Anda di halaman 1dari 7

NAMA : RABIYATUL ADAWIYAH

NIM : 044655512
JURUSAN : ILMU ADMINISTRASI NEGARA
TUGAS TUTORIAL 2
Soal 1
Sejak kehadirannya pada 2004, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kerap memunculkan
polemik. Sebagian pihak menilai lembaga tinggi negara ini tidak memiliki fungsi dan tugas
sebagaimana mestinya.
Keraguan atas efektifitas DPD kian menguat setelah di periode 2014-2019 timbul polemik
internal. Mulai dari masuknya anggota DPD ke dalam sebuah partai hingga sengketa antara
Ketua DPD Oesman Sapta Oddang dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait syarat
pencalonan anggota DPD untuk pemilihan umum April mendatang.
Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam pun mengakui sejak awal DPD berdiri memang sudah
bermasalah. Dia mencontohkan dalam Tata Tertib DPD tidak disebutkan kewajiban bagi
anggotanya untuk berdomisili di daerah. Alhasil, banyak di antara mereka yang tidak dikenal
oleh konstituennya.
Karena itu, lanjut Muqowam, susunan dan kedudukan DPD harus dikembalikan ke asalnya
sesuai Pasal 22 D Undang-undang Dasar 1945. Berdasarkan pasal tersebut, DPD memiliki
fungsi dan tugas terkait legislasi, transfer keuangan pusat dan daerah yang kini mencapai Rp
783 triliun, pemekaran dan penggabungan daerah, serta berkantor di daerah.
(Sumber : https://www.voaindonesia.com/a/tak-wakili-kepentingan-daerah-eksistensi-dpd-
dinilai-menyimpang-/4845658.html)
Pertanyaan :
Eksistensi DPD dimunculkan pertama kali dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar
1945 tahun 2001. Ketentuan-ketentuan terkait fungsi DPD sebagaimana yang dicantumkan
dalam Pasal 22 D UUD 1945. Namun sebenarnya apabila dicermati isi ketentuan Pasal 22 D
UUD 1945 dapat dikatakan bahwa fungsi DPD terkait legislasi, kontrol, bugeting dan/atau
rekrutmen adalah bersifat terbatas.
Silakan anda buktikan bahwa isi Pasal 22 D UUD 1945 menunjukkan fungsi DPD terkait
legislasi, kontrol, budgeting dan/atau rekrutmen adalah terbatas.
Soal 2
CV. Cantik Manis (CM) berdiri sejak tahun 2015 sebagaimana dalam Akte Perseroan
Komanditer CV. Bagus No. 007 tanggal 14 Februari 2015 yang dibuat di hadapan Notaris. Di
dalam anggaran dasar perseroan antara lain disebutkan bahwa setiap pengalihan harta kekayaan
perseroan kepada pihak lain harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pesero
komanditer. Yang menjadi komanditer aktif sekaligus Direktur CV adalah Tuan Bagus,
sedangkan Ny. Anggrek dan Tuan Baldu sebagai komanditer Pasif. Untuk keikutsertaannya
dalam CV CM, Ny Anggrek telah menyerahkan 3 unit bus merk mercedez Benz
Dalam menjalankan CV CM, Tuan Bagus telah melakukan kerjasama dengan Tuan Ali dalam
proyek tambak udang dengan tujuan agar CV CM mendapatkan keuntungan. Untuk kerjasama
tersebut, pada tanggal 1 Juli 2016 Tuan Bagus selaku direktur CV CM telah menyerahkan tiga
unit bus mercedez benz atas nama CV. CM kepada Tuan Ali dengan akta perjanjian yang dibuat
di hadapan notaris.
Berhubung yang dibutuhkan oleh Tuan Ali adalah sejumlah uang, maka Tuan Ali meminjam
uang dari Nn. Barbie sebesar Rp. 400 juta sebagaimana tertuang didalam akta pengakuan
hutang No. 22 yang dibuat dihadapan notaris pada tanggal 10 Januari 2017 dan uang tersebut
harus dikembalikan selambat-lambatnya tanggal 10 April 2017. Sebagai jaminan atas hutang
tersebut Tuan Ali telah menyerahkan tiga unit mobil bus mercedez benz atas nama CV. CM
beserta BPKB kepada Tergugat III sebagaimana tertuang didalam akta surat kuasa No. 50 dan
akta pernyataan No. 51 yang dibuat dihadapan notaris tanggal 10 Januari Maret 2017.
Tuan Bagus selaku Direktur CV. CM turut mengetahui dan sebagai saksi didalam membuat
akta pengakuan hutang, akta surat kuasa, dan akta pernyataan yang dibuat dihadapan notaris
tersebut.
Perbuatan mengagunkan, menjual atau perbuatan lain yang sifatnya mengalihkan aset CV ke
pihak ketiga tanpa melakukan mekanisme perusahaan atau tanpa persetujuan dari Pesero
Komanditer lainnya sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Perseroan Komanditer CV.
CM.
Pertanyaan :
Buktikan bahwa perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga yang dilakukan salah satu pesero
CV CM tanpa persetujuan dari pesero lain adalah sah berdasarkan ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata!
Soal 3
Virus corona yang sedang melanda negeri ini berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Dalam
kondisi seperti ini, pemerintah perlu mengambil tindakan cepat menangani wabah ini. Namun,
ada kekhawatiran dari sejumlah pengambil kebijakan. Kebijakan yang akan dikeluarkan
dikhawatirkan malah berbuat kriminalisasi. Oleh karena itu, Presiden Jokowi mengeluarkan
Perppu nomor 1 tahun 2020 atau yang kini menjadi UU nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau
dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau
Stabilitas Sistem Keuangan.
Terjadi kriminalisasi terhadap kebijakan yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan adalah
dikarenakan implementasi perbuatan melawan hukum materiil secara keliru. Perbuatan
melawan hukum atau penyalagunaan wewenang sebagai salah satu bentuk perbuatan mal-
administrasi yang berakibat timbulnya kerugian negara yang selama ini dikenakan tindak
pidana korupsi, menyebabkan kekuatiran dari sejumlah pengambil keputusan.
Sumber : https://kumparan.com/kumparannews/mencegah-kriminalisasi-kebijakan-di-tengah-
krisis-virus-corona-1tS4tVyKP18
Pertanyaan :
Silakan dianalisis cara menentukan perbuatan “penyalahgunaan wewenang” yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah berkualitas sebagai mal-adminstrasi, dengan indikator yang digunakan
adalah :

1. Ketentuan perundang-undangan, yakni UU No. No.30 Tahun 2014 tentang


Administrasi Pemerintahan.
2. Asas Spesialitas dalam pemberian wewenang.
JAWAB
1. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menghasilkan beberapa lembaga negara
baru, salah satunya adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang menjadi gagasan
dasar pembentukan DPD adalah keinginan untuk mengakomodasi aspirasi daerah dan
sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan
keputusan politik untuk soal-soal yang terutama berkaitan langsung dengan daerah.
Keinginan tersebut berangkat dari pemikiran bahwa pengambilan putusan yang bersifat
sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan meningkatnya ketidakpuasan
daerah-daerah yang telah sampai pada tingkat yang membahayakan keutuhan wilayah
negara dan persatuan nasional. Anggota DPD menggantikan Utusan Daerah sebagai
salah satu unsur dalam komposisi keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).
DPD memiliki fungsi dan kewenangan yang salah satunya terkait dengan pembentukan
undang-undang. Kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang telah diatur
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Terdapat tiga kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang yang disebutkan
oleh Pasal 22D UUD 1945, yaitu: “dapat mengajukan rancangan undang-undang
(RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)”, “ikut membahas RUU”, dan
“memberikan pertimbangan kepada DPR”, terhadap rancangan undang-undang
tertentu. Ketentuan dalam UUD 1945 memerlukan penjabaran atau pengaturan lebih
lanjut. Pada saat ini terdapat dua undangundang yang menjabarkan ketentuan tersebut,
yaitu Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Penjabaran ketentuan di dalam kedua undangundang tersebut
menerjemahkan ketentuan mengenai beberapa hal, misalnya “DPD mengajukan RUU
kepada DPR” maka RUU tersebut kemudian menjadi RUU DPR; “DPD ikut membahas
RUU tertentu” maka pembahasan tersebut dilakukan sebatas memberikan pandangan
dan pendapat. Sedangkan “memberikan pertimbangan” dijabarkan bahwa
pertimbangan tersebut dalam bentuk tertulis dan disampaikan sebelum dimulainya
pembahasan. Ketentuan di dalam kedua undang-undang tersebut memunculkan
keberatan DPD yang menganggap ketentuan tersebut mereduksi kewenangan yang
seharusnya atau yang diberikan oleh UUD 1945.
