id
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Oleh :
RONGGO
NIM. E.1105128
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disusun Oleh :
RONGGO
NIM. E.1105128
PENGESAHAN PENGUJI
Disusun Oleh :
RONGGO
NIM. E.1105128
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada:
Hari : ..................................
Tanggal : ..................................
TIM PENGUJI
MENGETAHUI
Dekan,
ABSTRAK
RONGGO, E.1105128, PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM
PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENCABULAN SEORANG AYAH TERHADAP ANAK
KANDUNGNYA Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan
Hukum (Skripsi). 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
penerapan sanksi pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap
anak kandung yang dilakukan oleh ayahnya tersebut di Pengadilan Negeri Karanganyar
serta hambatan dalam memutus perkara.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dan apabila
dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum empiris atau non-doktrinal. Lokasi
penelitian di Pengadilan Negeri Kakranganyar. Jenis data yang dipergunakan meliputi
data primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui
observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan
analisis data kualitatif dan analisis isi untuk kemudian diambil kesimpulan secara
deduktif.
Dari penelitian ini dapat diperoleh hasil bahwa Hakim dalam menerapkan
putusan dalam Kasus tindak pidana pencabulan terhadap anak kandung di Pengadilan
Negeri Karanganyar, diputus oleh hakim menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga serta
mempertimbangkan ketentuan dalam KUHP karena tindak pidana itu dilakukan setelah
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
diberlakukan.
Hambatan yang dialami oleh hakim dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana terhadap
kekerasan dalam rumah tangga antara lain : Hambatan yang dialami selama pemeriksaan
adalah terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan, Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini
adalah nama baik keluarga. Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail
mengingat kondisi mental yang ada pada korban. Trauma yang dialami korban sehingga,
perlu kesabaran dalam mengorek keterangan. Dalam memutus perkara juga faktor
kemanusiaan tidak bisa ditinggalkan, mengingat masalah ini menyangkut masalah
keluarga.
Faktor yang memberatkan terdakwa yang menjadi pertimbangan hakim
:Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban; Perbuatan
terdakwa dilakukan terhadap korban yang mengalamai cacat mental dan masih anak
kandung terdakwa sendiri yang seharusnya terdakwa lindungi. Perbuatan terdakwa
mengakibatkan korban mengandung bahkan sudah melahirkan bayi. Terdakwa berbelit-
belit dalam persidangan; Perbuatan terdakwa telah merusak silsilah keluarga; obyek
tindak pidana yang dalam hal ini adalah Anggota Keluarga yang perlu dilindungi dan
dihormati. Terdakwa melakukan perbuatan berulang kali terhadap anak kandungnya.
Faktor yang meringankan : Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; Terdakwa
belum pernah dihukum; Terdakwa adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung
keluarga.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Jadilah pohon kurma, tinggi cita-citanya, kebal dari penyakit, dan apabila dilempar
dengan batu, ia membalas dengan kurmanya (Dr. Aidh Al Qarni)
Bahagia adalah bukan pada saat kita mendapatkan apa yang kita mau, tetapi
bahagia adalah pada saat kita menghargai apa yang kita punya (Dian Paramitha
Sastrowardoyo)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. (Q. S. Alam Nasyrah : 6,7)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa kasih sayang dari hati yang paling dalam skripsi ini Ronggo
persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Bapak Harjoto Hadi Putra dan Ibu
Sophia tersayang semoga dengan selesainya skripsi anandamu ini bisa membuat
Bapak dan Ibu bahagia (amin)
Kedua kakak aku Mbak Emma dan Mbak Reni yang Ronggo sayangi
Keluarga besar Banjarsari dan Keluarga besar Percetakan Negara
Sahabat-sahabatku, dan
Almamater Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah, Swt. Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta
diiringi rasa syukur kehadirat Ilahi Rabbi, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul
“PENERAPAN SANKSI PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI
KARANGANYAR TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN
SEORANG AYAH TERHADAP ANAK KANDUNGNYA”, dapat penulis selesaikan.
Penulisan hukum ini dapat membahas tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
seorang ayah terhadap anak kandungnyabdi Pengadilan Negeri Karanganyar. Penulis
yakin bahwa penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ijin kepada Penulis untu menyusun penulisan
hukum ini.
2. Bapak Ismunarno, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Pidana terima kasih
Pak atas nasehatnya.
3. Ibu Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum selaku Pembimbing I saya, yang mana telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan hingga
tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak Winarno Budyatmojo, SH. MS, selaku Pembimbing II saya, yang mana telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan hingga
tersusunnya skripsi ini.
5. Bapak Pius Triwahyudi, SH, Msi selaku pembimbing akademik, terima kasih pak atas
nasehat-nasehatnya.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada
Penulis.
7. Bapak Harjono,S.H., M.H selaku Ketua Bagian Non Reguler terima kasih atas
dedikasinya terhadap Mahasiswa Non Reguler yang telah menjadi Ayah bagi kami.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ronggo
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Pidana...................................................................... 28
5. Tinjauan Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga dalam Persfektif Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga ................................................................ 30
a. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga .......... 30
b. Ruang Lingkup Rumah Tangga ............................... 30
c. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 31
6. Tinjauan Umum Tentang Putusan Pengadilan............... 32
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 37
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 42
A. Penerapan Sanksi Pidana Oleh Hakim Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencabulan Seorang Ayah Terhadap Anak
Kandungnya di Pengadilan Negeri Karanganyar.................. 42
B. Hambatan Yang Dihadapi Hakim Dalam Mengadili Perkara
Tindak Pidana Perbuatan Cabul Yang dilakukan Ayah
Terhadap Anak Kandungnya di Pengadilan Negeri
Karanganyar.......................................................................... 59
BAB IV : PENUTUP.................................................................................... 65
A. Kesimpulan ............................................................................ 65
B. Saran ...................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Tindak pidana yang sering terjadi di dalam masyarakat dewasa ini semakin
canggih dan semakin banyak seiring dengan berkembangnya keadaan masyarakat.
Kejahatan-kejahatan seperti pencurian, pembunuhan, perjudian, perkosaan dan lain
sebagainya saat ini menjadi tindak pidana yang sering diberitakan di media masa,
baik cetak atau elektronik. Hal ini membuktikan bahwa kejahatan semakin sering
terjadi dan menunjukkan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum.
Sesuai dengan sifat hukum yang memaksa, maka setiap perbuatan yang
melawan hukum itu dapat dikenakan penderitaan yang berupa hukuman. Hukum
pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-
pelanggaran terhadap kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan
masyarakat dan kepentingan individu yang mana dapat diancam dengan hukuman.
Hukum yang baik dan sempurna tidak hanya tergantung pada asas-asas, sistematika,
perumusan Pasal-Pasal dan sanksi-sanksi yang ada melainkan tergantung juga pada
tata pelaksanaan serta pada manusia yang menjadi pendukung dan pelaksana dari
hukum itu sendiri.
Di antara anggota masyarakat yang rawan menjadi korban kejahatan
kesusilaan adalah kaum perempuan dan anak-anak. Anak mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam bangsa, negara dan masyarakat maupun keluarga.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Mereka adalah tumpuan harapan masa depan bangsa dan negara. Untuk itu anak perlu
dihindarkan dari perbuatan pidana yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik,
mental dan rohaninya. Menyadari kenyataan di atas, norma hukum juga memberikan
perlindungan khusus terhadap anak karena kalau dilakukan terhadap orang dewasa
tidak dikualifikasikan sebagai tindak pidana atau pelanggaran hukum, tetapi apabila
dilakukan terhadap anak-anak akan menjadi tindak pidana. (Darwan Prinst, 2003: 99).
Adapun perlindungan yang diberikan kepada anak oleh KUHP adalah sebagai
berikut:
1. Menjaga kesopanan anak (Pasal 283)
2. Larangan bersetubuh dengan orang yang belum dewasa (Pasal 287)
3. Larangan berbuat cabul dengan anak (Pasal 290, 292, 294, 295, 297)
4. Larangan menculik anak (Pasal 330)
5. Larangan menyembunyikan orang yang belum dewasa (Pasal 331)
Salah satu permasalahan yang timbul dan cukup peka dirasakan mencolok
dan menjauh dari nilai manusiawi adalah dengan semakin meningkatnya kejahatan
perkosaan untuk cabul yang dilakukan oleh orang dewasa terutama oleh ayah
kandungnya yang disertai dengan tindakan kekerasan ataupun janji dari pelaku yang
berupa ancaman ataupun imbalan yang tidak masuk akal, serta kejahatan kesusilaan
yang dilakukan kepada anak-anak perempuan yang belum dewasa yang bahkan
mempunyai hubungan darah dengan pelaku.
Sebagai salah satu dari pelaksana hukum, hakim diberi wewenang oleh
undang-undang untuk menerima, memeriksa dan memutus suatu perkara pidana. Oleh
karenanya hakim dituntut secara moral maupun secara hukum untuk dapat berbuat
adil, yang artinya bahwa putusan hakim tersebut didasarkan pada fakta-fakta dan
bukti-bukti otentik dan akurat. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP di
dalam Pasal 183 yang menyebutkan, sebagai berikut: hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Ketentuan dari Pasal tersebut
bertujuan untuk menjamin tegaknya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum bagi
seseorang. Oleh karena itu untuk menjatuhkan hukuman pidana ada syarat yang
berhubungan antara satu sama lain dan harus terpenuhi, yaitu:
1. Adanya alat bukti yang sah
Setiap menjatuhkan putusan sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang
sah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dalam perkara perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur yang terjadi,
sangat diperlukan pembuktian yang sah bahwa tindak pidana tersebut benar-benar
telah terjadi terhadap seorang korban. Hal ini harus dibuktikan dalam pengadilan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Pasal 184 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud alat bukti yang sah adalah
1. Keterangan saksi
2. Keterangan saksi ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan bahwa hal yang secara umum sudah
diketahui tidak perlu dibuktikan.
Dalam hal pembuktian suatu kejahatan bukan hanya masalah yuridis formal
semata melainkan juga masalah teknis yang memerlukan penanganan-penaganan
yang bersifat teknis pula. Penanganan teknis dalam rangka pembuktian tersebut
memerlukan ilmu pengetahuan lain diluar ilmu hukum dan hukum acara pidana.
Semisal saja cabang-cabang ilmu kriminalistik seperti: ilmu kedokteran kehakiman,
ilmu tetang racun (toksikologi), ilmu tentang senjata api (balistik), ilmu tentang sidik
jari (daktiloscopi) dan lain sebagainya.
merenggut masa depan si anak. Keputusan yang diambil dalam sidang pengadilan
terhadap suatu perkara tindak pidana pencabulan seorang ayah terhadap anak
kandungnya, seringkali tidak memperhatikan kepentingan anak terbukti dimana
pelaku kejahatan hanya dijerat dengan Pasal yang lebih ringan.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mempermudah
penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga tujuan dan sasaran
yang akan dicapai menjadi jelas, searah dan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Penerapan sanksi pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana
pencabulan seorang ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan Negeri
Karanganyar?
2. Hambatan apa yang dihadapi oleh hakim dalam megadili perkara tindak pidana
pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan Negeri
Karangnyar?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal tersebut dimaksudkan
untuk memberikan arah dalam penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas dan rumusan masalah yang telah ditetapkan maka
penulis mempunyai tujuan dalam mengadakan penelitian ini yang terbagi menjadi
dua, yaitu:
1. Tujuan obyektif
Tujuan obyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui penerapan Sanksi Pidana oleh hakim dalam menjatuhkan
pidana kepada pelaku perbuatan cabul yang dilakukan oleh ayah terhadap anak
kandungnya di Pengadilan Negeri Karangnyar.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh hakim dalam mengadili
perkara tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah terhadap anak
kandungnya.
2. Tujuan subyektif
Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis sendiri terutama dibidang ilmu
hukum, khususnya hukum pidana.
b. Untuk memperoleh data-data yang penyusun pergunakan dalam penulisan
hukum sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Di dalam penelitian hukum tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari adanya penelitian adalah :
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pidana terutama yang
berhubungan dengan pemeriksaan tindak pidana perbuatan cabul.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
E. Metode Penelitian
Di dalam suatu penelitian metode merupakan faktor yang sangat penting
sebagai proses penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti. Definisi metode itu
sendiri adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tingkat ketelitian jumlah
dan jenis yang akan dihadapi, definisi lain mengenai metode menurut Moh. Nazir
adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan
penjelasan kebenaran (Moh. Nazir, 1983:42), sedangkan penelitian diartikan “semua
proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanan penelitian” (Moh. Nazir,
1983:99).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan mengenai arti dari metode
penelitian yaitu cara yang diatur secara sistematis dalam rangka perencanaan dan
pelaksanaan penelitian sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh untuk mendukung data primer. Data
sekunder meliputi data yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan
melalui literatur-literatur, himpunan perundangan yang berlaku, hasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Studi kepustakaan
Dalam studi kepustakaan digunakan metode analisis isi yang artinya
adalah teknik untuk menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi Pasal-Pasal
secara obyektif dan sistematis yaitu dengan cara mempelajari buku ilmiah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Model analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis interaktif yaitu
model analaisis data yang dilaksanakan dengan menggunakan tiga tahap/komponen
berupa reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan/verivikasi dalam suatu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
proses siklus antara tahap-tahap tersebut sehingga data terkumpul akan berhubungan
satu dengan lainnya secara otomatis (Sutopo HB, 1997: 86).
Pengumpulan
Data
I II
Reduksi Data Sajian Data
III
Penarikan
Kesimpulan/Verifikasi
Ketiga Komponen tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut
a. Reduksi data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus
bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah penelitian
lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data bukanlah
merupakan suatu hal yang terpisah dari analisis dan merupakan bagian dari
analisis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Penyajian Data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Dari permulaan pengumpulan data, seorang analis kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proposisi. Kesimpulan-
kesimpulan itu akan ditangani dengan longgar dan tetap terbuka, tetapi
kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas meningkat lebih
terperinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan juga di
verifikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya makna-makna yang
muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya
yakni merupakan validitasnya (Soerjono Soekanto, 1986: 18 - 19).
I. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh maka penulis menyusun
skripsi ini dalam empat bab ditambah daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
apabila disusun secara sistematis adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Pidana.
a. Pengertian Pidana.
Pada dasarnya pidana adalah sama dengan penderitaan. Perbedaanya
hanya terletak, penderitaan pada tindakan lebih kecil atau ringan, dari pada
penderitaan yang dijatuhi oleh pidana.
b. Jenis-Jenis Pidana
KUHP sebagai induk pidana telah merinci jenis-jenis pidana,
sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP, dimana dibedakan
adanya pidana pokok dan pidana tambahan.
1) Pidana pokok terdiri dari:
a) Pidana mati
Berdasarkan Pasal 69 maupun berdasarkan hak yang
tertinggi bagi manusia, pidana mati adalah pidana yang terberat,
yang pelaksanaanya berupa penyerangan terhadap hak hidup
manusia, yang sesungguhnya hak itu hanya mutlak milik Tuhan.
2) Agar suatu tindakan seperti itu dapat dihukum maka tindakan itu
harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan
dengan undang-undang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Jadi sifat melawan hukum itu timbul dari suatu kenyataan bahwa
tindakan manusia tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan suatu unsur dari
delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur
yang lain.
Moeljatno : Untuk lebih jelasnya dalam membahas masalah tindak
pidana maka penulis menguraikan istilah tindak pidana. Menurut
Moeljatno perbuatan pidana adalah:
1) Unsur subjektif
(a) Kesengajaan atau kelalaian (dolus atau Culpa).
(b) Maksud dari suatu percobaan (poging) seperti yang dimaksudkan
dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
(c) Macam-macam maksud (oogmerk) seperti yang terdapat dalam
kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-
lain.
(d) Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam
kejahatan menurut Pasal 340 KUHP.
(e)Perasaan takut (vrees) seperti yang terdapat dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
2) Unsur objektif
(a) Sifat melawan hukum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Pengertian Anak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(g) Berarti anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua
berada di bawah kekuasaan wali.
Dari Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang tersebut menentukan
batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 tahun dan 19 tahun.
3) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Dalam Pasal 1ayat (2), anak dirumuskan dalam perkara Anak
Nakal dengan syarat:
(a) antara umur 8 tahun sampai dengan 18 tahun
(b) anak belum pernah kawin, apabila seorang anak pernah
mengalami perceraian walaupun belum genap 18 tahun dianggap
telah dewasa.
4) KUHP
Dalam Pasal 35, 45 dan 47 merumuskan anak dengan batasan
kurang dari 16 tahun. Setelah adanya undang-undang Pengadilan
Anak Pasal tersebut tidak berlaku. Tetapi batasan umur anak sebagai
korban pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 285, 287, 290, 292,
293, 294, 295, 297 yaitu belum genap berumur 15 tahun.
5) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Mendefinisikan anak sebagai seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum pernah kawin.
6) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Anak didefinisikan sebagai seorang yang belum berusia 18 tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
anak sehingga juga dianggap sebagai melindungi anak dari tindak pidana.
(Darwan Prinst, 2003: 103)
Pernyataan hak-hak anak dalam konvensi hak anak menyatakan
tentang hak-hak anak yang tercantum dalam Pasal-Pasal konvensi tersebut
berhak dinikmati oleh anak seluruhnya. Selain hal tersebut anak-anak
berhak memperoleh perlindungan khusus dari segala bentuk penyia-
nyiaan, kekejaman dan penindasan dalam bentuk apapun dan harus
memperoleh kesempatan serta fasilitas yang dijamin oleh hukum dan
sarana lain sehingga secara jasmani, mental, akhlak, rohani dan sosial
mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas
yang bermanfaat. Atas pernyataan tersebut pemerintah telah mengeluarkan
berbagai undang-undang demi memberikan perlindungan hukum terhadap
anak dalam menikmati hak-haknya.
Dalam hal seorang anak yang menjadi korban suatu tindak pidana
undang-undang mewajibkan pemerintah dan lembaga negara yang lain
untuk memberikan perlindungan khusus. UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak mengkategorikan anak sebagai korban tindak pidana
sebagai anak dalam situasi darurat. Perlindungan khusus bagai anak yang
menjadi korban tindak pidana dilakukan melalui:
1) Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga.
2) Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa
untuk menghindari labelisasi.
3) Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli baik
fisik, mental maupun sosial.
4) Pemberian aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara. (Pasal 64 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002)
Untuk anak-anak yang diekploitasi secara ekonomi dan atau seksual
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, yang dilakukan
melalui:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
(2) Penelantaran sebagaimana disebut pada ayat 1 juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau
di luar rumah sehingga berada di bawah kendali orang tersebut.
1) Memuat hal-hal yang diwajibkan dalam Pasal 197 ayat (1) dan (2)
KUHAP
2) Diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
Hal-hal tersebut di atas yang harus dinyatakan sebagai syarat mutlak suatu
putusan, sedangkan hal-hal lain seperti hadirnya terdakwa bukan suatu syarat
mutlak. Hal ini menunjukkan bahwa putusan hakim merupakan kesimpulan
yang vital karena tidak saja mengandung aspek-aspek psikologi tetapi juga
aspek yuridis. Oleh sebab itu suatu putusan harus dituangkan dalam bentuk
rumusan yang memuat jalan pikiran hakim dan pertimbangan yang digunakan
hakim untuk menjatuhkan putusan tersebut.
Menurut hukum acara pidana putusan hakim dibagi menjadi tiga macam,
yakni:
1) Putusan bebas
Di dalam suatu persidangan pengadilan, seorang terdakwa dibebaskan
apabila ternyata perbuatannya yang tersebut dalam surat dakwaan
seluruhnya atau sebagian tidak terbukti, secara sah dan meyakinkan (Pasal
191 ayat (1) KUHAP) ketiadaan terbukti ini ada dua macam:
a) Ketiadaan terbukti yang oleh undang-undang ditetapkan sebagai
minimum, yaitu adanya hanya pengakuan terdakwa saja, tanpa
dikuatkan oleh alat-alat bukti yang lain.
b) Minimum yang ditetapkan oleh UU telah dipenuhi yaitu adanya dua
orang saksi atau lebih, akan tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan
terdakwa (M. Prodjohamidjojo, 1982: 130).
2) Putusan lepas
Apabila suatu perbuatan yang dalam surat dakwaan itu terbukti, tetapi
tidak merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran, maka terdakwa harus
dilepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Hal ini
akan terjadi jika:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3) Putusan penghukuman
Seorang hakim akan menjatuhkan putusan-putusannya apabila
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dianggap terbukti dan
merupakan kejahatan tindak pidana (Pasal 193 ayat (1) KUHP). Akan
tetapi jika putusan ini dikenakan pada anak berumur 16 tahun atau belum
kawin, hakim masih punya leluasa untuk memilih hukumnya.
Menurut Pasal 45 KUHP, hakim leluasa untuk memilih antara tiga
macam tindakan terdakwa, yaitu:
a) Menjatuhkan suatu hukuman pidana kepada terdakwa.
b) Menyerahkan terdakwa kembali kepada orang tua atau wali.
c) Memerintahkan terdakwa diserahkan kepada pemerintah agar
dipelihara, dalam tempat pendidikan sampai berumur 18 tahun.
Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, yang telah diterima oleh para pihak yang
bersangkutan.
Putusan yang berupa penghukuman terdakwa dapat berupa pidana
seperti yang diatur dalam Pasal 10 KUHP, yaitu:
a) Pidana Pokok
(1) Pidana mati
(2) Pidana penjara
(3) Kurungan
(4) Denda
b) Pidana Tambahan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Perbuatan cabul merupakan istilah yang lazim digunakan pada bentuk
tindak pidana yang berkenaan dengan kejahatan kesusilaan. Apabila suatu
tindakan tidak termasuk dalam kualifikasi tindakan perkosaan maka pada proses
penuntutan akan dijerat dengan Pasal tentang perbuatan cabul. Secara yuridis
formal perbuatan cabul tidak didefinisikan secara jelas namun akibat yang
mungkin atau dapat terjadi setelah peristiwa pidana tersebut telah diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi amat serius apabila yang
menjadi korban adalah anak-anak yang oleh hukum hanya diatur secara umum
sehingga tergantung dari pertimbangan hakim dalam menegakkan keadilan bagi
korban.
tegaknya keadilan dan rasa aman dari masyarakat. Untuk itu negara harus
menjamin tegaknya keadilan dan hukum tersebut.
Keadilan tercapai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
SUBSIDAIR:
Bahwa Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO pada waktu-waktu yang
tidak dapat dipastikan lagi dalam bulan September 2007 atau setidak-tidaknya
pada waktu-waktu lain dalam tahun 2007 di rumah Terdakwa yang beralamat di
Dukuh Gandri RT 01 RW 09. Desa Wonokeling, Jatiyoso. Karanganyar atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk di dalani Daerah Hukum
Pengadilan Negeri Karanganyar. bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan. padahal di ketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau
tidak berdaya. Perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara:
Terdakwa yang merupakan ayah kandung dan korban (NARTI, umur 25
tahun) ketika pulang dari sawah, Terdakwa melihat korban sedang tidur lelap
dengan memakai rok tipis sehingga timbul nafsu Terdakwa, lalu Terdakwa masuk
ke kamar tidur korban dan di dalam kamar tidur tersebut Terdakwa mendekati
korban kemudian menyingkap rok dan menurunkan celana dalam korban sampai
ke lutut. Selanjutnya Terdakwa juga menurunkan celana pendek dan celana dalam
yang dipakai korban setelah itu Terdakwa menindih korban yang sedang tidur di
atas tempat tidur lalu kedua kaki korban dipegangi oleh tangan Terdakwa dan
dipaksa agar membuka selanjutnya kemaluan Terdakwa yang sudah tegang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Terdakwa masukkan ke vagina korban sampai keluar air mani. Korban sempat
terbangun dan berteriak tapi korban yang menderita cacat mental tersebut tidak
dapat memberontak dan tidak berdaya melawan perbuatan Terdakwa. Perbuatan
Terdakwa menyetubuhi korban tersebut telah dilakukan Terdakwa berulangkali
yaitu sebanyak 5 (lima) kali atau setidak-tidaknya lebih dan satu kali sehingga
akibat perbuatan Terdakwa korban NARTI berdasar hasil Visum Et Repertum dari
Puskesmas Jatiyoso No. 445/38.1 tanggal 3 Mei 2008 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr.SUPARDI, korban menyatakan hamil kurang lebih 30
minggu
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
286 KUHP;
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum tersebut, terdakwa
menyatakan telah mengerti dan tidak akan mengajukan keberatan/eksepsi;
Menimbang. bahwa untuk membuktikan kebenaran dakwaannya di
persidangan. Penuntut Umum telah menghadirkan saksi-saksi yang memberikan
keterangan di bawah sumpah sebagai berikut:
- Bahwa saat ini anak yang dikandung Narti telah lahir dan dirawat oleh saksi;
- Bahwa Terdakwa pernah dipanggil polisi untuk memperagakan adegan-
adegan dalam foto rekonstruksi;
Menimbang. bahwa atas keterangan saksi Terdakwa menyatakan benar
dan tidak keberatan;
3. Saksi MARDI:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga dan
pekerjaan
- Bahwa saksi menerangkan pada bulan April 2008 sekitar jam 20.30 WIB saksi
dan para pemuda berkumpul di tempat saksi Suyadi selaku Kepala Dusun
Dusun Gandri. Desa Wonokeling. Jatiyoso. Karanganyar untuk meminta
kejelasan atas kehamilan Narti;
- Bahwa dalam pertemuan tersebut, Terdakwa mengakui kalau terdakwa yang
telah menghamili Narti dan dalam pertemuan tersebut Terdakwa juga
mengakui kalau perbuatan tersebut dilakukan sebanyak 5 (lima) kali;
- Bahwa saksi mengetahui kalau Narti adalah anak kandung Terdakwa dan
saksi Sawi;
- Bahwa Narti sejak kecil mengalami cacat mental sehingga tidak bisa diajak
bicara;
- Bahwa Terdakwa membuat pengakuan karena kemauannya sendiri tanpa ada
paksaan dari siapapun;
Menimbang. bahwa atas keterangan saksi, Terdakwa menyatakan
keberatan mengenai bahwa Terdakwa membuat pengakuan tersebut karena
Terdakwa merasa dipaksa;
4. Saksi KARNO:
- Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga dan
pekerjaan;
- Bahwa saksi menerangkan bulan April 2008 sekitar jam 20.30 WIB saksi dan
para pemuda berkumpul di tempat saksi Suyadi selaku Kepala Dusun Gandri.
Desa Wonokeling, Jatiyoso. untuk meminta kejelasan atas kehamilan Narti;
- Bahwa dalam pertemuan tersebut Terdawa mengakui kalau Terdakwa yang telah
menghamili Narti dan dalam pertemuan tersebut Terdakwa juga mengakui
kalau perbuatan tersebut dilakukan sebanyak 5 (lima) kali;
- Bahwa saksi mengetahui kalau Narti adalah anak kandung Terdakwa dan saksi
Sawi:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
- Bahwa Narti sejak kecil mengalami cacat mental sehingga tidak bisa diajak
bicara;
- Bahwa Terdakwa mengakui perbuatannya terhadap korban Narti atas
kernauannya sendiri;
didakwakan terhadap diri Terdakwa dan oleh karena itu harus dijatuhi
pidana;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri
Terdakwa maka perkara dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang
memberatkan dan yang meringankan;
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan trauma psikologis bagi
korban;
- Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap korban yang mengalamai
cacat mental dan masih anak kandung Terdakwa sendiri yang
seharusnya Terdakwa lindungi;
- Perbuatan Terdakwa mengakibatkan korban mengandung bahkan
sudah melahirkan hayi;
- Terdakwa berbelit-belit dalam persidangan;
- Perbuatan Terdakwa telah merusak silsilah keluarga;
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa adalah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung
keluarga;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap diri Terdakwa
telah dikenakan penahanan yang sah, maka masa penahanan tersebut harus
dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap diri Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu
ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah
dan dijatuhi pidana maka kepada terdakwa dibebani untuk membayar
biaya perkara ini yang jumlahnya seperti tercantum dalam amar putusan
ini.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa SARDI Bin KASAN DIYONO telah terbukti sëcara
sah dan mcyakinkan hersalah melakukan tindak pidana KEKERASAN
SEKSUAL DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 10 (sepuluh) tahun;
3. Memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 1.000,00 (seribu
rupiah);
B. Pembahasan
Analisa Putusan Kasus Tindak Pidana Perbuatan Cabul yang dilakukan oleh
ayah terhadap anak kandungnya di Pengadilan Negeri Karanganyar.
Dengan telah terbukti dan telah terpenuhinya semua unsur yang dimaksudkan
dalam Pasal 46 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal-Pasal dalam KUHP serta peraturan-
peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara ini, maka didapat keyakinan bahwa
terdakwa telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga berupa
Tindak Pidana Pencabulan terhadap anak kandung oleh ayah. Selanjutnya, karena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dakwaan disusun secara alternatif oleh Penuntut Umum dan telah terbukti, maka Majelis
Hakim berkesimpulan yang sama terhadap apa yang dikemukakan oleh Penuntut Umum
tentang fakta-fakta dan dasar-dasar hukumnya. Di dalam persidangan juga tidak terbukti
adanya alasan-alasan pembenar yang menghapuskan kesalahan terdakwa dan tidak
ditemukan alasan pemaaf yang dapat menghapuskan sifat melawan hukumnya, sehingga
terdakwa harus dijatuhi hukuman.
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang jauh lebih ringan
karena terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesal dan mengakui terus terang
sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan. Adapun hal yang memberatkan adalah
perbuatan terdakwa tega melakukan perbuatan cabul terhadap korban yang merupakan
anak kandungnya, padahal korban adalah anak kandungnya sendiri yang seharusnya
dilindungi. Seperti kita ketahui bahwa pemerintah telah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahhun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga yang bertujuan untuk melindungi anggota keluarga dari tindak kekerasan dalam
rumah tangga. Tindak pidana ini diputus dengan menggunakan UU No. 23 Tahun 2004
tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, melainkan dan juga menpertimbangkan Pasal-
pasal dalam KUHP, mengingat tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga itu
dilakukan pada saat UU No. 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga
dan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan merupakan salah satu unsur yang
terdapat dalam undang-undang ini.
tidak akan melakukan tindak pidana lagi dan dapat menjadi masyarakat yang baik di
kemudian hari, sehingga tetap menggunakan UU No. 23 tahun 2004 serta
mempertimbangkan Pasal-pasal dalam KUHP.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar,
diperoleh keterangan bahwa hambatan yang dihadapi hakim selama dalam pemeriksaan
sebelum menjatuhkan putusan antara lain:
- Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan
- Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini adalah
nama baik keluarga.
- Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail mengingat kopndisi
mental yang ada pada korban
- Trauma bagi korban sehingga, perlu kesabaran dalam mengorek keterangan.
- Perlu kerja ekstra keras dalam menangani perkara kekerasan dalam rumah tangga
- Dalam memutus perkara juga factor kemanusiaan tidak bisa ditinggalkan,
mengingat masalah ini menyangkut masalah keluarga.
Penerapan sanksi Pidana bagi pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga di Pengadilan Negeri Karanganyar dalam menerapan Sanksi Pidana pada Pelaku
Kekerasan Dalam rumah tangga belum mengacu Pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sedangkan faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan hakim dalam memutus perkara kekerasan dalam rumah tangga oleh faktor-
faktor lainnya. Termasuk faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang
diberikan pemegang peranan ialah :
1. Sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya
2. aktifitas dari lembaga-lembaga/badan-badan pelaksana hukum (para hakimnya
sendiri) dan juga jaksa
3. Fakta-fakta hukum yang terjadi dalam persidangan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa :
1. Hakim dalam menerapkan putusan dalam Kasus tindak pidana pencabulan
terhadap anak kandung di Pengadilan Negeri Karanganyar, diputus oleh hakim
menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga serta mempertimbangkan ketentuan
dalam KUHP karena tindak pidana itu dilakukan setelah Undang-Undang No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diberlakukan.
2. Hambatan yang dialami oleh hakim dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana pada pelaku tindak pidana
terhadap kekerasan dalam rumah tangga antara lain :
Hambatan yang dialami selama pemeriksaan adalah:
- Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan jawaban selama pemeriksaan di
persidangan
- Hakim lebih mempertimbangkan unsur kemanusiaan mengingat kasus ini
adalah nama baik keluarga.
- Dalam kasus ini korban sulit dimintai penjelasan secara detail mengingat kondisi
mental yang ada pada korban
- Trauma bagi korban sehingga, perlu kesabaran dalam mengorek keterangan.
- Perlu kerja ekstra keras dalam menangani perkara kekerasan dalam rumah
tangga
- Dalam memutus perkara juga faktor kemanusiaan tidak bias ditinggalkan,
mengingat masalah ini menyangkut masalah keluarga.
B. Saran
1. Perlu adanya koordinasi yang baik dan teratur antara instansi pemerintah yang
berwenang dan pihak-pihak yang terkait dengan upaya perlindungan keluarga
untuk menjaga dari segala bentuk kekerasan.
2. Tindak pidana pencabulan dengan anak sering terjadi di dalam masyarakat,
sebelumnya masyarakat akan menganggap memperbincangkan hal-hal yang
menyangkut lingkungan nafsu seksual adalah tabu dan merasa risih, hal ini
mengakibatkan masyarakat khususnya yang menjadi korban tindak pidana
perbuatan cabul tidak mau bahkan tidak tahu bahwa perbuatan tersebut dapat
dipidana. Untuk itu diperlukan adanya penyuluhan-penyuluhan kepada
masyarakat tentang tindak-tindak pidana yang diancam pidana khususnya tindak
pidana perbuatan cabul.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, 1987. Peranan Hukum Dan Peradilan. Jakarta: Bina Aksara.
Darwan Prinst, 2003. Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Soemitro dan Abdulkadir, S.H, 1996. BPK Hukum Pidana. Surakarta: UNS Press.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar Tehnik. Bandung: PT.
Transito.
Sutopo, HB, 1997. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-dasar Teoritis dan Praktis).
Surakarta: Pusat penelitian.
____________, 1946. UU No. 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. Jakarta: Sekretariat RI.
_____________, 1981. UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Jakarta: Sekretariat RI.