan ke vagina korban sampai keluar air mani, korban sempat
terbangun dan berteriak tapi korban yang menderita cacat mental tersebut tidak
dapat memberontak dan melawan atas perbuatan Terdakwa. Perbuatan Terdakwa
menyetubuhi korban tersebut telah dilakukan Terdakwa berulangkali yaitu
sebanyak 5 (jima) kali atau setidak-tidaknya lebih dan satu kali sehingga akibat
perbuatan Terdakwa korban NARTI berdasar hasil Visum Et Repertum dan
Puskesmas Jatiyoso No. 445/38.15/V/2008 tangal 3 Mei 2008 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr.SUPARDI, korban dinyatakan hamil kurang lebih 30
minggu;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
46 Undang-undang RI nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
ATAU
KEDUA :
PRIMAIR:
Bahwa Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO pada waktu-waktu yang
tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan September 2007 atau setidak-tidaknya
pada waktu-waktu lain dalam tahun 2007 di rumah Terdakwa yang beralamat di
Dukuh Gandri RT 01 RW 09, Desa Wonokeling, Jatyoso, Karanganyar atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk di dalam Daerah Hukum
Pengadilan Negeri Karanganyar, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan. Perbuatan
mana dilakukan Terdakwa dengan cara Ketika Terdakwa pulang dan sawah,
Terdakwa melihat korban (NART1, anak kandung Terdakwa yang berumur 25
tahun) sedang tidur lelap dengan memakai rok tipis sehingga timbul nafsu
Terdakwa. lalu Terdakwa masuk ke kamar tidur korban dan di dalam kamar tidur
tersebut Terdakwa korban kemudian menyingkap rok dan menurunkan celana
dalam korban sampai ke lutut. Selanjutnya Terdakwa juga menurunkan celana
pendek dan celana dalam yang dipakai korban setelah itu terdakwa menindih
korban yang sedang tidur di atas tempat tidur lalu kedua kaki korban dipegangi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oleh tangan Terdakwa dan dipaksa agar membuka selanjutnya kemaluan


Terdakwa yang sudah tegang Terdakwa masukkan ke vagina korban sampai
keluar air mani, korban sempat terbangun dan berteriak tapi korban yang
menderita cacat mental tersebut tidak dapat memberontak dan tidak berdaya
melawan perbuatan Terdakwa. Perbuatan Terdakwa menyetubuhi korban tersebut
telah dilakukan terdakwa berulangkali yaitu sehanyak 5 (lima) kali atau setidak-
tidaknya lebih dan satu kali sehingga akibat perbuatan Terdakwa korban NARTI
berdasar hãsil Visum Et Repertum dan Puskesmas Jatiyoso No. 445/38.15/V/2008
tangal 3 Mei 2008 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.SUPARDI, korban
dinyatakan hamil kurang lebih 30 minggu;
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
285 KU HP;

SUBSIDAIR:
Bahwa Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO pada waktu-waktu yang
tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan September 2007 atau setidak-tidaknya
pada waktu-waktu lain dalam tahun 2007 di rumah Terdakwa yang beralamat di
Dukuh Gandri RT 01 RW 09. Desa Wonokeling, Jatiyoso. Karanganyar atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk di dalani Daerah Hukum
Pengadilan Negeri Karanganyar. bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan. padahal di ketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau
tidak berdaya. Perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara:
Terdakwa yang merupakan ayah kandung dan korban (NARTI, umur 25
tahun) ketika pulang dari sawah, Terdakwa melihat korban sedang tidur lelap
dengan memakai rok tipis sehingga timbul nafsu Terdakwa, lalu Terdakwa masuk
ke kamar tidur korban dan di dalam kamar tidur tersebut Terdakwa mendekati
korban kemudian menyingkap rok dan menurunkan celana dalam korban sampai
ke lutut. Selanjutnya Terdakwa juga menurunkan celana pendek dan celana dalam
yang dipakai korban setelah itu Terdakwa menindih korban yang sedang tidur di
atas tempat tidur lalu kedua kaki korban dipegangi oleh tangan Terdakwa dan
dipaksa agar membuka selanjutnya kemaluan Terdakwa yang sudah tegang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Terdakwa masukkan ke vagina korban sampai keluar air mani. Korban sempat
terbangun dan berteriak tapi korban yang menderita cacat mental tersebut tidak
dapat memberontak dan tidak berdaya melawan perbuatan Terdakwa. Perbuatan
Terdakwa menyetubuhi korban tersebut telah dilakukan Terdakwa berulangkali
yaitu sebanyak 5 (lima) kali atau setidak-tidaknya lebih dan satu kali sehingga
akibat perbuatan Terdakwa korban NARTI berdasar hasil Visum Et Repertum dari
Puskesmas Jatiyoso No. 445/38.1 tanggal 3 Mei 2008 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr.SUPARDI, korban menyatakan hamil kurang lebih 30
minggu
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
286 KUHP;
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum tersebut, terdakwa
menyatakan telah mengerti dan tidak akan mengajukan keberatan/eksepsi;
Menimbang. bahwa untuk membuktikan kebenaran dakwaannya di
persidangan. Penuntut Umum telah menghadirkan saksi-saksi yang memberikan
keterangan di bawah sumpah sebagai berikut:

