D
Eijkman / Dept. PK FKUI / RSCM
sistem
3
Respons imun
imun
Innate (nonspesifik/bawaan/langsung)
Adaptif (spesifik/didapat/tidak langsung)
4 4
INNATE ADAPTIF
Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan aktivasi
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
Sistem Imun Innate Sistem Imun Adaptif
Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan aktivasi
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
KOMPONEN SISTEM IMUN
Barier Fisik sebagai Pertahanan Pertama
IMUNITAS INNATE
• Macrophages • fagositosis
Jalur perkembangan
bone marrow stem cell
1. Polymorphonuclear Leukocytes (PMN).
= lekosit polimorfonuklear
= granulosit
Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan aktivasi
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
1. FASE PENGENALAN SELF vs NON-SELF
OLEH SISTEM IMMUN INNATE
FASE PENGENALAN OLEH SISTEM IMUN INNATE
ANTIGEN
2. Fase Efektor
• Fase destruksi atau penghilangan mikroba
• Masing-masing komponen memiliki mekanisme destruksi
masing2 yang berbeda
Sistem Imun Nonspesifik Sistem Imun Spesifik
Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
MEKANISME
• Macrophages • fagositosis
I. Perforin/Granzymes
• Sel NK mengeluarkan
perforin
(menyebabkan lubang
pada sel abnormal)
dan granzim
(menyebabkan
apoptosis sel
abnormal)
II. ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity
INFLAMASI
INFLAMASI
Reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera
Manifestasi Klinis:
• Dolor
• Kalor
• Rubor
• Tumor
• Functio Laesa
dr. Alida R Harahap, Ph.D
Eijkman / Dept. PK FKUI / RSCM
Respons imun
3
sistem
imun
▪ Innate (nonspesifik/bawaan/langsung)
▪ Adaptif (spesifik/didapat/tidak langsung)
4 4
INNATE ADAPTIF
Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
IMUNITAS ADAPTIF (SPESIFIK)
Jalur perkembangan
bone marrow stem cell
SEL-SEL YANG BERPERAN DALAM
RESPONS IMUN ADAPTIF (SPESIFIK)
• Limfosit T dibentuk
di bone marrow
namun dimatangkan
di TIMUS
Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan Selular
• Pengenalan
• Aktivasi
• Efektor Humoral
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
FASE SISTEM Paparan Ag
IMUN ADAPTIF (imunisasi) PENGENALAN
Aktivasi limfosit
& sel lainnya AKTIVASI
Sintesis protein
Imunitas Selular
• Imunitas selular merupakan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi patogen, sel tumor, dll.
SEL T
• Dibentuk di bone marrow, dimatangkan di timus, tinggal di organ limfatik
MHC II – CD4+
MHC I – CD8+
• MHC II dimiliki oleh APC
profesional (fagosit)
• MHC II mempersentasikan
antigen eksogen kepada TCR
(T cell receptor)
CD8+ T cell
MHC II – CD4+
MHC I – CD8+
• MHC I dimiliki oleh APC
profesional & non-profesional
• MHC I mempersentasikan
antigen endogen kepada TCR
(T cell receptor)
2. Fase Aktivasi
• Syarat aktivasi sistem imun
spesifik - selular:
– Presentasi antigen oleh MHC
kepada reseptor sel T (TCR)
– Kostimulasi antara B7 – CD28
• Sitokin menyebabkan
proliferasi dan diferensiasi
sel-sel sistem imun untuk
memasuki fase efektor
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF
Pengenalan
Aktivasi
Efektor
3. Fase Efektor
• Peran utama:
– Membunuh sel tubuh yang terinfeksi virus dan bakteri intraseluler
– Membunuh sel tumor dan sel asing yang ditransplantasikan
• Mekanisme killing:
– Menghasilkan perforin/granzyme → toksik bagi sel
– Menghasilkan sitokin untuk memanggil makrofag ke situs infeksi
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Aktivasi
Mekanisme Killing Sel T Sitotoksik CD8+
Efektor
Langsung:
• Perforin/
granzyme
Tidak langsung:
• Sitokin TNF-
dan IFN-
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Imunitas Humoral
• Imunitas humoral merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
antigen ekstraselular
Sel B naif
• memiliki antibodi terikat pada
Sel B
membran → BCR (B cell
receptor) atau reseptor sel B
• BCR memiliki afinitas rendah
thd antigen
Sel B teraktivasi
• Mrp sel B naif yg telah
mengenali antigen
• Sel B teraktivasi berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi:
– Sel plasma → menghasilkan
antibodi solubel yg memiliki
afinitas tinggi thd antigen
– Sel B memori
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Respons cepat (1-2 hr) namun lemah, Respons lambat (>2 hr) namun kuat,
antibodi yg dihasilkan: IgM Antibodi yg dihasilkan: IgM, IgG, IgA, IgE
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Ag Ag Ag
BCR BCR
present T cell
Ag
MHC II
BCR
a. Neutralization of
Microbes by
Antibodies
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor
d. ADCC
(Antibody-
Dependent Cellular
Cytotoxicity
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor
e. Functions of Complement
Terdiri dari:
- Heavy chain
- Variable
- constant
- Light chain
- Variable
- Constant
53
Primary and Secondary Antibody Responses
THE IMMUNE RESPONSE:
A SUMMARY
DEFISIENSI
IMUN
Kelompok 1 - Materi 5
Imunologi (A)
apt. Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS.
