Anda di halaman 1dari 11

ASKEP GADAR DENGAN KONDISI SYOK KARDIOGENIK

Pendahuluan
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi
darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat
terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh karena itu
penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini
yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu
penatalaksanaan yang sesuai.
satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok
kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak
cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot
jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan
tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara
80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil
peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari
ancaman kematian.
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan
kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling
ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka
kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan penyebab
kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.

A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI
 Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan
yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi
yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya
ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau
berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan
pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per
menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara
sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
 Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung
dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal).
Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik
biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada
temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth,
2001)
 Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental,
dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)

2. ETIOLOGI
a. Gangguan kontraktilitas miokardium
b. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau
hipoperfusi iskemik
c. Infark miokard akut ( AMI)
d. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum,
atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok
kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil
e. Valvular stenosis
f. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
g. Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya)
h. Trauma jantung
i. Temponade jantung akut
j. Komplikasi bedah jantung
3. MENIFESTASI KLINIS
a. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan
apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
b. Hipoperfusi jaringan
c. Keadaan mental tertekan/depresi
d. Anggota gerak teraba dingin
e. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
f. takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit)
g. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
h. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
i. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)
j. Distensi vena jugularis
k. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
l. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
m. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut

Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan :


a. Keluhan Pokok
 Oliguri (urin < 20 mL/jam).
 Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
 Nyeri substernal seperti IMA.
b. Tanda Penting
 Tensi turun < 80-90 mmHg
 Takipneu dan dalam
 Takikardi
 Nadi cepat
 Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
 Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
 Sianosis
 Diaforesis (mandi keringat)
 Ekstremitas dingin
 Perubahan mental
c. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai :
 Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
 Produksi urin < 20 mL/jam.
 Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
 Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi

4. PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal
jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang,
sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin,
serta kulit yang dingin dan lembab
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.

5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
a. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
b. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
e. Bila mungkin pasang CVP.
f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
a. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
b. ansietas, bila cemas
c. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
d. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
e. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
f. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
g. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
h. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan. Digitalis
bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
b. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
c. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal.
d. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
e. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
f. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
g. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
h. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
i. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya
infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH).

7. KOMPLIKASI
a. Cardiopulmonary arrest
b. Disritmi
c. Gagal multisistem organ
d. Stroke
e. Tromboemboli

B. ASUHAN KEPERAWATAN SYOK KARDIOGENIK


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
 Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya
suara napas tambahan seperti snoring.
 Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji
adanya trauma pada dada.
 Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi.
 Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN / PRIORITAS MASALAH


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
 Klien tidak sesak nafas
 Frekwensi pernafasan normal
 Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
1) Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh
adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal
R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena
nyeri, takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan),
akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan
kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini
dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi
2) Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas
dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronki
R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas
tambahan
3) Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai
indikasi
R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi,
khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi
b. Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena)
Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
 Klien tidak nyeri
 Cardiac out put normal
 Tidak terdapat sianosi
 Tidak ada edema (vena)
Intervensi :
1) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2) Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
resiko tromboflebis.
3) Kalaborasi
 Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
R/ Indikator perfusi atau fungsi organ
 Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien
resiko tinggi dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau
pembentukan trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti
koangulan jangka panjang/pasca pulang
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
refleks otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman
Criteria hasil :
 Tidak ada nyeri
 Tidak ada dispnea
 Klien tidak gelisah
 Klien tidak meringis
Intervensi :
1) Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal
dan repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat,
mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah)
R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya
2) Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku
diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi
R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol
situasi, meningkatkan perilaku positif.
3) Kolaborasi
 Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin
(demerol)
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai
fase akut atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk
menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard.
Hindari suntikan IM dapat menganggu indikator diagnostik dan tidak
diabsorsi baik oleh jaringan kurang perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan
kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat)
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat
melakukan aktifitas dengan mandiri
Criteria hasil :
 Klien tidak mudah lelah
 Klien tidak lemas
 Klien tidak pucat
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada
frekwensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan
kelemahan
3) Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat
R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser
dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan
aktivitas
5) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan
6) Kalaborasi
 Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau
komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali

DAFTAR PUSAKA
Doenges M.E. ( 1999),Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta .
Guyton A.C., Hall J.E.(1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Bakta I Made., Suastika I Ketut.( 1987), Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam . EGC .

Anda mungkin juga menyukai