Anda di halaman 1dari 212

dr. Alida R Harahap, Ph.

D
Eijkman / Dept. PK FKUI / RSCM

Sistem Imun Innate


Lisana Sidqi Aliya, M.Biomed., Apt.
Program Studi S1 Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional
MEKANISME PERTAHANAN INNATE (NON-SPESIFIK) MEKANISME PERTAHANAN
ADAPTIF (SPESIFIK)

PERTAHANAN PERTAMA PERTAHANAN KEDUA PERTAHANAN KETIGA


(BARIER FISIK) (SELULAR DAN LARUT)

Kulit Inflamasi Sel limfosit


Membran mukosa Sel fagosit Antibodi
Rambut hidung dan silia Sel NK
Cairan sekresi dari kulit dan Komplemen
membran mukosa
1
benda asing  
5 = antigen
2

sistem
3
Respons imun
imun
 Innate (nonspesifik/bawaan/langsung)
 Adaptif (spesifik/didapat/tidak langsung)

4 4
INNATE ADAPTIF

Fisik Larut Selular Selular Humoral


Sistem Imun Innate Sistem Imun Adaptif

Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan  aktivasi
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
Sistem Imun Innate Sistem Imun Adaptif

Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan  aktivasi
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
KOMPONEN SISTEM IMUN
Barier Fisik sebagai Pertahanan Pertama
IMUNITAS INNATE

Semua unsur yang berperan dalam


proteksi tubuh terhadap benda asing,
yang sudah tersedia sejak lahir
dan bekerja segera setelah terjadi paparan.
Sel-Sel yang Berperan dalam Sistem Imun Innate
(Komponen Selular)
Komponen Selular Mekanisme killing antigen
• Polymorphonuclear Leukocytes (PMN) •  fagositosis

• Macrophages •  fagositosis

• Natural-Killer Cells (NK cells) •  1. perforin/granzymes


2. ADCC
• NK T Cells
KOMPONEN SELULER DARI
IMUNITAS INNATE

Jalur perkembangan
bone marrow stem cell
1. Polymorphonuclear Leukocytes (PMN).
= lekosit polimorfonuklear
= granulosit

Tdd: • Basofil, sel mast


• Eosinofil
• Netrofil

Berisi lisosom yang mengandung:


 enzim  destruksi mikroorganisme.
 protein bakterisidal (mis: laktoferin).
Produksi radikal: peroksida, superoksida.
2. Macrophages
Monosit Jaringan:
(di sirkulasi darah)
 Sel Kupffer di hati.
 Makrofag alveolar
 Makrofag limpa (di pulpa putih)
 Makrofag peritoneal
 Sel mikroglial di susunan saraf pusat
3. Natural-Killer Cells (NK Cells).

Limfosit besar bergranula,


Tidak mempunyai reseptor spesifik Ag.

Menghancurkan sel target dengan


melepaskan molekul biologis,
bukan dengan fagositosis.
4. NK T Cells.

Berasal dari thymus


Mempunyai TCR, dengan spesifisitas terbatas
Mempunyai marker sel NK

Fungsi antara innate dan adaptive immunity


Sistem Imun Innate Sistem Imun Adaptif

Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan  aktivasi
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
1. FASE PENGENALAN SELF vs NON-SELF
OLEH SISTEM IMMUN INNATE
FASE PENGENALAN OLEH SISTEM IMUN INNATE
ANTIGEN

Pengenalan oleh Sel Fagosit EKSTRASEL

Untuk antigen Ekstraseluler


• Antigen memiliki PAMP Pattern recognition
receptor = PRR
(pathogen associated
molecular pattern)

• Sel fagosit memiliki PRR


(pattern recognition
receptor) yang dapat Pathogen-associated
molecular pattern = PAMP
mengenali PAMP
FASE PENGENALAN OLEH SISTEM IMUN INNATE
ANTIGEN
Pengenalan oleh Sel NK INTRASEL

• Sel NK mengenali sel


yang tidak memiliki
‘tanda pengenal self’
(molekul MHC kelas 1)

• Misal sel abnormal yang


terinfeksi virus
FASE SISTEM IMUN INNATE

2. Fase Efektor
• Fase destruksi atau penghilangan mikroba
• Masing-masing komponen memiliki mekanisme destruksi
masing2 yang berbeda
Sistem Imun Nonspesifik Sistem Imun Spesifik

Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
MEKANISME

Mekanisme Killing Sistem Imun Nonspesifik


(komponen seluler)

Komponen Sel Mekanisme killing antigen


• Polymorphonuclear Leukocytes (PMN) •  fagositosis

• Macrophages •  fagositosis

• Natural-Killer Cells (NK cells) •  1. perforin/granzymes


2. ADCC
• NK T Cells
MEKANISME FAGOSITOSIS MAKROFAG DAN PMN
MEKANISME KILLING SEL NK

I. Perforin/Granzymes
• Sel NK mengeluarkan
perforin
(menyebabkan lubang
pada sel abnormal)
dan granzim
(menyebabkan
apoptosis sel
abnormal)
II. ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity
INFLAMASI
INFLAMASI
Reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera

Manifestasi Klinis:
• Dolor
• Kalor
• Rubor
• Tumor
• Functio Laesa
dr. Alida R Harahap, Ph.D
Eijkman / Dept. PK FKUI / RSCM

SISTEM IMUN ADAPTIF


Lisana Sidqi Aliya, M.Biomed., Apt.
Program Studi S1 Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional
1
benda asing  
5 = antigen
2

Respons imun
3
sistem
imun
▪ Innate (nonspesifik/bawaan/langsung)
▪ Adaptif (spesifik/didapat/tidak langsung)

4 4
INNATE ADAPTIF

Fisik Larut Selular Selular Humoral


Sistem Imun Innate Sistem Imun Adaptif

Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan
• Pengenalan
• Aktivasi
• Efektor
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
IMUNITAS ADAPTIF (SPESIFIK)

Bekerja-sama dengan imunitas innate.


Diperoleh setelah ada paparan antigen  acquired (didapat).

Spesifik untuk antigen terpapar.


Bekerja relatif lebih lambat dari imunitas bawaan.
KOMPONEN SELULER DARI
IMUNITAS ADAPTIF (SPESIFIK)

Jalur perkembangan
bone marrow stem cell
SEL-SEL YANG BERPERAN DALAM
RESPONS IMUN ADAPTIF (SPESIFIK)

1. Sel B: pematangan di bone marrow.

2. Sel T: pematangan di thymus

Komponen respons imun bawaan ➔ Bekerjasama dengan komponen


respons imun didapat
• Limfosit B dibentuk
dan dimatangkan di PEMATANGAN SEL LIMFOSIT
BONE MARROW
(sumsum tulang
merah)

• Limfosit T dibentuk
di bone marrow
namun dimatangkan
di TIMUS

• Sel limfosit matang


bermigrasi & tinggal
di organ limfatik
Sel Limfosit Matang TINGGAL di Organ Limfatik

• Presentasi antigen oleh APC


profesional terjadi di organ
(B Cells)
limfatik

• Korteks adalah zona sel B (T Cells)

• Parakorteks adalah zona sel T

Lymph Node / Nodus Limfa


Sistem Imun Innate Sistem Imun Adaptif

Komponen Komponen
Fase Fase
• Pengenalan Selular
• Pengenalan
• Aktivasi
• Efektor Humoral
• Efektor
Mekanisme killing antigen Mekanisme killing antigen
FASE SISTEM Paparan Ag
IMUN ADAPTIF (imunisasi) PENGENALAN

Aktivasi limfosit
& sel lainnya AKTIVASI

Sintesis protein

Seluler Humoral EFEKTOR


FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR

Imunitas Selular
• Imunitas selular merupakan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi patogen, sel tumor, dll.

• Imunitas selular disebut juga cell-mediated immunity karena


melibatkan sel limfosit T untuk menghancurkan benda asing.

• Komponen imunitas selular untuk sistem imun adaptif adalah:


– Sel T
– Kerjasama dengan sel imun innate seperti sel-sel fagosit
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR

SEL T
• Dibentuk di bone marrow, dimatangkan di timus, tinggal di organ limfatik

• Sel T naif → belum pernah kontak dg antigen


– Sel T helper CD4+ (komunikasi dg sel imunokompeten)
– Sel T sitotoksik CD8+ (komunikasi dg semua sel)

• Sel T teraktivasi adalah sel T yang telah mengenali antigen


dan akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi:
– Sel T efektor (sel T CD4+ efektor dan sel T CD8+ efektor)
– Sel T memori (sel T CD4+ memori dan sel T CD8+ memori)
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan

1. Fase Pengenalan Antigen oleh Sel T


• Antigen dikenali oleh sistem imun adaptif melalui kerjasama
dengan sistem imun innate

• Cara: antigen dipresentasikan oleh suatu sel kepada sel T

• Dikenal dengan nama “Antigen Presenting Cell (APC)”


– APC Profesional: fagosit (sel makrofag, sel dendritik, sel B, dll)
– APC non-profesional: seluruh sel tubuh yang memiliki inti sel
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
APC (Antigen Presenting Cell)
❑ Fungsi: Memproses dan mempresentasikan antigen kepada sel T.

❑ Mempunyai molekul MHC di permukaannya


❑ MHC kelas I: Dimiliki APC profesional dan non-profesional
Untuk presentasi antigen endogen (self, virus) ke CD8+ sel T sitotoksik
❑ MHC kelas II: Dimiliki APC profesional saja
Untuk presentasi antigen eksogen ke CD4+ sel T helper
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Presentasi antigen eksogen melalui MHC II
oleh APC profesional
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan

MHC II – CD4+
MHC I – CD8+
• MHC II dimiliki oleh APC
profesional (fagosit)

• MHC II dikenali oleh CD4

• MHC II mempersentasikan
antigen eksogen kepada TCR
(T cell receptor)

• Antigen dikenali oleh TCR sel T Presentasi a.g


helper naif
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan

CD8+ T cell
MHC II – CD4+
MHC I – CD8+
• MHC I dimiliki oleh APC
profesional & non-profesional

• MHC I dikenali oleh CD8

• MHC I mempersentasikan
antigen endogen kepada TCR
(T cell receptor)

• Antigen dikenali oleh TCR sel T Presentasi a.g


sitotoksik naif
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Aktivasi

2. Fase Aktivasi
• Syarat aktivasi sistem imun
spesifik - selular:
– Presentasi antigen oleh MHC
kepada reseptor sel T (TCR)
– Kostimulasi antara B7 – CD28

• Apabila tidak ada


kostimulasi → terjadi anergi
Presentasi a.g Kostimulasi
(ketiadaan respons sel T)
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Aktivasi
Aktivasi Imunitas Selular
• Pengenalan dan kostimulasi
menyebabkan sel teraktivasi

• Sel T teraktivasi mensintesis


sitokin (e.g. Interleukin,
TGF-, interferon)

• Sitokin menyebabkan
proliferasi dan diferensiasi
sel-sel sistem imun untuk
memasuki fase efektor
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF
Pengenalan
Aktivasi
Efektor

3. Fase Efektor

Merupakan fase killing


antigen oleh sel T efektor
Sel T
• CD4+ Sel Th (helper)
• CD8+ Sel T sitotoksik /
killer T cell
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Aktivasi
Sel T CD4+, Sel T CD8+
Efektor
• Subset sel CD4+:
• Sel T CD4+ : – TH1 → dihasilkan pada infeksi intraseluler
• Peran utama: – TH2 → dihasilkan pada infeksi parasit
– Membantu sel imun untuk – TH17 → dihasilkan pada infeksi fungi atau
mengeliminasi patogen bakteri ekstraseluler
– TFH → dihasilkan pada infeksi tertentu, fungsi
• Mekanisme:
untuk membantu sel B menghasilkan
– Menghasilkan sitokin yang antibodi
dapat mengaktifkan sel imun
– Treg → dihasilkan apabila patogen sudah
selesai dihilangkan, fungsi untuk supresi
sistem imun agar tidak terjadi autoimun
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Aktivasi
Sel T CD4+, Sel T CD8+
Efektor

• Sel T CD8+ Disebut juga:


– Killer T cell atau Cytotoxic T cell Lymphocytes (CTL)

• Peran utama:
– Membunuh sel tubuh yang terinfeksi virus dan bakteri intraseluler
– Membunuh sel tumor dan sel asing yang ditransplantasikan

• Mekanisme killing:
– Menghasilkan perforin/granzyme → toksik bagi sel
– Menghasilkan sitokin untuk memanggil makrofag ke situs infeksi
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS SELULAR
Pengenalan
Aktivasi
Mekanisme Killing Sel T Sitotoksik CD8+
Efektor

Langsung:
• Perforin/
granzyme

Tidak langsung:
• Sitokin TNF-
dan IFN-
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL

Imunitas Humoral
• Imunitas humoral merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
antigen ekstraselular

• Imunitas humoral disebut juga antibody-mediated immunity

• Komponen imunitas humoral terdiri dari:


– Sel B yang dapat menghasilkan antibodi
– Komplemen dan protein antimikroba lain
Phases of the Humoral Immune Response
Sel B
• Dibentuk & dimatangkan di sumsum tulang
• Tinggal di limfe dan kelenjar limfe, beredar di darah dan limfe
• Rangsangan antigen I → terbentuk IgM
• Selanjutnya akan terjadi switching → Ig A, Ig E. Ig D, Ig G
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL

Sel B naif
• memiliki antibodi terikat pada
Sel B
membran → BCR (B cell
receptor) atau reseptor sel B
• BCR memiliki afinitas rendah
thd antigen

Sel B teraktivasi
• Mrp sel B naif yg telah
mengenali antigen
• Sel B teraktivasi berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi:
– Sel plasma → menghasilkan
antibodi solubel yg memiliki
afinitas tinggi thd antigen
– Sel B memori
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan

1. Fase Pengenalan Antigen oleh Sel B


• Antigen dikenali oleh BCR (B cell
receptor) atau reseptor sel B yang
terikat pada membran

• Jenis antigen mempengaruhi jalur


aktivasi:
– Antigen polisakarida, lipid → langsung
aktivasi
– Antigen protein → aktivasi melalui sel T
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi

Jenis Antigen Yang Dikenali Oleh Sel B

Thymus independent antigen Thymus dependent antigen


Tidak bergantung pada sel T helper untuk Bergantung pada sel T helper untuk
memproduksi antibodi memproduksi antibodi

Polisakarida, lipid Protein

Respons cepat (1-2 hr) namun lemah, Respons lambat (>2 hr) namun kuat,
antibodi yg dihasilkan: IgM Antibodi yg dihasilkan: IgM, IgG, IgA, IgE
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi

2. Fase Aktivasi Imunitas Humoral (Sel B)


T-independent (TI)
T-cell dependent (TD)

