Disusun Oleh :
KELOMPOK I
Nama NIM
Anjas Alfareza 30020001
Anggun Mutiara Nosiesa Putri 30020002
Shoyuna Putri Komalasari 30020024
Mengetahui,
Ka. Prodi DIII Fisioterapi
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penulisan
b. Disability ( disabilitas )
Segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk melakukan
aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan
kegangguan / impairment.
c. Handicap ( kecacatan )
d. Hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh hendaya dan
disabilitas yang membatasi pemenuhan peran wajar seseorang sesuai
dengan faktor umur, jenis kelamin, sosial dan budaya.
e. Difabel
Istilah yang digunakan bagi seseorang yang mempunyai keterbatasan
fungsional.
1) Pelayanan fisioterapi
Bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara,
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeuis dan
mekanis ), pelatihan fungsi dan komunikasi.
2. Landasan Hukum
1. Kriteria umum
a) Sehat jasmani dan rohani
b) Berkelakuan baik
c) Lulus proses rekrutmen di Siloam Hospitals Palembang
2. Pendidikan dan Kursus
a) Minimal D3 Fisioterapi
b) D3 Okupasi Terapi
c) D3 Terapi Wicara sesuai dengan bidang kerjanya.
3. Primary source verification dari institusi yang bersangkutan
a. Pengalaman
Diutamakan dengan pengalaman kerja.
b. Ketrampilan
1) Mampu melakukan asesmen, diagnosis, terapi dan
evaluasi keterapian fisik kepada pasien sesuai dengan
kompetensi masing-masing dan arahan dokter
2) Mampu berbahasa inggris minimal pasif
c. Perawat Rehabilitasi Medik
1. Kriteria umum
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Berkelakuan baik
c. Lulus proses rekrutmen di Siloam Hospitals Palembang
2. Pendidikan dan Kursus
Minimal D3 Perawat.
3. Primary source verification dari institusi yang bersangkutan
a. Pengalaman
Diutamakan dengan pengalaman kerja.
b. Ketrampilan
1) Mampu melakukan asuhan keperawatan
2) Mampu berbahasa inggris minimal pasif
3) Dapat mengoperasikan komputer
2 Officer ( tenaga administrasi dan kasir ), Customer service, dan health
care assistant
a. Kriteria umum
1) Sehat jasmani dan rohani
2) Berkelakuan baik
3) Lulus proses rekrutmen di Siloam Hospitals Palembang
b. Pendidikan
1) Diutamakan dengan pengalaman kerja
2) Ketrampilan
3) Mampu berbahasa inggris minimal pasif
4) Dapat mengetik dan mengoperasikan komputer
5) Mengetahui pengetahuan dasar kearsipan
B. Distribusi Ketenagaan
Tabel Jumlah Ketenagaan
No Tenaga Jumlah
2. Fisioterapis 7
3. Terapis Wicara 0
4. Terapis Okupasi 0
5. Ortotis prostetis 0
6. Perawat 0
7. Administrasi / Registrasi 1
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dilakukan untuk 3 Shift. Jaga Pagi 4 Fisioterapis. Jaga
Sore 3 Fisioterapis dan di tambah 1 Registrasi
D. STANDAR FASILITAS
2. Denah Ruangan
Lokasi gedung yang ideal harus terletak dekat ruang rawat inap dan
rawat jalan dengan memperhatikan kemudahan aksesbilitas pasien difabel
untuk mencapai lokasi.
LAY OUT
ACTIVITY
AREA THREATMENT
BAR
TOILET ROOM
DIRTY
UTILITY
(D U)
ORTHOTIC
NEBULIZER
PROSTETIC
ROOM
SPEECH OCCUPATIONA
THERAPY L
THERAPY
CONSULTATI NURSE
ON
STATION
4. Standar Fasilitas
No Alat Jumlah
.
2. Tensimeter 1
3. Photo viewer 1
4. Reflex Hammer 1
5. Geniometer 1
6. Flow meter 1
7. Meteran gulung 1
Peralatan Fisioterapi
1. Treadmill 2
2. Bicycle Ergometer 1
5. CPM 1
6. Traction 1
7. Quadriceps Bench 1
8. Pat Slide 1
9. Tilting table 1
19. Walker 2
21. Cruck 2
22. Tripod 1
23. Quadripod 1
25. Tangga 1
26. Matras 1
28. Nebulizer 3
30. Cryotherapy 1
B. TATA LAKSANA PELAYANAN
1. Jenis Pelayanan
Pelayanan Departemen Rehabilitasi Medik di Siloam Hospitals
Palembang dilaksanakan melalui pendekatan pelayanan satu pintu ( one
gate system ), artinya setiap pasien yang memerlukan pelayanan
Rehabilitasi Medik harus menjalani pemeriksaan / penilaian / asesmen
oleh Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi ( SpKFR )
untuk menegakkan diagnosis medik dan fungsional, menegakkan
prognosis, mengarahkan / menetapkan daan mengevaluasi program
terapi yang di butuhkan. Intervensi Keterapian Fisik dan Rehabilitasi
terhadap pasien dilakukan melalui layanan individu maupun kelompok.
Kegiatan pelayanan ini merupakan pelyanan tersendiri baik rawat inap
atau rawat jalan Rumah Sakit, maupun dalam layanan terpadu.
Pelayanan Rehabilitasi Medik melibatkan beberapa tenaga kesehatan
dan tenaga lain seperti :
a. Dokter Spesialia Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
b. Fisioterapis
c. Terapis Okupasi
d. Terapis Wicara
e. Ortosis Prostesis
f. Perawat Rehabilitasi Medik
g. Psikolog
Pasien yang membutuhkan pelayanan Rehabilitasi Medik dapat berasal
dari :
a. Emergency Departement
b. Outpatient Departement
c. Inpatient Departement, termasuk HCU ( High Care Unit ), ICCU
( Intensive Cardiac Care Unit ), ICU ( Intensive Care Unit ), NICU (
Neonatal Intensive Care Unit ), Stroke Unit.
d. Konsul dari dokter apraktek swasta / klinik
e. Rujukan dari Rumah Sakit / Institusi kesehatan lainnya.
Dengan sistem satu pintu yang diterapkan dalam kegiatan
pelayanan di Departemen Rehabilitasi Medik, maka akan
didapatkan rangkaian kegiatan sebagai berikut :
2. Alur Pelayanan
Pelayanan pasien di Departemen Rehabilitasi Medik harus
mengikuti prosedur pelayanan pasien rawat jalan dan pasien rawat
inap yang telah ditetapkan.
Setiap pasien yang tertera di bawah ini harus melalui pemeriksaan
atau sepengetahuan Dokter SpKFR yang bertugas pada hari
tersebut, sebagai berikut :
a. Pasien dengan kasus baru / tanpa rujukan
b. Pasien yang dijadwalkan re-evaluasi oleh Dokter SpKFR.
c. Setiap pasien dari Dokter Spesialis atau dokter umum di
Siloam Hospitals serta paien kiriman Dokter Spesialis THT,
Spesialis Kebidanan dan Kandungan atau Spesialis anak
Siloam Hospitals, dengan instruksi yang sesuai dengan yang
sudah tercetak pada formulir permintaan tindakan Rehabilitasi
Medik tertentu saja.
d. Semua pasien dari Rumah Sakit lain di luar Siloam Hospitals.
Pengendalian limbah mengikuti kebijakan pengendalian
limbah Siloam Hospitals.
3. Daftar SOP
a. KRS-SHMRH-001 : Pedoman pelayanan pasien di
departemen rehabilitasi medik.
b. PP-SHMRH-001 : Pelayanan pasien rawat jalan
c. PP-SHMRH-002 : Pelayanan pasien rawat inap
1. Definisi
Ligamentum patellofemoral medial (MPFL) adalah bagian dari
jaringan penahan jaringan lunak yang membantu menstabilkan
lutut. MPFL menjaga patela (tempurung lutut) tetap di tengah, sehingga
meluncur dengan baik selama gerakan kaki. MPFL terletak di bagian
dalam lutut dan menghubungkan patela ke tulang paha (tulang
paha). Cedera, seperti keseleo atau robekan, pada ligamen ini sering terjadi
karena dislokasi patela yang kuat dan traumatis. Cedera MPFL lebih
sering terjadi pada wanita dan atlet.
Patela bersandar pada alur di depan tulang paha distal yang disebut
trochlear. Artikulasi antara tempurung lutut dan troklea memfasilitasi
gerakan lutut yang normal. Kedalaman alami troklea dan MFPL
membantu menjaga patela tetap terpusat di troklea. Patela dapat terkilir
keluar dari alur karena kekuatan traumatis atau putaran yang tidak
wajar. MPFL adalah pengekangan alami terhadap gerakan lateral patela
yang abnormal keluar dari alur trochlea. Selama dislokasi patela,
tempurung lutut bergerak ke samping (ke luar) relatif terhadap tulang
paha. Fenomena ini dikaitkan dengan peregangan atau robeknya
MPFL. Seseorang yang mengalami cedera ini akan merasakan nyeri akut
dan pembengkakan segera. Patela mungkin terkunci di
tempatnya. Kadang-kadang, tempurung lutut yang terkilir mungkin
memerlukan bantuan dokter untuk mengembalikan tulang ke
tempatnya. Sebagian besar dislokasi tempurung lutut kembali ke
tempatnya secara alami. Sebagai bagian dari proses pemulihan,
penyangga, istirahat, dan terapi fisik dapat menyembuhkan robekan
MPFL.
Gambar 2. 1
Kondisi lutut MPFL Tear
()
2. Etiologi
Penyebab cedera MPFL diketahui terjadi ketika patela terkilir atau
menjadi subluksasi (terkilir sebagian) karena trauma yang dialami selama
atletik atau kecelakaan, sebagai akibat dari ligamen yang longgar secara
alami – paling sering terlihat pada anak perempuan dan perempuan – atau
karena variasi individu dalam anatomi tulang. Orang dengan cedera ini
digambarkan memiliki ketidakstabilan patela.
3. Patologi
ruptur ligamentum patellofemoral medial dapat menyebabkan
dislokasi patela ke arah lateral. Dislokasi lateral atau subluksasi patela juga
dapat dilihat pada tampilan “matahari terbit/ sunrise”. disebut sunrise karena
terdapat kerobekan pada otot Vastus Medialis Obliquus (VMO) dan anterior
retinakulum medial dapat terjadi sehubungan dengan dislokasi lateral patela.
Arah dislokasi lutut yang paling sering adalah ke lateral. Ketika hal ini
terjadi, otot dan ligamen di lutut menjadi terlalu meregang dan mengalami
kerusakan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan dislokasi patella yang
paling sering adalah insufisiensi kekuatan otot quadriceps pada sisi dalam
lutut, pronasi kaki berlebihan dan yang dikenal dengan peningkatan sudut Q
lutut.
Otot vastus medialis oblik atau VMO adalah otot quadriceps pada sisi dalam
paha dan bertanggung jawab untuk mempertahankan stabilitas patella di lutut
Bila otot VMO tidak kuat atau serat ototnya tidak cukup terorientasi, patella
akan lebih rentan mengalami dislokasi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan, diantaranya:
1) Hambatan Gerak
Hambatan gerak biasanya bertambah buruk dengan semakin
beratnya penyakit, sampai hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur. Hambatan gerak dibagi menjadi dua yaitu konsentris
(seluruh arah) dan eksentris (salah satu gerakan) (Soeroso dkk,
2009).
2) Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi pada kondisi OA dapat timbul karena
efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc). Sebab lain
karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi
(Soeroso dkk, 2009).
3) Tanda Peradangan
Tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan)
mungkin dijumpai pada kondisi OA karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul belakangan,
seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi
kecil tangan dan kaki (Soeroso dkk, 2009).
4) Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, dan
tulang belakang dengan stenosis spinal (Soeroso dkk, 2009).
Gambar 2. 2
Os Femur
(Putz & Pabst, 2006)
b. Os Tibia
Tulang tibia adalah tulang yang bentuknya lebih kecil, pada
bagian pangkal melekat pada tulang fibula, pada bagain ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju
yang disebut malleolus medianus.
Gambar 2. 3
Os Tibia
(Putz & Pabst, 2006)
c. Os Fibula
Tulang fibula adalah tulang yang berbentuk pipa yang terbesar
sesudah tulang femur yang membentuk persendian dengan tulang femur
pada bagain ujungnya terdapat tonjolan yang disebut tulang malleolus
lateralis.
Gambar 2. 4
Os Fibula
(Putz & Pabst, 2006)
d. Os Patella
Patella adalah tulang sesamoid (pipih) berbentuk segitiga yang
terletak di depan lutut pada insersi musculi quadriceps femoris
(Dorland, 2015).
Gambar 2. 5
Os Patella
(Putz & Pabst, 2006)
2. Miologi
Miologi adalah studi ilmiah atau deskripsi mengenai otot dan
struktur penunjangnya (bursa dan selubung synovial) (Dorland, 2015).
Menurut Olga Dreeben & Irimia (2017), berikut adalah otot-otot
yang berperan dalam pergerakan knee joint antara lain:
1. Fleksor Genu (Hamstring)
c) M. Semitendinosus
d) M. Semimembranosus
1) Origo : Tuberositas ishiadicum
Gambar 2. 6
Otot Hamstring
(Putz & Pabst, 2008)
a) M. Rectus Femoris
b) M. Vastus Lateralis
c) M. Vastus Intermedius
d) M. Vastus Medialis
Gambar 2. 7
Otot Quadriceps
(Putz & Pabst, 2008)
3. Arthrologi
Arthrologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari seputar sendi
dan ligament (Dorland, 2015). Sendi yang terdapat pada lutut antara lain :
a. Tibiofemoral Joint
c. Patellofemoral Joint
4. Meniscus
Meniscus adalah lempeng berbentuk sabit fibrocartilago pada
permukaan artikular tibia. Batas perifernya tebal dan cembung. Melekat
pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian
bebas.Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan
condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies
artikularis condylus.
Gambar 2. 8
Mrniscus
(Putz & Pabst, 2007)
5. Ligamen
Ligamentum adalah pita jaringan ikat yang menghubungkan tulang
atau tulang rawan serta berfungsi untuk memperkuat dan menyokong sendi
(Dorland, 2015).
Gambar 2. 9
Ligamen
(Lippert, 2011)
LIGAMENT TAMBAH 2 LGI
6. Biomekanika
Biomekanika adalah aspek gerakan dan merupakan proses
terjadinya gerakan pada tubuh manusia di tinjau dari aspek gerak maka
sendi lutut dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Osteokinematika
Ostekinematik adalah analisa gerak dipandang dari tulang
pembentuk sendi.Gerakannya dapat diukur dengan
goniometer.Gerakan yang berada di sendi lutut adalah gerak
fleksiekstensi, eksorotasi-endorotasi (lutut posisi fleksi), disebut
gerak angulasi (Anwar, 2012).
B. Arthrokinematika
Arthrokinematik adalah analisa gerak dimana gerak dipandang
dari permukaan sendinya, juga disebut gerak intra articular, terdiri dari
gerak traksi, kompresi, slide/translasi, roll-slide dan spin (Anwar,
2012).
D. Problematika Fisioterapi
Pada penderita Medial Patellofemoral Ligament akan mengalami
masalah baik segi fisiologis maupun aktivitas kesehariannya. Berikut
problematika yang dialami oleh pasien kondisi osteoartrhritis antara lain:
1. Impairment
a. Body Structure ???
b. Body Function
2. Activity Limitation
3. Participant restriction
E. Pemeriksaan Spesifik
1. Pemeriksaan Visual Analoque Scale (VAS)
a. Definisi
b. Tujuan
a. Definisi
Luas gerak sendi (LGS) besarnya suatu gerakan yang terjadi pada
suatu sendi. Pengukuran lingkup gerak sendi yang sering digunakan
adalah goniometer (Schreiner, 2020)
b. Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui keterbatasan pada gerak sendi pasien.
c. Intrepretasi
Tabel 2.3
ISOM Knee Joint
Sendi Gerakan Axis ROM Normal
Knee Epicondylus lat.
Ekstensi – Fleksi (S) 00 - 00- 1350
Femur
Sumber : Aras dkk, 2016.
Gambar 2. 11
Goniometer
(Lestari dkk, 2015)
a. Definisi
Table 3. 1
Indikasi dan Kontraindikasi TENS
Indikasi Kontraindikasi
Osteoarthritis Kehamilan
Nyeri atau kondisi yang
Rheumatoid arthritis
etiologinya tidak diketahui
Pada sinus karotid, area sensitif
Inflamasi otot, trigger points
mata atau membran mukosa
Sakit kepala kronis
Mesin yang berbahaya
Nyeri Neuropatik
Sumber : Hayes dan Hall (2017)
e. Dosis
a. Intensitas
TENS digunakan setiap hari, dua hari sekali, atau sesering mungkin
sesuai kebutuhan.Sesuai frekuensi penggunaan untuk
mempertahankan pasien dalam status bebas nyeri selama mungkin
untuk mengurangi penguatan nyeri/spasme otot.
d. Penempatan Elektrode
Gambar 2. 12
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(Tri Intani, 2022)
2) Kontraindikasi :
a) Pada bagian tubuh yang mengalami gangguan rasa raba
( seperti baal atau kesemutan ).
b) Pada orang yang mengalami gangguan mental
c) Pada luka terbuka
d) Pada daerah mata
e) Pada kondisi cedera akut ( 2 x 24 jam )
f) Pada sendi yang terjadi peradangan akut
g) Pada orang dengan multiple skerosis yang sensitif terhadap
panas
Gambar 2. 13
Ultrasound Therapy
(Hayes & Hall, 2016)
BAB III
PENATALAKSANAAN STUDI KASUS
Gambar 3. 1
MRI Lutut Kiri
(Dokumentasi Pribadi, 2022)
D. Anamnesis Khusus
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri di lutut kiri
2. Riwayat perjalanan penyakit
Pada bulan Agustus tahun 2021, pasien pernah terjatuh dan
mengalami trauma dengan lutut kanan terbentur kelantai. Setelah itu
pasien sering mengalami nyeri pada lutut kanan dan pasien tidak
mengobatinya. Pada bulan Agustus 2022 pasien datang ke Rumah
Sakit karena nyeri tidak tertahan pada lutut kanan. Pasien kemudian
dilakukan pemeriksaan radiologi dengan diagnos Osteoarthritis genu
Dextra, kemudian pasien dirujuk untuk dilakukan fisioterapi 2x dalam
seminggu.
3. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
4. Riwayat penyakit penyerta : Tidak ada
5. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
4. Faktor yang memperberat :
Pada saat beraktivitas seperti posisi duduk ke berdiri terlalu lama,
sholat, duduk dan berdiri, berjalan dan pada saat naik turun tangga.
5. Faktor yang memperingan : Saat pasien istirahat
C. Anamnesis Sistem
1. Musculoskeletal :
Adanya keterbatasan LGS, adanya oodema dan spasme otot
gastrocnemius pada lutut kiri
2. Nervorum
E. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah : 120/90 MmHg
2) Denyut nadi : 68 x/menit
3) Pernapasan : 16 x/menit
4) Suhu tubuh : 36,8 oC
5) Tinggi badan : 177cm
6) Berat badan : 69 kg
b. Inspeksi
1) Statis :
a) Keadaan umum pasien tampak baik
b) Lutut tampak valgus
c) Terdapat oedema di lutut kiri
2) Dinamis
Gangguan pola jalan (antalgic gait) pasien berjalan dengan
langkah pendek
c. Palpasi
1) Suhu lokal normal
2) Terdapat nyeri tekan pada lutut kiri
d. Perkusi
Tidak dilakukan
e. Auskultasi
Tidak dilakukan
F. Pemeriksaan Gerak Dasar
1. Gerak Aktif
Pada saat melakukan gerakan aktif pasien dapat melakukan
gerakan fleksi ekstensi tetapi tidak full dan disertai nyeri.
2. Gerak Pasif
Pada saat melakukan gerakan pasif dengan dibantu oleh
fisioterapis pasien dapat melakukan gerakan fleksi-ekstensi tetapi
tidak full LGS.
3. Gerak Isometrik
Pasien mampu melakukan gerakan melawan tahanan dari
fisioterapis dengan gerakan fleksi maksimal dan gerakan ekstensi
minimal.
G. Pemeriksaan kognitif, interpersonal, dan intrapersonal
1. Kognitif :
Pasien mampu menceritakan riwayat perjalanan penyakitnya
secara jelas.
2. Interpersonal :
Pasien mampu mengikuti intruksi yang diberikan oleh fisioterapis
dengan baik.
3. Intrapersonal :
Pasien mempunyai keinginan dan semangat yang tinggi untuk
sembuh.
I. Pemeriksaan Spesifik
1. Pemeriksaan Luas Gerak Sendi
1) Persiapan Alat
a) Goniometer
b) Alat tulis
2) Persiapan Pasien
a) Memposisikan pasien duduk senyaman mungkin
b) Menjelaskan kepada pasien tujuan pemeriksaan yang akan
dilakukan.
3) Prosedur Pelaksanaan
a) Pemeriksaan LGS ekstensi knee joint :
(1) Pasien diminta untuk melakukan gerakan ekstensi
semaksimal mungkin.
(2) Kemudian terapis mengukur LGS pada pasien dengan
meletakkan goniometer dipasien
(3) Setelah selesai letakkan kembali goniometer ketempat
semula
Gambar 3. 2
Pemeriksaan LGS ekstensi
(Dokumentasi Pribadi, 2022)
Gambar 3. 3
Pemeriksaan LGS fleksi
(Dokumentasi Pribadi, 2022)
Table 3. 2
Hasil pemeriksaan LGS menggunakan Goniometer
Gerakan Aktif Pasif Normal
Ekstensi-Fleksi S = 5 -20 -105
o o o
S = 10 -20 -115
o o o
S = 0 o -0 o -135 o
2. Visual Analoque Scale (VAS)
a. Tujuan
Untuk mengetahui nilai nyeri pada Medial Patellofemoral Ligament
Tear.
b. Persiapan Alat
Siapkan alat VAS
c. Persiapan Pasien
1) Fisioterapis memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan.
2) Pasien dalam posisi senyaman mungkin.
d. Pelaksanaan
1) Fisioterapis berada dihadapan pasien
2) Arahkan mistar VAS kepada pasien, alat yang berbentuk
angka diarahkan ke hadapan fisioterapis sedangkan alat yang
bergambar diarahkan ke pasien
3) Minta pasien untuk menggeser tanda yang ada di alat dengan
sesuai kondisi pasien, kearah kanan jika nyeri bertambah dan
kekiri jika nyeri berkurang
e. Hasil
Table 3. 3
Hasil pemeriksaan nyeri Visual Analoque Scale (VAS)
Nyeri T1
Nyeri Diam 0
Nyeri Gerak 6
Nyeri Tekan 2
Gambar 3. 4
Pemeriksaan nyeri menggunakan VAS
(Dokumntasi Pribadi, 2022)
J. Diagnosa Fisioterapi
1. Impairment
a. Body structure
1) Adanya nyeri pada lutut kiri
2) Terdapat oedema pada lutut kiri
b. Body function
1) Adanya keterbatasan gerak pada gerakan fleksi-ekstensi pada
lutut kiri
2. Activity Limitation
a. Kesulitan naik turun tangga
b. Kesulitan berjalan dan berlari
c. Kesulitan toileting
3. Participation Restriction
Terhambat dalam melakukan aktivitas harian atau ADL
K. Tujuan Fisioterapi
1. Tujuan jangka pendek
a. Mengurangi nyeri gerak dan neri tekan
b. Mengurangi odema
c. Meningkatkan dan memelihara LGS
2. Tujuan jangka panjang
Mengembalikan kemampuan Activity Daily Living (ADL) pasien
seoptimal mungkin.
L. Tindakan Fisioterapi
1. Teknologi alternatif:
a. Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
b. Ultrasound (US)
c. Strengthening exercise
2. Teknologi yang dilaksanakan :
a. Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
b. Ultrasound (US)
c. Quadriceps Setting
d. Hamstring Setting
e. Static Bicyle
M. Pelaksanaan Fisioterapi
Sebelum diberikan penatalaksanaan fisioterapi, pasien diberikan
penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, dan
efek yang dirasakan dari terapi yang diberikan, pasien dilakukan tes
sensibilitas, serta penatalaksanaan fisioterapi ini dilaksanakn sesuai
dengan protokol kesehatan.
1. Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)
a. Persiapan alat
1) Pastikan kabel, elektroda, dan lain-lain dalam keadaan baik
2) Pastikan alat sudah terhubung dengan arus listrik
b. Persiapan pasien
1) Pasien dalam posisi tidur terlentang dengan nyaman dan rileks
2) Daerah yang akan dipasang elektroda bebas dari pakaian
3) Beritahu tujuan dari terapi serta jelaskan efek yang dirasakan
saat terapi berupa rangsangan seperti tersentrum atau tertusuk-
tusuk.
c. Pelaksanaan terapi
1) Setelah persiapan alat dan pasien
2) Pasang elektroda pada bagian medial dan lateral knee joint
bilateral
3) Kemudian atur waktu 15 menit
4) Lalu naikkan intensitas sesuai toleransi pasien
5) Monitoring pasien selama terapi
d. Selesai terapi
1) Setelah waktunya habis
2) Ambil elektroda yang telah terpasang dan rapikan kembali alat
serta bed pasien
3) Persilahkan pasien meninggalkan ruangan terapi
2. Ultrasound (US)
a. Persiapan alat
Siapkan Gel dan pastikan kabel berada dalam kondisi baik,
kemudian kabel dan stop kontak dihubungan dengan arus listrik.
b. Persiapan pasien
1) Pasien dengan posisi duduk dengan tungkai diluruskan dengan
nyaman dan rileks
2) Bebaskan area yang akan diterapi dari pakaian dan aksesoris
yang dipakai
c. Perlaksanaan terapi
1) Pastikan persiapan alat dan persiapan pasien selesai
2) Tuang gel ultrasound pada area yang akan diterapi pada kulit
pasien lalu atur waktu 10 menit.
3) Atur frekuensi 0,8 dan intensitas 1 Mhz
4) Pastikan keadaan pasien saat diterapi
d. Setelah terapi
1) Bersihkan bekas gel pada emiter ultrasound dan kulit pasien
2) Rapikan alat dan cek keadaan kulit pasien apakah ada sisa gel
pada kulit pasien.
3) Persilahkan pasien meninggalkan ruangan
4) Rapikan bed dan alat US
3. Quadriceps Setting
a. Persiapan alat
1) Matras
2) Bola
b. Persiapan pasien
Posisikan pasien duduk dimatras dengan posisi tungkai diluruskan
dalam posisi senyaman mungkin.
c. Pelaksanaan
1) Letakkan Bola diantara kaki kanan dan kiri.
2) Intruksikan pasien untuk mengkontraksikan otot paha atas.
3) Ulangi gerakan tersebut hingga 25 kali 2 set.
d. Setelah terapi
Setelah selesai, istirahatkan otot selama 5 menit.
4. Hamstring Setting
a. Persiapan alat
1) Matras
2) Bola
3) Elastic band
b. Persiapan pasien
Posisikan pasien duduk dimatras dengan kedua lutut di tekuk
90o dalam posisi senyaman mungkin.
c. Pelaksanaan
a) Fleksikan knee ke sudut 45o dengan posisi ankle dorsal fleksi
b) Letakkan elastic band pada tumit kaki agar tidak licin
c) Letakkan bola diantara kedua lutut kanan dan kiri
d) Intruksikan pasien untuk mengkontraksikan otot paha belakang
e) Ulangi gerakan tersebut hingga 8 kali 2 set.
d. Setelah terapi
Setelah selesai, istirahatkan otot selama 5 menit.
5. Wall Slide
a. Persiapan alat
1) Matras
2) Pat Slide
3) Alat hitung
b. Persiapan pasien
1) Posisi pasien tidur dengan kaki menjuntai ke atas
2) Usahakan seluruh permukaan kaki menempel pada Pat Slide
c. Pelaksanaan
1) Instuksikan pasien untuk memfleksikan kaki secara perlahan
sampai batas toleransi pasien (nyeri)
2) Ulangi gerakan sebanyak 100 kali
d. Setelah terapi
Setelah selesai, istirahatkan kaki selama 5 menit
6. Static Bike
a. Persiapan alat
Static Bike
b. Persiapan pasien
Posisi pasien duduk di Static bike dengan senyaman mungkin
c. Pelaksaan
Instruksikan pasien untuk mengayuh sepeda selama 15 menit.
d. Setelah terapi
Setelah selesai, pasien istirahat selama 5 menit.
7. Kompres es
a. Persiapan alat
1) Handuk
2) Es
3) Plastik
4) Timer
b. Persiapan pasien
Posisi duduk dengan kaki diluruskan dengan senyaman
mungkin
c. Pelaksanaan
1) Letakkan handuk dan es di bawah kaki dan atas kaki
2) Lalu bungkus dengan handuk
3) Lalu kompres selama 15 menit
d. Setelah terapi
Setelah selesai lap kaki pasien dengan handuk.
N. Home Program
Pasien dianjurkan mengulangi gerakan yang sudah diberikankan oleh
fisioterapis di Rumah Sakit.
O. Prognosis
1. Quo ad Sanam : Bonam
2. Quo ad Vitam : Bonam
3. Quo ad Functional : Bonam
4. Quo ad Cosmeticam : Bonam
P. Evaluasi
1. Evaluasi nyeri
Evaluasi nyeri dengan skala VAS pada pasien telah dilakukan
selama 3 kali evaluasi dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini :
Table 3. 4
Evaluasi Nyeri Menggunakan VAS
Nyeri T1 T2 T3
Nyeri Diam 0 0 0
Nyeri Gerak 6 5 2
Nyeri Tekan 2 1 0
Table 3. 5
Evaluasi Luas Gerak Sendi
Terapi Gerakan Aktif Pasif Normal
T1 Ekstensi- S=0o-0o-105o S=0o -0o -115o S=0o -0o-135o
Fleksi
T2 Ekstensi- S=0o-0o-115o S=0o-0o-120o S=0o -0o -135o
Fleksi
T3 Ekstensi- S=0o-0o-130o S=0o-0o-130o S=0o -0o -135o
Fleksi
3. Evaluasi Oedema
Table 3. 6
Evaluasi Oedema
Terapi Regio Proksimal Middle Distal
T1 Knee Sinistra 41 40 34
Knee Sinistra 39 38 34
T2 Knee Sinistra 39 38 34
Knee Sinistra 38 37 34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Seorang pasien laki-laki Tn. S usia 14 tahun, dengan diagnosa Medial
Patellofemoral Ligament Tear, yang mempunyai problematika berupa adanya
nyeri tekan dan nyeri gerak pada knee joint sinistra, keterbatasan gerak sendi
pada gerakan fleksi, serta gangguan ADL seperti naik turun tangga. Pasien
diberikan penanganan fisioterapi dengan menggunakan modalitas
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Ultrasound (US) dan
terapi latihan, Quadriceps setting, Hamstring setting, Bike, dan Wall Slide.
Setelah melakukan fisioterapi selama 3 kali didapat perkembangan hasil
sebagai berikut:
1. Hasil Pemeriksaan Nyeri
Pada pengukuran nyeri untuk evaluasi I didapat nyeri gerak nilai 6
dan nilai nyeri tekan 2 dan tidak terdapat nilai nyeri diam. Pada evaluasi II
terjadi penurunan nyeri gerak nilai 5 dan nyeri tekan nilai 1. Pada evaluasi
III terjadi penurunan nyeri gerak nilai 2 dan nyeri tekan 0.
2. Hasil Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi
Hasil evaluasi pemeriksaan luas gerak sendi pada knee joint
sinistra di atas didapatkan hasil sebagai berikut: pada gerakan bidang
sagital untuk evaluasi I didapat hasil (S)7°-20-135°. Evaluasi II adanya
penurunan pada gerak ekstensi 8° sehingga luas gerak sendi menjadi
(S)15°-0°-135°. Pada evaluasi III adanya peningkatan luas gerak sendi
ekstensi dengan hasil (S)10°-0°-135°.
B. Pembahasan Hasil
1. Penurunan Nyeri dengan TENS salah satu alat terapi yang sering
digunakan karena efektif dalam osteoarthritis genu. Karena telah terbukti,
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah suatu
metode stimulasi rendah yang memiliki tujuan untuk mengurangi nyeri
(siptomatik) yang akan merangsang saraf sensoris. Arus frekuensi rendah
pada TENS bersifat iriatif terhadap jaringan kulit sehingga akan terasa
nyeri saat intensitas tinggi. TENS dapat megaktivasi saraf berdiameter
tebal dan saraf berdiameter kecil yang bertujuan untuk menyampaikan
berbagai informasi sensoris ke saraf pusat (Milenia & Rahman, 2021).
Efektifitas TENS dapat diterapkan lewat teori gate control. Pada TENS
mempunyai bentuk pulse monophasic, biphasic dan polyphasic.
Monophasic mempunyai bentuk gelombang separuh sinus searah pada
biphasic simetris, sedangkan paa pola polyphasic ada rangkaian
gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran. Pulse
monophasic selalu mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulse
dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan
yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas
dan durasi terlalu tinggi (Milenia & Rahman, 2021).
A. Kesimpulan
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif yang ditandai oleh
kehilangan tulang rawan sendi secara perlahan, berkombinasi dengan
penebalan tulang subkondral dan terbentuk osteofit pada tepi sendi, serta
peradangan nonspesifik sinovium yang ringan. Osteoarthritis merupakan
penyebab utama nyeri dan disabilitas pada lansia (Hasibii, 2014).
Modalitas fisioterapi berupa Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation dan Free Actice Exercise. TENS salah satu alat terapi yang sering
digunakan karena efektif dalam osteoarthritis genu. Karena telah terbukti
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah suatu metode
stimulasi rendah yang memiliki tujuan untuk mengurangi nyeri (siptomatik)
yang akan merangsang saraf sensoris. Arus frekuensi rendah pada TENS
bersifat iriatif terhadap jaringan kulit sehingga akan terasa nyeri saat
intensitas tinggi. TENS dapat megaktivasi saraf berdiameter tebal dan saraf
berdiameter kecil yang bertujuan untuk menyampaikan berbagai informasi
sensoris ke saraf pusat (Milenia & Rahman, 2021).
Infra red merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Efek
fisiologis yang ditimbulkan dari pemberian infra merah adalah meningkatkan
proses metabolisme pada lapisan superficial kulit sehingga pemberian
oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih diperbaiki, begitu juga pengeluaran
sampah-sampah pembakaran, vasodilatasi pembuluh darah kapiler dan
arteriolae akan terjadi segera setelah penyinaran, terhadap saraf sensoris,
pemanasan yang ringan mempunyai pengaruh sedatif terhadap ujung- ujung
saraf sensoris, terhadap jaringan otot, kenaikan temperatur disamping
membantu terjadinya releksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot
untuk berkontraksi dan kenaikan temperatur tubuh.
Free active exercise merupakan terapi latihan yang dalam
penyelenggaraan gerakan dilakukan oleh kekuatan otot yang bersangkutan,
dengan tidak menggunakan suatu tahanan dari luar, kecuali grafitasi (Priatna,
1985).
Seorang pasien yang bernama Ny.s usia 52 tahun, beralamat di jl. Dl
Panjaitan plaju, Palembang dengan diagnosa Osteoathritis genu dextra yang
mempunyai problematika nyeri gerak dan nyeri tekan, keterbatasan luas
gerak sendi. Mendapatkan penanganan fisioterapi dengan modalitas
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Infrared Rays (IRR)
dan Free Active exercise.
Setelah dilakukan tindakan fisioterapi sebanyak 3 kali maka didapatkan
hasil sebagai berikut: adanya peningkatan luas gerak sendi pada gerakan
Ekstensi, adanya penurunan nyeri gerak dari VAS nilai 5 menjadi VAS nilai
3,3 dan penurunan nyeri tekan VAS nilai 7 menjadi VAS nilai 4,9.
B. Saran
Mengingat bahwa osteoarthritis adalah satu penyakit yang sering terjadi
pada kalangan masyarakat saat ini. Maka sebaiknya dilakukan penanganan
yang sedini mungkin. Saran yang dapat penulis kemukakan sesuai dengan
kondisi pasien adalah sebagai berikut:
1. Pasien dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas yang berlebihan dan
memiliki waktu istirahat yang cukup agar tidak memperburuk keadaan.
2. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan dirumah seperti latihan free
actice exercises seperti yang sudah dianjurkan oleh fisioterapis agar luas
gerak sendi tetap terjaga
3. Untuk penulisan selanjutnya jika mengambil kasus yang sama, dianjurkan
untuk menggunakan terapi latihan free actice exercise, ada berbagai macam
latihan untuk osteoarthritis yang melibatkan gerakan pada tungkai dengan
melihat kondisi grade osteoarthritis tersebut.