APA ITU DEFISIENSI IMUN?
Defisiensi Imun adalah ketidakmampuan tubuh dalam menyerang
penyakit dan ketidaksempurnaan satu atau lebih mekanisme utama
imunitas seperti fungsi pertahanan pada permukaan tubuh (kulit dan
selaput mukosa), aktivitas bakterisidal dan fagositosis, repons peradangan
yang mencakup komplemen dan aspek lain dari sistem amplifikasi
biologik, respon antibodi, respon selular (respon DTH).
PENGGOLONGAN
Defisiensi Imun Non-Spesifik
Defisiensi komplemen
C2 dan C4
C5
• Gangguan kemotaksis
b. Hipogamaglobulinemia sementara
Penurunan kadar IgG dalam darah akibat sintesis IgG terlambat ->
ditemukan saat usia 6-7 bulan -> infeksi berulang, mis: saluran
pernapasan atas, telinga tengah, dan sinusitis.
Contoh
Defisiensi Primer SEL B
d. Disgamaglobulinemia
Penurunan kadar satu atau lebih Ig, sedangkan kadar yang lain normal.
Paling sering: defisiensi IgA, namun IgG dan Ig< normal atau meningkat ->
peningkatan insiden autoimun, keganasan, dan alergi -> terapi antibiotik
spektrum luas.
Defisiensi Imun Primer
SEL T
a. Sindom DiGeorge
• Penderita tidak atau sedikit memiliki sel T dlm darah, KGB, dan limfa
akibat defek dlm perkembangan embrio dari lengkung faring ke-3 dan
4 pada 12 minggu sesudah gestasi -> gejala hipokalsemi 24 jam
pertama sesudah lahir + kelainan jantung dan ginjal.
• Tidak menurun scr genetik.
• Menunjukkan infeksi kronik oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan
mikrobakteria rekuren.
• Hipoparatiroidism dapat menimbulkan tetani hipokalsemia.
Penampilan muka berubah, berbentuk mulut ikan dengan telinga
letak rendah.
Contoh
Defisiensi Primer SEL T
a. SICD: defisiensi kombinasi sel B dan sel T yang berat. Gejala mulai terlihat
pada usia muda dan bila tidak diobati jarang dapat hidup melebihi usia satu
tahun. Tidak adanya sel B dan sel T terlihat dari limfositopenia.
b. Sindrom Nezelof: rentan infeksi rekuren berbagai mikroba. Imunitas sel T
nampak jelas menurun. Defisiensi sel B variabel dan kadar Ig spesifik dapat
rendah, normal atau meningkat (disgammaglobulinemia). Respons antibodi
terhadap antigen spesifik biasanya rendah atau tidak ada.
Contoh
Defisiensi Kombinasi Sel B & Sel T
a. Kehamilan
Disebabkan peningkatan aktivitas sel Ts atau oleh efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblas. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen. IgG
diangkut melewati plasenta oleh reseptor Fc pada akhir hamil 10 minggu.
c. Usia Lanjut
Golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi dibandingkan dengan usia muda. Hal ini
disebabkan oleh karena atrofi timus, fungtsi timus menurun. Akibat involusi timus, jumlah sel
T naif dan kualitas respon sel T makin berkurang. Jumlah sel T memori meningkat tetapi
semakin sulit untuk berkembang.
