Anda di halaman 1dari 3

PROSES PERUBAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG MENJADI UNDANG-

UNDANG YANG DISAHKAN

Rancangan Undang-Undang (RUU) dan juga Undang-Undang (UU). RUU adalah undang-
undang yang baru diusulkan dan belum disahkan oleh presiden. Sedangkan UU adalah
peraturan negara yang sudah disahkan oleh presiden.

Pembentukan undang-undang sendiri tentunya sudah diatur dalam UUD 1945 dan juga
berbagai UU yang telah berlaku di Indonesia:

 Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, kekuasaan untuk membentuk Undang-
Undang ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
 Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan
presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan perubahannya.
 Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui
UU adalah:
 Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945
 Perintah suatu UU untuk diatur dengan UU
 Pengesahan perjanjian internasional tertentu
 Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi
 Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

 Dalam UU 12/2011 dan perubahannya, proses pembuatan undang-undang diatur


dalam Pasal 16 UU 12/2011 s.d. Pasal 23 UU 15/2019, Pasal 43 UU 12/2011 s.d.
Pasal 51 UU 12/2011, dan Pasal 65 UU 12/2011 s.d. Pasal 74 UU 12/2011.
 Sedangkan, dalam UU MD3 dan perubahannya, pembentukan UU diatur dalam Pasal
162 UU MD3 s.d. Pasal 173 UU MD3.
Salah satu contoh RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang kita
perjuangkan sejak November 2020 juga tengah berada di proses pengesahan menjadi
undang-undang. Berikut adalah perjalanan RUU PKS sebelum menjadi undang-
undang:
1. RUU PKS Masuk Prolegnas 2021
2. Mendengarkan aspirasi mengenai ruang lingkup peraturan dan hal-hal yang
lebih spesifik pada pasal-pasal dalam RUU PKS.
3. Naskah RUU PKS:
(a) RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan merupakan carry over,
artinya Badan Legislatif atau Baleg harus mengembangkan naskah
terbarunya karena tidak bisa menggunakan naskah yang sudah ada
sebelumnya
(b) Sebelum naskah resmi ada, semua pihak boleh menyerahkan naskahnya,
seperti Komnas Perempuan dan kawan-kawan jaringan masyarakat sipil
termasuk forum pengadaan layanan dan Yayasan Pulih.
(c) Dalam proses penyatuan naskah dari semua pihak untuk melempar ini
kembali ke Baleg, kita tidak hanya berdiskusi spesifik tentang pemulihan
yang menjadi elemen kunci RUU PKS, tapi juga elemen lainnya yakni
tentang definisi-definisi kekerasan seksual, terobosan pada hukum
pidananya, bentuk-bentuk pemidanaan dan upaya korektif lainnya,
pemantauan dan cara pencegahan yang di dalam draft RUU PKS
(d) Naskah yang sudah disatukan kemudian diserahkan kepada Baleg sebagai
bahan pertimbangan mereka untuk mengeluarkan naskah resminya.
4. Baleg menerima usulan–usulan naskah dan dilihat seberapa banyak yang
diadopsi menjadi naskah resmi. Di dalamnya akan ada Daftar Isian Masalah
(DIM) di mana hasilnya bisa dikritisi. Namun hingga sekarang naskahnya
belum dikeluarkan, sehingga kita harus betul-betul meminta pihak Baleg untuk
mengeluarkan naskah terbarunya.

Berdasarkan usulan legisaltif, maka naskahnya tidak akan disediakan oleh pemerintah. Saat
ini Komnas Perempuan bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak sedang berkoordinasi dengan membuat tim satuan tugas (satgas). Di
beberapa kementerian juga dibuat satgas untuk memastikan diskusi tentang RUU PKS ini
bisa dipercepat di tingkatan eksekutif maupun legislatif.
Untuk tingkatan eksekutif mereka menyampaikan bahwa mereka menunggu naskah dari
Baleg. Naskah usulan yang telah disatukan dari semua pihak tidak bisa menjadi dasar untuk
menyusun sikap karena itu hanya usulan kepada Baleg.

Akan ada jadwal RDPU, di mana Komnas Perempuan akan menyerahkan secara resmi
naskah-naskah usulannya. Setelah adanya DIM, Komnas Perempuan akan membuat kritik
pada DIM tersebut serta penguatan pada muatannya yang nantinya disertai urutan-urutan
pembahasan.

Untuk urutan pembahasan, biasanya Baleg membuat seperti bab-bab yang akan ditentukan
bagian mana yang akan dibahas terlebih dahulu yang akan masuk ke dalam pembahasan
tersebut sampai ketok palu.

Sumber:

Andy Yentriyani (Pimpinan Komnas Perempuan)

Konfirmasi Data: Veryanto Sitohang (Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat Komnas
Perempuan)

https://www.dpr.go.id/tentang/pembuatan-uu

Anda mungkin juga menyukai