A nak usia dini mengalami perkembangan emosi yang semakin berkembang sesuai
dengan pertambahan usia sang anak. Dari emosi yang sederhana seperti menangis,
gembira, marah dan sebagainaya akan berkembang menjadi emosi yang lain seperti
pemalu, pengamuk, merusak mainan dan sebagainya. Kepribadian seseorang anak dapat
dibentuk sejak dini, dengan mengajarkan hal-hal yang bersifat positif sehingga
mempengaruhi perkembangan anak dikemudian hari.
Perlu dicamkan bahwa masa prasekolah adalah masa pertumbuhan, masa-masa ini
adalah masa menemukan anak kita tersebut dan tehnik apakah yang bisa cocok dalam
menghadapinya. Menurut Ayu Dutika Damayanti (2009:20) “Perkembangan sosial anak
ditandai oleh kemampuannya dalam menyesuaikan diri dan mengembangkan tingkah
laku sosialnya sehingga dapat bersosialisasi dengan baik”.
Masa prasekolah merupakan masa-masa bahagia dari masa kehidupan anak, untuk
itulah kita perlu menjaga hal tersebut berjalan sebagaimana adanya. Janganlah
memaksakan sesuatu karena diri kita sendiri dan mengharapakan secara banyak dan
segera maupun mencoba melakukan hal-hal yang mereka belum siap.
Nikmatilah anak sebagaimana dirinya dan jangan membuat diri dan anak susah
hanya karena hal-hal yang ingin kita capai pada dirinya atau pada hal-hal yang
seharusnya anak diharapkan bisa melakukannya. Pada usia 5-6 tahun, anak belajar
menjalin kontak sosial dengan orang-orang yang ada diluar rumah, terutama dengan anak
sebaya. Guru mendorong anak untuk melakukan kontak sosial dengan anak lain dengan
cara bermain dan bicara bersama. Awalnya anak bergaul dengan siapa saja, lama
kelamaan anak mulai memilih untuk bermain dengan teman yang berjenis kelamin sama.
Namun kenyataanya masih terdapat anak yang kurang mampu berosialisasi
dengan teman, kurang mampu berosialisasi dengan teman, kurang mampu bersosialisasi
merupakan perilaku yang menghambat perkembangan anak kearah pembentukan
kepribadian. Di Taman kanak-kanak apabila ada anak yang kurang mampu bersosialisasi
terhadap teman sebaya, baik pada saat berkumpul bersama didalam kelas maupun
bermain dihalaman sekolah seperti anak lebih senang bermain sendiri atau menyendiri
maka permasalahan tersebut ditangani oleh guru.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu usaha guru untuk menanggulangi agar
anak dapat meninggalkan kebiasaan kurang mampu bersosialisasi dan menjadi mampu
bersosialisasi dengan teman sebaya. Kegiatan sosiodrama yang diterapkan di taman
kanak-kanak, diharapkan mampu untu mengembangkan sosialisasi bagi peserta didik,
belajar menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berfikir kelompoknya agar dia
berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Menurut Hendra Surya (2010:120) “Salah
satu jenis permainan yang tepat dan dapat mengembangkan kecerdasan sosial anak
dengan baik adalah bermain peran sosiodrama”.
Dengan kegiatan sosiodrama, anak memiliki kesempatan untuk mengaktualisasi
diri bergerak, ekspresi dalam bermain dengan suasana riang dan gembira melalui peran-
peran yang dilakoninya. Menurut Hendra Surya (2010:121) “Dalam permainan berperan
ini,anak dapat memahami dan mengerti perasaan orang lain, sebab setiap anak diminta
utuk melakonkan tokoh tertentu tersebut, maka anak harus menjiwai sikap dan perilaku
tokoh yang dimainkannya tersebut dengan baik”.
Harapan dari guru-guru ditaman kanak-kanak agar anak mampu berosialisasi di
sekolah, dirumah maupun di lingkungan tempat anak tersebut berada serta mampu untuk
menyesuaikan diri, sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak dalam
berkomunikasi, bekerja sama dan memahami peraturan serta disiplin. Taman kanak-
kanak merupakan suatu lembaga pendidikan prasekolah bertanggung jawab untuk
membina anak dalam mengembangkan aspek pembiasaan (pembentukan perilaku : moral
pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bersosialisasi terhadap
lingkungannya).
Sekolah adalah tempat yang memberikan kesempatan kepada anak untuk
memperluas pergaulan sosialnya dan mentaati peraturan atau disiplin, dengan
menerapkan sosiodrama di taman kanak-kanak mempunyai kontribusi yang baik bagi
perkembangan sosial anak. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kenyataan
menunjukkan bahwa dari 30 anak, ± 25 anak pada kelas B TK Hang Tuah Pontianak
yang lebih senang bermain sendiri kurang mampu berkomunikasi dengan teman pada saat
mereka berada didalam kelas maupun bermain bersama dihalaman sehingga anak
menjadi tidak percaya diri dan kurang mampu bersosialisasi dengan teman di
lingkungannya yang akhirnya mereka lebih senang menyendiri pada saat bermain diluar
kelas.
Untuk mengembangkan sosialisasi pada anak diberikan stimulasi secara bertahap
sehingga anak dapat memahami dan mengerti bagaimana cara bermain peran. Dengan
sosiodrama anak diajarkan untuk berkomunikasi/berdialog dengan teman melalui peran-
peran yang dimainkan. Untuk meningkatkan cara bergaul dan hasil belajar anak dalam
bersosialisasi yang benar, salah satu cara yang dapat diterapkan oleh guru yaitu dengan
melibatkan anak langsung sebagai pemeran utama dengan menggunakan metode
sosiodrama.
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
”peningkatan kemampuan sosialisasi anak dengan menggunakan metode sosiodrama
pada kelompok B 3 Usia 5-6 tahun di TK Hang Tuah Pontianak” Rumusan masalah
tersebut di jabarkan kembali dengan rumusan masalah khusus yang disajikan sebagai
berikut : (1) Bagaimanakah peningkatan interpersonal anak dengan menggunakan metode
sosiodrama pada siswa kelas B 3 usia 5-6 tahun di TK Hang Tuah Pontianak? (2)
Bagaimanakah kemampuan untuk di terima teman sebaya dengan menggunakan metode
sosiodrama pada siswa kelas B 3 usia 5-6 tahun di TK Hang Tuah Pontianak? (3)
Bagaimanakah keterampilan mengatur diri dalam situasi sosial dengan menggunakan
metode sosiodrama pada siswa kelas B 3 usia 5-6 tahun di TK Hang Tuah Pontianak?
(4) Bagaimanakah peningkatan kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan
menggunakan metode sosiodrama pada siswa kelas B 3 usia 5-6 tahun di TK Hang Tuah
Pontianak?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang akurat
tentang penggunaan metode sosiodrama sehingga mampu meningkatkan kemampuan
bersosialisasi anak khususnya pada siswa kelas B 3 usia 5-6 tahun di TK Hang Tuah
Pontianak.
Rumusan tujuan dijabarkan menjadi tujuan khusus yang disajikan sebagai berut
yakni untuk mendeskripsikan : (1) Peningkatan interpersonal anak dengan menggunakan
metode sosiodrama. (2) Kemampuan untuk diterima dengan teman sebaya dengan
menggunakan metode sosiodrama. (3) Kemampuan untuk mengatur diri dalam situasi
sosial dengan menggunakan metode sosiodrama. (4) Peningkatan kemampuan anak
dalam berkomunikasi dengan menggunakan metode sosiodrama.
Sosialisasi bagi manisia berlangsung terus menerus selama dia hidup, yaitu sejak ia
lahir sampai aia meninggal dunia. Menurut Soemiarti Patmodewo (2003: 31) menyatakan
“Perkambangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak
dalam menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku dalam masyarakat dimana anak
berada” Menurut Moeslichatoen (2004:21) menyatakan :
Keterampilan sosial yang perlu dipelajari di Taman Kanak-kanak antara lain
membina hubungan dengan orang dewasa yakni anak mendapatkan kesempatan tinggal di
sekolah bersama anak lain untuk belajar menikmati dan menanggapi hubungan antar
pribadi dengan anak lain secara memuaskan.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan bersosialisasi adalah
kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dan mengembangkan tingkahnlaku untuk
menesuaikan diri dan mengembangkan tingkah laku sosialnya agar dapat bersosialisasi
dengan baik.
Menurut Ayu Dutika Damayanti (2009:20) Perkembangan sosialisasi terkait dengan
empat hal berikut : (a) Kemampuan interpersonal, yakni keterampilan yang digunakan
dalam interaksi sosial, seperti membantu orang lain, menjalin persahabatan dan
sebagainya, (b) Kemampuan untuk diterima oleh teman sebaya, seperti menyapa,
mengajak teman terlibat dalam suatu aktifitas, memberi serta menerima informasi dan
sebagainya. (c) Keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, seperti
mengontrol kemarahan, memahami perasaan orang lain dan sebagainya, (d)
Keterampilan berkomunikasi untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain atau
lawan bicaranya.
METODE
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Nawawi
(2007: 67) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah
yang sedang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau
objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, metode deskriptif ini digunakan untuk
memecahkan permasalahan penelitian dengan cara menggambarkan atau memaparkan
objek penelitian berdasarkan hasil di mana penelitian berlangsung. Metode deskriptif
dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah mengenai meningkatkan sosialisasi anak
melalui metode sosiodrama kelas B3 Usia 5-6 tahin di TK Hang Tuah Pontianak sehingga
akan diperoleh hasil apakah penggunaan metode sosiodrama dapat meningkatkan
sosialisasi anak atau tidak.
Penelitian ini menggunakan bentuk seurvei studi dengan jenis survey
kelembagaan. Hadari Nawawi (2007: 68) menyatakan bahwa pada umumnya bentuk
penelitian ada tiga yaitu survei (survey studies), studi hubungan (interrelationship studies)
dan studi perkembangan (deplopmental studies). Bentuk penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah survei (survey studies) dengan jenis survei kelembagaan
(institusional survey). Penelitian yang dilakukan peneliti ini bersifat kualitatif.
Aunurrahman (2009: 2.29) menyatakan bahwa:
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan
pemikiran orang secara individual maupun kelompok , berguna untuk menemukan
prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.
Sedangkan menurut Muhfida (35: 2009), penelitian kualitatif adalah penelitian
yang yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik,atau komputer.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang bermaksud untuk mendeskripsikan dan menganalisis
sejumlah fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, dan kepercayaan tentang prilaku,
persepsi, motivasi, dan tindakan yang dialami subyek penelitian yang dapat dilakukan
melalui pengamatan, wawancara, dan sebagainya yang akan dideskripsikan dalam bentuk
kata-kata secara alamiah dan tidak menggunakan model-model matematik, statistik,atau
komputer.
Jenis Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Suharsimi Arikunto
(2008: 2-3) menyatakan bahwa “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama”. Suhardjono ( 2008: 58),
berpendapat “ Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan yang dilakukan
dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran dikelasnya”. Menurut Supardi
(2008: 104), mengartikan bahwa “ Penelitian tindakan kelas sebagi suatu bentuk
investigasi yang bersifat reflektif partisipasif, kolaboratif, dan spiral, yang memiliki
tujuan untuk melakukan perbaikan system, metode kerja, proses, isi, kompetensi, dan
situasi”. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan
kelas merupakan suatu penelitian tindakan yang sengaja dilakukan dalam kelas dengan
tujuan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran.
Teknik pengumpulan data menurut Nawawi (1985:94-95) antara lain, teknik
observasi langsung, teknik komunukasi langsung, teknik komunikasi tidak langsung,
teknik pengukuran, dan teknik studi dokumenter/biografi. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Teknik observasi langsung, yakni cara pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
saat penelitian tindakan berlangsung dalam pembelajaran.
2) Dokumentasi, yakni berupa pengambilan dokumen-dokumen yang dapat menunjang
penelitian seperti rapor, dokumen anak, foto dll.
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Lembar observasi,
yakni pencatatan data yang dilakukan oleh peneliti terhadap jenis gejala yang akan
diamati.
1. Lembar observasi dalam penelitian ini meliputi lembar observasi mengenai aktivitas
siswa dan lembar observasi bagi guru.
2. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa foto pelaksanaan setiap siklus.
Setiap mengadakan penelitian pasti harus melewati langkah-langkah tertentu
begitu juga dalam mengadakan penelitian tindakan kelas terdapat langkah-langkah yang
harus dilaksanakan. Susilo (2010:19) menyatakan Ada empat langkah utama dalam
penelitian tindakan kelas yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) Tindakan (acting), (3)
Observasi (observing) , (4) Refleksi (reflecting).
Empat langkah tersebut dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas disebut
dengan istilah satu siklus. Untuk memudahkan dalam memahami keempat langkah
tersebut, dapat dilihat pada gambar 1. Adapun model siklus menurut Suharsimi Arikunto
(2009:16) dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut.
Perencanaan
b. Pelaksanaan Siklus I
Pelaksanaan Siklus I ini dilaksanakan pada tamggal 19-20 September 2012
Adapun pelaksanaan pada siklus I ini adalah sebagai berikut :
1) Pembukaan/ Kegiatan Awal
a) Pengkondisian agar anak siap dalam mendengarkan guru saat menjelaskan tema
dan tokoh –tokoh yang akan diperankan.
b) Guru langkah kedua, guru menggali pengalaman-pengalaman yang telah
dimiliki anak sebelumnya, guru menjelaskan cara bermain peran, cara
menggunakan media/ alat peraga yang akan digunakan, membagi anak dalam 3
kelompok dan perran masing-masing, sebelumnya anak dapat diajak bernyanyi
terlebih dahulu.
2) Kegiatan Inti
a) Anak –anak secara perlahan memerankan masing-masing tokoh sesuai petunjuk
dari guru sementara anak yang belum bermain peran diberi permainan/ kegiatan
yang telah disediakan oleh guru.
b) Anak menceritakan kembali apa yang dialaminya saat proses bermain peran
dilaksanakan
c) Tanya jawab tentang peran yang dimainkan untuk mengerahui imajinasi anak,
meningkatkan kemandirianm rasa percaya diri serta dapat menyatakan perasan
dengan kalimat sederhana.
c. Observasi Siklus I
Pengamatan terhadap kemampuan bersosialisasi anak dilaksanakan oleh
peneliti dengan menggunakan lembar observasi anak sedangkan pengamatan
terhadap peneliti sebagai guru dibantu oleh teman sejawat Sri Wahyuni
menggunakan lembar observasi guru yang telah disiapkan oleh peneliti.
Hasil observasi siklus I untuk kemampuan bersosialisasi anak dapat dilihat
pada tabel 1
Tabel 1. Hasil Observasi Siklus I untuk kemampuan bersosialisasi anak
pada Siklus I
No Indikator Siklus I
Tidak
Muncul % Muncul %
A Kemampuan interpersonal
1. Anak dapat membantu orang
lain 17 56,67% 13 43,33
2. Anak dapat menjalin
persahabatan 21 70% 9 30,00
Rata-rata 63,33% 36,67
B Kemampuan untuk di terima
oleh teman sebaya
1. Anak dapat menyapa
temannya 14 46,67% 16 53,33
2. Anak dapat mengajak
temannya 17 56,67% 13 43,33
3. Anak dapat bekerja sama
dengan teman. 24 80% 6 20,00
Rata-rata 61,11% 38,89
C Keterampilan mengatur diri
sendiri
1. Anak dapat mengontrol
kemarahan 16 53,33% 14 46,67
2. Anak dapat ber-empati
terhadap temannya 19 63,33% 11 36,67
3. Anak dapat berekspresi
dalam bermain peran 12 40% 18 60,00
Rata-rata 52,22% 47,78
D Keterampilan berkomunikasi
1. Anak dapat menggunakan
bahasa yang mudah diterima
oleh temannya 23 76,67% 7 23,33
2. Anak dapat menerima
informasi yang disampaikan
temannya 18 60% 12 40,00
Rata-rata 68,33% 31,67
Dari penyajian data tabel tersebut dapat dibuat diagram lingkaran sebagai
berikut :
Rata-rata Siklus I
Kemampuan
26% interpersonal
28%
Kemampuan untuk di
terima oleh teman sebaya
Keterampilan mengatur
diri sendiri
Diagram .1
Kemampuan Bersosialisasi Anak pada Siklus I
c. Observasi Siklus II
Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilaksanakan oleh peneliti dengan
menggunakan lembar observasi siswa sedangkan pengamatan terhadap peneliti sebagai
guru dibantu oleh teman sejawat Sri Wahyuni menggunakan lembar observasi guru yang
telah disiapkan oleh peneliti.
Hasil observasi siklus II untuk aktivitas pembelajaran siswa dapat dilihat pada tabel
2
Tabel 2. Hasil Observasi Siklus II untuk Kemampuan Bersosialisasi anak
pada Siklus II
No Indikator Siklus I
Tidak
Muncul % %
Muncul
A Kemampuan interpersonal
1. Anak dapat membantu orang lain 23 76,67% 7 23,33%
2. Anak dapat menjalin persahabatan 28 93,33% 2 6,67%
Rata-rata 85,00% 15,00%
B Kemampuan untuk di terima oleh
teman sebaya
1. Anak dapat menyapa temannya 18 60,00% 12 40,00%
2. Anak dapat mengajak temannya 22 73,33% 8 26,67%
3. Anak dapat bekerja sama dengan
28 93,33% 2 6,67%
teman.
Rata-rata 75,56% 24,44%
C Keterampilan mengatur diri sendiri
1. Anak dapat mengontrol kemarahan 29 96,67% 1 3,33%
2. Anak dapat ber-empati terhadap
19 63,33% 11 36,67%
temannya
3. Anak dapat berekspresi dalam
20 66,67% 10 33,33%
bermain peran
Rata-rata 75,56% 24,44%
D Keterampilan berkomunikasi
1. Anak dapat menggunakan bahasa
27 90,00% 3 10,00%
yang mudah diterima oleh temannya
2. Anak dapat menerima informasi
21 70,00% 9 30,00%
yang disampaikan temannya
Rata-rata 80,00% 20,00%
Dari penyajian data tabel tersebut dapat dibuat diagram lingkaran sebagai berikut:
Siklus II
Rata-rata siklus II
25% 27%
Kemampuan
interpersonal
Kemampuan untuk di
terima oleh teman sebaya
24% 24%
Keterampilan mengatur
diri sendiri
Diagram 2
Kemampuan Bersosialisasi Anak pada Siklus II
d. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah melakukan tindakan pada siklus II. Dari data yant
telah diperoleh pada tanggal 24 September 2012 saat pembelajaran telah berakhir,
diadakan kesepakatan atara guru sebagai peneliti nersama teman sejawat untuk
menilai kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang telah di lakukan pada siklus
II. Adapun kelebihan dan kekurangan pada siklus II adalah sebagai berikut:
1). Kelebihan Siklus II
a). Terjadi peningkatan persentase pada semua aspek kemampuan bersosialisasi
anak.
b). Guru menguasai materi pembelajaran dan sudah menguasai secara
keseluruhan media pembelajan dan metode sosiodrama.
c). Guru menguasai kelas dan mampu mengelola kelas dengan baik
d). Anak terbiasa melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
metode sosiodrama.
e). Pada siklus ini hampir semua anak terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
f). Anak menikmati proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kooperatif
2). Kekurangan Siklus II
a). Anak berebut ingin maju ke depan kelas sehingga membuat suasana kelas
agak ribut
b). Kemampuan bersosialisasi anak belum sepenuhnya sesuai dengan harapan
yaitu 100%.
e. Tindak lanjut
Terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II, dan peningkatan yang terjadi
masuk kedalam kategori sangat baik, Maka dari itu peneliti dan teman sejawat
sepakat bahwa penelitian dilakukan hanya sampai siklus II.
Siklus I Siklus II
Berdasarkan tabel 4.3 dilihat peningkatan yang terjadi pada setiap indikator
peningkatan sosialisasi anak dengan menggunakan metode sosiodrama.
1. Kemampuan Interpersonal
Pada indikator kemampuan interpersonal, terbagi menjadi 2 indikator kinerja yaitu
anak dapat membantu orang lain dan anak dapat menjalin persahabatan. Hasil penelitian
yang telah diperoleh yaitu, rata-rata persentase siklus I dari 63,33% meningkat 85% pada
siklus II. Dengan demikian kemampuan interpersonal anak dapat dikatagorikan
“meningkat”.
4. Keterampilan Berkomunikasi
Pada indikator Keterampilan berkomunikasi, terbagi menjadi 2 indikator kinerja
yaitu, anak dapat menggunakan bahasa yang mudah diterima oleh temannya dan anak
dapat menerima informasi yang disampaikan temannya. Hasil penelitian yang telah
diperoleh yaitu, rata-rata persentase siklus I dari 68,33% meningkat 80% pada siklus II.
Dengan demikian keterampilan untuk berkomunikasi dapat dikategorikan “meningkat”.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut. (1) Proses pembelajaran yang dirancang guru harus
dapat melibatkan anak agar dapat bersosialisasi. (2) Guru seyogjanya selalu
menggunakan strategi yang tepat dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat
mendorong pembelajaran anak untuk bersosialisasi khususnya pada anak Taman Kanak-
Kanak. (3) Rendahnya kemampuan bersosialisasi anak dapat berdampak terhadap
terhadap pisikologis anak. Sehingga guru tidak seharusnya selalu menyalahkan anak yang
tidak dapat bersosialisasi dengan baik ketika proses pembelajaran berlangsung, tetapi
guru harus meningkatkan kemampuan bersosialisasi anak dengan cara dilatih dengan
menggunakan metode pembelajaran yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA