Anda di halaman 1dari 38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuntitatif. Metode kuantitatif ini dilakukan dengan pendekatan spasial/keruangan

yang bertujuan untuk memproses data berupa angka, yaitu data luasan lahan yang

terjadi konflik ruang daratan dan pesisir yang didapat dari lapangan. Selanjutnya

dianalisa menjadi informasi tentang konflik pemanfaatan ruang daratan dan

pesisir yang didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh. Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan spasial bertujuan untuk

memetakan dan membuat data Konflik Pemanfaatan Ruang Daratan dan Pesisir

di Kawasan Mandeh, Pesisir Selatan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pesisir Kecamatan XI Koto Tarusan,

Kabupaten Pesisir Selatan, tepatnya di Kawasan Mandeh dengan mengumpulkan

data-data berupa data citra,/foto udara,dan data RDTR dari berbagai sumber

terkait.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
C. Populasi dan Sample

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek dan subyek

yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini

adalah Kawasan Mandeh karena penelitian ini mencakup seluruh Kawasan

Mandeh. Sampel merupakan bagian dari elemen-elemen populasi yang hendak

diteliti. Sampel dari penelitian ini adalah data satuan lahan per titik koordinat

penelitian, yang akan digunakan dalam analisis kesesuaian lahan untuk wisata

bahari pada kawasan mandeh. Berikut merupakan titik sample:

Tabel. 1 Sample Titik Koordinat pada Kawasan Mandeh

No x y
1 660411 9860436
2 662701 9859682
3 661542 9860875
4 656283 9867954
5 659461 9862196
6 658910 9865905
7 659115 9867415
8 656147 9867990
9 656003 9869084
10 654874 9869550
11 654017 9869764
12 653924 9870286
13 653745 9870773
14 653717 9871069
15 654101 9872251
16 665484 9856891
17 664643 9857688
D. Variabel dan Data

1. Variabel

Sesuai dengan jenis penelitian ini maka variabel yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu data karakter fisik pesisir, peta penggunaan lahan,

serta peta RDTR Kabupaten Pesisir Selatan.

Tabel. 2 Variabel penelitian.

No Variabel Jenis Data Sumber Data Data yang


digunakan
1. Data Karakter Rasio LRSDKP Data Sekunder
Fisik Pesisir
2. Penggunaan Lahan Rasio Survei lapangan Data Sekunder
Eksisting
3. RDTR Kabupaten Rasio Dinas PUPR Data Sekunder
Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir
Selatan
Sumber : Peneliti, 2022

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data data karakter fisik pesisir

dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Loka Riset Sumber Daya

dan Kerentanan Pesisir. Sedangkan data Penggunaan lahan eksisting

didapatkan dari survei lapangan, serta data RDTR Kabupaten Pesisir Selatan

didapatkan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten

Pesisir Selatan.
E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang penting bagi kegiatan

penelitian, karena pengumpulan data tersebut akan menentukan berhasil tidaknya

suatu penelitian. Sehingga dalam pemilihan teknik pengumpulan data harus

cermat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengajukan surat permohonan untuk meminta data karakter fisik pesisir

ke Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir.

2. Data penggunaan lahan eksisting didapatkan dari survei lapangan dengan

mendatangi daerah penelitian yaitu Kawasan Mandeh di Kabupaten

Pesisir Selatan.

3. Mengajukan surat permohonan untuk meminta Data RDTR Kabupaten

Pesisir Selatan ke Dinas PUPR Kabupaten Pesisir Selatan.

F. Teknik Analisis Data

1. Matriks Konsistensi Konflik Ruang

Teknik analisis yang terakhir adalah matriks konsistensi yang

bertujuan untuk melihat konsistensi dan keharmonisan antar zona untuk

bahan pertimbangan menyusun arahan kebijakan yang tepat. Dalam

penelitian ini matriks konsistensi diperlukan guna melihat keharmonisan

maupun konflik antara RDTR di kawasan mandeh khususnya pola keruangan

dengan kondisi penggunaan lahan eksisting.

Metode penelitian ini diawali dengan melakukan overlay guna

melihat keharmonisan maupun konflik antar RDTR dengan eksisting dari

Kawasan Mandeh, selanjutnya dianalisis menggunakan pivot tabel,


yangmana ini bertujuan untuk melakukan agregasi dan penyusunan data tak

terstruktur menjadi untaian data tabular sehingga memudahkan dalam

penyajian informasi, metode secara umum yang digunakan yaitu penyajian

data dalam tabel pivot. Data yang tak terstruktur akan menjadi data utuh

dengan pengelompokan berdasarkan indeks dan tahap pengelompokan

adalah penyajian data dalam tabel pivot. Proses pivot dilakukan dengan

transformasi matrik berpasangan untuk menjaga konsistensi isi data. Setelah

didapat perhitungan dari pivot tabel maka dilakukan uji akurasi digunakan

untuk mengetahui tingkat keakuratan secara visual hasil klasifikasi suatu

area. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat matiks konfusi

atau matriks kesalahan yang membandingkan kategori per kategori (kelas per

kelas), hubungan antara data referensi (ground truth) dengan data hasil

klasifikasi . User’s accuracy yang mengindikasikan probabilitas suatu piksel

yang diklasifikasikan ke dalam suatu kelas tertentu yang mewakili kelas

tersebut di lapangan (Lillesand, et al., 2004). Berikut merupakan matriks

nya:

Tabel. 3 Matriks Konfusi

Klassifikasi A B C D Bar Accura


is cy
A Xi X+i Xii/X+
i i
B
C
Xii
D
Total Kolom Xi N
+
Sumber : (Sampurno & Thoriq, 2016)
Secara matematis akurasi dari table diatas adalah sebagai berikut :

User’s accuracy = 𝑋𝑖𝑖 𝑋+𝑖 x 100% . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)

Overall accuracy = ∑ 𝑋𝑖𝑖 𝑟 𝑖 𝑁 x 100% . . . . . . . . . . . . . . . . (2)

Kappa (k) = 𝑁 ∑ 𝑋𝑖𝑖 𝑟 𝑖 −∑ 𝑋𝑖+𝑋+𝑖 𝑟 𝑖 𝑁2−∑ 𝑋𝑖+𝑋+𝑖 𝑟 𝑖 𝑥 100% . . . . . .

(3)

Keterangan :

𝑋𝑖𝑖 = nilai diagonal matriks kontingensi baris ke-I dan kolom ke-i
𝑋𝑖+ = jumlah piksel dalam kolom ke-i
𝑋+𝑖 = jumlah piksel dalam baris ke-i
N = banyaknya piksel dalam contoh
∑𝑟 𝑋𝑖𝑖 = jumlah nilai diagonal matriks kontingensi baris ke-I dan kolom
ke-i
∑𝑟 𝑋𝑖+𝑋+𝑖= jumlah perkalian 𝑋𝑖+ dan 𝑋+𝑖

∑ 𝑋𝑖+𝑋+𝑖 𝑟 𝑖 = jumlah perkalian 𝑋𝑖+ dan 𝑋+ dan perhitungan kappa

accuracy. Nilai koefisien Kappa mempunyai rentang 0 hingga 1, dalam

peroses pemetaan klasifikasi / penutupan lahan nilai akurasi yang dapat

diterima yaitu 85% atau 0,85 (Anderson, 1976). Koefisien Kappa didasarkan

atas konsistensi Perhitungan akurasi ini guna melihat seberapa banyak konflik

dari penggunaan lahan antara RDTR dan eksisting.

2. Citra Resolusi Tinggi

Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan

jauh. Definisi citra banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satu di

antaranya pengertian tentang Citra merupakan gambaran yang terekam oleh

kamera atau sensor lainnya dan dipasang pada wahana satelit ruang angkasa

dengan ketinggian lebih dari 400 km dari permukaan bumi. Sensor dalam
kaitannya dengan penginderaan jauh merekam tenaga yang dipantulkan atau

dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi. Rekaman tenaga ini setelah

diproses membuahkan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh dapat

berupa data digital atau data numerik untuk keperluan analisis menggunakan

komputer. Hasil data penginderaan jauh biasanya berupa citra,berdasarkan

resolusi yang digunakan, citra hasil penginderaan jarak jauh bisa dibedakan

atas (Jaya, 2002) :

a. Resolusi spasial, Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)

permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di

sekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini

memungkinkan kita untuk mengidentifikasi (recognize) dan menganalisis

suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.

b. Resolusi spektral, Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang

gelombang yang sensitif terhadap sensor.

c. Resolusi radiometrik, Merupakan ukuran sensitivitas sensor untuk

membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau

diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi.

d. Resolusi Temporal, Merupakan frekuensi suatu sistem sensor merekam

suatu areal yang sama.

Resolusi spasial yaitu ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature)

permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di

sekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Kemampuan ini

memungkinkan kita untuk mengidentifikasi (recognize) dan menganalisis


suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable) keberadaannya.Pada

data digital resolusi dilapangan dinyatakan dengan pixel. Semakin kecil

ukuran terkecil yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor, berarti sensor

itu semakin baik karena dapat menyajikan data dan informasi yang

semakin rinci. Resolusi spasial yang baik dikatakan resolusi tinggi atau

halus, sedang yang kurang baik berupa resolusi kasar atau rendah

(Suwargana, 2013).

Resolusi spasial pada citra terdapat tiga tingkat, antara lain sebagai

berikut:

a. Citra satelit dikatakan mempunyai resolusi spasial yang Tinggi (CSRT)

jika resolusi spasialnya ≤ 4 meter. Contohnya : Citra satelit QuickBird

mampu memperoleh data citra pada resolusi 0.61 meter), Citra Satelit

IKONOS (resolusi 0,82 meter pankromatik, dan resolusi 3,2 meter

multispectral), Citra Satelit Pleaides (data citra dengan resolusi 0,5 meter)

dan Citra Satelit WorldView (data citra dengan resolusi 0.5 meter), Citra

OrbView 3 (resolusi spasialnya adalah 1 meter untuk pankromatik dan 4

meter untuk multispektral dimana citra ini diluncurkan pada 26 juni 2003

oleh GeoEye).

b. Citra satelit dikatakan menengah karena memiliki resolusi spasial yang

berkisar 4-30 m. Citra satelit dengan resolusi menengah contohnya Citra

satelit LandSAT (dengan resolusi spasial 30 m), Citra SPOT (resolusi

spasialnya 10 dan 20 meter), Citra Satelit Sentinel (dengan resolusi spasial


sebesar 10 m [untuk B2, B3, B4, B8], resolusi spasial 20 m [untuk B5, B6,

B7, B8A, B11, B12] dan resolusi spasial 60 m [untuk B1, B9, B10].

c. Citra satelit dengan resolusi spasial rendah memiliki resolusi sebesar >30

m, dengan contoh Citra satelit MODIS (yang memiliki tiga resolusi spasial

yaitu 250m, 500m, dan 1.000m), Citra Satelit Himawari (Resolusi spasial

data Himawari-8 yaitu 0.5 km (band 3), 1 km, dan 2 km).

3. Analisis Kesesuaian Lahan

Pendekatan penelitian ini diawali dengan melakukan analisis

kesesuaian lahan/alokasi ruang yang berdasarkan pada data biogeofisik

lokasi, pemanfaatan eksisting masyarakat serta kebijakan pemanfaatan

eksisting (seperti alur laut, konservasi dan kebijakan lainnya). Kesesuaian

lahan merupakan gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu

penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian lahan dapat berbeda tergantung pada

potensi lahan yang ada dibandingkan dengan persyaratan suatu penggunaan

tertentu. Pada hakekatnya evaluasi kesesuaian lahan adalah penilaian

kecocokan lahan terhadap persyaratan penggunaan lahan yang lebih detil.

