Anda di halaman 1dari 8

Contoh 1:

Imbalan bunga & Jenis WHT terkait: Payee: Tarif


a. bunga menjadi objek PPh Pasal 23 = bunga ke WPDN 15%
b. bunga menjadi objek PPh Pasal 4(2) = bunga deposito 20%
c. bunga menjadi objek PPh Pasal 26 = bunga ke WPLN 20% atau sesuai P3B
d. bunga tdk menjadi objek WHT, tapi = bunga ke perbankan -
tetap menjadi objek PPh Badan

Contoh 2:
Imbalan terkait dengan Payee: WHT:
sewa atau penggunaan harta:
a. imbalan sewa guna usaha dgn hak opsi lessor perbankan (direct financenon-objek WHT, tp tetap obj PPh Bdn
finance lessor (direct finance) non-objek WHT, tp tetap obj PPh Bdn
b. imbalan sewa kapal lessor WPDN PPh 15 (1,2%)
lessor WPLN PPh 15 (2,64%) atau sesuai P3B
c. imbalan sewa pesawat lessor WPDN PPh 15 (1,8%)
lessor WPLN PPh 15 (2,64%) atau sesuai P3B
d. imbalan sewa lainnya lessor WPDN PPh 23 (2%)
lessor WPLN PPh 26 (20%) atau sesuai P3B

Keterangan:
Sewa Guna Usaha di dalam Kep Menkeu No. 1169/1991 membatasi lessor hanya untuk (1) perbankan, dan (2)
perusahaan pembiayaan. Kedua lessor tsb harus terdaftar dulu di Kemenkeu dan sekarang di OJK. Dgn demikian,
lessor yg menggunakan transaksi finance lease dari non-perbankan atau non-perusahaan pembiayaan di atas,
perlakuannya mengacu pada butir d. Di dalam literatur, finance lessor seperti di atas terbagi menjadi 2, yaitu:
a. direct financing lease = mengacu pada aturan khusus di KMK 1169/1991
b. sales-type lease = mengacu pada aturan umum di UU PPh
Sales-type lease biasa dilakukan oleh pabrikan atau dealer, bukan perbankan atau perush pembiayaan.

Contoh 3:
Imbalan hadiah: Payee: Tarif
a. hadian undian WPDN atau WPLN PPh 4(2) 25% final
b. hadiah karena penghargaan WPDN OP PPh 21 (progresif sesuai Psl 17 UU PPh
WPDN Badan PPh 23 (15%)
WPLN (OP & Badan) PPh 26 (20%) atau sesuai P3B
c. hadiah langsung non-objek WHT

Contoh 4:
Imbalan jasa Payee: Jenis PPh:
a. jasa konstruksi WPDN PPh pasal 4(2) jo. PP 51/2008 s.t.d.t.d PP 9/2022
b. jasa keuangan WPDN Bank non-obj pemotongan PPh 23 sesuai Psl 23 ay (4) UU PPh
c. jasa lainnya WPDN OP PPh 21
WPDN Badan PPh 23
WPLN (OP & Bdn) PPh 26

Keterangan:
UU PPh tidak menyamakan imbalan sewa sbg imbalan jasa, namun UU PPN menyetarakan penyerahan sewa
sbg JKP. Dgn demikian, UU PPh dan turunannya tidak menggunakan nomenklatur "jasa persewaan", tapi
menggunakan dua istilah, yaitu:
a. sewa guna usaha dgn hak opsi, dan
b. sewa atau penggunaan harta

Sesuai Pasal 21 aya (8) UU PPh, telah terbit PMK No. 252/2008. Pasal 3 huruf c angka 6 PMK 252/2008
menyebut bahwa Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah orang
pribadi yang merupakan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi : pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik,
komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa
kepada suatu kepanitiaan;

penasihat, pengajar, pelatih,


4:00 penceramah, penyuluh, dan
moderator;
5:00 pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6:00
etap obj PPh Bdn
etap obj PPh Bdn

ankan, dan (2)


K. Dgn demikian,
ayaan di atas,
njadi 2, yaitu:

suai Psl 17 UU PPh

erahan sewa
ngan dengan

a pemberi jasa
Contoh 1:
WHT pasti mengacu pada objek PPh yg detail krn bertujuan memberikan kepastian bagi payor yg berkewajiban memotong
a. Utk PPh Pasal 21, rincian objeknya diatur di Pasal 21 UU PPh juncto PMK 252/2008.
b. Utk PPh Pasal 23, rincian objeknya ada Pasal 23 UU PPh juncto PMK 141/2015.
c. Utk PPh final atas jasa konstruksi, rincian subklasifikasi jasa konstruksi tidak diatur di PP 51/2008 s.t.d.t.d PP 9/2022. Aka
nya mengacu pada PerMen PU No. 08/PRT/M/2011 juncto PerMen PUPR No. 19/PRT/M/2014 tentang Pembagian Subkla
Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi
d. Utk PPh final sesuai PP 23/2018, objeknya berkaitan peredaran tertentu WP krn WP tsb memilih utk dikenakan PPh fina
bruto

Contoh 2:
Pemotongan PPh 21 dan PPh 23 untuk jasa seringkali memberikan ambiguitas krn sama-sama menjadi objek pemotongan
Pasal 21 dan Pasal 23 UU PPh beserta peraturan pelaksananya. Jadi, imbalan jasa dlm segala bidan menjadi objek PPh 21 s
penerima penghasilannya mrpk WPDN OP.
Imbalan sewa berbeda dari imbalan jasa meskipun penerima penghasilannya mrpk WPDN OP. Imbalan sewa tidak tercaku
jasa shg imbalan tsb mrpk objek PPh 23 sepanjang penerima penghasilan sewanya adalah WPDN (OP dan Badan).

Contoh 3:
Perbedaan sudut pandang / penafsiran atas penerapan ketentuan pemotongan PPh biasanya mengacu pada kesepakatan
multitafsir. Sbg akibatnya, penerima Ph dan pemberi Ph memiliki sudut pandang berbeda atau WP dan petugas pajak juga
penafsiran berbeda. Utk itu, sbg tax planning, para pihak hrs bersepakat ttg klausul kesepakatan/perjanjian, termasuk aspe

Contoh 4:
Isu perpajakan mengacu pada transaksi detail shg atas pertanyaan yg tidak detail tidak dapat diidentifikasi aspek perpajaka
g berkewajiban memotong PPh-nya.

08 s.t.d.t.d PP 9/2022. Akan tetapi, rincian-


tentang Pembagian Subklasifikasi dan

lih utk dikenakan PPh final 0,5% dari imbalan

enjadi objek pemotongan pajak sesuai


an menjadi objek PPh 21 sepanjang

mbalan sewa tidak tercakup di dalam imbalan


N (OP dan Badan).

engacu pada kesepakatan yg ambigu dan


WP dan petugas pajak juga dapat memiliki
/perjanjian, termasuk aspek perpajakannya.

dentifikasi aspek perpajakannya.

Anda mungkin juga menyukai