DEFISIENSI IMUN
SPESIFIK
SEKUNDER
Defisiensi Imun Sekunder
✓ Malnutrisi
✓ Infeksi
✓ Obat, Trauma, Tindakan Katerisasi dan Bedah
✓ Penyinaran
✓ Penyakit Berat
✓ Kehilangan Imunoglobulin / Leukosit
✓ Stress
✓ Agamaglobulinemia dengan timoma
HIV/AIDS
HIV/AIDS ?
HIV AIDS
Human Immunodeficiency Acquired Immune Deficiency
Virus Syndrome
Infeksi oprtunsitik :
• Protozoa (T. kriptosporidium)
• Bakteri (M.avium, nokardia, salmonela)
• Jamur (candida, K. neoformans, H. kapsulatum, pneumocystics)
• Virus (CMV, herpes smpleks, varisela-zoster)
AIDS
Tumor :
• Limfoma (EBV-limfoma yang berhubungan denagn sel B)
• Sarkoma Kaposi
• Ensefalopati
• Wasting syndrome
DIAGNOSIS
ANTIBODI MIKROBIAL
PEMERIKSAAN
IN VITRO
DIAGNOSIS
● ANTIBODI MIKROBIAL -> ● PEMERIKSAAN IN VITRO -> flow cytometry
ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) Sel B: dihitung dengan antibodi terhadap CD19, CD20 dan
CD22.
Teknik imunologi untuk
Sel T: dihitung dengan antibodi monoklonal terhadap CD23
mengetahui atau mengukur
atau CD2, CD5, CD7, CD4 dan CD8.
kadar dari aktivitas/respon
ekspresi protein dan status reaksi Penderita dengan defisiensi sel T hanya hiporeaktif / tidak
imun dari reaksi individu/respon reaktif terhadap tes kulit dengan antigen tuberkulosis,
imun. candida, trikofiton, streptokinase/streptodornase dan virus
parotitis. Produksi sitokinnya berkurang bila dirangsang
dengan PHA atau mitogen nonspesifik yang lain.
Akib, A. A., Munasir, Z & Kurniati, N. (2015). Buku Ajar Alergi Imunologi
Anak: Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Cunningham AL, Dwyer DE, Mills J dan Montagnier L. 1997 Structure and
Function of HIV. Dalam Stewart GJ (Ed.) Managing HIV, Medical
Journal of Australia, p 17- 21.
Garna, K B dan Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Garna, K B dan Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Edisi 11. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Garna, K B dan Iris Rengganis. 2018. Imunologi Dasar. Edisi 12. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
SUMBER PUSTAKA
KULIT
RINTANGAN SELAPUT LENDIR
MEKANIS RAMBUT-RAMBUT HALUS
faal_imun/ikun/2006 15
Sistem Kekebalan Humoral
• Antigen (Ag) merangsang sel B berubah menjadi
sel plasma yg memproduksi antibodi (Ab).
• Ab disekresi ke darah atau limf lokasi sel plasma
yg teraktivasi; semua Ab akan mencapai darah
gamma globulin = imunoglobulin (Ig)
faal_imun/ikun/2006 16
Sistem Kekebalan Seluler
faal_imun/ikun/2006 17
IMUNOLOGI KANKER
KELOMPOK 5
Anggota Kelompok
1.Rindang
Fahrijal Novita Ventiani Putri Selviani
Nurjanah
(18330108) (18330109) (18330112)
(18330107)
Yulistiawati
Andriani
(18330748)
I IMMUNOSURVEILLANCE dan IMMUNOEDITING
Immunosurveillance Immunoediting
Proses pejamu penting melalui Bagaimana seseorang terlindung
inhibisi karsinogenesis dan menjaga dari pertumbuhan & kanker oleh
homeostatis selulare umum sistem imunnya, immunoediting
memiliki 3 fase, yaitu eliminasi,
ekuilibrium dan meloloskan diri
3 Fase Immunoediting
Fase Eliminasi
• Fase 1 - Sistem imun mengenali sel tumor dan merangsang sel NK dan NKT untuk
memproduksi IFN-γ
• Fase 2 - IFN-γ menginduksi kematian tumor dan meningkatkan produksi kemokin CXCL10,
CXCL9 dan CXCL11
• Fase 3 - Sel NK dan makrofag mentransaktivkan dengan memproduksi IFN-γ dan IL-12 dan
SD tumor spesifik memicu diferensiasi sel Th1 membentuk sel T CD8⁺ atau killer T-cells
• Fase 4 - Sel CD4⁺ dan CD8⁺ menduduki tumor, dan sel Tc menghancurkan antigen tumor
Fase Ekuilibrium
• → limfosit dan IFN-γ memberikan tekanan, namun sel tumor bermutasi dengan cepat.
