Anda di halaman 1dari 6

Metrologi

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian


Artikel ini bukan mengenai Meteorologi.
Metrologi (ilmu pengukuran) adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran, kalibrasi dan akurasi
di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Metrologi mencakup tiga hal utama:

1. Penetapan definisi satuan-satuan ukuran yang diterima secara internasional (misalnya meter)
2. Perwujudan satuan-satuan ukuran berdasarkan metode ilmiah (misalnya perwujudan nilai meter menggunakan
sinar laser)
3. Penetapan rantai ketertelusuran dengan menentukan dan merekam nilai dan akurasi suatu pengukuran dan
menyebarluaskan pengetahuan itu (misalnya hubungan antara nilai ukur suatu mikrometer ulir di bengkel dan
standar panjang di laboratorium standar)
Metrologi dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama dengan tingkat kerumitan dan akurasi yang berbeda-beda:

1. Metrologi Ilmiah: berhubungan dengan pengaturan dan pengembangan standar-standar pengukuran dan
pemeliharaannya.
2. Metrologi Industri: bertujuan untuk memastikan bahwa sistem pengukuran dan alat-alat ukur di industri berfungsi
dengan akurasi yang memadai, baik dalam proses persiapan, produksi, maupun pengujiannya.
3. Metrologi Legal: berkaitan dengan pengukuran yang berdampak pada transaksi ekonomi, kesehatan, dan
keselamatan.
Bidang-bidang Metrologi
Metrologi Ilmiah dibagi oleh BIPM (Bereau International des Poids et Measures), Biro Internasional Timbangan
dan Takaran menjadi 9 bidang teknis:

 panjang
 kelistrikan
 massa dan besaran terkait
 waktu dan frekuensi
 suhu
 radiasi pengion dan radioaktivitas
 fotometri dan radiometri
 akustik
 jumlah zat

1Sejarah Metrologi di Indonesia

 2Pentingnya Metrologi
 3Dampak Metrologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
 4Referensi

Sejarah Metrologi di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai pengelola teknis ilmiah SNSU di Indonesia

Legalitas metrologi di Indonesia berpijak pada Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1981 tentang
Metrologi Legal (UUML) yang mengatur hal-hal mengenai pembuatan, pengedaran, penjualan, pemakaian, dan
pemeriksaan alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.
Sesuai dengan amanat UUML tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1989 tentang
Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (SNSU) yang menjabarkan perihal penetapan, pengurusan, pemeliharaan
dan pemakaian SNSU sebagai acuan tertinggi pengukuran yang berlaku di Indonesia. Sejumlah lembaga
pemerintahpun telah menjalankan peranan ini, diantaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Penelitian dan pengembangan metrologi di LIPI telah dirintis sejak tahun 1960an di sejumlah bidang
oleh para peneliti yang berada di berbagai unit/ satuan kerja di bawahnya. Khusus metrologi di bidang fisika,
penelitian dan pengembangan metrologi ini dilakukan oleh para peneliti di Lembaga Instrumentasi Nasional, yang
kemudian berubah namanya menjadi satuan kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kalibrasi,
Instrumentasi dan Metrologi (KIM) LIPI pada tahun 1984. PPOMN dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) sudah sejak tahun 1990 berperan sebagai laboratorium rujukan tingkat nasional dan produsen
CRM di bidang pengujian obat dan makanan. Selain itu, Balai Besar Pengolahan dan Pengembangan Hasil
Perikanan (BBP2HP)–Kementrian Kelautan dan Perikanan serta Pusat Sarana Pengendalian Dampak
Lingkungan(PUSARPEDAL)-Kementrian Lingkungan Hidup juga berperan sebagai laboratorium rujukan masing-
masing untuk produk perikanan dan lingkungan.
Seiring dengan meningkatnya peranan metrologi, Pemerintah menetapkan Keppres No. 79 tahun 2001 tentang
Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU) sebagai penjabaran UUML yang mengharuskan adanya
lembaga yang membina standar nasional. Keppres ini memandatkan pembentukan organisasi KSNSU yang
dikoordinasi oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Untuk mendukung BSN, maka pengelolaan teknis ilmiah
SNSU diserahkan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lebih jauh, Keppres ini secara gamblang
menjelaskan bahwa pelaksana pengelola SNSU adalah unit kerja di LIPI yang memiliki kompetensi di bidang
metrologi. Pada saat itu, Puslit KIM-LIPI adalah unit organisasi di bawah LIPI yang bidang kegiatannya paling
berkaitan dengan pengelolaan standar nasional. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Puslit KIM–LIPI merupakan
instansi pemerintah yang menjalankan fungsi sebagai Lembaga Metrologi Nasional atau National Metrology
Institute (NMI) di Indonesia. Hal ini semakin diperkuat dengan berubahnya nama Puslit KIM menjadi Puslit
Metrologi pada tahun 2014, yang menunjukan semakin fokusnya LIPI pada pengembangan metrologi.
Meski demikian, semua SNSU yang diperlihara dan disediakan oleh Puslit KIM LIPI merupakan standar tertinggi
di Indonesia untuk pengukuran fisika saja, seperti panjang, waktu, massa dan besaran terkait, kelistrikan, suhu,
radiometri dan fotometri, serta akustik dan getaran. Puslit KIM LIPI tidak memiliki standar acuan atau Certified
Reference Material(CRM) untuk pengukuran kimia dan tidak memelihara SNSU untuk pengukuran dalam bidang
radiasi nuklir karena kedua bidang pengukuran ini tidak termasuk dalam lingkup kompetensinya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa fungsi NMI Puslit Metrologi baru terbatas pada bidang fisika. Padahal, lebih dari 70% pengujian
yang dilakukan di Indonesia adalah pengujian kimia.
Untuk melengkapi kekurangan ini, pada tahun 2007 LIPI memberi mandat kepada Pusat Penelitian (Puslit) Kimia
sebagai Pengelola Teknis Ilmiah Standar Nasional untuk Satuan Ukuran di bidang Metrologi Kimia. Hal ini sesuai
kompetensi penelitian dan pengembangan bahan acuan yang telah dikembangkan sejak lama di Puslit Kimia.
Mandat ini tertuang secara resmi dalam keputusan Kepala LIPI nomor 237/M/2007 dan semakin diperkuat dengan
diterimanya Puslit Kimia LIPI secara internasional sebagai DI (Designated Institute) untuk bidang metrologi kimia
melalui sidang General Assembly oleh organisasi metrologi Asia Pasifik (Asia Pacific Metrology Program, APMP)
di Kuala Lumpur pada bulan Desember 2009. Pengakuan ini melengkapi penandatanganan CIPM-MRA
(International Committee for Weight and Measures – Mutual Recognition Arrangement) yaitu perjanjian saling
pengakuan untuk standar ukur, sertifikat kalibrasi dan pengukuran yang dilakukan oleh Puslit KIM-LIPI. Dengan
demikian keberadaan metrologi kimia ini semakin meneguhkan peranan LIPI dalam pengembangan metrologi di
Indonesia.
Pengembangan metrologi ini akan terus diperluas di berbagai bidang secara terpadu dan berkelanjutan. Dalam
rapat KSNSU yang digelar BSN pada tahun 2010, telah diagendakan secara bertahap untuk menyatukan pihak-
pihak yang terlibat dalam SNSU menjadi suatu lembaga metrologi nasional. Tugas dari NMI adalah
mendiseminasikan kemamputelusuran pengukuran yang diakui secara internasional kepada laboratorium
kalibrasi terakreditasi, produsen CRM terakreditasi, laboratorium rujukan terakreditasi, penyelenggara uji
profisiensi teregistrasi dan laboratorium penguji terakreditasi.

Pentingnya Metrologi[sunting | sunting sumber]


Salah satu faktor penting untuk kemajuan suatu negara adalah pertumbuhan ekonominya. Perdagangan
internasional amat diperlukan dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Namun terdapat penghambat yang besar
untuk peningkatan perdagangan antar negara, salah satunya adalah Technical Barrier to Trade (TBT) atau
hambatan teknis perdagangan. Disamping itu persaingan antar negara yang semakin meningkat dalam era
perdagangan bebas sekarang ini menuntut kualitas yang tinggi bagi produk-produk yang dipasarkan, artinya
kualitas yang dapat diterima oleh pasar yaitu kualitas produk yang memenuhi regulasi dan standar internasional.
Kualitas suatu produk dinyatakan dalam sertifikat pengujian produk tersebut. Disini diperlukan data yang valid
yang berarti hasil uji di negara pengekspor komparabel (tidak berbeda) dengan di negara pengimpor. Tanpa
pengujian yang valid tidak ada jaminan bahwa kualitas produk memenuhi regulasi/standar internasional dan hal
ini dapat menghambat ekspor.
Lemahnya infrastruktur metrologi yang diakui internasional merupakan akar penyebab hambatan teknis seperti
diuraikan diatas, yang juga berarti menghambat perkembangan ekonomi negara. Dalam hal ini negara-negara
berkembang merupakan kelompok yang paling dirugikan oleh adanya TBT, termasuk diantaranya Indonesia.
Dilain pihak, membanjirnya produk manufacturing impor saat ini sudah mengancam kelangsungan hidup sebagian
industri dalam negeri. Hal ini terjadi karena SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk produk terkait belum tersedia,
yang artinya infrastruktur laboratorium pengujian untuk produk tersebut juga belum ada. SNI diperlukan untuk
menangkal/membatasi masuknya produk-produk non standar berkualitas rendah yang merugikan konsumen,
merusak pasaran dan mematikan industri lokal.
Lembaga Metrologi Nasional, NMI yang kompeten sangat dibutuhkan sebagai landasan terbentuknya infrastruktur
metrologi nasional yang kuat dan kokoh. Dengan adanya infrastruktur metrologi yang kuat dan kokoh, maka
masalah-masalah nasional yang bermuara dari tidak akuratnya data hasil pengujian dapat diatasi. Selain itu,
segala hambatan perdagangan (TBT) dapat ditanggulangi sehingga akan meningkatkan perekonomian nasional.

Dampak Metrologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi[sunting | sunting sumber]

GDP real growth rates, 1990–1998 and 1990–2006, in selected countries.

Proyek MetroTrade telah membuktikan beberapa kasus dimana penerapan metrologi yang tepat dapat
memecahkan permasalahan perdagangan yang ada dan mencegah timbulnya masalah perdagangan karena
hambatan teknis perdagangan. Satu contoh yang menarik adalah perbedaan regulasi dan persyaratan antara
ASTM (American Society for Testing and Materials) dan ISO (International Organization for Standardization) tidak
memberikan pengaruh pada perdagangan antara dua negara yang mengaplikasikan metode tersebut karena hasil
pengukuran dari kedua negara tersebut menunjukkan hasil yang sama, sebab masing-masing negara telah
menerapkan metrologi dengan benar.
NMI Jerman atau yang dikenal dengan nama PTB (Physikalish-Technische Bundesanstal) telah melakukan
penelitian untuk melihat dampak langsung hasil pengukuran laboratorium terhadap ekonomi Jerman. Didapatkan
bahwa pada impor gas alam pada tahun 1998, kesalahan sebesar 10% dari hasil pengukuran laboratorium
(dengan menggunakan alat kromatografi gas) akan memberikan kesalahan jumlah gas alam sebesar 1% dan hal
tersebut setara dengan kesalahan 0,1% dari energi yang dihasilkan. Bila harga gas alam adalah 20 miliar DM
pertahunnya, maka kesalahan 0,1% ini akan dapat memberikan perbedaan harga sebesar 20 juta DM. Dari
penelitian ini juga didapatkan data bahwa pada tahun 1994 duplikasi pengujian yang harus dilakukan karena
adanya masalah TBT telah merugikan negara sebesar 3 miliar DM, yang berarti sama dengan 0,1% dari jumlah
GNP (Gross National Product) Jerman.
NMI Korea Selatan yang dikenal dengan nama KRISS (Korean Research Institute of Standards and Sciences)
melaporkan bahwa penerapan metrologi dengan benar di Korea Selatan pada tahun 2003 telah memberikan
dampak pada pertumbuhan ekonomi Korea Selatan sebesar 8,1 miliar USD dengan persen BCR (Benefit to Cost
Ratio) sebesar 12,76%.
Beberapa studi yang dilakukan terpisah di beberapa NMI seperti Amerika Serikat (NIST), Inggris (NPL),
dan Canada (NRC), semuanya menunjukkan bahwa modal yang dihabiskan pemerintah dari negara-negara
tersebut untuk membangun NMI ternyata telah memberikan hasil yang jauh lebih tinggi, atau dapat dikatakan
bahwa keuntungan secara ekonomi adalah jauh melebihi modal. Bahkan untuk Uni Eropa, studi terpisah
menunjukkan BCR sebesar 3:1 hanya untuk kegiatan pengukuran saja, di mana setiap 1 Eu yang diinvestasikan
akan menghasilkan 3 Eu. Keuntungan di bidang sosial seperti kesehatan dan lingkungan masih belum
diperhitungkan.
Dari beberapa contoh yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan pengukuran atau metrologi
dengan benar akan memberikan dampak yang nyata pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Metrologi atau ilmu pengukuran meripakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang cara-cara pengukuran, kalibrasi
dan akurasi, baik di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Metrologi memiliki peran penting untuk
melindungi konsumen dan memastikan barang-barang yang diproduksi memenuhi standar dimensi dan kualitas
yang telah ditetapkan. Sedangkan Metrologi industriAi?? banyak berhubungan dengan pengukuran massa,
volume, panjang, suhu, tegangan listrik, arus, keasaman, kelembapan dan besaran-besaran fisika maupun
kimiaAi?? lainya yang diperlukan dalam pengontrolan proses dan produksi oleh industri.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, masalah kemetrologian menjadi kebutuhan fundamental
bagi pemerintah, pedagang, pengusaha, konsumen dan masyarakat luas. Bagi pemerintah, kemampuan
metrologi yang dimiliki merupakan salah satu ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat serta perkembangan
teknologinya dalam berbagai bidang. Kemampuan metrologi ini juga menjadi bagian penting dalam menjamin
terciptanya pelayanan metrologi yang adil dan jujur dan menunjang perlindungan masyarakat yang lebih baik,
khususnya dalam hal keselamatan, keamanan dan kesehatan. Oleh karena itu Pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal telah mengatur sedemikian rupa segala hal yang berkaitan
dengan satuan ukur, standar ukuran, dan metode pengukuran serta alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan
Perlengkapannya (UTTP). Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk terwujudnya ketertiban dan
kepastian hukum dalam bidang kemetrologian.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan pemerintah, pelaku usaha
maupun konsumen untuk melakukan usaha-usaha perlindungan konsumen yang berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Dengan demikian, tiap pihak
seharusnya dapat memahami hak dan kewajibannya sesuai peraturan. Salah satu hak konsumen yang penting
adalah memilih dan mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan. Untuk itu, informasi dan kondisi yang jujur dan benar mengenai barang yang ditransaksikan harus
tersampaikan dengan baik.
Salah satu cara untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
yang seharusnya adalah dengan menjamin timbangan atau takaran yang digunakan oleh pelaku usaha atau
pedagang tepat dan benar. Jaminan tersebut dilakukan melalui pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur
dan timbangan oleh pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, konsumen dapat memperoleh barang sesuai
dengan ukuran yang seharusnya dan nilai tukar yang dibayarkan. Artinya, tujuan pemerintah daerah
menyelenggarakan tera/tera ulang dan pengawasan terhadap Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya
(UTTP) salah satunya adalah dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas
barang beredar dan jasa.
Kewenangan dalam melaksanakan Metrologi Legal selama ini berada pada Pemerintah Propinsi dalam bentuk
Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Metrologi.Ai?? Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kota/Kabupaten yang memberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan memberikan hak dan
kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara,
kewenangan untuk melakukan berbagai kegiatan kemetrologian yang selama ini dilaksanakan oleh propinsi dapat
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini juga sejalan dengan tindak lanjut yang diambil oleh
Kementerian Perdagangan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 50 tahun 2009 tentang
Unit Satuan Kerja dan Unit Pelaksanaan Teknis Metrologi Legal dan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 51
tahun 2009 tentang Penilaian Unit Pelaksanan Teknis Metrologi Legal.
Sejalan dengan hal di atas, Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga
mengamanatkan bahwa kewenangan penyelenggaraan urusan metrologi legal yaitu tera, tera ulang dan
pengawasan menjadi kewenangan kabupaten/kota sehingga bagi masing-masing kabupaten/kota menjadi wajib
untuk melaksanakan pelayanan tersebut.
Untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah maka sejak tanggal 2 Desember 2016 Pemerintah Kabupaten Sleman
dengan Peraturan Bupati Sleman Nomor 96 tahun 2016 telah membentuk UPT baru di lingkungan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, yaitu UPT Pelayanan Metrologi Legal yang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian kegiatan teknis Dinas Perindustrian dan Perdagangan bidang pelayanan tera dan tera ulang alat
ukur, takar, timbang dan perlengkapannya.
Untuk melaksanakan tugas pokok, UPT Pelayanan Metrologi Legal mempunyai fungsiAi?? sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana kerja UPT Pelayanan Metrologi Legal;
2. Perumusan kebijakan teknis pelayanan kemetrologian;
3. Pelayanan tera dan tera ulang alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya;
4. Pengelolaan laboratorium metrologi;
5. Pemeliharaan sarana dan prasarana kemetrologian;
6. Pemungutan, pencatatan, dan penagihan retribusi;
7. Pemeliharaan keamanan internal sarana dan prasarana;
8. Pelaksanaan ketatausahaan;
9. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerja UPT Pelayanan Metrologi Legal; dan
10. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

PELAYANAN TERA DAN TERA ULANG DI KANTOR DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
TAHUN 2020 MULAI DIBUKA…..

Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian baik industri, perdagangan, maupun jasa
telah berdampak pada penggunaan alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) di
masyarakat. Untuk melindungi kepentingan umum di sektor industri dan perdagangan diperlukan adanya
jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian
satuan ukuran, standard satuan, metode pengukuran alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya
(UTTP).

Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun1981 tentang Metrologi Legal menyatakan bahwa
dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan alat-alat UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan
dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya. Pasal 12 dari UU No. 2 Tahun 1981 merupakan
ketentuan pertama yang dalam hal ini dapat dipandang sebagai ketentuan pertama yang dalam hal ini
dapat dipandang sebagai ketentuan tentang lingkup kegiatan Metrologi Legal yang berkaitan dengan
peralatan ukur yang diatur dalam Undang-Undang. Di sisi lain, kegiatan metrologi adalah untuk
meningkatkan daya saing di bidang perdagangan.

Penggunaan alat UTTP memerlukan keterlibatan peran pemerintah untuk melindungi konsumen dan
kepentingan umum. Sejalan dengan hal ini terdapat lembaga atau instansi pemerintah yang berperan dan
mempunyai kewenangan mengenai penggunaan alat ukur. Pengukuran semacam itu dilakukan oleh
lembaga atau instansi yang diberi wewenang secara hukum yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) khususnya di Bidang Metrologi.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tulungagung dalam pelaksanaan kegiatan kemetrologian yaitu tera
dan tera ulang alat UTTP. Proses kegiatan tera dan tera ulang dilakukan sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku. Pada bulan januari ini dilaksakan sebanyak lima kali.

Anda mungkin juga menyukai