Kemudian DPD mengajukan uji materi terhadap kedua undang- undang tersebut ke
Mahkamah Konstitusi. Hal yang dimohonkan oleh DPD adalah:
➢ Kewenangan DPD dalam mengusulkan RUU sebagaimana diatur di dalam Pasal 22D
ayat (1) UUD 1945, yang menurut DPD, RUU dari DPD harus diperlakukan setara
dengan RUU dari Presiden dan DPR.
➢ Kewenangan DPD ikut membahas RUU yang disebutkan dalam Pasal 22D UUD 1945
bersama DPR dan Presiden.
➢ Kewenangan DPD memberi persetujuan atas RUU yang disebutkan dalam Pasal 22D
UUD 1945.
➢ Keterlibatan DPD dalam penyusunan Prolegnas yang menurut DPD sama halnya
dengan keterlibatan Presiden dan DPR.
➢ Kewenangan DPD memberi pertimbangan terhadap RUU yang disebutkan dalam Pasal
22D UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi telah melakukan sidang dan telah memutuskan permohonan
judicial review tersebut. Putusan Mahhkamah Konstitusi pada dasarnya adalah
mengabulkan sebagian permohonan DPD, bukan semua permohonan. Namun demikian
putusan yang menerima permohonan DPD dapat dikatakan memberikan perubahan
besar pada pelaksanaan fungsi DPD di bidang legislasi. Dengan demikian, menjadi
kajian yang menarik, bagaimana memahami putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
dan bagaimana mengimplementasikannya. Berkenaan dengan fungsi legislasi DPD,
Tim Hukum Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi, Sekretariat Jenderal DPR pada
tahun 2003 telah melakukan Penelitian mengenai “Ruang Lingkup dan Mekanisme
Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah”. Dilihat dari tahun penelitian
yang dilakukan, dapat diketahui undang-undang yang dianalisis adalah UU No. 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Namun
demikian, isu-isu yang terdapat dalam putusan MK tersebut telah menjadi obyek
penelitian. Penelitian juga menggunakan metode historis dengan membandingkan
keberadaan Senat pada masa berlakunya Konstitusi RIS. Kesimpulan penelitian juga
menemukan kelemahan yang salah satunya adalah kewenangan yang dimiliki DPD
tidak seimbang dengan ongkos dan nilai pemilihan umum yang demokratis.3
Sementara analisis dalam kajian ini, meskipun menyinggung juga peraturan yang
melandasi mekanisme kerja DPD periode sebelumnya, namun akan lebih dikaitkan
dengan peraturan yang berlaku pada DPD periode sekarang, yaitu UU No. 27 Tahun
2009 dan UU No. 12 tahun 2011 yang menjadi obyek dalam uji materi yang diajukan
oleh DPD kepada Mahkamah Konstitusi. Proses amandemen UUD 1945 telah
melahirkan beberapa lembaga negara baru sebagai konsekuensi pelaksanaan demokrasi
dalam kerangka penciptaan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) dibentuk sebagai pemenuhan keterwakilan aspirasi daerah
dalam tatanan pembentukan kebijakan ditingkat pusat. Pasal 22D UUD 1945 telah
menyebutkan kewenangan DPD dibidang legislasi yakni pengajuan RUU tertentu, ikut
membahas bersama DPR dan Pemerintah terhadap penyusunan RUU tertentu,
pemberian pandangan dan pendapat terhadap RUU tertentu, pemberian pertimbangan
terhadap RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama, serta pengawasan terhadap pelaksanaan UU tertentu.
2. Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa "Setiap orang yang berkehendak untuk
membuat suatu perjanjian harus memiliki kehendak yang bebas, kecuali ditentukan lain
dalam undang-undang."
Dalam kasus ini, terdapat beberapa fakta yang mendukung sahnya perjanjian kerjasama
antara Tuan Bagus (sebagai direktur CV CM) dengan Tuan Ali tanpa persetujuan dari
pesero lain yaitu :
• Dalam anggaran dasar perseroan, tidak secara tegas disebutkan bahwa setiap perjanjian
kerjasama dengan pihak ketiga harus mendapatkan persetujuan dari pesero komanditer.
Persyaratan persetujuan mungkin hanya berlaku untuk pengalihan harta kekayaan
perseroan kepada pihak lain.
• Tuan Bagus, sebagai direktur CV CM, memiliki wewenang untuk menjalankan
kegiatan perusahaan dan melakukan perjanjian atas nama perseroan, kecuali ditentukan
lain dalam anggaran dasar perseroan. Dalam kasus ini, tidak ada ketentuan dalam
anggaran dasar yang mengharuskan persetujuan pesero komanditer untuk perjanjian
kerjasama dengan pihak ketiga.
• Tuan Bagus selaku direktur CV CM mengetahui dan sebagai saksi dalam membuat akta
pengakuan hutang, akta surat kuasa, dan akta pernyataan yang dibuat dihadapan notaris.
Tindakan ini menunjukkan bahwa perjanjian tersebut dilakukan dengan pengetahuan
dan persetujuan dari Tuan Bagus, yang juga merupakan pesero aktif dan direktur CV
CM.
Berdasarkan ketiga fakta tersebut, dapat dikemukakan bahwa perjanjian kerjasama
antara Tuan Bagus (sebagai direktur CV CM) dengan Tuan Ali tanpa persetujuan dari
pesero lain adalah sah berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal tersebut
menegaskan bahwa setiap orang yang berkehendak untuk membuat suatu perjanjian
harus memiliki kehendak yang bebas, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
Dalam kasus ini, tidak ada ketentuan dalam anggaran dasar yang menetapkan
persyaratan persetujuan pesero komanditer untuk perjanjian kerjasama dengan pihak
ketiga, dan Tuan Bagus sebagai direktur memiliki wewenang untuk melakukan
perjanjian tersebut.
3. Ketentuan Perundang-Undangan (UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan):
Peraturan ini memberikan landasan hukum untuk menilai tindakan pejabat pemerintah
dalam konteks administrasi pemerintahan. Untuk menentukan penyalahgunaan
wewenang, dapat dilakukan analisis terhadap apakah tindakan tersebut melanggar
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.
Contoh indikator yang dapat digunakan adalah apakah tindakan pejabat pemerintah
melanggar prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, dan keadilan.
Asas Spesialitas dalam Pemberian Wewenang:
Asas spesialitas menekankan bahwa pejabat pemerintah hanya boleh menggunakan
wewenang yang diberikan kepadanya sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan.Untuk
menentukan penyalahgunaan wewenang, dapat dilihat apakah pejabat pemerintah
menggunakan wewenangnya di luar batasan yang telah ditetapkan.
Contoh indikator yang dapat digunakan adalah apakah tindakan pejabat pemerintah
dilakukan tanpa adanya dasar hukum yang jelas atau berada di luar ruang lingkup
wewenang yang dimilikinya.
Sumber referensi
BMP/SISTEM HUKUM INDONESIA/ISIP 4131/MODUL 4-5
https://www.studocu.com/id/document/universitas-terbuka/hukum/tugas-2-sistem-hukum-
indonesia/58381531
https://www.bphn.go.id/data/documents/14uu030.pdf
https://jdih.babelprov.go.id/diskresi-dan-penerapannya -
:~:text=Dalam%20undang%2Dundang%20pengertian%20diskresi,konkret%20yang%20dihadapi%20d
alam%20penyelenggaraan
https://www.dikasihinfo.com/pendidikan/9808767822/terjawab-buktikan-bahwa-perjanjian-
kerjasama-dengan-pihak-ketiga-yang-dilakukan-salah-satu-pesero-cv-cm -
:~:text=Berikut%20pertanyaan%20lengkapnya%3A-
,Buktikan%20bahwa%20perjanjian%20kerjasama%20dengan%20pihak%20ketiga%20yang%20dilaku
kan%20salah,bagi%20para%20pihak%20yang%20membuatnya.

Anda mungkin juga menyukai