Anda di halaman 1dari 13

MODEL CYBERCOUNSELING COGNITIVE BEHAVIOR, MODEL CYBERCOUNSELING

BERFOKUS SOLUSI

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Online


Yang diampu oleh Prof. Nur Hidayah, M. Pd dan Dr. Husni Hanafi, M. Pd

Oleh
Sausanuz Zakiyah Hamibawani

210111836
Herlin Ika Nafilasari

210111831604
Ahmad Thoriq Tri Sainda

2101118316

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING
FEBRUARI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah pembanding untuk topik “Model Cybercounseling Cognitive
Behavior, Model Cybercounseling Berfokus Solusi”. Dalam penulisan tugas ini, penulis
menyadari bahwa adanya bantuan dan pendampingan dari semua pihak sehingga makalah ini
dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1) Prof. Nur Hidayah, M.Pd., selaku dosen pengajar utama dalam mata kuliah
“Konseling Online” yang telah memberi bimbingan dan arahan selama penulisan
makalah.
2) Dr. Husni Hanafi, M.Pd selaku dosen pengajar dalam mata kuliah “Konseling
Online” yang telah memberikan pendampingan dan motivasi dalam penulisan
makalah ini.
3) Teman-teman S2 BK angkatan 2021 yang telah membantu dan memberikan
dukungan selama penulisan makalah ini.

Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat menjadi referensi dalam
pengembangan wawasan pembaca berkaitan dengan hakikat kelompok dalam bimbingan dan
konseling. Apabila ada hal-hal yang kurang berkenan penulis dengan senang hati akan menerima
masukkan untuk perbaikan kedepannya.

Malang, 07 Februari 2022

Sausanuz Zakiyah Hamibawani


Herlin Ika Nafilasari
Ahmad Thoriq Tri Sainda

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
Problem Sensing...........................................................................................................1
Problem Exploration dan Analysis................................................................................3
Problem Posing..............................................................................................................7
Problem Soving...........................................................................................................11
Recflection To Process and Result..............................................................................15

DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Problem Sensinghhgggg
Pelaksanaan konseling yang sudah lazim dilakukan
adalah dengan format tatap muka langsung antara konselor
dengan konseli, namun sejalan dengan pesatnya
perkembangan teknologi proses konseling hadir dengan
metode yang berbeda, itu artinya proses konseling tidak
hanya dimaknai sebagai pertemuan tatap muka (face to
face) antara konselor dengan konseli yang dilakukan di
ruangan, namun lebih dari itu konseling dapat dilakukan
dengan format jarak jauh dan dengan bantuan teknologi
yang dihubungkan oleh jaringan internet, yang dikenal
dengan istilah e-konseling, atau cyber counseling atau
dikenal juga dengan istilah virtual konseling. Proses
konseling dapat diselenggarakan dengan berbagai media
yang memungkinkan hubungan konseling jarak jauh.
Oleh karena itu, tenaga pendidikan harus adaptif dengan zaman dan kondisi saat ini.
Salah satunya adalah pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Apalagi jika dikaitkan
dengan karakteristik generasi sekarang atau lebih sering disebut sebagai generasi milenial
dengan ciri-ciri generasi yang terbiasa menggunakan gadget dan internet sebagai kebutuhan
primer dalam aktivitas sehari-hari. Maka kondisi tersebut mempengaruhi pola interaksi dan
pembelajaran siswa, termasuk dalam proses pelaksanaan layanan konseling.
Pada era informasi ini konselor dituntut terampil menggunakan dan mengelola media
bimbingan dan konseling berbasis ICT, termasuk memanfaatkan blog di internet (ABKIN,
2007: Depdiknas, 2008; Hidayah, dkk, 2007). Pelayanan konseling face to face di sekolah
belakangan ini kurang diminati oleh siswa, sekitar 15% saja siswa memanfaatkan layanan
konseling, selebihnya mereka dilayani bukan melalui layanan konseling (Hidayah, 2013).
Pelayanan konseling yang dilakukan secara face to fase (konvensional) memiliki banyak
kelemahan di antaranya konseli harus menemui konselor secara langsung, proses konseling
membutuhkan waktu lebih lama, konseli sedikit waktu untuk menemui konselor. Disisi lain
tenaga konselor terbatas. Dengan demikian terobosan baru untuk mengembangkan konseling
1
online cyber counseling sangat diperlukan agar siswa dapat memanfaatkan layanan konseling
yang diberikan oleh konselor tanpa harus bertemu secara face to face melainkan dilakukan
melalui jarak jauh.

B. Problem Problem Exploration and Analysis


1. Konseling kognitif Behavioral
Konseling Kognitif Behavioral merupakan konseling yang mengkombinasikan
pendekatan cognitive serta behavior untuk menangani masalah psikologis yang
dikembangkan oleh Aaron Beck pada tahun 1976 (Beck, 2011). Kognitif merupakan proses
mental seperti berpikir. Kognitif merujuk pada segala sesuatu yang ada dalam pikiran
individu termasuk mimpi, memori, imajinasi, pikiran, dan perhatian. Sedangkan behavior
merujuk pada segala sesuatu yang dilakukan individu. Aaron Beck (1976) seorang psikolog
yang terkenal dengan sebutan “The Father of Cognitive Behavior Therapy”. Beck (2011)
mendefinisikan konseling Kognitif Behavioral adalah model konseling yang bertujuan
untuk mengubah kognitif atau persepsi konseli terhadap dirinya dalam rangka melakukan
perubahan emosi dan perilaku konseli.
Pendekatan kognitif memandang kognisi terdiri atas gaya-gaya pikiran irasional.
Pikiran yang dikaburkan menyebabkan perhatian terpilih dan prediksi konsekuensi yang
salah. Hal tersebut mengarahkan pada citra konsekuensi yang dikaburkan. Falsafah
konseling Rational emotive dan Cognitive therapy inilah yang mendasari dikembangkannya
Konseling Kognitif Behavior (Corey 2009).

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling Kognitif Behavioral


adalah model konseling yang mengidentifikasi pikiran negatif konseli agar ia mampu
mengoptimalkan kognitifnya ke arah perubahan perilaku baru. Tugas konselor adalah
mengidentifikasi dan mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional dan membantu
konseli mengenali pikiran yang tidak logis ke arah pemikiran logis/rasional. Konseli
diminta untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menguji keyakinan, yang akan membawa
konseli mengubah kayakinan yang tidak berdasar realita.

a. Prinsip Konseling Kognitif Behavior


Menurut Westbrook, Kennerly, dan Kirk (2007) konseling Kognitif Behavioral
memiliki prinsip sebagai berikut.
2
1. Prinsip Kognitif
Prinsip utama model konseling kognitif adalah permasalahan psikologis merupakan
hasil interpretasi dari emosi dan perilaku yang dipengaruhi oleh kognitif, yang berupa
pikiran, keyakinan dan interpretasi mengenai diri atau situasi yang dialami individu, sebagai
makna yang diberikan pada suatu kejadian. Secara substantif kognisi mempengaruhi cara
seseorang memaknai segala kejadian dalam hidup, yang membuat tiap individu memiliki
pemaknaan dan reaksi emosi yang berbeda-beda terhadap peristiwa yang dialami.
2. Prinsip Perilaku
Menurut konseling Kognitif Behavioral, perilaku individu merupakan aspek yang
dipengaruhi oleh kognisi dan perilaku, misalnya individu mempunyai pemikiran negatif,
mendukung, dan mengkonfirmasi perilaku tersebut.
3. Prinsip Here and Now
Menurut konseling Kognitif Behavioral berfokus pada gejala yang muncul pada
disini dan sekarang, tidak banyak menekankan pada masa lampau. Hal tersebut sesuai
dengan prinsip konseling Behavioral yaitu memperhatikan permasalahan disini dan
kekinian dan menekankan proses dalam menangani masalah yang terjadi.
4. Prinsip Interaksi Antarsistem
Permasalahan muncul dari interaksi antara beberapa sistem sekaligus dalam diri dan
lingkungan. Dalam konseling Kognitif Behavioral terdapat empat sistem yaitu kognisi,
emosi, perilaku, dan fisiologi. Sistem-sistem ini saling berinteraksi dalam sebuah proses
kompleks dan juga berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan fisik, sosial, keluarga, budaya, dan ekonomi.

b. Tahap-tahap Konseling Kognitif Behavior


Tahap-tahap konseling kognitif behavior meliputi: (a) tahap awal, (c) tahap tengah,
dan (d) tahap akhir, sebagaimana diuraikan berikut.
1. Tahap Awal (Pertama).

Tahap pertama Konseling Kognitif Behavior adalah pengumpulan data. Tahap


ini bertujuan membantu konseli menentukan masalah yang dihadapi dan merumuskan
tujuan konseling. Oleh karena itu konselor melatih konseli menjadi pengamat yang baik
terhadap perilakunya sendiri. Dalam tahap ini, konseli membuat catatan harian untuk

3
memantau sendiri sasaran perilaku yang akan diubah, menjawab angket, mengikuti tes,
dan sebagainya. Di samping tujuan pokok sebagaimana telah di sebutkan, maka pada
tahap ini diharapkan agar (1) konseli menyadari bahwa data yang berhubungan dengan
masalah yang dialaminya yang sebelumnya tidak pernah diperhatikan bahkan
disepelehkan, dan (2) eksplorasi diri konseli berpengaruh terhadap proses
rekonseptualisasi masalah yang dihadapi, sehingga dapat diselesaikan secara efektif.
Proses dalam tahapan ini dilanjutkan pada eksplorasi diri konseli yang mengarah
pada rekonseptualisasi masalah konseli. Pada fase ini, konseli diajak untuk menemukan
keyakinan inti yang maladaptif konseli. Keyakinan inti ini merupakan keyakinan-
keyakinan yang mengganggu di dalam diri konseli yang tidak sesuai dengan kondisi
masyarakat dan/atau sekolah. Kondisi Keyakinan yang maladaptif ini jelas mengganggu
pikiran konseli. Dengan demikian, ditemukannya keyakinan inti konseli dapat menjadi
langkah awal konseli menuju keyakinan inti yang lebih adaptif.

2. Tahap Tengah (kedua)


Tahap kedua Konseling Kognitif Behavior merupakan tahap peningkatan perubahan
kognitif, emosional, dan perilaku. Pengelolaan pikiran dan perilaku konseli dilakukan
dengan melanjutkan proses rekonseptualisasi cognitive model hingga konseli mampu
meredefinisi masalah yang dialami dan memunculkan respon sikap dan perilaku yang
adaptif serta sesuai dengan tuntutan lingkungan sosial-budaya. Pada tahap kedua ini
konseli diharapkan dapat mencapai perubahan pada tiga domain, yaitu (1) perubahan
perilaku terbuka, (2) aktivitas pengaturan diri (self regulated), dalm hal ini konselor
bekerjasama dengan konseli untuk membantu mengubah pernyataan diri, gambaran diri,
dan perasaan yang mengganggu fungsi adaptif, dan (3) perubahan struktur kognitif
konseli.

3. Tahap Akhir (Ketiga)

Sebelum proses konseling memasuki tahap akhir, konselor perlu memastikan


bahwa konstruksi dari cognitive model konseli telah memiliki dasar yang kuat untuk
dimiliki oleh konseli. Proses konseling pada tahap akhir ini, yakni konselor mengajak
konseli untuk mengimplementasikan hasil pengelolaan pikiran, perasaan, dan

4
perilakunya dalam kehidupannya. Selain itu, proses konseling pada tahap ini juga
memiliki tujuan pemeliharaan perilaku dan penghindaran kekambuhan. Setelah kedua
tujuan tersebut telah dicapai, konselor mengajak konseli untuk kembali berserah diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui rasa syukur dan berdoa.
Selanjutnya, tindakan konselor pada proses follow-up dan pemantauan implementasi
hasil konseling. Penjadwalan proses follow-up merupakan bagian penting dalam
melakukan pemantauan terhadap implementasi hasil konseling. Proses follow up perlu
dilakukan hingga implementasi hasil konseling menunjukkan hasil dan perkembangan
ketercapaian target. Setelah itu, proses follow up dapat dikurangi frekuensi, latensi, dan
durasinya.
c. Teknik-teknik Konseling Kognitif Behavior
Teknik implementasi terpilih yang dapat dipergunakan dalam konseling Kognitif
Behavioral untuk mengelola masalah Peserta didik/konseli adalah self instruction dan
restrukturisasi kognisi.
1. Self Instruction
Self instruction merupakan teknik verbalisasi diri dengan mengganti pikiran
negatif menjadi pikiran positif dengan mengidentifikasi pikiran dan perasaan
negatif. Hal tersebut merupakan kemampuan yang sengaja ditumbuhkan kepada
individu untuk mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan dan pikirkan.
Ketidakmampuan mengenali situasi dan kondisi yang sedang dialami pada saat ini
akan mempengaruhi kemampuan individu untuk mengendalikan tingkah lakunya.
Oleh karena itu, konseli perlu diberi pemahaman dengan menumbuhkan kesadaran
diri yang mendalam, agar konseli dapat lebih memahami atau merasakan pikiran
negatif yang menganggunya. Ia tidak akan dapat mengubah atau mengendalikan
tingkah lakunya tanpa meningkatkan kesadarannya pada bentuk-bentuk tingkah laku
(bagaimana ia berpikir, merasakan, dan berperilaku). Karena kesadaran terhadap
reaksi internal merupakan langkah penting yang dapat mengarahkan seseorang
mengontrol tingkah lakunya, sehingga dapat mengidentifikasi lebih awal sensasi-
sensasi, emosi, dan perilakunya.
2. Restrukturisasi Kognisi
Selain self instruction salah satu teknik lain yang dapat dipergunakan dalam
konseling Kognitif Behavioral adalah Restrukturisasi Kognisi. Restrukturisasi
5
Kognisi merupakan teknik yang bertujuan untuk merekonstruksi atau menata ulang
pikiran-pikiran negatif yang menyebabkan perasaan tidak nyaman dan tingkah laku
yang tidak tepat. Selain itu teknik restrukturisasi kognitif merupakan teknik terapi
kognitif untuk membantu mengidentifikasikan pemikiran-pemikiran atau keyakinan
- keyakinan negatif dan menggantikannya pemikiran-pemikiran yang positif, serta
untuk menolong orang-orang mengidentifikasikan ide-ide atau keyakinan yang
irasional tersebut dan menggantinya dengan pernyataan-pernyataan yang lebih
realitas (Suryaningrum, 2007).
Teknik restrukturisasi kognitif yang digunakan meliputi mengidentifikasi
situasi yang dirasa Subjek adalah suatu permasalahan (menjelaskan peristiwa atau
masalah yang sedang mengganggu Subjek). Kemudian mengidentifikasi distorsi
kognitif Subjek, dan perasaan yang dirasakan. Bagaimana perasaan Subjek (sedih,
marah, cemas, bersalah, frustrasi, putus asa) mengenai situasi yang menjadi sumber
permasalahan.

2. Cyber counseling
Cyber Counseling adalah salah satu model konseling yang bersifat virtual atau
konseling yang berlangsung melalui bantuan koneksi internet dimana konselor dan konseli
tidak hadir secara fisik pada ruang dan waktu yang sama, dalam hal ini proses konseling
berlangsung melalui internet dalam bentuk web-site,e-mail, facebook, videoconference
(yahoo massangger) dan yang lainnya. Jadi istilah cyber counseling atau counseling
online dapat dimaknai secara sederhana yaitu proses konseling yang dilakukan dengan alat
bantu jaringan sebagai penghubung Konselor dengan konselinya.
Pelayanan cyber counseling dapat dilakukan secara blended, dalam pertemuan
antara konselor dan konseli dapat mendiskusikan atau memperdalam permasalahan konseli
yang terdapat dalam program layanan konseling dan menentukan tindak lanjutnya
(Hidayah, 2013). Dengan demikian pemanfaatan layanan konseling tidak dibatasi oleh
kedekatan tempat, melainkan konseli sebagai (konsumen) bebas untuk memilih dan
menggunakan atau memanfaatkan layanan profesional sesuai dengan kebutuhan dan
keyakinannya.
Proses konseling online atau cyber konseling sedikit berbeda dengan konseling face
to face, cyber counseling memerlukan keterampilan pendukung lain selain keterampilan
6
dasar konseling, yaitu keterampilan menggunakan media pendukung internet, dan
prosesnya tidak dibatasi oleh jarak dan waktu, syaratnya konselor dan konseli dapat
terhubung melalui internet. Artinya cyber counseling bukanlah proses konseling yang
sederhana.

C. Problem Posing
D. Problem Solving
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, seorang konselor di tuntut agar bisa
menguasai teknologi informasi yang ada. Akan tetapi masih banyaknya konselor yang belum
menguasai pengetahuan yang mendalam mengenai teknologi informasi. Oleh karena
diperlukan pemecahan masalah dalam mengatasi hal tersebut dikarenakan penyelenggaraan
pendidikan harus dilaksanakan secara adaptif dengan zaman dan kondisi saat ini. Salah satu
adalah dengan cara melaksanakan penyelenggraan layanan bimbingan dan konseling secara
inovasi. Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan, khususnya dalam pelaksanaan layanan
konseling. Diantaranya, salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan
pengembangan cyber konseling. Cybercounseling adalah penyelenggaraan layanan konseling
online dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan menyesuaikan dengan
perkembangan karakteristik konseli berdasarkan karakteristik generasinya.
Berdasarkan perkembangan zaman yang sangat pesat, karakteristik konseli dan inovasi
konselor sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan konseling. Adapun Integrasi penyelenggaraan
layanan cyberconseling dengan model konseling tertentu juga dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil yang optimal (Hidayah, 2015). Konseling cognitive behavior dan
konseling berfokus solusi banyak digunakan oleh konselor dalam pelaksanaan layanan
konseling di sekolah. Model konseling ini ditemukan efektif dan efisien dalam memberikan
bantuan program konseling melalui layanan tatap muka antara konselor dan konseli (Ramli et
al., 2020). Sehingga dengan mengikuti perkembangan zaman butuhkan cyber counseling
dengan model cognitif behavior dan konseling berfokus solusi agar dalam menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling dapat terlaksana dengan baik guna untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan konseli.

E. Reflection to Proses and Result

7
Model Cybercounseling cognitive behavior merupakan model konseling integratif antara
orientasi konseling kognitif dan konseling perilaku yang dikembangkan oleh Aaron Beck.
Kerangka konseling perilaku kognitif adalah suatu bentuk konseling yang memadukan prinsip
dan prosedur konseling kognitif dan konseling perilaku untuk membantu konseli mencapai
perubahan perilaku yang diharapkan dengan tujuan konseling perilaku kognitif adalah untuk
membantu konseli mengidentifikasi dan mengubah proses kognitif spesifik yang berkaitan
dengan masalah afektif dan perilaku.
Model Cybercounseling Berfokus Solusi sangat di perlukan oleh konselor guna untuk
membantu konseli. Model cybercounseling berfokus solusi yang efektif dan efisien yang
memuat mengenai tujuan dan langkah konseling dengan teknik konseling terdiri dari exception
Finding questions, keajaiban pertanyaan, scaling question, pujian, dan umpan balik yang
dilakukan melalui media online. WhatsApp dan Google Meet yang dinilai efektifitas dan
efisiensinya dengan teknik evaluasi observasi online.

8
DAFTAR RUJUKAN

ABKIN. 2007. Naskah Akademik: Penataan Program Pendidikan Profesional Konselor Pada
Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: ABKIN.

Beck, J.S. 2011. Cognitive Behavior Therapy Basic and Beyond. 2nd. New York: The Guildford
Press Spring Street.

Corey, G. 2009. Theory and Practice for Counseling and Psychotherapy. 8th.ed. California:
Brooks/Cole.

Hidayah, N., dkk, 2013. Pengembangan Model Konseling Kognitif Behavioral Online Untuk
Mengelola SRL Siswaǁ. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan. Malang: LP2M
Universitas Negeri Malang.

Hidayah, N., dkk. 2007. ―Pengembangan Model Konseling Kolaboratif Berbasis ICTǁ. Laporan
Penelitian. Tidak dipublikasikan. Malang: Lemlit Universitas Negeri Malang.

Hidayah, N. (2015). Cybercounseling Kognitif Behavioral: Peluang Konselor Berdaya Saing di


Era MEA. 1–55.

Ramli, M., Hidayah, N., Eva, N., Nor, D. M. B. M., Saputra, N. M. A., & Hanafi, H. (2020). The
Counselors’ Need for the Development of A Solution-Focused Cybercounseling Model for
Junior High School Students. Proceedings - 2020 6th International Conference on Education
and Technology, ICET 2020, 209–213. https://doi.org/10.1109/ICET51153.2020.9276597

Westbrook, D., Kennerley, Kirk, J. 2007. An Introduction to Cognitive Behavior Therapy: Skills
and Aplication. California: Sage Publication.

Anda mungkin juga menyukai