Ag Ag Ag

BCR BCR

present T cell
Ag
MHC II
BCR

clonal expansion; 'activation' signal clonal expansion;


differentiation but no clonal expansion differentiation
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Effector Functions of Antibodies
Pengenalan
Aktivasi
Efektor
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor

a. Neutralization of
Microbes by
Antibodies
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor

b. Neutralization of Toxins by Antibodies


FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor
c. Opsonization of Microbes by Antibodies
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor

d. ADCC
(Antibody-
Dependent Cellular
Cytotoxicity
FASE SISTEM IMUN ADAPTIF IMUNITAS HUMORAL
Pengenalan
Aktivasi
Efektor

e. Functions of Complement
Terdiri dari:
- Heavy chain
- Variable
- constant
- Light chain
- Variable
- Constant

Variable → untuk antigen


binding site
Constant → untuk berikatan
dengan reseptor sel efektor
Terdiri dari:
- Heavy chain
- Variable
- constant
- Light chain
- Variable
- Constant

Variable → untuk antigen


binding site
Constant → untuk berikatan
dengan reseptor sel efektor
Isotipe Antibodi
Immunoglobulin (Ig) heavy chain isotype (class) switching

53
Primary and Secondary Antibody Responses
THE IMMUNE RESPONSE:
A SUMMARY
DEFISIENSI
IMUN
Kelompok 1 - Materi 5

20330747 Rofifah Qurratu'ain


21330708 Morani Fauziyah
21330720 Nindya Rahmasari Putri
21330756 Azkiya Fikriyyah

Imunologi (A)
apt. Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS.
APA ITU DEFISIENSI IMUN?
Defisiensi Imun adalah ketidakmampuan tubuh dalam menyerang
penyakit dan ketidaksempurnaan satu atau lebih mekanisme utama
imunitas seperti fungsi pertahanan pada permukaan tubuh (kulit dan
selaput mukosa), aktivitas bakterisidal dan fagositosis, repons peradangan
yang mencakup komplemen dan aspek lain dari sistem amplifikasi
biologik, respon antibodi, respon selular (respon DTH).
PENGGOLONGAN
Defisiensi Imun Non-Spesifik
Defisiensi komplemen

Defisiensi Imun Spesifik


Defisiensi Primer: faktor internal
Defisiensi Sekunder: faktor eksternal
Defisiensi Imun Non-Spesifik
Defisiensi Komplemen

● Komponen komplemen dibutuhkan untuk membunuh kuman,


opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eleminasi
kompleks antigen antibodi.

● Defisiensi komplemen kongental -> biasanya menimbulkan infeksi


berulang atau kompleks; seperti lupus dan glomerulonephritis.
Jenis-Jenis Defisiensi Komplemen
Inhibitor esterase C1

• Defek C1 INH -> produksi kinin meningkatkan permeabilitas


kapiler darah -> C2a dan C4a dilepas, merangsang sel mast
melepas histamin -> Sindrom Angiodema: edema lokal pada
jaringan dermis dalam subkutan, atau submukosa karena
kebocoran pembuluh darah di kulit, sal. cerna, sal.
pernapasan, atau wajah.

C2 dan C4

• Defek eliminasi komplek imun yg komplemen dependen ->


penyakit serupa lupus
Jenis-Jenis Defisiensi Komplemen
C3

• Reaksi berat yang fatal -> tidak ada faktor kemotaktik,


opsonisasi dan aktivitas bakterisidal -> infeksi mikroba
piogenik (Streptococcus dan Staphylococcus)

C5

• Gangguan kemotaksis

C6, C7, dan C8

• Septicemia meningitis dan gonore


DEFISIENSI IMUN
SPESIFIK
PRIMER
Defisiensi Imun Primer
SEL B

- Gangguan perkembangan sel B -> Ig (immunoglobulin) tidak lengkap.


- Istilah agamaglobulinemia (tidak ada Ig sama sekali) -> TIDAK TEPAT,
karena biasanya masih ada kadar Ig rendah terutama IgG -> sebaiknya
disebut hipogamaglobulinemia.
- Defisiensi semua jenis IgG akan lebih mudah menjadi sakit
dibandingkan dengan yang hanya menderita defisiensi kelas Ig
tertentu saja.
Defisiensi Imun Primer
SEL B

Tahapan perkembangan sel B dan pengaruhnya terhadap defisiensi antibodi


Contoh
Defisiensi Primer SEL B
a. X-linked hypogammaglobulinemia
Penyakit genetik terpaut kromosom X -> disebabkan penurunan
drastis sel B darah tepi hingga tidak terdeteksioleh serum isotipe
immunoglobulin -> akibat IgG ibu menurun saat masih
mengandung usia 5-6 bulan -> tidak ada Ig dari semua kelas Ig ->
bayi infeksi bakteri berulang.

b. Hipogamaglobulinemia sementara
Penurunan kadar IgG dalam darah akibat sintesis IgG terlambat ->
ditemukan saat usia 6-7 bulan -> infeksi berulang, mis: saluran
pernapasan atas, telinga tengah, dan sinusitis.
Contoh
Defisiensi Primer SEL B

c. Common Variable Hypogamaglobulinemia (CVH)


Jumlah sel B normal namun kemampuan memproduksi dan melepas Ig
mengalami gangguan, atau sel B tidak berkembang menjadi sel plasma yg
memproduksi sel Ig -> kadar Ig serum menurun -> penyakit memberat.
Muncul di usia 15-35 tahun -> rentan infeksi kuman piogenik, autoimun.

d. Disgamaglobulinemia
Penurunan kadar satu atau lebih Ig, sedangkan kadar yang lain normal.
Paling sering: defisiensi IgA, namun IgG dan Ig< normal atau meningkat ->
peningkatan insiden autoimun, keganasan, dan alergi -> terapi antibiotik
spektrum luas.
Defisiensi Imun Primer
SEL T

Efek penyakit genetik pada pematangan sel T


Contoh
Defisiensi Primer SEL T

a. Sindom DiGeorge
• Penderita tidak atau sedikit memiliki sel T dlm darah, KGB, dan limfa
akibat defek dlm perkembangan embrio dari lengkung faring ke-3 dan
4 pada 12 minggu sesudah gestasi -> gejala hipokalsemi 24 jam
pertama sesudah lahir + kelainan jantung dan ginjal.
• Tidak menurun scr genetik.
• Menunjukkan infeksi kronik oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan
mikrobakteria rekuren.
• Hipoparatiroidism dapat menimbulkan tetani hipokalsemia.
Penampilan muka berubah, berbentuk mulut ikan dengan telinga
letak rendah.
Contoh
Defisiensi Primer SEL T

b. Kandidiasis Mukokutan Kronik


• Infeksi jamur nonpatogenik seperti Candida albicans pada kulit
dan selaput lendir yang disertai dengan gangguan fungsi sel T
selektif.
• Penderita mempunyai imunitas seluler normal thd
mikroorganisme selain Candida, imunitas humoral normal, jumlah
limfosit total normal, tetapi sel T menunjukan kemampuan yang
kurang untuk memproduksi MIF (Macrophage Migration
Inhibitory Factor) dalam respon terhadap antigen Candida,
meskipun respon terhadap antigen lain normal.
Defisiensi Imun Primer
KOMBINASI SEL B & SEL T