Dilakukan dengan
transformasi di
laboratorium
rangsangan lektin,
antigen atau DNA
limfokin
Proses Tumorigenesis
Mutasi :
Mutasi : - Kehilangan CAM
- Reseptor faktor
- Siklus sel regulator - Produksi matriks
pertumbuhan
- Mutasi tambahan protease berlebihan
- Protein kinase
Tumor ganas
Sel normal
Mutan, sel (metastasis)
Tumor jinak
neoplastik(pertu
(tidak stabil
mbuhan,
secara genetik)
hiperpoliferatif)
III ANTIGEN TUMOR
1 CTL
Banyak studi menunjukan bahwa
tumor yang mengekspresikan antigen
unik dapat memacu CTL/Tc spesifik
yang dapay menghancurkan tumor
CTL biasanya mengenal peptida asal
TSA yang diikat MHC-l
CTL tidak selalu efisien, disamping
respons CTL tidak selalu terjadi pada
tumor.
Lanjutan…
2 Sel NK
Merupakan limfosit sitotoksik yang
mengenal sel sasaran yang tidak
antigen spesifik dan juga tidak MHC
dependen
Diduga fungsi terpenting dari sel NK
adalah anti tumor
Lanjutan…
3 Makrofag
Makrofag memiliki enzim dengan
fungsi sitotomsik dan melepas
mediator oksidatif seperti suoeroksid
dan oksida nitrit
Makrofag dapat memakan dan
mencerna sel tumor dan
mempresentasikannya ke sel CD4A
Jadi makrofag dapat berfungsi sebagai
inisiator dan efektor imun terhadap
tumor
V USAHA TUMOR MENGHINDAR SISTEM IMUN
A Penyakit Limfoproliferatif
Tumor sistem imun dapat dibagi Leukimia dapat berkembang dalam
menjadi limfoma atau leukimia jaringan limfoid atau mieloid
Perbedaan secara tradisional antara Pada limfoma sel abnormal hanya
leukimia dan limfoma adalah bahwa ditemukan dalam jaringan (terutama
limfoma berproliferasi sebagai tumor kelenjar limfoid dan limpa) namun ada
padat dalam jaringan limfoid seperti tumpang tindih antara leukimia dan
sumsum tulang, KGB. limfoma
Leukimia cenderung berpoliferasi Sistem deteksi modern yang sensitif
sebagai sel tunggal dan ditemukan mampu mengenali sel abnormal dalam
dari peningkatan jumlah sel dalam darah perifer pada hampir 50% penderita
darah atau kelenjar limfe limfoma non Hodgkin
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
Limfoma Hodkin yang juga dikenal Limfoma Non-Hodgkin tersering
sebagai penyakit Hodkin ditemukan pada usia lanjut, walau
merupakan suatu penyakit yang dapat juga ditemukan pada anak
khas, menyerang usia muda dan dewasa
Biopsi kelenjar limfoid merupakan Diagnosis memerlukan biopsi
keharusan untuk menemukan sel kelenjar limfoid
Reed-Stemberg
Limfoma Non-Hodgkin dibagi sesuai
Sel tersebut adalah sel B nukleat asal sel (B atau T) dan fase
besar dengan nukleolus eosinofilik. kematangan sel
Limfoma Anginoimunoblastik Limfoma/Leukimia Sel T Dewasa
Sering ditemukan adanya anemia Leukimia jenis ini sering ditemukan
hemolitik autoimum dan di Karbia dan Jepang
hipergamaglobulinemia
Ditimbulkan oleh virus HTCL tipe 1
Histologi kelenjar limfoid yang ditandai dengan poliferasi CD4
menunjukan adanya infiltrat yang aktif mengekspresikan CD25
campuran limfoid dengan
pembentukan pembuluh darah
kecil
Leukimia Limfositik Kronik Hairy Cell Leukimia
Tes diagnostik dilakukan dengan Hairy Cell Leukimia (HCl)
phenotyping limfosit. Pada 95% merupakan penyakit
kasus ditemukan sel yang berasal limfoproliferatif sel B yang lain yang
sel B (B-CLL). Sel tersebut cenderung ditemukan pada usia
menunjukkan ekspresi CD5 yang lanjut. Lebih banyak ditemukan
biasa ditemukan pada antigen pan- pada pria dibanding wanita. Sering
T (CD19, CD5). Beberapa sel ditemukan pansitopenia dan sel
tersebut juga ditemukan pada limfoid dengan penampilan “Hairy”
neonatus dan beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh proyeksi
autoimun. sitoplasma halus yang banyak.
Common Acute Lymphoblastic
Leukimia Mikosis Fungoides
Common Acute Lymphoblastic Mikosis fungoides merupakan
Leukimia (cALL) berasal dari sel B limfoma sel T kulit yang khas
yang berkembang menjadi sel mengenai pria usia pertengahan.
plasma dan sangat agresif. Tanpa Sel ganas adalah sel T CD4 dengan
terapi, cALL dapat menimbulkan nukleus yang menunjukkan
kematian dalam beberapa minggu gambaran yang tidak normal.
setelah diagnosis ditegakkan
Mieloma multipel Gamopati monoklonal
Mieloma multipel (MM) ditemukan Gamopati monoklonal adalah
terutama pada usia diatas 70 tahun, istilah yang digunakan untuk
lebih banyak pada pria dibanding menggambarkan paraprotein yang
wanita. Dalam serum ditemukan tidak memiliki ciri paraprotein
paraprotein yaitu suatu ganas. Diduga bahwa stimulasi
imunoglobin abnormal yang imun menimbulkan proliferasi
diproduksi klon sel B yang ganas. selektif klon sel B.
Makroglobulinemia Waldenstrom Krioproteinemia
Merupakan suatu penyakit yang Serum protein abnormal yang
umumnya terjadi pada usia sangat diendapkan pada suhu dibawah
lanjut, yaitu diatas 80-90 tahun. normal membentuk kompleks
Namun kini mulai banyak imun mengaktifkan jalur
ditemukan pada usia lebih muda. komplemen klasik
Penyakit ini ditandai dengan
perkembangan paraprotein IgM.
B Keganasan yang disebabkan Virus
VII IMUNODIAGNOSIS
Ada 2 tujuan :
Menemukan antigen spesifik terhadap sel tumor
Mengukur respon imun pejamu terhadap sel tumor
Sel tumor dapat ditemukan dalam sitoplasma
Ciri-ciri suatu tumor dapat ditentukan dari sitoplasma, permukaan sela tau
produk yang dihasilkan atau dilepasnya yang berbeda baik dalam sifat
maupun dalam jumlah disbanding orag normal
Sifat antigen lemah
Tabel 14.6 Imunodiagnosis tumor
A. Deteksi sel tumor dan produknya dengan cara imunologik
1. Protein mieloma Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
2. AFP pada tumor hati
3. Antigen karsinoembrionik (CEA pada tumor gastrointestinal)
4. Deteki imunologik petanda sel tumor lain (enzim dan hormon)
5. Deteksi antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan
immunoimaging)
B. Deteksi respons imun anti-tumor
1.Antibodi antitumor
2.CMI antitumor
VIII PENDEKATAN TERAPI PADA TUMOR
Lymphokine Tumor
Imunoterapi Activated Infiltrating
Killer cells Lymphocyte
Macrophage
Activated Terapi Gen
Killer Cells
A Imunoterapi
Sistem imun diharapkan akan dapat berperan dalam memberantas sel kanker
yang resisten terhadap kemoterapi
Berbagai studi menunjukkan bahwa sel apoptotik tidak imunogenik, sedang sel
nekrotik imunogenik
Penelitian lain juga mengaktifkan sel T yang dapat membunuh sel tumor yang
dianggap mutlak dalam keberhasilan imunoterapi
Diketahui pula bahwa SD yang memakan antigen tumor, akan dapat
mempresentasikannya ke sel T CD4+ dan CD8+ yang diharapkan akan memberikan
keberhasilan pengobatan
1 Antibodi Monoklonal
Isolasi dan mengklon berbagai gen sitokin Sejumlah ajuvan seperti M. bovis (BCG) dan
dapat menghasilkan sitokin dalam jumlah K. parvum telah digunakan dalam Booster
besar imunitas tumor
Namun dosis yang diperlukan tinggi dan
toksik untuk sumsum tulang
Berbagai sitokin telah dievaluasi dalam terapi Ajuvan Ini meningkatkan aktivasi makrofag,
tumor seperti IFN- Alfa, IFN-beta, IL-2, -IL- ekspresi berbagai sitokin, molekul MHC-
4, -IL-6, -IL-12, GM-CSF dan TNF II dan molekul kostimulator B7
Cara pemberian antibodi ini belum Kesulitan dalam terapi dengan sitokin ini Makrofag yang diaktifkan merupakan
berhasil. adalah jaring sitokin yang sangat aktivator Th yang lebih baik, sehingga secara
kompleks menyulitkan untuk mengetahui keseluruhan meningkatkan respons humoral
letak intervensinya yang tepat dan selular
• Beberapa SD imatur dapat memfagositosis antigen lebih efektif dibanding sel dendritik matang
• Pemberian sel imatur tersebut diharapkan akan menginduksi respon anti tumor CTL yang lebih baik
Vaksinasi dengan SD • Pemberian SD yang ditransfeksi dengan RNA asal sel tumor dapat menginduksi ekspansi sel T tumor spesifik
• Cara alternatif menggunakan monosit CD4* dari darah perifer yang menghasilkan SD atas pengaruh GM-CSF
dan IL-4
• Berdasarkan atas adanya beberapa jenis tumor (limfoma) yang ditimbulkan virus onkogenik
• Pada limfoma Burkitt sudah diusahakan membuat vaksin untuk memacu sel Tc effector
• Hal yang sama dilakukan pada penderita dengan tumor serviks, terhadap sel t yang merupakan
Imunisasi dengan antigen virus efektor pada HPV
• Vaksinasi dalam pencegahan tumor serviks uteri yang disebabkan HPV dibahas dalam Bab 19
imunisasi
B Lymphokine Activated Killer cells
• CTL/ Tc dapat diaktifkan diluar tubuh dan kemudian diinfuskan kembali dengan
atau tanpa IL-2. Limfosit perifer dibiakkan dengan IL-2 untuk memperoleh sel
Lymphokine Activated Killer (LAK) sitotoksik yang diaktifkan. Sel tersebut tidak
lain adalah Sel NK, jadi tidak mempunyai spesifisitas sel T, Tetapi hanya bereaksi
dan membunuh sel tumor saja yang tidak atau sedikit mengekspresikan MHC-I,
Cara tersebut menunjukkan toksisitas yang bermakna.
• Pada pemeriksaan histologi tumor padat ditemukan infiltrasi sel. Tumor Infiltrating
Lymphocyte (TIL) tersebut terutama terdiri atas makrofag dan limfosit yang berupa
sel NK dan CTL. Seperti halnya dengan LAK, TIL diperoleh dari penderita dengan
tumor, diaktifkan dengan IL-2. TIL adalah limfosit CD8* yang diperoleh dari
tumor penderita yang beberapa diantaranya spesifik untuk tumor. Cara yang juga
menginverskan kembali ke penderita dengan atau tanpa IL-2 ini menunjukkan
toksisitas yang berarti.
C Macrophage Activated Killer Cells
• Pendekatan lain yaitu menggunakan sitokin dan makrofag yang diaktifkan
• Monosit diisolasi dari darah perifer penderita dengan tumor, dibiakkan invitro dengan
sitokin IFN-gamma yang mengaktifkan sel dan meningkatkan sitotoksisitas sebelum
diinfus kan kembali ke penderita
• Meskipun sel yang diperoleh sangat sitotoksik dan fagositik, namun non spesifik.
D Terapi gen
• Ditujukkan untuk melokasikan sitokin ke tempat yang diperlukan
• Bila sitokin hanya ditujukan ke tempat tumor, akan mengurangi efek samping sistemik,
cara ini dilakukan dengan mengangkat sel tumor lalu dilakukan transfeksi dengan gen
sitokin
• Bila sel tersebut diinfuskan kembali sel tumor tersebut akan mensekresi sitokin seperti IL-
2 ataupun IFN-gamma, sehingga dapat mengaktifkan sel T
• Bila sel T sudah memberikan respon terhadap Transfected cell dan menjadi sel memori
akan mempunyai kemampuan membunuh sel untuk waktu yang lama
• Sampai sekarang cara itu belum menunjukkan hasil efektif, baik yang diberikan sendiri
atau yang diberikan bersamaan dengan kemoterapi, radioterapi atau operasi
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH