Anda di halaman 1dari 11

E-JRA Vol. 11 No.

01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

KONSEP AKUNTANSI SYARIAH DENGAN NILAI-NILAI MAHAR


(Studi Empiris Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Montong)

Lailatus Shoimah*, Afifuddin**, dan Arista Fauzi Kartika Sari***


Email : lailatusshoimah913@gmail.com
Universitas Islam Malang

ABSTRACT
This study aims to determine the concept of sharia accounting with the dowry values of
the Office of Religious Affairs, Montong District, Tuban Regency, East Java. This research is
a qualitative research. Data collection techniques that can be in the form of interviews) and
observation and data analysis methods are descriptive model methods. The results of the study
state that the concept of Islamic accounting in this study uses the concept of financial
statements which include 1) Assets, in this study divided into 3 parts, namely dowry in the form
of money (current assets), jewelry (fixed assets) and memorizing verses of the Koran (assets).
intangible). 2) Obligations, there are 2 categories, namely dowry payments of less than 1 year
(current debt) while dowry debts whose payments are more than 1 year (long-term debt). 3)
Capital, the application of dowry values is dowry, the capital in question has a function to gain
profits and seek the blessing value of the dowry itself. 4) Income and Expenses in the system
of dowry values, it is said to be income due to the increase in assets owned by the wife and said
to be a burden due to the husband's dowry.
Keywords: dowry, sharia accounting and financial statements

PENDAHULUAN
Mahar atau maskawin adalah harta yang wajib diberikan suami kepada istri dengan
sebab akad nikah, hukumnya wajib, (Musthafa al Bugha, Alfiqh al Manhaj ‘ala Madzhab al
Imam al Syafi’i juz IV halaman 75). Walaupun suami istri sepakat meniadakan mahar, maka
kesepakatan itu batal dan mahar tetap wajib diberikan. Firman Allah ; “Berikanlah maskawin
kepada istri (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan.” (QS. An Nisa :4). Syekh
Muhammad Bin Qasim dalam Fathul Qarib halaman 234, menyatakan hukum menyebut mahar
dalam akad nikah adalah sunat.
Adapun bentuk dari pemberian mahar yang dapat digunakan menurut islam yakni berupa
barang berharga (Harta/aset). Mahar dalam bentuk barang dan uang yang dimaksud yaitu yang
ada bentuk atau wujudnya seperti bangunan (rumah), tanah, kendaraan, pohon kelapa, sepaket
perhiasan, uang tunai dan sebagainya. Layaknya transaksi akuntansi Syariah pemberian mahar
dapat dilakukan secara tunai maupun hutang, adapun pemberian mahar secara hutang diatur
dalam oleh pasal Pasal 33 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menegaskan, “apabila istri
menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian.
Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang suami”.
Dalam perjalanannya tidak dibenarkan mengambil harta benda yang telah diberikan
(mahar), kecuali dengan kerelaan dan kemauan istri itu sendiri seperti yang telah dijelaskan,
disisi lain antara pemanfaatan mahar (maskawin) ialah dapat dijual atau digadaikan hingga
hasilnya bisa dijadikan modal. Artinya modal dalam rumah tangga contohnya modal untuk
usaha baik usaha bersama (suami istri) atau individu (istri), hal tersebut sesuai kesepakatan
kedua belah pihak, disamping itu bahwa maskawin (mahar) juga masuk dalam unsur laporan
keuangan laba rugi. Laba untuk istri serta item beban untuk suami. Artinya pendapatan bagi
istri karena telah memperoleh maskawin (harta) pemberian dari suami yang melamar atau yang
akan menikahinya. Sedangkan dapat disebut beban karena suami telah mengeluarkan hartanya

46
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

sebagai maskawin untuk diberikan kepada istri yang dilamar atau yang akan dinikahinya.
Pendapatan dan beban tersebut timbul karena terjadi aktivitas pernikahan, sehingga sejauh
mana mahar dapat dikatakan sebagai pendapatan dan beban dalam pendekatan akuntansi
Syariah.
Terdapat beberapa konsep mahar menurut penelitian terdahulu menurut Halim (2009)
mengatakan bahwa mahar memiliki Konsep Dalam Pandangan Prof. DR. Khoiruddin Nasution
yakni sebuah implikasi dari simbol cinta dan kasih sayang suami terhadap istri sedangkan
menurut Gani (2017) dalam penelitiannya bahwa pembatasan jumlah mahar menurut
pandangan fiqih tidak diperbolehkan apabila mengandung unsur pemaksaan, penipuan dan
sejenisnya sehingga terjadi unsur kedzaliman dan Rahman (2019) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa konsep akuntansi Syariah dalam mahar yakni menggunakan unsur-unsur
akuntansi Syariah meliputi mahar sebagai aset, mahar sebagai kewajiban, mahar sebagai
ekuitas ataupun mahar sebagai pendapatan.
Hasil riset terdahulu serta pemaparan tentang pemahaman mengenai makna mahar secara
umum dan perspektif islam menyatakan bahwa sebuah kewajiban yang harus terpenuhi dalam
sebuah ikatan pernikahan hal ini merupakan bentuk tanggung jawab dengan ketentuan bahwa
jumlah mahar yang diberikan tidak mengandung unsur pemaksaan yang artinya harus
berkeadilan dan tidak menipu yang artinya bahwa harus berprinsip kebenaran. pemahaman
prinsip pertanggung jawaban, kebenaran serta keadilan juga terdapat pada prinsip akuntansi
Syariah.
Sehingga kesamaan segi prinsip yang harus terpenuhi antara mahar dan akuntansi
Syariah menjadikan alasan penelitian ini dan unsur akuntansi Syariah yang tertuang dalam
laporan keuangannya meliputi Aset, Kewajiban, Ekuitas dan pendapatan akankah dapat di
implikasikan ke dalam pemaknaan Nilai-nilai mahar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah, yaitu
bagaimana konsep akuntansi syariah dengan Nilai-nilai mahar? Adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini, yaitu untuk mengetahui konsep akuntansi syariah dengan Nilai-nilai mahar.

TINJAUAN TEORI
Mahar
Menurut Atabik (2003: 462) “Secara etimologi (bahasa), mahar (‫ )صداق‬artinya
maskawin. mahar atau maskawin disamakan dengan kata . ‫مهر‬,‫ ِصداق‬,‫ َصداق‬.” Hamka, (1999:
294) “kata shidaq atau shaduqat dari rumpun kata shidiq, shadaq, bercabang juga dengan kata
shadaqah yang terkenal.”
Dengan demikian mahar ada kaitannya kejujuran serta pemberian sehingga mahar
merupakan suatu pemberian secara simbolis atas kejujuran perasaan, dengan kata lain seorang
suami dengan kejujuran rasa akan rela mempersembahkan sebagian hartanya untuk sang istri
sebagai salah satu bentuk pengungkapan secara sah.
Menurut Shomad (2009: 88) syarat sahnya suatu benda dapat di jadikan mahar apabila
benda tersebut memiliki nilai, barangnya tidak ada unsur haram, memiliki manfaat, Milik
sendiri bukan milik orang lain dan Mahar itu tidak boleh berupa sesuatu yang tidak diketahui
bentuk.

Akuntansi Syariah
Menurut Triyuwono (2012:104), “akuntansi syariah merupakan salah satu dekonstruksi
akuntansi modern kedalam bentuk yang humanis dan syarat nilai dimana tujuan diterapkannya
akuntansi syariah adalah untuk mewujudkan terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan
humanis, emansipatoris, transcendental dan teological.”
Secara umum prinsip akuntansi syariah adalah sebagaimana uraian yang terdapat dalam
surat al-Baqarah, ayat 282, sebagai berikut.

47
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

1. Pertanggungjawaban (accountability)
2. keadilan
3. Kebenaran

Komponen Laporan Keuangan Syariah


Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Menurut PSAK 101 pos neraca merupakan sebagai alat informasi untuk mengetahui
keuangan perusahaan baik dari segi harta yang dimiliki, hutangnya serta modalnya, berikut
penjelasannya
a) Aset, merupakan kekayaan yang dimiliki atas dasar peristiwa yang terjadi di masa lalu serta
memiliki nilai yang dapat digunakan di masa yang akan datang.
b) Hutang atau liabilitas merupakan tanggung jawab yang harus dibayar atas peristiwa di masa
lalu.
c) Ekuitas merupakan hak yang dapat digunakan untuk menjalankan usahanya setelah
dikurangi kewajiban.
Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif lain
Menurut Yaya (2009: 88), “laporan laba rugi merupakan ukuran kinerja entitas syariah
yang juga merupakan dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi atau penghasilan
per saham.” Komponen-komponen mengacu terhadap PSAK yang telah ditetapkan.

Kerangka Konseptual
Konsep
Akuntansi Syariah

• Pertanggung Jawaban • Aset


• Keadilan • Kewajiban
• Kebenaran • Ekuitas
• Pendapatan

Nilai-nilai
Mahar

Gambar 1 Kerangka Konseptual

METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. “Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti
merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2015).” Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Montong Kabupaten Tuban Jawa Timur. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April 2021 sampai September 2021
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
Teknik pengambilan data meliputi wawancara serta observasi terhadap ulama/ahli fiqih, dan
pihak lain yang memahami maskawin (mahar) dalam agama Islam.
Dalam metode analisis data yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu
metode model deskriptif. Menurut teori Miles dan Huberman dikutip oleh Emzir (2010), yaitu:

Pengumpulan Penyajian
Data Data
48
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

Penarikan
Kesimpulan

Gambar 3 Model Interaktif


1. Reduksi data
Reduksi merupakan bentuk pemilahan data mana yang akan digunakan dan mana yang
akan di jadikan alternatif.
2. Penyajian data
Setelah mereduksi langkah selanjutnya adalah menyajikan data, dalam penelitian ini data
disajikan uraian singkat, atau dengan teks naratif.
3. Penarikan kesimpulan (verifikasi)
Setelah dilakukan analisis mendalam maka langkah selanjutnya peneliti menarik dan
verifikasi kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Mahar sebagai aset (harta). Menurut PSAK No. 16 Revisi Tahun 2011, “aset adalah
semua kekayaan yang dipunyai oleh individu ataupun kelompok yang berwujud maupun tidak
berwujud, yang memiliki nilai akan memiliki manfaat bagi setiap orang atau perusahaan.”
Terdapat beberapa kategori harta yang dapat di klaim menjadi hak milik yakni meliputi
halang sudah melekat dari dirinya dan orang lain tidak punya hak untuk itu, harta yang
mempunyai nilai baik secara ekonomis maupun manfaat lainnya, sesuatu yang telah diakui oleh
pemerintah.
Dalam hal ini maskawin atau mahar merupakan kepemilikan harta melalui transaksi
(akad) sebagai mana yang telah dijelaskan oleh salah satu informan bidang ahli fiqih yakni
Jinal, sebagai berikut.

“mahar merupakan media/alat yang digunakan sebagai simbol serah


terimanya antara pihak istri yakni orang tua suami dengan pihak suami
itu sendiri. di ibaratnya istri dibeli (bahasa kasarnya).” (Farhan).

Sehingga dari penjelasan tersebut meskipun pemberian mahar tergolong pada transaksi
jual beli akan tetapi dalam agama islam pemberian mahar merupakan sebagai wujud
memuliakan kaum perempuan sehingga kesukarelaan terhadap istri menjadi pokok utama
dalam pemberian mahar. Hal ini selaras dengan Nilai-nilai mahar yang ada di Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Montong Kabupaten Tuban Jawa Timur, sesuai dengan hasil
wawancara dengan Muslih sebagai kepala KUA, sebagai berikut
Sehingga dari penjelasan ketua KUA mengisyaratkan bahwa Nilai-nilai mahar di
daerahnya sudah sangat erat, sehingga bagi siapa saja yang melangsungkan pernikahan akan
selalu ada mahar yang di persembahkan oleh seorang suami terhadap istrinya sebagai bentuk
penghormatan dan memuliakan istri.
Menurut Zuhaili (2010: 547) “Pada dasarnya mahar tidaklah merupakan syarat dari akad
nikah, tetapi merupakan suatu pemberian yang bersifat semi mengikat, yang harus diberikan
suami kepada istri sebelum terjadi hubungan suami istri, walaupun dalam keadaan belum

49
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

sepenuhnya mahar yang disepakati itu diserahkan.” Pemberian mahar pun tidak terikat oleh
jenis atau barang apapun selama hal itu dapat di pertanggung jawabkan, berkeadilan dan
kebenaran, sesuai dengan pernyataan hasil wawancara dengan Arif sebagai ahli fiqih, sebagai
berikut.

“ pemberian mahar tidak ada ketentuan yang terpenting memiliki


manfaat, memiliki nilai ekonomi dan tidak dilarang oleh agama, maka
boleh-boleh saja”

Dari hasil wawancara tersebut maka mahar bisa dalam bentuk apa saja asalkan memiliki
manfaat semisal seperangkat alat sholat digunakan untuk ibadah, nilai ekonomis semisal
perhiasan memiliki nilai jual dan tidak dilarang. Dengan berlandaskan terhadap ketentuan dan
prinsip yang telah di tetapkan maka mahar dalam prakteknya khususnya di kecamatan montong
memiliki berbagai macam bentuk mahar sesuai dengan pernyataan Muslih sebagai kepala KUA
dari hasil wawancara sebagai berikut, Dari hasil wawancara tersebut maka kebiasaan
pemberian mahar memiliki bentuk yang bermacam-macam sesuai dengan yang dipaparkan
oleh kepala KUA yakni seperti mata uang, seperangkat alat sholat, perhiasan dan ayat-ayat Al-
Quran. Dengan demikian maka jika di implikasikan kepada konsep akuntansi syariah maka
terbagi ke dalam Aset lancar, aset tetap, dan aset tidak berwujud.
1. Aset lancar
Aset lancar memiliki siklus atau perputaran dan manfaat yang singkat. Umumnya, jangka
waktu perputaran aset lancar selama 1 tahun. Sebagaimana yang diungkapkan Yusuf sebagai
ahli akuntansi Syariah.

“Merupakan jenis aktiva yang paling liquid. Maksudnya, aset tersebut


paling cepat dan mudah untuk dikonversi menjadi uang tunai”

Dengan demikian aset lancar merupakan sesuatu yang mudah dan cepat di konversi
menjadi uang tunai ataupun aset tersebut berupa uang tunai yang dalam penggunaannya
mudah untuk dijadikan alat transaksi. Sehingga bentuk mahar yang masuk dalam kategori
aset lancar di kecamatan Montong yakni uang tunai agama.
2. Aset Tetap

“tujuan memiliki aktiva tetap adalah bukan untuk dijual kembali tetapi
digunakan dalam operasional perusahaan.”

Dengan demikian aset tetap merupakan suatu barang yang secara khusus dipergunakan
untuk operasional. Sehingga bentuk mahar yang masuk dalam kategori aset tetap di kecamatan
Montong yakni seperangkat alat sholat yang dipergunakan untuk beribadah bukan untuk
diperjualbelikan kembali.
3. Aset tidak berwujud

“Aset tidak berwujud merupakan aktiva yang tidak nampak /atau tidak
terlihat secara fisik tetapi memiliki nilai dan manfaat bagi perusahaan.”

Dengan demikian aset tidak berwujud memiliki manfaat yang menghasilkan seperti good
wiil maupun hak paten. Sehingga bentuk mahar yang masuk dalam kategori aset tidak berwujud
di kecamatan Montong yakni persembahan ayat-ayat Al-Qur’an. Akan tetapi mahar dalam
bentuk Al-Qur’an dinilai bukan pilihan utama sesuai dengan wawancara kepada Sujono
sebagai Kyai/Ulama, sebagai berikut.

50
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

“Kalaupun maharnya hafalan ayat-ayat suci Al-Qur’an, itu tidak


mengapa, akan tetapi jika suami ini sudah benar-benar tidak punya apa-
apa (miskin sekali)”

Dari pernyataan tersebut maka disimpulkan bahwa pemberian mahar dengan ayat-ayat
suci Al-Qur’an di perbolehkan akan tetapi alangkah baiknya dibarengi dengan pemberian harta
lainnya atau di perbolehkan tanpa harta lainnya asalkan sang suami orang yang tidak memiliki
harta.

Konsep Kewajiban dalam Nilai-nilai Mahar


Mahar sebagai kewajiban. Menurut IFRS (PSAK 57), “Liabilitas merupakan utang
entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu”.
Kewajiban yang dimaksud dalam konsep akuntansi Syariah yakni berkaitan dengan
hutang sehingga peneliti mencari tahu lebih dalam sejauh mana konsep hutang dalam mahar.
Berikut penjelasan terkait dari Arif sebagai ahli fiqih.

“...bisa saja maharnya tidak secara tunai (utang) dan itu termasuk dalam
perjanjian lanjutan”.

Dari pernyataan ini maka mahar dapat di jadikan utang sesuai dengan kesepakatan dari
kedua belah pihak dan hutang tersebut harus dilunasi sesuai ketentuan yang telah di tentukan
karena menunda ataupun tidak membayar hutang dalam islam hukumnya haram, sesuai hadis
Nabi Muhammad SAW sebagai berikut

“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang."
(HR Muslim Nomor 1886)

Dari hadis tersebut maka islam benar-benar sangat berhati-hati dalam sistem hutang
piutang, pahala sebesar apapun bahkan pahala yang sudah dipastikan menjadi tiket masuk surga
akan terhalang oleh hutang yang belum terbayar. Dalam konsep laporan keuangan akuntansi
Syariah hutang terbagi menjadi dua bagian yakni hutang lancar dan hutang jangka panjang.
1) Hutang Lancar

“kewajiban lancar adalah kewajiban yang harus dibayar dengan aktiva


lancar serta jatuh tempo dalam jangka pendek, biasanya satu tahun”.

Dengan demikian hutang dapat dikatakan lancar apabila masa jatuh tempo di bawah 1
tahun ataupun pembayaran menggunakan aktiva lancar yakni sesuatu yang mudah di konversi
menjadi uang ataupun uang itu sendiri. Sehingga dalam penerapannya hutang lancar pada
mahar yakni apabila seorang suami melakukan hutang atas mahar yang akan di berikan baik
sebagian maupun keseluruhan dengan nominal uang dan dengan perjanjian jatuh tempo di
bawah 1 tahun.
2) Hutang jangka panjang

“Liabilitas jangka panjang adalah kewajiban perusahaan/individu


kepada pihak yang memberi hutang dengan jatuh tempo atau harus
dilunasi dalam waktu lebih dari satu tahun.”

51
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

Dengan demikian secara garis besar hutang dapat dikatakan berjangka panjang apabila
pelunasannya di atas 1 tahun, sehingga dalam penerapannya hutang mahar akan masuk dalam
kategori hutang jangka panjang apabila hutang mahar yang di bebankan kepada suami
berbentuk benda yang tidak mudah dikonversikan menjadi uang semisal di kecamatan
Montong seperti Perhiasan dan memiliki jatuh tempo atau kesepakatan melunasi di atas satu
tahun.
Konsep Ekuitas dalam Nilai-nilai Mahar
Mahar sebagai ekuitas (modal). “Menurut standar akuntansi keuangan (PSAK No. 21),
ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aset dan
kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan
tersebut.”
Disisi lain Sebagaimana yang telah Allah SWT firmankan (yang artinya),

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak


menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS At Taubah [9] :
34).

Dari penjelasan di atas maka menimbun harta hukumnya haram apabila dinilai lebih
banyak madharat ketimbang manfaatnya terkecuali bagi yang menyimpan dengan tujuan
adanya suatu hajat. Sehingga dari segi hukum laporan keuangan akuntansi apabila harta yang
ditimbun terlalu banyak melebihi nilai standar current ratio maka akan berdampak kepada
melemahnya nilai produktivitas harta itu sendiri, lantas bagaimana dengan harta mahar dalam
konsep modal. Mengutip dari pesan ulama terkemuka di Indonesia yakni KH Maimun Zubair,
sebagai berikut.
"Nak, kamu kalau nikah usahakan mahar istrimu yang banyak walaupun
istrimu hanya minta seperangkat alat salat. Kalau tidak punya uang,
usaha dulu. Karena uang mahar itu berkah jika dipakai usaha. Jadi nanti
setelah nikah, kamu tinggal minta izin istrimu jika uang itu mau kamu
pakai untuk modal usaha. Insya Allah usahamu berkah,"

Dengan demikian bahwasanya seperti yang telah disinggung diatas bahwasannya uang
mahar itu akan berkah jika yang memiliki (sang istri) memberi izin dan merelakan uang mahar
tersebut dijadikan sebagai modal suaminya.

“boleh mahar digunakan untuk usaha dan jika mahar tersebut digunakan
membuka usaha untuk sang suami atau orang lain juga di perbolehkan
asal ada izin dari pemiliknya karena wewenang mahar ini sepenuhnya
ada di tangan si istri”(Jinal)

“…dan kalaupun memang mahar tersebut berbentuk barang misalnya


seperti perhiasan dan akan digadaikan ataupun dijual oleh istri untuk
kepentingan hidupnya ataupun buat usaha juga di perolehkan karena
kembali lagi itu hak paten dia (istri).” (Arif)

Dari penjelasan para informan menyatakan bahwa mahar yang diberikan suami terhadap
istri pada saat ijab kabul diperbolehkan untuk dijadikan usaha. Mahar pada prinsipnya yang
bermanfaat bagi istri walaupun kemajemukan sebagaimana yang diungkap Sujono sebagai
Kyai/Ulama, berikut ini.

52
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

“Mahar yang diberikan suami kepada seorang istri adalah milik penuh
sang istri. Istri berhak atas mahar tersebut, apakah akan dijual, dipakai
atau diberikan kepada orang tua, bahkan kepada suaminya lagi..”

“Bisa saja mahar itu, dengan keikhlasan dan keridhoannya, ia jual untuk
modal usaha suaminya atau untuk membeli kebutuhan hidupnya tanpa
suaminya mengembalikannya lagi.”

Dari penjelasan diatas terdapat beberapa kesepakatan bahwa mahar merupakan hak istri
sepenuhnya dan tidak ada satupun yang memprotesnya apa yang dilakukan istri terhadap mahar
tersebut, kesukarelaan istri dalam memberikan mahar kepada siapa saja dan digunakan untuk
apa saja merupakan kesediaan istri untuk memberikannya.

Konsep Pendapatan dalam Nilai-nilai Mahar


Mahar sebagai pendapatan dan beban. Menurut PSAK “Pendapatan adalah kenaikan
manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan
aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal.”
Terkait dengan hal tersebut, mahar dapat dikatakan sebagai pendapatan dan kriteria
mahar itu sendiri menurut Jinal sebagai ahli fiqih, sebagai berikut.

“ pemberian mahar tidak ada ketentuan yang terpenting memiliki


manfaat, memiliki nilai ekonomi dan tidak dilarang oleh agama, maka
boleh-boleh saja”

Dengan demikian maka mahar merupakan suatu pemberian yang memiliki nilai
ekonomis yang dapat menambahkan pemasukan bagi istri sehingga mahar tersebut dapat di
klaim sebagai pendapatan maupun penghasilan dikarenakan menambah aset yang di miliki oleh
seorang istri.
Selain menjadi penghasilan mahar juga dapat dikatakan beban. Terkait dengan hal ini
mahar termasuk sebagai beban sebab suami yang akan menikah tentunya mengeluarkan harta
sebagai mahar yang dibayarkan atau diberikan kepada istri, akan tetapi mahar tidak semata
mata beban bagi seorang suami melainkan sebagai tanda menghormati dan memuliakan istri
itu sendiri. Namun demikian jika di konsepkan terhadap laporan keuangan akuntansi Syariah
berkurangnya atau menyusutnya aset walaupun seminimal mungkin dalam bentuk arus keluar
maka tetap dinyatakan beban.

Implikasi Konsep Akuntansi Syariah dengan Nilai-nilai Mahar


Konsep akuntansi Syariah pada penelitian ini menggunakan konsep laporan keuangan
yang meliputi
Aset (Harta), dalam pengungkapan mahar yang dijelaskan bahwa ketentuan modal
mahar secara tersirat harus memiliki manfaat dan nilai ekonomi, di kecamatan Montong sendiri
Mahar yang kerap digunakan meliputi uang tunai, perhiasan, perangkat alat sholat dan terdapat
beberapa yang menggunakan hafalan ayat Al-Qur’an yang kesemuanya memiliki manfaat
sehingga aset dalam penelitian ini merujuk pada PSAK dalam mengimplikasi konsep akuntansi
syariah khususnya indikator aset dalam Nilai-nilai mahar yang digunakan terbagi menjadi 3
bagian yakni mahar yang berbentuk uang dimasukkan pada bagian aset lancar, mahar yang
berbentuk seperangkat alat sholat dan perhiasan dikategorikan kepada aset tetap dan hafalan
ayat Al-quran di kategorikan kepada aset tak berwujud.

53
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

Kewajiban (Hutang), dalam Nilai-nilai mahar yang memperbolehkan maharnya tidak


secara tunai atau hutang dengan ketentuan disetujui oleh kedua belah pihak dan memiliki
kesepakatan pembayaran yang telah di tentukan, di kecamatan Montong sendiri terdapat dua
mahar yang kerap kali dijadikan hutang yakni mahar berbentuk uang dan mahar berbentuk
perhiasan baik secara keseluruhan maupun sisa atau sebagai yang belum terpenuhi dalam
ketetapan mahar yang telah ditentukan sehingga jika di masukkan ke dalam kategori hutang
sesuai konsep laporan keuangan akuntansi syariah maka terdapat 2 kategori yakni pembayaran
mahar yang berbentuk uang atau masa bayar kurang dari 1 tahun maka di kategorikan hutang
lancar sedangkan hutang mahar sejenis perhiasan yang pembayarannya di atas 1 tahun maka
dikategorikan hutang jangka panjang.
Modal (Ekuitas), Selaras dengan penjelasan dari PSAK maka mahar merupakan hak
milik seorang istri yang berasal dari selisih aset yang telah diberikan dan hutang mahar yang
belum di lunasi akan tetapi jika dalam pengertiannya modal yang dimaksud di dalam laporan
keuangan akuntansi syariah merupakan hasil investasi ataupun hasil usaha perusahaan, maka
penerapan di dalam Nilai-nilai mahar memiliki perbedaan karena modal di dalam mahar itu
sendiri adalah mahar yang diberikan, dengan demikian modal mahar dalam konsep akuntansi
syariah memiliki persamaan dalam pengertian hak milik dan penempatannya disisi lain modal
mahar memiliki perbedaan dalam cara mendapatkannya jika dalam konsep akuntansi syariah
modal atau ekuitas di peroleh dari investasi dan hasil usaha maka mahar di peroleh dari
pemberian seorang suami akan tetapi memiliki fungsi yang sama yakni jika modal dalam
akuntansi syariah dipergunakan untuk usaha baik periode ini maupun selanjutnya maka mahar
dapat digunakan orang istri untuk usaha dan dapat digunakan orang lain untuk usaha seizin istri
ataupun hanya untuk dijadikan tabungan. Selaras dengan posisi mahar sebagai modal dalam
konsep akuntansi syariah, mahar dijadikan modal menurut perspektif islam memiliki tingkat
keberkahan itu sendiri sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli bahwa suatu bertambahnya
kebaikan sehingga jika implikasikan terhadap modal usaha yakni dengan modal yang
diusahakan akan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda serta hasil usahanya dapat
mengantarkan kepada keberkahan-keberkahan lainnya termasuk keberkahan kelak pada zaman
akhirat.
Pendapatan dan Beban dalam sistem Nilai-nilai mahar, dijelaskan bahwa terdapat
perbedaan Perolehan antara pendapatan akuntansi Syariah yang diperoleh dari hasil kegiatan
usaha sedangkan pendapatan dalam Nilai-nilai mahar diperoleh oleh seorang istri atas
pemberian suami akan tetapi memiliki makna yang sama yakni penambahan aset atau
penurunan liabilitas sehingga jika Nilai-nilai mahar di implikasikan ke dalam konsep akuntansi
syariah pada indikator pendapatan makan penambahan aset dinyatakan apabila seorang suami
memberikan mahar secara tunai dan penurunan liabilitas apabila seorang suami telah
membayar hutang baik sebagian maupun keseluruhan dan mahar dapat dikatakan beban
dikarenakan dengan pemberian mahar (suami) menyusutnya aset atau penurunan manfaat
ekonomi pada apa yang dimiliki, disisi lain seorang istri akan menjadikan mahar sebagai beban
apabila memutuskan untuk menceraikan suaminya.

54
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Simpulan dari konsep akuntansi Syariah dalam Nilai-nilai mahar di Kecamatan Montong
Kabupaten Tuban. Sebagai berikut:
Konsep akuntansi Syariah pada penelitian ini menggunakan konsep laporan keuangan
yang meliputi 1) Aset, dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian yakni mahar yang
berbentuk uang (aset lancar), perhiasan (aset tetap) dan hafalan ayat Al-quran (aset tak
berwujud). 2) Kewajiban, terdapat 2 kategori yakni pembayaran mahar kurang dari 1 tahun
(hutang lancar) sedangkan hutang mahar yang pembayarannya di atas 1 tahun (hutang jangka
panjang). 3) Modal, penerapan di dalam Nilai-nilai mahar adalah mahar, modal yang dimaksud
memiliki fungsi untuk memperoleh keuntungan serta mencari nilai keberkahan dari mahar itu
sendiri. 4) Pendapatan dan Beban dalam sistem Nilai-nilai mahar, dikatakan pendapatan
dikarenakan bertambahnya aset yang dimiliki Istri dan dikatakan beban dikarenakan dengan
pemberian mahar suami.

Keterbatasan
Penelitian ini jauh dari kata sempurna dan memiliki beberapa keterbatasan:
1) Keterbatasan waktu membuat penelitian ini hanya terfokus pada implikasi mahar jika di
konsepkan kepada laporan keuangan akuntansi Syariah.

Saran
Penelitian ini memiliki beberapa saran, adapun saran-saran tersebut antara lain:
1) Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan untuk lebih mengembangkan pada mahar dalam
bentuk ekuitas menurut sudut pandang pasangan suami istri.
2) Bagi masyarakat khususnya para calon mempelai dapat mempertimbangkan mahar yang
akan di berikan serta penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah Muhammad Ibn Ismal. 1998. Shahih Bukhari. Riyadh: Baitul Afkar Addauliyah.
Adnan, Akhyar. 2005. Akuntansi Syariah arah, prospek dan tantangannya. UII Press.
Yogyakarta
Al-Baihaqi, Ahmad Ibn Al-Hassan Ibn Ali. tt. Sunan Al-Kubra Juz 3. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Hamdani, H.S.A. 1989. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Al-Jaziri, Abdurrahman. 1990. Fiqh Ala al-Madazhib al-Arba’ah Juz IV. Beirut: Dar Al- kitab
Al-Ilmiyah.
Amiruddin, Slamet Abidin. 2013. Fiqih Munakahat 2. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Attabik Ali, A. Zuhdi Muhdlor. 2003. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Jogjakarta: Multi
Karya Grafika.
Damis, Harijah. 2012. Konsep Mahar Dalam Perspektif Fikih Dan Perundang-Undangan.
Konsep Mahar dalam Perspektif Fikih dan Perundang-undangan. Pengadilan Agama
Kelas I A Makassar
Direktori Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama R.I. 2001. Kompilasi
Hukum Di Indonesia. Jakarta: Depag.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Gani, Burhanuddin. 2017. Pembatasan Jumlah Mahar Melalui Keputusan Musyawarah Adat
Kluet Timur. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Fakultas Syari‟ah dan Hukum
UIN Ar-Raniry
Ghazaly, Abdurrahman. 2003. Fiqih Munakahat: Seri Buku Daras. Jakarta: Prenada Media.

55
E-JRA Vol. 11 No. 01 Februari 2022
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Malang

Halim, Abdul. 2009. Konsep Mahar Dalam Pandangan Prof. Dr. Khoiruddin Nasution. Skripsi
Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
Hamka. 1999. Tafsir al-Azhar Juz IV. Jakarta: PT Pustaka Panji Mas.
Hans Kartikahadi., dkk. 2016. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis SAK. Berbasis IFRS
Buku 1. Jakarta : Salemba Empat.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2014. PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan
Indriantoro, Nur and Bambang Supomo. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
& Manajemen. Edisi 1. Cetakan ke-12. Yogyakarta: BPFE.
Kemenag RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahan Al-Muhaimin. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an.
Rahman, Yuyanti. 2019. Konsep Akuntansi Syariah Pada Budaya Mahar. Jurnal Akuntansi
Multiparadigma JAMAL. Universitas Negeri Gorontalo.
Shomad, Abdul Wahid. 2009. Fiqh Seksualitas. Malang : Insan Madani.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.
Triyuwono, Iwan.2012. Akuntansi Syariah perspektif, metodologi, dan Teori. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi’I Jilid II. Jakarta.

*) Lailatus Shoimah adalah Alumni Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Malang.
**) Afifuddin adalah Dosen tetap Universitas Islam Malang.
***) Arista Fauzi Kartika Sari adalah Dosen tetap Universitas Islam Malang.

56

Anda mungkin juga menyukai