Dosen :
Prof. Dr. Ir. Ofyar Z. Tamin M.Sc
Asisten:
Ulayya Sarfina, S.T.
Nabila Soraya Sekarputri, S.T.
Keza Harsono, S.T.
Disusun Oleh :
Muhammad Siddiq Abdulloh 15016011
Hira Pradana 15016025
Asyifah Annafis Milda 15016037
Nabila Intan Nurcahya 15016051
Fadi 15016063
Fajar Muhammad Pramudia 15016076
Disusun sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah SI-4141 Pemodelan Transportasi
Disusun oleh:
Muhammad Siddiq Abdulloh 15016011
Hira Pradana 15016025
Asyifah Annafis Milda 15016037
Nabila Intan Nurcahya 15016051
Fadi 15016063
Fajar Muhammad Pramudia 15016076
Asisten, Dosen,
Nabila Soraya Sekarputri, S.T. Prof. Dr. Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc.
NIM : NIP : 19580823198303 1 001
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas besar ini
dengan baik. Dalam tugas besar ini penulis menjelaskan mengenai “Pemodelan Transportasi
4 Tahap di Jawa Timur dengan Menggunakan SPSS dan EMME/4 Trial”. Tugas besar ini
dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah SI – 4141 Pemodelan Transportasi. Tugas
besar ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc. selaku dosen mata kuliah SI – 4141
Pemodelan Transportasi sekaligus dosen pembimbing penulis.
2. Keluarga dan rekan-rekan penulis yang telah mendukung penulis dalam setiap
langkah dan tindakan yang dilakukan.
3. Kak Ulayya, Nabilla, Keza yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan
tugas besar ini.
Semoga bantuan dan kerjasama yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari, dalam tugas besar ini masih banyak kesalahan
dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
dan tugas besar ini di waktu yang akan datang. Semoga tugas besar ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
PRAKATA.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................v
DAFTAR GRAFIK...................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL....................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.2. Tujuan..........................................................................................................................2
4.4 Perhitungan Nilai Bangkitan Tarikan pada Tahun 2019, 2029, dan 2039......................50
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Ilustrasi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan..........................................................4
Gambar 2. 2 Metode untuk memperoleh Matriks Asal-Tujuan (MAT).....................................8
Gambar 2. 3 Sebaran Pergerakan Antara Dua Zona...................................................................1
Gambar 3. 1 Flowchart Alur Pengerjaan Laporan...................................................................18
Gambar 3. 2 Flowchart Alur Pemodelan 4 Tahap....................................................................19
Gambar 3. 3 Flowchart Metode Stepwise Tipe 1.....................................................................21
Gambar 3. 4 Flowchart Metode Stepwise Tipe 2.....................................................................23
Gambar 3. 5 Flowchart Metode Coba-Coba............................................................................25
Gambar 3. 6 Diagram Alir Pengerjaan Metode UCGR............................................................27
Gambar 3. 7 Diagram Alir Pengerjaan Metode PCGR............................................................28
Gambar 3. 8 Diagram Alir Pengerjaan Metode ACGR............................................................29
Gambar 3. 9 Diagram Alir Pengerjaan Metode PACGR..........................................................30
Gambar 3. 10 Flowchart Alur Pemodelan dengan Software EMMA......................................31
Y
1
Untuk memodelkan lalu lintas, dibutuhkan data-data yang sekiranya berhubungan
dengan sistem pergerakkan di suatu wilayah tersebut. Hal yang terjadi di
Bandung, hampir serupa yang terjadi di Jawa Timur. Adanya Institut Teknologi
Sepuluh November menjadi daya tarik pendatang untuk memenuhi kebutuhan
berupa pendidikan di salah satu kota di provinsi Jawa Timur. Meskipun, tidak
dipungkiri lagi bahwa bukan hanya itu saja faktor yang membangkitkan
pergerakkan di provinsi Jawa Timur. Untuk membahas lebih dalam faktor-faktor
yang mempengaruhi pergerakkan dan pemodelan pergerakkan yang terjadi di
provinsi Jawa Timur, penulis menyusun makalah pemodelan transportasi di
provinsi Jawa Timur dengan 4 tahap sebagai berikut.
1.2. Tujuan
Berdasarkan pemaparan pada subbab latar belakang, tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Membuat model bangkitan dari setiap kecamatan di provinsi Jawa Timur
2. Membuat model tarikan dari setiap kecamatan di provinsi Jawa Timur
3. Menentukan faktor apa saja yang mempengaruhi pergerakkan di provinsi
Jawa Timur
2
3
BAB II
DASAR TEORI
Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai dengan saat
ini, yang paling populer dan digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini adalah ‘Model
Perencanaan Transportasi Empat Tahap’. Model ini terdiri dari beberapa seri submodel yang
diakukan secara terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah:
1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (trip generation)
2. Sebaran pergerakan (trip distribution)
3. Pemilihan moda (modal split)
Bangkitan dan tarikan pergerakan dapat dilihat pada ilustrasi berikut. (Wells, 1975)
Jenis tata guna lahan yang berbeda akan memiliki ciri bangkitan lalulintas yang
berbeda dari segi jumlah arus lalulintas, jenis lalulintas, dan lalulintas pada waktu tertentu.
Adapun jumlah dan jenis lalulintas yang dihasilkan oleh masing-masing tata guna lahan
merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi. Berikut merupakan contoh
bangkitan dan tarikan pergerakan dari beberapa aktivitas tata guna lahan.
Bangkitan pergerakan tidak hanya beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga
tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi penggunaan tanah, maka semakin tinggi pula
pergerakan arus lalulintas yang dihasilkan.
5
Untuk mencerminkan hubungan antara sistem tata guna lahan dengan sistem prasarana
transportasi digunakan beberapa model. Penggunaan model dapat menerangkan cara kerja sistem
dan hubungan keterkaitan antar sistem secara terukur. Tahapan pemodelan bangkitan pergerakan
bertujuan untuk meramalkan jumlah pergerakan pada setiap zona asal dengan menggunakan data
seperti tingkat bangkitan pergerakan, atribut sosio-ekonomi, serta tata guna lahan.
Terdapat beberapa jenis pemodelan bangkitan pergerakan seperti analisis regresi yang terdiri
dari:
Kemudian langkah ketiga diatas dilaukan satu demi satu hingga hanya tertinggal
satu parameter saja. Terakhir, kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan
koefisien regresi dari setiap tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria
antara lain: semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model
tersebut, tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan, nilai konsanta
regresi kecil (semakin mendekati nol semakin baik), dan nilai koefisien dterminasi (R2)
besar (semakin mendekati satu semakin baik).
7
digunakan sebagai peubah bebas. Pemilihan dan persyaratan sama dengan langkah
pertama Stepwise 1.
Terakhir, kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien
regresi tiap model untuk menentukan model terbaik dengan kriteria yang sama pada
model Stepwise 1.
MAT adalah matriks yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antarlokasi (zona)
di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan,.
Dalam hal ini, notasi Oijmenyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, penumpang, atau
barang) yang bergerak darizona asal i ke zona tujuan jselama selang waktu tertentu. Dimensi
matriks (jumlah kolom dan baris) ditentukan oleh banyaknya zona yang ditinjau.
Pola pergerakan dapat dihasilkan jika suatu MAT digunakan sebagai dasar perencanaan
sistemjaringan transportasi. Dengan mempelajari pola pergerakan yang terjadi, seseorangdapat
mengidentifikasi permasalahan yang timbul. MAT dapat memberikan indikasi rinci mengenai
kebutuhan akanpergerakan sehingga MAT memegang peran yang sangat penting dalam
berbagaikajian perencanaan dan manajemen transportasi.
Metode untuk mendapatkan MAT dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama,yaitu
metode Konvensional dan metode Tidak Konvensional (Tamin, 1985;1986; 1988abc).
8
Gambar 2. 2 Metode untuk memperoleh Matriks Asal-Tujuan (MAT)
Data yang didapat dengan metode langsung dikategorikan sebagai data primer. Data ini
diperoleh langsung dari sumber komponen yang terlibat dalam suatu jaringan transportasi.
Sebagian besar teknik yang dilakukan dalam metode langsung adalah wawancara. Teknik lainnya
adalah mengambil gambar melalui udara ataupun mengikuti arus transportasi sambil mengikuti
suatu kendaraan tertentu.
Metode tidak langsung adalah metode yang menggunakan peramalan terhadap kondisi pola
pergerakan untuk dijadikan bahan perhitungan dala menentukan MAT untuk masa mendatang.
Data yang didapat dengan metode ini termasuk ke dalam data sekunder. Pada metode ini,
terdapat beberapa teknik yang bisa digunakan untuk memprediksi MAT di masa mendatang.
Penggunaan teknik didasarkan pada batasan yang kita inginkan, misalkan apakah kita ingin
mempertahankan pola pergerakan pada MAT selanjutnya atau ingin mempertahankan nilai dari
pergerakan. Setiap teknik yang digunakan akan menghasilkan karakteristik MAT yang berbeda
T ij =t ij . E
9
Tid = pergerakan pada masa mendatang dari zona i ke zoda tujuan d
E = tingkat pertumbuhan
Metode analogi terbagi lagi menjadi beberapa metode antara lain metode tanpa-batasan,
metode dengan satu-batasan, dan metode dengan dua-batasan. Dalam metode tanpa-batasan,
diasumsikan bahwa untuk keseluruhan daerah kajian hanya ada satu nilai tingkat pertumbuhan
yang digunakan untuk mengalikan semua pergerakan pada saat sekarang untuk mendapatkan
pergerakan pada masa mendatang. Metode ini tidak menjamin bahwa total pergerakan yang
dibangkitkan dari setiap zona asal dan total pergerakan yang tertarik ke setiap zona tujuan akan
sama dengan total bangkitan dan tarikan yang diharapkan pada masa mendatang.
1. Metode rata-rata
Metode rata-rata adalah metode paling sederhana dalam metode analogi. Metode
ini menggunakan tingkat pertumbuhan yang berbeda untuk setiap zona yang dapat
dihasilkan dari peramalan tata guna lahan dan bangkitan lalu lintas. Dalam metode ini,
total pergerakan masa mendatang yang dihasilkan belum tentu sama dengan total
pergerakan yang didapat dari hasil analisis bangkitan lalu lintas, namun hasil yang
diharapkan adalah total pergerakan masa mendatang sama dengan total pergerakan masa
mendatang. Secara matematis, metode rata-rata dapat dituliskan sebagai berikut:
Ei + E j
T ij =t ij .
2
10
Ti Tj
Ei = dan E j=
ti tj
Ti, Tj = total pergerakan masa mendatang yang berasal dari zona asal i atau zona
menuju ke zona tujuan j
ti, tj = total pergerakan masa sekarang yang berasal dari zona asal i atau zona menuju
ke zona tujuan j
2. Metode Detroit
Proses metode ini mirip dengan metode rata-rata tetapi asumsi yang digunakan
adalah walaupun jumlah pergerakan dari zona i meningkat sesuai dengan tingkat
pertumbuhanEi, pergerakan ini juga disebarkan ke zona d sebanding dengan Ed dibagi
dengan tingkat pertumbuhan global (E).
Ei + E j
T ij =t ij .
E
3. Metode Fratar
Asumsi dasar penggunaan metode Fratar adalah sebaran pergerakan dari zona asal
pada masa mendatang sebanding dengan sebaran pergerakan pada masa sekarang dan
sebaran pergerakan pada masa mendatang dimodifikasi dengan nilai tingkat pertumbuhan
zona tujuan pergerakan tersebut.
(Li+ L j)
T ij =t ij . Ei . E j .
2
∑ t ik
k ≠i
Li = N
∑ Ek .t k
k ≠i
∑ t jk
k≠j
L j= N
∑ Ek . tk
k≠ j
4. Metode Furness
11
Metode Furness adaah metode yang sederhana dan mudah digunakan. Sebaran
pergerakan pada masa mendatang didapatkan dengan mengalikan sebaran pergerakan
pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhan zona asal atau zona tujuan yang
dilakukansecara bergantian.
Pada metode ini, pergerakan awal (masa sekarang) pertama kali dikalikan
dengantingkat pertumbuhan zona asal. Hasilnya kemudian dikalikan dengan
tingkatpertumbuhan zona tujuan. Lakukan perkalin secara bergantian (dengan zona asal
dan zona tujuan) hingga nilai E = 1, atau sama dengan nilai E sebelumnya.
Evans (1970) menunjukkan bahwa metode Furness selalu mempunyai satu solusi
akhir dan terbukti lebih efisien dibandingkan dengan metode analogi lainnya. Solusi
akhir pasti selalu sama, tidak tergantung dari mana pengulangan dimulai (baris atau
kolom).
12
Oi O j
T id =k
d 2ij
Dengan k= konstanta
Hal yang harus diperhatikan adalah pergerakan antara zona asal i dan zona tujuan d
berbanding lurus dengan Oi dan Djdan berbanding terbalik kuadratis terhadap jarak antar
kedua zona tersebut. Dalam penggunaannya, diperlukan suatu konstanta berupa faktor
penyeimbang agar tidak terjadi kesalahan dalam model GR.
C
A i . B j . f (¿¿ ij)
T id ≈ O i . D j .¿
1
A i=
∑ (B j D j f ij)
j
1
B j=
∑ ( A i Oi f ij)
i
Hal lainnya yang perlu diketahui adalah fungsi hambatan fid harus dianggap sebagai
ukuran aksesibilitas antara zona i dengan zona j. Terdapat tiga jenis fungsi hambatan yaitu:
C
A i . B j . f (¿¿ ij)
T ij =Oi . D j .¿
13
Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sama
dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan pemodelan;serta bangkitan pergerakan
yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan.
Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Syarat batas model PCGR adalah:
1
A i=
Bj = 1 untuk seluruh j dan ∑ (B j D j f ij) untuk seluruh i
j
1
B j=
Ai= 1 untuk seluruh j dan ∑ (A i Oi f ij) untuk seluruh i
i
1 1
A i= B j=
∑ (B j D j f ij) untuk semua i dan ∑ (A i Oi f ij) untuk semua j
j i
Dalam hal penggunaan, secara umum model DCGR sebaiknya digunakan pada
kasus yang ramalan bangkitan dan tarikan pergerakannya cukup baik di masa mendatang.
Jika ramalan bangkitan dan tarikan pergerakannya berbeda, tidak ada alasan
menggunakan model yang harus mendapatkan total ‘baris’ dan ‘kolom’ yang sama
sehingga dapat dipilih model yang lebih sederhana yang mungkin lebih baik dan lebih
murah.
Tahap ini merupakan tahap yang menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan
transportasi, dan arus lalulintas. Pola spasial arus lalulintas merupakan fungsi dari tata guna
14
lahan dan sistem jaringan transportasi. Pola sebaran arus lalulintas antara zona asal ke sona
tunuan merupakan hasil dari dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas
tata guna lahan yang akan menghasilkan arus lalulintas, pemisahan ruang, dan interaksi antara
dua buah tata guna lahan yang akan menghasilkan pergerakkan manusia dan/atau barang.
1. Intensitas tata guna lahan, semakin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan maka
semakin tinggi pula tingkat kemampuannya untuk menarik lalulintas.
2. Pemisahan ruang, jarak antara dua tata guna lahan merupakan salah satu batas pergerakan.
Jarak yang jauh akan memakan biaya yang besar sehingga membuat pergerakan antara dua
buah tata guna lahan menjadi lebih sulit diakibatkan aksesibilitas yang rendah. Oleh karena
itu, pergerakan arus lalulintas cenderung meningkat apabila jarak antara kedua tata guna
lahan semakin dekat.
Tahap pemilahan moda adalah tahap yang mengidentifikasi besarnya pegerakan antar zona
yang menggunakan setiap moda transportasi tertentu. Pemilahan moda mungkin merupakan
model terpenting dalam perencanaan transportasi dikarenakan menyangkut efisiensi pergerakan
di daerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi,
dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih penduduk.
Faktor yang dapat memengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
Pendapatan
2. Ciri pergerakan
Tujuan pergerakan
Jarak perjalanan
Waktu perjalanan
Biaya transportasi
Model pemilihan moda yang baik harus mempertimbangkan semua faktor di atas. Dari semua
model pemilihan moda, dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Trip Ends Modal Split Model
dan Trip Interchange Modal Split Model.
Trip ends modal split model merupakan model yang didasarkan kepada variabel
pemilihan moda yang merupakan variabel sosio-ekonomi (model agregat), biasanya dilakukan
pada tahapan pemodelan trip generation. Konsepnya adalah memodelkan pemilihan moda
eksisting berdasarkan kondisi social ekonomi pelaku perjalanan, sesuai dengan data keluar /
16
masuk zona berdasarkan moda, sehingga metoda dan prosedur pengembangan modelnya persis
sama dengan model bangkitan / tarikan, yaitu dengan trip rate atau regresi (multilinier) atau
lainnya.
Trip interchange modal split memiliki konsep memodelkan perilaku pemilihan moda
berdasarkan atribut pelaku perjalanan dan atribut (karakteristik) moda, seperti kenyamanan, tarif,
waktu tempuh, waktu tunggu, dan lain-lain. Data diperoleh dari wawancara / survei karena
dalam pemilihan moda terdapat faktor persepsi dan preferensi yang tidak selalu bersifat
kuantitatif. Trip interchange modal split menggunakan konsep utilitas. Bila nilai yang
dipersipsikan tersebut terdiri atas lebih dari satu variabel, maka menjadi fungsi yang dapat
merupakan gambaran tentang tingkat kepuasan (utilitas) atau ketidapuasan (disutility) terhadap
suatu pilihan. Umumnya fungsi utilitas berbentuk persamaan linier :
Keterangan :
Ε0 = error
Begitu persamaan utilitas untuk masing-masing moda telah diketahui, maka untuk perkiraan
komposisi pemilihan modanya dapat digunakan model / persamaan Logit Binomial atau
Multinomial. Kemudian dapat diketahui probabilitas pemilihan moda yang dapat dikalikan
dengan demand dengan asal tujuan yang sama untuk diperoleh jumlah perjalanan yang akan
menggunakan masing-masing moda. Berikut adalah rumus probabilitasnya
V (i)
e
Pi= n
∑
r=1
eV ( r )
17
Keterangan :
Pi = probabilitas
Deterministik All-or-Nothing
Stochastic All-or-Nothing
2. Equilbrium Assignment
18
System Optimum (SO)
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat melalui suatu garis tegak
lurus sumbu jalan yang kemungkinan dapat terjadi per satuan jam pada kondisi tertentu. Menurut
MKJI, cara menghitung kapasitas jalan perkotaan adalah
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaiut
kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi
oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Menurut MKJ, cara menghitung kecepatan arus bebas
jalan perkotaan adalah
Keterangan :
19
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati
20
BAB III
METODOLOGI PENGERJAAN
Pengerjaan laporan ini dimulai dengan mencari studi literatur mengenai tujuan laporan
dan hal – hal yang berkaitan dengan laporan. Studi literatur yang digunakan sebagai panduan
dalam melakukan pencarian, pengolahan, dan analisis data. Kemudian, dilanjutkan dengan
mengumpulkan data yang diperoleh dari data pusat statistik nasional Provinsi Jawa Timur.
Pengerjaan selanjutnya yaitu pengolahan data sesuai dengan metode – metode yang
nantinya mengarah pada tujuan laporan. Setleah didapat angka dan grafik hasil pengolahan,
dilakukan analisis tentang pengolahan data yang diperoleh sesuai dengan panduan studi
literature. Kemudian diperoleh kesimpulan dari hasil analisis tersebut yang merupakan jawaban
dari tujuan laporan
21
3.4. Metode Pemodelan Empat Tahap
Berikut alur pengerjaan untuk pemodelan 4 tahap:
22
Tahap 1: Tentukan parameter sosio-ekonomi yang akan digunakan sebagai peubah bebas.
Pertama, pilihlah keterkaitan (korelasi) dengan peubah tidak bebas. Kemudian, lakukan uji
korelasi untuk mengabsahkan keterkaitannya dengan peubah tidak bebas (bangkitan atau
tarikan pergerakan). Dua persyaratan statistic utama yang harus dipenuhi dalam memilih
peubah bebas adalah:
Peubah bebas harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;
Sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua peubah bebas
yang saling berkorelasi, pilihkah salah satu yang mempunyai korelasi lebih tinggi
terhadap perubahan tidak bebasnya.
Tahap 3: Tentukan parameter yang mempunyai korelasi terkecil terhadap peubah tidak
bebasnya dan hilangkan parameter tersebut. Lakukan kembali analisis regresi-linear-
berganda dan dapatkan kembali nilai koefisien determinansi serta nilai konstanta dan
koefisien regresinya.
Tahap 4: Lakukan kembali tahap (3) satu demi satu sampai hanya tertinggal satu parameter
saja.
Tahap 5: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresi setiap
tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria berikut:
Semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model tersebut;
Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;
Nilai konstanta regresi kecil (semakin mendekati nol, semakin baik);
Nilai koefisien determinasi (R2) besar (semakin mendekati satu, semakin baik);
23
Gambar 3. 3 Flowchart Metode Stepwise Tipe 1
Tahap 1: Tentukan parameter sosio-ekonomi yang akan digunakan sebagai peubah bebas.
Pertama, pilihlah keterkaitan (korelasi) dengan peubah tidak bebas. Kemudian, lakukan uji
24
korelasi untuk mengabsahkan keterkaitannya dengan peubah tidak bebas (bangkitan atau
tarikan pergerakan). Dua persyaratan statistic utama yang harus dipenuhi dalam memilih
peubah bebas adalah:
Peubah bebas harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;
Sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua peubah bebas
yang saling berkorelasi, pilihkah salah satu yang mempunyai korelasi lebih tinggi
terhadap perubahan tidak bebasnya.
Tahap 3: Tentukan parameter yang mempunyai koefisien regresi terkecil terhadap dan
hilangkan parameter tersebut. Lakukan kembali analisis regresi-linear-berganda dan
dapatkan kembali nilai koefisien determinansi serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.
Tahap 4: Lakukan kembali tahap (3) satu demi satu sampai hanya tertinggal satu parameter
saja.
Tahap 5: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresi setiap
tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria berikut:
Semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model tersebut;
Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;
Nilai konstanta regresi kecil (semakin mendekati nol, semakin baik);
Nilai koefisien determinasi (R2) besar (semakin mendekati satu, semakin baik);
25
Gambar 3. 4 Flowchart Metode Stepwise Tipe 2
Tahap 1: Tentukan parameter sosio-ekonomi yang akan digunakan sebagai peubah bebas.
Pertama, pilihlah keterkaitan (korelasi) dengan peubah tidak bebas. Kemudian, lakukan uji
26
korelasi untuk mengabsahkan keterkaitannya dengan peubah tidak bebas (bangkitan atau tarikan
pergerakan). Dua persyaratan statistic utama yang harus dipenuhi dalam memilih peubah bebas
adalah:
Peubah bebas harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;
Sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua peubah bebas
yang saling berkorelasi, pilihkah salah satu yang mempunyai korelasi lebih tinggi
terhadap perubahan tidak bebasnya.
Tahap 2: Tentukan beberapa model dengan menggunakan beberapa kombinasi peubah bebas
secara coba-coba berdasarkan uji korelasi yang dihasilkan pada tahap 1. Kemudian lakukan
analisis regresi-linear-berganda untuk kombinasi model tersebut untuk mendapakatan nilai
koefisien determinansi serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.
Tahap 3: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresi tiap model
untuk menentukan model terbaik dengan kriteria yang sama dengan kriteria berikut:
Semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model tersebut;
Tanda koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan;
Nilai konstanta regresi kecil (semakin mendekati nol, semakin baik);
Nilai koefisien determinasi (R2) besar (semakin mendekati satu, semakin baik);
27
Gambar 3. 5 Flowchart Metode Coba-Coba
Model gravity (GR) merupakan pemodelan yang menggunakan konsep gravitasi yang
diperkenalkan oleh Newton tahun 1686 yang dikembangkan dari analogi hokum gravitasi.
Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa
parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas
(kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, maupun biaya.
Newton menyatakan bahwa gaya tarik atau tolak antara dua kutub massa berbanding lurus
dengan massanya dan berbanding terbalik kuadratis dengan jarak kedua massa tersebut.
28
Sedangkan pada ilmu geografi, gaya dapat dianggap sebagai pergerakan antara dua daerah,
sedangkan massa dapat diganti dengan variabel seperti misalnya bangkitan atau tarikan.
Sehingga model gravitasi ini dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
O i Od
T id =K
d 2id
Metode ini memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya pergerakan zona
asal i dan zona tujuan d berbanding lurus dengan Oi dan Dd dan berbanding terbalik dengan
kuadratis jarak diantara kedua zona tersebut. Ditambahkan juga pembatas agar tidak terjadi
kesalahan pada metode gravitasi.
T id ≈ Ai .O i . B d . D d . f (C id )
∑ (¿ B d . D d . f id )
d =1
1
A i=
¿
1
B d= N
∑ ( A i .Oi . f id )
i=1
Hal lain yang perlu diketahui adalah fungsi hambatan fid harus dianggap sebagai ukuran
aksesibilitas antara zona i dan d. Hyman (1969) menyarankan 3 jenis fungsi hambatan yang
dapat digunakan dalam model GR, yaitu:
−a
f ( C id )=C id
f ( C id )=e−β C id
−β C
f ( C id )=C−a
id . e
id
29
Model gravity (GR) memiliki 4 jenis, yaitu:
1. Unconstrained-gravity (UCGR)
Model ini mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama
dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Tanpa
batasan pada model ini memiliki arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total
yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap
bangkitan pergerakan. Modelnya dapat dituliskan sebagai berikut:
T id =Oi . Ai . B d . Dd . f (Cid )
2. Production-constrained (PCGR)
30
Model ini sering disebut sebagai model dengan-satu-batasan atau singly-constrained
(SCGR). Dalam model ini selain persyaratan bahwa total pergerakan global hasil
bangkitan tarikan harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan pemodelan, nilai
bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan
pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi, nilai pergerakan tarikan baik model dan yang
diinginkan tidak perlu sama nilainya. Persamaan modelnya sama dengan pada metode
UCGR, yaitu:
T id =Oi . Ai . B d . Dd . f (Cid )
1
A i= N
Dengan batas berbeda, yaitu: Bd = 1 untuk setiap d, dan
∑ ( Bd . Dd . f id )
d =1
3. Attraction-constrained (ACGR)
Sama halnya dengan PCGR, model ini juga sering disebut sebagai SCGR. Dalam model
ini selain persyaratan bahwa total pergerakan global hasil bangkitan tarikan harus sama
dengan total pergerakan yang dihasilkan pemodelan, nilai tarikan pergerakan yang
31
dihasilkan model harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Akan
tetapi, nilai pergerakan bangkitan baik model dan yang diinginkan tidak perlu sama
nilainya. Persamaan modelnya sama dengan pada metode UCGR, yaitu:
T id =Oi . Ai . B d . Dd . f (Cid )
1
B d= N
Dengan batas berbeda, yaitu: Ai = 1 untuk setiap i, dan
∑ (A i .Oi . f id )
i=1
4. Production-attraction-constrained (PACGR)
Model ini sering disebut sebagai model dengan-dua-batasan atau doubly-constrained
(DCGR). Pada model ini seluruhnya dibatasi. Maksudnya adalah baik total pergerakan
global dan perhitungan, nilai bangkitan maupun tarikan juga harus sama baik berdasarkan
perhitungan maupun yang diinginkan. Persamaan yang digunakan juga sama, namun
dengan keterangan Bd dan Ai yang berbeda (yaitu gabungan PCGR dan ACGR).
T id =Oi . Ai . B d . Dd . f (Cid )
32
1 1
A i= N
B d= N
Dengan batas berbeda, yaitu: , dan
∑ (Bd . Dd . f id ) ∑ (A i .Oi . f id )
d =1 i=1
Program EMME 4 merupakan salah satu perangkat lunak (software) ilmu Teknik Sipil
terutama sub bidang ilmu Transportasi yang dikembangkan pada sekitar tahun 1970 di Center of
Research on Transportation (CRT) di Universitas Montreal. Kelebihan utama program ini adalah
33
pada kemampuannya untuk memodelkan persoalan transportasi secara multi modal. EMM4
merupakan sistem perencanaan transportasi urban – multi – modal baik angkutan pribadi maupn
angkutan umum serta keluaran grafik yang interaktif.
Di dalam memodelkan jaringan jalan, EMME4 juga dapat memperhitungkan data masukan
berupa jenis pengguna jalan yang memakai ruas tersebut yang dikelompokkan menjadi 3 jenis,
yaitu car, bus, dan pedestrian. Car menunjukkan bahwa pengguna jalan merupakan kendaraan
bermotor milik pribadi. Bus menunjukkan bahwa jalan dilalui oleh berbagai jenis kendaraan
umum. Pedestrian menunjukkan bahwa pada jalan tersebut juga dilalui oleh pejalan kaki.
Tingkat pelayanan sediaan merupakan fungsi dari biaya dan tundaan yang akan dioperasikan
pada Function Editor, dan kebutuhan dimodelkan dengan mengoperasikan matriks yang akan
dikerjakan pada Matrix Editor. Di dalam pengoperasian EMME2, variable – variable yang akan
digunakan dapat ditentukan sendiri, seperti volume delay function, besarnya biaya perjalanan,
ataupun juga energy coefficient.
34
Gambar 3. 10 Flowchart Alur Pemodelan dengan Software EMMA
35
BAB IV
TRIP GENERATION
Seperti yang telah diketahui di metodologi yang akan dilakukan tugas besar kali ini,
langkah pertama yang harus diketahui dalam penggunaan pemodelan empat tahap adalah trip
generation. Langkah pertama dari trip generation ini adalah menentukan jumlah bangkitan dan
tarikan dari daerah-daerah yang ditinjau. Didapatkan data MAT penumpang dan distribusi barang
dari provinsi Jawa Timur di tahun 2011 yang berisikan jumlah pergerakan yang terjadi di antar
daerah. Bangkitan adalah jumlah pergerakan dari suatu daerah menuju ke daerah lain, sedangkan
tarikan adalah jumlah pergerakan yang menuju ke suatu daerah yang berasal dari daerah lain.
Maka dari itu, langkah perhitungan yang dilakukan hanyalah menjumlahkan pergerakan yang
terjadi di antar daerah tersebut. Dari tabel MAT yang diketahui, penjumlahan searah sumbu x
merupakan pencarian data bangkitan, sedangkan penjumlahan searah sumbu y merupakan data
tarikan. Hal ini dikarenakan kolom di sebelah kiri merupakan kabupaten / kota “asal”, sedangkan
di barisan atas merupakan kabupaten / kota “tujuan”. Berikut merupakan hasil perhitungan
bangkitan dan tarikan penumpang (orang/tahun) di Provinsi Jawa Timur
36
Berikut merupakan hasil perhitungan bangkitan dan tarikan barang (ton/tahun) di Provinsi Jawa
Timur
37
4.2 Data Variabel Dependen dan Independen
Untuk membuat persamaan yang menjadi output tahap trip generation, dibutuhkan
variabel-variabel yang dapat mempengaruhi pergerakan dari bangkitan dan tarikan yang
merupakan variabel sosio ekonomi. Nilai bangkitan dan tarikan dimodelkan sebagai variabel
dependen yang dipengaruhi oleh variabel-variabel sosio ekonomi, dengan kata lain variabel sosio
ekonomi haruslah variabel independen. Untuk tugas besar kali ini, kami diharapkan memilih 15
variabel bebas yang nantinya variabel tersebut akan dipilih lima yang memiliki korelasi terbesar
terhadap bangkitan dan pergerakan yang ada. Kelima belas variabel tersebut adalah jumlah
penduduk, luas daerah, jumlah kecelakaan, jumlah hotel, produksi padi, luas lahan perkebunan,
indeks keparahan kemiskinan, produksi daging sapi, produksi budi daya ikan kolam, jumlah
koperasi, jumlah rumah sakit, produksi ubi kayu, indeks kemahalan konstruksi, jumlah angkatan
kerja, dan jumlah murid SD. Nilai korelasi dari variabel-variabel yang ada akan dicari
38
menggunakan SPSS. Berikut adalah detail jumlah dari masing-masing variabel di setiap daerah
kabupaten / kota.
39
4.3 Penentuan Persamaan Bangkitan dan Tarikan dengan Software SPSS
4.3.1 Penentuan Korelasi Antar Variabel
Supaya dapat diketahui keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya, perlu
dicari korelasi antar variabel. Nilai korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Berikut adalah
penjelasan dari nilai korelasi
Korelasi 1 = perfect linear relationship (positive)
Korelasi -1 = perfect linear relationship (negative)
Korelasi 0 = no relationship
Korelasi 0 < x < 0.29 = weak relationship
Korelasi 0.3 < x < 0.59 = moderate relationship
Semakin banyak variabel bebas yang digunakan, maka model yang dihasilkan semakin
baik, meskipun data error tidak dapat dihindari karena setiap variabel memiliki data error. Tanda
koefisien regresi (+/-) sesuai dengan yang diharapkan. Nilai konstanta regresi kecil haruslah
mendekati nol dan koefisien determinasi (R2) haruslah mendekati satu agar model yang telah
40
dihitung dapat dikatakan baik. Berikut adalah langkah-langkah dalam pencarian nilai korelasi
menggunakan SPSS
1. Setelah membuka software SPSS, buka halaman variable view. Kemudian definisikan
variabel bangkitan dan tarikan, yaitu Y1 sampai Y4. Definisikan juga variabel bebas,
yaitu X1 sampai X15. Berikut adalah hasilnya
2. Buka data view dan input seluruh data variabel bebas yang diketahui di tabel 4.1, tabel
4.2, dan tabel 4.3. Berikut adalah hasilnya
41
Gambar 4. 2 Input Variabel ke SPSS
3. Lakukan Bivariate Correlation dengan cara klik analyze > correlate > bivariate
4. Setelah melakukan langkah ketiga, maka akan muncul tabel di bawah. Masukkan seluruh
variabel, dependen dan independen, ke kotak di sebelah kiri untuk menentukan nilai
korelasi antar variabel yang ada.
42
Gambar 4. 4 Pemasukan Variabel yang akan Dicek Korelasi pada SPSS
5. Setelah langkah keempat dilakukan, maka akan muncul data korelasi sebagai berikut
Ambil data korelasi yang pearson saja sebagai nilai korelasi antar variabel yang kita
punya.
Berikut adalah matriks korelasi yang telah didapatkan dari langkah-langkah di atas
43
Tabel 4. 4 Matriks Korelasi hasil SPSS
Selain untuk menentukan korelasi antar variabel, SPSS digunakan untuk melakukan
analisis regresi sehingga mendapatkan koefisien-koefisien regresi dari tiap variabel bebas. Untuk
mendapatkan koefisien regresi, langkah yang sama dilakukan dengan menggunakan software
SPSS yang mana langkah pengerjaan di SPSS dilakukan sebagai berikut:
1. Pilih analyze > regression > linear, akan muncul tampilan berikut.
2. Masukan variabel dependent (X1 – X15) dan variabel independent yang akan ditinjau (Y1/
Y2/ Y3/ Y4). Dalam hal ini, diberi contoh Y1.
44
Gambar 4. 7 Input Variabel Dependent dan Independent untuk Analisis Regresi
3. Didapatkan nilai koefisien regresi, R2, sig.F, dan sig,t. Dengan adanya koefisien-koefisien
tersebut, dapat ditentukan variabel yang memiliki ketidaksesuaian dengan
membandingkan tanda (positif/negatif) hasil analisis regresi terhadap harapan.
4.3.3 Metode Stepwise 1
Sudah dijelaskan pada bab III, tahap dan alur pengerjaan metode step wise I. Tahap
pengerjaan step wise I dilakukan sebagai berikut :
1. Mengurutkan korelasi dari yang terkecil ke yang terbesar. Kemudian, variabel dengan
korelasi terkecil dihilangkan. Berdasarkan tabel di bawah, maka dihilangkan X7.
Kemudian variabel yang terkecil kedua yaitu X13 dan seterusnya.
45
2. Dilakukan analisis regresi dengan variable yang sudah dihilangkan. Didapatkan hasil
sebagai berikut.
3. Ulangi langkah 1-2, hingga tersisa satu variabel. Berikut adalah hasil analisis regresi tiap
tahap.
46
Tabel 4. 9 Analisis Regresi Metode Stepwise 1, Tahap 5
47
Tabel 4. 11 Analisis Regresi Metode Stepwise 1, Tahap 7
48
Tabel 4. 13 Analisis Regresi Metode Stepwise 1, Tahap 9
49
Tabel 4. 16 Analisis Regresi Metode Stepwise 1, Tahap 12
Pemilihan konstanta regresi sebagai hal yang menenutukan pemilihan persamaan terbaik
didasarkan bahwa semakin kecil konstanta, maka error pada pemodelan semakin kecil.
Hal ini juga didasarkan pada perhitungan bahwa signifikan t selalu memberikan hasil
yang lebih besar dari 0,05 dan nilai koefisien determinasi yang semakin variabel
indenpen berkurang, semakin kecil nilai R2 . Sehingga, menurut penulis hal yang paling
logis dalam menentukan persamaan terbaik yaitu dengan melihat error atau kosntanta
regresi yang terkecil dari semua tahap. Maka, pemilhan persamaan terbaik menggunakan
metode Stepwise 1 sebagai berikut :
51
52
Tabel 4. 20 Hasil Analisis Regresi Persamaan Y1 Metode Stepwise 2
53
Tabel 4. 22 Hasil Analisis Regresi Persamaan Y3 Metode Stepwise 2
54
Persamaan terbaik tidak selalu persamaan yang memiliki variabel dengan koefisien
terbesar, namun yang memenuhi syarat yang ada. Di setiap hasil regresi, terdapat nilai sig. F dan
sig. T. Kedua nilai tersebut haruslah lebih kecil dari 0,05. Kemudian nilai konstanta yang
dimiliki haruslah semakin mendekati nol untuk menandakan hubungan variabel dependent benar-
benar dipengaruhi variabel independen yang berada di dalam persamaan. Syarat lainnya adalah
tanda koefisien regresi yang diharapkan tercapai yang untuk pemodelan kali ini memiliki nilai
positif untuk variabel independen yang digunakan. Syarat terakhir adalah nilai koefisien
determinasi yang dimiliki semakin mendekati angka satu untuk menandakan kesesuaian antara
variabel independen dan dependen.
Setelah melakukan kelima langkah di atas, berikut adalah persamaan yang dihasilkan
Tabel 4. 24 Persamaan Terbaik Metode Stepwise 2
1.
Y 1=−31805965,087+ 8324,755 X 3+ 33309,953 X 4+ 9227752,801 X 7+15851,927 X 10+1535487,6
2.
Y 2=−2155652,209+ 39043,290 X 4+7922725,237 X 7+20546,886 X 10+1245267,322 X 11 – 85577,
3.
Y 3=2561175,188+ 24033,353 X 2+98543,256 X 4+11853805,417 X 7+ 4278197,613 X 11 – 245846,0
4.
Y 4=22163237,702+77151,601 X 4+18149537,743 X 7+50470,184 X 10+2598886,251 X 11−49535
4.3.5 Metode Coba-coba
Metode ini melakukan proses coba-coba dalam menentukan parameter yang dipilih.
Setelah mengetahui matriks korelasi, bentuk model persamaan menggunakan beberapa
kombinasi peubah bebas secara coba-coba berdasarkan uji korelasi yang dihasilkan. Berikut
adalah langkah secara detailnya
Langkah pertama adalah membuat persamaan dengan Y1 hingga Y4 adalah variabel
dependen dan X1 hingga X15 adalah variabel independen. Dilakukan pencarian variabel
independen yang mempunya korelasi yang kuat terhadap variabel dependen. Antar variabel
independen tidak boleh memiliki korelasi yang kuat untuk menandakan variabel tersebut tidak
memiliki ketergantungan terhadap faktor lain. Diasumsikan variabel independen dan dependen
mempunyai korelasi yang kuat jika memiliki nilai 0,6 atau lebih. Berikut adalah hasil
persamaannya
55
Tabel 4. 25 Persamaan Antar Variabel
Ambil contoh Y1 yang memiliki variabel X1, X10, X11, X14, dan X15 sebagai variabel yang
memengaruhi dikarenakan memiliki nilai korelasi yang tinggi. Kemudian dilakukan pengecekan
apakah antar variabel juga memiliki nilai korelasi yang tinggi, sehingga tidak dapat disatukan
menjadi satu persamaan. Oleh karena itu, didapatkan lima persamaan untuk Y1. Berikut adalah
hasil persamaan menggunakan metode coba-coba
Tabel 4. 26 Persamaan Variabel Y1 (Bangkitan Penumpang)
56
Tabel 4. 28 Persamaan Variabel Y3 (Bangkitan Barang)
Dari ketiga metode yang telah digunakan, dicari persamaan terbaik untuk masing-masing
variabel dependen. Dalam pencarian persamaan terbaik, syarat yang digunakan sama seperti
yang telah digunakan di ketiga metode di atas, yaitu nilai konstanta yang mendekati nol, sig. T &
sig. F yang harus lebih kecil dari 0,05, kesesuaian tanda yang diharapkan untuk variabel
independen, dan nilai R square yang mendekati satu. Dari ketiga persamaan di atas, persamaan
terbaik untuk masing-masing persamaan adalah
1.
Y 1=142865,367+18,207 X 1+466,363 X 3+0,139 X 8−10446,686 X 10+ 476738,101 X 11 +22,626 X
2.
Y 2=1008480,294+32,475 X 1−9754,529 X 10+ 485562,121 X 11−7,948 X 14−69,688 X 15
3.
Y 3=1501845,431+134,413 X 1+106,746 X 2+3904,408 X 3+35988,277 X 4 +6,455 X 5−234,814 X 6
4. Y 4=−134545,838+ 96,109 X 1−83,442 X 14−93,738 X 15
Keempat persamaan didapatkan dari metode stepwise 1 dikarenakan memiliki konstanta yang
paling mendekati nol dan nilai R square yang paling mendekati satu. Meskipun ketidaksesuaian
tanda di model stepwise 1 lebih besar, namun hal tersebut tidak berpengaruh karena di awal
tanda yang diberikan merupakan hasil asumsi.
57
4.4 Perhitungan Nilai Bangkitan Tarikan pada Tahun 2019, 2029, dan 2039
Dalam menentukan nilai pergerakan pada bangkitan maupun tarikan pada tahun rencana tersebut
diperlukan pengumpulan data untuk setiap variable independen yang diperoleh selama 5 tahun
untuk memperkirakan kondisi pada masa yang akan datang. rentang waktu yang digunakan
berada dari tahun 2012 hingga tahun 2016. Untuk memperkirakan tahun rencana bisa
menggunakan formula di Microsoft excel FORCASE.
Berikut data atau variabel yang digunakan selama 5 tahun dari rentang tahun 2012 hingga 2018
dan perkiraan pada tahun rencana 2019, 2029, dan 2039:
Tabel 4. 30 Variabel Jumlah Penduduk
58
Tabel 4. 32 Variabel Jumlah Kecelakaan
59
Tabel 4. 33 Variabel Jumlah Hotel
60
Tabel 4. 34 Variabel Produksi Padi
61
Tabel 4. 35 Variabel Luas Lahan Perkebunan
62
63
Tabel 4. 36 Variabel Daging Sapi
64
Tabel 4. 37 Variabel Produksi Budidaya Ikan Kolom
65
Tabel 4. 38 Variabel Jumlah Koperasi
66
Tabel 4. 39 Variabel Jumlah Rumah Sakit
67
Tabel 4. 40 Variabel Ubi Kayu
68
Tabel 4. 41 Variabel Jumlah Angkatan Kerja
69
Tabel 4. 42 Variabel Jumlah Murid SD
70
Y 2=1008480.294+32.475 X 1+9754.529 X 10+ 485562.121 X 11−7.948 X 14−69.688 X 15
Tabel 4. 43 Pergerakan Bangkitan pada Tahun Rencana 2019, 2029, dan 2039
71
4.5 Konversi Pergerakan Bangkitan dan Tarikan pada Tahun Rencana
Dengan meggunakan hasil dari pergerakan pada tahun rencana, kemudian dapat dilakukan
konversi untuk mengubah satuan dalam smp/jam. Formulasi yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Contoh perhitungan konversi pergerakan bangkitan pada kabupaten Pacitan pada tahun 2019
sebagai berikut:
Untuk kabupaten Pacitan mempunyai jumlah pergerakan 11646799 orang dengan perhitungan
jumlah MC dengan nilai factor jam puncak sebesar 0.11 yang ada sebagai berikut:
FJP P × emp
Oi=Oi × ×
365 okupansi
0.11 55 ×0.9
O pacitan=11646799 × ×
365 2
72
Berikut hasil perhitungan yang diperoleh:
73
Tabel 4. 46 Hasil Konversi Bangkitan Tarikan pada Tahun 2029
74
Tabel 4. 47 Hasil Konversi Bangkitan Tarikan pada Tahun 2039
75
Setelah dilakukan konversi dari masing – masing pergerakan pada tahun rencana untuk jenis
atau type kendaraan tertentu, maka diperoleh total pergerakan dengan persemaan sebagai berikut:
Hasil total pergerakan bangkitan dan tarikan pada tahun rencana sebagai berikut:
Tabel 4. 48 Hasil Total Pergerakan Bangkitan dan Tarikan dengan Satuan smp/jam
76
4.6 Normalisasi Bangkitan dan Tarikan pada Tahun Rencana
Dalam normalisasi ini diharapkan suatu kondisi dimana jumlah total bangkitan sama dengan
total tarikan yang terjadi.
∑ Bangkitan=∑ Tarikan
Berikut hasil normalisasi bangkitan dan tarikan
77
Tabel 4. 50 Normalisasi 2029
78
Tabel 4. 51 Normalisasi 2039
79
80
4.7 Free Flow Speed dan Kapasitas Jalan
Analisis kecepatan arus bebas atau free flow speed dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan berikut:
F V =( FV o + FV w ) × FF V sf × FF V cs
Keterangan :
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FVw = Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam)
FFVsf = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping
FFVcs = Faktor penyesuaian ukuran kota
Contoh perhitungan:
Diketahui kasus jalan luar kota dengan asumsi 4/2 UD, Datar, Lebar lajur 3.5 m, separasi arah 50
– 50, hambatan samping: rendah, dengan bahu 1.5 m dan ukuran kota mengikuti ukuran ibukota
masing – masing provinsi dalam hal ini ukuran kota Surabaya 2781047 jiwa.
81
Tabel 4. 53 Koefisien FVw
82
Tabel 4. 55 Nilai FFVcs
e. Menentukan nilai V
F V =( FV o + FV w ) × FF V sf × FF V cs
F V = (51+ 0 ) × 0.9 ×1
F V =45.9 km / jam
Kapasitas jalan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu faktor lebar jalur ( F C W ), faktor pemisahan arah ( F C SP ¿ , faktor
F C SF F C CS
hambatan samping ), dan faktor ukuran kota ). Penentuan kapasitas jalan dapat dilakukan dengan
¿ ¿
menggunakan persamaan berikut: C=C0 × F C W × F C SP × F C SF × F CCS
83
b. Menentukan nilai Fcw
84
d. Menentukan nilai FCsf
85
Berikut hasil yang diperoleh dari analisis perhitungan diatas:
86
BAB V
TRIP DISTRIBUTION
87
BAB VI
TRIP ASSIGNMENT
88
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
89
DAFTAR PUSTAKA