Anda di halaman 1dari 98

LAPORAN PENGAMATAN ARUS LALULINTAS PADA

SIMPANG BERSINYAL DI PEREMPATAN LAMPU MERAH


PASAR MAYONG DENGAN METODE ANALISA WEBSTER
DAN MKJI 1997
Dosen Pengampu : Yayan Adi Saputro, S.T., M.T.
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Mata Kuliah Rekayasa Lalu Lintas

Disusun Oleh:
Ah. Ghofur 211230000594
Muhammad Aldi Nababa 211230000553
Muhammad Daffa Nabil I 211230000554
Dwinanda Ayu Utami 211230000585
Bagas Hermawan Ubaydillah 211230000576
Auliya Rochmania 211230000571
Bagus Sutiyoso 211230000550
Alif Alfahriza Safaruddin 211230000564
Salsabella Cantika RPPZ 211230000588
Muhammad Anang Firdausy 211230000575
Arkha Kharisma Sholekhah 211230000539
Hilal Anwari 211230000540
Muhammad Ubaidillah 211230000541
Fiki Nur Fitriani 211230000582
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
JEPARA
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Rekayasa Lalu Lintas yang


disusun anggota dan NIM sebagai berikut:

Ah. Ghofur 211230000594


Muhammad Aldi Nababa 211230000553
Muhammad Daffa Nabil I 211230000554
Dwinanda Ayu Utami 211230000585
Bagas Hermawan Ubaydillah 211230000576
Auliya Rochmania 211230000571
Bagus Sutiyoso 211230000550
Alif Alfahriza Safaruddin 211230000564
Salsabella Cantika RPPZ 211230000588
Muhammad Anang Firdausy 211230000575
Arkha Kharisma Sholekhah 211230000539
Hilal Anwari 211230000540
Muhammad Ubaidillah 211230000541
Fiki Nur Fitriani 211230000582

Telah dikerjakan dengan sebaik - baiknya dan seutuh – utuhnya melalui


bimbingan serta pendampingan, baik dalam proses survey maupun dalam
penyusunan laporan, telah memenuhi syarat yang sah sesuai dengan apa yang
telah ditentukan oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Rekayasa Lalu Lintas

Jepara, 31 Desember 2019


Mengetahui,
Dosen Pengampu

Yayan Adi Saputro, ST., MT.

2
ABSTRAK

Persoalan transportasi merupakan masalah yang umum dialami setiap kota atau
kabupaten, sama halnya dengan Kabupaten Jepara. Masalah kemacetan lalu lintas
seringkali terjadi pada kawasan yang mempunyai intensitas kegiatan dan
penggunaan jalan yang tinggi. Selain itu, kemacetan lalu lintas terjadi karena
banyaknya jumlah dan jenis kendaraan yang beroperasi untuk memenuhi
kebutuhan manusia pada jalan-jalan utama di beberapa pusat titik aktivitas
manusia. Apabila kemacetan di titik tersebut merupakan suatu kejadian yang
rutin, akibatnya bukan saja akan mempengaruhi efisiensi pengguna transportasi,
tetapi juga dapat mengganggu kegiatan di lingkungan di sekitarnya. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode survey atau observasi yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara melakukan survey
langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi
sebenarnya lokasi serta kondisi lingkungan sekitarnya.Simpang bersinyal yang
terletak di Pasar Mayong, Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara
atau tepatnya di Jl. Pecangaan-Damaran tempat pengamatan termasuk dalam
klasifikasi jalan provinsi, Sedangkan Jl. Komp. Pasar Mayong - Jl. Mayong-
Bungu termasuk dalam klasifikasi jalan kabupaten yang menjadi kewenangan
Pemerintah Kabupaten yang berfungsi sebagai jalan lokal primer yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa dan
antar desa. Dari hasil pengamatan dan analisa dengan menggunakan metode
Webster dan MKJI 1997 mengenai sistem arus lalulintas pada simpang bersinyal
di Pasar Mayong dapat disimpulkan antara lain : 1. Penetapan jam puncak di
simpang bersinyal di Pasar terjadi pada hari Jumat pukul 06.00 – 07.00 WIB
dengan total kendaraan yang melintas sebanyak 8796 kendaraan dari semua arah,
dan didominasi oleh sepeda motor. 2. Perbandingan hasil analisis Derajat
Kejenuhan (DS) pada persimpangan ini dengan menggunakan metode Webster
masing-masing senilai 0,59 sampai 0,97 sedangkan dengan metode MKJI 1997
senilai 0,84 sampai 2,46. Dalam kondisi ini cenderung sudah melebihi batas yang
ditetapkan MKJI 1997.

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia serta
kemudahan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Rekayasa
Lalu Lintas. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah
SAW. semoga kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir.
Naskah laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen pembimbing. Dalam usaha penyusunan tugas ini penyusun
banyak melalui halangan dan rintangan serta kesulitan yang penyusun hadapi.

4
Untuk menghadapi kesulitan tersebut, penyusun banyak mendapat bantuan baik
moral maupun material yang tidak ternilai harganya baik dalam bentuk
bimbingan, petunjuk maupun fasilitas yang sangat diperlukan.
Sehubungan dengan penyusunan ini, maka perkenankanlah penyusun
mengucap terima kasih kepada :
1. Bapak Yayan Adi Saputro, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah
Rekayasa Lalu Lintas yang telah membimbing dan mengarahkan dalam
penyusunan laporan ini.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan doa dan semangat moril dalam
pembuatan laporan ini.
3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penyusun baik materi
maupun fasilitas dalam penyusunan laporan ini.
Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun penyusun
menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak manapun, demi
perbaikan, kelengkapan dan kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga tugas
ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Jepara, 3 Desember
2019
Penyusun
Kelompok 3

5
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................3
1.5 Batasan Masalah........................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
2.1 Pengertian simpang (Intersection).............................................................4
2.2 Jenis-Jenis Persimpangan..........................................................................5
2.2.1. Persimpangan Sebidang.....................................................................5
2.2.2. Persimpangan Tidak Sebidang...........................................................8
2.3 Karakteristik Simpang...............................................................................9
2.4 Pengendalian Simpang..............................................................................9
2.5 Volume Lalulintas...................................................................................10
2.5.1. Kecepatan Lalulintas........................................................................11
2.5.2. Kepadatan Lalulintas........................................................................12
2.6 Kapasitas Jalan........................................................................................12
2.7 Landasan Teori Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997).........13
2.7.1. Klasifikasi Jalan Raya......................................................................13
2.7.2. Geometrik Persimpangan.................................................................14
2.7.3. Kondisi Arus Lalulintas...................................................................16
2.7.4. Penilaian Arus Jenuh........................................................................17
2.7.5. Rasio Arus Jenuh.............................................................................20
2.7.6. Faktor penyesuaian..........................................................................21
2.8 Kondisi Lingkungan................................................................................28
2.9 Metode Analisa Webster.........................................................................29
2.9.1. Menentukan kapasitas (C)................................................................29
BAB III..................................................................................................................34

6
METODE PENELITIAN....................................................................................34
3.1 Metodologi Penelitian.............................................................................34
3.2 Tempat dan Waktu Pengamatan..............................................................34
3.3 Persiapan survei.......................................................................................36
3.3.1. Alat...................................................................................................36
3.3.2. Perencanaan Survei Lokasi..............................................................37
3.4 Metode Pengumpulan Data.....................................................................37
3.5 Diagram Alir Penelitian...........................................................................39
3.6 Jadwal Penelitian.....................................................................................40
BAB IV..................................................................................................................41
ANALISIS DAN PEMBAHASAN......................................................................41
4.1 Gambaran Umum Penelitian...................................................................41
4.2 Klasifikasi dan Kelas Jalan......................................................................41
4.3 Data Arus Lalulintas................................................................................42
4.3.1Titik konflik............................................................................................49
4.4 Analisa Metode MKJI 1997....................................................................49
4.4.1.Kondisi Lingkungan dan Wilayah.........................................................50
4.4.2.Volume Lalu Lintas (smp/jam)..............................................................52
4.4.3. Kecepatan Lalulintas........................................................................56
4.5 Parameter-parameter Analisa Persimpangan...........................................60
4.5.1. Pembahasan dengan Metode Analisa MKJI 1997...........................60
4.6 Pembahasan dengan Metode Analisa Webster........................................69
4.6.1. Rencana Waktu Siklus Fase dengan Metode Webster.....................70
4.7 Perbandingan Hasil Analisa....................................................................71
BAB V....................................................................................................................73
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................73
5.1 Kesimpulan..............................................................................................73
5.2 Saran........................................................................................................74

7
DAFTAR GAMBAR

BAB II.....................................................................................................................4
2.1 Ilustrasi persimpangan sebidang...............................................................6
2.2 Ilustrasi dua fase Traffict Light.................................................................7
2.3 Ilustrasi tiga fase Traffict Light.................................................................7
2.4 Ilustrasi empat fase Traffict Light.............................................................8
2.5 Ilustrasi persimpangan tidak sebidang......................................................9
2.6 Geometrik persimpangan dengan lampu lalulintas.................................15
2.7 Lebar efektif kaki persimpangan.............................................................15
2.8 Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P..................................................18
2.9 Pendekat tipe 0 tanpa lajur belok kanan..................................................19
2.10 Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kanan (FRT)........................22
2.11. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FLT).............................23
2.12 Ilustrasi kelandaian jalan.........................................................................23
2.13 Faktor penyesuaian kelandaian (FG).......................................................24
2.14 Faktor penyesuaian parkir dan lajur belok kiri........................................24
2.15 Jumlah kendaraan antri (smp) yang tersisa dari NQ1………………….26
2.16 Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp......................................26
BAB III..................................................................................................................34
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................34
3.2 Penggambaran lokasi pada sekitar pesimpangan Pasar Mayong............35
3.3 Speedgun.................................................................................................36
3.4 Rollmeter.................................................................................................36
3.5 rompi dan helm........................................................................................37
BAB IV..................................................................................................................41
4.1 Hasil perhitungan jam puncak di Jl. Pecangaan-Damaran......................43
4.2 Hasil perhitungan jam puncak di Jl. Mayong-Bungu..............................45
4.3 Hasil perhitungan Jl. Pecangaan - Damaran dari timur...........................46
4.4 Hasil perhitungan Jl. Mayong - Jepara....................................................48
4.5 Total kendaraan pada jam puncak pukul 06.00-07.00 WIB....................48
4.6 Titik konflik di simpang bersinyal Pasar Mayong..................................49

8
4.7 Rambu papan rute pada sekitar simpang Pasar Mayong.........................51
4.8 Rambu dilarang parkir pada sekitar simpang Pasar Mayong..................51
4.9 Penggambaran lokasi pada sekitar pesimpangan Pasar Mayong............52
4.10 Proses pengambilan sampel dengan speedgun........................................56
4.11. Waktu siklus fase eksisting simpang bersinyal di Pasar.........................68
4.12 Ilustrasi fase eksisiting di simpang bersinyal Pasar Mayong..................69
4.13 Grafik perbandingan hasil metode analisa..............................................72

9
DAFTAR TABEL

10
DAFTAR RUMUS

11
DAFTAR NOTASI

12
DAFTAR LAMPIRAN

13
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan transportasi merupakan masalah yang umum dialami setiap kota
atau kabupaten, sama halnya dengan Kabupaten Jepara. Masalah kemacetan lalu
lintas seringkali terjadi pada kawasan yang mempunyai intensitas kegiatan dan
penggunaan jalan yang tinggi. Selain itu, kemacetan lalu lintas terjadi karena
banyaknya jumlah dan jenis kendaraan yang beroperasi untuk memenuhi
kebutuhan manusia pada jalan-jalan utama di beberapa pusat titik aktivitas
manusia. Apabila kemacetan di titik tersebut merupakan suatu kejadian yang
rutin, akibatnya bukan saja akan mempengaruhi efisiensi pengguna transportasi,
tetapi juga dapat mengganggu kegiatan di lingkungan di sekitarnya. Demikian
juga berlaku pada persimpangan perempatan jalan.
Persimpangan perempatan sebagai tempat bertemunya kendaraan dari
beberapa ruas jalan dimana kendaraan saling bergerak antara satu dengan
kendaraan yang lainnya. Persimpangan merupakan daerah yang potensial terjadi
konflik antara beberapan kendaraan. Suatu persimpangan yang tidak diatur
dengan baik akan menimbulkan masalah seperti antrian dan tundaan, sehingga
penerapan berbagai metode dalam pengaturan persimpangan sangat diperlukan.
Demikian pula di persimpangan perempatan lampu merah Pasar Mayong,
pasar yang tentu menjadi salah satu pusat titik aktivitas jual beli masyarakat
sekitar akan menjadi hambatan apabila moda transportasi kurang memadai.
Sebuah pasar dapat terbentuk karena adanya penjual dan pembeli, adanya barang
atau jasa yang diperjual belikan, dan terjadi kesepakatan antara penjual dan
pembeli. Pada awalnya pertukaran barang atau jasa dapat berlangsung di
sembarang tempat. Lambat laun terjadilah kesepakatan untuk menentukan suatu
lokasi untuk melakukan barter yang dinamakan pasar baik barter berupa uang atau
jasa.
Pasar Mayong yang berada di Dukuh Krajan, Mayong Lor, Kecamatan
Mayong, Kabupaten Jepara, dulunya pasar tersebut masih berupa pasar tradisional
namun sekarang berubah menjadi pasar baru yang berkonsep pasar modern yang
dapat menampung pedagang lebih banyak dan efisien serta membuat aman dan

1
nyaman bagi masyarakat sekitar. Disamping itu kawasan Kecamatan Mayong
sendiri saat ini merupakan kawasan industri, dengan berdirinya banyak pabrik,
menyerap puluhan ribu tenaga kerja dari kota Jepara dan sekitarnya yang
mengakibatkan lonjakan arus mobilitas masyarakat itu terutama alat transportasi
sebagai media penunjang aktivitas. Maka dari itu perlunya perencanaan dalam
menentukan kebijakan sarana dan prasarana antar pengguna transportasi
bermaksud untuk meminimalisir terjadinya konflik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan-permasalahan terkait analisis kinerja simpang empat bersinyal pada
persimpangan perempatan Pasar Mayong, Mayong Lor, Kecamatan Mayong,
Kabupaten Jepara. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan kinerja traffic light di persimpangan Pasar
Mayong, Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara
berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) dan metode
Webster lantaran semakin bertambahnya jumlah kendaraan.
2. Bagaimana kinerja pengaturan simpang pasar Mayong pada saat ini ?
3. Berapa besar volume (jumlah) arus, kapasitas, dan derajat kejenuhan
pada persimpangan Pasar Mayong ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kelayakan kinerja Simpang bersinyal perempatan Pasar
Mayong, Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara
berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997)dan metode
webster
2. Mengetahui kinerja traffic light yang berada di perempatan Pasar Mayong,
Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara
3. Mengetahui perbandingan hasil komparatif analisa dengan metode standar
Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 dan metode analisa Webster

2
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diuperoleh adalah:
1. Memperluas pemahaman ilmu akademik dalam bidang analisis simpang
bersinyal dan pengetahuan tentang teori dalam buku standar Direktorat
Jenderal Bina Marga yaitu (MKJI, 1997) dan metode webster bagi
mahasiswa dan pembaca
2. Sebagai salah satu bahan masukan atau saran perihal keadaan disekitar
jalan persimpangan, khususnya Pasar Mayong.
1.5 Batasan Masalah
Adapun pembatasan masalah pada penulisan laporan ini adalah:
1. Metode yang digunakan berdasarkan Pedoman Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI, 1997) yang dikeluarkan Jendral Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum tahun 1997 dan metode Webster
2. Pengamatan hanya dilakukan selama dua hari pada waktu pagi, siang dan
sore hari
3. Naskah laporan hanya menganalisa hasil dari pengamatan dan melakukan
komparasi antara metode MKJI, 1997 dengan metode Webster
4. Lokasi penelitian berada di ruas jalan di persimpangan Pasar Mayong,
Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian simpang (Intersection)
Simpang merupakan daerah pertemuan dua atau lebih ruas jalan, bergabung,
berpotongan atau bersilang. Persimpangan juga dapat disebut sebagai pertemuan
antara dua jalan atau lebih, baik sebidang maupun tidak sebidang atau titik
jaringan jalan dimana jalan–jalan bertemu dan lintasan jalan saling berpotongan
(Morlok, 1991). Pengaturan lalulintas pada persimpangan merupakan hal yang
paling kritis dalam pergerakan lalulintas. Pada persimpangan dengan arus
lalulintas yang besar, sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu
lalulintas. Pengaturan dengan lampu lalulintas ini diharapkan mampu mengurangi
antrian yang dialami oleh kendaraan dibandingkan jika tidak menggunakan lampu
lalulintas.
Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada
persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak pada sepanjang ruas jalan.
Masalah-masalah yang saling terkait pada persimpangan adalah:
1. Volume dan kapasitas (secara langsung mengganggu hambatan).
2. Desain geometrik dan kebebasan pandang.
3. Perilaku lalulintas dan panjang antrian.
4. Kecepatan.
5. Pengaturan lampu jalan.
6. Kecelakaan, dan keselamatan.
7. Parkir.
Untuk mengurangi jumlah titik konflik yang ada, dilakukan pemisahan
waktu pergerakan arus lalulintas. Waktu pergerakan arus lalulintas yang terpisah
ini disebut fase. Pengaturan pergerakan arus lalulintas dengan fase-fase ini dapat
mengurangi titik konflik yang ada sehingga diperoleh pengaturan lalulintas yang
lebih baik untuk menghindari besarnya antrian, tundaan, kemacetan dan
kecelakaan.

4
2.2 Jenis-Jenis Persimpangan
Menurut Morlok , (1988) persimpangan berdasarkan pengaturanya
dibedakan atas dua jenis yaitu:
2.2.1. Persimpangan Sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau
ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalulintas masuk kejalan
yang dapat belawanan dengan lalulintas lainnya. Pada persimpangan
sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalulintasnya dipisahkan menjadi 2
(dua) bagian:
1. Simpang bersinyal
Simpang bersinyal adalah persimpangan jalan yang pergerakan atau arus
lalulintas dari setiap pendekatny diatur oleh lampu sinyal untuk melewati
persimpangan secara bergilir. Kelebihan dan kekurangan simpang bersinyal
menurut Hariyanto (2004), dalam perencanaan suatu simpang, kekurangan
dan kelebihan dari simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal harus
dijadikan suatu pertimbangan. Adapun karakteristik simpang bersinyal
dibandingkan simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut :
a. Kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat ditekan apabila tidak
terjadi pelanggaran lalu lintas.
b. Lampu lalu lintas lebih memberi aturan yang jelas pada saat melalui
simpang.
c. Simpang bersinyal dapat mengurangi konflik yang terjadi pada
simpang, terutama pada jam sibuk.
d. Pada saat lalu lintas sepi, simpang bersinyal menyebabkan adanya
tundaan yang seharusnya tidak terjadi.

5
Gambar 2.1. Ilustrasi persimpangan sebidang

Sumber: zendreilcivil
Simpang bersinyal merupakan suatu persimpangan yang terdapat lampu
pengatur sinyal lalu lintas (Traffic Light). Hal ini sangat membantu terhadap
ketertiban lalu lintas pengguna jalan. Biasanya persimpangan ini banyak
ditemui di kota-kota atau titik rusa jalan yang memiliki angka mobalitas
yang tinggi.
Kinerja simpang bersinyal lampu lalulintas sendiri dioperasikan secara
mekanis, atau elektrik untuk memerintahkan kendaraan-kendaraan agar
berhenti atau berjalan. Peralatan standar ini terdiri dari sebuah tiang, dan
kepala lampu dengan tiga lampu yang warnanya beda (merah, kuning,
hijau).
Tujuan dari pemasangan lampu lalulintas (MKJI, 1997) adalah:
a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalulintas
yang berlawanan, sehingga kapasitas persimpangan dapat
dipertahankan selama keadaan lalulintas puncak.
b. Menurunkan tingkat frekuensi kecelakaan.
c. Mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan pejalan
kaki terhadap kendaraan lain.

6
Pengaturan fase persimpangan bersinyal (Traffict Light) memiliki porsi
siklus tertentu yang sudah diatur dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia
Tahun 1997 (MKJI, 1997).
Beberapa pengaturan fase berdasarkan (MKJI, 1997):
a. Dua fase Traffict Light
Adalah pengaturan lampu lalulintas dengan menggunakan dua fase
tanpa memisahkan arus terlawan. Pengaturan dua fase, seperti terlihat
pada Gambar di bawah:
Gambar 2.2. Ilustrasi dua fase Traffict Light

Sumber:MKJI, 1997
b. Tiga fase Traffict Light
Adalah pengaturan lampu lalulintas dengan tiga fase pergerakan
lalulintas. Pengaturan lampu lalulintas dengan tiga fase, seperti terlihat
pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Ilustrasi tiga fase Traffict Light

Sumber:MKJI, 1997

7
c. Empat fase
Adalah pengaturan lampu lalulintas dengan empat fase pergerakan
lalulintas. Pengaturan empat fase seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Ilustrasi empat fase Traffict Light

Sumber:MKJI, 1997

2.2.2. Persimpangan Tidak Sebidang


Persimpangan tidak sebidang adalah suatu bentuk khusus dari
pertemuan jalan dan salah satu solusi penyelesaian yang baik untuk suatu
persoalan pertemuan sebidang. Berbeda dengan persimpangan jalan, maka
disini disediakan paling sedikit satu hubungan antara jalan-jalan yang
bertemu. Perencanaan suatu persimpangan tidak sebidang tergantung pada
beberapa faktor antara lain:
1. Klasifikasi jalan raya
2. Kecepatan rencana
3. Volume lalulintas
4. Topografi
5. Pertimbangan ekonomis
6. Keselamatan dan keamanan
Pertemuan jalan tidak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas
serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi pada
suatu daerah.

8
Gambar 2.5. Ilustrasi persimpangan tidak sebidang

Sumber: thecivengone

2.3 Karakteristik Simpang


Menurut Hariyanto (2004), dalam perencanaan suatu simpang, kekurangan
dan kelebihan dari simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal harus dijadikan
suatu pertimbangan. Adapun karakteristik simpang bersinyal dibandingkan
simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut :
1. kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat ditekan apabila tidak terjadi
pelanggaran lalu lintas,
2. lampu lalu lintas lebih memberi aturan yang jelas pada saat melalui
simpang,
3. simpang bersinyal dapat mengurangi konflik yang terjadi pada simpang,
terutama pada jam sibuk,
4. pada saat lalu lintas sepi, simpang bersinyal menyebabkan adanya
tundaan yang seharusnya tidak terjadi.
2.4 Pengendalian Simpang
Menurut Wibowo, dkk., (cit., Atisusanti, 2009), sesuai dengan kondisi lalu
lintasnya, dimana terdapat pertemuan jalan dengan arah pergerakan yang berbeda,
simpang sebidang merupakan lokasi yang potensial untuk menjadi titik pusat
konflik lalu lintas yang bertemu, penyebab kemacetan, akibat perubahan
kapasitas, tempat terjadinya kecelakaan, konsentrasi para penyeberang jalan
ataupedestrian. Masalah utama yang saling mengkait di persimpangan adalah :

9
1. volume dan kapasitas, yang secara langsung mempengaruhi hambatan,
2. desain geometrik, kebebasan pandangan dan jarak antar persimpangan,
3. kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan,
4. pejalan kaki, parkir, akses dan pembangunan yang sifatnya umum.
Menurut Abu bakar, dkk., (1995), dalam upaya meminimalkan konflik dan
melancarkan arus lalu lintas ada beberapa metode pengendalian persimpangan
yang dapat dilakukan, yaitu :
1. persimpangan prioritas
Metode pengendalian persimpangan ini adalah memberikan prioritas
yang lebih tinggi kepada kendaraan yang datang dari jalan utama dari
semua kendaraan yang bergerak dari jalan kecil (jalan minor),
2. persimpangan dengan lampu pengatur lalu lintas
Metode ini mengendalikan persimpangan dengan suatu alat yang
sederhana (manual, mekanis dan elektris) dengan memberikan prioritas
bagi masingmasing pergerakan lalu lintas secara berurutan untuk
memerintahkan pengemudi berhenti atau berjalan,
3. persimpangan dengan bundaran lalu lintas
Metode ini mengendalikan persimpangan dengan cara membatasi alih
gerak kendaraan menjadi pergerakan berpencar (diverging), bergabung
(merging), berpotongan (crossing), dan bersilangan (weaving) sehingga
dapat memperlambat kecepatan kendaraan,
4. persimpangan tidak sebidang
Metode ini mengendalikan konflik dan hambatan di persimpangan
dengan cara menaikkan lajur lalu lintas atau di jalan di atas jalan yang
lain melalui penggunaan jembatan atau terowongan.
2.5 Volume Lalulintas
Volume lalulintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik
pengamatan dalam satu satuan waktu. Volume lalulintas dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Morlok, E. K. 1991) berikut:
n
Q=
t

10
Dimana:
Q : Volume lalulintas yang melalui suatu titik
n : Jumlah kendaraan yang melalui titik dalam interval waktu
pengamatan
t : Interval waktu pengamatan
2.5.1. Kecepatan Lalulintas
Kecepatan merupakan besaran yang menunjukkan jarak yang
ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh. Kecepatan dapat diukur sebagai
kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan
gerak. Kelambatan merupakan waktu yang hilang pada saat kendaran
berhenti, atau tidak dapat berjalan sesuai dengan kecepatan yang
diinginkan karena adanya system pengendali atau kemacetan lalulintas.
Adapun rumus untuk menghitung kecepatan (Morlok, E. K. 1991):
d
V=
t
Dimana:
V : Kecepatan (km/jam, m/det)
d : Jarak tempuh (km, m)
t : Waktu tempuh (jam, detik)
Menurut Hobbs (1995), kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya
dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam) dan umumnya dibagi dalam tiga
jenis :
1. kecepatan setempat (spot speed), yaitu menunjukkan distribusi yang luas,
dan banyak pertimbangan yang saling berinteraksi dalam menentukan
kecepatan tertentu yang dipilih oleh pengemudi. Pertimbangan tersebut
meliputi hal-hal yang ada pada pengemudi itu sendiri (misalnya sifat
psikologis dan fisiologis), keadaan-keadaan yang bertalian dengan
lingkungan umum dan sebagainya.
2. kecepatan perjalanan (journey speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan
yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak
antar dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk
menyelesaikan perjalanan antar dua tempat tersebut, dengan lama waktu

11
ini mencakup setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan
(penundaan) lalu lintas.
3. kecepatan bergerak (running speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-rata
pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak yang didapat dengan
membagi jalur dengan waktu kendaraan bergerak menempuh jalur
tersebut.
2.5.2. Kepadatan Lalulintas
Kepadatan adalah jumlah rata-rata kendaraan persatuan panjang jalur
gerak dalam waktu tertentu, dan dapat dihitung dengan rumus (Morlok, E.
K. 1991) berikut:
n
K=
l
Dimana:
K : Kepadatan (kend/km)
n : Jumlah kendaraan di jalan
l : Panjang jalan (km)
2.6 Kapasitas Jalan
Defenisi umum kapasitas jalan adalah daya tampung satu ruas jalan dalam
satu sistem jalan raya adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki
kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun
kedua arah) dalam periode waktu tertentu dan dibawah kondisi jalan dan lalulintas
yang umum. Pada perhitungan kapasitas harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada
seperti kondisi jalan, kondisi lalulintas dan sistem pengendalian tetap. Hal-hal
yang terjadi yang membuat suatu perubahan dari kondisi yang ada mengakibatkan
terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam
penentuan kapasitas, perkerasan dan cuaca dalam keadaan baik.
Menurut Metode Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) Analisa kapasitas
adalah penilaian terhadap jumlah maksimum lalulintas yang dapat dialirkan oleh
fasilitas yang tersedia. Namun begitu, analisis ini tidak berarti apa-apa jika hanya
memusatkan kepada kapasitas saja. Biasanya pemakaian terhadap fasilitas yang
tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas penuh. Kapasitas
persimpangan dengan lampu lalulintas didasarkan pada konsep arus jenuh
(Saturation Flow) per siklus.

12
g
C:Sx
c

Dimana:
C : Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)
S : Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam
pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
g : Waktu hijau (det)
c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal
yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada
fase yang sama).
2.7 Landasan Teori Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997)
Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI, 1997) adalah
pedoman atau panduan yang berisi tentang tata cara, deskripsi, klasifikasi tentang
jalan yang berada di Indonesia yang bertujuan untuk dapat melaksanakan
perancangan (planning), perencanaan (design), dan implementasi lalulintas
(traffic operation) simpang bersinyal, simpang tak bersinyal dan bagian jalinan
dan bundaran, ruas jalan (jalan perkotaan, jalan luar kota dan jalan bebas
hambatan. MKJI 1997 dirancang agar pengguna dapat memperkirakan perilaku
lalulintas dari suatu fasilitas pada kondisi lalulintas, geometrik dan keadaan
lingkungan tertentu.
2.7.1. Klasifikasi Jalan Raya
Klasifikasi jalan akan memberikan gambaran tetang pentingnya arti
pelayanan yang akan disediakan, hal ini sangat penting dalam menetapkan
syarat– syarat minimum yang perlu disediakan atau diberikan pada jalan
raya itu sendiri.

13
Klasifikasi menurut fungsinya terdiri atas tiga golongan :
1. Jalan Arteri
Jalan raya arteri adalah jalan raya yang melayani lalulintas yang
tinggi (kendaraan berat) antara kota – kota penting atau antara pusat-
pusat produksi dan ekspor. Jalan jalan yang termasuk kategori golongan
ini harus direncanakan untuk melayani lalulintas yang cukup berat.
2. Jalan Sekunder
Jalan raya sekunder adalan jalan raya yang melayani lalulintas
yang cukup tinggi, baik kendaraan ringan maupun berat antara kota –
kota penting dan kota – kota yang lebih kecil juga melayani daerah
daerah sekitarnya.
3. Jalan Penghubung
Jalan penghubung adalah jalan untuk keperluan aktifitas daerah
yang sempit juga dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan – jalan
golongan yang sama atau berlainan. Fungsi jalan penghubung adalah
untuk melayani lalulintas yaitu memenuhi kebutuhan aktifitas
masyarakat setempat biasanya jalan perkotaan.
2.7.2. Geometrik Persimpangan
Geometrik persimpangan merupakan dimensi yang nyata dari suatu
persimpangan. Oleh karenanya perlu di ketahui beberapa defenisi berikut
ini:
1. Approach (kaki persimpangan), yaitu daerah pada
persimpangan yang digunakan untuk antrian kendaraan sebelum
menyeberangi garis henti.
2. Approach width (WA) yaitu lebar approach atau lebar kaki
persimpangan
3. Entry Width (Qentry)yaitu lebar bagian jalan pada approach yang
digunakan untuk memasuki persimpangan, diukur pada garis berhenti
4. Exit width (Wexit) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang
digunakan kendaraan untuk keluar dari persimpangan
5. Width Left Turn On Red (WLTOR) yaitu lebar approach yang
digunakan kendaraan untuk belok kiri pada saat lampu merah.

14
Gambar 2.6. Geometrik persimpangan dengan lampu lalulintas

Sumber: MKJI, 1997


Mengacu pada gambar diatas pada persimpangan perempatan Pasar
Mayong, tidak memiliki Width Left Turn On Red (WLTOR) dalam hal ini dapat
diartikan semua kendaraan berhenti ketika sinyal berwarna merah.
6. Effective approach width (We) yaitu serangkaian jalur ang
mengakomodasi semua gerakan belok kiri, lurus, dan kanan ang datang
di perempatan dari arah tertentu. Adapun lebar efektif kaki persimpangan
yang dijelaskan dalam Gambar 2.6.
Gambar 2.7. Lebar efektif kaki persimpangan
approach tipe O dan P approach tipe P

Sumber: MKJI, 1997

15
a. Kontrol untuk approach tipe P
Jika WLTOR > 2 m, dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan yang
belok kiri boleh langsung, dapat mendahului antrian kendaraan lurus dan
dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah
We=WA –WLTOR atau We = Wentry .............................................. (3)
Jika WLTOR < 2 m, dalam hal ini dianggap bahwa kendaraan yang
belok kiri boleh langsung, tidak dapat mendahului antrian kendaraan
lainnya dalam pendekat selama sinyal merah.
We = W A atau We = Wentry + W LTOR atau We = W A (1 + P LTOR ) W LTOR
Dimana :
We : Lebar Efektif (m)

Wentry : Lebar masuk (m)

Wexit : Lebar keluar (m)

WA : Lebar pendekat (m)

W LTOR : Lebar pendekat dngan belok kiri langsung (m)

P LTOR : Rasio belok kiri langsung

b. Kontrol untuk approach tipe P


Wexit : Wentry x (1 – PRT – PLT – PLTOR)
Dimana:
PR : Trasio volume kendaraan belok kanan terhadap volume total
PLT : Rasiovolume kendaraan belok kiri terhadap volume total
PLTOR :Rasio volume kendaraan belok kiri langsung terhadap
volume total.
2.7.3. Kondisi Arus Lalulintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih
periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam
puncak pagi, siang, dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan
(belok kiri Qlt, lurus QST, dan belok kanan Qrt) dikonversi dari kendaraan per
jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan
ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat
terlindung dan terlawan. Nilai ekivalensi

16
Arus lalulintas (Q) pada setiap gerakan (belok kiri Q LT, lurus QST, dan
belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan
penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.
Nilai emp tiap jenis kendaraan berdasarkan pendekatnya dapat dilihat dalam
Tabel 2.1. berikut ini:
Tabel 2.1 Nilai emp untuk jenis kendaraan berdasarkan pendekat.
Emp untuk tipe pendekat
Tipe kendaraan
Pendekat terlindung Pendekat terlawan
LV 1,0 1,0
HC 1,3 1,3
MC 0,2 0,4
Sumber: MKJI, 1997

2.7.4. Penilaian Arus Jenuh


Arus jenuh adalah kemampuan simpang untuk melewatkan kendaraan
saat lampu hijau atau besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu
pendekat selama kondisi yang ditentukan yang dinyatakan dalam smp/jam
hijau. Metode perhitungan arus jenuh yang diberikan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI, 1997) ditentukan bahwa arus lalulintas yang
mengalir pada saat waktu hijau dapat disalurkan oleh suatu pendekatan.
Penentuan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekatan yang diuraikan
dibawah ini :
Untuk pendekatan tipe P (Protected), yaitu arus terlindung:
So : 600 x We smp/jam hijau
Dimana
So : arus jenuh dasar (smp/jam).
We : lebar jalan efektif (m).

17
Gambar 2.8. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P

Sumber: MKJI, 1997


Berdasarkan pada nilai jenuh dasar yang menggunakan lebar
pendekatan, maka besar arus jenuh dipengaruhi oleh komposisi
kendaraan yakni dengan membagi kendaraan yang lewat atas jenis
kendaraan penumpang, kendaraan berat dan sepeda motor yang
merupakan bagian dari arus lalulintas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar arus jenuh adalah jumlah
lajur dalam kelompok lajur yang bersangkutan, lebar lajur, persentase
kendaraan yang lewat, kemiringan memanjang jalan, adanya lajur parkir
dan jumlah manuver parkir perjam, pengaruh penyesuaian kota dan
penduduk, hambatan samping sebagai fungsi-fungsi dari jenis lingkungan
jalan dan pengaruh membelok kekanan dan kekiri.
Persamaan matematis untuk menyatakan hal diatas digunakan dalam
perhitungan arus jenuh sebagai berikut:
S : So x Fcs x FSF x FG x FP x FRT x FLT smp/jam
Dimana:
S :Arus jenuh untuk kelompok lajur yang dianalisis, dalam
kendaraan perjam waktu hijau (smp/jam)
So : Arus jenuh dasar untuk setiap pendekatan (smp/jam).
Fcs : Faktor penyesuaian ukuran kota dengan jumlah penduduk.

18
FSF : Faktor penyesuaian hambatan samping sebagai fungsi dari
jenis lingkungan.
FG : Faktor penyesuaian kelandaian jalan.
FP : Faktor penyesuaian terhadap parkir.
FRT : Faktor penyesuaian belok kanan (hanya berlaku untuk
pendekatan tipe P, jalan dua arah).
FLT : Faktor penyesuaian belok kiri (hanya berlaku untuk
pendekatan tipe P, tanpa belok kiri langsung).
Jika gerakan belok kanan lebih besar dari 250 smp/jam, fase sinyal
terlindung harus dipertimbangkan, artinya rencana fase sinyal harus
diganti. Cara pendekatan berikut dapat digunakan untuk tujuan analisa
operasional misalnya peninjauan kembali waktu sinyal suatu simpang.
Untuk pendekat-pendekat tipe 0 tanpa lajur belok kanan terpisah dapat di
lihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (Fcs)
Penduduk Kota Faktor Penyesuaian
(Juta Jiwa) Ukuran Kota (Fcs)
>3,0 1,05
1,0 – 3,0 1,00
0,5 – 1,0 0,94
0,1 – 0,5 0,83
< 0,82
Sumber : Direktorat Jendral Bina Marga (1997)
Gambar 2.9. Pendekat tipe 0 tanpa lajur belok kanan

Sumber: MKJI, 1997

19
2.7.5. Rasio Arus Jenuh
Rasio arus jenuh yaitu perbandingan antara kapasitas jalan dan arus
aktual di lapangan. Adapun beberapa langkah dalam menentukan rasio
arus jenuh antara lain:
a. Arus lalulintas masing-masing pendekat (Q)
1. Jika We : Wkeluar, maka hanya gerakan lurus saja yang
dimasukkan dalam nilai Q.
2. Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua fase,
yang satu untuk arus terlawan (Q) dan yang lainnya arus
terlindung (P), maka gabungan arus lalulintas sebaiknya
dihitung sebagai smp rata-rata berbobot untuk kondisi
terlawan dan terlindung dengan cara yang sama seperti pada
perhitungan arus jenuh.
b. Rasio arus (FR) masing-masing pendekat:
FR : Q/S
Dimana :
FR : Rasio Arus
Q : Arus lalu lintas (smp/jam)
S :Arus jenuh (smp/jam hijau)
c. Menentukan tanda rasio arus kritis (FRCRLT) tertinggi pada
masing-masing fase
d. Rasio arus simpang (IFR) sebagai jumlah dari nilai-nilai FRCRLT
IFR : Σ (FRCRIT)
Dimana
IFR : Rasio Arus Simpang
FRCRIT : Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang
berangkat pada suatu fase sinyal.
Σ (FRCRIT) : Rasio arus simpang : jumlah FR CRIT dari semua
fase pada siklus tersebut
e. Rasio fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRCRLT
dan IFR PR : FRCRIT / IFR

20
2.7.6. Faktor penyesuaian
1. Hambatan samping
Hambatan samping menjadi salah satu dampak negatif terhadap
kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan
kaki/penyeberang jalan, kendaraan masuk dan keluar sisi jalan, dan
kendaraan bergerak lambat. Hambatan samping sangat mempengaruhi
tingkat pelayanan di suatu ruas jalan, pengaruh yang sangat jelas terlihat
adalah berkurangnya kecepatan ratarata, sehingga secara tidak langsung
hambatan samping akan berpengaruh terhadap kapasitas aktual jalan
tersebut. Maka perlunya perencanaan yang matang untuk
memaksimalkan kapasitas jalan.
Sedangkan faktor koreksi hambatan samping (F sf), merupakan
fungsi dari tipe lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan rasio
kendaraan tak bermotor. Jika gangguan samping tidak diketahui dapat
diasumsikan nilai yang tinggi agar tidak terjadi over estimate untuk
kapasitas, dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping
lingkungan Hambatan Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor
jalan samping 0 0,05 0,1 0,15 0,2 ≥0,25
Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,7
Tinggi
Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,8 0,75 0,71
Sedang
Komersial Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
(COM) Terlawan 0,95 0,9 0,86 0,81 0,76 0,72
Rendah
Terlindung 0,95 0,93 0,9 0,89 0,87 0,83
Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Tinggi
Terlindung 0,96 0,94 0,91 0,99 0,86 0,84
Pemukiman Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Sedang
(RES) Terlindung 0,97 0,95 0,92 0,9 0,87 0,85
Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,8 0,74
Rendah
Terlindung 0,98 0,96 0,93 0,91 0,88 0,86
Akses terbatas Terlawan 1 0,95 0,9 0,85 0,8 0,75
(RA) Terlindung 1 0,98 0,95 0,93 0,9 0,88
Sumber: MKJI 1997

21
2. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)
Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) hanya berlaku untuk pendekat
tipe P, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk. Faktor
penyesuaian belok kanan juga bisa didapat dengan menggunakan rumus:
FRT : 1,0 + PRT x 0,26
Dimana:
FRT : faktor penyesuaian belok kanan,
PRT : rasio belok kanan.
Gambar 2.10. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kanan (FRT).

Sumber: MKJI 1997


3. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)
Faktor penyesuaian belok kiri hanya berlaku untuk pendekat tipe P
tanpa belok kiri langsung, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.
Faktor penyesuaian belok kiri dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus:
FLT : 1,0 – PLT x 0,16
Keterangan:
FLT : faktor penyesuaian belok kiri,
PLT : rasio belok kiri.

22
Gambar 2.11. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FLT).

Sumber: MKJI, 1997


Pada pendekat-pendekat terlindung tanpa penyediaan belok kiri
langsung, kendaraan-kendaraan belok kiri cenderung melambat dan
mengurangi arus jenuh pendekat tersebut. Karena arus berangkat dalam
pendekat-pendekat terlawan (tipe 0) pada umumnya lebih lambat,
maka tidak diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.
4. Faktor Penyesuaian Kelandaian (FG)
Faktor kelandaian jalan adalah kemiringan jalan yang diukur dari garis
horizontal memanjang dilingkungan persimpangan. Adapun standar
faktor penyesuaian kelandaian (FG) mengacu dari grafik MKJI, 1997.
Untuk kelandaian 0% faktor penyesuaian kelandaian (FG) adalah 1.
Gambar 2.12. Ilustrasi kelandaian jalan

23
Faktor penyesuaian kelandaian dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 2.13. Faktor penyesuaian kelandaian (FG)..

Sumber: MKJI 1997


5. Faktor Penyesuaian Parkir (FP)
Faktor penyesuaian parkir diperoleh dari grafik sebagai fungsi jarak
dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama dan lebar
pendekat. Faktor penyesuaian parkir (FP) dapat di lihat pada gambar
dibawah
Gambar 2.14.Faktor penyesuaian parkir dan lajur belok kiri

Sumber: MKJI 1997

24
25
6. Waktu Hijau
Hitung waktu hijau (g) untuk masing-masing fase dapat dihitung
dengan rumus:
gi :(cua - LTI) × PRi
di mana :
gi : Tampilan waktu hijau pada fase i (det)
Cua : Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
LTI : Waktu hilang total per siklus
PRi : Rasio fase FRcrit
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindari, karena
dapat mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan
kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan.
7. Panjang Antrian (QL)
Jumlah rata-rata antrian pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai
jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah
jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2).
NQ = NQ1 + NQ2


N Q 1 =0,25.C [ ( DS-1 ) +1 (DS-1 ) +
2 8.(DS-0,5)
C
Jika DS ≤ 0,5 ; NQ1 = 0

1-GR Qmasuk
N Q2 =C X
1-GR.DS 3600

Dimana:
NQ1 : jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya. NQ2
NQ2 : jumlah smp yang datang selama fase merah.
DS : derajat kejenuhan.
GR : rasio siklus.
C : kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S x GR )
Q : arus lalulintas pada pendekat tersebut (smp/det)

26
Gambar 2.15. Jumlah kendaraan antri (smp) yang tersisa dari NQ1

Sumber: MKJI 1997


Panjang antrian (QL) kendaraan adalah dengan mengalikan NQmax dengan
luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) kemudian dibagi dengan lebar
masuknya.
QL = (NQmax . 20)/Wmasuk
Gambar 2.16 Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp

Sumber: MKJI 1997


8. Kendaraan Terhenti

27
Angka henti (NS) masing-masing pendekat yang didefenisikan
sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp. NS adalah fungsi dari NQ
dibagi dengan waktu siklus. (MKJI, 1997).
NQ
NS=0,9X xC
QXC
Dimana:
C : waktu siklus
Q : arus lalulintas
Jumlah kendaraan terhenti NSV masing-masing pendekat
NSV = Q x NS (smp/jam)
Angka henti seluruh simpang dengan cara membagi jumlah
kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q
dalam kend/jam
Σ N sv
N Stotal =
Q total
9. Tundaan
Tundaan lalulintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh
timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang.
N Q1 X 3600
DT :c x A x
C
Dimana:
DT : Tundaan lalulintas rata-rata (det/smp)
C : waktu siklus yang disesuaikan (det)
0,5 x (1-GR ) 2
A :
1- GR x DS
GR : rasio hijau (g/c)
DS : derajat kejenuhan
NQ1 : jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
C : kapasitas (smp/jam)
Tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (DG) akibat
perlambatan dan percepatan ketika menunggu giliran pada suatu simpang
dan/ atau ketika dihentikan oleh lampu merah.

28
DGj = (1 – PSV) x PT x 6 + (PSV x 4) (2.26)
Dimana:
DGj : tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
PSV : rasio kendaraan terhenti pada pendekat
PT : rasio kendaraan berbelok
Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) diperoleh dengan
membagi jumlah nilai tundaan dengan arus total (Qtot) dalam smp/jam.
Σ( Q+Dj)
D 1:
Q total
Menurut Tamin, (2000) jika kendaraan berhenti terjadi antrian
dipersimpangan sampai kendaraan tersebut keluar dari persimpangan
karenaadanya pengaruh kapasitas persimpangan yang sudah tidak
memadai. Semakin tinggi nilai tundaan semakin tinggi pula waktu
tempuhnya. Untuk menentukan indeks tingkat pelayanan (ITP) suatu
persimpangan:
Tabel 2.4. ITP pada persimpangan berlampu lalulintas
Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Tundaan kendaraan (detik)
A <
B 5,0
5,1-
C 15,0
15,0-
D 25,0
25,1-
E 40,1
40,1-
F 60,0
>
Sumber: MKJI, 1997 60
2.8 Kondisi Lingkungan
Menurut Direktorat Jendral Bina Marga dalam Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI, 1997), kondisi lingkungan merupakan faktor penting dalam
penentuan jenis simpang dengan parameter sebagai berikut :
1. Pemukiman merupakan tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan
masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
2. Komersial merupakan tata guna lahan komersial (sebagai contoh toko,
restoran, kantor) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan
kendaraan.
3. Akses terbatas merupakan jalan masuk terbatas atau tidak sama sekali

29
4. Ukuran kota merupakan jumlah penduduk dalam suatu perkotaan.
Maksud dari ukuran kota merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kapasitas, karena dianggap adanya korelasi antara
ukuran kota dengan sifat pengemudi.
5. Hambatan samping adalah interaksi arus lalu lintas dan kegiatan di
simpang jalan yang menyebabkan pengurangan arus jenuh di dalam
pendekatan parameter pengaturan sinyal.
2.9 Metode Analisa Webster
Metode Webster dapat diartikaan sebagai acuan konsep untuk menentukan
panjang siklus waktu yang optimal dan menghitung durasi waktu lampu lalulintas
berdasarkan kepadatan kendaraan dan lebar jalan, metode ini dikembangkan oleh
F. V. Webster di Road Research Laboratory (RRL), Inggris pada tahun 1960-an
sebagai pencetus pertama kali menganalisa kinerja simpang bersinyal.
Dalam pengamatan kali ini analisa dengan metode Webster untuk menjadi
bahan perbandingan dengan metode MKJI, 1997, akan tetapi dalam analisa
dengan metode Webster hanya mencari beberapa analisa diantaranya sebagai
berikut:
1. Menentukan kapasitas (C)
2. Menentukan siklus dan fase
2.9.1. Menentukan kapasitas (C)
Faktor yang diperlukan dalam melakukan menentukan kapasitas
jalan antara lain:
1. Volume kendaraan yang masuk
Berbagai kendaraan menggunakan fasilitas jalan seperti truk, mobil
penumpang, bus, dan sepeda motor. Dengan adanya volume kendaraan
yang besar seperti truk, bus dapat membutuhkan kapasitas jalan yang
lebih besar. Penjabaran kendaraan digunakan sebagai konversi kendaraan
ke satuan mobil penumpang per jam (smp/jam). Analisa dilakukan
dengan mengalikan jumlah total dari setiap kendaraan dengan faktor
konversi smp yang ada

30
Dengan persamaan rumus :
q = (qLV.empLV) + (qHV.empHV) + (qMC.empMC)

Keterangan:
q : volume kendaraan bermotor ( smp/jam)
EmpLV : nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan ringan
EmpHV : nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan berat
EmpMC : nilai ekivalen mobil penumpang untuk sepeda motor
LV : notasi untuk kendaraan ringan
HV : notasi untuk kendaraan berat
MC : notasi untuk sepeda motor
Tabel Koefisien nilai satuan mobil penumpang
Nilai Satuan Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan
(smp/jam)
Kendaraan berat (HV) 1,3
Kendaraan Ringan (LV) 1,0
Sepeda Motor (MC) 0,40
Sumber: MKJI, 1997
Yang nantinya hasil faktor satuan mobil penumpang ini
dimasukkan dalam rumus volume lalu lintas:
Q : P x Qv
Q : volume kendaraan bermotor (smp/jam),
P : Faktor satuan mobil penumpang,
Qv : Volume kendaraan bermotor (kendaraan per jam)
Dalam menentukan volume diperlukan tahapan perhitungan antara
lain:
1. Arus jenuh
Arus jenuh adalah tingkat maksimum lalu lintas yang dapat dilalui
selama waktu hijau. Bergeraknya kendaraan yang melalui di simpang
membutuhkan waktu sejenak untuk bergerak menuju kecepatan normal
dan diikuti kendaraan selanjutnya, untuk satuan arus jenuh adalah
smp/jam dengan rumus:
Arus jenuh memiliki notasi (s) dan dinyatakan satuan mobil
penumpang per jam (smp/jam). Rumus arus jenuh (s) dapat dilihat
dengan menggunakan persamaan:

31
S : 525 x w smp/jam
dimana
W : Lebar jalur (m)
Persamaan tersebut dapat di gunakan apabila lebar jalan lebih dari
5.5 meter, sedangkan apabila kurang dari 5,5 meter hubungan tersebut
tidak sebanding lurus maka arus jenuh mengacu pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2 Arus Jenuh untuk lebar pendekat kurang dari 5,5 meter
Lebar Jalan (m) 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Arus Jenuh (s) 1.87
1.85 1.975 2.175 2.550 2.900
(smp/jam) 5
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
Sedangkan untuk menentukan tingkat arus lalu lintas jalan masuk
dapat didefinisikan dengan nilai y dapat dihitung menggunakan
persamaan:
q
y:
s
dimana
q : Arus kendaraan
s : Arus jenuh
Ada beberapa alternatif untuk menentukan tingkat arus, dimana
tingkat arus tersebut dibagi menjadi 3 alternatif. Pada alternatif pertama
adalah membagi simpang menjadi dua fase, selanjutnya alternatif kedua
adalah membagi simpang tersebut mejadi tiga fase dan alternatif yang
ketiga adalah membagi simpang tersebut menjadi empat fase.
Faktor yang diperlukan dalam melakukan perhitungan
menggunakan metode Webster adalah :
2. Volume kendaraan yang masuk
Berbagai kendaraan menggunakan fasilitas jalan seperti truk, mobil
penumpang, bus, dan sepeda motor. Dengan adanya volume kendaraan
yang besar seperti truk, bus dapat membutuhkan kapasitas jalan yang
lebih besar. Penjabaran kendaraan digunakan sebagai konversi kendaraan
ke satuan mobil penumpang per jam (smp/jam). Analisa dilakukan

32
dengan mengalikan jumlah total dari setiap kendaraan dengan faktor
konversi smp yang ada
Dengan persamaan rumus :
q = (qLV.empLV) + (qHV.empHV) + (qMC.empMC)

3. Kapasitas (C)
Arus jenuh adalah tingkat maksimum lalu lintas yang dapat dilalui
selama waktu hijau. Bergeraknya kendaraan yang melalui di simpang
membutuhkan waktu sejenak untuk bergerak menuju kecepatan normal
dan diikuti kendaraan selanjutnya, untuk satuan arus jenuh adalah
smp/jam dengan rumus:
Arus jenuh memiliki notasi (s) dan dinyatakan satuan mobil
penumpang per jam (smp/jam). Rumus arus jenuh (s) dapat dilihat
dengan menggunakan persamaan:
S : 422 x w smp/jam
dimana
W : Lebar jalur (m)
Persamaan tersebut dapat di gunakan apabila lebar jalan lebih dari
5.5 meter, sedangkan apabila kurang dari 5,5 meter hubungan tersebut
tidak sebanding lurus maka arus jenuh mengacu pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2 Arus Jenuh untuk lebar pendekat kurang dari 5,5 meter
Lebar Jalan (m) 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Arus Jenuh (s) 1.87
1.85 1.975 2.175 2.550 2.900
(smp/jam) 5
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
Sedangkan untuk menentukan tingkat arus lalu lintas jalan masuk
dapat didefinisikan dengan nilai y dapat dihitung menggunakan
persamaan:
q
y:
s
dimana
q : Arus kendaraan
s : Arus jenuh

33
Disamping itu ada beberapa alternatif untuk menentukan tingkat
arus, dimana tingkat arus tersebut dibagi menjadi 3 alternatif. Pada
alternatif pertama adalah membagi simpang menjadi dua fase,
selanjutnya alternatif kedua adalah membagi simpang tersebut mejadi
tiga fase dan alternatif yang ketiga adalah membagi simpang tersebut
menjadi empat fase.
4. Waktu hilang (L)
Definisi waktu hilang (Lost Time) yaitu sebuah antrian kendaraan
yang tertahan pada traffic light, kemudian mendapatkan giliran untuk
berjalan dengan asumsi jumlah kendaraan yang cukup banyak dalam
antrian untuk berjalan pada waktu lampu hijau, kendaraan-kendaraan
akan terus berjalan keluar pada arus jenuh ini sampai waktu lampu hijau
habis. Dengan persamaan rumus:
L = ∑(I-a)+ ∑(I)

Keterangan:

I : Periode antar hijau

a : Waktu kuning

Tahapan Analisis Metode Webster

Arus Jenuh (s)

KapasitasP
Arus nyata (q) Kapasitas (C)
raktis (Co)

Lostime Siklus
(Lz) Opimal (Co)
Menentukan (y)
Derajat
Kejenuhan (DS)

∑y Jumlah siklus
Tundaan (d)
hijau (g)

Hijau efektif tiap 34


Waktu hijau (gi)
fase (gn)
BAB III

METODE PENELITIAN
2.
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah suatu prosedur yang berguna untuk
memperoleh berbagai informasi tentang penelitian yang dilakukan untuk
memecahkan masalah yang ada atau dengan cara mencari sumber informasi
melalui observasi, wawancara dan eksperimen kemudian mengolah informasi
tersebut untuk menghasilkan suatu hasil riset dari penelitian. Pada penelitian kali
ini, peneliti hanya mengamati keadaan lalulintas disekitar persimpangan dan
mengambil sampel untuk mendapatkan kesimpulan dari data yang diperoleh pada
hasil pengamatan.
3.2 Tempat dan Waktu Pengamatan
Pengamatan ini dilaksanakan di simpang empat pasar Mayong Jepara Jl.
Pecangaan-Damaran - Jl. Raya Jepara - Jl. Komp. Pasar Mayong - Jl. Mayong-
Bungu dengan melakukan survey pengamatan lapangan selama dua hari yaitu hari
Rabu 23 Nopember dan Jumat 25 Nopember 2022 pada pagi, siang dan sore hari.
Gambar 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Sumber: Google maps, 2021

35
Tabel 3.1. Waktu pengamatan
Hari Waktu Jam
Pagi 07.00-09.00
Rabu, 23
Siang 11.00-13.00
Nopember
Sore 15.00-17.00
Pagi 07.00-09.00
Jumat, 25
Siang 11.00-13.00
Nopember
Sore 15.00-17.00
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

Berikut rincian penggambaran pada lokasi pengamatan:


Gambar 3.2. Penggambaran lokasi pada sekitar pesimpangan Pasar Mayong

Sumber: Hasil pengamatan, 2022


Maksud dari gambar diatas adalah penggambaran dari lokasi pengamatan
radius 50 meter dari sekeliling persimpangan, yang berupa keaadaan bangunan,
dimensi jalan dan fasilitas umum.

36
3.3 Persiapan survei
Persiapan survei diperlukan untuk mengoptimalkan pengambilan sampel
hasil dari pengamatan lalulintas, maka dari itu hal-hal yang harus dipersiapkan
antara lain:
1. Mempersiapkan data yang dibutuhkan
2. Mengetahui gambaran umum kondisi lapangan dengan cara mendatangi
ketempat pengamatan
3. Mempersiapkan dokumen dengan instansi terkait perihal izin pengamatan
lalulintas
3.3.1. Alat
Adapun alat yang dibutuhkan pada saat pengamatan antara lain:
1. Speedgun
Speedgun adalah sebuah alat yang berbentuk mirip pistol dan
berguna untuk mengukur kecepatan kendaraan yang bergerak, baik
kendaraan bermotor atau tidak bermotor.
Gambar 3.3. Speedgun

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


2. Rollmeter
Berguna untuk mengetahui ukuran dimensi benda atau objek di
lapangan.
Gambar 3.4. Rollmeter

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


3. Rompi dan Helm

37
Perlengkapan safety sebagai sarana atau alat sebagai proteksi
diri dari potensi bahaya pada saat melakukan pengamatan.
Gambar 3.5. rompi dan helm

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


3.3.2. Perencanaan Survei Lokasi
Dalam metode survei atau observasi, cara yang digunakan untuk
memperoleh data adalah dengan melakukan survei langsung di lapangan.
Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya lokasi serta
kondisi lingkungan sekitarnya. Untuk mendapatkan data yang akurat maka
perlu persiapan pengamatan yaitu dengan mengadakan pengecekan dan
memberikan penjelasan kepada para surveyor agar mengetahui tugas dan
tanggung jawab masing-masing untuk mengetahui jumlah dan posisi titik-
titik yang akan disurvey oleh para surveyor.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data pada pengamatan kali
ini hanya memakai data primer dan sekunder dengan uraian sebagai berikut:
1. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan
maupun pengukuran pada lokasi yang diteliti secara langsung dilapangan.
Pengambilan data primer ini dilakukan dengan cara survei atau observasi
dilapangan mengenai perihal volume lalulintas berdasarkan klasifikasi
kendaraan, waktu tempuh dan data geometri jalan untuk jalan di
persimpangan bersinyal pasar Mayong.
2. Data Sekunder

38
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang
telah ada baik berupa buku, jurnal, website maupun penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Akan tetapi pada
penelitian ini data sekunder yang digunakan hanya mengambil data dari
dinas terkait yang berupa data penduduk, luasan wilayah dan analisa
sesuai standar (MKJI, 1997) serta analisa dengan metode Webster.

39
3.5 Diagram Alir Penelitian

Mulai
1. Buku
Studi Literatur 2. Jurnal
3. Internet
Survey Pendahuluan:
Observasi lokasi pengamatan
Menyusun perizinan survei

Survei lapangan
Pengumpulan data

Data primer: Data Sekunder:


1. Data arus lalu lintas 1. Dinas terkait
2. Siklus sinyal

Analisis Data dengan metode MKJI 1997 dan


Metode Webster

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

40
3.6 Jadwal Penelitian
Pada penelitian ini perlunya dibuat jadwal pelaksanaan yang berguna untuk
mengatur waktu dan jadwal agar sesuai dengan waktu yang ditentukan pada
pengamatan. Dibawah ini merupakan waktu yang akan dilaksanakan dalam
pengamatan :
Tabel 3.3 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Oktober Nopember
Desember
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Rumusan Masalah

2 Studi Literatur
Survei dan
3
pengumpulan data
Rekap data dan olah
4
data
5 Penyusunan laporan
Sumber: Analisis Peneliti

41
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1.
2.
3.
4.
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey atau
observasi yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan
cara melakukan survey langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan untuk
mengetahui kondisi sebenarnya lokasi serta kondisi lingkungan sekitarnya yang
mana pelaksanaanya dengan cara perhitungan secara manual dilapangan.
4.2 Klasifikasi dan Kelas Jalan
Simpang bersinyal yang terletak di Pasar Mayong, Mayong Lor, Kecamatan
Mayong, Kabupaten Jepara atau tepatnya di Jl. Pecangaan-Damaran tempat
pengamatan termasuk dalam klasifikasi jalan provinsi, sesuai dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Tahun 2022 (Nomor 2, 2022), pada ayat (1) tentang
Jalan dan Peraturan Pemerintah 2006 (Nomor 34 Tahun 2006) tentang jalan.
Secara garis besar jalan provinsi adalah jalan yang berfungsi menghubungan
ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten atau kota dan ibu kota kabupaten atau kota,
serta menghubungkan jalan strategis provinsi yang meliputi:
a. Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/ kota yang merupakan jalan
kolektor primer
b. Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
antar ibu kota kabupaten/kota yang merupakan jalan kolektor primer
c. Jalan strategis provinsi yang pembangunanya diprioritaskan untuk
melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk
membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keamanan.
Sedangkan Jl. Komp. Pasar Mayong - Jl. Mayong-Bungu termasuk dalam
klasifikasi jalan kabupaten yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten
yang berfungsi sebagai jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota

42
kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar
ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa dan antar desa.

43
4.3 Data Arus Lalulintas
Arus lalulintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik
pada jalan tertentu, pada periode waktu tertentu, diukur dalam satuan
kendaraan per satuan waktu tertentu. Adapun perihal dalam analisa data
yang kami lakukan mempunyai dua metode yaitu berdasarkan MKJI, 1997
dan metode Webster untuk mengetahui perbandingan hasil analisa dari
kedua metode tersebut dengan mengambil sampel sejumlah kendaraan
untuk menjadi acuan perhitungan termasuk pada penetapan jam puncak
yang terjadi pada hari Jumat pukul 06.00 – 07.00. WIB lantaran pada jam
tersebut dimulainya aktivitas para warga di sekitar untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari yang mana moda transportasi sangat dibutuhkan.
Untuk mendapatkan gambaran arus lalulintas di persimpangan maka
kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
1. MC : Sepeda motor
2. LV : Kendaraan ringan (Mobil dan angkutan)
3. HV : Kendaraan berat (Truk dan bus besar)
Berikut hasil data hasil survey pada jam puncak yang terjadi pukul
06.00-07.00 WIB pada hari Jumat 28 Nopember 2022 pengamatan secara
manual dilapangan:
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Pecangaan-Damaran
Dari Timur
Jenis Kendaraan
Jumat Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 151 65 2 218
06.15 -06.30 115 55 0 170
Pagi
06.30 - 06.45 156 79 1 236
06.45 - 07.00 178 73 5 256
Total
06.00 - 07.00 880
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

44
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Pecangaan-Damaran
Dari Timur
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 72 54 0 126
06.15 -06.30 65 52 2 119
Pagi
06.30 - 06.45 76 59 0 135
06.45 - 07.00 75 47 2 124
Total
06.00 - 07.00 504
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Pecangaan-Damaran
Dari Timur
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 129 35 0 164
06.15 -06.30 113 31 2 146
Pagi
06.30 - 06.45 120 27 0 147
06.45 - 07.00 154 47 2 203
Total
06.00 - 07.00 804
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

45
Gambar 4.1 Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Pecangaan-
Damaran
300
256
250 236
218
203
200
164 170
146 147
150 135
126 119 124

100

50

0
06.00-06.15 06.15-06.30 06.30-06.45 06.45-07.00

Lurus Belok Kiri Belok Kanan


Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Bungu
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 179 67 0 246
06.15 -06.30 155 71 0 226
Pagi
06.30 - 06.45 129 56 0 185
06.45 - 07.00 253 78 0 331
Total
06.00 - 07.00 988
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Bungu
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 87 26 0 113
06.15 -06.30 81 39 0 120
Pagi
06.30 - 06.45 65 19 0 84
06.45 - 07.00 115 20 0 135
Total Kendaraan 06.00 - 07.00 456
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

46
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Bungu
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 87 26 2 115
06.15 -06.30 81 39 1 121
Pagi
06.30 - 06.45 65 19 0 84
06.45 - 07.00 115 20 1 136
Total
06.00 - 07.00 824
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

47
Gambar 4.2 Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Bungu
350 331

300
246
250 226 232
206 205
200 181 185

150 136
115 121
100 84

50

0
06.00-06.15 06.15-06.30 06.30-06.45 06.45-07.00

Belok Kiri Lurus Belok Kanan


Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Pecangaan-Damaran
Dari Barat
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 -
231 77 1 309
06.15
06.15 -06.30 223 64 3 290
Pagi 06.30 -
189 59 2 250
06.45
06.45 -
281 108 2 391
07.00
06.00 -
Total Kendaraan 1240
07.00
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Pecangaan-Damaran
Dari Barat
Jumlah Kendaraan
Jum'at Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 139 34 1 174
Pagi
06.15 -06.30 121 36 0 157

48
06.30 - 06.45 135 51 2 188
06.45 - 07.00 161 19 1 181
Total
06.00 - 07.00 700
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

Dari Barat
Jumlah Kendaraan
Jumat Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 112 43 1 156
06.15 -06.30 98 45 0 143
Pagi
06.30 - 06.45 75 37 2 114
06.45 - 07.00 163 51 1 215
Total 628
06.00 - 07.00
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Gambar 4.3 Hasil perhitungan Jl. Pecangaan - Damaran dari timur
400 391

350
309
300 290
250
250
215
200 188 181
174
156 157
150 143
114
100

50

0
06.00-06.15 06.15-06.30 06.30-06.45 06.45-07.00

Lurus Belok Kanan Belok Kiri


Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Jepara
Jumat Waktu Jumlah Kendaraan Total

49
MC LV HV
06.00 - 06.15 104 35 1 140
06.15 -06.30 76 27 0 103
Pagi
06.30 - 06.45 115 31 1 147
06.45 - 07.00 121 47 2 170
Total
06.00 - 07.00 560
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Jepara
Jumlah Kendaraan
Jumat Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 102 17 4 123
06.15 -06.30 86 11 0 97
Pagi
06.30 - 06.45 97 13 1 111
06.45 - 07.00 59 27 3 89
Total
06.00 - 07.00 420
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Tabel 4.1. Hasil perhitungan manual pada jam puncak di Jl. Mayong - Jepara

Jumlah Kendaraan
Jumat Waktu Total
MC LV HV
06.00 - 06.15 167 31 0 198
06.15 -06.30 142 24 0 166
Pagi
06.30 - 06.45 133 37 0 170
06.45 - 07.00 226 32 0 258
Total
06.00 - 07.00 792
Kendaraan
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Gambar 4.4 Hasil perhitungan Jl. Mayong - Jepara

50
300
258
250

198
200
166 170 170
140 147
150
123
103 97 111
100 89

50

0
06.00-06.15 06.15-06.30 06.30-06.45 06.45-07.00

Belok Kiri Lurus Belok Kanan


Berdasarkan pada grafik diatas, jam puncak, total kendaraan
terbanyak tepat pada pukul 06.45 – 07.00 terhitung sebanyak 517
kendaraan yang melintas. 258 diantaranya menuju ke arah Jl. Pecangaan-
Damaran.
Gambar 4.5 Total kendaraan pada jam puncak pukul 06.00-07.00 WIB

51
Sumber: Hasil pengamatan, 2022
Adapun dari hasil pengamatan pada jam puncak menunjukan total
kendaraan dari jalur lurus dari kedua arah Jl. Pecangaan-Damaran
mendominasi yaitu sebanyak 2,120 kendaraan yang lewat, disebabkan
karena jalan tersebut adalah jalan jalan strategis provinsi yang menjadi
salah satu penunjang perekonomian rakyat.
3.
3.1.
3.2.
3.3.
4.3.1Titik konflik
Gambar 4.6 Titik konflik di simpang bersinyal Pasar Mayong

Berdasarkan gambar diatas, jumlah titik konflik sebesar 10 titik, akan


tetapi prediksi kenaikan jumlah kejadian konflik bertambah seiring dengan
bertambahnya volume kendaraan, maka dari itu peninjauan secara berkala
diperlukan untuk mengurangi hal-hal yang menghambat arus lalulintaas

52
4.4 Analisa Metode MKJI 1997
Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI, 1997) adalah
pedoman atau panduan yang berisi tentang tata cara, deskripsi, klasifikasi tentang
jalan yang berada di Indonesia yang bertujuan untuk dapat melaksanakan
perancangan (planning), perencanaan (design), dan implementasi lalulintas
(traffic operation) simpang bersinyal, simpang tak bersinyal dan bundaran, ruas
jalan (jalan perkotaan, jalan luar kota dan jalan bebas hambatan yang telah
disempurnakan sehingga menyesuaikan dengan komposisi lalulintas dan perilaku
berkendara di Indonesia.
Survei dilaksanakan dengan menentukan jam puncak untuk menjadi dasar
analisa dari kedua metode diatas yaitu ditentukan pada hari Rabu 23 Nopember
2022 pukul 17.00–18.00.WIB dengan mengambil sampel sejumlah kendaraan
untuk menjadi pokok perhitungan dalam analisis data pada penelitian ini yang
meliputi volume, kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan dan tingkat pelayanan
dengan menggunakan metode (MKJI, 1997).
4.4.1.Kondisi Lingkungan dan Wilayah
Berikut kondisi lingkungan pada simpang bersinyal Pasar Mayong:
Tabel Kondisi lingkungan Jl. Pecangaan-Damaran
Jl. Pecangaan-Damaran
Lebar Trotoar (m) 1,60-2,00
Median Ada
Topografi Datar
Tipe Perkerasan Perkerasan Lentur
Lebar Jalan (m) 14,25 dan 12,41
Marka jalan Zebra Cross
Ukuran Kota (Fcs) 1 juta-3juta (1)
Papan Rute
Rambu
Dilarang Parkir
Sumber : Hasil Survey, 2022
Tabel Kondisi lingkungan Jl. Komp. Pasar Mayong-Jl. Mayong-Bungu
Jl. Pecangaan-Damaran
Lebar Trotoar (m) 1,3-1,6
Median Tidak ada

53
Topografi Datar
Tipe Perkerasan Perkerasan Kaku
Lebar Jalan (m) 10 dan 12,45
Marka jalan Tidak ada
Ukuran Kota
1 juta-3juta (1)
(Fcs)
Rambu Papan Rute
Sumber : Hasil Survey, 2022
Gambar 4.7 Rambu papan rute pada sekitar simpang Pasar Mayong

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


Gambar 4.8 Rambu dilarang parkir pada sekitar simpang Pasar Mayong

54
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022

55
Gambar 4.9 Penggambaran lokasi pada sekitar pesimpangan Pasar Mayong

Sumber: Hasil pengamatan, 2022


Maksud dari gambar diatas adalah penggambaran dari lokasi
pengamatan radius 50 meter dari sekeliling persimpangan, yang berupa
keaadaan bangunan, dimensi jalan dan fasilitas umum.
4.4.2.Volume Lalu Lintas (smp/jam)
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu
titik atau garis tertentu pada suatu penampang melintang jalan.Data
pencacahan volume lalu lintas adalah informasi yang diperlukan untuk fase
perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman
1994). Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi
satu titi pengamatan dalam satu satuan waktu.

56
Adapun data hasil perhitungan dari metode MKJI 1997 dan metode Webster sebagai berikut:
Tabel 4.1. Data survey manual lapangan arus lalu lintas bermotor (MV) metode MKJI 1997
Arus Lalulintas Bermotor (MV)
Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC)
Kode Emp Terlindung = 1,0 Emp Terlindung = 1,3 Emp Terlindung = 0,2
Ara Total Total Smp/Jam
Pendek Emp Terlawan = 1,0 Emp Terlawan = 1,3 Emp Terlawan = 0,4
h Kend/Ja
at Ken Smp/Jam Ken Smp/Jam Ken Smp/Jam m
d / Terlindun Terlawa d / Terlindun Terlawa d / Terlindun Terlawa Terlindun Terlawa
Jam g n Jam g n Jam g n g n
S BKr 124 124 124 0 0 0 668 133.6 267.2 792 257.6 391.2
L 68 68 68 8 10.4 10.4 344 68.8 137.6 420 147.2 216
Bkn 140 140 140 4 5.2 5.2 416 83.2 166.4 560 228.4 311.6
tota 142
l 332 332 332 12 15.6 15.6 8 285.6 571.2 1772 633.2 918.8
B BKr 212 212 212 4 5.2 5.2 288 57.6 115.2 504 274.8 332.4
L 272 272 272 8 10.4 10.4 600 120 240 880 402.4 522.4
BK
n 140 140 140 4 5.2 5.2 516 103.2 206.4 660 248.4 351.6
tota 140
l 624 624 624 16 20.8 20.8 4 280.8 561.6 2044 925.6 1206.4
T BKr 176 176 176 4 5.2 5.2 448 89.6 179.2 628 270.8 360.4
L 308 308 308 8 10.4 10.4 924 184.8 369.6 1240 503.2 688
BK
n 140 140 140 4 5.2 5.2 556 111.2 222.4 700 256.4 367.6
tota 192
l 624 624 624 16 20.8 20.8 8 385.6 771.2 2568 1030.4 1416

57
U BKr 272 272 272 0 0 0 716 143.2 286.4 988 415.2 558.4
L 104 104 104 4 5.2 5.2 348 69.6 139.2 456 178.8 248.4
BK
n 216 216 216 4 5.2 5.2 604 120.8 241.6 824 342 462.8
tota 166
l 592 592 592 8 10.4 10.4 8 333.6 667.2 2268 936 1269.6
Sumber: Hasil survey, 2022

58
Tabel 4.3. Kendaraan total MV bermotor
Kendaraan Total MV Bermotor Rasio Berbelok
Smp/Jam
Kend / PLT/ Belok PRT/ Belok
Kode terlawa
Jam terlindung Kiri Kanan
n
792 257.6 391.2 0.406822
420 147.2 216
S
560 228.4 311.6 0.339138
1772 633.2 918.8
504 274.8 332.4 0.296889
880 402.4 522.4
B
660 248.4 351.6 0.291446
2044 925.6 1206.4
628 270.8 360.4 0.262811
1240 503.2 688
T
700 256.4 367.6 0.259605
2568 1030.4 1416
988 415.2 558.4 0.44359
456 178.8 248.4
U
824 342 462.8 0.364524
2268 936 1269.6
Sumber: Hasil survey, 2022
Keterangan
PLT : Prosentase belok kiri
PRT : Prosentase belok kanan

59
Grafik Hasil belok kanan (terlawan) analisa dengan metode MKJI 1997
750

688

558.4
650

522.4

462.8
550
391.2

367.6
360.4
450

351.6
332.4
350 311.6

248.4
216

250

150

50

-50 Selatan Barat Timur Utara

Belok Kiri Lurus Belok Kanan

Sumber: Hasil analisa, 2022


Merujuk pada grafik diatas, dapat dikatakan bahwa Jl.Pecangaan-Damaran
dari arah Timur ke Barat adalah rute yang terpadat jika dibandingkan dengan rute
yang lain, terhitung 688 kendaraan yang melintas. Sedangkan Jl.Mayong – Bungu
dari arah selatan ke utara cukup lengang, terhitung hanya 216 kendaraan yang
melintas
Grafik Hasil belok kiri (terlindung) analisa dengan metode MKJI 1997
503.2
500
415.2
402.4

400
270.8
257.6

256.4
248.4
247.8

300
228.4
147.2

200 178.8

100
5

0
Selatan Barat Timur Utara

Belok Kiri Lurus Belok Kanan

Sumber: Hasil analisa, 2022

60
Mengacu pada grafik menunjukkan bahwa pengendara dari arah Utara
menujuke timur yakni pengendara terlindung (belok kiri) cukup banyak
dibandingkan dari arah lain, terhitung sebanyak 415 pengendara.

4.4.3. Kecepatan Lalulintas


Adapun dalam analisis kecepatan kendaraan yaitu dengan metode
mengambil sampel 10 kendaraan bermotor pada jam puncak untuk dijadikan
acuan kecepatan rata-rata
Adapun rumus untuk menghitung kecepatan (Morlok, E. K. 1991):
d
Dimana: V :
t
V : Kecepatan (km/jam, m/det)
d : Jarak tempuh (km, m)
t : Waktu tempuh (jam, detik)
Gambar 4.10 Proses pengambilan sampel dengan speedgun

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


Tabel Hasil analisa kecepatan

No MC LV HV
Arah (Km/jam) (Km/jam) (Km/jam)

Motor Mobil MPU Angkot Pick Up Bus Bus Truk T

61
Sedan Sedang
Besar B
g

1 32 34,7 27,3 28,1 32,4 29,6 32,5 35,5 3

2 31,7 32,1 25,6 28,4 33,2 34,2 31 31,6 3

3 27,5 33,6 28,1 27,8 28,5 33,6 33,8 35,2 3

4 29,1 29,5 30,7 29,5 26,3 29,8 32,7 32,8

5 28,4 28,6 28,5 32,2 29,1 35,1 29,6 33,1


S
6 30,6 31,8 29,6 29,6 26,8

7 32 34 28,4 31,9 31,3

8 35,6 33,2 32,2 27,1 28,7

9 31,1 27,4 31,3 26 30,7

10 27,8 32,6 33,1 32,4 30,2

rata-rata 30,58 31,75 29,48 29,3 29,72 32,46 31,92 33,64 3

1 28,5 32,1 33,2 34,6 31,5 32,4 30,3 33,2 3

2 29,6 33,6 35,1 33,1 32,6 31,7 34,2 34,7 3

3 28,4 29,5 27,4 33,8 30,8 30,5 32,3 31,6 2

4 B 35,3 28,7 29,6 35,6 29,6 30,8 31,7 30,6

5 32,2 30,7 28,4 32,8 27,4 31,3 32,8 32,6

6 36,2 30,2 36,2 28,7 26,1

7 33,2 28,6 33,4 27,2 35,5

62
8 27,1 29,5 31,7 30,5 27,6

9 32 30,1 32,6 34,2 29,4

10 35,6 30,475 31,2 32 30,3

30,347
rata-rata 31,81 31,88 32,25 30,08 31,34 32,26 32,54 3
5

1 32,6 33,2 31,5 26,7 34,5 32,4 32,4 34,6 3

2 31,8 31,7 32,3 29,4 35,1 36,1 33,8 32,1 3

3 29,4 32,5 29,6 34,6 32,7 32,4 35,1 35,6 3

4 25 29,5 29,3 32,3 29,7 34,8 33,3 34,7

5 30,8 28,6 34,2 33,1 28,6 30,2 32,9 36,8


T
6 32,6 34,7 32,5 31,8 31,4

7 30,2 29,4 31 31,6 32,7

8 29,5 34,2 32,5 32,5 33,8

9 37,4 31,6 25,8 33,6 31,5

10 33,3 30,7 29,8 28,3 32

rata-rata 31,26 31,61 30,85 31,39 32,2 33,18 33,5 34,76

1 U 31,8 29,4 29,5 25 32,2 31,5 29,6 32,7 2

2 30,5 31,5 28,6 30,8 31,3 32,3 28,4 27,8 2

3 28,1 32,3 34,7 35,6 33,1 29,6 35,3 31,9 3

4 30,4 29,6 29,5 34,7 32,4 32,5 33,2 32,4

5 29,6 35,5 28,6 34,7 33,2 25,8 31,7 33,2

63
6 27,4 27,6 34,7 29,3 28,5

7 30,5 29,4 31,4 31,8 28,5

8 31,8 31,6 32,7 29,5 29,6

9 34,7 32,5 33,8 37,4 28,4

10 33,1 33,6 33,6 29,6 35,5

rata-rata 30,79 31,3 31,71 31,84 31,27 30,34 31,64 31,6 30,0

64
Sumber: Hasil analisa, 2022

65
4.5 Parameter-parameter Analisa Persimpangan
Parameter-parameter persimpangan yang dihitung secara manual adalah
total arus lalulintas (Qv), ekivalen mobil penumpang arus lalulintas (smp/jam),
arus jenuh dasar (S), kapasitas (C), derajat kejenuhan (DS), dan parameter-
parameter persimpangan yang didapat langsung dari pengamatan dilapangan pada
jam puncak seperti waktu siklus (det), waktu hijau (det), waktu merah (det),
waktu kuning (det), serta data-data penyesuaian kondisi persimpangan yang
dipergunakan dalam menghitung dengan metode manual kapasitas jalan indonesia
(MKJI) 1997, maka terlebih dahulu arus maksimum dikonversikan kedalam
smp/jam.
4.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.5.1. Pembahasan dengan Metode Analisa MKJI 1997
Berikut tahapan perhitungan dengan metode analisa MKJI 1997:
1. Menghitung arus lalu lintas (Q) dengan metode MKJI 1997
Q : QLV . EMPLV + QHV . EMPHV + QMC . EMPMC
QTotal : QRT + QLT + QST
Pendekat terlindung
S : 633.2
B : 3368.5
T :1030.4
U :936
2. Arus Jenuh
a. So : 600 x we
Selatan : 600 x 6,2 = 3720
Barat : 600 x 7,1 = 4260
Timu : 600 x 6,2 = 3720

66
Utara : 600 x 5 = 3000
b. Fcs : 1
c. FSF : 0,96
d. FRT : 1,0 + PRT x 0,26
Selatan :1.088
Barat : 1.075
Timur : 1.067
Utara : 1.094
e. FLT = 1,0 – PLT x 0,16
Selatan : 0.934
Barat : 0.952
Timur : 0.957
Utara : 0.929
f. FG : 1,0

g. FP : 1,0

67
68
Tabel 4.3. Hasil perhitungan arus Jenuh (S)
F
Pendekat So FCS FSF Frt Flt FG S
P
Selatan 3720 1 0.93 1.09 0.93 1 1 3519.61
Barat 4260 1 0.93 1.08 0.95 1 1 4059.55
Timur 3720 1 0.93 1.07 0.96 1 1 3537.82
Utara 3000 1 0.93 1.09 0.93 1 1 2837.64
Sumber: Hasil analisa, 2022
Keterangan
So : Arus jenuh dasar untuk setiap pendekatan (smp/jam).
Fcs : Faktor penyesuaian ukuran kota dengan jumlah penduduk.
FSF : Faktor penyesuaian hambatan samping.
FG : Faktor penyesuaian kelandaian jalan.
FP : Faktor penyesuaian terhadap parkir.
FRT : Faktor penyesuaian belok.
FLT : Faktor penyesuaian belok kiri
3. Rasio Arus Jenuh
Q
Dengan persamaan rumus FR :
S
Tabel 4.4. Rasio Arus Jenuh (FR)
Pendekat Q S FR

Selatan 633.2 3519.61 0.179907

Barat 925.6 4059.55 0.228005

Timur 1030.4 3537.82 0.291253

Utara 936 2837.64 0.329852


∑FRCRIT 1.029016
Sumber: Hasil analisa, 2022

Keterangan
∑FRCRIT : IFR
FRCRIT : Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada
suatu fase sinyal.
Σ(FRCRIT) : Jumlah FRCRIT dari semua fase pada siklus tersebut

69
IFR : Rasio Arus Simpang

70
4. Lost Time Intersection (LTI)
Dengan persamaan rumus L : ∑(I-a)+ ∑(I)
Keterangan:
I : Periode antar hijau
a : Waktu kuning
Tabel 4.5. Data waktu sinyal dilapangan
LTI
Pendeka Waktu nyala
Waktu siklus (detik) (detik)
t
Hijau Kuning Merah All Red
Selatan 13 3 80 1 97
Barat 27 3 68 1 99 4
Timur 27 3 68 1 99
Utara 13 3 80 1 97
Sumber: Hasil pengamatan, 2022

5. Waktu siklus (C)


g
Dengan rumus :C:Sx
c
Keterangan
C : Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)
S : Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam
pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
g : Waktu hijau (det)
c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal
yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada
fase yang sama).
Tabel 4.6. Waktu siklus
Pendekat Waktu Siklus (Detik)
Selatan 97
Barat 99
Timur 99
Utara 97
Total 392
Sumber: Hasil analisa, 2022

71
6. Kapasitas Simpang (C)
g
Dengan rumus : C:Sx
c
Keterangan
C : Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)
S : Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam
pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
g : Waktu hijau (det)
c : Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan
sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan
pada fase yang sama).
gi : Durasi lampu hijau efektif
Tabel 4.7. kapasitas simpang (C)
waktu
Kapasitas Simpang (C)
Pendekat S gi siklus
Selatan 3519.61 13 97 471.6997707
Barat 4059.55 27 99 1107.151141
Timur 3537.82 27 99 964.8597171
Utara 2837.64 13 97 380.3022651
Sumber: Hasil analisa, 2022

7. Derajat kejenuhan (DS)


Q
Dengan rumus :
C
Keterangan
C : Kapasitas Simpang
Q : Arus lalu lintas
Tabel 4.8. Derajat kejenuhan (DS)
Pendekat Q C DS
Selatan 633.2 471.6998 1.342379
Barat 925.6 1017.151 0.83602
Timur 1030.4 964.8597 1.067927
Utara 936 380.3023 2.4612
Sumber: Hasil analisa, 2022

72
73
8. Panjang antrian (NQ)
Dengan rumus : NQ1 = 0,25 x C x [ (DS-1) + √ (DS - 1)2 +
8 K (DS-0,5)
]
C
Keterangan
NQ : Jumlah smp yang tersisa dari fase sebelumnya
C : Kapasitas (smp/jam)
DS : Derajat Kejenuhan
a. Panjang antrian dari Selatan

1-GR Q
NQ2 :Cx x
1-GR x DS 3600
g
GR : Rasio Hijau
c
: 13 / 97
: 0.134 smp
1-0.134 633.2
NQ2 : 471.6997707x x
1-0.134 x 1.342379 3600
: 87.60890527 smp
NQtotal : NQ1 + NQ2
: 91.32875257 + 87.60890527
: 178.9376578 smp
NQ maks x 20
QL :
W masuk
178.9376578 x 20
:
6,2
: 282.6093718 m
0,5 x (1- GR)2 NQ1
DT :Cx +
C
x 3600
1-GR

0,5 x ( 1-0.134 )2 91.32875257


: 97 x + 471.6998 x 3600
1-0.134
: 9730.213812 detik

74
b. Panjang antrian dari barat

8 K (DS-0,5)
NQ1 : 0,25 x C x [ (DS-1) + √(DS - 1)2 + ]
C
8 K (0.83602-0,5)
NQ1 : 0,25x1107.151x[(0.836021)+√( 0.83602 -1) 2+ ]
1107.151
: 18.95729846 smp
27
GR :
99
: 0.2727 smp
1- 0.2727273 1107.151
NQ2 : 1107.151x x
1- 0.2727273 x 0.83602 3600
: 2.057054324 smp
NQtotal : 18.95729846 + 2.057054324
: 21.01435279 smp
NQ maks x 20
QL :
W masuk
21.01435279 x 20
:
7,1
:53.40084074 m
0,5 x ( 1- 0.2727 ) 2 18.95729846
DT : 99 x + x 3600
11- 0.2727 1107.151
: 2090.53546 detik

c. Panjang antrian dari Timur

NQ1 : 0,25x964.8597x[(1.067927-1)+√( 1.067927 -1)2 +


8 K (1.067927-0,5)
]
964.8597
: 70.59526223 smp
27
GR :
99
:0.2727 smp
1- 0.2727 1030.4
NQ2 : 99 x x
1- 0.0.2727 x 067927 3600
: 1.70513734 smp
NQtotal : 70.59526223 + 1.70513734

75
: 72.30039957 smp
72.30039957 x 20
QL :
6,2
: 227.7266523 m
0,5 x ( 1- 0.2727 ) 2 70.59526223
DT : 99 x + x 3600
1- 0.2727 964.8597
: 9730.213812 detik

d. Panjang antrian dari Utara

NQ1 : 0,25 x 380.3023x [ (2.4612 - 1) + √( 2.4612 - 1) 2 +


8 K (2.4612 - 0,5)
]
380.3023
: 283.0150353 smp
13
GR :
97
: 0,134 smp
1- 0,134 936
NQ2 : 97 x x
1- 0,134 x 2.4612 3600
: 0.682547629 smp
NQtotal:283.0150353 + 0.682547629
:283.6975829 smp
283.6975829 x 20
QL :
5
: 1132.060141 m
0,5 x ( 1- 0,134 ) 2 283.0150353
DT : 97 x + x 3600
1- 0,134 380.3023
:145401.5159 detik

Semakin tinggi nilai tundaan semakin tinggi pula waktu


tempuhnya. Untuk menentukan indeks tingkat pelayanan (ITP) suatu
persimpangan berdasarkan pada table dibawah ini:

76
Tabel 4.9. ITP pada persimpangan berlampu lalulintas
Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Tundaan kendaraan (detik)
A <
B 5,0
5,1-
C 15,0
15,0-
D 25,0
25,1-
E 40,1
40,1-
F 60,0
>
Sumber: MKJI, 1997 60
Tabel 4.10 Hasil analisa indeks tingkat pelayanan
Tundaan Tingkat
Pendekat DS Panjang Antrian (m)
(detik) pelayanan
Selatan 3.85 2582.37 5183.92 F
Barat 3.05 4320.01 3729.50 F
Timur 3.46 7581.11 4460.22 F
Utara 5.27 4067.92 7743.79 F
Sumber: Hasil analisa, 2022
Diagram waktu siklus fase simpang bersinyal di Pasar Mayong dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.11 Waktu siklus fase eksisting simpang bersinyal di Pasar
Mayong

77
Sumber: Hasil analisa, 2022

Berikut waktu siklus lampu lalu lintas simpang di Pasar Mayong kondisi
eksisting:
Gambar 4.12 Ilustrasi fase eksisiting di simpang bersinyal Pasar Mayong

Sumber: Hasil pengamatan, 2022

4.6 Pembahasan dengan Metode Analisa Webster


Metode Webster adalah metode bertujuan untuk mendapatkan waktu fase
traffic light pada simpang atau bertujuan untuk menganalisa traffic light karena
dalam penerapanya cukup mudah. Berikut hasil analisa dengan metode Webster:
Tabel 4.2. Data survey lapangan arus lalu lintas bermotor (MV) metode Webster

Emp LV = 1,0 Emp HV = 1,3 Emp MC = 0,5


Pendeka total total
arah
t smp/ kend/jam smp/jam
kend/jam smp/jam kend/jam kend/jam smp/jam
jam
BKr 124 124 0 0 668 334 792 458
L 68 68 8 10.4 344 172 420 250.4
S
Bkn 140 140 4 5.2 416 208 560 353.2
total 332 332 12 15.6 1428 714 1772 1061.6
BKr 212 212 4 5.2 288 144 504 361.2
L 272 272 8 10.4 600 300 880 582.4
B
BKn 140 140 4 5.2 516 258 660 403.2
total 624 624 16 20.8 1404 702 2044 1346.8
T BKr 176 176 4 5.2 448 224 628 405.2

78
L 308 308 8 10.4 924 462 1240 780.4
BKn 140 140 4 5.2 556 278 700 423.2
total 624 624 16 20.8 1928 964 2568 1608.8
BKr 272 272 0 0 716 358 988 630
L 104 104 4 5.2 348 174 456 283.2
U
BKn 216 216 4 5.2 604 302 824 523.2
total 592 592 8 10.4 1668 834 2268 1436.4
Sumber: Hasil analisa, 2022
Keteraangan
S : Selatan
B : Barat
T : Timur
U : Utara
Emp : Nilai ekuivalensi mobil penumpang
Bkr : Belok kiri
L : Lurus
Bkn : Belok kanan
Smp/jam : Satuan mobil penumpang setiap jam
1.
2.
3.
4.
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6.1. Rencana Waktu Siklus Fase dengan Metode Webster
Hasil perencanaan pengaturan sinyal tiga fase pada jam puncak

79
Sumber: Hasil analisa, 2022

4.7 Perbandingan Hasil Analisa


Analisis perbandingan adalah metode atau cara untuk melakukan
komparasi antara dua tau lebih metode analisa dengan tujuan untuk mendapatkan
hasil yang lebih variatif. Berikut merupakan garis besar hasil dari perhitungan dari
metode analisa dengan MKJI 1997 dan metode Webster:
Tabel Perbandingan hasil analisa
Arus
Arus Derajat
jenuh Kapasitas
Lajur Metode Lalulintas Kejenuhan
(smp/jam) (smp/jam)
(smp/jam) (smp/jam)

MKJI 1997 633.2 3519.61 471.7 1.34


Selatan
Webster 603.6 3255 1030.34 0.59
MKJI 1997 925.6 4059.55 1107.15 0.84
Barat
Webster 985.6 3727.5 1015.57 0.97
MKJI 1997 1030.4 3537.82 964.86 1.07
Timur
Webster 1203.6 3255 1240.2 0.97
Utara MKJI 1997 936 2837.64 380.3 2.46

80
Webster 806.4 2625 830.9223 0.97
Sumber: Hasil analisa, 2022

Gambar 4.13 Grafik perbandingan hasil metode analisa

4500
4059.55
4000 3727.5
3519.61 3537.82
3500 3255 3255

3000 2837.64
2625
2500

2000 Q
S

830.922272451744
1500
C
1000 DS
1030.34

1107.15

1015.57

1030.4
964.86

1203.6
1240.2
500
471.7

603.6

985.6
633.2

925.6

806.4
380.3
1.34

0.84

0.97

2.46

0.97
0.59

0.97

1.07

936
0
MKJI

MKJI

MKJI

MKJI

WEBSTER
WEBSTER

WEBSTER

WEBSTER

S B T U
Sumber: Hasil analisa, 2022
Dari grafik hasil perbandingan analisa diatas indikasi arus lalulintas pada
metode MKJI 1997 di keempat lajur pada persimpangan menunjukan jumlah yang
lebih banyak daripada metode Webster, sedangkan hasil analisa dari arus jenuh,
kapasitas dan derajat kejenuhan memiliki hasil yang beragam, disebabkan karena
memiliki metode seperti koefisien emp yang berbeda dan juga mempunyai
perbedaan dalam waktu siklus.

81
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan analisa dengan menggunakan metode Webster
dan MKJI 1997 mengenai sistem arus lalulintas pada simpang bersinyal di Pasar
Mayong dapat disimpulkan antara lain :
1. Penetapan jam puncak di simpang bersinyal di Pasar terjadi pada hari
Jumat pukul 06.00 – 07.00 WIB dengan total kendaraan yang melintas
sebanyak 8796 kendaraan dari semua arah, dan didominasi oleh sepeda
motor.
2. Perbandingan hasil analisis Derajat Kejenuhan (DS) pada persimpangan
ini dengan menggunakan metode Webster masing-masing senilai 0,59
sampai 0,97 sedangkan dengan metode MKJI 1997 senilai 0,84 sampai
2,46. Dalam kondisi ini cenderung sudah melebihi batas yang ditetapkan
MKJI 1997.
3. Nilai arus lalulintas (Q)
Tabel Komparasi hasil arus lalulintas (Q)
Lajur Metode MKJI 1997 Metode Webster
Selatan 633.2 603.6
Barat 925.6 985.6
Timur 1030.4 1203.6
Utara 936 806.4
Sumber: Hasil analisa, 2022
4. Nilai Kapasitas (C)
Tabel Komparasi hasil arus kapasitas (C)
Lajur Metode MKJI 1997 Metode Webster
Selatan 471.7 1030.34
Barat 1107.15 1015.57
Timur 964.86 1240.2
Utara 380.3 830.9223
Sumber: Hasil analisa, 2022

82
5. Waktu siklus eksisiting senilai 295 detik dengan yang direncanakan 367
detik selisih senilai 72 detik
5.2 Saran
1. Sebagai salah satu masukan kepada dinas terkait untuk perbaikan jalan
dalam hal ini kondisi jalan banyak yang berlubang.
2. Pengamatan di simpang bersinyal Pasar Mayong perlu dilakukan secara
periodik karena menjadi salah satu pusat ekonomi masyarakat sekitar.
3. Merujuk pada derajat kejenuhan (DS) yang cenderung melebihi 0,85 maka
dari itu simpang tersebut perlu penelitian atau pengkajian lebih lanjut
untuk mengimbangi jumlah volume kendaraan yang semakin bertambah.

83
DAFTAR PUSTAKA

Abarca, R. M. (2021). Analisis Simpang Bersinyal Dengan Metode Mkji 1997.


Nuevos Sistemas de Comunicación e Información, 2013–2015.
Angelia, Y. M., Yonatan, C. A., & Setiawan, R. (2003). PADA KAWASAN
NGINDEN DAN NGAGEL JAYA. 1–8.
Anonim. (2022). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022
Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004
Tentang Jalan. Pemerintah Indonesia, 134229, 77.
Arif, H. M. (2019). Analisis Kinerja Simpang Bersinyal di Persimpangan
Kejaksaan Sukoharjo. 79–89.
Labuapi, K., Barat, K. L., Regency, W. L., & Akhir, T. (2018). EVALUASI
KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL NON- SIGNALIZED ON BENGKEL
’ S JUNCTION Oleh : Dini Martiana Fitri.
MKJI. (1997). Pengkinian Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Jurnal Jalan
Dan Jembatan, 26(2), 1–11.
Oki Indra Prastana.a, Sonya Sulistyono.b, Syamsul Arifin b. (2016). Analisis
Dampak Lalu Lintas Pembangunan SPBU Tanjungwangi Banyuwangi.
02(November), 52–61.
Paganggi, W. R., Pratama, A. L., Lopang, I., & Geraldin, J. (2018). ( Studi Kasus :
Simpang Meruya ) Analysis of Flyover Capacity ( Case Study : Meruya
Intersection ).

84
Lampiran Dokumentasi

Gambar Keadaan lalulintas sekitar Gambar Penggunaan speedgun


pasar Mayong

Gambar Pengukuran lebar jalan Gambar Rambu disekitar simpang

85

Anda mungkin juga menyukai