Anda di halaman 1dari 14

LEMBAR PENERIMAAN/PENGESAHAN/PERSETUJUAN

LEMBAR PENERIMAAN

Makalah ini diterima pada hari Jum’at tanggal 25 November 2022

oleh

Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Agi Ahmad Ginanjar, S.Pd., M.Pd

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Hanya atas
kuasa dan kehendak-Nya, makalah yang berjudul “Kemajuan Kerajaan Mataram
Islam Masa Kepemimpinan Sultan Agung ”, dapat diselesaikan tepat waktu.
Pemilihan judul tersebut didasari rasa ingin tahu tentang sejarah Kerajaan Mataram.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang sejarah
Kerajaan Mataram Islam di masa lampau.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada dosen pengampu
Bapak Agi Ahmad Ginanjar, S.Pd., M.Pd. yang memberikan materi dan motivasi
dalam pembuatan makalah ini. Harapan penulis informasi dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi kosa kata, tata bahasa, dan isi. Maka dari itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Demikian, semoga makalah ini bisa diterima sebagai wawasan tambahan yang
menambah kekayaan intelektual pada bidang sejarah. Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.

Tasikmalaya, 24 November 2022

Ratih Safitri

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
D. Kegunaan Makalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Kajian Pustaka
B. Pengangkatan Sultan Agung Hanyokrokusumo
C. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya Rakyat Mataram
D. Hambatan yang Dihadapi Sultan Agung Selama Memimpin Kerajaan
Mataram

BAB III PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran

KEMAJUAN KERAJAAN MATARAM ISLAM MASA KEPEMIMPINAN SULTAN


AGUNG
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan Kerajaan Islam, hal ini


diketahui dari gelar raja pertama Mataram yaitu Sutawijaya yang bergelar
Panembahan Senapati Ing Alaga Saidin Panata Agama (Kepala Tentara dan
Pengatur Agama). Kerajaan Mataram didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan dan
Sutawijaya menjadi raja pertama pada abad ke-16 yang berpusat di Kotagede
(Siswanta, 2019:34).

Sejarah Kerajaan Mataram dapat ditelusuri melalui Perjanjian Giyanti,


disebutkan bahwa Kerajaan Ngayogyakarta sebagai pewaris Kerajaan Mataram
Islam. Masuknya pengaruh Islam ke Nusantara telah membawa perubahan cukup
besar, khususnya dikehidupan kerajaan dan keluarga raja. Beberapa kerajaan Islam
banyak bermunculan di tanah Jawa. Namun demikian, yang terkenal ada dua
kerajaan yaitu Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang (De Graaf, 1987:46).
Kemunduran yang dialami kedua kerajaan tersebut, kemudian berdiri Kerajaan
Mataram.

Kerajaan Mataram telah mengalami pergantian kekuasaan di bawah


beberapa pemimpin dan mampu berjaya selama 170 tahun. Selain itu, kerajaan ini
juga mengalami perpindahan pusat kerajaan dari Kotagede, Kerto, Pleret, Kertasura
dan Surakarta (Mustofa Hasyim, 2011:22-27).

Kotagede merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram, di kota ini


terdapat tiga periode kepemimpinan : Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati,
dan Panembahan Hanyokrowati. Kerajaan berkembang pesat pada kepemimpinan
Panembahan Senopati yang melakukan penaklukan wilayah kerajaan kecil di Pulau
Jawa (Siswanta, 2019:35). Wilayah yang berhasil dikuasai Mataram meliputi Pajang,
Pati, Jepara, Surabaya, dan Madiun. Pusat kerajaan di kotagede memiliki benteng
pertahanan yang kokoh. Selain itu, dibangun kompleks perumahan petinggi
kerajaan, masjid, pasar, dan pemakaman yang berada di luar benteng kerajaan.

Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, pusat kerajaan dipindahkan dari


Kotagede ke Kerto. Kerto merupakan nama dusun yang ada di wilayah Kecamatan
Pleret. Sultan Agung berhasil mengadakan ekspedisi menaklukan kerajaan-kerajaan
kecil untuk menjadi wilayah kekuasaan Mataram Islam. Di era kepemimpinan Sultan
Agung, kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan dan agama islam
berkembang dengan pesat di wilayah kekuasaannya. Namun demikian, terdapat
satu wilayah yang tidak bisa ditaklukan Sultan Agung yaitu Jayakarta telah dikuasai
oleh VOC, yang merupakan perkumpulan pedagang kaya milik Belanda.