1. Saksi SAWI Binti TODIKROMO:


- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa karena Terdakwa adalah suami saksi;
- Bahwa saksi menerangkan sekitar bulan April 2008 diberitahu oleh tetangga
saksi kalau anak saksi yang bernama Narti hamil, lalu saksi memeriksakan
Narti ke bidan dan oleh bidan Narti dinyatakan hamil sekitar 7 bulan;
- Bahwa atas kehamilan Narti tersebut saksi tidak tahu siapa yang menghamili
dan kapan kejadiannya karena korban Narti tidak bisa bicara;
- Bahwa saksi sempat curiga terhadap Terdakwa karena Narti yang menderita
cacat mental sejak kecil tidak pernah ke luar rumah, tidak pernah punya teman
laki-laki dan di rumah yang laki-laki hanya Terdakwa;
- Bahwa saksi sempat bertanya kepada Terdakwa mengenai siapa yang
menghamili Narti tetapi Terdakwa menjawab tidak tahu:
- Bahwa Narti adalah anak kandung saksi dengan Terdakwa;
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Bahwa saat ini anak yang dikandung Narti telah lahir dan dirawat oleh saksi;
- Bahwa Terdakwa pernah dipanggil polisi untuk memperagakan adegan-
adegan dalam foto rekonstruksi;
Menimbang. bahwa atas keterangan saksi Terdakwa menyatakan benar
dan tidak keberatan;

2. Saksi SUYADI Bin PARTO WIYONO


- Bahwa saksi kenal dengan tetapi tidak ada hubungan keluarga dan pekerjaan:
- Bahwa saksi menerangkan pada sekitar bulan April 2008, masyarakat Dusun
Gandri. Desa Wonokeling. Jatiyoso, Karanganyar curiga dengan perubahan
fisik dan korban Narti karena perut korban membuncit seperti orang hamil
padahal korban belum mempunyai suami. Kemudian atas inisiatif warga
diperiksakan ke bidan dan hasilnya ternyata korban telah haniil sekitar 7
hulan.
- Bahwa selaku Kepala Dusun sempat didatangi oleh Terdakwa yang mengakui
perbuatannya dan meminta maaf atas perbuatan tersebut;
- Bahwa selang beberapa hari saksi selaku Kepala Dusun didatangi beberapa
pemuda di rumah saksi yang meminta kejelasan dan kejadian yang menimpa
Narti. Kemudian saksi mempertemukan para pernuda tersebut dengan
Terdakwa;
- Bahwa dalam pertemuan tersebut, Terdakwa mengaku yang menghamili Narti
dan perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa sebanyak 5 (lima) kali;
- Bahwa saksi dan para pemuda yang melaporkan perbuatan Terdakwa ke
Polsek Jatiyoso;
- Bahwa saksi mengetahui kalau Narti yang merupakan anak kandung
Terdakwa dengan Sawi dan sejak kecil mengalami cacat mental;
Menimbang. bahwa atas ketetangan saksi, terdakwa menyatakan keberatan
mengenai pengakuan terdakwa diberikan karena Terdakwa merasa di paksa;

3. Saksi MARDI:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga dan
pekerjaan
- Bahwa saksi menerangkan pada bulan April 2008 sekitar jam 20.30 WIB saksi
dan para pemuda berkumpul di tempat saksi Suyadi selaku Kepala Dusun
Dusun Gandri. Desa Wonokeling. Jatiyoso. Karanganyar untuk meminta
kejelasan atas kehamilan Narti;
- Bahwa dalam pertemuan tersebut, Terdakwa mengakui kalau terdakwa yang
telah menghamili Narti dan dalam pertemuan tersebut Terdakwa juga
mengakui kalau perbuatan tersebut dilakukan sebanyak 5 (lima) kali;
- Bahwa saksi mengetahui kalau Narti adalah anak kandung Terdakwa dan
saksi Sawi;
- Bahwa Narti sejak kecil mengalami cacat mental sehingga tidak bisa diajak
bicara;
- Bahwa Terdakwa membuat pengakuan karena kemauannya sendiri tanpa ada
paksaan dari siapapun;
Menimbang. bahwa atas keterangan saksi, Terdakwa menyatakan
keberatan mengenai bahwa Terdakwa membuat pengakuan tersebut karena
Terdakwa merasa dipaksa;

