Anda di halaman 1dari 13

BAB 3.

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Lokasi tempat kajian penelitian merupakan seluruh wilayah administrasi

Kabupaten Tapanuli Selatan yang berada pada 0°58’35’ sampai dengan 2°7’33’

Lintang Utara dan 98°42’50’ sampai dengan 99°34’16’ Bujur Timur dengan luas

daerah 439.204,75 hektar yang terdiri atas 14 Kecamatan, 36 Kelurahan dan 212

Desa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2020.

Batas – batas wilayah penenlitian ini dijabarkan sebagai berikut : bagian

Utara kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Tengah

dan Tapanuli Utara. Bagian Barat kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan

kabupaten Mandailing Natal. Bagian Timur kabupaten Tapanuli Selatan

berbatasan dengan kabupaten Padang Lawas dan Padang lawas Utara. Bagian

Selatan kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan dengan kabupaten Mandailing

Natal. Pada bagian Tengah kabupaten Tapanuli Selatan, terdapat Kota

Padangsidimpuan yang seluruhnya dikelilingi oleh kabupaten ini. Peta lokasi

penelitian disajikan pada Gambar 3.1.

15
Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian

16
3.2. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Laptop yang dilengkapi dengan program software ArcGis 10.1, Global

Mapper 19.1, dan Microsoft office (Ms. Word, Ms. Excel)

b. Global Position System (GPS) Garmin Oregon 650

c. Alat tulis serta tally sheet untuk ground check point

d. Kamera digital

e. Printer Epson L220

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 50.000 Tahun 2018 yang bersumber dari

Badan Informasi Geospasial

b. Peta wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan skala 1 : 50.000

Tahun 2018 yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial

c. Peta ekoregion pulau Sumatera skala 1: 250.000 Tahun 2018 yang

bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

d. Peta tutupan lahan Provinsi Sumatera Utara skala 1: 50.000 Tahun 2018

yang bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

e. Citra satelit Google Earth Tahun 2020

f. Data hasil penilaian panel pakar yang terdiri dari nilai koefisien ekoregion

dan koefisien penutup lahan terhadap 20 jenis jasa ekosistem.

3.3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian non-eksperimen dengan menggunakan

pengamatan langsung dilapangan. Pendekatan pada penelitian ini mencakup

analisis pendekatan penilaian peran penutupan lahan dan ekoregion terhadap jasa

17
ekosistem yang ada di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang bersumber dari

penilaian sejumlah pakar sebelumnya. Penelitian ini mendeskripsikan segala

sesuatu yang terdapat di lapangan yang berhubungan dengan identifikasi

ekoregion dan penutupan lahan, indeks, peta, luasan, serta distribusi spasial dan

non-spasial. Penelitian ini menghasilkan 20 peta jasa ekosistem ataupun peta daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk setiap jasa ekosistemnya di

Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Keberadaan data dalam penelitian memberikan informasi yang lengkap

kepada peneliti untuk menggambarkan objek penelitia secara spesifik. Jenis data

yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Data kualitatif, adalah data yang tidak berbentuk angka yang berasal dari

studi literatur yang terakait dengan wilayah kajian penelitian, seperti

deskripsi penutup lahan dan ekoregion serta yang lainnya.

2. Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk angka yang terkait dengan

wilayah kajian penelitian yang berisi informasi tentang koefisien panel

pakar penutup lahan dan ekoregion, data monografi Kabupaten Tapanuli

Selatan, serta data - data penunjang lainnya.

Sedangkan sumber data pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder.