Perselisihan Sultan Agung dan VOC merupakan awal dari perlawanan


Kerajaan Mataram terhadap penguasa Batavia (Belanda). Namun kemudian, Sultan
Agung berusaha untuk merebut Batavia dari Belanda, hal ini untuk kepentingan
kapal dagang Kerajaan Mataram ke Malaka. Usaha tersebut mengalami kegagalan
karena faktor jarak tempuh perjalan dari Mataram ke Jayakarta yang jauh, faktor
lainnya karena serangan yang digencarkan pasukan Mataram mudah diantisipasi
oleh Belanda.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan Kerajaan Mataram Islam pada masa


kepemimpinan Sultan Agung?
2. Apa saja hambatan yang dihadapi Sultan Agung selama memimpin Kerajaan
Mataram?
3. Bagaimana langkah Sultan Agung dalam menghadapi VOC?

C. Tujuan Makalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Memaparkan perkembangan Kerajaan Mataram Islam pada masa


kepemimpinan Sultan Agung
2. Menjelaskan hambatan yang dihadapi Sultan Agung selama memimpin
Kerajaan Mataram
3. Menjelaskan langkah-langkah Sultan Agung dalam menghadapi VOC
4. Memaparkan pengaruh dari pengangkatan Sultan Agung menjadi raja di
Kerajaan Mataram
5. Menjelaskan kehidupan sosial ekonomi dan budaya di Kerajaan Mataram

D. Kegunaan Makalah

1. Melatih penulis untuk belajar menyusun karya ilmiah dengan cermat dan
benar
2. Memberikan informasi tentang sejarah perkembangan Kerajaan Mataram
Islam masa kepemimpinan Sultan Agung
3. Memberikan manfaat bagi perkembangan konsep keilmuan maupun
pemecahan masalah

BAB II

PEMBAHASAN

Perkembangan Kerajaan Mataram Islam Pada Masa Kepemimpinan Sultan Agung

A. Kajian Pustaka
1. Konsep Tinjauan Historis

Pembahasan dalam makalah ini lebih menggunakan pendekatan


sejarah, dengan pendekatan sejarah dapat ditemukan jejak-jejak masa
lampau (Garraghan 1957:33). Penulis mengharapkan dengan
menggunakan pendekatan sejarah dapat menemukan kejelasan
tentang sejarah perkembangan Kerajaan Mataram Islam. Penulisan ini
juga menggunakan metode sejarah (Louis Goettschalk, 1975:25), yaitu
tahap pertama Heuristik adalah usaha untuk mencari sumber, tahap
kedua Kritik Sumber adalah untuk melakukan kritik dan penelitian
terhadap sumber yang diperoleh, tahap ketiga Interpretasi adalah
untuk mencari keterkaitan atau menghubungkan antara sumber yang
satu dengan sumber yang lain, tahap keempat Historiografi adalah
penulisan sejarah. Selain itu, penulis juga menggunakan pendekatan
konflik (Susi Fitria Dewi, 2019:6) untuk mengetahui konflik antara
Kerajaan Mataram dengan VOC. Permasalahan yang dihadapi Sultan
Agung menarik untuk untuk dikaji, terutama dalam menghadapi
kekuasaan VOC di Jayakarta.

“Konflik adalah perbedaan keyakinan, kepentingan, keinginan,


keperluan, tujuan, nilai, kekuasaan, status, sumber daya, tingkah laku,
dan sasaran antara individu atau kelompok satu dengan lainnya yang
saling bertentangan. Contohnya: seorang individu yang memiliki
keyakinan berbeda dengan individu lain akan mengalami konflik
apabila perbedaan tersebut dipertentangkan. Makna dipertentangkan
di sini apabila salah satu pihak merasa lebih benar dan menganggap
pihak lain salah. Interaksi seperti ini apabila dikekalkan oleh semua
pihak, konflik dapat menjadi lebih besar dan berpotensi ke arah tindak
kekerasan (Susi Fitria Dewi, 2019:26)”.

Dengan demikian, pendekatan sejarah bisa mengungkap peristiwa


yang terjadi pada masa lampau. Kerajaan Mataram meningggalkan
jejak sejarah yang penting bagi kemajuan bangsa Indonesia, hal
tersebut dapat digunakan sebagai perbandingan antara masa lampau
dengan masa Republik Indonesia. Perkembangan dan tantangan masa
kepemimpinan Sultan Agung dalam menghadapi VOC menarik untuk
ditulis.

2. Konsep Tinjauan Sosial Ekonomi dan Budaya

Sosial ekonomi menurut Soerjono Soekanto berkaitan dengan orang


lain dalam lingkungan pergaulan, pertemanan, dan yang menyangkut
hak-hak serta kewajiban berhubungan dengan sumber daya (Soerjono
Susanto, 2003:56). Hal tersebut berkaitan dengan konsep sosiologi,
yaitu merupakan konsep yang digunakan sosiologi untuk menganalisis
kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, manusia sosial berarti manunsia yang saling


tergantung kehidupannya satu sama lainnya. Hal inilah yang
merupakan satu-satunya jalan penyelesaian untuk mengatasi
kenyataan bahwa manusia tidak memiliki “ready made adaptation to
environment. Manusia tidak saja terdapat pada awal hidup manusia,
akan tetapi dialami manusia seumur hidup sehingga komunikasi
mempunyai peranan penting (Astrid Susanto, 1983:14)”.

Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak


dari buddhi yang berarti budi atau akal. Maka dari itu, budaya
merupakan hasil dari cipta, karsa, dan rasa yang dimiliki oleh manusia
(Koenjtaraningrat , 1964:77). Ada tujuh unsur kebudayaan menurut
Koenjtaraningrat :

“yaitu: peralatan dan perlengkapan, mata pencaharian, sistem


kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi.
Maka dari itu, kebudayaan sebagai objek penelitian antropologi
mempunyai tiga aspek antara lain : kebudayan sebagai tata kelakuan
manusia, kebudayaan sebagai kelakuan manusia itu sendiri, dan
kebudayaan sebagai hasil kelakuan manusia”.

Kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat Kerajaan Mataram


Islam dapat ditelusuri dan dikaji dengan tujuh unsur kebudayaan dari
Koenjtaraningrat. Namun demikian, penulis hanya fokus pada mata
pencaharian, sistem pengetahuan yang berkembang di Mataram, dan
religi di Kerajaan Mataram Islam.

B. Pengangkatan Sultan Agung Hanyokrokusumo

Sultan Agung Hanyakrakusuma diangkat menjadi raja Mataram Islam pada


usia 20 tahun, dan berhasil membawa kerajaan mencapai pucak kejayaan di
tahun 1627 (Siswanta, 2019:35). Pada pengangkatan Sultan Agung sebagai
raja, terdapat perbedaan pendapat antara sesepuh Mataram dengan
permaisuri raja Raden Mas Jolang yang bernama Ratu Tulung Ayu. Petinggi
Kerajaan Mataram kemudian memberikan solusi yang membuat kedua belah
pihak tersebut untuk menerima Sultan Agung. Solusinya yaitu mengangkat
Raden Mas Martapura menjadi raja sementara, dilanjutkan dengan
pengangkatan Sultan Agung sebagai raja Kerajaan Mataram Islam.

Berdasarkan sumber yang ditemukan menjelaskan bahwa Sultan


Agung merupakan putra raja dari seorang selir yang bernama Ratu Mas Adi
Dyah Banowati. Sementara itu, Raden Mas Jolang berjanji untuk memberikan
tahkta kerajaan kepada putra mahkota anak dari Ratu Tulung Ayu, beranama
Pangeran Martapura. Namun demikian, pangeran memiliki kelainan sehingga
para pembesar Kerajaan Mataram mendiskusikan langkah-langkah terbaik
tentang pemimpin terbaik setelah mangkatnya Raden Mas Jolang.

Sultan Agung berhasil membawa kerajaan setelah 13 tahun memimpin


sebagai raja Kerajaan Mataram Islam. Kepemimpinan Sultan Agung sebagai
petinggi kerajaan telah membawa Kerajaan Mataram Islam pada peradaban
kebudayaan yang lebih tinggi. Beberapa keahlian yang dikuasai Sultan Agung
antara lain meliputi militer, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Keahlian
tersebutlah yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan Sultan Agung
hingga menguasai Tanah Jawa.

1. Menyatukan Kerajaan-kerajaan Kecil di Tanah Jawa

Sultan Agung selama bertahta telah mengadakan penaklukan kerajaan-


kerajaan kecil di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Hal tersebut dilakukan
untuk menyatukan tanah Jawa dan memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan
Mataram Islam. Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
(De Graaf, 1987:100). Daerah yang ditaklukan Sultan Agung dimulai dari wilayah
Jawa Timur, yang meliputi Gresik, Sumenep, Pamekasan, Pasuruan, dan Surabaya.
Sementara wilayah bagian barat yang ditaklukan antara lain Karawang, Banten,
Pakualaman dan lain sebagainya.
Penyatuan kerajaan di tanah Jawa juga dilakukan dengan ikatan perkawinan,
hal ini dilakukan Sultan Agung untuk menyatukan kerajaan Islam dan terjalin
kerjasama di kedua belah pihak. Sultan Agung menjodohkan putrinya yang bernama
Ratu Wandansari dengan menantu Bupati Surabaya bernama Pangeran Pekik, agar
Surabaya bersedia menjadi bawahan Kerajaan Mataram Islam (Daliman, 2012:51).
Usaha Sultan Agung tersebut berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, bahkan
hingga ke Madura menjadi bawahan Kerajaan Mataram.

Keberhasilan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil telah membuktikan bahwa


Sultan Agung merupakan figur pemimpin yang cerdas, tegas, dan bijaksana (Afiyah,
1997:50). Ekspansi Sultan Agung dilakukan dengan dua arah, pertama ke timur
pulau Jawa dan ke arah barat Cirebon hingga Banten. Sultan Agung berhasil
menaklukan Madura pada tahun 1624, dan menjadikan Pulau Madura menjadi
bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Hubungan yang terjalin dengan baik antara
Kerajaan Mataram dengan Madura, membuktikan bahwa kekuatan dan pengaruh
Sultan Agung telah meluas ke wilayah timur Pulau Jawa (Galih Pranata, 2021:156).

2. Dakwah Islam Berkembang di Wilayah Kekuasaan Mataram

Perkembangan Islam di tanah Jawa diawali dari kekuasaan Kerajaan


Mataram yang berhasil menguasai Pulau Jawa. Sultan Agung juga memindahkan
penduduk Jawa Tengah ke daerah subur ke Karawang, Jawa Barat. Hal tersebut
dilakukan untuk mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah yang masih
menganut kepercayaan lebih ke Hindu Budha agar beralih memeluk Islam. Selain
itu, raja mataram memerintahkan kyai-kyai ke pelosok guna berdakwah dan
mengenalkan Islam ke penduduk Jawa (Darmawijaya, 2010 : 74-75). Sultan Agung
juga melanjutkan tujuan kepemimpinan raja kedua Mataram, yaitu meletakan dasar
perkembangan mataram Islam dengan memberikan pendidikan pada penduduk
Mataram Islam, dan menempatkan ulama pada kedudukan terhormat sebagai
dewan penasihat kerajaan (Hariyanto, 2018:129-130). Selain itu, Sultan Agung
membuat struktur pemerintahan kerajaan yang bernama Lembaga Mahkamah
Agama Islam dan memberikan gelar raja-raja di Mataram yaitu raja Pandita.

Sultan Agung menilai bahwa tradisi-tradisi peninggalan Kerajaan Majapahit


harus tetap dijaga dan dilestarikan. Langkah yang diambil yaitu dengan akulturasi
budaya Jawa dengan Islam, hal ini dilakukan untuk menjaga kearifan lokal dan
budaya lelulur (M. Yahya Harun, 1995 : 30-31). Cara tersebut dilakukan Sultan
Agung guna menarik perhatian masyarakat yang masih menjalankan ritual-ritual
peninggalan leluhur, khususnya di wilayah Jawa Timur. Strategi gerakan dakwah
Sultan Agung yaitu dengan penggunaan gelar susuhunan atau sunan yang
diresmikan pada tahun 1624. Pada acara grebek puasa para petinggi kerajaan
mengusulkan dihadapan raja dengan mempersembahkan gelar “Susuhunan
Ingalaga Mataram”, dan disetujui oleh raja (De Graff, 1986:132). Oleh karena itu,
gelar sunan yang diberikan kepada Sultan Agung menunjukan kedudukan raja yang
tinggi karena gelar sunan dipakai oleh para wali songo pada saat menyebarkan
agama Islam.

Gelar Sultan yang disandang Sultan Agung memperkuat kedudukannya


sebagai seorang tokoh agama dan raja Mataram Islam. Hal inilah yang
mencerminkan Sultan Agung dikenal sebagai pemimpin bertanggungjawab pada
rakyat dan Tuhan (Daliman, 2012:46). Dengan demikian, penggunaan gelar sunan,
mampu mempengaruhi masyarakat untuk tunduk dan patuh terhadap semua
perintah yang diberikan Sultan Agung.

C. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya Rakyat Mataram

Kerajaan Mataram adalah kerajaan agraris yang menghasilkan beras


dan rempah-rempah yang menjadi tanaman pokok masyarakat di wilayah
Jawa. Hal tersebut didukung dengan posisi kerajaan yang strategis, sehingga
bisa memanfaatkan sungai untuk pengairan sawah rakyat Mataram.
Kebijakan Sultan Agung dalam memerintah kerajaan untuk memindahkan
penduduk dari daerah tandus ke daerah lebih subur dan dekat dengan sungai
(Mardian Suryani, 2021:208) , telah meningkatkan produksi padi di Kerajaan
Mataram.

Sosial ekonomi mengalami peningkatan didukung juga oleh penyatuan


kerajaan-kerajaan di pesisir Jawa, sehingga mendukung perekonomian
Kerajaan Mataram Islam. Maka dari itu, terdapat tiga faktor pendukung
perekonomian kerajaan yaitu agraris, perdagangan, dan pelayaran.
Pada kepemimpinan Sultan Agung, terjadi akulturasi budaya yaitu
antara Jawa `dengan Islam. Di kerajaan dikenal dengan perhitungan tarikh
jawa yang disusun oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Penggunaan tarikh
Hindu yang pernah ada di Kerajaan Mataram diukur berdasarkan peredaran
matahari. Namun kemudian, Sultan Agung mengubah tarikh Hindu menjadi
tarikh Islam yang disesuaikan dengan peredaran bulan dan perhitungan ini
dikenal dengan tahun jawa. Selain itu, upacara grebeg yang ditujukan untuk
roh nenek moyang dipadukan dengan ajaran Islam dan hingga sekarang
dikenal dengan grebeg mulud dan grebeg syawal yang selalu dirayakan di
lingkungan kerajaan (Ari Sapto, 2015:158). Hasil pemikiran tersebut dalam
memajuan kebudayaan dan Islam, Sultan Agung mendapatkan gelar
susuhunan karena keberhasilan dalam mengembangkan Islam di tanah Jawa.

Sultan Agung memerintahkan penggunaan bahasa bagongan yang


harus digunakan para bangsawan dan pejabat agar dekat dengan rakyat
mataram, hal ini dilakukan raja untuk menghilangkan kesenjangan di
lingkungan kerajaan. Selama menjadi raja, Sultan Agung menulis serat Sastra
Gending yang ditujukan untuk keturunan raja Mataram Islam.

D. Hambatan yang Dihadapi Sultan Agung Selama Memimpin Kerajaan


Mataram

Keberhasilan yang didapatkan Kerajaan Mataram Islam dalam


menguasai daratan tanah Jawa, hampir seluruhnya kecuali daerah Jayakarta
yang dikuasai oleh Vereniging Osth Indihie Chompany (VOC). Kedatangan
Belanda di abad ke-17, telah menghambat perluasan kekuasaan mataram
untuk menaklukan Banten. Daerah Banten merupakan jalur yang dilewati oleh
Mataram untuk berdagang di Malaka (Sardiman AM, 2017:25). Maka dari itu,
VOC yang membuat benteng pertahanan di Jayakarta dianggap ancaman
oleh Sultan Agung karena menghalangi kapal dagang Mataram yang menuju
ke Selat Malaka.

Berdasarkan sumber yang penulis temukan, Sultan Agung mengirim


dua kali pasukan Mataram (Ari Sapto, 2015:159) ke Batavia guna mengusir
Belanda dari tanah Jawa. Serangan pertama Kerajaan Mataram ke Batavia di
tahun 1628, yang dipimpin oleh Tumenggung Baureksa. Sultan Agung
memiliki strategi yaitu dengan membendung Sungai Ciliwung, hal tersebut
dimaksudkan agar pasukan VOC yang bermarkas di Batavia kekurangan air.
Pihak Belanda terkena penyakit kolera dan strategi yang dijalankan pasukan
mataram berhasil. Meskipun demikian, dominasi Belanda di Batavia masih
kuat dan pasukan kembali ke Kerajaan Mataram. Beberapa hal yang menjadi
sebab mundurnya pasukan Mataram adalah pasukan kurang persediaan
makanan dan kalah dalam persenjataan.

