Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA PASIEN REMAJA

KELOMPOK IV

Risna. N

Nur Hikma Bakhri

Ria Puspitasari

Ima

Andra Tri Ananda

Lidya Iriani

Ambo Enre

Dwi Pratiwi Tajuddin

Irna Indrayani Putri

Elvira zalsabilah 21.01.089

Elia Sarira
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini atas dasar tugas mata kuliah
Keperawatan HIV/AIDS tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak
Remaja Dengan HIV AIDS” untuk melengkapi materi berikutnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber yang
telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf
penulis sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, karena kami masih dalam tahap belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk
menambah wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis
mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang.
Terima kasih.

Makassar April 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................

Daftar Isi...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi.............................................................................................................
B. Etiologi.............................................................................................................
C. Patofisiologi.....................................................................................................

D. Tanda dan Gejala..........................................................................................


E. Manifestasi Klinis...........................................................................................
F. Komplikasi.......................................................................................................
G. Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................
H. Penatalaksanaan Medis...............................................................................
I. Penyimpangan KDM...................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................


A. Pengkajian...................................................................................................
B. Diagnose.......................................................................................................
C. Intervensi......................................................................................................
BAB IV PENUTUP................................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan


gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS
menurut beberapa ahli antara lain : AIDS adalah infeksi oportunistik yang
menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang
mendasar(sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif
terhadap HIV.(Anwar Hafis,2014). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi
klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Anwar
Hafis,2014)
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III
(HTLV-III) atau virus limfadenapati(LAV), adalah suatu retrovirus manusia
sitopatik dari famili lentivirus. Retrivirus mengubah asam
ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksirilbonukleat (DNA) setelah
masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV -2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.(Anwar Hafis,2014).
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami
penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi
berbagai macam penyakit lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah
ada kemajuan dalam pengobatannya, namun infeksi HIV dan
AIDS masih merupan masalah kesehatan yang penting di dunia ini
(Smeltzer dan Bare, 2015).
Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang
diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk paling hebat dari
infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan
tanpa gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi yang
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian (Padila,2012). Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak
mendapat pengobatan anti HIV dan akhirnya akan berkembang menjadi
AIDS diperkirakan mencapai lebih dari 90%. Karena tidak adanya
pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate dari AIDS menjadi
sangat tinggi, kebanyakan penderita di negara berkembang (80-90%)
mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena AIDS
(Kunoloji,2012).
Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat
tinggal penderitanya (Tangadi,1996 & Budiharto,1997 dalam
Desima,2013). Laporan dari JointUnited Nations Programme on HIV
and AIDS atau UNAIDS pada tahun 2015 terdapat 2,1 juta infeksi
HIV baru diseluruh dunia, yang banyak tersebar di wilayah afrika
dan asia. Data ini menambah total penderita HIV menjadi 36.7 juta
dan penderita AIDS sebanyak 1,1 juta orang (UNAIDS, 2016).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Barat tahun 2013
distribusi kasus HIV dan AIDS tersebar di 19 kabupaten dan kota
di Sumatra Barat. Distribusi penyakit HIV AIDS terbesar terdapat di
kota padang yaitu kasus infeksi HIV baru sebanyak 39 orang dan
AIDS sebanyak 322 orang dan angka kematian akibat AIDS
sebanyak 58 orang, kota nomor 2 paling tinggi yaitu kota
bukittinggi yaitu sebanyak 151 kasus (HIV sebanyak 7 kasus
dan AIDS sebanyak 144 kasus) yang meninggal akibat AIDS
sebanyak 15 orang. Sedangkan menurut dinas kesehatan kota
padang tahun 2013 kasus HIV AIDS di kota padang tahun 2013 kasus
HIV AIDS dikota padang yaitu 59 kasus (HIV sebanyak 15 orang
sedangkan kasus AIDS sebanyak 44 kasus). Angka kematian akibat
AIDS sebanyak 8 kasus sedangkan pada tahun 2014 jumlah
penderita HIV sebanyak 225 orang penderita AIDS sebanyak 95
dan angka kematian akibat AIDS sebanyak 15 orang. Data yang
mewakili dari RSUP Dr. M. Djamil Padang, berdasarkan data yang
dihitung dari buku laporan di IRNA Non Bedah Penyakit Dalam Pria
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan November 2016 sampai
Januari 2017 terdapat 41 orang pasien yang dirawat dengan HIV AIDS.
Penyakit HIV AIDS merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke
orang lain melalaui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui
proses hubungan seksual, tranfusi darah, penggunaan jarum suntik
yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke
anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui
(Dinkes Kota Padang, 2015). Infeksi HIV menular melalui cairan
genitalia (sperma dan cairan vagina) penderita dan masuk ke orang
lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina dan anus akibat
hubungan seks bebas tanpa kondom, heteroseksual atau
homoseksual. Ibu yang menderita HIV/AIDS sangat beresiko
menularkan HIV ke bayi yang dikandung jika tidak ditangani dengan
kompeten (Nursalam.2011). Menurut laporan Direktur Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian
Kesehatan RI tahun 2016 presentase faktor resiko HIV tertinggi
adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (47%), Lelaki Seks
Lelaki atau LSL (25%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril
pada penasun (3%). Sedangkan untuk presentase faktor resiko
AIDS tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual
(73,8%), Lelaki Suka Lelaki atau LSL (10%), penggunaan jarum
suntik tidak steril pada penasun (5,2%), dan perinatal (2,6%).
Orang yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa disebut
dengan ODHA. Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) beresiko
mengalami Infeksi Oportunistik atau IO. Infeksi Oportunistik adalah
infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh seseorang
akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan
HIV stadium lanjut. Infeksi Oportunistik yang dialami ODHA dengan
HIV stadium lanjut menyebabkan gangguan berbagai aspek
kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan oksigenisasi,
nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosial
spritual. Gangguan kebutuhan dasar ini bermanifestasi menjadi diare,
nyeri kronis pada beberapa anggota tubuh, penurunan berat badan,
kelemahan, infeksi jamur, hingga distres dan depresi
(Nursalam,2011).
Penurunan imunitas membuat ODHA rentan terkena penyakit
penyerta, menurut hasil laporan Direktur jendral Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P tahun 2016 ada beberapa
penyakit penyerta yang biasa menyertai AIDS diantaranya,
Tuberkulosis, Taksoplasmosis, Diare, Kandidiasi, Dermatitis, PCP atau
pneumonia pneumocystis, Harpes simplex, Herpes zooster,
Limfadenopati generalisata persisten. Penyakit HIV AIDS juga
memunculkan berbagai masalah psikologis seperti ketakutan,
keputusasaan yang disertai dengan prasangka buruk dan diskriminasi
dari orang lain, yang kemudian dapat menimbulkan tekanan
psikologis (Green Setyowati 2004 dalam Arriza, Dkk. 2013). Menurut
Nursalam (2011) jika ditambah dengan stres psikososial-spiritual
yang berkepanjangan pada pasien Poltekkes Kemenkes
Padangterinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan
meningkatkan angka kematian.

B. TUJUAN

Tujuan Umum

Tujuan umum studi kasus ini adalah mengetahui tentang pemenuhan asuhan
keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS

Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan HIV AIDS
b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS
c) Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan HIV AIDS
d) Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan HIV
AIDS
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan

gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem

kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.

AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana

mengalami penurunan sistem imun yang mendasar(sel T berjumlah 200

atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.(Anwar Hafis,2014)

AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang

merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Anwar Hafis,2014)

B. Etiologi

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III

(HTLV-III) atau virus limfadenapati(LAV), adalah suatu retrovirus manusia

sitopatik dari famili lentivirus. Retrivirus mengubah asam

ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksirilbonukleat (DNA) setelah

masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV -2 adalah lentivirus

sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh

dunia (Anwar Hafis, 2014).

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk

setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus

memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu


pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx

meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi

dri protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-

2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika

Barat(Warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis

tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1. (Anwar

Hafis, 2014).

Cara penularan AIDS antara lain sebagai berikut :

1. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap


hubungan seksual. (Anwar Hafis, 2014)

2. Melalui darah,yaitu :

a. Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%.


b. Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,003%
c. Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan
0,0051%

3. Transmisi dari ibu ke anak :


a. Selama kehamilan

b. Saat persalinan,risiko penularan 50%

c. Melalui air susu ibu (ASI) 14%. (Anwar Hafis, 2014)

C. Patofisiologi

Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS

diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar

50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5

tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat
AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu

singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama.

Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel

darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukan ke

dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan

pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang

baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan

menghancurkannya. (Anwar Hafis, 2014).

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein

yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah

sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah

putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor

CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T

penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada

sistem kekebalan tubuh (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T

sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas

dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T

penolong., sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi

dirinya t Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T

penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang

yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada

beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun

sebanyak 40-50%, selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan


HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di

dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melaw virus, tetapi tubuh tidak

mampu meredakan infeksi. setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikal virus

di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap

penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit pada orang lain

terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+

yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang

beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS,

jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika keduanya mencapai

200 sel/Ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

(Anwar Hafis, 2014).

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B


(limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
Produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk
melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak
banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada
AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh
virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh
dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
(Anwar Hafis, 2014).

Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama


3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif . fase ini disebut
“periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti
berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa
titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten).
Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit
infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV
positif. (Anwar Hafis, 2014).

D. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri


(sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi opurtunistik, atau kanker
yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap
berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4. (Anwar Hafis, 2014).
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gejala infeksi netroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran
klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar,
hepatosplenomegali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti
morbili,ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik,
sindrom Gillian Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya
sembuh sendiri tanpa pengobatan. (Anwar Hafis, 2014).

2. Masa Asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi
limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut
juga masa jendela (window period). (Anwar Hafis, 2014).
4. Masa gejala dini
Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul
adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina,
sariawan, herpez zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkulosis paru. Masa
ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC). (Anwar Hafis, 2014)

5. Masa gejala lanjut


Pada masa ini jumlah CD4, di bawah 200. Penurunan daya tahan ini
menyebabkan resiko tinggi rendahnya infeksi opurtunistik berat atau
keganasan. (Anwar Hafis, 2014)

E. Komplikasi
Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS. (Anwar Hafis,2014) antara
lain :
1. Pneumonia pneumocystis(PCP)

2. Tuberculosis(TBC)

3. Esofagitis

4. Diare

5. Toksoplasmositis

6. Leukoensefalopati multifocal prigesif

7. Sarcoma kaposi

8. Kanker getah bening

9. Kanker leher rahim(pada wanita yang terkena HIV

F. Pemeriksaan penunjang

1. jumlah limfosit total


2. antibodi HIV
3. dan pemeriksaan rontgen
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan

jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,

serologi sitomegalovirus, serologi PMS,hepatitis, dan papsmear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4.Bila >500

maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-

500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi
pneumonia pneumocystis carinii.pemberian profilaksi INH tidak

tergantung pada jumlah CD4. (Anwar Hafis, 2014)

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal

pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. (Anwar

Hafis, 2014)

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop

fluoresensis atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan

rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8. (Anwar Hafis, 2014)

G. Penatalaksanaan Medis
1. Apabila terinfeksi Human Immunodefeciency Virus(HIV), maka
terapinya yaitu (Anwar Hafis,2014) :

a. Pengendalian infeksi oportunistik


b. Terapi AZT(Azidotimidin)
c. Terapi antiviral baru
d. Vaksin dan rekonstruksi(Anwar Hafis,2014)
2. Diet
a. Tujuan umum diet penyakit HIV/AIDS
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua
tahap dini penyakit infeksi HIV.
b. Tujuan khusus diet penyakit HIV/AIDS
Mengatasi gejala diare, intoleransi, laktosa, mual dan muntah.
c. Syarat-syarat diet HIV/AIDS
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan
faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan
energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu 1oC. (Anwar
Hafis, 2014)
d. Jenis diet dan indikasi pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi
HIV, yaitu kepada pasien dengan :
1) Infeksi HIV positif tanpa gejala
2) Infeksi HIV dengan gejala(misalnya panas lama, batuk)
3) Infeksi HIV dengan TBC
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga
cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus).
Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin,
bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral
atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
Ada tiga macam diet AIDS yaitu diet AIDS I, II, dan III. (Anwar
Hafis, 2014).

H. Penyimpanan KDM
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai