Anda di halaman 1dari 3

Petunjuk!

1. Baca kembali atau lihat video contoh editorial !


2. Isikan bagian-bagian teks editorial pada tabel di bawah ini!

No Aspek Jawaban
.

Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang


Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang telah diketuk DPR, hingga saat ini masih
menjadi bola panas yang terus
bergulir. Apalagi, sinyal pemerintah yang akan mengeluar-
kan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK masih belum
1 Pernyataan umum
jelas. Sikap tegas pemerintah harus
segera ditunjukkan dalam mengakhiri polemik tersebut.
Intinya, pemerintah harus
mendukung setiap langkah dalam upaya pemberantasan
korupsi.

2 Argumen

Banyak pejabat enggan bicara saat ditanya soal niatan


pemerintah untuk penerbitan
Perppu UU KPK tersebut. Menteri Sekretaris Negara
Pratikno mengaku belum tahu terkait
perppu tersebut. Begitu pula Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo bahkan enggan
berkomentar soal Perppu UU KPK.
Mungkin wajar berkomentar demikian karena isu ini
sangat sensitif. Dan satu hal lagi,
jawaban para pembantu presiden ini seperti menyiratkan
bahwa pemerintah sedang
“galau” apakah akan menerbitkan perppu atau tidak.
Seperti ada “tembok besar kokoh”
yang membuat pemerintah belum juga menerbitkan
Perppu UU KPK.
Kegalauan pemerintah ini dapat dipahami karena harus
menghadapi dua kelompok yang
memberikan tuntutan berbeda terkait keberadaan UU KPK
yang revisinya baru saja
disahkan DPR. Satu sisi, masyarakat dan para penggiat
antikorupsi sangat keberatan saat
DPR tiba-tiba merevisi UU KPK.
Dalam revisi tersebut, pasal-pasal yang direvisi
menyangkut “senjata ampuh” KPK dalam
meringkus para koruptor dilucuti mulai penyadapan yang
harus mendapat izin Dewan
Pengawas hingga KPK bisa menerbitkan SP3 (surat
perintah penghentian penyidikan).
Akibat revisi UU KPK tersebut, lembaga antirasuah
tersebut dinilai seperti macan
ompong, karena KPK tidak memiliki “keistimewaan” lagi
sehingga hampir mustahil bisa
menumpas korupsi yang kita tahu sudah sangat
mengkhawatirkan ini. Intinya, masyarakat
merasa KPK telah dilemahkan.
Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menolak
revisi UU KPK tersebut sampai
akhirnya diketuk DPR pada Selasa, 17 September lalu.
Keputusan ini pun menuai
kontroversi di masyarakat hingga menjadi salah satu isu
sentral dalam demo-demo
mahasiswa dan anak STM yang terjadi beberapa hari lalu.

Di sisi lain, pemerintah seperti bimbang dengan Perppu UU


KPK karena mayoritas partai-
partai pendukung ternyata masih bergeming dengan revisi
UU KPK. Mereka rata-rata
tidak ingin Presiden Jokowi menerbitkan perppu untuk
membatalkan revisi UU KPK yang
telah disahkan DPR.
Melihat hal ini, posisi pemerintah seperti terjepit.

Terjadi tarik-menarik kepentingan antara kedua kubu


tersebut. Antara memenuhi aspirasi
mayoritas suara masyarakat atau menyetujui desakan dari
para partai-partai politik yang
selama ini telah mendukungnya. Di sinilah sebenarnya
sikap tegas Presiden Jokowi diuji,
terutama terkait komitmennya dalam pemberantasan
korupsi.
Kita tahu, dalam banyak kesempatan Presiden Jokowi ber-
komitmen dalam
pemberantasan korupsi. Bahkan, sebelumnya, dia berjanji
akan terus memperkuat
keberadaan KPK. Karena itu, sebenarnya tidak sulit bagi
pemerintah untuk bersikap
dalam masalah ini; karena pilihannya sudah jelas, memilih
melemahkan KPK dengan
taruhan korupsi makin merajalela atau tetap mendukung
KPK (atau malah menguatkan
KPK) dengan target negara maju tanpa korupsi.
Semua sadar sesadar-sadarnya bahwa korupsi merupakan
biang masalah di negara ini.
Korupsi telah membuat negara ini tertinggal dengan
negara-negara tetangga yang
sebelumnya berada di bawah kita. Karena memang
korupsi ini telah merusak tatanan
bangsa, tidak saja telah menggarong uang negara, tapi
juga telah merusak mental para
pejabat dan aparat hukum.
Karena itu, tidak ada cara lain untuk membuat negara ini
maju selain memberantas
korupsi sampai akar-akarnya. Dan tanpa komitmen yang
kuat, mustahil mengenyahkan
korupsi dari Tanah Air.
Sebaliknya, selama ini KPK memang belum optimal dalam
menjalankan tugasnya
sehingga bisa dikatakan misi KPK belum berhasil dalam
memerangi korupsi, karena masih
banyak pejabat yang berani korupsi. Karena itu, banyaknya
pejabat yang terkena operasi
tangkap tangan sebenarnya bukan merupakan prestasi
KPK sebab KPK belum mampu
memberikan efek jera.

Berkaca dari sini, kita sepakat bahwa KPK perlu diperbaiki


sehingga tidak salah arah,
karena revisi UU KPK bukan hal sakral yang dilarang.
Namun, revisi tersebut jangan
sampai malah melemahkan KPK seperti UU yang telah
disahkan DPR tersebut. Belum
3 Kesimpulan
terlambat untuk memperbaiki negara ini.

Anda mungkin juga menyukai