Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK MAHASISWA/I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDI DIPLOMA METROLOGI & INSTRUMENTASI

MATA KULIAH : PENGANTAR METROLOGI

DISUSUN OLEH :
1.JANE JUNITA br Purba
NIM :222411002
2.RELIZHA DONITA GINTING
NIM :222411020
3.SITTA SALSABILA AL-SYAHIR NST
NIM :222411026
4.NUR FITHRAH ZAHARA
NIM :222411064

1. SEJARAH PERKEMBANGAN METROLOGI


A.SEJARAH METROLOGI DUNIA
Metrologi memegang peran yang sangat penting dalam peradaban manusia. Metrologi sudah
digunakan sejak peradaban Mesir kuno ketika Fir’aun membangun Piramida. Piramida peninggalan
Fir’aun yang diperkirakan dibangun pada tahun 2560 SM, telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu
keajaiban dunia karena masih mampu berdiri kokoh hingga sekarang. Rahasia dibalik kemampuan
Piramida tersebut dapat berdiri kokoh adalah penerapan ilmu Metrologi dalam proses
pembangunannya. Batuan-batuan seberat hampir 15 ton disusun dengan sangat rapi hingga mencapai
akurasi 0,1 mm [2, 3]. Agar bisa mendapat tingkat akurasi tersebut, Fir’aun memperkenalkan Sistem
Standar Panjang Cubit (lihat Gambar 1) yang digunakan sebagai penggaris untuk mengukur benda-benda
yang diperlukan dalam membuat Piramida.

Gambar 1. Piramida terbesar kedua di Mesir (Piramida Khafre) dan nilai satuan cubit yang
diperkenalkan oleh Fir’aun [2]

Standar Panjang Cubit merupakan standar panjang tertua, dinyatakan/didefinisikan sebagai


panjang lengan Fir’aun mulai dari bahu hingga ujung jari tengah yang diluruskan [4]. Hasil
pengukuran Standar Panjang Cubit yang asli ditatah/dipahat pada granit hitam. Standar ini
kemudian diperbanyak dan didistribusikan kepada para arsitek kerajaan yang bertanggung jawab
atas pembuatan Piramida. Standar yang diperbanyak ini setiap bulan purnama harus dicek
(dikalibrasi) terhadap standar yang asli. Fir’aun memiliki aturan yang sangat ketat untuk menjaga
agar para arsitek selalu mengalibrasikan standar replika yang mereka miliki. Fir’aun menyatakan
bahwa: “Barang siapa lalai atau lupa mengalibrasi standar satuan panjang setiap bulan
purnama, maka akan dijatuhi hukuman mati“. Hal ini menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu
manusia telah sadar akan pentingnya Metrologi.
B.SEJARAH METROLOGI INDONESIA