Data primer bersumber dari hasil pengecekan lapangan (ground check) kelas

penutup lahan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Data sekunder bersumber dari

berbagai instansi sesuai dengan atribut yang dikaji, yaitu dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan Informasi Geospasial, serta

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang meliputi peta rupa bumi

18
Indonesia, peta wilayah adminstrasi Kabupaten Tapanuli Selatan, peta penutup

lahan Provinsi Sumatera Utara, dan koefisien penilaian panel pakar ataupun

laporan - laporan penelitian terkait lainnya.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Tahapan awal penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan

data sekunder. Data primer yang dikumpulkan berupa pengambilan data tutupan

lahan dari lapangan. Pengambilan data ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

akurasi interpretasi citra dengan melakukan metode ground check point, yakni

berupa penyesuaian data hasil intrepretasi citra satelit dengan hasil pengamatan di

lapangan dengan menggunakan Receiver GPS sebagai pemandu untuk menjumpai

titik ground check yang telah ditentukan dan mendokumentasikan hasil

pengamatan dengan menggunakan alat tulis menulis dan kamera digital. Hasil

pengamatan yang didapatkan diuji dengan rumus overall acuracy dengan

membandingkan hasil ground check point dengan hasil interpretasi citra satelit

yang selanjutnya ditampilkan dengan tabel confusion matrix.

Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait antara

lain dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tapanuli Selatan, Badan

Informasi Geospasial (BIG), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan.

3.6. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan dari satuan-satuan elementer yang mempunyai

karakteristik dasar yang sama atau dianggap sama. Karakteristik dasar

dicerminkan dalam bentuk ukuran-ukuran tertentu. Populasi dalam penelitian ini

merupakan keseluruhan wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan yang

19
memiliki luas 439.204,75 hektar (BPS, 2018). Sedangkan sampel untuk penelitian

ini adalah pengambilan titik pengamatan sesuai dengan objek kelas tutupan lahan

yang ada berupa hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan

rawa, pertanian lahan kering, rawa pesisir, persawahan, semak belukar, hutan

tanaman, permukiman, perkebunan, pertambangan, tanah terbuka, tambak, seta

waduk, kebun dan tanaman campuran, sungai, dan danau yang kemudian disertai

dengan pengambilan foto kenampakan tutupan lahan pada kondisi lapangan di

wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.7. Analisis Data

3.7.1. Persiapan Peta Ekoregion dan Peta Penutupan Lahan

Salah satu fasilitas yang ada pada software ArcGIS 10.1 adalah analisis

spasial. Analisis spasial adalah analisis berdasarkan keruangan yang meliputi

potensi jenis ekoregion suatu wilayah dan kelas tutupan lahan yang ada pada

wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk peta ekoregion

Kabupaten Tapanuli Selatan dilakukan dengan menggunakan data yang

bersumber dari Pusat Pembangunan Ekoregion Sumatera berskala 1 : 250.000.

selanjutnya dilakukan clip batasan lokasi penelitian dengan wilayah kabupaten

Tapanuli Selatan dengan skala 1 : 50.000. Selanjutnya jenis-jenis ekoregion yang

telah ditentukan dijadikan salah satu indikator penilaian masing-masing jasa

ekosistem.

Peta penutup lahan yang digunakan merupakan hasil pembaharuan data

penutupan lahan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan

Tahun 2018. Pembaharuan ini diawali dengan melakukan perbaikan penutupan

lahan menggunakan Citra Google Earth Tahun 2020 dan berdasarkan klasifikasi

20
tutupan lahan yang dikeluarkan Badan Standarisasi Nasional SNI 7645-2014

(Lampiran 1) yang ditetapkan berdasarkan pola dan karakteristik yaitu rona,

warna dan tekstur. Selanjutnya jenis-jenis penutupan lahan yang sudah ditentukan

divalidasi dengan menggunakan metode Ground Check Point. Kemudian, data

penutupan lahan yang sudah tervalidasi dijadikan sebagai indikator penilaian

masing-masing jasa ekosistem.