Pada tahun 1629, Sultan Agung mengadakan serangan kedua ke


Batavia yang dipimpin oleh Adipati Puger dan Adipati Purbaya. Sultan Agung
mengirim pasukan dengan menggunakan strategi baru, yaitu memperkuat
armada militer, membangun lumbung padi di Tegal dan Cirebon, serta
memperkuat persenjataan (Sardiman AM, 2017:80-83). Serangan kedua
tersebut, Mataram membawa 80.000 pasukan untuk menyerang benteng
pertahanan Belanda di Batavia. Namun, serangan kedua menemui kegagalan
karena lumbung padi pasukan Mataram diketahui dan dibakar oleh Belanda.
Dengan demikian, pasukan kekurangan bahan makan dan kelelahan, dan
memilih mundur kembali ke Kerajaan Mataram.

BAB III

1. SIMPULAN

Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada tahun 1624,


kepemimpinan Sultan Agung. Wilayah pulau Jawa hampir dikuasai Kerajaan
Mataram, kecuali Jayakarta dan Banten. Kedua wilayah ini dekat dengan Belanda
yang membangun benteng pertahanan di Batavia. Pengangkatan Sultan Agung
sebagai raja Mataram memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan
agama Islam di Tanah Jawa. Kehidupan sosial ekonomi dan budaya juga
berkembang pesat di wilayah kekuasaan Mataram Islam. Meskipun demikian, di era
kepemimpinan Sultan Agung mengalami tantangan besar yaitu dari kedudukan VOC
di Batavia. Penguasaan Belanda di VOC selalu mengganggu kapal dagang Kerajaan
Mataram Islam yang hendak berlayar ke Selat Malaka. Sultan Agung sebagai
penguasa Mataram mengirim pasukan ke Batavia untuk mengusir Belanda dari
Pulau Jawa, agar lebih mudah penyebaran agama Islam.

2. SARAN

Demikian keterangan tentang Kemajuan Kerajaan Mataram Islam Masa


Kepemimpinan Sultan Agung. Penulis menginginkan kesempurnaan dalam
menyusun makalah ini, namun masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki dan keterbatasan sumber yang ditemukan. Maka dari itu, kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan guna bahan evaluasi dan
menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal:

Siswanta, (2019). Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered. Historical


Studies Journal 01.(01).33-42.

Mardian Suryani, (2021). Perkembangan dan Kebijakan Perekonomian Kerajaan


Mataram Pada Masa Pemerintahan Sultan Agung. Historical Journal 14.(02).206-
217.

Sapto Ari, (2015). Pelestarian Kekuasaan Pada Masa Mataram Islam: Sebha
jaminan Loyalitas Daerah Terhadap Pusat. Sejarah dan Budaya 09.(02).153-161.

Hariyanto, (2018). Gerakan Dakwah Sultan Agung (Arti Penting Perubahan Gelar
Sultan Agung Terhadap Gerakan Dakwah di Jawa Pada Tahun 1613 M - 1645 M..
Jurnal Al-Bayan 24.(01).128-144.

Pranata G., Rushanfichry A. & Yudiq M., (2021). Masjid Sampangan di Surakarta
Sebagai Sumber Sejarah Diplomasi Mataram Jawa dan Madura Sejak Abad XVII.
Journal of Indonesia History 10.(02).155-164.

Kamidjan, (2012). Naskah Babad Nitik Sultan Agung: Sebuah Produk Kebudayaan
Jawa. Mabasan 6.(01).49-69.

Buku

Hartono G. et al (2011). Tata Kota Kerajaan Mataram. Jakarta: REKOMPAK,


Kementrian Pekerjaan Umum Direktoral Jenderal Cipta Karya.

Priswanto H., Alifah, (2019). Plered: Dinamika Ibukota Mataram Islam Pasca-
Kotagede. Yogyakarta: balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hadi A. et al (2015). Sejarah Kebudayaan Islam Jilid 1. Jakarta: Direktoran Sejarah
dan Nilai Budaya, Direktoral Jenderal Kebudayaan.

Sardiman AM, dan Dwi AL, (2017). Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Soekanto S., (2003). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grando

Garraghan, G. J., (1957). A Guide to Historical Method (New York: Fordham


University Press

Gottshchalk, Louis, (1984). Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto,


Jakarta: UI-Press

Sumber Internet

Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta (2021) Biografi Sultan Agung. (Online).


Tersedia: https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/sultan-agung. [22
November 2022].

Tim Redaksi (2021) Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Islam. (Online). Tersedia:
https://voi.id/memori/41033/sumber-sejarah-kerajaan-mataram-islam-beserta
peninggalannya. [22 November 2022].

Anda mungkin juga menyukai