Evaluasi kesesuaian lahan ini harus dilakukan secara menyeluruh sesuai

dengan prinsip dan tujuan evaluasi lahan (Mahi, 2005).

Metode yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan adalah

metode matching atau disebut juga pencocokan merupakan model

pencocokan antara karakteristik serta kualitas lahan dengan kriteria kelas

kemampuan lahan. Pencocokan tiap parameter mengacu pada tabel

klasifikasi kesesuaian lahan, dengan mempertimbangkan yang tertinggi


sebagai penentu kelas kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian Lahan

pariwisata dan membutuhkan data karakter fisik pesisir. Parameter penelitian

untuk kesesuaian wisata kategori wisata bahari dan berenang terdiri dari 10

parameter.

Tabel. 4 . Parameter Indeks Kesesuaian Wisata Pantai (IKW).


Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor
Kedalaman 5 0-3 3 >3-5 2 >5 1
Perairan (m)
Tipe Pantai 5 Pasir Putih 3 Pasir putih 2 Pasir putih 1
sedikit berkarang
karang sedikit terjal
Lebar pantai 5 >30 3 10-30 2 3-10 1
(m)
Supsrat 3 Pasir 3 Karang 2 Pasir 1
dasar berpasir berkarang,
perairan berbatu
Kecepatan 3 0-0,2 3 >0,2-0,4 2 >0,4 1
arus (m/s)
Kemiringan 3 <10 3 10-25 2 >25 1
pantai
Kecerahan 1 >5 3 >3-10 2 <3 1
pantai
Penutupan 1 Lahan 3 Semak 2 Belukar 1
lahan terbuka, belukar, tinggi,
kelapa savana pemukiman,
pelabuhan
Biota 3 Tidak ada 3 Satu spesies 2 Lebih dari 1
berbahaya satu spesies
Ketersediaan 1 <0,5 3 <0,5-1 2 >1-2 1
air tawar
(km)
Sumber: (Yulianda 2007;Indharjo, 2012)

Keterangan:

IKW = Indeks kesesuaian wisata (%)

Ni = Nilai parameter ke-I (bobot x skor)

N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata


Berdasarkan matirks kesesuaian, selanjutnya dilakukan penyusunan kelas-

kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata bahari dan berenang. Kelas

kesesuaian tersebut dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:

S1 = Sangat sesuai dengan nilai 83-100%

S2 = Sesuai dengan nilai 50 ≤ 83%

S3 = Sesuai bersyarat dengan nilai 17 ≤ 50%


N = Tidak sesuai dengan nilai <17%

G. Diagram Alir

Kawasan Mandeh terdiri dari ruang daratan dan pesisir. Definisi dari

kawasan pesisir itu sendiri merupakan kawasan pertemuan antara darat serta laut,

dengan batasan kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering ataupun

terendam air yang masih menemukan pengaruh sifat- sifat laut semacam angin

laut, pasang- surut dan perembesan/ intrusi air laut kearah laut mencakup bagian

perairan tepi laut hingga batasan terluar dari paparan daratan (continental shelf)

dimana identitas perairan tersebut masih dipengaruhi oleh proses- proses alamiah

yang terjalin di darat. Sementara yang dimaksud dari ruang daratan adalah

wilayah dari permukaan bumi yang berbentuk padat dan tidak di genangi air laut,

wilayah daratan ini memiliki karakteristik berupa dataran tinggi, pegunungan,

gunung, dataran rendah, sungai, dan danau.

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis data. Pertama,

peneliti menggunakan drone guna mendapatkan hasil berupa analisis kondisi

eksisting dari Kawasan Mandeh. Drone merupakan pesawat tanpa awak yang

digunakan untuk mengambil foto udara. Drone yang digunakan adalah DJI
Phantom 4. Selanjutnya, teknik analisis data yang digunakan adalah Matriks

Konsistensi. Teknik yang satu ini menggunakan bantuan pivot table dengan

memasukan data kondisi eksisting Kawasan Mandeh, dan data RDTR Kabupaten

Pesisir Selatan guna melihat keharmonisan maupun konflik ruang antara RDTR

di Kawasan Mandeh khususnya pola keruangan dengan kondisi penggunaan

lahan eksisting. Selanjutnya dihasilkan data konflik ruang di Kawasan Mandeh,

setelah data tersebut dihasilkan lalu dilanjut dengan teknik analisis yang

selanjutnya.

Teknik analisis yang selanjutnya ini, peneliti melakukan Matching Method

dari beberapa data, guna menghasilkan peta dan analisis keseusian lahan di

wilayah konflik ruang Kawasan Mandeh. Matching method atau disebut juga

pencocokan merupakan model pencocokan antara karakteristik serta kualitas

lahan dengan kriteria kelas kemampuan lahan. Pencocokan tiap parameter

didasari atas klasifikasi parameter kemampuan lahan. Dari teknik analisis data

yang kedua ini menghasilkan peta dan analisis dari kesesuaian lahan di wilayah

konflik ruang Kawasan Mandeh. Untuk lebih jelasnya lagi untuk penginputan

data, langkah pemrosesan dan hasil yang ingin dicapai dapat dilihat dia
Gambar 2. Diagram Alir
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Umum Wilayah Penelitian

Kawasan Mandeh terletak di bagian Barat Provinsi Sumatera Barat dan

menjadi bagian wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan Kota Padang, yaitu

Kecamatan Koto XI Tarusan di Kabupaten Pesisir Selatan serta Kecamatan

Bungus Teluk Kabung, Kota Padang. Kawasan Mandeh dapat dicapai melalui

jalan darat, yaitu arteri primer yang menghubungkan Padang dengan Provinsi

Bengkulu atau disebut sebagai Lintas Barat pada jarak ± 60 km hingga simpang

Tarusan. Dari simpang Tarusan dihubungkan oleh jalan ke arah Selatan berjarak

sekitar 2 km hingga mencapai pertigaan menuju Carocok di Utara atau Ampang

Pulai di bagian Selatan. Dari pertigaan menuju gerbang Mandeh dicapai dengan

jarak 1,5 km. Selain melalui jalan darat, Kawasan Mandeh dapat dicapai

melalui transportasi laut dari Kota Padang, melalui Sungai Pisang di Kecamatan

Bungus Teluk Kabung (Dinas PUPR Provinsi Sumatera Barat, 2021).

Gugus pulau-pulau kecil di Kawasan Mandeh terdiri atas 14 pulau, yaitu

pulau nyamuk, marak, cubadak, sironjong kecil, sironjong gadang, setan kecil,

setan gadang, taraju, pagang, bintagor, sikuai, sirandah, pasumpahan, dan ular.

Diantaranya pulau-pulau tersebut telah dikembangkan sebagai resort area atau

dihuni oleh masyarakat setempat.


Dengan luas kawasan secara keseluruhan 97,96 km2 kawasan ini

mencakup wilayah yang merupakan bagian dari beberapa Nagari di Kecamatan

Koto XI Tarusan, dan 2 Keluruhan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Kawasan ini meliputi kawasan pesisir dengan teluk yang relatif terlindung

dengan dataran yang relatif sempit, pulau-pulau kecil di perairan Samudera

Hindia, perairan laut yang tenang di kawasan teluk dalam, serta kawasan

berbukit dan bergunung di wilayah bagian Barat. Pengembangan pariwisata di

Mandeh telah diarahkan sebagai objek ekowisata bahari sejak tahun 2002.

Peningkatan pembangunan dan jumlah wisatawan terjadi setelah ditetapkannya

kawasan ini sebagai kawasan wisata nasional. Selama lima tahun terakhir

khususnya pada tahun 2013-2014 terjadi peningkatan frekuensi dan jumlah

wisatawan di Kawasan Mandeh. Didominasi oleh wisatawan domestik sebesar

80% dan wisatawan mancanegara 5% (Mukhtar et al., 2016).

a. Sosial

Secara sosial ekonomi, sebagian besar masyarakat di Kawasan

Mandeh adalah nelayan. Potensi kelautan dan perikanan cukup signifikan,

namun baru 35% yang termanfaatkan. Produksi perikanan tangkap mencapai

sekitar 25.575,21 ton pada tahun 2008, dengan jumlah nelayan sekitar 18.775

orang. Sektor perikanan budidaya juga produktif, sekitar 103,6 ton dengan

luas 1.792 hektar (Wisha et al., 2018).

b. Fisik

Kawasan Mandeh memiliki luas ekosistem terumbu karang kurang

lebih 521,57 hektar yang tersebar di sepanjang wilayah pesisir. Sayangnya,


sekitar 85,25% ekosistem terumbu karang telah rusak. Tutupan karang yang

rapat terdapat di Pulau Cingkuak dan Penyu. Luas hutan mangrove yang

mencapai 622,82 hektar tersebar di seluruh wilayah pesisir lindung. Tutupan

mangrove tertinggi terdapat di Kecamatan Koto Xi Tarusan yaitu sekitar

37,3% (Wisha et al., 2018).

Teluk Mandeh termasuk dalam kawasan rawan bahaya dan bencana

berupa gempa bumi, banjir, tanah longsor, luapan gelombang, dan tsunami

(Hermon, 2016). Hal ini dipengaruhi oleh posisi strategis kawasan ini yang

berada di dalam pertemuan lempeng benua. Perubahan tata guna lahan telah

berkontribusi pada peningkatan tingkat kerentanan pesisir Teluk Mandeh.

Selama ini, bahaya pesisir menjadi kendala dalam upaya pembangunan

daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

2. Kondisi Perencanaan Tata Ruang di Kawasan Mandeh

Arahan penggunaan lahan pada Kawasan Mandeh merujuk pada RDTR

Kabupaten Pesisir Selatan, Penataan ruang di Kawasan Mandeh harus

dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan ruang wilayahnya secara berdaya

guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun arahan

penggunaan lahan berdasarkan rencana tata ruang Kawasan Mandeh dapat

dilihat pada Peta dan Tabel berikut ini :


Gambar 3. Peta RDTR Kawasan Mandeh

18
Tabel. 5 Klasifikasi Penggunaan Lahan RDTR pada Kawasan Mandeh

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)


1 Perumahan dan Perdagangan/Jasa 132,60
2 Perkantoran dan Perdagangan/Jasa 6,79
3 Hutan Lindung 231,25
4 Industri Kecil 86,20
5 Perdagangan Deret 1,36
6 Perkantoran Pemerintah 3,26
7 Pertanian 367,99
8 Pariwisata 1882,58
9 Rumah Kepadatan Sedang 376,86
10 Ruang Terbuka Hijau 15,80
11 Pendidikan 3,60
12 Transportasi 4,45
13 Kesehatan 0,09
14 Peribadatan 0,57
15 Sungai 15,11
Total Luas 3128,50

Dari tabel diatas menunjukan bahwa arahan penggunaan lahan

berdasarkan Rencana Tata Ruang di Kawasan Mandeh yang mempunyai 15

kategori dengan total luas 3128,50 Ha dengan luas terbesar di peruntukan untuk

penggunaan lahan

Kawasan pariwisata dengan luas 1882,58 Ha. Selanjutnya diikuti dengan kawasan

pertanian dengan luasan 367,99 Ha, hal ini tidak dapat dipungkiri bahwasannya

sektor pariwisata dan pertanian yang menjadi faktor pendorong perekonomian di

kawasan tersebut, dan Kawasan Mandeh merupakan salah satu kawasan

ekowisata bahari di Kabupaten Pesisir Selatan yang memiliki prospek wisata yang

sangat baik untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari. Hutan Lindung

juga menjadi kawasan yang terluas dengan luas 231,25 Ha , hal ini tentunya

karena kawasan tersebut diperuntukan untuk Ekosistem hutan mangrove seluas

400 Ha, yang dimanfaatkan sebagai kawasan wisata alam tepatnya di Kawasan

19
Wisata Mandeh. Kawasan hutan mangrove yang tersebar di semua kecamatan

yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan yang meliputi Kecamatan Koto XI

Tarusan, Kecamatan Bayang, Kecamatan IV Jurai, Kecamatan Batang Kapas,

Kecamatan Sutera, Kecamatan Lengayang, Kecamatan Ranah Pesisir, Kecamatan

Linggo Sari Baganti, Kecamatan Pancung Soal, Basa IV Hulu Tapan, Lunang dan

Silaut.

3. Kondisi Eksisting Kawasan Mandeh

Kondisi Eksisting pada kawasan mandeh diambil dari interpretasi foto yang

menghasilkan poligon-poligon baru berupa kelas penggunaan lahan. Interpretasi

secara visual dilakukan dengan melihat pola, warna, tekstur, bayangan, bentuk,

rona dan lain sebagainya yang sejenis dan dikelompokan sehingga didapat

poligon-poligon baru yang dapat memberikan informasi kelas penggunaan lahan.

Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta penggunaan lahan eksisting pada

kawasan mandeh dan berikut merupakan tabel penggunaan lahannya:

20
Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan Eksisting pada Kawasan Mandeh

21
Tabel. 6 Klasifikasi Penggunaan Lahan Kawasan Eksistingpada Kawasan Mandeh

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)


1 Perumahan dan Perdagangan/Jasa 135,29
2 Perkantoran dan Perdagangan/Jasa 8,30
3 Hutan Lindung 237,55
4 Industri Kecil 85,89
5 Perdagangan Deret 1,29
6 Perkantoran Pemerintah 3,27
7 Pertanian 371,10
8 Pariwisata 1876,65
9 Rumah Kepadatan Sedang 379,24
10 Ruang Terbuka Hijau 25,29
11 Pendidikan 3,31
12 Transportasi 3,11
13 Kesehatan 0,09
14 Peribadatan 0,57
15 Sungai 4,46
Total Luas 3135,41

Tata guna lahan akan menjelaskan mengenai peruntukan lahan khususnya

disekitar wilayah pesisir kawasan mandeh yang memiliki total luas penggunaan

lahan eksisting seluas 3135,41 Ha. Sebagian besar penggunaan lahan di dominasi

pada kawasan pariwisata dengan luas 1876,65 Ha dan juga kawasan pertanian

dengan luas 371,10 Ha, selain itu kawasan terluas juga dimiliki oleh kawasan

Hutan Lindung dengan luasan 237,55 Ha.

4. Konflik Penggunaan Lahan Eksisting dan Perencanaan Detail di


Kawasan Mandeh
Dalam penataannya Kawasan Mandeh direncanakan untuk pemanfaatan

lahan terdapat beberapa kawasan dengan Pemanfaatan lahan berupa pariwisata

merupakan pemanfaatan terluas pada yang direncanakan dalam RDTR Kawasan

Mandeh yaitu 1902,4 Ha dari luas kawasan mandeh. Rencana pemanfaatan

terluas kedua adalah rencanaa pemanfaatan ruang pemukiman dan perdagangam

22
dan jasa yaitu dengan luas 538,66 Ha dari luas kawasan mandeh. Alokasi

pemanfaatan ruang di kawasan mandeh secara berurutan dari yang terluas

selanjutnya yaitu kawasan pertanian dengan seluas 372,7 Ha, serta rencana

pemanfaatan hutan lindung seluas 237,8 Ha dari luas kawasan mandeh. Berikut

merupakan hasil perbandingan luas menggunakan metode pivot sebagai berikut:

23
Tabel. 7 Hasil Perbandingan Luas Menggunakan Metode Pivot

C 3,
K 3, KT 1, R 3,
C 1, Perumahan Perkantora I 3, RTH, SPU 1, SPU 2, SPU 3, SPU 6,
HL, Hutan Perdaga Perkanto PL 1, PL 3, Rumah
dan n dan Industri Ruang Pendidi Transpo Keseh Periba
Penggunaan Lahan Lindung ngan ran Pertanian Pariwisata Kepadata Jumlah (Ha)
Perdagangan/Ja Perdagang Kecil Terbuka kan rtasi atan datan
(Ha) Deret Pemerint (Ha) (Ha) n Sedang
sa (Ha) an/Jasa (Ha) Hijau (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
(Ha) ah(Ha) (Ha)
(Ha)
C 1, Perumahan dan Perdagangan/Jasa 115,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 115,6
C 3, Perkantoran dan Perdagangan/Jasa 0,0 5,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5,8
HL, Hutan Lindung 0,0 0,0 230,7 0,0 0,0 0,0 0,0 204,6 2,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 437,6
I 3, Industri Kecil 0,0 0,0 0,0 62,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 62,4
K 3, Perdagangan Deret 0,0 0,0 0,0 0,0 1,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,3
KT 1, Perkantoran Pemerintah 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,9
PL 1, Pertanian 19,7 2,2 0,0 19,4 0,0 0,0 363,3 207,5 244,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 856,6
PL 3, Pariwisata 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 227,1 13,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 240,5
R 3, Rumah Kepadatan Sedang 0,0 0,0 0,7 0,0 0,0 0,0 3,6 13,6 77,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 95,0
RTH, Ruang Terbuka Hijau 4,8 0,3 6,4 4,6 0,0 1,4 5,9 1249,2 61,9 29,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1363,4
SPU 1, Pendidikan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,3 0,0 0,0 0,0 3,3
SPU 2, Transportasi 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,9 0,0 0,0 2,9
SPU 3, Kesehatan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,1
SPU 6, Peribadatan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 0,6
Jumlah 139,4 8,5 237,8 86,4 1,3 3,3 372,7 1902,4 399,3 29,1 3,3 2,9 24 0,1 0,6 3186,95
Dari tabel diatas ditemukan ketidakkonsistenan antara kawasan eksisting

dengan kawasan RDTR pada kawasan mandeh dimana ketiselarasan terjadi

yang paling besar ada di peruntukan Pertanian dimana di peta dapat dilihat

bahwa persebarannya dominan berada di kawasan perumahan kepadatan sedang

dengan cakupan luas 244,6 Ha, kemudian ketidakkonsistenan bangunan pada

Pertanian juga terjadi di kawasan pariwisata dimana di temukan luas pertanian

207,5 Ha di bagian kawasan pariwisata, sementara secara keseluruhan

berdasarkan hasil kappa bernilai 28,23% yang berarti hanya 28,23% kondisi

eksisting sesuai dengan RDTR pada kawasan mandeh. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat melalui peta konflik sebagai berikut:

25
Gambar 5. Peta Konflik Ruang di Kawasan Mandeh

26
Dari hasil overlay antara Peta Penggunaan Lahan Aktual dan Peta

Rencana Detil Tata Ruang ditemukan konsistensi pembangunan kawasan

mempunyai luas 1.005,3 Ha sedangkan ketidakkonsistenan seluas 2.181,63 Ha,

dimana dominan ketidakkonsistenan disebabkan karena tumbuhnya kawasan

Pertanian yang tidak berada pada tempatnya. Pola persebaran

ketidakkonsistenan dapat dilihat pada hasil peta, yaitu secara spasial tersebar

hampir pada seluruh area Kawasan Mandeh. ketidakkonsistenan tentunya

menyebabkan konflik ruang lahan yang tersedia dengan rancangan peruntukan

lahan pada RDTR, dimana akan berkurangnya ketersediaan lahan untuk

pemukiman dan kawasan pariwisata, karena sebagian besar kawasan pertanian

tidak berada pada tempatnya sehingga hal ini kedepanya akan memicu

pembangunan kawasan pemukiman di lahan yang tidak sesuai peruntukannya.

Umumnya ketidakkonsistenan terjadi karena masih banyak kawasan yang

belum terealisasikan sesuai dengan RDTR kawasan mandeh.

27
5. Kesesuaian Lahan Wisata Bahari di Wilayah Konflik pada Kawasan

Mandeh

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan mandeh kaya akan

potensi wisata bahari, termasuk untuk kegiatan rekreasi pantai. Beberapa

diantaranya lokasi tersebut sudah banyak yang dikunjungi oleh masyarakat,

baik wisatawan lokal sendiri maupun wisatawan dari mancanegara. Hasil

analisis menunjukan untuk wisata bahari diperoleh kawasan yang paling sesuai

(S1) mempunyai luasan 29,607 Ha, kategori Sesuai (S2) mempunyai luasan

20,595 Ha, dan kategori tidak sesuai (N) mempunyai luasan 12,319 Ha.

Pengukuran parameter kesesuaian lahan wisatabahari pantai dengan

kategori rekreasi untuk aktivitas berenang mengacu pada matriks kesesuaian

lahan untuk wisata panatai kategori rekreasi menurut Yulianda (2007) Hasil

parameter kesesuaian lahan untuk wisata bahari pantai kategori rekreasi untuk

kawasan wisata bahari dapat dilihat melalui peta dibawah ini:

28
Gambar 6. Peta Kesesuaian Lahan Wisata Bahari Kawasan Mandeh

29
a) Kedalaman Pantai

Kedalaman perairan di kawasan mandeh parameter kedalaman perairan

menunjukkan pantai ini termasuk perairan yang dangkal dengan kedalaman

rata-rata adalah 1,17 m, perairan dengan kedalaman 0-5 meter dapat

digolongkan dalam perairan dangkal sehingga memiliki kategori kedalaman

perairan yang sangat sesuai untuk aktivitas berenang. Perairan ini merupakan

lokasi yang paling ideal untuk melakukan kegiatan wisata wisata bahari

karena pengunjung dapat bermain air dengan aman akan tetapi tetap harus

memperhatikan kedalaman perairan dari suatu tempat wisata pantai.

b) Tipe Pantai

Kawasan Mandeh memiliki tipe pantai tipe pantai yang berpasir, dengan

tekstur pasir yang halus serta berwarna putih dan menjadi faktor penting

dalam wisata bahari jika dibandingkan pantai berbatu atau pantai berlumpur

Namun, jika dilihat pada aktivitas berenang hal ini merupakan salah satu

faktor yang perlu diperhatikan agar keamanan dan kenyamanan wisatawan

tetap terjaga.

c) Lebar pantai

Kawasan Mnadeh memliki lebar pantai yang menunjukkan lebar 6pantai

tergolong cukup lebar dengan rata-rata 14 m., lebar pantai sangat berkaitan

dengan luasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas

rekreasi pantai karena kondisi lebar pantai yang luas membuat pengunjung

30
leluasa melakukan aktivitas rekreasi pantai hal ini berarti lebar pantai yang

dimiliki termasuk dalam kategori sangat sesuai dan sesuai dengan ketentuan

sebagai suatu tempat wisata pantai yaitu lebih dari 15 m.

d) Material dasar

Pada umumnya substrat yang dimiliki oleh suatu pantai berbeda-beda, hal ini

serupa dengan material dasar yang dimilki oleh Pantai di Kawasan Mandeh

dimana material dasar umumnya berpasir.