Legalitas metrologi di Indonesia berpijak pada Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun
1981 tentang Metrologi Legal (UUML) yang mengatur hal-hal mengenai pembuatan,
pengedaran, penjualan, pemakaian, dan pemeriksaan alat-alat ukur, takar, timbang dan
perlengkapannya.
Sesuai dengan amanat UUML tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 2
Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (SNSU) yang menjabarkan perihal
penetapan, pengurusan, pemeliharaan dan pemakaian SNSU sebagai acuan tertinggi pengukuran
yang berlaku di Indonesia. Sejumlah lembaga pemerintahpun telah menjalankan peranan ini,
diantaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Penelitian dan pengembangan metrologi di LIPI telah dirintis sejak tahun 1960an di sejumlah
bidang oleh para peneliti yang berada di berbagai unit/ satuan kerja di bawahnya. Khusus
metrologi di bidang fisika, penelitian dan pengembangan metrologi ini dilakukan oleh para
peneliti di Lembaga Instrumentasi Nasional, yang kemudian berubah namanya menjadi satuan
kerja Pusat Penelitian dan Pengem bangan (Puslitbang) Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi
(KIM) LIPI pada tahun 1984. PPOMN dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah
sejak tahun 1990 berperan sebagai laboratorium rujukan tingkat nasional dan produsen CRM di
bidang pengujian obat dan makanan. Selain itu, Balai Besar Pengolahan dan Pengembangan
Hasil Perikanan (BBP2HP)–Kementrian Kelautan dan Perikanan serta Pusat Sarana
Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL)-Kementrian Lingkungan Hidup juga
berperan sebagai laboratorium rujukan masing-masing untuk produk perikanan dan lingkungan.
Seiring dengan meningkatnya peranan metrologi, Pemerintah menetapkan Keppres No. 79 tahun
2001 tentang Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU) sebagai penjabaran
UUML yang mengharuskan adanya lembaga yang membina standar nasional. Keppres ini
memandatkan pembentukan organisasi KSNSU yang dikoordinasi oleh Badan Standardisasi
Nasional (BSN). Untuk mendukung BSN, maka pengelolaan teknis ilmiah SNSU diserahkan
kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lebih jauh, Keppres ini secara gamblang
menjelaskan bahwa pelaksana pengelola SNSU adalah unit kerja di LIPI yang memiliki
kompetensi di bidang metrologi. Pada saat itu, Puslit KIM-LIPI adalah unit organisasi di bawah
LIPI yang bidang kegiatannya paling berkaitan dengan pengelolaan standar nasional. Sehingga,
dapat dikatakan bahwa Puslit KIM–LIPI merupakan instansi pemerintah yang menjalankan
fungsi sebagai Lembaga Metrologi Nasional atau National Metrology Institute (NMI) di
Indonesia. Hal ini semakin diperkuat dengan berubahnya nama Puslit KIM menjadi Puslit
Metrologi pada tahun 2014, yang menunjukan semakin fokusnya LIPI pada pengembangan
metrologi.
Meski demikian, semua SNSU yang diperlihara dan disediakan oleh Puslit KIM LIPI merupakan
standar tertinggi di Indonesia untuk pengukuran fisika saja, seperti panjang, waktu, massa dan
besaran terkait, kelistrikan, suhu, radiometri dan fotometri, serta akustik dan getaran. Puslit KIM
LIPI tidak memiliki standar acuan atau Certified Reference Material (CRM) untuk pengukuran
kimia dan tidak memelihara SNSU untuk pengukuran dalam bidang radiasi nuklir karena kedua
bidang pengukuran ini tidak termasuk dalam lingkup kompetensinya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa fungsi NMI Puslit Metrologi baru terbatas pada bidang fisika. Padahal, lebih dari 70%
pengujian yang dilakukan di Indonesia adalah pengujian kimia.
Untuk melengkapi kekurangan ini, pada tahun 2007 LIPI memberi mandat kepada Pusat
Penelitian (Puslit) Kimia sebagai Pengelola Teknis Ilmiah Standar Nasional untuk Satuan
Ukuran di bidang Metrologi Kimia. Hal ini sesuai kompetensi penelitian dan pengembangan
bahan acuan yang telah dikembangkan sejak lama di Puslit Kimia. Mandat ini tertuang secara
resmi dalam keputusan Kepala LIPI nomor 237/M/2007 dan semakin diperkuat dengan
diterimanya Puslit Kimia LIPI secara internasional sebagai DI (Designated Institute) untuk
bidang metrologi kimia melalui sidang General Assembly oleh organisasi metrologi Asia Pasifik
(Asia Pacific Metrology Program, APMP) di Kuala Lumpur pada bulan Desember 2009.
Pengakuan ini melengkapi penandatanganan CIPM-MRA (International Committee for Weight
and Measures – Mutual Recognition Arrangement) yaitu perjanjian saling pengakuan untuk
standar ukur, sertifikat kalibrasi dan pengukuran yang dilakukan oleh Puslit KIM-LIPI. Dengan
demikian keberadaan metrologi kimia ini semakin meneguhkan peranan LIPI dalam
pengembangan metrologi di Indonesia.
Pengembangan metrologi ini akan terus diperluas di berbagai bidang secara terpadu dan
berkelanjutan. Dalam rapat KSNSU yang digelar BSN pada tahun 2010, telah diagendakan
secara bertahap untuk menyatukan pihak-pihak yang terlibat dalam SNSU menjadi suatu
lembaga metrologi nasional. Tugas dari NMI adalah mendiseminasikan kemamputelusuran
pengukuran yang diakui secara internasional kepada laboratorium kalibrasi terakreditasi,
produsen CRM terakreditasi, laboratorium rujukan terakreditasi, penyelenggara uji profisiensi
teregistrasi dan laboratorium penguji terakreditasi.

2.Evolusi Standar Ukur

Sistem standar ukur senantiasa mengalami perubahan (berevolusi) dari waktu ke waktu.
Penggunaan bagian tubuh untuk menetapkan nilai Standar Ukur tentunya memberikan variasi
hasil ukur yang sangat besar karena setiap orang memiliki postur tubuh yang berbeda-beda.
Selain itu, kesepakatan terkait keseragaman definisi Standar Ukur yang awalnya hanya
terkonsentrasi di masing-masing negara, berkembang menjadi kebutuhan antar-negara
(internasional). Sehingga, sistem Internasional untuk Standar Ukur disepakati harus dibuat. Agar
kebutuhan keseragaman untuk satuan ukur dapat dipenuhi, pada tanggal 22 Juni 1799, Prancis
memperkenalkan Sistem Metrik dengan menetapkan dua buah standar yang mewakili nilai untuk satu
meter dan satu kilogram seperti ditunjukkan di Gambar 2. Sistem Metrik ini kemudian dikenal
sebagai nenek moyangnya Sistem Internasional Satuan (SI).
Gambar 2. Prototipe Standar Ukur Massa (kiri) dan Panjang (kanan) yang terbuat dari bahan
platina [6]

Penyeragaman satuan ukur dengan menggunakan prototipe berupa benda/barang, dirasa masih
memiliki kekurangan, yaitu nilainya yang masih bisa berubah-ubah seiring waktu. Contohnya
adalah prototipe satu kilogram yang dapat berubah hingga 50 µg dalam waktu sekitar 100 tahun .
Untuk mengatasi hal tersebut, nilai-nilai standar ukur diarahkan ke suatu nilai yang
perubahannya sangat kecil. Contohnya adalah pada Standar Ukur Panjang, alih-alih
menggunakan prototipe batang logam yang terbuat dari bahan platina, standar panjang yang
dipakai mulai tahun 1983 hingga sekarang adalah didasarkan pada jarak tempuh sinar laser.
Sehingga, apabila batang logam itu hilang atau musnah, Standar Ukur Panjang masih dapat
dibuat di laboratorium manapun karena kecepatan cahaya dalam vakum adalah sama di
manapun.

APA ITU SISTEM SATUAN INTERNASIONAL?

Sistem Satuan Internasional (SI) adalah sistem satuan standar yang berlaku secara internasional. Semua
besaran fisika menggunakan sistem ini dalam pengukurannya.

Satuan Internasional berhasil dikembangkan oleh sebuah organisasi internasional yang terdiri dari
komite kerja internasional penyedia dasar teknis (CIPM), biro internasional untuk kerja laboratorium
(BIPM), dan treaty body pada tahun 1960, dikutip dari buku Pengantar Engineering oleh Paul H. Wright.

Nama Satuan Internasional sendiri berasal dari bahasa Perancis, Système International d'Unités atau
disingkat SI. Satuan Internasional dianggap lebih lengkap dan koheren yang digunakan sebagai
pengukuran dunia secara resmi.