3.7.2. Validasi Tutupan Lahan dengan metode Ground Check Point

Metode ground check point digunakan sebagai instrumen validasi hasil

interpretasi citra pada peta penutupan lahan. Validasi ini bersifat purposif

sampling dengan menentukan dan mendistribusikan ground check point

berdasarkan tutupan lahan yang menjadi pewakil dari jenis tutupan lahan yang

telah ditentukan yang selanjutnya dilakukan pengujian hasil interpretasi citra.

Pengujian ini bertujuan untuk melihat kesalahan - kesalahan interpretasi sehingga

dapat diketahui persentase ketepatannya (akurasi) hasil interpretasi. Akurasi hasil

interpretasi diuji dengan cara membuat matrik kontingensi yang sering disebut

dengan matrik kesalahan (error matrix) ataupun matrik konfusi (confusion matrix)

(Nawangwulan et al., 2013). Uji akurasi ini bertujuan untuk memperoleh nilai

kedekatan hasil interpretasi citra dengan data ukuran sebenarnya di lapangan. Uji

ketelitian ini dilakukan agar dapat diketahui tingkat kepercayaan terhadap

pemakaian hasil interpretasi untuk analisis dan keperluan berikutnya. Hasil

interpretasi perlu dilakukan uji ketelitian untuk menilai akurasi dari hasil yang

diperoleh.

Dalam pengujian keakuratan Bashit et al. (2019) menyatakan bahwa tingkat

keakuratan sebesar 85% dari hasil interpretasi citra pada wilayah yang beragam

21
(heterogen) merupakan tingkat akurasi yang baik dan dapat diterima pada suatu

penelitian. Maka selanjutnya diperlukan menetapkan titik-titik koordinat yang

menjadi pewakil pada setiap tutupan lahan. Titik sampel yang telah dipilih, dicatat

data koordinatnya untuk kemudian dilakukan pengecekan (ground check) di

lapangan. Adapun proses uji akurasi yang digunakan yaitu Overall Accuracy

dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

X : Jumlah nilai diagonal matriks

N : Jumlah sampel matriks

Tabel 3.1. Confusion Matrix

Data Acuan (Pengecekan Lapangan) Total Kolom


Kriteria
A B C
A Xn Xk+
Data Hasil
Klasifikasi B
Citra
C Xkk
Total Baris X+K N
Sumber : Nawangwulan et al. (2013)

3.7.3. Penilaian Peran Ekoregion dan Penutupan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem

berbasis Penilaian Pakar

Penilaian peran ekoregion dan penutupan lahan terhadap jasa ekosistem

oleh sejumlah pakar dilakukan melalui Analytical Hierarchy Process (AHP)

dengan metode perhitungan pairwise comparison yang bersumber dari Pusat

Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3E) Sumatera yang dimana sebelumnya hal

22
ini telah diverifikasi dan divalidasi oleh P3E Sumatera untuk seluruh kelas

tutupan lahan dan jenis ekoregion yang terdapat di seluruh wilayah Pulau

Sumatera. Maka dalam penelitian ini data yang digunakan berupa data sekunder

hasil pairwise comparison yang telah tervalidasi.

3.7.4. Menghitung Indeks Jasa Ekosistem (IJE)

Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup terhadap jasa

ekosistem tertentu direpresentasikan dalam bentuk indeks jasa ekosistem. Indeks

tersebut dihitung dengan melibatkan nilai bobot jasa ekosistem terhadap

ekoregion dan penutupan lahan. Pusat Pengendalian dan Pembangunan Ekoregion

Sumatera (2018) menjelaskan bahwa Indeks Jasa Ekosistem merupakan nilai

relatif yang didapatkan dari nilai koefisien jasa ekosistem per kelas ekoregion

yang dikalikan dengan nilai koefisien jasa ekosistem per kelas penutupan lahan.

Hal ini dapat dilihat pada persamaan berikut :

KJEeco X KJE LC
IJE =
maks KJEeco X KJE LC
Keterangan :
IJE : Indeks Jasa Ekosistem
KJEeco : Koefisien Jasa ekosistem ekoregion
KJELC : Koefisien Jasa ekosistem penutupan lahan
Maks : Nilai maksimum dari perhitungan hasil perkalian dan akar terhadap nilai indeks
jasa ekosistem penutupan lahan dan ekoregion

Indeks Jasa Ekosistem memiliki rentang nilai antara 0 (kecil) sampai 1

(besar). Setelah nilai IJE diperoleh, maka tahap berikutnya adalah

mendeskripsikan melalui tabel dan peta untuk masing-masing jenis jasa

ekosistem. Dalam penelitian menggunakan rentang kelas yang diperoleh

berdasarkan hasil klasifikasi geometrical interval setiap IJE dalam Software GIS.

Tiap jasa ekosistem memiliki rentang kelas yang berbeda, akibat dari nilai

23
minimum dan maksimum yang bervariasi. Nilai IJE yang didapatkan

direpresentasikan ke dalam klasifikasi ordinal sebanyak 5 kelas, mulai Sangat

Rendah (SR), Rendah (R), Sedang (S), Tinggi (T) dan Sangat Tinggi (ST).

Klasifikasi IJE ini ditentukan berdasarkan aturan geometrical interval. Metode

geometrical interval memiliki interval yang berlipat pada setiap kelas. Data yang

paling cocok digunakan yaitu dengan perbedaan nilai terkecil dan besar yang

cukup lebar. Hal ini dimaksudkan jumlah data yang ada pada setiap kelas dapat

seimbang. Menggunakan metode geometrik ini nilai angka sangat dipengaruhi

oleh digit angka dan pembulatan. Perbedaan pengambilan jumlah digit angka di

belakang koma menghasilkan perbedaan angka yang cukup besar. Semakin

banyak digit angka yang diambil kelasnya akan semakin baik. Hal itu dikarenakan

semakin sedikit terjadi pembulatan angka. Aturan geometrical interval dapat

dituliskan dalam formula sebagai berikut :

n B 5 B
X = X = A
A

5 1,152
X = X = 1,442
0,185

Keterangan :
A : Nilai IJE Minimum
B : Nilai IJE Maksimum
n : Jumlah Kelas

Tabel 3.2. Contoh Perhitungan Interval Kelas dan Pewarnaan pada Peta Jasa
Ekosistem Pengaturan Perlindungan Bencana
Klasifikasi Rumus Interval Kelas IJE Keterangan Kelas Warna
Kelas I A - Ax 0,185 - 0,267 Sangat Rendah Merah
2
Kelas II A - Ax 0,267 - 0,384 Rendah Merah Muda
2 3
Kelas III Ax - Ax 0,384 - 0,554 Sedang Kuning
3 4
Kelas IV Ax - Ax 0,554 - 0,799 Tinggi Hijau Muda
Kelas V Ax4 - Ax5 0,799 - 1,152 Sangat Tinggi Hijau Tua

24
Adapun untuk pewarnaan nilai IJE, mengacu pada kelima rentang kelas

yakni sangat rendah (merah tua), rendah (orange), sedang (kuning), tinggi (hijau

muda) dan sangat tinggi (hijau tua). IJE dihitung untuk masing-masing jenis jasa

ekosistem sebanyak 20 yang ditampilkan berdasarkan wilayah administrasi

Kabupaten Tapanuli Selatan (Lampiran 2).

3.7.5. Indeks Komposit Jasa Ekosistem (IKJE)

Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis

jenis jasa ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata

(mean). Adapun formulasi IKJE adalah sebagai berikut.

IKJE i,x = IJE i,x + IJE j,x + IJE k,x + IJE l,x + IJE m,x
ΣIJE
Keterangan

IKJE i,x = Indek komposit jasa ekosistem kelompok jasa ekosistem i (Penyedia,
Pengaturan, Budaya, Pendukung) di wilayah x
IJE i,x = Indek jasa ekosistem i (misalnya pangan, air bersih, serat, bahan bakar
sumberdaya genetik) , diwilayah x
ΣIJE = Jumlah jasa ekosistem (misalnya untuk kelompok jasa pendukung=5 IJE)

Indek komposit jasa ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat jenis

kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia, pengaturan,

budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang disebut

dengan indek komposit daya dukung dan daya tampung lingkungan. Indek

komposit jasa ekosistem juga ditampilkan menurut unit analisis wilayah

adminsitrasi kecamatan yang bertujuan untuk membandingkan secara relatif nilai

jasa ekosistem antar wilayah kecamatannya.

25
3.7.6. Tahapan Pemetaan

Secara umum tahapan pemetaan memiliki tiga tahap proses yang harus

dilakukan, yaitu :

1. Tahap pengumpulan data

Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data

merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan data

sangat penting artinya, dengan data seseorang dapat melakukan analisis evaluasi

tentang suatu data wilayah tertentu. Data yang dipetakan dapat berupa data primer

atau data sekunder. Data yang dapat dipetakan adalah data yang bersifat spasial,

artinya data tersebut terdistribusi atau tersebar secara keruangan pada suatu

wilayah tertentu.

Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dahulu

menurut jenisnya seperti kelompok data kualitatif atau data kuantitatif.

Pengenalan sifat data sangat penting untuk simbolisasi atau penentuan dan

pemilihan bentuk simbol, sehingga simbol tersebut akan mudah dibaca dan

dimengerti. Setelah data dikelompokkan dalam tabel–tabel, sebelum diolah.

ditentukan dulu jenis simbol yang akan digunakan. Untuk data kuantitatif dapat

menggunakan simbol batang, lingkaran, arsir bertingkat dan sebagainya,

melakukan perhitungan-perhitungan untuk memperoleh bentuk simbol yang

sesuai.

2. Tahap Penyajian Data

Langkah pemetaan kedua berupa panyajian data. Tahap ini merupakan upaya

melukiskan atau menggambarkan data dalam bentuk simbol, supaya data tersebut

menarik, mudah dibaca dan dimengerti oleh pengguna (users). Penyajian data

26
pada sebuah peta harus dirancang secara baik dan benar supaya tujuan pemetaan

dapat tercapai.

3. Tahap Penggunaan Peta

Tahap penggunaan peta merupakan tahap penting karena menentukan

keberhasilan pembuatan suatu peta. Peta yang dirancang dengan baik akan dapat

digunakan/dibaca dengan mudah. Peta merupakan alat untuk melakukan

komunikasi, sehingga pada peta harus terjalin interaksi antar pembuat peta (map

maker) dengan pengguna peta (map users). Pembuat peta harus dapat merancang

peta sedemikian rupa sehingga peta mudah dibaca, diinterpretasi dan dianalisis

oleh pengguna peta.

Pemetaan juga dapat diartikan sebagai proses pembuatan peta. Peta merupakan

gambaran permukaan bumi yang diperkecil, dituangkan dalam selembar kertas

atau media lain dalam bentuk dua dimensi. Melalui sebuah peta kita akan mudah

dalam melakukan pengamatan terhadap permukaan bumi yang luas, terutama

dalam hal waktu dan biaya (Setyawan et al., 2018). Sendow (2012) menambahkan

bahwa pemetaan merupakan suatu proses pengukuran, perhitungan dan

penggambaran dengan menggunakan cara atau metode tertentu sehingga

didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk data

spasial vektor dan data spasial raster. Data raster merupakan model data yang

menampilkan dan menyimpan spasial dengan menggunakan struktur matriks atau

pixel-pixel yang membentuk grid. Sedangkan data vektor menurut defenisinya

adalah model data yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial

dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, atau kurva atau poligon. Data spasial

maupun non-spasial yang kemudian didapatkan, akan diolah dalam bentuk peta.

27

Anda mungkin juga menyukai