4. Saksi KARNO:
- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga dan
pekerjaan;
- Bahwa saksi menerangkan bulan April 2008 sekitar jam 20.30 WIB saksi dan
para pemuda berkumpul di tempat saksi Suyadi selaku Kepala Dusun Gandri.
Desa Wonokeling, Jatiyoso. untuk meminta kejelasan atas kehamilan Narti;
- Bahwa dalam pertemuan tersebut Terdawa mengakui kalau Terdakwa yang telah
menghamili Narti dan dalam pertemuan tersebut Terdakwa juga mengakui
kalau perbuatan tersebut dilakukan sebanyak 5 (lima) kali;
- Bahwa saksi mengetahui kalau Narti adalah anak kandung Terdakwa dan saksi
Sawi:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Bahwa Narti sejak kecil mengalami cacat mental sehingga tidak bisa diajak
bicara;
- Bahwa Terdakwa mengakui perbuatannya terhadap korban Narti atas
kernauannya sendiri;

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi Terdakwa sempat menyangkal


bahwa pengakuan Terdakwa diberikan karena Terdakwa merasa dipaksa;
Menimbang, bahwa di persidangan telah didengar keterangan Terdakwa
yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa Terdakwa sekitar bulan September 2007 di rumah Terdakwa yang
beralamat di Dukuh Gandri RT 01 RW 09, Desa Wonokeling, Jatiyoso,
Karanganyar, ketika pulang dan sawah karena melihat korban sedang tidur
lelap dengan memakai rok tipis sehingga timbul nafsu Terdakwa, lalu
Terdakwa masuk ke kamar tidur korban dan di dalam kamar tidur tersebut
Terdakwa mendekati korban kemudian menyingkap rok dan menurunkan
celana dalam korban sampai ke lutut;
- Bahwa selanjutnya Terdakwa juga menurunkan celana pendek dan celana
dalam yang dipakai korban setelah itu Terdakwa menindih korban yang
sedang tidur di atas tempat tidur lalu kedua kaki korban dipegangi oleh
tangan Terdakwa dan di paksa agar membuka selanjutnya kemaluan
terdakwa yang sudah tegang Terdakwa pegangi lain di masukkan ke vagina
korban sampai keluar air mani;
- Bahwa Terdakwa telah (lima) kali menyetubuhi Narti;
- Bahwa pada waktu terdakwa melakukan perbuatan tersebut Narti sempat
terbangun dan berteriak “ah oh ah oh”
- Bahwa Terdakwa melakukan perbuatannya terhadap korban Narti dalam
keadaan sadar
- Bahwa Terdakwa sudah lama tidak melakukan hubungan seksual dengan
isteri Terdakwa karena alat kemaluan korban tidak bisa bangun
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Bahwa Terdakwa melakukan hubungan seksual dengan korban Narti sampai


5 (lima) kali karena kalau dengan korban Narti alat kemaluan Terdakwa bisa
bangun:
- Bahwa Narti dari kecil sudah mengalami cacat mental dan sulit diajak
komunikasi karena tidak bisa bicara;
- Bahwa Terdakwa adalah ayah kandung dari korban Narti, umur 25 tahun
hasil perkawinan antara Terdakwa dengan saksi Sawi yang tinggal dalam
satu rumah;
- Bahwa Terdakwa mengetahui akibat dan perbuatannya, Narti menjadi hamil;
Menimbang. bahwa Penuntut Umum telah mengajukan alat bukti berupa
surat yaitu:
1. Visum Et Repertum dan Puskesmas Jatiyoso Nomor 445/38.15/V/2008
tertanggal 3 Mei 2008 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Supardi pada
kesimpulan menyebutkan: korban nama Narti, perempuan, umur dua puluh
lima tahun, teraba bagian-bagian janin. tinggi fundus uteri pèrtengahan antara
pusar dan tulang dada, pemeriksaan kehamilan positif, korban dinyatakan
hamil kurang lebih 30 minggu;
2. Duplikat Kutipan Akta Nikah Nornor KK.11.13.16/PW.01/115/2008
tertanggal 5 Mei 2008 yang dibuat dan ditandatangani oleh Drs. H. Wiliarso
Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Karanganyar;
3. Fotocopy Kartu Keluarga Nomor 3313022605053179 atas nama Kepala
Keluarga Sardi
Menimbang, bahwa untuk jelas dan ringkasnya putusan ini segala sesuatu
yang termuat dalam berita acara persidangan dianggap telah termuat dalam putusan
ini dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dan putusan ini dan telah turut
dipertimbangkan dalam putusan ini;
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke depan persidangan dengan
surat dakwaan yang berbentuk alternatif, yaitu Dakwaan Kesatu melanggar Pasal
46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Dakwaan Kedua Primair
melanggar Pasal 285 KUHP, Subsidair melanggar Pasal 286 KUHP;
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menimbang, bahwa karena surat dakwaan berbentuk alternatif, maka


dalam hal ini Majelis Hakim mempunyai kewenangan dalam menentukan Pasal
mana yang lebih tepat untuk dipertimbangkan serta dikenakan atas perbuatan
Terdakwa dalam perkara ini, dengan berdasarkan pada fakta-fakta yang tepat di
dalam persidangan, sehingga dalam perkara ini Majelis menetapkan dakwaan
alternatif kesatu yaitu, Pas 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang unsur-
unsurnya sebagai berikut:
1 Setiap orang;
2. Yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sehagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a UU RI nomor 23 tahun 2004
Menimbang, bahwa Majelis Hakini akan mempertimbangkan unsur-unsur
tersebut sebagai berikut:
Ad. 1. Unsur Setiap Orang
Menimbang. bahwa terhadap unsur tersebut adalah menunjuk pada
subyek hukum atau pelaku yang melakukan suatu tindak pidana, dimana
dalam perkara ini adalah Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO, yang
identitasnya seperti dalam surat dakwaan dan berdasarkan keterangan
saksi saksi dan keterangan Terdakwa bahwa Terdakwa adalah pelaku
atau subyek hukum yang melakukan tindak pidana sehingga tidak terjadi
kesalahan orang (error in persona) dalam perkara ini;
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi;

Ad. 2. Yang Melakukan Perbuatan Kekerasan Seksual Sebagaimana


Dimaksud Dalam Pasal 8 Huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan perbuatan kekerasan
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a UU RI nomor 23
Tahun 2004 adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan pemaksaan adalah
suatu perbuatan menyuruh orang melakukan sesuatu sedemikian rupa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak


sendiri;
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 yaitu meliputi:
a. Suami, istri dan anak;
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sehagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah.
Perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap
dalam rumah tangga dan/atau:
c. Orang yang bekerja membantu rurnah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan Fakta yang terungkap di
persidangan bahwa Terdakwa Sardi Bin Kasan Diyono pada bulan
September 2007 di rumah Terdakwa yang beralamat di Dukuh Gandri RT
01 RW 09, Desa Wonokeling, Jatiyoso, Karanganyar, ketika pulang dan
sawah dalam keadaan rumah kosong Terdakwa melihat korban Narti
sedang tidur lelap dengan memakai rok tipis sehingga timbul nafsu
Terdakwa, lalu Terdakwa masuk ke kamar tidur korban dan di dalam
kamar tidur tersebut Terdakwa mendekati korban kemudian menyingkap
rok dan menurunkan celana dalam korban sampai ke lutut;
Menimbang, bahwa selanjutnya Terdakwa juga menurunkan
celana pendek dan celana dalam yang dipakai oleh korban setelah itu
Terdakwa menindih korban yang sedang tidur di atas tempat tidur lalu
kedua kaki korban dipegangi oleh tangan Terdakwa dan dipaksa agar
membuka selanjutnya kemaluan Terdakwa yang sudah tegang Terdakwa
pegangi lalu dimasukkan ke vagina korban sampai keluar air mani, Korban
sempat terbangun dan berteriak “ah oh oh” tapi korban yang menderita
cacat mental tersebut tidak dapat memberontak dan melawan atas
perbuatan Terdakwa. Perbuatan Terdakwa menyetubuhi korban tersebut
telah dilakukan Terdakwa berulangkali yaitu sebanyak 5 (lima) kali atau
setidak-tidaknya lebih dari satu kali sehingga akibat perbuatan Terdakwa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

korban Narti berdasar hasil Visum Et Repertum dan Puskesmas Jatiyoso


No. 445/38.1 5/V/2008 tangal 3 Mei 2008 yang dibuat dan ditandatangani
oleh dr.SUPARDI, korban dinyatakan hamil kurang lebih 30 minggu;
Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa terhadap korban Narti
dilakukan secara sadar oleh Terdakwa karena terdakwa sudah lama tidak
melakukan hubungan seksual dengan isteri Terdakwa karena alat
kemaluan Terdakwa tidak bisa tegang sedangkan alat kemaluan Terdakwa
tegang ketika berhubungan seksual dengan korban Narti;
Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa diakui di depan Kepala
Dusun Dusun Gandri, Desa Wonokeling, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten
Karanganyar dan di hadapan pemuda desa;
Menimbang, bahwa berdasarkan Fotocopy Kutipan Akta Nikah
atas nama Sardi dengan Sawi dan Fotocopy Kartu Keluarga atas nama
Kepala Keluarga Sardi, bahwa korban Narti adalah anak kandung
Terdakwa Sardi bin Kasan Diyono dengan saksi Sawi;
Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan pentimbangan-pertimbangan
tersebut, ternyata perbuatan Terdakwa telah memenuhi seluruh unsur dan
dakwaan alternatif kesatu Penuntut Umum sehingga Majelis Hakim
berkeyakinan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya yaitu melanggar
Pasal 46 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga;
Menimbang, bahwa dan kenyataan yang diperoleh selama
persidangan dalam perkara ini Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal
yang dapat melepaskan Terdakwa dan pertanggungjawaban pidana, baik
sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf, oleh karenanya Majelis
Hakim berkeyakinan bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa harus
dipertanggung jawabkan kepadanya;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa mampu bertanggung
jawab, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

didakwakan terhadap diri Terdakwa dan oleh karena itu harus dijatuhi
pidana;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri
Terdakwa maka perkara dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang
memberatkan dan yang meringankan;
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan trauma psikologis bagi
korban;
- Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap korban yang mengalamai
cacat mental dan masih anak kandung Terdakwa sendiri yang
seharusnya Terdakwa lindungi;
- Perbuatan Terdakwa mengakibatkan korban mengandung bahkan
sudah melahirkan hayi;
- Terdakwa berbelit-belit dalam persidangan;
- Perbuatan Terdakwa telah merusak silsilah keluarga;
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung
keluarga;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap diri Terdakwa
telah dikenakan penahanan yang sah, maka masa penahanan tersebut harus
dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap diri Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu
ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah
dan dijatuhi pidana maka kepada terdakwa dibebani untuk membayar
biaya perkara ini yang jumlahnya seperti tercantum dalam amar putusan
ini.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mengingat Pasal 46 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004


tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal-Pasal
dalam KUHP serta peraturan-peraturan lain yang bersangkutan dengan
perkara ini:

MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO telah terbukti sëcara
sah dan mcyakinkan hersalah melakukan tindak pidana KEKERASAN
SEKSUAL DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 10 (sepuluh) tahun;
3. Memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 1.000,00 (seribu
rupiah);

Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar


Hasil wawancara terhadap hakim yang menangani kasus kekerasan Dalam Rumah
Tangga di Pengadilan Negeri Karanganyar sebagai berikut :
Nurhayati Nasution, SH
a) Selama berdinas sebagai hakim dan menangani kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga mengacu Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga dan juga
mempertimbangkan ketentuan dalam KUHP, Selain itu juga berpijak pada
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004. Putusan tetap menitik beratkan atau
tetap menggunakan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga dan peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara ini;.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Pada prinsipnya hakim dalam memutus disesuaikan dengan tuntutan jaksa


Penuntut Umum.
c) Hakim tidak perlu bersusah payah dalam hal menjatuhkan putusan.
d) Kasus ini adalah kasus keluarga yang lebih mengedepankan unsur
kemanusiaan.
e) Penerapan Pasal-Pasal tentang Ketentuan Pemidanaan dalam KUHP
tetap menjadi pertimbangan serta Pasal-pasal dalam Undang-undang No.
23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, Dalam kasus ini mengacu pada Undang-undang No. 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
karena mempunyai nilai minimal hukuman.
f) Sulitnya memberikan penjelasan secara detail kepada terdakwa masalah
perlindungan anak dan kesejahteraan anak
g) Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail mengingat
kopndisi mental yang ada pada korban
h) Trauma bagi korban sehingga, perlu kesabaran dalam mengorek
keterangan.

B. Hambatan yang dihadapi Hakim dalam Mengadili Perkara Tindak Pidana


Perbuatan Cabul yang dilakukan ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan
Negeri Karanganyar
Berdasarkan Penjelasan di atas bahwa pada kenyataannya banyak hambatan yang
dialami hakim di dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku kekerasan dalam rumah
tangga. Berdasarkan hasil penelitian terhadap hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar,
diperoleh keterangan bahwa hambatan –hambatan yang dialami hakim dalam
menerapkan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana terhadap Kekerasan dalam
Rumah tangga antara lain adalah masalah :
- Dalam memutus faktor kemanusiaan tidak bisa terlepas, mengingat dalam kasus ini
menyangkut masalah nama baik keluarga.
- Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini adalah


nama baik keluarga.
- Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail mengingat kondisi
mental yang ada pada korban
- Trauma bagi korban sehingga, perlu kesabaran dalam mengorek keterangan.
- Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan
Dalam memberikan putusan Hakim juga berpegangan pada beberapa faktor :
- Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban;
- Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap korban yang mengalamai cacat mental
dan masih anak kandung Terdakwa sendiri yang seharusnya Terdakwa lindungi;
- Perbuatan Terdakwa mengakibatkan korban mengandung bahkan sudah
melahirkan bayi;
- Terdakwa berbelit-belit dalam persidangan;
- Perbuatan Terdakwa telah merusak silsilah keluarga
- Obyek tindak pidana yang dalam hal ini adalah Anggota Keluarga yang perlu
dilindungi dan dihormati,
Faktor yang meringankan :
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga;
- serta uraian fakta-fakta dan dasar hukum yang dikemukakan penuntut umum setelah
dihubungkan dengan keterangan saksi dan para terdakwa di persidangan.

Mengenai penerapan sanksi pidana, Hakim tetap berpegang pada Undang-


Undang Terbaru sesuai Tuntutan jaksa yaitu menggunakan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga namun Pasal-Pasal dalam
KUHP serta peraturan lain yang berkaitan dengan kasus ini tetap menjadi pertimbangan
dalam memutus perkara Pidana Perbuatan cabul ini. Hal ini , berkaitan dengan tujuan
pemidanaan, yaitu bukan semata-mata sebagai pembalasan atas perbuatan para terdakwa,
melainkan bertujuan untuk membina dan mendidik agar para terdakwa menyadari
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan menginsyafi kesalahannya sehingga dapat menjadi masyarakat yang baik di


kemudian hari atau dengan kata lain bertujuan untuk melindungi masyarakat.

B. Pembahasan
Analisa Putusan Kasus Tindak Pidana Perbuatan Cabul yang dilakukan oleh
ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan Negeri Karanganyar.

Seperti yang telah diuraikan di muka, bahwa penelitian ini dilakukan di


Pengadilan Negeri Karanganyar, tepatnya di propinsi Jawa Tengah. Perkara tindak
pidana ini diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Karanganyar yang
menjatuhkan putusan pidana berupa Kekerasan Dalam Rumah Tangga berdasarkan
data dari putusan Pengadilan Negeri Karanganyar, bahwa dalam pemeriksaan di
persidangan telah ditemukan alat bukti berupa keterangan para saksi, keterangan
terdakwa dan barang bukti, dimana setelah Majelis Hakim menghubungkannya dan
menyesuaikan antara satu dengan yang lain bukti-bukti tersebut, dan telah dinilai cukup
kebenaranya, maka diperoleh adanya fakta-fakta hukum. Kemudian hakim
mempertimbangkan apakah dengan adanya fakta-fakta hukum yang telah terungkap telah
dapat menyebabkan terdakwa bersalah atau tidak melakukan perbuatan yang
didakwakan penuntut umum. Bahwa untuk menentukan terdakwa bersalah atau tidak
bersalah melakukan tindak pidana, harus terlebih dahulu diteliti apakah fakta-fakta
hukum yang telah terungkap tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
didakwakan Penuntut Umum. Disini. terdakwa telah didakwa melanggar Pasal 285 dan
286 KUHP serta Pasal 46 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Dengan telah terbukti dan telah terpenuhinya semua unsur yang dimaksudkan
dalam Pasal 46 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal-Pasal dalam KUHP serta peraturan-
peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara ini, maka didapat keyakinan bahwa
terdakwa telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga berupa
Tindak Pidana Pencabulan terhadap anak kandung oleh ayah. Selanjutnya, karena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dakwaan disusun secara alternatif oleh Penuntut Umum dan telah terbukti, maka Majelis
Hakim berkesimpulan yang sama terhadap apa yang dikemukakan oleh Penuntut Umum
tentang fakta-fakta dan dasar-dasar hukumnya. Di dalam persidangan juga tidak terbukti
adanya alasan-alasan pembenar yang menghapuskan kesalahan terdakwa dan tidak
ditemukan alasan pemaaf yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya, sehingga
terdakwa harus dijatuhi hukuman.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang jauh lebih ringan
karena terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesal dan mengakui terus terang
sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan. Adapun hal yang memberatkan adalah
perbuatan terdakwa tega melakukan perbuatan cabul terhadap korban yang merupakan
anak kandungnya, padahal korban adalah anak kandungnya sendiri yang seharusnya
dilindungi. Seperti kita ketahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahhun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga yang bertujuan untuk melindungi anggota keluarga dari tindak kekerasan dalam
rumah tangga. Tindak pidana ini diputus dengan menggunakan UU No. 23 Tahun 2004
tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, melainkan dan juga menpertimbangkan Pasal-
pasal dalam KUHP, mengingat tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga itu
dilakukan pada saat UU No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga
dan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan merupakan salah satu unsur yang
terdapat dalam undang-undang ini.

Alasan yang dikemukakan hakim untuk tetap menggunakan Undang-Undang


Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam
memutus perkara tindak pidana terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah
bahwa hakim memutus perkara tersebut berdasarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut
Umum yang menuntut terdakwa dengan UU No. 23 Tahun 2004 namun juga
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP. Penggunaan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tersebut
dilakukan karena prinsip tujuan pemidanaan bukan semata-mata sebagai pembalasan
atas perbuatan para terdakwa agar menjadi jera, melainkan bertujuan untuk membina
dan mendidik agar para terdakwa menyadari dan menginsyafi kesalahannya sehingga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tidak akan melakukan tindak pidana lagi dan dapat menjadi masyarakat yang baik di
kemudian hari, sehingga tetap menggunakan UU No. 23 tahun 2004 serta
mempertimbangkan Pasal-pasal dalam KUHP.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar,
diperoleh keterangan bahwa hambatan yang dihadapi hakim selama dalam pemeriksaan
sebelum menjatuhkan putusan antara lain:
- Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan
- Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini adalah
nama baik keluarga.
- Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail mengingat kopndisi
mental yang ada pada korban
- Trauma bagi korban sehingga, perlu kesabaran dalam mengorek keterangan.
- Perlu kerja ekstra keras dalam menangani perkara kekerasan dalam rumah tangga
- Dalam memutus perkara juga factor kemanusiaan tidak bisa ditinggalkan,
mengingat masalah ini menyangkut masalah keluarga.

Selain itu beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan hakim


dalam menerapkan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana terhadap Kekerasan dalam
Rumah tangga antara lain obyek tindak pidana yang dalam hal ini adalah Faktor yang
memberatkan dan faktor yang meringankan, serta uraian fakta-fakta dan dasar hukum
yang dikemukakan penuntut umum setelah dihubungkan dengan keterangan saksi dan
para terdakwa di persidangan. Kita ketahui bahwa Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga tidak ada pernyataan secara eksplisit bahwa kekerasan
dalam rumah tangga sebagai masalah publik, namun adanya campur tangan negara dan
peran aktif masyarakat untuk mencegah Kekerasan dalam rumah tangga merupakan
indikasi bahwa Kekerasan dalam rumah tangga urusan publik. Selama ini pemahaman
tentang masalah publik/bukan domestik masih dimaknai sebatas arti negara, karena
kasus-kasus Kekerasan dalam rumah tangga dapat dilaporkan ke kepolisian dan
selanjutnya diproses di pengadilan dan peran masyarakat belum nampak, padahal Pasal 15
UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memberikan jawaban pada masyarakat untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana,


memberikan perlindungan, memberikan pertolongan darurat dan membantu proses
pengajuan penelapan permohonan perlindungan.

Penerapan sanksi Pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga di Pengadilan Negeri Karanganyar dalam menerapan Sanksi Pidana pada Pelaku
Kekerasan Dalam rumah tangga belum mengacu Pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sedangkan faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan hakim dalam memutus perkara kekerasan dalam rumah tangga oleh faktor-
faktor lainnya. Termasuk faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang
diberikan pemegang peranan ialah :
1. Sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya
2. aktifitas dari lembaga-lembaga/badan-badan pelaksana hukum (para hakimnya
sendiri) dan juga jaksa
3. Fakta-fakta hukum yang terjadi dalam persidangan.

Mengenai masalah penggunaan UU No. 23 Tahun 2004 dalam memutus perkara


tindak pidana terhadap Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga, hal ini
diserahkan pada hakim. Ini berarti prinsip kebebasan hakim untuk memutus perkara yang
menurutnya paling tepat dan sesuai dengan kondisi serta situasi yang ada dalam
masyarakat. Namun demikian, kebebasan tersebut bukan berarti kebebasan tanpa batas
yang hanya mengikuti seleranya sendiri sehingga dapat berbuat sewenang-wenang dan
bila perlu melakukan penyelewengan. Kebebasan hakim ini diikat dengan tanggung
jawab, yaitu tanggung jawab untuk menciptakan hukum sesuai dengan Pancasila dan
rasa keadilan masyarakat atau nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa :
1. Hakim dalam menerapkan putusan dalam Kasus tindak pidana pencabulan
terhadap anak kandung di Pengadilan Negeri Karanganyar, diputus oleh hakim
menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga serta mempertimbangkan ketentuan
dalam KUHP karena tindak pidana itu dilakukan setelah Undang-Undang No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diberlakukan.
2. Hambatan yang dialami oleh hakim dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana
terhadap kekerasan dalam rumah tangga antara lain :
Hambatan yang dialami selama pemeriksaan adalah:
- Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan
- Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini
adalah nama baik keluarga.
- Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail mengingat kondisi
mental yang ada pada korban
- Trauma bagi korban sehingga, perlu kesabaran dalam mengorek keterangan.
- Perlu kerja ekstra keras dalam menangani perkara kekerasan dalam rumah
tangga
- Dalam memutus perkara juga faktor kemanusiaan tidak bias ditinggalkan,
mengingat masalah ini menyangkut masalah keluarga.

Faktor yang memberatkan terdakwa yang menjadi pertimbangan hakim :


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan trauma psikolgis bagi korban;


- Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap korban yang mengalamai cacat
mental dan masih anak kandung Terdakwa sendiri yang seharusnya Terdakwa
lindungi;
- Perbuatan Terdakwa mengakibatkan korban mengandung bahkan sudah
melahirkan hayi;
- Terdakwa berbelit-belit dalam persidangan;
- Perbuatan Terdakwa telah merusak silsilah keluarga
- obyek tindak pidana yang dalam hal ini adalah Anggota Keluarga yang perlu
dilindungi dan dihormati,
- Terdakwa melakukan perbuatan berulang kali terhadap anak kandungnya.
Faktor yang meringankan :
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga;

B. Saran
1. Perlu adanya koordinasi yang baik dan teratur antara instansi pemerintah yang
berwenang dan pihak-pihak yang terkait dengan upaya perlindungan keluarga
untuk menjaga dari segala bentuk kekerasan.
2. Tindak pidana pencabulan dengan anak sering terjadi di dalam masyarakat,
sebelumnya masyarakat akan menganggap memperbincangkan hal-hal yang
menyangkut lingkungan nafsu seksual adalah tabu dan merasa risih, hal ini
mengakibatkan masyarakat khususnya yang menjadi korban tindak pidana
perbuatan cabul tidak mau bahkan tidak tahu bahwa perbuatan tersebut dapat
dipidana. Untuk itu diperlukan adanya penyuluhan-penyuluhan kepada
masyarakat tentang tindak-tindak pidana yang diancam pidana khususnya tindak
pidana perbuatan cabul.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Riduan Syahroni, 1978. Hukum Dan Peradilan. Alumni.

Andi Hamzah, 1987. Peranan Hukum Dan Peradilan. Jakarta: Bina Aksara.

Bambang Poernomo, 1987. Pertumbuhan Hukum Menyimpang Diluar Kodifikasi Hukum


Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

Bambang Waluyo, 2000. Pidana Dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.

Burhan Ashshofa, 1998. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rindu Cipta.

Cholid Narbuko, 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Darwan Prinst, 2003. Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Joko Poernomo, 2002. Metode Penelitian Hukum. Surakarta: UNS Press.

Leden Marpaung, 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Kedua Di


Kejaksaan Dan Pengandilan Negeri, Upaya Hukum Dan Eksekusi. Jakarta:
Sinar Grafika.

---------------------, 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya.


Jakarta: Sinar Grafika.

Moh. Nazir, 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mulyana W Kusumah, 1982. Hukum Dan Hak-hak Anak. Jakarta: Radjawali.

Oemar Seno Adji, 1989. KUHAP Sekarang. Jakarta: Erlangga.

---------------------, 1997. Hukum Hakim Pidana. Jakarta: Erlangga.

Prodjohamijojo, 1982. Komentar Atas KUHAP. Jakarta: Pradya Paramitha.

Riduan Syahroni, 1980. Masalah Bertumpuknya Beribu-ribu Perkara Di Mahkamah


Agung. Bandung: Alumni.

Soemitro dan Abdulkadir, S.H, 1996. BPK Hukum Pidana. Surakarta: UNS Press.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar Tehnik. Bandung: PT.
Transito.

Sutopo, HB, 1997. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-dasar Teoritis dan Praktis).
Surakarta: Pusat penelitian.

Wirdjono Prodjodikoro, 1989. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung: PT.


Eresco.

----------------------------, 2002. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung:


PT. Eresco.

____________, 1946. UU No. 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. Jakarta: Sekretariat RI.

_____________, 1981. UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Jakarta: Sekretariat RI.

, 1997. UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam


Rumah tangga. Jakarta: Sekrerariat RI.

Anda mungkin juga menyukai