Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah terbentuknya DPR RI secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga

periode, yaitu: volksraad, masa perjuangan kemerdekaan, dibentuknya Komite

Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut,

pada masa penjajahan Belanda yang dinamakan volksraad pada tanggal 8 Maret

1942, Belanda mengakhiri masa penjajahannya 350 tahun di Indonesia.

Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan

volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa Indonesia memasuki

masa perjuangan kemerdekaan. Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya KNIP

oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 (12 hari setelah proklamasi

kemerdekaan Republik Indonesia) di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta.

Tanggal peresmian KNIP dijadikan sebagai tanggal dan hari lahir DPR RI. Dalam

sidang KNIP yang pertama telah menyusun pimpinan sebagai berikut : Ketua:

Mr. Kasman Singodimejo, Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo, Wakil

Ketua II : Mr. J. Latu Harhary, Wakil Ketua III : Adam Malik.1

Di era reformasi sekarang sebelum adanya amandemen Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD

NRI 1945, DPR bertanggung jawab terhadap Presiden. Sebelum diadakannya

1
Sekretariat Jenderal DPR RI, “Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia”, (online), (http://www.drp.go.id/tentang/sejarah-dpr, diakses, Sabtu, 15
April 2017), Tth.

1
amandemen, tugas dan wewenang DPR adalah :

a. Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU);

b. Memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perpu);

c. Memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN);

d. Meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengadakan sidang

istimewa.

Kemudian dengan berkembangnya jaman, Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) dalam menjalankan tugas dan wewenangnya mengalami perubahan seiring

dengana adanya proses amandemen UUD 1945. Proses amandemen UUD 1945

telah melahirkan beberapa lembaga negara baru sebagai konsekuensi pelaksanaan

demokrasi dalam rangka penciptaan pemerintah yang bersih dan akuntabel,

lembaga yang dimaksud di antaranya adalah DPR, Dewan Perwakilan Daerah

(DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Berkaitan dengan

pelaksanaan, fungsi, tugas, serta kewenangan DPR, DPD, dan DPRD harus diatur

melalui undang-undang yang terpisah, hal ini sejalan dengan Pasal 22C ayat (4),

Pasal 19 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa susunan dan kedudukan

DPD diatur dengan undang-undang. Begitupun dengan DPR sebagaimana Pasal

19 ayat (2) UUD 19452.

Kedudukan DPR sangat kuat, ini ditegaskan pada amandemen yang kedua

UUD 1945, tercantum dalam Pasal 7C yang menyebutkan “Presiden tidak dapat

membekukan dan atau membubarkan DPR” hal ini sesuai dengan prinsip

presidensial sebagai sistem pemerintahan Indonesia yang dipertahankan dan lebih

2
Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia (Jambi: Rineka Cipta, 1993),hlm. 26.

2
disempurnakan dalam amandemen yang ketiga UUD 1945. Presiden dan

DPR dipilih langsung oleh rakyat sehingga keduanya memiliki legitimasi yang

sama dan kuat serta masing-masing tidak bisa saling menjatuhkan.

Selain ditentukan dalam UUD 1945 ketentuan fungsi dan wewenang DPR

juga diatur dalam tata tertib DPR NO.16/DPR RI/1/1999-2000 dalam Pasal 4

disebutkan DPR mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan

pengawasan terhadap :

a. Pelaksanaan undang-undang;

b. Pelaksanaan APBN;

c. Kebijakan pemerintah sesuai dengan kebijakan UUD 1945 dan ketetapan MPR.

Kemudian untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), DPR dalam Pasal 10 tata tertib DPR mempunyai

beberapa hak yaitu :

a. Meminta keterangan kepada presiden;

b. Mengadakan penyelidikan;

c. Mengadakan perubahan terhadap RUU;

d. Mengajukan pernyataan pendapat;

e. Mengajukan RUU;

f. Mengajukan seseorang untuk mendapat jabatan tertentu jika ditentukan oleh

suatu peraturan perundang-undangan;

g. Menentukan anggota DPR;

h. Memanggil seseorang.3

3
Abu Daud Busroh,Cipta Selekta Hukum Tata Negara(Palembang: Rineka Cipta,
1993),hlm 20.

3
Dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, wewenang, dan hak yang

dimiliki oleh DPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 20A, sebagai

bentuk tanggung jawab sebagai wakil rakyat, DPR senantiasa dapat melakukan

atau selalu mengawasi penyelenggaraan pemerintah. Kemudian apabila dianalisis

lebih dalam tentang tugas dan wewenang DPR dapat dirumuskan bahwa DPR

mempunyai tugas pokok antara lain adalah sebagai fungsi pembuatan undang-

undang (legislasi), fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

Berkaitan dengan fungsi legislasi salah satu pilar Pemerintah yang

demokratis adalah menjunjung tinggi supremasi hukum. Supremasi hukum dapat

terwujud apabila didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang

dihasilkan melalui proses legislasi. Oleh karena itu, fungsi legislasi DPR dapat

dikatakan sangatlah penting. Menurut ketentuan konstitusi RUU yang akan

dibahas DPR dapat berasal dari pemerintah, dapat pula berasal dari DPR sebagai

RUU usul inisiatif. Untuk masa yang akan datang, jumlah RUU usul inisiatif dari

DPR diharapkan akan semakin banyak, hal ini merupakan bagian penting dari

komitmen reformasi hukum nasional dan pemberian peran lebih besar kepada

DPR secara konstitisional dalam pembuatan undang-undang. Namun demikian,

kinerja dan produktivitas DPR dalam pembuatan undang-undang dirasakan masih

kurang, tercatat RUU yang dibahas di DPR sebagian besar berasal dari

pemerintah.

Dalam faktanya,usul RUU inisiatif DPR sangatlah minim sekali. Hal ini

dapat dilihat dari Laporan Kinerja DPR pada tahun 2014, tecatat bahwa terdapat

53 dari 160 RUU berasal dari DPR, sementara sisanya 9 DPR/pemerintah/DPD,

29 DPR/pemerintah, 9 DPD, 40 pemerintah, 15 DPR/DPD, dan 5

4
DPD/pemerintah.4 Di sisi lain, dalam pencapaian target program legislasi nasional

(prolegnas), efektivitas DPR pun diragukan.

“DPR tidak dapat menyelesaikan target penyelesaian Prolegnas.


Kelemahan DPR sangat jelas tergambar dari tahun ke tahun DPR RI pada
tahun 2010 hanya menyelesaikan 13 RUU dari target 70 RUU, pada tahun
2011 menyelesaikan 25 RUU dari target 70 RUU, pada tahun 2012
menyelesaikan 24 RUU dari target 70 RUU, kemudian pada tahun 2013
DPR RI juga menargetkan 70 RUU”.5

Prolegnas tahun 2015 menargetkan perampungan pembahasan 39 RUU

menjadi undang-undang. Namun yang dapat dirampungkan dan diselesaikan pada

tahun 2015 hanya 2 undang-undang, itupun merupakan revisi. Sementara pada

tahun 2016, DPR baru menyelesaikan 7 produk legislasi berupa undang-undang

dan 4 produk legislasi berupa perjanjian. Rendahnya realisasi produk legislasi dari

target yang ditetapkan DPR mencerminkan kurangnya kinerja DPR sebagai

lembaga legislatif.

Dengan tidak tercapainya target RUU, peran DPR dalam menjalankan

fungsi legislasi seharusnya dievaluasi lebih lanjut, apakah dikarenakan kapasitas

DPR yang kurang memadai atau karena alasan lain.

Beberapa pendapat menyatakan, terlalu banyaknya jumlah Rancangan


Undang-Undang yang ditetapkan dalam Prolegnas, sangat jauh melebihi
kapasitas DPR, baik dari segi waktu dan daya dukung untuk diselesaikan
dalam satu periode. Ini berarti proses penyusunan Prolegnas belum secara
cermat mempertimbangkan aspek ketersediaan kapasitas dimaksud. Di
samping itu, penentuan jumlah Rancangan Undang-Undang sebanyak 247
(dua ratus empat puluh tujuh) Rancangan Undang-Undang, ditambah dengan
pengajuan 5 (lima) Rancangan Undang-Undang baru di luar Prolegnas belum
sepenuhnya menggunakan kriteria yang jelas dan tepat, dikaitkan dengan
kebutuhan hukum yang ada. Bahkan, penentuan daftar judul Rancangan
Undang-Undang yang masuk tidak disertai ketersediaan kelengkapan

4
DPR RI, Laporan Kinerja DPR (1 Oktober 2014 - 13 Agustus 2015), Jakarta, Agustus
2015.
5
Arrista Trimaya, Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan
Sekretariat Jenderal DPR-RI, “Kinerja Fungsi Legislasi DPR RI Masa Bakti 2009-2014
(Performance Parliament Legislation Function of 2009-2014)”, Jurnal Legislasi Indonesia, 10
(03): 245-258, September 2013.

5
pendukung seperti Naskah Akademik dan naskah Rancangan Undang-
Undang.6

Berbeda dengan tahun 2014, dalam prolegnas Tahun 2015-2019,

“ditetapkan sebanyak 182 RUU dan 5 RUU Daftar Kumulatif Terbuka.

Berdasarkan ke-49 RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2017 tersebut, sebanyak 31

RUU diusulkan oleh DPR, sebanyak 15 RUU diusulkan oleh Pemerintah, dan

sebanyak 3 RUU diusulkan oleh DPD.”7

Pada priode masa jabatan DPR saat ini, jangka waktu Prolegnas RUU
Prioritas Tahun 2017 telah memasuki paruh waktu (semester) kedua. Dalam
semester pertama yang telah dilalui, capaian Prolegnas RUU Prioritas Tahun
2017 masih menunjukkan hasil yang belum optimal, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif.8

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja dalam bidang legislasi,

sebaiknya DPR tidak terjebak pada fungsi pengawasan saja yang pada akhirnya

menelantarkan fungsi legislasi. Sehingga terjadi perubahan pertama terhadap

UUD 1945 terjadi pada 19 Oktober 1999, dalam sidang umum MPR yang

berlangsung tanggal 14-21 Oktober 1999. Dalam perubahan ini, terjadi pergeseran

kekuasaan presiden dalam lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945.

Untuk mengantisipasi kelemahan ini, penambahan tenaga ahli anggota

merupakan sebuah keniscayaan. Keberadaan tenaga ahli yang cukup diharapkan

bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas para anggota. Sejak tahun 2008, setiap

anggota DPR diberi fasilitas satu tenaga ahli. Namun, dalam perjalanannya,

bantuan satu tenaga ahli saja terasa kurang. Masih amat jauh dari kebutuhan.

Sebagai ilustrasi, satu Komisi di DPR menangani 3 - 6 lingkup kerja dan

berinteraksi dengan 4 - 14 mitra kerja (kementerian, komisi, badan, dan lembaga).

6
Ibid.
7
Redaksi, “Kuantitas Legislasi Bukan Satu-Satunya Tolak Ukur Kinerja DPR”, Majalah
Parlementaria, Ed. 152 Th. XLVII 2017, hlm. 18.
8
Ibid.

6
Jadi, jika yang menjadi acuan adalah lingkup kerja, seorang anggota

membutuhkan minimal 3 - 6 tenaga ahli untuk membantunya dalam melakukan

fungsi pengawasan. Adapun jika yang menjadi acuan adalah mitra kerja,

dibutuhkan minimal 4 - 14 orang staf. Itu baru menghitung staf yang menunjang

anggota DPR dari sisi fungsi pengawasan. Bila fungsi legislasi dan fungsi

anggaran dihitung juga, setidaknya ada dua tambahan staf lagi di luar staf yang

telah dihitung di atas. Satu staf dengan kualifikasi ahli hukum untuk membantu

merancang, menganalisa, dan mengkritisi produk legislasi. Satu staf lagi untuk

membantu memeriksa anggaran dengan kualifikasi ahli anggaran atau keuangan.

Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, tidaklah terlalu berlebihan bila setiap

anggota DPR dibantu oleh lima orang tenaga ahli. Itu kebutuhan minimal untuk

efektivitas kerja seorang anggota "Staf Ahli Parlemen di berbagai negara dan di

kementerian di Indonesia". Di Amerika Serikat, terdapat dua lembaga legislatif

yaitu senat dan House of Representatives (HOR). Senat antara lain bertugas

mengesahkan undang-undang bersama-sama dengan HOR, memberikan nasihat

dan persetujuan pada presiden, mengadakan perjanjian antara dua negara atau

lebih, dan mengangkat pejabat negara.

Sementara tugas HOR antara lain menentukan pajak dan cukai, membayar

dan meminjam hutang luar negeri, mendukung pertahanan nasional serta

mengatur hukum warga negara dan naturalisasi. Di negara tersebut, setiap senator

dibantu 20 - 30 staf. Sementara HOR dibantu 10 - 15 orang staf. Hillary R.

Clinton, saat masih menjadi senator, dibantu oleh 16 staf di kantor pusat, 10 staf

di kantor daerah pemilihan (dapil), dan 15 staf lagi yang dibayar sendiri.

Sementara, anggota HOR James A. Leach didukung oleh 9 staf di kantor pusat

7
dan 7 staf di dapil. Staf di dapil bertugas khusus menyerap aspirasi dan bekerja

melayani warga. Di Prancis, setiap anggota parlemen dalam kerjanya dibantu lima

staf ahli dengan anggaran 8.000 euro per bulan. Sedangkan di Filipina seorang

anggota DPR dibantu oleh 5 - 7 orang staf ahli, dengan gaji sekitar 7,8 juta peso

ditambah 1,6 juta peso untuk transportasi lokal. Selain di negara-negara tersebut,

Meva-a M. (1996) melaporkan fasilitas staf juga diberikan kepada para anggota

dewan di 33 negara. Namun, laporan tersebut tidak menyebutkan jumlah staf

untuk setiap anggota. Sementara itu, di sebuah kementerian seorang menteri di

negara kita difasilitasi dengan 3 jenis staf, yaitu 1) Staf Ahli, yang berjumlah

maksimal 5 orang dengan kualifikasi golongan IV-C; 2) Staf Khusus, berjumlah

maksimal 3 orang dengan kualifikasi minimal S1, dan 3) Tenaga Ahli, sejumlah

sesuai kebutuhan dengan kualifikasi minimal S1. Ketika kebutuhan dukungan

tenaga ahli ini diangkat ke media sering kali respon yang muncul adalah sorotan

terhadap besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk itu. Lalu secara tidak fair

biasanya langsung dikaitkan dengan data masyarakat miskin yang ada.

Seharusnya, ada baiknya bila dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan akibat

lemahnya dukungan kapasitas bagi anggota dewan yaitu lemahnya output bagi

kesejahteraan bangsa dan negara.

Tidak jarang undang-undang produk DPR digugat oleh Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) bahkan individu masyarakat atau dibatalkan oleh Mahamah

Konstitusi (MK). Sering juga DPR kecolongan meneliti pagu anggaran yang

diajukan oleh pemerintah. Lemahnya pengawasan terhadap anggaran dan program

pemerintah merupakan fakta yang mendukung paparan di atas. Karena itu jelas

diperlukan upaya untuk memperkuat DPR. Jika ada penambahan anggaran sangat

8
tidak bijaksana bila dialokasikan untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan yang

tidak berdampak signifikan bagi peningkatan kualitas DPR, tidak populis, dan

menyakiti rakyat seperti menaikkan gaji dan tunjangan. Alangkah lebih baik bila

diprioritaskan untuk peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga ahli anggota.

Dengan keberadaan tenaga ahli yang cukup secara kuantitas dan kualitas tersebut,

diharapkan mampu meningkatkan kinerja DPR secara signifikan.

Kewenangan DPR dalam membentuk undang-undang, yang diatur dalam Pasal 5

UUD 1945, berubah menjadi presiden berhak mengajukan RUU, dan DPR

memegang kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20). Perubahan pasal ini

memindahkan titik tekan kekuasaan legislasi nasional yang semula berada di

tangan presiden beralih ketangan DPR.

Rumusan Pasal 20 UUD 1945 (baru) berbunyi sebagai berikut:

a. DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.

b. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan

bersama.

c. Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh

diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

d. Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi

Undang-Undang.

e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh

presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU

tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.9

9
Ni’matulhuda, Hukum Tata Negara Indonesia(Yogyakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm.
174.

9
Pergeseran kedudukan DPR yang diatur dalam hasil amanden UUD 1945

menyebabkan pula perubahan terhadap aturan pelaksana daripada UUD 1945

tersebut. Saat ini, peraturan mengenai DPR diatur lebih lanjut dalam Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik membuat judul

skripsi, yakni:“Kedudukan DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasi ditinjau

dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,dan

DPRD. Diharapkan penulisan penelitian skripsi nantinya dapat memperjelas

kedudukan DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut :

a. Bagamainakah kedudukan DPR dalam menjalankan fungsi legislasi

ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD ?

b. Bagaimanakah kendala-kendala kedudukan DPR dalam menjalankan

fungsi legislasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ?

c. Bagaimanakah upaya dalam mengatasi kendala-kendala kedudukan DPR

dalam menjalankan fungsi legislasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ?

10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penulis dalam hal ini melakukan penelitian tentang kedudukan DPR dalam

menjalankan fungsi legislasi bertujuan untuk :

a. Untuk mengetahui kedudukan DPR dalam menjalankan fungsi legislasi

berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

dan DPRD.

b. Untuk mengetahui kendala-kendala kedudukan DPR dalam menjalankan fungsi

legislasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,

DPR, DPD, dan DPRD beserta penanganannya.

c. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi kendala-kendala kedudukan DPR

dalam menjalankan fungsi legislasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,dan DPRD.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menambah pengembangan

ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum.

b. Berkaitan dengan kajian hukum politik dan pemerintah, khususnya yang

menyangkut hukum tata negara.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi langsung

terhadap pihak DPR atas masalah yang berkaitan dengan kedudukan dalam fungsi

legislasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD.

11
1.4 Sistematika Penulisan

Bab I Berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Berisi tinjauan pustaka yaitu yang berisi tinjauan umum tentang DPR yang

memuat pengertian, fungsi pokok, tugas dan wewenang, hak, dan

kewajiban serta tinjauan umum tentang fungsi legislasi DPR yang memuat

pengertian dan pembuatan peraturan Perundang-Undangan.

Bab III Berisi metode penelitian yang membahas mengenai jenis penelitian,

spesifikasi penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV Berisi pembahasan yang meliputi fungsi legislasi DPR, kendala DPR, dan

upaya DPR dalam mengatasi kendala tersebut ditinjau dari Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Bab V Berisi penutup yang membahas simpulan dan saran.

12

Anda mungkin juga menyukai