e) Kecepatan arus

Kawasan Mandeh memiliki kecepatan arus perairan di relatif sangat lemah

dengan rata-rata 0,39 m/s. Kecepatan arus yang kecil memberikan keamanan

wisatawan untuk aktivitas berenang, bermain air dan aktivitas lainnya. Jika

dilihat pada matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai dapat dikatakan

bahwa hasil pengukuran arus tersebut sangat sesuai untuk aktivitas berenang

karena memiliki kecepatan arus kategori S2 dengan kecepatan antara >0,15 –

0,40 m/dt

f) Kemiringan Pantai

Kemiringan pantai di kawasan mandeh yang menunjukkan bahwa Pantai di

kawasan mandeh 2 – 12 %. Hal ini menunjukkan bahwa kemiringan pantai di

Kawasan Mandeh sesuai untuk aktivitas berenang).

g) Kecerahan perairan

Kawasan Mandeh memiliki kecerahan perairan yang tergolong rendah dengan

rata-rata kecerahan 0,83 m. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan pantai

31
ini kecerahannya tidak sesuai dan parameter kecerahan perairan untuk

kategori wisata pantai seharusnya memiliki kecerahan perairan yaitu > 10 m,

Namun, nilai kecerahan tersebut tergolong baik mengingat kedalaman

perairan yang diamati.

h) Penutupan lahan pantai

Penutupan lahan pantai di kawasan mandeh berupa pemukiman dan lahan

kosong hal ini menunjukkan bahwa penutupan lahan lebih banyak

pemukiman. Berdasarkan matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai

kategori rekreasi parameter penutupan lahan pantai dapat dikatakan sangat

sesuai jika memiliki penutupan lahan pantai berupa kelapa dan lahan terbuka.,

sehingga dapat disimpulkan kawasan mandeh penutupan lahan di kawasan

mandeh tergolong tidak sesuai.

i) Biota berbahaya

Pantai di kawasan mandeh termasuk sangat sesuai untuk dijadikan sebagai

tempat wisata karena tidak adanya biota berbahaya.

A. Pembahasan
1. Konflik Penggunaan Lahan Eksisting dan Perencanaan Detail di Kawasan Mandeh

Dalam peta kawasan mandeh direncanakan untuk pemanfaatan lahan terdapat

beberapa kawasan dengan Pemanfaatan lahan berupa pariwisata merupakan pemanfaatan

terluas pada yang direncanakan dalam RDTR Kawasan Mandeh yaitu 1902,4 Ha dari luas

kawasan mandeh. Rencana pemanfaatan terluas kedua adalah rencanaa pemanfaatan ruang

pemukiman dan perdagangam dan jasa yaitu dengan luas 538,66 Ha dari luas kawasan

mandeh. Alokasi pemanfaatan ruang di kawasan mandeh secara berurutan dari yang terluas

32
selanjutnya yaitu kawasan pertanian dengan seluas 372,7 Ha, serta rencana pemanfaatan

hutan lindung seluas 237,8 Ha dari luas kawasan mandeh. Kawasan pariwisata yang

mempunyai luas lahan terluas karena pariwisata merupakan sektor unggulan di kawasan

mandeh hal ini sesuai dengan jurnal iftitah rahmi effendi dkk dengan judul penelitian

“Potensi Desa Wisata Nagari Mandeh Sebagai Destinasi Unggulan” yang menyatakan Saat

sekarang ini di Sumatera Barat, sektor pariwisata dijadikan sektor unggulan bagi pemerintah

daerah, karena sektor ini dapat memacu sektor lainnya, seperti peningkatan bisnis

transportasi, hotel, restoran, hiburan, perbankan, dan peningkatan permintaan terhadap hasil

pertanian, peternakan, serta perikanan. Artinya dengan memacu sektor pariwisata,

pemerintah daerah akan mampu meraih keuntungan di bidang lainny dan di Kawasan

Mandeh terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah objek wisata, yaitu:

attraction, accessibility, amenity dan ancilliary (Ardiansyah & Fortuna, 2020). Nagari

Mandeh sendiri sudah memiliki 4 (empat) komponen tersebut namun masih belum lengkap,

seperti pulau setan (soetan), hutan mangrove dan perahu wisata, sebagai komponen

attraction. Komponen accessibility seperti jalan raya menuju ke Nagari Mandeh, transportasi

ke pulau seperti perahu wisata. Kemudian adanya amenity (fasilitas) menginap seperti

homestay serta adanya rumah makan untuk wisatawan. Disamping itu juga ada komponen

ancilliary (pelayanan tambahan) yaitu terdapat makanan yang khas dari Nagari Mandeh yang

dapat diolah dan dikembangkan. Dengan keindahan alam yang dimiliki, jarak yang tidak

terlalu jauh dari pusat kota dan daya tarik yang memadai menjadikan Desa Wisata Nagari

Mandeh berpotensi menjadi detinasi unggulan.

Dari hasil overlay antara Peta Penggunaan Lahan Aktual dan Peta Rencana Detil Tata

Ruang ditemukan konsistensi pembangunan kawasan mempunyai luas 1.005,3 Ha sedangkan

33
ketidakkonsistenan seluas 2.181,63 Ha, dimana dominan ketidakkonsistenan disebabkan

karena tumbuhnya kawasan Pertanian yang tidak berada pada tempatnya. Hal ini umumnya

dikarenakan selain sektor pariwisata sektor pertanian juga menjadi sektor unggulan di

kawasan mandeh hal ini sesuai dengan pernytaan pada buku “Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2021 – 2026” yang

menyatakan Sektor pertanian merupakan sektor unggulan kabupaten pesisir selatan, dimana

sekitar 18,3 % atau 1.052,08 km2 dari luas daratan. Akan tetapi hal tersebut menjadi konflik

karena kurangnya lahan yang diperuntukan untuk pertanian, sehingga membuat kawasan

pertanian dibangun di area kawasan parirwisata.

Pola persebaran ketidakkonsistenan secara spasial tersebar hampir pada seluruh area

Kawasan Mandeh dimana ketidakkonsistenan tentunya menyebabkan konflik ruang lahan

yang tersedia dengan rancangan peruntukan lahan pada RDTR, dimana akan berkurangnya

ketersediaan lahan untuk pemukiman dan kawasan pariwisata, karena sebagian besar

kawasan pertanian tidak berada pada tempatnya sehingga hal ini kedepanya akan memicu

pembangunan kawasan pemukiman di lahan yang tidak sesuai peruntukannya.

2. Kesesuaian Lahan Wisata Bahari di Wilayah Konflik pada Kawasan Mandeh

Hasil analisis menunjukan untuk wisata bahari diperoleh kawasan yang paling sesuai

(S1) mempunyai luasan 29,607 Ha, kategori Sesuai (S2) mempunyai luasan 20,595 Ha, dan

kategori tidak sesuai (N) mempunyai luasan 12,319 Ha dan diketahui Hasil kesesuaian untuk

wisata bahari di Kawasan Mandeh disebabkan karena diperoleh nilai tertinggi pada parameter

kesesuaian yang diukur, seperti tipe pantai pasir dan material dasar dengan kemiringan yang

landai, baik di pulau maupun di dalam perairannya. Demikian pula dengan kecepatan arus

yang tidak terlalu kuat, perairan yang jernih sehingga dasar perairan yang dihuni oleh terumbu

34
karang dapat terlihat jelas keindahannya serta tidak adanya biota berbahaya dikawasan

tersebut. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Pantai di kawasan mandeh memiliki

kesesuaian yang tinggi.

Kriteria yang nilainya sedang dan rendah untuk Pantai di kawasan mandeh hanya

diperoleh pada kriteria kecerahan perairan dan penutupan lahan dikawasan tersebut yang

umumnya di dominasi oleh kawasan pemukiman. Untuk pantai yang tidak sesuai umumnya

disebabkan karena kriteria material dasar perairan yang rendah dan tipe pantai yang kurang

menarik. Kriteria pantai yang tidak lebar serta perairan pantai yang agak keruh (kecerahan

rendah) hal inilah yang menyebabkan pantai-pantai tersebut tidak memiliki kesesuaian untuk

wisata bahari.

35
BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Mandeh dengan judul penelitian

“Analisis Konflik Pemanfaatan Ruang Daratan Dan Pesisir Di Kawasan Mandeh Pesisir

Selatan” didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. ketidakkonsistenan antara kawasan eksisting dengan kawasan RDTR pada kawasan

mandeh. ketidakkonsistenan terjadi yang paling besar ada di peruntukan Pertanian. Pada

peta dapat dilihat bahwa persebarannya dominan berada di kawasan perumahan

kepadatan sedang dengan cakupan luas 244,6 Ha. Selanjutnya ada ketidakkonsistenan

pada pertanian terjadi di kawasan pariwisata dimana luas pertanian 207,5 Ha di bagian

kawasan pariwisata, sementara secara keseluruhan berdasarkan hasil kappa bernilai

28,23% yang berarti hanya 28,23% kondisi eksisting sesuai dengan RDTR pada

Kawasan Mandeh. Dari hasil overlay antara peta penggunaan lahan aktual dan peta

RDTR ditemukan konsistensi pembangunan kawasan mempunyai luas 1.005,3 Ha dan

ditemukan adanya ketidakkonsistenan seluas 2.181,63 Ha. Umumnya

ketidakkonsistenan disebabkan karena tumbuhnya kawasan pertanian yang tidak berada

pada tempatnya. Pola persebaran ketidakkonsistenan dapat dilihat pada hasil peta, yaitu

secara spasial tersebar hampir pada seluruh area Kawasan Mandeh. ketidakkonsistenan

tentunya menyebabkan konflik ruang lahan yang tersedia dengan rancangan peruntukan

lahan pada RDTR akan berkurangnya ketersediaan lahan untuk pemukiman dan

kawasan pariwisata.

36
2. Pantai di kawasan mandeh memiliki kriteria kesesuaian lahan wisata pantaiyang

tergolong dalam kategori S1 (sangat sesuai), S2 (Sesuai), dan S3 (Tidak sesuai) dengan

Hasil kesesuaian untuk wisata bahari di kawasan mandeh disebabkan karena diperoleh

nilai tertinggi pada parameter kesesuaian yang diukur, seperti tipe pantai pasir dan

material dasar dengan kemiringan yang landai, baik di pulau maupun di dalam

perairannya., Demikian pula dengan kecepatan arus yang tidak terlalu kuat, perairan

yang jernih sehingga dasar perairan yang dihuni oleh terumbu karang dapat terlihat jelas

keindahannya serta tidak adanya biota berbahay dikawasan tersebut. Faktor-faktor inilah

yang menyebabkan Pantai di kawasan mandeh memiliki kesesuaian yang tinggi.

Kriteria yang nilainya sedang dan rendah untuk Pantai di kawasan mandeh hanya

diperoleh pada kriteria kecerahan perairan, dan penutupan lahan dikawasan tersebut

yang umumnya di dominasi oleh kawasan pemukiman.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka penulis memberikan rekomedasi sebagai

berikut:

1. Setiap rencana pembangunan pada kawasan mandeh harus sesuai dengan Rencana

Tata Ruang Wilayah, dan Rencana Detail Tata Ruang maupun berbagai bentuk

perancanaan pemanfaatan ruang yang ada.

2. Pemanfaatan lahan pada kawasan mandeh harus direncanakan serta dikelola

sesuai dengan fungsi dan penggunaannya berdasarkan karakteristik lahan dengan

tetap memperhatikan keterbatasan daya dukung.

3. Kawasan pertanian yang berada di kawasan pariwisata dapat dijadikan sebagai

area Agrowisata, dimana hal ini dapat meningkatkan pendapatan daerah kawasan

37
mandeh dan tetap mempertahankan sektor pariwisata dan pertaniannya yang

menjadi sektor unggulan pada kawasan tersebut.

38

Anda mungkin juga menyukai