- Defisiensi dari kombinasi sel B dan sel


T sangat rentan terhadap infeksi
virus, jamur, dan protozoa, karena sel
T berpengaruh terhadap sel B yang
menyebabkan defisiensi sel T disertai
gangguan produksi Imunoglobulin
dan tidak adanya respon terhadap
vaksinasi.
Contoh
Defisiensi Kombinasi Sel B & Sel T

a. SICD: defisiensi kombinasi sel B dan sel T yang berat. Gejala mulai terlihat
pada usia muda dan bila tidak diobati jarang dapat hidup melebihi usia satu
tahun. Tidak adanya sel B dan sel T terlihat dari limfositopenia.
b. Sindrom Nezelof: rentan infeksi rekuren berbagai mikroba. Imunitas sel T
nampak jelas menurun. Defisiensi sel B variabel dan kadar Ig spesifik dapat
rendah, normal atau meningkat (disgammaglobulinemia). Respons antibodi
terhadap antigen spesifik biasanya rendah atau tidak ada.
Contoh
Defisiensi Kombinasi Sel B & Sel T

c. Sindrom Wiskott-Aldrich / Wiskott-Aldrich Syndrome (WAS)


Menunjukkan trombositopeni, ekzem dan infeksi rekuren oleh mikroba, IgM serum
rendah, kadar IgG normal sedang IgA dan IgE meningkat. Isohemaglutinin
ditemukan dalam jumlah sedikit atau tidak ada. Jumlah sel B normal, tidak
memberikan respons terhadap antigen polisakarida untuk memproduksi antibodi.

d. Defisiensi adenosin deaminase


Adenosin deaminase tidak ditemukan dalam semua sel -> berbahaya -> kadar
bahan toksik berupa ATP dan deoksi ATP dalam sel limfoid akan meningkat.
Defisiensi Imun Primer
FISIOLOGIK

a. Kehamilan
Disebabkan peningkatan aktivitas sel Ts atau oleh efek supresif faktor humoral yang dibentuk
trofoblas. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen. IgG
diangkut melewati plasenta oleh reseptor Fc pada akhir hamil 10 minggu.

b. Usia Tahun Pertama


Sistem imun pada usia 1-5 tahun masih belum matang. Meskipun neonatus menunjukan
jumlah sel T yang tinggi, semuanya berupa sel naif dan tidak memberikan respon yang
adekuat terhadap antigen.

c. Usia Lanjut
Golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi dibandingkan dengan usia muda. Hal ini
disebabkan oleh karena atrofi timus, fungtsi timus menurun. Akibat involusi timus, jumlah sel
T naif dan kualitas respon sel T makin berkurang. Jumlah sel T memori meningkat tetapi
semakin sulit untuk berkembang.
DEFISIENSI IMUN
SPESIFIK
SEKUNDER
Defisiensi Imun Sekunder

PALING SERING DITEMUKAN!

➢ Terkait fungsi fagosit dan limfosit yang terjadi akibat infeksi


HIV (Human Immunodeficiency Virus), malnutrisi, terapi
sitotoksik dan lainnya.
➢ Dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
oportunistik.
Defisiensi Imun Sekunder
FAKTOR PENYEBAB

✓ Malnutrisi
✓ Infeksi
✓ Obat, Trauma, Tindakan Katerisasi dan Bedah
✓ Penyinaran
✓ Penyakit Berat
✓ Kehilangan Imunoglobulin / Leukosit
✓ Stress
✓ Agamaglobulinemia dengan timoma
HIV/AIDS
HIV/AIDS ?
HIV AIDS
Human Immunodeficiency Acquired Immune Deficiency
Virus Syndrome

Virus yang merusak sistem Penyakit defisiensi imun yang


kekebalan tubuh dengan disebabkan oleh virus HIV.
menginfeksi dan
menghancurkan sel CD4.
AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome)

● AIDS: Penyakit defisiensi imun yang tidak segera ditangani akibat


perkembangan infeksi HIV hingga stadium akhir.
● AIDS menyebabkan:
• penurunan jumlah dan fungsi sel limfosit T-helper,
• peningkatan jumlah limfoid premature
• peningkatan aktifitas sel T-supresor.
• gangguan fagosit -> sel monosit dan makrofag tidak berfungsi dengan baik.
• peningkatan jumlah sel B yang mensekresi imunoglobulin namun
imunoglobulin poliklonal yang diproduksi tidak berfungsi sebagai semestinya
→ disebabkan gangguan instristik sel B.
● AIDS ditandai oleh berbagai infeksi oportunistik yang biasanya disebabkan oleh
Candida, Cytomegalovirus, Toxoplasma, Pneumocytis carinii dan mikroba
patogen lainnya.
STRUKTUR HIV

HIV tersusun dari tiga lapisan utama, yaitu:

1. Envelop virus: mengandung protein


permukaan gp120 dan gp41 ; enzim
reverse transcriptase ; enzim integrase
2. Bagian inti: mengandung kapsid virus
yang melindungi 2 copy RNA
3. Matriks virus: mengandung enzim
protease
SIKLUS HIDUP VIRUS HIV
HIV menginfeksi sel vital atau sel penting dalam sistem kekebalan
tubuh manusia seperti sel T-helper, khususnya sel T CD4+, makrofag, dan
sel dendritik.
1. gp120 pada HIV mengikat CD4 reseptor -> berikatan dengan
koreseptor, baik dengan CCR5 atau CXCR4.
2. Virus memasuki sel inang melalui endositosis yang tergantung pada
clathrin.
3. Kapsid virus masuk ke dalam sitoplasma sel.
4. Pada saat lepas, RNA virus ditranskripsi menjadi DNA melalui bantuan
enzim reverse transcriptase.
SIKLUS HIDUP VIRUS HIV
5. Enzim integrasi berikatan dengan DNA virus kemudian masuk ke
dalam inti sel dan diintegrasikan ke dalam kromosom sel inang.
6. Menggunakan sistem sel inang, HIV membuat copy mRNA dan
ditransport keluar inti sel.
7. Pada sitoplasma, mRNA kemudian ditranslasi menjadi protein virus
oleh ribosom sel inang dan dimodifikasi serta dipecah oleh enzim
protease virus.
8. Protein struktur virus dan enzim disusun bersama RNA virus untuk
membentuk tunas pada membran sel inang.
9. Virus HIV yang matang meninggalkan sel inang untuk menginfeksi sel
lainnya.
PATOGENESIS VIRUS HIV
Ciri Klinis Infeksi HIV
Fase Penyakit Ciri klinis

Demam, sakit kepala, sakit tenggorokan dengan faringitis,


Penyakit HIV akut
limfadenopati umum, ruam

Periode klinis laten Jumlah sel CD4+ menurun

Infeksi oprtunsitik :
• Protozoa (T. kriptosporidium)
• Bakteri (M.avium, nokardia, salmonela)
• Jamur (candida, K. neoformans, H. kapsulatum, pneumocystics)
• Virus (CMV, herpes smpleks, varisela-zoster)
AIDS
Tumor :
• Limfoma (EBV-limfoma yang berhubungan denagn sel B)
• Sarkoma Kaposi
• Ensefalopati
• Wasting syndrome
DIAGNOSIS

ANTIBODI MIKROBIAL

PEMERIKSAAN
IN VITRO
DIAGNOSIS
● ANTIBODI MIKROBIAL -> ● PEMERIKSAAN IN VITRO -> flow cytometry
ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) Sel B: dihitung dengan antibodi terhadap CD19, CD20 dan
CD22.
Teknik imunologi untuk
Sel T: dihitung dengan antibodi monoklonal terhadap CD23
mengetahui atau mengukur
atau CD2, CD5, CD7, CD4 dan CD8.
kadar dari aktivitas/respon
ekspresi protein dan status reaksi Penderita dengan defisiensi sel T hanya hiporeaktif / tidak
imun dari reaksi individu/respon reaktif terhadap tes kulit dengan antigen tuberkulosis,
imun. candida, trikofiton, streptokinase/streptodornase dan virus
parotitis. Produksi sitokinnya berkurang bila dirangsang
dengan PHA atau mitogen nonspesifik yang lain.

Tes in vitro dilakukan dengan uji fiksasi komplemen dan


fungsi bakterisidal, reduksi NBT atau stimulasi produksi
superoksida yang memberikan nilai enzim oksidatif yang
berhubungan dengan fagositosis aktif dan aktivitas
bakterisidal.
PENGOBATAN

✓ Pada AIDS, kemampuan melawan infeksi sudah hilang


sepenuhnya → Tidak bisa disembuhkan, melainkan harus
dilakukan pengobatan seumur hidup.
✓ Tujuan:
● Mengurangi kejadian dan dampak infeksi seperti
menjauhi subjek dengan penyakit menular
● Memantau penderita terhadap infeksi
PENGOBATAN
1. Pemberian globulin
gama
2. Pemberian sitokin
3. Transfusi
4. Transplantasi
5. Obat antivirus
6. Vaksinasi
7. Terapi genetik
8. Terapi potensial
KESIMPULAN
• Defisiensi Imun: ketidakmampuan tubuh dalam
menyerang penyakit akibat ketidasempurnaan satu atau
lebih mekanisme utama imunitas. Digolongkan menjadi
Defisiensi Imun Non Spesifik (komplemen) dan Spesifik
(primer dan sekunder). Contoh sekunder: AIDS

• AIDS: penyakit yang disebabkan oleh virus HIV dengan


berbagai tanda penurunan jumlah dan fungsi sel-sel imun
yang parah. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan, melainkan
harus dilakukan pengobatan seumur hidup

• Diagosis meliputi antibody microbial dengan ELISA dan pemeriksaan in vitro


dengan flow cytometry.
• Pengobatan meliputi pemberian globulin gama, sitokin, transfusi, transplantasi,
obat antivirus, vaksinasi, terapi gen, dan terapi potensial.
SUMBER PUSTAKA

Akib, A. A., Munasir, Z & Kurniati, N. (2015). Buku Ajar Alergi Imunologi
Anak: Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Cunningham AL, Dwyer DE, Mills J dan Montagnier L. 1997 Structure and
Function of HIV. Dalam Stewart GJ (Ed.) Managing HIV, Medical
Journal of Australia, p 17- 21.
Garna, K B dan Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Garna, K B dan Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Edisi 11. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Garna, K B dan Iris Rengganis. 2018. Imunologi Dasar. Edisi 12. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
SUMBER PUSTAKA

Maksum, Radji. 2015. Imunologi dan Virologi. Jakarta Barat: ISFI.


Mansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan Edisi 3 Jilid 2. Jakarta:
Mediaesculapius.
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sarwono.1996. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid pertama Edisi Ketiga.
Jakarta: FKUI
Sudigdoadi, Sunarjati. Imunopatogenesis Infeksi HIV. Bagian Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
SUMBER VIDEO

1. Neuron: Melawan HIV/AIDS. https://youtu.be/wk1eOxjq-MI


2. Dr.G Bhanu Prakash Animated Medical Videos: How the HIV
Infection Cycle Works - Animated microbiology.
https://youtu.be/GyofqO1TRjU
3. Kelas Bersama: Belajar dengan mudah mekanisme antivirus
Herpes dan anti HIV. https://youtu.be/EZRxR0SB73I
Terima
Kasih!
ANY QUESTION?
Imunologi Non Spesifik dan
Spesifik
Apt.Ritha Widya Pratiwi,S.Si, MARS
Pertahanan Eksternal Tubuh
Sistim imun Sekretori
Plak Peyer , diusus kecil berperan
induksi respon imun
Letak Anatomi MALT ( Mucossal
Assosiated Lymphoid Tisue )
Perbedaan Imun Spesifik dan Spesifik
Komponen imunitas non spesifik
• I. Epitel ( sebagai barrier terhadap infeksi)
• Sel-sel dalam sirkulasi dan jaringan
• Beberapa protein plasma
• Barrier epitel : tempat masuknya mikroba
yaitu:
• 1. Kulit
• 2. Gastrointestinal
• 3. Saluran pernafasan
• Dilindungi epitel sebagai barrier fisik dan
kimia
• II. Sistem Fagosit
• 1. Netrofil
• 2. Manosit
• Sel darah yang datang ketempat infeksi
kemudian megenali mikroba intraseluler
dan memakannya ( Intraseluler killing)
• III. Sel natural Killer ( NK)
• Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang
berespons terhadap mikroba intraselular dengan
cara membunuh sel yang terinfeksi dan
memproduksi sitokin untuk mengaktivasi
makrofag yaitu IFN-γ.
• Sel NK berjumlah 10% dari total limfosit di darah
dan organ limfoid perifer.
• Sel NK mengandung banyak granula sitoplasma
dan mempunyai penanda permukaan (surface
marker) yang khas. Sel ini tidak mengekspresikan
imunoglobulin atau reseptor sel T.
• Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah
berubah akibat terinfeksi mikroba
• Reseptor pengaktivasi sel NK yang lain bertugas
untuk mengenali molekul permukaan sel pejamu
yang normal (tidak terinfeksi).
• Reseptor inhibisi ini spesifik terhadap berbagai
alel dari molekul major histocompatibility
complex (MHC) kelas I.
• Oleh sebab itu, ketika reseptor inhibisi sel NK
bertemu dengan MHC, sel NK menjadi tidak aktif.
KEKEBALAN TUBUH
NONSPESIFIK

KULIT
RINTANGAN SELAPUT LENDIR
MEKANIS RAMBUT-RAMBUT HALUS

RINTAN HASIL SEKRESI


GAN BAKTERI YANG TERDAPAT DI PERMUKAAN TUBUH
KIMIAWI
SISTEM PERTAHANAN TUBUH YANG KEDUA
SEL AKAN MENCEGAH BENDA ASING MASUK LEBIH JAUH LAGI KE DALAM TUBUH
DARAH MENGHANCURKAN SETIAP BENDA ASING DENGAN CARA FAGOSITOSIS
PUTIH ADA 2  AGRANULOSIT DAN GRANULOSIT
MENGHASILKAN OPSONIN, KEMOTOKIN, DAN KININ
PROTEIN
BERPERAN DALAM PROSES PENGHANCURAN MEMBRAN SEL MIKROORGANISM
KOMPLEMEN
MENSTIMULASI SEL DARAH PUTIH AGAR MENJADI LEBIH AKTIF
SEKUMPULAN PROTEIN YANG DIEKSKRESIKANOLEH BEBERAPA SEL DI DALAM TU
INTERFERON BERTINDAK SEBAGAI ANTIVIRUS DAN BEREAKSI DENGAN SEL YANG BELUM TERIN
DAPAT MERANGSANG LIMFOSIT UNTUK MENGHANCURKAN DAN MEMBUNUH S
DEMAM DAN RADANG
Sistem Kekebalan Spesifik
• Atau sistem kekebalan adaptif dapat menghancurkan
patogen yang lolos dari sistem kekebalan non-
spesifik.
• Mencakup:
(1) kekebalan humoral  produksi antibodi oleh
limfosit B (sel plasma)
(2) kekebalan selular  produksi limfosit T yg
teraktivasi
• Harus dapat membedakan sel asing yg harus dirusak
dari sel-diri  antigen (molekul besar, kompleks, &
unik yg memicu respons imun spesifik jika masuk ke
dalam tubuh)

faal_imun/ikun/2006 15
Sistem Kekebalan Humoral
• Antigen (Ag) merangsang sel B berubah menjadi
sel plasma yg memproduksi antibodi (Ab).
• Ab disekresi ke darah atau limf  lokasi sel plasma
yg teraktivasi; semua Ab akan mencapai darah 
gamma globulin = imunoglobulin (Ig)

faal_imun/ikun/2006 16
Sistem Kekebalan Seluler

• Limfosit T spesifik untuk kekebalan terhadap infeksi virus &


pengaturan pd mekanisme kekebalan.
• Sel-sel T harus kontak langsung dg sasaran
• Ada 3 subpopulasi sel T: sel T sitotoksik, sel T penolong/T
helfer, & sel T penekan/ T Supressor
• Major histocompatibility complex (MHC): kode human
leucocyte-associated antigen (HLA) yg terikat pd permukaan
membran sel; khas pd setiap individu
• Surveilens imun: kerjasama sel T sitotoksik, sel NK, makrofag,
& interferon

faal_imun/ikun/2006 17
IMUNOLOGI KANKER
KELOMPOK 5
Anggota Kelompok

1.Rindang
Fahrijal Novita Ventiani Putri Selviani
Nurjanah
(18330108) (18330109) (18330112)
(18330107)

1.Dicky Arif Chandra Wisnu Raidah Nur


Vierda Nafiza
Hermawan Anggara Syifha
(18330747)
(18330735) (18330741) (18330745)

Yulistiawati
Andriani
(18330748)
I IMMUNOSURVEILLANCE dan IMMUNOEDITING

Immunosurveillance Immunoediting
 Proses pejamu penting melalui  Bagaimana seseorang terlindung
inhibisi karsinogenesis dan menjaga dari pertumbuhan & kanker oleh
homeostatis selulare umum sistem imunnya, immunoediting
memiliki 3 fase, yaitu eliminasi,
ekuilibrium dan meloloskan diri
3 Fase Immunoediting

Fase Eliminasi
• Fase 1 - Sistem imun mengenali sel tumor dan merangsang sel NK dan NKT untuk
memproduksi IFN-γ
• Fase 2 - IFN-γ menginduksi kematian tumor dan meningkatkan produksi kemokin CXCL10,
CXCL9 dan CXCL11
• Fase 3 - Sel NK dan makrofag mentransaktivkan dengan memproduksi IFN-γ dan IL-12 dan
SD tumor spesifik memicu diferensiasi sel Th1 membentuk sel T CD8⁺ atau killer T-cells
• Fase 4 - Sel CD4⁺ dan CD8⁺ menduduki tumor, dan sel Tc menghancurkan antigen tumor

Fase Ekuilibrium
• → limfosit dan IFN-γ memberikan tekanan, namun sel tumor bermutasi dengan cepat.

Fase Meloloskan Diri


II Tumor atau Neoplasma

 Tumor atau neoplasma terjadi karena pertumbuhan


sel yang tidak terkontrol dan membentuk klon.
Terdapat istilah :

 Benigna : Tumor tidak ganas (tidak


menginvasi jaringan sehat)

 Maligna : Tumor ganas (menginvasi


jaringan yang sehat)

 Menurut sel embrionik asalnya, dibagi menjadi :

 Karsinoma : Dari jaringan endodermar atau


ektodermal, seperti kulit atau epitel organ
internal dan kelenjar

 Sarkoma : Dari jaringan ikat mesodermal


seperti tulang, lemak dan tulang rawan
A Transformasi Sel Maglina

Dilakukan dengan
transformasi di
laboratorium

Transformasi Transformasi Transformasi


limfosit genetik neoplastik

rangsangan lektin,
antigen atau DNA
limfokin
Proses Tumorigenesis

Mutasi :
Mutasi : - Kehilangan CAM
- Reseptor faktor
- Siklus sel regulator - Produksi matriks
pertumbuhan
- Mutasi tambahan protease berlebihan
- Protein kinase

Tumor ganas
Sel normal
Mutan, sel (metastasis)
Tumor jinak
neoplastik(pertu
(tidak stabil
mbuhan,
secara genetik)
hiperpoliferatif)
III ANTIGEN TUMOR

Tumor Spesific Antigen


(TSA)
Sasaran ideal untuk terapi

Tanpa merusak sel sehat

Co. protein yang diproduksi akibat


mutase satu atau lebih gen
Lanjutan...

Tumor Associated Antigen


TATA TAA
•Tidak unik untuk tumor •Antigen menunjukkan asal tumor
•Dapat merupakan protein yang di •Melanoma differentiating antigen gp
Tumor dapat dikenal sistem ekspresikan oleh sel normal selama 100
imun atas dasar perubahan Antigen terebut tidak tumor perkembangan fatal waktu sistem •Carcinoembryonic Antigen
kuantitatif dalam ekspresi spesifik imun masih imatur dan tidak dapat
profil proteinnya memberikan respons
•Pada keadaan normal tidak
diekspresikan pada dewasa
IV RESPON IMUN TEHADAP TUMOR

Imunitas Humoral Imunitas Seluler


 Mekanisme imunitas selular pada  Pada pemeriksaan patologi anatomi
tumor lebih banyak berperan di tumor, sering ditemukan infitrat sel-
banding imunitas humoral, tetapi sel yang terdiri dari atas sel fagosit
tubuh membentuk juga antibody mononuklear, limfosit, sedikit sel
terhadap antigen tumor. Antibody
tersebut ternyata dapat plasma dan sel mast.
menghancurkan sel tumor seara
langsung, dengan bantuan
komplemen atau melalui sel efektor
ADCC
Imunitas Seluler

1 CTL
 Banyak studi menunjukan bahwa
tumor yang mengekspresikan antigen
unik dapat memacu CTL/Tc spesifik
yang dapay menghancurkan tumor
 CTL biasanya mengenal peptida asal
TSA yang diikat MHC-l
 CTL tidak selalu efisien, disamping
respons CTL tidak selalu terjadi pada
tumor.
Lanjutan…

2 Sel NK
 Merupakan limfosit sitotoksik yang
mengenal sel sasaran yang tidak
antigen spesifik dan juga tidak MHC
dependen
 Diduga fungsi terpenting dari sel NK
adalah anti tumor
Lanjutan…

3 Makrofag
 Makrofag memiliki enzim dengan
fungsi sitotomsik dan melepas
mediator oksidatif seperti suoeroksid
dan oksida nitrit
 Makrofag dapat memakan dan
mencerna sel tumor dan
mempresentasikannya ke sel CD4A
 Jadi makrofag dapat berfungsi sebagai
inisiator dan efektor imun terhadap
tumor
V USAHA TUMOR MENGHINDAR SISTEM IMUN

 Kebanyakan tumor timbul pada individu yang


tidak imunokompromais
 Hal itu berarti bahwa tumor sendiri memiliki
mekanisme untuk menghindarkan diri dari
imunitas nonspesifik dan spesifik
 Diduga ada berbagai mekanisme sehingga sel
tumor tidak dapat di presentasikan dan di
proses oleh karena tidak memiliki molekul B7
(CD80) dan CD86 sebagai molekul kostimulator
 Sel tumor tidak mengekspresikan molekul
untuk mengaktifkan sel T terutama MHC-II atau
molekul adhesi ICAM-1 atau LFA3
VI KEGANASAN SISTEM IMUN

A Penyakit Limfoproliferatif
 Tumor sistem imun dapat dibagi  Leukimia dapat berkembang dalam
menjadi limfoma atau leukimia jaringan limfoid atau mieloid
 Perbedaan secara tradisional antara  Pada limfoma sel abnormal hanya
leukimia dan limfoma adalah bahwa ditemukan dalam jaringan (terutama
limfoma berproliferasi sebagai tumor kelenjar limfoid dan limpa) namun ada
padat dalam jaringan limfoid seperti tumpang tindih antara leukimia dan
sumsum tulang, KGB. limfoma
 Leukimia cenderung berpoliferasi  Sistem deteksi modern yang sensitif
sebagai sel tunggal dan ditemukan mampu mengenali sel abnormal dalam
dari peningkatan jumlah sel dalam darah perifer pada hampir 50% penderita
darah atau kelenjar limfe limfoma non Hodgkin
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
 Limfoma Hodkin yang juga dikenal  Limfoma Non-Hodgkin tersering
sebagai penyakit Hodkin ditemukan pada usia lanjut, walau
merupakan suatu penyakit yang dapat juga ditemukan pada anak
khas, menyerang usia muda dan dewasa
 Biopsi kelenjar limfoid merupakan  Diagnosis memerlukan biopsi
keharusan untuk menemukan sel kelenjar limfoid
Reed-Stemberg
 Limfoma Non-Hodgkin dibagi sesuai
 Sel tersebut adalah sel B nukleat asal sel (B atau T) dan fase
besar dengan nukleolus eosinofilik. kematangan sel
Limfoma Anginoimunoblastik Limfoma/Leukimia Sel T Dewasa
 Sering ditemukan adanya anemia  Leukimia jenis ini sering ditemukan
hemolitik autoimum dan di Karbia dan Jepang
hipergamaglobulinemia
 Ditimbulkan oleh virus HTCL tipe 1
 Histologi kelenjar limfoid yang ditandai dengan poliferasi CD4
menunjukan adanya infiltrat yang aktif mengekspresikan CD25
campuran limfoid dengan
pembentukan pembuluh darah
kecil
Leukimia Limfositik Kronik Hairy Cell Leukimia
 Tes diagnostik dilakukan dengan  Hairy Cell Leukimia (HCl)
phenotyping limfosit. Pada 95% merupakan penyakit
kasus ditemukan sel yang berasal limfoproliferatif sel B yang lain yang
sel B (B-CLL). Sel tersebut cenderung ditemukan pada usia
menunjukkan ekspresi CD5 yang lanjut. Lebih banyak ditemukan
biasa ditemukan pada antigen pan- pada pria dibanding wanita. Sering
T (CD19, CD5). Beberapa sel ditemukan pansitopenia dan sel
tersebut juga ditemukan pada limfoid dengan penampilan “Hairy”
neonatus dan beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh proyeksi
autoimun. sitoplasma halus yang banyak.
Common Acute Lymphoblastic
Leukimia Mikosis Fungoides
 Common Acute Lymphoblastic  Mikosis fungoides merupakan
Leukimia (cALL) berasal dari sel B limfoma sel T kulit yang khas
yang berkembang menjadi sel mengenai pria usia pertengahan.
plasma dan sangat agresif. Tanpa Sel ganas adalah sel T CD4 dengan
terapi, cALL dapat menimbulkan nukleus yang menunjukkan
kematian dalam beberapa minggu gambaran yang tidak normal.
setelah diagnosis ditegakkan
Mieloma multipel Gamopati monoklonal
 Mieloma multipel (MM) ditemukan  Gamopati monoklonal adalah
terutama pada usia diatas 70 tahun, istilah yang digunakan untuk
lebih banyak pada pria dibanding menggambarkan paraprotein yang
wanita. Dalam serum ditemukan tidak memiliki ciri paraprotein
paraprotein yaitu suatu ganas. Diduga bahwa stimulasi
imunoglobin abnormal yang imun menimbulkan proliferasi
diproduksi klon sel B yang ganas. selektif klon sel B.
Makroglobulinemia Waldenstrom Krioproteinemia
 Merupakan suatu penyakit yang  Serum protein abnormal yang
umumnya terjadi pada usia sangat diendapkan pada suhu dibawah
lanjut, yaitu diatas 80-90 tahun. normal  membentuk kompleks
Namun kini mulai banyak imun  mengaktifkan jalur
ditemukan pada usia lebih muda. komplemen klasik
Penyakit ini ditandai dengan
perkembangan paraprotein IgM.
B Keganasan yang disebabkan Virus
VII IMUNODIAGNOSIS

 Ada 2 tujuan :
 Menemukan antigen spesifik terhadap sel tumor
 Mengukur respon imun pejamu terhadap sel tumor
 Sel tumor dapat ditemukan dalam sitoplasma
 Ciri-ciri suatu tumor dapat ditentukan dari sitoplasma, permukaan sela tau
produk yang dihasilkan atau dilepasnya yang berbeda baik dalam sifat
maupun dalam jumlah disbanding orag normal
 Sifat antigen lemah
Tabel 14.6 Imunodiagnosis tumor
A. Deteksi sel tumor dan produknya dengan cara imunologik
1. Protein mieloma Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
2. AFP pada tumor hati
3. Antigen karsinoembrionik (CEA pada tumor gastrointestinal)
4. Deteki imunologik petanda sel tumor lain (enzim dan hormon)
5. Deteksi antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan
immunoimaging)
B. Deteksi respons imun anti-tumor
1.Antibodi antitumor
2.CMI antitumor
VIII PENDEKATAN TERAPI PADA TUMOR

Lymphokine Tumor
Imunoterapi Activated Infiltrating
Killer cells Lymphocyte

Macrophage
Activated Terapi Gen
Killer Cells
A Imunoterapi

 Sistem imun diharapkan akan dapat berperan dalam memberantas sel kanker
yang resisten terhadap kemoterapi
 Berbagai studi menunjukkan bahwa sel apoptotik tidak imunogenik, sedang sel
nekrotik imunogenik
 Penelitian lain juga mengaktifkan sel T yang dapat membunuh sel tumor yang
dianggap mutlak dalam keberhasilan imunoterapi
 Diketahui pula bahwa SD yang memakan antigen tumor, akan dapat
mempresentasikannya ke sel T CD4+ dan CD8+ yang diharapkan akan memberikan
keberhasilan pengobatan
1 Antibodi Monoklonal

 Anti-CD20 adalah mAB yang banyak digunakan dalam onkologi


 mAb membunuh sel tumor melalui apoptosis atau aktivasi komplemen, ADCC atau
fagositosis
 Sebagai contoh CD20 diekspresikan pada sel B normal dan sel limfoma
 Infus anti-CD20 dapat mengurangi atau menyembuhkan 50% limfoma sel B
 Anti-CD20 menghancurkan sel B ganas melalui aktivasi komplemen dan sitotoksisitas
selular, serta menginduksi apoptosis sel B
Tabel 14.7 mAb yang sudah digunakan dalam pengobatan tumor manusia

Jenis Nama Indikasi Tahun

Rituximab Rituksan Limfoma non-Hodgkin 1997

Trastuzumab Herseptin Tumor payudara 1998

Gemtuzumab ozogamisin Milotarg AML 2000

Alemtuzumab Kampat CII 2001

Ibritumomab Tiuksetan Zevalin Limfoma non-Hogkin 2002

Tositumomab Beksar Limfoma non-Hodgkin 2003

Tumor kolorektal, tumor leher dan


Cetuksimab Erbituks 2004, 2006
kepala

Bevasizumab Avastin Tumor kolorektal 2004


Manipulasi sinyal kostimulator untuk meningkatkan
2
imunitas

 Imunitas tumor dapat ditingkatkan dengan memberikan sinyal kostimulator yang


diperlukan untuk mengaktifkan prekursor CTL (CTL-Ps)
 Bila CTL-Ps tikus diinkubasikan dengan sel melanoma in vitro, terjadi pengenalan
antigen, tetapi tanpa sinyal kostimulator, CTL-Ps tidak berpoliferasi menjadi sel
efektor CTL
 Bila sel melanoma ditransfeksi dengan gen yang menyandi ligand B7, CTL-Ps
berdiferensiasi menjadi CTL efektor
 Hasil penemuan tersebut memberikan kemungkinan bahwa B7 sel tumor yang
ditransfeksi dapat digunakan untuk induksi respons CTL in vivo
Penggunaan sel tumor yang ditransfeksi untuk imunoterapi
pada tumor

 Sel tumor yang ditransfeksi dengan gen B7


mengekspresikan molekul kostimulator B7,
yang memungkinkan untuk memberikan
sinyal aktivasi (1) dan sinyal kostimulator (2)
ke CTL-Ps. Hasil dari sinyal bersama, CTL-Ps
berdiferensiasi menjadi sel efektor CTL yang
dapat merusak tumor. Sel yang ditransfeksi
bekerja sebagai APC.

 Transfeksi sel tumor dengan gen yang


menjadi GM-CSF memungkinkan sel tumor
melepas GM-CSF kadar tinggi. Sitokin ini
akan mengaktifkan SD dekat dengan tumor,
dan memungkinkannya mempresentasikan
antigen tumor ke sel Th dan CTL-Ps.
3 4 5
Peningkatan
Immunotoksin Sitokin
aktivitas APC
Imunoterapi dgn mAb thdp TAA telah dicoba
Dapat meningkatkan respons imun terhadap
bersama toksin yg dpt mencegah proses Memodulasi imunitas tumor
selular/bersama radioisotop yg membantu tumor
membunuh DNA dan melepas partikel dgn
energi tinggi

Isolasi dan mengklon berbagai gen sitokin Sejumlah ajuvan seperti M. bovis (BCG) dan
dapat menghasilkan sitokin dalam jumlah K. parvum telah digunakan dalam Booster
besar imunitas tumor
Namun dosis yang diperlukan tinggi dan
toksik untuk sumsum tulang
Berbagai sitokin telah dievaluasi dalam terapi Ajuvan Ini meningkatkan aktivasi makrofag,
tumor seperti IFN- Alfa, IFN-beta, IL-2, -IL- ekspresi berbagai sitokin, molekul MHC-
4, -IL-6, -IL-12, GM-CSF dan TNF II dan molekul kostimulator B7

Cara pemberian antibodi ini belum Kesulitan dalam terapi dengan sitokin ini Makrofag yang diaktifkan merupakan
berhasil. adalah jaring sitokin yang sangat aktivator Th yang lebih baik, sehingga secara
kompleks menyulitkan untuk mengetahui keseluruhan meningkatkan respons humoral
letak intervensinya yang tepat dan selular
• Beberapa SD imatur dapat memfagositosis antigen lebih efektif dibanding sel dendritik matang
• Pemberian sel imatur tersebut diharapkan akan menginduksi respon anti tumor CTL yang lebih baik
Vaksinasi dengan SD • Pemberian SD yang ditransfeksi dengan RNA asal sel tumor dapat menginduksi ekspansi sel T tumor spesifik
• Cara alternatif menggunakan monosit CD4* dari darah perifer yang menghasilkan SD atas pengaruh GM-CSF
dan IL-4

• Digunakan dalam usaha mencegah anergi sel T


• Anergi terjadi bila antigen tumor dipresentasikan ke sel t tanpa bantuan molekul kostimulator
• Jalan mudah untuk melakukan hal itu adalah dengan menginfuskan sitokin, IL-2 akan mengaktifkan sel T dan sel
Imunoterapi aktif NK secara langsung
• Namun IL-2 dapat menimbulkan efek samping berat yaitu kebocoran kapiler, edem dan hipotensi
• Pemberian IFN sistemik, baik IFN-alfa dan IFN-beta meningkatkan ekspresi MHC-I, IFN juga menunjukkan efek anti-
poliferasi terhadap sel tumor, meskipun pemberian sistemik memberikan efek samping

• Berdasarkan atas adanya beberapa jenis tumor (limfoma) yang ditimbulkan virus onkogenik
• Pada limfoma Burkitt sudah diusahakan membuat vaksin untuk memacu sel Tc effector
• Hal yang sama dilakukan pada penderita dengan tumor serviks, terhadap sel t yang merupakan
Imunisasi dengan antigen virus efektor pada HPV
• Vaksinasi dalam pencegahan tumor serviks uteri yang disebabkan HPV dibahas dalam Bab 19
imunisasi
B Lymphokine Activated Killer cells

• CTL/ Tc dapat diaktifkan diluar tubuh dan kemudian diinfuskan kembali dengan
atau tanpa IL-2. Limfosit perifer dibiakkan dengan IL-2 untuk memperoleh sel
Lymphokine Activated Killer (LAK) sitotoksik yang diaktifkan. Sel tersebut tidak
lain adalah Sel NK, jadi tidak mempunyai spesifisitas sel T, Tetapi hanya bereaksi
dan membunuh sel tumor saja yang tidak atau sedikit mengekspresikan MHC-I,
Cara tersebut menunjukkan toksisitas yang bermakna.

C Tumor Infiltrating Lymphocyte

• Pada pemeriksaan histologi tumor padat ditemukan infiltrasi sel. Tumor Infiltrating
Lymphocyte (TIL) tersebut terutama terdiri atas makrofag dan limfosit yang berupa
sel NK dan CTL. Seperti halnya dengan LAK, TIL diperoleh dari penderita dengan
tumor, diaktifkan dengan IL-2. TIL adalah limfosit CD8* yang diperoleh dari
tumor penderita yang beberapa diantaranya spesifik untuk tumor. Cara yang juga
menginverskan kembali ke penderita dengan atau tanpa IL-2 ini menunjukkan
toksisitas yang berarti.
C Macrophage Activated Killer Cells
• Pendekatan lain yaitu menggunakan sitokin dan makrofag yang diaktifkan
• Monosit diisolasi dari darah perifer penderita dengan tumor, dibiakkan invitro dengan
sitokin IFN-gamma yang mengaktifkan sel dan meningkatkan sitotoksisitas sebelum
diinfus kan kembali ke penderita
• Meskipun sel yang diperoleh sangat sitotoksik dan fagositik, namun non spesifik.

D Terapi gen
• Ditujukkan untuk melokasikan sitokin ke tempat yang diperlukan
• Bila sitokin hanya ditujukan ke tempat tumor, akan mengurangi efek samping sistemik,
cara ini dilakukan dengan mengangkat sel tumor lalu dilakukan transfeksi dengan gen
sitokin
• Bila sel tersebut diinfuskan kembali sel tumor tersebut akan mensekresi sitokin seperti IL-
2 ataupun IFN-gamma, sehingga dapat mengaktifkan sel T
• Bila sel T sudah memberikan respon terhadap Transfected cell dan menjadi sel memori
akan mempunyai kemampuan membunuh sel untuk waktu yang lama
• Sampai sekarang cara itu belum menunjukkan hasil efektif, baik yang diberikan sendiri
atau yang diberikan bersamaan dengan kemoterapi, radioterapi atau operasi
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai