Anda di halaman 1dari 9

Romantisme Sejarah Dalam Fenomena Kerajaan Fiktif Sunda Empire

Mas Rangga Yuda

Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang

galihrakasiwiandat007@gmail.com

Abstrak

Sunda Empire merupakan salah satu kerajaan fiktif yang paling eksis di Indonesia.
Fenomena munculnya Sunda Empire dapat dilihat dari berbagai perspektif. Sunda
Empire seringkali ditafsirkan sebagai bentuk politik pengalihan isu dan ekonomi.
Lebih dari itu terdapat konstruksi romantisme yang dibangun dari munculnya
Sunda Empire. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap perspektif lain dari
munculnya kerajaan fiktif Sunda Empire. Artikel ini juga bertujuan memberikan
gambaran perjalanan Sunda Empire dari awal muncul hingga akhir. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Metode ini berfungsi untuk menjawab fenomena yang terjadi di masyarakat
dengan data-data dan dianalisis serta disajikan melalui deskriptif ilmiah. Hasil
yang diperoleh yaitu munculnya Sunda Empire mampu membangun manifestasi
romantisme masa lalu yang digabung dengan pandangan dan cita-cita masa depan.
Berdasarkan cerita kejayaan Kerajaan Sunda hingga Dinasti Padjajaran dibawa
Prabu Siliwangi, Sunda Empire menjelma menjadi sistem tatanan dunia
internasional. Romantisme sejarah juga dapat dilihat dari banyaknya pengikut
Sunda Empire serta perhatian masyarakat akan fenomena hadirnya sosok raja atau
yang dikenal dengan ratu adil. Fenomena munculnya kerajaan fiktif di Indonesia
memang tidak terlepas dari romantisme akan sejarah masa lalu yang kental
dengan masyarakat.

Kata kunci: Sunda Empire, Kerajaan Fiktif, Rangga Sasana, Romantisme Sejarah
PENDAHULUAN

Munculnya kerajaan-kerajaan fiktif pada awal tahun 2020 menjadikan tanda tanya besar
khususnya pada eksistensi politik. Terdapat banyak faktor yang dapat dianalisis dari munculnya
kerajaan fiktif tersebut. Beberapa pihak seperti Roy Suryo dalam forum ILC (Indonesia Lawyers
Club) mengklaim bahwa munculnya kerajaan-kerajaan fiktif ini merupakan bentuk pengalihan
isu dari beberapa kasus politik dan hukum yang terjadi seperti kasus jiwasraya, asabri dan
natuna. Hal ini dikarenakan kemunculan kerajaan fiktif tersebut secara bertahap muncul
kepermukaan dan mengalihkan isu publik yang sedang memanas sehingga dengan cepat
perhatian publik terpecah belah. Isu mengenai kerajaan fiktif ini sampai diangkat menjadi topik
utama pada forum nasional ILC dengan tema “Siapa di Balik Raja-Raja Baru?” (Ginanjar dkk,
2021).

Perspektif lainnya mengenai munculnya kerajaan fiktif yaitu karena alasan mencari
ketenaran dan alasan kebutuhan ekonomi. Perspektif ini kemudian dibantah oleh Camila dkk
(2022) bahwasanya munculnya kerajaan fiktif tidak ada kaitannya dengan masalah ekonomi,
ketenaran, ataupun pendidikan. Melainkan hal ini sangat berhubungan dengan isu sosial politik
masyarakat. Jika dilihat dari perspektif sosiologi, fenomena ini merupakan bentuk neotribilisme
yaitu suatu bentuk perkumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan pola pikir, ciri khas dan
tujuan serta emosionalnya sendiri (Prasodjo dalam Camila dkk, 2022). Orang-orang dalam
paham neotribilisme mengalami grandiose delusion (delusi keagungan), (Kurniawan dkk, 2021).
Sehingga hal ini akan membuat seseorang menginginkan suatu tahta, posisi yang agung serta
kehormatan pada dirinya.

Terlepas dari berbagai perspektif tersebut, terdapat perspektif lain yang menarik untuk
dibahas yaitu adanya romantisme sejarah yang dibangun (Pertiwi, 2019). Pandangan seseorang
terhadap sejarah tentunya berbeda. Bagi sebagian orang sejarah tidak terlepas dari kehidupannya
dimana hal ini menjadikan seseorang bergantung akan suatu peristiwa sejarah. Ketergantungan
tersebut membuat konstruksi fantasi akan peristiwa sejarah ingin direkonstruksi atau diulang
kembali. Kondisi ini menyebabkan seseorang terkurung dalam romantisme sejarah. Aliran
romantisme pada awalnya merupakan aliran dalam kesusastraan yang terjadi di Eropa Barat pada
abad ke 18 tepatnya pada masa revolusi industri (Damayanti, 2019). Perkembangan selanjutnya
romantisme diartikan secara meluas dengan bentuk cerita khayalan, aneh, petualangan dan cerita
percintaan yang menarik (Ratna, 2015). Dalam hal ini romantisme sejarah merupakan suatu
bentuk keinginan untuk merepresentasikan kembali sejarah dengan kejayaan dan peristiwa
penting dalam sejarah.

Masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki kecenderungan percaya akan hal-hal yang
bersifat mistis, spekulatif dan konspiratif. Hal ini dibuktikan dari banyaknya kerajaaan fiktif
yang muncul dari masa setelah Indonesia merdeka hingga saat ini. Seperti Raja Idrus dan Ratu
Markona, Kerajaan Angling Dharma, Tahta Suci, Kandang Wesi Tunggul Rahayu, Keraton
Agung Sejagad, Kerajaan Ubur-Ubur, King of the King dan Sunda Empire. Menariknya berbagai
kerajaan fiktif tersebut banyak bermunculan di wilayah Jawa. Hal ini dikarenakan Jawa
merupakan wilayah kunci stabilitas dan eksistensi politik yang mampu mewadahi dan
mengembangkan setiap gerakannya. Selain itu Jawa juga tidak dapat dipisahkan dari sisi historis
terkait kerajaan, keraton dan kesultanan sehingga akan lebih mudah meyakinkan masyarakat
akan hadirnya sosok raja baru sebagai seorang utusan atau titah raja pada masa lalu (Yudasari &
Karmini, 2021).

Munculnya kerajaan fiktif juga dikaitkan dengan konsep ratu adil atau satrio piningit
dimana dalam kepercayaan masyarakat Jawa akan datang seseorang pemimpin atau raja yang
akan menyelamatkan masyarakat dari huru-hara. Pandangan tersebut kemudian dikaitkan dengan
banyaknya konflik dalam negara yang seakan rakyat menginginkan sosok ratu adil sebagai
pemimpin yang mampu menyelesaikan konflik tersebut (Yudasari & Karmini, 2021). Dari
beberapa kerajaan fiktif yang muncul di Indonesia, kerajaan Sunda Empire merupakan salah satu
yang terbesar dan memiliki eksistensi yang lebih dibandingkan dengan kerajaan fiktif lainnya.
Ki Ageng Rangga Sasana sebagai petinggi Sunda Empire memiliki peran yang signifikan dalam
eksistensi Sunda Empire. Sunda Empire sangat melekat dengan Kerajaan Sunda dan Dinasti
Padjajaran yang pernah Berjaya pada masanya. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap dan
menganalisis romantisme sejarah pada munculnya Sunda Empire serta berusaha memotret
bagaimana perjalanan Sunda Empire hingga akhir.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil data yang
diperoleh dari kajian literature atau studi pustaka kemudian dianalisis dan dideskripsikan pada
hasil pembahasan. Menurut Setyosari (2010) penelitian deskriptif merupakan suatu metode yang
bertujuan untuk menjelaskan secara rinci dan spesifik terhadap peristiwa alam dan sosial yang
terjadi di masyarakat. Lebih lanjut Camila dkk (2022) menjelaskan bahwa penelitian deksriptif
mencoba menjawab setiap permasalahan dengan data dan fakta yang ada. Data-data tersebut
kemudian diolah, dianalisis, diinterpretasi dan disajikan dalam deskriptif ilmiah (Achmadi &
Narbuko, 2015). Dengan metode tersebut penelitian ini mencoba mengumpulkan data-data dari
berbagai perspektif untuk kemudian ditelah dan dianalisi lebih lanjut terkait romantisme sejarah
pada kerajaan fiktif Sunda Empire.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Romantisme Sejarah Munculnya Sunda Empire

Sunda Empire merupakan kerajaan fiktif yang muncul di Bandung Jawa Barat pada awal
tahun 2020. Kerajaan ini memiliki tiga tokoh penting sebagai petingginya yaitu Nasri Banks
sebagai Perdana Mentri, Raden Ratna Ningrum sebagai Ratu Kaisar dan Ki Ageng Rangga
Sasana sebagai Sekretaris Jenderal (Kurniawan dkk, 2021). Kemunculan Sunda Empire pertama
kali disebabkan oleh beredarnya video yang viral di media sosial dimana pada video tersebut
mempertontonkan tiga petinggi Sunda Empire dengan busana khas kerajaan dan militer lengkap
dengan atributnya. Ketiga petinggi tersebut beserta beberapa pengikutnya mengatakan bahwa
Sunda Empire merupakan kerajaan besar yang meliputi enam wilayah kekuasaan yakni Sunda
Nusantara, Sunda Eropa, Sunda Pasifik, Sunda Atlantik, Sunda Mainland dan Sunda Archipelago
(Kurniawan dkk, 2021). Pusat pemerintahan Sunda Empire berada di Bandung dengan segala
administrasi dan tatanan politiknya. Menariknya Sunda Empire tidak memiliki kantor, istana,
keraton atau tempat rapat. Namun, memiliki jumlah pengikut terbesar dibandingkan dengan
kerajaan fiktif lainnya yaitu 1000 orang pengikut (Camila dkk, 2022).
Gambar 1. petinggi Sunda Empire dan pengikutnya

Sumber : (https://www.berdikarionline.com/sunda-empire-sudah-makar-kok-dibiarkan-
saja/, dikases pada 12 Desember 2022)

Sunda Empire merujuk pada Kerajaan Sunda yang berdiri pada abad ke VII-XVI
Masehi. Menurut Ekadjati dalam Dienaputra (2011) tanah sunda merujuk pada bekas wilayah
dari kerajaan Sunda Padjajaran. Kerajaan Sunda memasuki masa kejayaannya pada masa Prabu
Siliwangi (Muhsin & Falah, 2021). Menariknya nama Siliwangi tidak terdapat dalam naskah
Carita Parahyangan yang memuat nama-nama raja Kerajaan Sunda. Menurut Muhsin & Falah,
2021 tokoh Prabu Siliwangi adalah tokoh yang sangat legendaris dan sangat emosional sehingga
melekat pada ingatan orang-orang di Tatar Sunda. Kajian historis menyebutkan bahwa Prabu
Siliwangi mengacu pada Sri Baduga Maharaja seorang penguasa di Kerajaan Sunda pada tahun
(1482-1521).

Romantisme yang dibangun dalam hal ini yaitu merepresentasikan kejayaan Kerajaan
Sunda, Dinasti Padjajaran dan Bandung yang diyakini sebagai Korps Diplomatik. Dalam
pernyataannya Rangga Sasana mengatakan bahwa Prabu Siliwangi jangan diartikan hanya
bagian Jawa Barat, melainkan memiliki kekuasaan hingga ke berbagai penjuru dunia. Lebih
lanjut Rangga Sasana seringkali memaksakan teks maupun konteks sejarah dunia yang dikaitkan
dengan Bandung. Sunda Empire sebagai tatanan dunia memiliki cita-cita tinggi mengenai
perdamaian dunia dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut merupakan bentuk manifestasi dari
romantisme sejarah yang dikawinkan dengan harapan di masa depan. Kepercayaan masyarakat
Indonesia terhadap mitos, mistis, spekulatif dan konspiratif menjadikan Sunda Empire semakin
subur dan mendapatkan tempat di masyarakat. Terlebih banyaknya kasus yang terjadi serta
ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah menjadikan kerinduan masyarakat akan sosok
ratu adil atau raja (Yudasari & Karmini, 2021).

Dampak dan Akhir Sunda Empire

Sunda Empire resmi berakhir pada saat ditangkapnya petinggi Sunda Empire yaitu Nasri
Banks, Raden Ratna Ningrum dan Ki Ageng Rangga Sasana. Penangkapan petinggi Sunda
Empire ini disebabkan karena adanya dugaan tindak pidana hoaks dan maker yang dilakukan.
Hal tersebut tentu merujuk pada beberapa pernyataan Rangga Sasana sebagai Sekretaris Jenderal
yang banyak menimbulkan kotroversi. Sunda Empire sangat eksis dan menjadi headline utama
pada setiap perbincangan di tanah air. Terlebih ketika Rangga Sasana memberikan
pandangannya di acara forum TV nasional ILC (Indonesia Lawyers Club), nama Sunda Empire
menjadi topik hangat yang menuai pro kontra.

Menurut Rangga Sasana dalam forum tersebut, Sunda Empire adalah bentuk dari
kekaisaran matahari dan memangku sistem tatanan dunia. Menurutnya dunia akan segera
berakhir dan seluruh negara di dunia jika tidak ingin bubar maka harus mendaftar ulang kepada
Sunda Empire pada 15 Agustus 2020 (Kurniawan dkk, 2021). Rangga Sasana juga banyak
memberikan pernyataan yang dianggap hoaks seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), dan
Pentagon (Departemen Pertahanan Amerika Serikat) lahir di Bandung. Lebih lanjut Rangga
Sasana meyakinkan banyak pihak bahwa semua yang diucapkan adalah benar dan merupakan
sejarah yang belum diketahui banyak orang sehingga perlu untuk diketahui.

Pernyataan dari Rangga Sasana serta beberapa petinggi lainnya dijerat dengan pasal 14
dan 15 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang tindakan
hukum pidana penyebaran berita bohong atau hoaks (Kurniawan dkk, 2021). Dalam UU tersebut
pelaku pidana dapat dikenakan sanksi kurungan penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun
penjara. Ketiga petinggi Sunda Empire kemudian ditangkap dan diadili sesuai perundang-
undangan yang berlaku. Menurut Erlangga dalam catatan kompas pada 29 Januari 2020, ketiga
petinggi Sunda Empire dibuktikan memenuhi unsur pidana pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun
1946 yang disertai juga dengan pendapat para ahli.

KESIMPULAN

Fenomena kerajaan fiktif dapat dilihat dari berbagai perspektif mulai dari politik sebagai
pengalihan isu, perspektif ekonomi dan ketenaran serta perspektif historis dan filosofis. Sunda
Empire mencerminkan manifestasi dari romantisme sejarah yang digabungkan dengan cita-cita
untuk masa depan. Pandangan akan kejayaan kerajaan Sunda serta Dinasti Padjajaran juga
menjadi latar belakang yang cukup kuat dalam melihat romantisme tersebut. Kerinduan
masyarakat akan hadirnya sosok raja dan ratu adil tercermin dari banyaknya pengikut Sunda
Empire serta dari viralnya fenomena ini yang mampu memecah pandangan publik dari berbagai
persoalan yang terjadi pada negara. Hadirnya kerajaan fiktif tidak bermula dari Sunda Empire,
melainkan telah ada sejak masa Presiden Soekarno dimana Soekarno dan seluruh publik
terkesima akan hadirnya Raja Idrus dan Ratu Markona yang mengklaim sebagai raja dan ratu
dari pedalaman. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa masyarakat Indonesia masih
memiliki emosional terhadap hadirnya sosok raja yang dituangkan dalam romantisme masa lalu.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, A., & Narbuko. 2015. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Camila., Delima, M. r., & Raharjo B. P. 2022. Munculnya Kerajaan Fiktif sebagai Fenomena
Subkultur di Indonesia. 1(1), 15-23.

Damayanti, A. P. 2019. Romantisme di Indonesia dan Belanda Pada Awal Abad ke 20.
Departemen Ilmu Susastra Universitas Indonesia. 59-83.

Dienaputra, R. D. 2011. Sunda : Sejarah, Budaya dan Politik. Bandung: Unpad Press.

Ginanjar, G. G., Supriyadi & Idul, R. 2021. Wacana Kritis Kasus Sunda Empire pada Diskusi
Panel Indonesia Lawyers Club. Jambura: Journal of Linguistics and Literature. 2(2),
11-25 .

Kompas. Com. 2020. https://www.kompas.tv/article/64642/petinggi-sunda-empire-rangga-


sasana-ditangkap-saat-berkunjung-ke-rumah-saudara. Diakses pada 12 Desember
2022.

Kurniawan, I. N., Irawan, B. & Yulia, R. 2021. Tinjauan Kriminologis Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Penyebaran Hoax Kasus Sunda Empire. Yustisia Tirtayasa: Jurnal Tugas
Akhir. 1(2), 24-34.

Muhsin Z, M., & Falah, M. 2021. Prabu Siliwangi Between History and Myth. Paramita:
Historical Studies Journal . 31(1), 74-82.

Pertiwi, G. B. D. 2019. Fenomena Kemunculan Sunda Empire Kaitannya dengan Kebebasan


Berekspresi. Jurnal Kewarganegaraan. 3(2), 72-75.

Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Setyosari, Punaji. 2015. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana
Yudasari, A. A. K. S & Karmini, N. W. 2021. Ratu Adil Satria Piningit dan Zaman Edan
(Wacana Futurologi Dalam Serat Kalathida). DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama
& Kebudayaan. 21(1), 29-39.

Anda mungkin juga menyukai