Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TENTANG KERAJAAN
MATARAM KUNO

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 :
1. WAHYU SAPUTRA
2. RISMA RIAWANTI
3. RATNA WAHYUNITA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Kerajaan Mataram Kuno ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
Kerajaan Mataram Kuno ini dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa dan kekurangan
pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Kerajaan Mataram Kuno ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

Sukamaju, Januari 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad ke-8 hingga ke-11 dan dikuasai oleh
tiga dinasti yaitu Dinasti Sanjaya, Dinasti Syailendra, dan Dinasti Isyana. Mataram
kuno pertama kali diperkirakan berdiri di Bhumi Mataram yang berada di sekitar
Yogyakarta. Berdasarkan periode kepemimpinannya, lokasi ibu kota awalnya berada
di Jawa Tengah ketika Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra berkuasa. Pada masa
kepemimpinan Dinasti Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno dengan corak Hindu
memiliki pengaruh yang luar. Setelah digantikan Rakai Panangkaran mulai muncul
perpecahan yang membuat kepemimpinan terbagi dua.

Dinasti Sanjaya yang memimpin Kerajaan Mataram Kuno dengan corak Hindu
berkuasa di Jawa Tengah bagian utara. Sementara Dinasti Syailendra dengan
Kerajaan Mataram Kuno dengan corak Buddha berkuasa di Jawa Tengah bagian
selatan. Di bawah kekuasaan Dinasti Syailendra, Kerajaan Mataram Kuno mencapai
puncak kejayaan. Pada masa kepemimpinan Sri Dharmatungga, wilayah kekuasaan
meluas hingga Semenanjung Malaka. Penggantinya Syailendra juga berhasil
mengalahkan Chenla di Kamboja. Tak hanya kekuasaan, namun kebudayaan juga
berkembang termasuk membangun Candi Borobudur pada masa kepemimpinan
Samaratungga. Kedua dinasti ini bersatu kembali melalui pernikahan Rakai Pikatan
dan Pramodawardhani. Sementara pada masa pemerintahan Dinasti Isyana, oleh Mpu
Sindok ibu kota kerajaan bergeser ke Jawa Timur. Ada beberapa faktor yang disebut
memengaruhi kepindahan ini antara lain meletusnya Gunung Merapi, perebutan
kekuasaan, serangan Kerajaan Sriwijaya, hingga tidak adanya pelabuhan hingga
ekonomi sulit berkembang.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana awal berdiri Kerajaan Mataram Kuno?


2. Bagaimana keadaan politik Kerajaan Mataram Kuno?
3. Bagaimana kehidupan budaya di Kerajaan Mataram Kuno?
4. Menganut kepercayaan apakah kerajaan Mataram Kuno?
C. Tujuan
1. Menambah pengetahuan tentang kerajaan Mataram Kuno
2. Mengetahui bagaimana kehidupan di Kerajaan Mataram Kuno
3. Memperdalam cerita sejarah tentang kerajaan Mataram Kuno
 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Berdiri
Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan
Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu
adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh
pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru.
Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken
Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan
kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan
oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan
Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang
berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar
anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri
kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga
menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kadiri, Ken Arok lebih dulu
menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Setelah keadaan Jawa Timur di anggap baik, Raja Kertanegara melangkah keluar
wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di
bawah Panji Kerajaan Singasari.
B. POLITIK DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI
Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat Jayakatwang (
Raja Kendiri ) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya, juga Raden Wijaya
( cucu Mahesa Cempaka ) sebagai menantunya. Lalu memperkuat angkatan perang.
Raja Kertanegara membangun dan memperkuat angkatan petang baik angkatan darat
maupun angkatan laut untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di dalam negeri,
serta untuk mewujudkan persatuan Nusantara.
Sebagai raja besar Raja Kertanegara dalam politik luar negerinya bercita-cita
mempersatukan seluruh Nusantara di bawah Panji Kerajaan Singasari. Ia berusaha
memperkuat partahanan kerjaan dalam menghadapi serangan kerajaan Cina-Mongol (
Kaisar Khubilai Kahn ). Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal
dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu.
Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah
Raja Kertanegara.
Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali,
Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin
hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan
perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia
mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai nuka
utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan
marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke
Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi
serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk
menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan
pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh
Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan
agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha
(Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog
yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

C. KEHIDUPAN KEBUDAYAAN
Sejarah kebudayaan tidak merinci satu-satu secara sekuens perkembangan
sistem, organisasi, atau struktur sosial, tetapi yang dikemukakan ialah apa yang bisa
dibangun dan direkonstruksi dari data yang diperoleh yang biasanya tidak lengkap.
Kehidupan sosial selalu berbeda dari zaman ke zaman dan berkembang dari yang
bersahaja hingga menjadi yang kompleks (Sutarto,dkk., 2009: 10). Kehidupan sosial
tidak bisa dilepaskan dari bidang ekonomi. Kehidupan sosial berkaitan Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno Abad Ix-X M: Kajian
Berdasarkan Prasasti dan Relief (Naufal Raffi Arrazaq, Saefur Rochmat) 215 dengan
kehidupan ekonomi dan sebaliknya. Kedua bidang tersebut dari masa ke masa
mengalami perubahan. Kehidupan sosial ekonomi sudah ada sejak masa kerajaan.
Beberapa kerajaan di Nusantara telah mengenal sistem sosial ekonomi.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan Mataram Kuno dapat diketahui
berdasarkan prasasti. Berikut ialah pembahasan kehidupan sosial ekonomi
berdasarkan prasasti.
Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa Kuno dapat dibagi menjadi beberapa
golongan. Pada abad X M telah dikenal adanya pembagian kasta dengan penyebutan
seperti di India, yaitu golongan brahmana, kesatria, waisya, dan sudra. Keempat
golongan disebut dengan istilah catur warna. Meskipun secara tersurat disebutkan
adanya pembagian kasta, namun tidak dijelaskan apakah seketat di India (Haryono,
2001: 72).
Adapun pembagian golongan masyarakat Kerajaan Mataram Kuno berdasarkan
prasasti sebagai berikut.
a. Brahmana (Golongan Agamawan).
b. Kesatria (Golongan Bangsawan atau Pejabat Kerajaan)
c. Waisya (Golongan Pedagang)
d. Sudra (Golongan Masyarakat Biasa)
e.
D. KEHIDUPAN EKONOMI
Sejarah kebudayaan tidak merinci satu-satu secara sekuens perkembangan sistem,
organisasi, atau struktur sosial, tetapi yang dikemukakan ialah apa yang bisa
dibangun dan direkonstruksi dari data yang diperoleh yang biasanya tidak lengkap.
Kehidupan sosial selalu berbeda dari zaman ke zaman dan berkembang dari yang
bersahaja hingga menjadi yang kompleks (Sutarto,dkk., 2009: 10).

Kehidupan sosial tidak bisa dilepaskan dari bidang ekonomi. Aktivitas ekonomi
meliputi tiga macam kegiatan, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Aktivitas
produksi digambarkan oleh prasasti di dalam beberapa kegiatan, yang menghasilkan
barang-barang kebutuhan pokok yang dapat dinikmati oleh masyarakat misalnya
makanan, pakaian, dan kerajinan (Susanti, 2010: 110-111).

Data mengenai kehidupan perekonomian pada masa Kerajaan Mataram Kuno


diperoleh berdasarkan prasasti. Menurut Susanti (2010: 110) secara tersirat isi
prasasti Jawa Kuno umumnya menyebutkan daftar para pelaku ekonomi, aktivitas
ekonomi, dan sarana perekonomian. Para pelaku ekonomi adalah para pedagang dan
petugas yang terlibat dalam urusan dagang, para pemungut pajak, pekerja seni, dan
pengrajin, petani, petugas perkebunan serta peternak. Pembahasan mengenai
kehidupan ekonomi terdiri atas pertanian, perdagangan, kerajinan, dan kesenian.
Berikut ialah penjelasan kehidupan ekonomi masyarakat.
E. KEPERCAYAAN
Bahkan didalam keagamaan terjadi sekatisme antara Agama Hindu dan Budha,
dan melahirkan Agama Syiwa Budha pemimpinya diberi jabatan Dharma Dyaksa
sedangkan Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan menjalankan
Upacara keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai kesempurnaan
dalam hal ini Kartanegara menyebut dirinya CANGKANDARA (pimpinan dari
semua agama).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Mataram Kuno ditandai adanya pembagian golongan
masyarakat yang terdiri atas brahmana (golongan agamawan), kesatria (bangsawan atau
pegawai kerajaan), waisya (golongan pedagang), dan sudra (golongan masyarakat biasa).
Golongan brahmana terdiri atas pamgat atau sang pamgat. Golongan kesatria terdiri atas
pejabat kerajaan yaitu, raja, putra mahkota (rakaryan mahamantri/mapatih i hino), dan tiga
putra yang lain (rakryan mapatih i halu, rakryan mapatih i sirikan, dan rakryan mapatih i
wka). Golongan waisya terdiri atas pedagang yang disebut dengan istilah tuha
dagaŋ.Golongan sudra dalam prasasti disebut dengan istilah katik. Berdasarkan relief Candi
Borobudur dapat diketahui adanya stratifikasi sosial berdasarkan penggambaran posisi figur
dan abharana (pakaian).
Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno dalam bidang ekonomi memiliki mata
pencaharian di bidang pertanian, perdagangan, kerajinan, dan kesenian. Mata pencaharian di
bidang pertanian ditandai dengan adanya komoditas pertanian dan alat-alat pertanian. Mata
pencaharian di bidang perdagangan ditandai dengan adanya alat tukar berupa uang dan
komoditas perdagangan. Mata pencaharian di bidang kerajinan di antaranya ialah pengrajin
emas (pandai emas), pengrajin besi (pande besi), pengrajin gamelan dari tembaga (tembaga
gangsa).

B. Saran

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan Mataram Kuno dapat direkonstruksi melalui
prasasti dan relief. Kedepan perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai bidang
seni, misalnya seni tari atau seni kriya. Kajian bidang seni tersebut dapat digunakan sebagai
sumber pengetahuan seni yang berkembang dalam masyarakat Kerajaan Mataram Kuno.
Penelitian di bidang lain misalnya kajian astronomi atau perbintangan berdasarkan prasasti
DAFTAR PUSTAKA

Balai Konservasi Borobudur (2016). Selayang Pandang Candi Borobudur,


Candi Mendut, dan Candi Pawon.

Magelang: Balai Konservasi Borobudur. Boechari. (2012) “Kerajaan


Mataram Sebagaimana Terbayang dari Data Prasasti”, dalam Susanti, Ninie, dkk.

Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Jakarta: Kepustakaan


Populer Gramedia. Darmosoetopo, R. (2003). Sima dan Bangunan Keagamaan di
Jawa Abad IX-X TU. Yogyakarta: Prana Pena.

Anda mungkin juga menyukai