Sebelum adanya penetapan Satuan Internasional, setiap negara memiliki satuan yang berbeda-beda
untuk menetapkan besaran pokok. Salah satunya Inggris yang menerapkan satuan inci, kaki, dan mil
untuk besaran panjang.
Masing-masing besaran pokok memiliki Satuan Internasional, termasuk dalam besaran Fisika. Dikutip
dari buku Rumus Jitu Fisika SMP oleh Hendri Hartanto, sistem Satuan Internasional harus memiliki nilai
tetap atau tidak mengalami perubahan dari pengaruh apapun. Satuan ini juga mudah ditiru dan bersifat
internasional.

Jenis-jenis Satuan Internasional

Sistem Satuan Internasional terbagi menjadi dua jenis, yaitu MKS (Meter, Kilogram, Sekon) dan CGS
(Centimeter, Gram, Sekon). Besaran yang diukur dengan satuan ini antara lain panjang, massa, waktu,
gaya, energi (usaha), kecepatan, massa jenis, percepatan, dan muatan elektron.

Itulah 9 besaran yang ditetapkan dalam Satuan Internasional. Sistem ini juga mengenal satuan
pendamping, seperti Tera, Giga, Mega, Kilo, dan Hekto, Deka, Centi, Mili, Mikro, Nano, dan Piko.

3.METROLOGI LEGAL
Tertulis dalam UU nomor 2 tahun 1981, Metrologi Legal merupakan Metrologi yang mengelola satuan-
satuan ukuran-ukuran, metode pengukuran dan alat-alat ukur yang mengatur persyaratan teknik dan
peraturan yang melindungi kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran.

“Secara umum diartikan, bagaimana memastikan alat ukur itu sesuai dengan standar ukuran
sebenarnya,” ungkap Kabid Pengawasan dan Perlindungan Konsumen Disperindag Parimo I Gede W
Sudarta, di ruang kerjanya, Kamis 11 November 2020.
Singkatnya Untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran
serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metoda
pengukuran dan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.

Setiap satuan yang berlaku sah harus berdasarkan desimal, dengan menggunakan satuan Sistem
Internasional (SI).

Pentingnya standar ukuran itu adalah memberikan perlindungan kepada konsumen, agar
mendapatkan barang hasil pembelian dari pedagang itu tepat dan sesuai dengan ukurannya.

“Jadi, tugas pokok dari Metrologi adalah melakukan pengujian yang dikenal dengan Tera,”
tuturnya.

APA ITU TERA?


Tera adalah tanda uji pada alat ukur, sementara tera ulang adalah pengujian kembali secara berkala
terhadap Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) dan yang dipakai dalam
perdagangan.Ada beberapa syarat wajib tera,yakni sebagai berikut :

Pengawasan Penggunaan UTTP.

Ketentuan mengenai penggunaan UTTP diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal:

1. Pasal 25 huruf d    : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau


menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang setelah
padanya dilakukan perbaikan atau perubahan yang dapat mempengaruhi panjang, isi,
berat, atau penunjukannya, yang sebelum dipakai kembali tidak disahkan oleh pegawai
yang berhak;
2. Pasal 25 huruf f     : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang
mempunyai tanda khusus yang memungkinkan orang menentukan ukuran, takaran, atau
timbangan menurut dasar dan sebutan lain daripada yang dimaksud dalam Pasal 6 dan
Pasal 7 Undang-Undang ini;
3. Pasal 25 huruf  g : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya untuk
keperluan lain daripada yang dimaksud dalam atau berdasarkan  Undang-Undang ini;

di tempat usaha; di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk   kepentingan umum;
di tempat melakukan penyerahan-penyerahan; di tempat menentukan pungutan atau upah yang
didasarkan pada ukuran atau timbangan. 

1. Pasal 26 ayat (1) : Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25 Undang-
Undang ini memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya dengan cara lain atau dalam kedudukan lain daripada yang seharusnya;
2. Pasal 26 ayat (2) : Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25 Undang-
Undang ini memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya untuk mengukur, menakar atau menimbang melebihi kapasitas
maksimumnya;
3. Pasal 26 ayat (3) : Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25 Undang-
Undang ini memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang, dan
perlengkapannya untuk mengukur, menakar, dan menimbang atau menentukan ukuran
kurang dari pada batas terendah yang ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri;
4. Pasal 27 ayat (1)    : Dilarang memasang alat ukur, alat penunjuk atau alat lainnya sebagai
tambahan pada alat-alat ukur, takar atau timbang yang sudah ditera atau yang sudah
ditera ulang;
5. Pasal 27 ayat (2)    : Alat-alat ukur, takar atau timbang yang diubah atau ditambah dengan
cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diperlakukan sebagai tidak ditera
atau tidak ditera ulang.

 Dari pasal-pasal di atas dapat dirumuskan bahwa penggunaan UTTP harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:

1. UTTP yang telah mengalami perbaikan atau perubahan yang dapat mempengaruhi sifat
metrologinya, sebelum digunakan harus ditera ulang oleh pegawai yang berhak;

2. Pada UTTP tidak boleh terdapat tanda-tanda khusus (misalnya garis, titik, coretan) yang
memungkinkan penggunaan satuan lain selain yang telah ditentukan (satuan Sistem Internasional
dan satuan lain yang berlaku);

3. UTTP tidak boleh digunakan selain untuk peruntukannya atau fungsinya, misalnya : neraca
emas tidak boleh digunakan untuk menimbang obat, timbangan rumah tangga tidak boleh
digunakan untuk keperluan jual beli, dll;

4. UTTP harus digunakan dalam kedudukan atau posisi yang telah ditentukan dalam peraturan
teknis, yaitu dalam posisi datar atau rata;

5. UTTP tidak boleh digunakan untuk mengukur, menakar, atau menimbang muatan yang
melebihi kapasitas maksimumnya;

6. UTTP tidak boleh digunakan untuk mengukur, menakar, atau menimbang kurang dari batas
terendah yang telah ditentukan, atau yang disebut dengan minimum menimbang;

7. UTTP yang telah ditera atau ditera ulang tidak boleh ditambah dengan alat penunjuk lainnya
atau alat tambahan.

Setiap setahun sekali barang yang sudah di tera harus melakukan tera ulang.Tera Ulang
adalah hal menandai berkala dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku atau
memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tera batal yang
berlaku.Dilakukan oleh penera berdasarkan pengujian yang dijalankan atas UTTP yang telah
ditera.

Kegiatan Tera dan Tera Ulang meliputi :


a.Pemeriksaan

b.Pengujian

c.Pembubuhan Tanda Tera

TANDA TERA

Setiap alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya yang telah dilakukan tera dan tera ulang
diberikan tanda tera, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 19 – Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Jenis Tanda Tera

Tanda tera dibedakan menjadi:

Tanda sah, dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya
(UTTP) yang disahkan pada waktu ditera dan tera ulang.

Tanda batal, dibubuhkan atau dipasang pada alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya
yang dibatalkan pada waktu ditera dan tera ulang.

Tanda jaminan, dibubuhkan atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari alat-alat ukur, takar,
timbang, dan perlengkapannya (UTTP) yang sudah disahkan untuk mencegah penukaran dan
atau perubahan.

Tanda daerah, dibubuhkan untuk mengetahui dimana peneraan dilakukan.

Tanda pegawai merupakan tanda tera yang dibubuhkan pada saat tera (pertama), yang berfungsi
agar dapat diketahui pegawai berhak yang melakukan peneraan pertama kali.
Letak pembubuhan tanda tera.

Ketentuan letak pembubuhan tanda tera diatur dalam Syarat Teknis.

1)      Untuk timbangan non otomatis diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Nomor 31/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Timbangan
Bukan Otomatis, letak pembubuhan tanda tera harus sedemikian rupa, sehingga tanda tera yang
dibubuhkan tidak dapat dipindahkan dari timbangan tanpa merusak, memberikan kemudahan
pembubuhan tanda-tanda tera tanpa mengubah kualitas kemetrologian timbangan tersebut,
terlihat tanpa mengubah posisi timbangan pada waktu  digunakan;

2)      Untuk anak timbangan diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri Nomor 40/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian
Biasa dan Khusus, letak tanda tanda teranya tergantung pada kelas, massa nominal, bentuk, dan
bahan anak timbangan, yaitu pada badan anak timbangan, sumbat cap, atau label/amplop anak
timbangan.

. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang adalah biaya yang dipungut atas jasa tera, tera ulang,
kalibrasi terhadap alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum.
Tindak Pidana Metrologi Legal

Pengertian metrologi legal menurut Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal (UU 2/1981) adalah metrologi yang mengelola satuan-satuan ukuran,
metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan
peraturan berdasarkan undang-undang yang bertujuan melindungi kepentingan umum dalam hal
kebenaran pengukuran. Sementara itu, metrologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
ukur-mengukur secara luas.

Barangsiapa melakukan perbuatan berikut, melakukan tindak pidana kejahatan dan dipidana
penjara selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.

Larangan mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur,
takar, timbang dan atau perlengkapannya (UTTP) yang bertanda batal, tidak bertanda tera sah
yang berlaku atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali yang tersebut
dalam Pasal 12 huruf b UU 2/1981, tanda teranya rusak.

Setelah padanya dilakukan perbaikan atau perubahan yang dapat memengaruhi panjang, isi, berat
atau penunjukkannya, yang sebelum dipakai kembali tidak disahkan oleh pegawai yang berhak.

Panjang, isi, berat atau penunjukkannya menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang
diizinkan berdasarkan Pasal 12 huruf c UU 2/1981 untuk tera ulang;

Mempunyai tanda khusus yang memungkinkan orang menentukan ukuran, takaran, atau
timbangan (UTTP) menurut dasar dan sebutan lain daripada yang dimaksud dalam Pasal 6 dan
Pasal 7 UU 2/1981.

Untuk keperluan lain daripada yang dimaksud dalam atau berdasarkan UU 2/1981, di tempat
usaha, di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan umum, di tempat
melakukan penyerahan-penyerahan, di tempat menentukan pungutan atau upah yang didasarkan
pada ukuran atau timbangan.

Larangan menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk disewa, menyewakan,


mengadakan persediaan untuk dijual, disewakan atau diserahkan atau memperdagangkan secara
bagaimanapun juga alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang bertanda tera
batal, tidak bertanda tera sah yang berlaku, atau tidak disertai keterangan pengesahan yang
berlaku, kecuali yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b UU 2/1981, tanda jaminannya rusak.

Larangan memasang alat ukur, alat penunjuk atau alat lainnya sebagai tambahan pada alat-alat
ukur, takar atau timbang yang sudah ditera atau yang sudah ditera ulang. Terhadap alat-alat yang
telah diubah atau ditambah tersebut diperlakukan sebagai tidak ditera atau tidak ditera ulang.

Larangan pada tempat-tempat seperti itu dalam Pasal 25 UU 2/1981 memakai atau menyuruh memakai
alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, dengan cara lain atau dalam kedudukan lain
daripada yang seharusnya, untuk mengukur, menakar atau menimbang melebihi kapasitas
maksimumnya, untuk mengukur, menakar, menimbang atau menentukan ukuran kurang daripada batas
terendah yang ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri.

CONTOH ALAT UKUR LEGAL


Dalam memberikan hasil pengukuran, ketersediaan alat ukur dan kemampuan menggunakannya
merupakan hal yang sangat esensial Selain itu, agar suatu hasil pengukuran dapat dipercaya
kebenarannya maka ketelusurannya harus terjamin. Untuk menjamin ketertelusuran maka alat
ukur dan bahan ukur yang digunakan harus dikalibrasi. Proses kalibrasi dapat menentukan nilai-
nilai yang berkaitan dengan kinerja suatu alat ukur atau bahan acuan. Hal ini dicapai dengan
pembandingan langsung terhadap suatu standar ukur atau bahan acuan bersertifikat.

Kalibrasi didefinisikan dalam ISO/IEC Guide 99:2007, Kosakata internasional metrologi –


Konsep dasar dan umum dan istilah terkait. Mengacu pada penjelasan yang ada kalibrasi dapat
disimpulkan sebagai suatu proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat ukur dengan cara
membandingkannya dengan standar/tolak ukur. Kalibrasi diperlukan untuk memastikan bahwa
hasil pengukuran yang dilakukan akurat dan konsisten dengan instrument lainnya. Keluaran dari
kalibrasi adalah sertifikat kablirasi. Selain sertifikat, biasanya juga ada label atau stiker yang
disematkan pada alat ukur yang sudah dikalibrasi. Hasil pengukuran yang tidak konsisten
menjadi tidak valid dan tidak dapat digunakan. Pada dunia industri misalnya, hal ini akan
berpengaruh langsung terhadap kualitas produk dan dapat membahayakan kesan perusahaan di
mata konsumen.

Alasan yang sangat mendasar bahwa suatu alat ukur perlu


dikalibrasi
1. Memastikan bahwa penunjukkan alat tersebut sesuai dengan hasil pengukuran yang valid;
2. Menentukan akurasi penunjukkan alat;
3. Mengetahui keadaan alat, yaitu bahwa alat tersebut dapat dipercayai

Kalibrasi alat ukur memiliki dua tujuan utama yaitu untuk memeriksa keakuratan instrumen dan
menentukan ketertelusuran pengukuran. Dalam prakteknya, kalibrasi juga mencakup perbaikan
perangkat jika berada di luar kalibrasi. Sebuah laporan diberikan oleh ahli kalibrasi, yang
menunjukkan kesalahan pengukuran dengan alat ukur sebelum dan sesudah kalibrasi. Maka,
kalibrasi sangat penting untuk keakuratan suatu instrument.

Untuk mendapatkan sertifikat, kalibrasi pada umumnya dilakukan pada laboratorium kalibrasi
dan dilakukan oleh tenaga ahli di bidangnya. Kalibrasi yang dilakukan di laboratorium kalibrasi
yang telah menerapkan dan mendapatkan akreditasi ISO/IEC 17025 Persyaratan umum untuk
kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi  akan memberi nilai lebih pada sertifikat
kalibrasi yang didapat. Hal ini karena pelaksanaan kalibrasi berarti telah sesuai dengan standar
internasional yang berlaku.

4.INSTRUMENTASI

Instrumentasi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari dan mengaplikasikan


pengukuran dan pengendalian (kontrol) variabel proses untuk mencapai tujuan sesuai dengan
kebutuhan dalam cakupan dan bidangnya (produksi, manufaktur, dsb). Variabel proses yang
dimaksud: level, tekanan, temperatur, flow rate, humiditas, pH, komposisi, dan lainnya. Variabel
proses tersebut adalah objek yang dimanipulasi atau direkayasa untuk memanipulasi variabel
proses lainnya. Hal tersebut disebut dengan pengendalian atau kontrol.

Pada praktiknya, instrumentasi dan kontrol sangat berkaitan satu sama lain. Suatu sistem kontrol
yang bersifat manual membutuhkan banyak tenaga dan cenderung tidak stabil, sehingga sistem
tersebut tidak cukup efektif, efisien, dan reliable. Instrumentasi melengkapi hal tersebut dengan
mengintegrasikan pengukuran, monitoring, dan pengendalian (secara kolektif atau paralel),
sehingga terbentuklah sistem instrumentasi dan kontrol yang umumnya diterapkan secara
otomatis (yang dalam penerapannya disebut otomasi).

Anda mungkin juga menyukai