Anda di halaman 1dari 8

Wei Ji – Krisis dan Kesempatan II

AYAM PANGGANG MURAH DARI KREDIT MACET

Imam Semar _
Pengamat Ekonomi dan Investasi, Klubsaham.com

Bayangkan kalau harga bahan makanan melonjak, 100% atau 300%. Subsidi bensin
dihentikan. Mungkin BI akan menaikkan suku bunga. Jurus klasik perguruan aliran
Keynesian. Bayangkan kalau suku bunga pinjaman naik sampai 25% (sekarang masih
12%). Untuk cicilan rumah lt/tb 100 m/60m naik ke Rp 6.8 juta perbulan dari Rp 4.7 juta.
Bensin Rp. 6000, dan orang harus menyisihkan Rp 3 juta untuk bensin per bulan. Cicilan
Honda Jazz, double. Apa yang terjadi? Yang pasti banyak advertensi:
“Dijual mobil bekas, tapi baru, 1000 km, warna ......”
“Over kredit apartement, rumah baru,......”
“Butuh uang, rumah baru.......”
Oleh sebab itu, kalau anda tahu bahwa akan banyak kredit macet, bukan lebih baik jual
rumah (kedua), mobil, dan motor dan beli lagi nanti?

Tulisan di atas saya buat tanggal 23 Agustus lalu (lihat chart-chart saya bertanggal 19
Agustus). Kemudian saya hentikan sementara karena sibuk di kantor. Apa yang terjadi
tanggal 30-31 Agustus ini, BI menaikkan suku bunga, pemerintah membatasi transaksi
valas. Ingat cerita saya tentang kejadian tahun 1933 ketika presiden F.D. Roosevelt
mengharamkan kepemilikan emas di USA untuk mengatasi keadaan ekonomi? Atau
Nixon tahun 1973 ketika dia mendeklarasikan bahwa penukaran dollar ke emas ditutup
(yang membuat De Gaulle gigit jari karena sebagian cadangan devisa Prancis yang
berbentuk US dollar tidak bisa dijadikan hard-asset). Pemerintah bisa dengan semena-
mena menyita asset anda atau membuat anda bangkrut secara kasar atau halus. Ini hanya
peringatan kepada anda bahwa anda sebaiknya punya rencana yang baik untuk
menyelamatkan (melarikan, menyembunyikan, atau apapun namanya) asset anda pada
saat krisis. Tengok kiri-kanan kalau ada black market, seandainya valuta asing
diharamkan perdagangannya.

Kita lanjutkan topik ini lagi. Kalau hari mendung, sebaiknya anda bawa payung kalau
mau pergi keluar. Kalau anda berpikir: “ah.., belum tentu hujan”. Anda mengambil resiko
terhadap situasi yang punya peluang untuk terjadi. Saya tidak bermaksud menakut-nakuti
anda dengan krisis yang akan datang, sebab saya menyajikan data. Tentu saja dicampur
dan dimasak ala Imam Semar yang pedas dan sedap. Anda boleh menterjemahkan
sebagai siklus 10 tahunan. Tahun 1933/34, terjadi malaise. Banyak pabrik gula di Jawa
tutup. Gudeg bu Citro harganya naik dari 1 sen untuk 2 bungkus menjadi 1 bungkus saja.
Banyak pegawai dirumahkan dan diPHK. Dekade berikutnya, 1945 kemerdekaan RI.
Dekade berikutnya, ketegangan yang puncaknya percobaan pembunuhan Sukarno.
Dekade berikutnya 1965, pemberontakan G30S. Kemudian 1975, Malari dan pembakaran
Pasar Senen. 1985, banyak kredit macet. Dan 1997, jaman Reformasi. Sekarang sudah
2005......, sudah dekat dong.

Kreditur/Debtor Yang Terpanggang

Tadi itu gathuk-gathuknya orang Jawa. Karena dalam siklus yang saya ceritakan tidak
dimasukkan pembrotakan PKI Madiun, PRRI, Permesta. Apakah siklus itu ada atau
tidak.yang pasti, selama 3 tahun terakhir ini terjadi ekspasi kredit yang luar biasa di
sektor konsumsi dan spekulasi, khususnya properti dan kendaraan bermotor. Dimana-
mana bermunculan rumah baru. Motor dan mobil baru bertebaran di jalan raya.
Diperkirakan penjualan kendaraan bermotor mencapai Rp 50 trilliyun per tahun.
Sebabnya adalah kredit mudah dan murah. Dengan Rp 300 ribu anda bisa dapat motor
baru. Cuma perlu KTP dan slip gaji.

Kredit murah juga memicu maraknya sektor properti. Kenaikan harga rumah jauh
melewati bunga bank. Dapat ditebak, spekulasi di sektor ini. Indonesia nampaknya
membeo pada US, Australia, Inggris. Properti Bubble.

Rumah sekarang tidak murah dalam arti rasio sewa dan beli hanya sekitar 5%. Dengan
bunga pinjaman kredit rumah 14%, sebuah rumah lt/lb 100m/60m berharga Rp 300 juta
bisa dicicil Rp 4.67 juta per bulan. Ini kalau down payment nya 0% dan 10 tahun kredit.
Golongan kelas mana yang sanggup membeli rumah seperti ini? Kelas menengah
mungkin dengan income net Rp 10 - 12 juta per bulan?

BI baru saja menaikkan suku bunganya dari 8.75% ke 9.5%, lojakan yang cukup besar.
Dan deposito valas dari 3% menjadi 4.25%. Kenaikan-kenaikan suku bunga (yang
melonjak) oleh BI mungkin bukan yang terakhir. Kalau penguatan teknis dari dollar –
saya selalu menyebutnya sebagai counter rally dari dollar bear market, direspon oleh BI
dan pemerintah seperti ini, maka akan menyedot devisa secara percuma. US$ sejak
January 2005, tidak hanya meguat terhadap rupiah, tetapi juga terhadap Euro dan mata
uang lainnya. Itu yang disebut counter rally US$ secular bear market. Intervensi BI hanya
akan mempercepat krisis. Melihat cara BI merespon (long term/multi month) teknikal
rebound dari dollar bear market, bukan tidak mungkin, pada waktu kedepan bunga
pinjaman akan membumbung. Sebab yang akan direspon oleh BI bukan saja penguatan
dollar, tetapi juga kenaikan bahan pangan yang akan kita bahas nanti. Bunga pinjaman
dari bank akan gembungkan untuk premium krisis. Bunga pinjaman 20% - 25% bukan
mustahil. Suku bunga di Indonesia di atas 20% sudah sering saya lihat. Jadi asumsi saya
valid.

Bayangkan, seseorang baru 1 tahun mencicil rumah, kemudian bunga bank naik menjadi
20%. Hutang pokoknya masih Rp 286 juta karena selama 1 tahun itu kebanyakan
komponen cicilannya untuk bunyanya. Tahun ke dua bunga naik 20%, cicilannya
menjadi Rp 5.75 juts per bulan. Terus naik lagi tahun berikutnya ke 26%. Cicilannya
menjadi Rp 6.83 juta.
Untuk mobil dan motor jarang yang menerapkan suku bunga mengambang. Jadi
perusahaan leasing dan banknya yang terpanggang. Ooh, bank syariah bakal banyak yang
terpanggang. Tapi kalau pemiliknya kena PHK, maka dia harus menyerahkan motor atau
mobilnya ke perusahaan leasing.

Bensin Tanpa Subsidi Rp 6000/ltr

Saat ini bangsa Indonesia masih berpesta mengkonsumsi bahan bakar minyak yang
sebenarnya tidak mampu dibelinya (dalam volume konsumsi yang sekarang). Mobil dan
motor berkeliaran di jalan. Semua bisa dilakukan karena subsidi. Minyak (yang
kelihatannya) murah, siapa yang tidak mau mengkonsumsinya? Tetapi kemudian siapa
yang bayar? Minyak itu dibeli lho. Apa pemerintah yang bayar? Uangnya dari mana?
Nyetak? Saya tidak yakin mesin cetak uang pemerintah bisa berputar secepat konsumsi
minyak. Lagi pula siapa yang mau rupiah? Ooooo.... ada lagi persoalan, pemerintah
diminta untuk menstabilkan harga rupiah. Mana bisa mencetak duit dengan
mempertahankan nilai rupiah. Mau tidak mau harga bensin akan naik. Bahkan subsidi
akan dihapuskan kalau devisa negara sudah tipis. Wow, harga premium Rp 5000-Rp
6000 per liter.

Dengan bensin setinggi ini, orang Bogor/Bekasi/Tangerang yang kerja di Jakarta, siap-
siap merogoh kantong sampai bolong, Rp 1.3 juta – 1.5 juta untuk bensin ke kantor.
Kalau ditambah parkir, sewa anak 3 in 1, bayar tol dan lain-lain bisa Rp 2 – 3 juta.
Cepat atau lambat subsidi bensin akan dilepas kalau mau tidak kehabisan cadangan
devisa. Sekarang saya perkirakan import minyak sudah mencapai 150,000 barrel/hari.
Sekitar 15% dari kebutuhan. Penurunan produksi minyak kita adalah 8% per tahun. Jadi
kalau tingkat konsumsi masih tetap (tidak tumbuh lho) seperti sekarang, maka import
akan menjadi 200,000 barrel/hari. Jadi kalau harus import sebanyak itu dan harga minyak
$70/bbl maka hal itu ekivalen dengan devisa $ 5.1 milyar/tahun. Walaupun surplus
perdagangan selama ini berkisar antara $ 25 milyaran tetapi yang kembali hanya $3
milyaran. Asset BPPN sudah berkurang yang bisa dijual lagi. Pemerintah akan dipaksa
mencari jalan keluarnya. Entah apa.

Ada krisis, ada kesempatan. Potensi cukup besar ada pada usaha menimbun bensin
premium. Tapi resikonya juga besar. Jadi tidak saya anjurkan untuk yang tidak siap
berurusan dengan polisi.

Sampai saat ini pembahasan kita sampai pada dua (2) hal, cicilan rumah dan mobil, serta
harga bensin. Untuk cicilan rumah dan bensin dia harus menyediakan Rp 10 jutaan. Naik
Rp 4 jutaan (hampir dua kali lipat).

Bahan Pangan Naik (dalam dollar)

Yang mengkhawatirkan bahwa sejak tahun 2002 lalu indek komoditi CRB sudah
menanjak (Chart-1) sekitar 70%. Ini dalam hitungan dollar, bukan rupiah. Sampai saat ini
memang bahan pangan belum naik gila-gilaan. Bukan tidak mungkin bahan pangan naik
harganya. Kenaikan permintaan di Cina atas minyak sebesar kurang lebih 8% per tahun
menyebabkan harga minyak naik dari $20an ke $60an/BBL (chart-2). Kenaikan
permintaan di Cina atas besi dan logam-logam dasar membuat harga logam dasar naik
300% selama 3 - 4 tahun terakhir ini. Apakah akan ada kenaikan permintaan di Cina atas
bahan makanan? Jawabnya ialah sangat mungkin sekali.

Tumbuhnya klas menengah di Cina, serta bertambahnya kemakmuran di Cina, akan


pengeluaran ekstra untuk makanan. Ditambah lagi dengan urbanisasi di Cina serta
peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri manufakturing dan jasa.
Bukankah gejala ini sama seperti di Indonesia? Makin sedikit saja orang yang mau jadi
petani.

Untuk tahun ini, dan mungkin juga untuk tahun-tahun berikutnya, cuaca semakin kacau.
Siklus boom-bust di sektor komoditi dipengaruhi oleh siklus musim. Baru-baru ini sering
kita dengar berita angin ribut, banjir dan bencana lainnya. Ini bisa mengganggu
keberhasilan di sektor pertanian, gagal panen.

Siklus commodity bull sudah nampak, harga-harga bahan makanan sudah mencapai titik
terendah (bottom). Tinggal naiknya saja (Chart-3 sampai Chart-5).

Commodity Research Bureau


Index

ÅBEAR BULL Æ

Chart-1
NYEX Oil Mid-Term Trend

Chart-2
RICE LONG TERM TREND

ÅBEAR BULL Æ

Support

Commodity Bear Market Bottom

Chart-3
WHEAT LONG TERM TREND

ÅBEAR BULL Æ

Chart-4

Sugar Mid-Term Trend

Chart-5
Jadi beban kita akan bertambah lagi. Sekali lagi, kenaikan harga pangan dipandang
sebagai inflasi dan BI akan merespon dengan menaikkan suku bunga. Jadi, saya semakin
yakin bahwa asumsi bunga pinjaman di atas 20% dalam waktu 24 bulan punya peluang
yang besar.

Katakanlah kenaikan bahan pangan naik 100%. Ini asumsi yang konservatif, dan 200% -
300% bukan mustahil. Kalau dilihat bahwa kenaikan permintaan minyak sekitar 8% di
Cina memecut harga minyak sampai 300% dari $20 ke $60, bahkan $70 per barrel. Ini
juga terjadi pada logam dasar. Jadi asumsi kenaikan bahan pangan sampai 300% adalah
wajar.

Kalau saat ini para kaum kelas menengah mengalokasikan dana belanja makanan bulanan
Rp 5 juta per bulan, maka nanti harus siap dengan Rp 10 - 15 juta. Jadi sampai saat ini
sudah Rp 25 juta. Yang penghasilannya kurang dari Rp 25 juta akan termehek-mehek.
Sebabnya perusahaannya tidak akan menaikkan gajinya 200%!!! Oooh termehek-mehek.
Mungkin dia malah ditawari PHK yang paketnya jelek. Oooh lebih termehek. Moga-
moga tidak terjadi terhadap saya......, amien.

Wei-Ji
Dari pembahasan di atas, kita melihat adanya mendung krisis, yang mungkin hujannya
akan terjadi dalam 24 bulan mendatang. Mungkin hujan akan turun, mungkin juga tidak.
Tetapi, saya akan bersiap-siap. Karena peluangnya ada, seperti mendung merupakan
peluang untuk hujan.

Pertama, lunasi semua hutang dengan bunga mengambang. Pindah ke bunga tetap. Kalau
masih punya rumah kedua atau/dan mobil, jual dulu. Uang disimpan sebagai emas.
Biasanya emas punya performance yang sangat baik selama krisis. Apa itu krisis di
Russia, krisis di Argentina, krisis di Indonesia, emas performancenya bagus.

Bayangkan pada saat krisis, orang tidak mampu lagi membayar kredit rumah, kredit
mobil, perlu uang untuk ini dan itu. Kreditnya gagal bayar. Dan anda tahu kelanjutannya.
Disitu banyak kesempatan. Lepas emas dan beli rumah, mobil bekas tapi baru dan lain
lagi. Saham? Mungkin juga jeblok.

Sektor pertanian punya peluang untuk booming. Apakah mau jadi petani, tengkulak, atau
pengijon kemungkinan bisa makmur. Untuk pedagang bahan makanan, harus diingat
bahwa faktor waktu kulakan. Kalau harga jual anda tidak memperhitungkan harga
kulakan berikutnya, maka mungkin modal (barang) anda bisa susut.

Catatan Penulis:
Harga listrik, air, dan lain-lain juga akan naik. Pemadaman listrikPerusahaan banyak
yang akan tutup. Jangan harap investor akan masuk untuk melakukan direct investment.
Sekarang saja, 80%-90% dari hasil eksport diparkir diluar (kelihatannya di Singapore)
karena ketidak-percayaan pelaku bisnis pada pemerintah, jangan harap besok mereka
berubah pikiran. Kebutuhan US$ untuk 4 bulan kedepan diperkirakan $ 14 milyar rupiah
untuk beli minyak dan bayar hutang. Apakah rupiah bisa dipertahankan?

Tulisan ini bukan untuk memprovokasi anda. Investasi punya resiko. Perbuatan anda
harus ditanggung sendiri. Penulis tidak bertanggung jawab atas tindakan anda.

Selamatkan diri anda..........

31 Agustus 2005

Anda mungkin juga menyukai