Anda di halaman 1dari 7

9

PERKULIAHAN II
TEORI DALAM HUKUM PERPAJAKAN

1. Apa itu Teori ?


Membicarakan tentang teori, mesti memahami terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan teori? Pada prinsipnya sebuah teori adalah
hipotesis yang dikemukakan seseorang melalui observasi tentang suatu
fenomena atau peristiwa baik itu dalam lingkup keilmuan eksakta atau
sosial yang kemudian orang lain juga meneliti fenomena atau peristiwa
serupa atau relevan secara langsung membuktikan kebenaran teori
tersebut atau membangun hipotesa baru bersanding dengan teori yang
telah dikemukakan sebelumnya.
Hal yang mesti diperhatikan, antara ilmu eksakta dan sosial itu
berbeda. Terhadap teori-teori ilmu eksakta apabila banyak penelitian
menyimpulkan sebuah teori memenuhi aspek realitas di alam semesta
dan para ahli telah menjadikannya sebagai pegangan dan diterapkan
dalam berbagai disiplin ilmu eksakta maka teori dimaksud telah
berubah menjadi sebuah hukum dan bagi teori lain yang oleh para ahli
tidak memiliki kebenaran atas realitas di alam semesta akan gugur
sebagai teori.
Sedangkan teori-teori ilmu sosial tidak akan mengalami
transformasi menjadi sebuah hukum, karena ilmu sosial bersifat
paradigmatis (jika banyak orang memandangnya sebagai yang ideal
untuk diterapkan). Keberadaannya akan tetap sebagai teori dan para
peneliti menggunakan teori-teori yang relevan untuk batu uji
penelitiannya karena yang bersangkutan memandang teori itu sebagai
hal yang ideal diimplementasikan. Di lapangan ilmu sosial akan sangat
banyak hipotesis para ahli dan apabila dalam tataran implementasi
orang banyak menerapkannya maka hipotesis itu menempati
kedudukan sebagai teori.
10

Dalam kamus Bahasa Indonesia:


“Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Sebuah teori
disusun sedemikian rupa sehingga memberikan makna yang
fungsional terhadap serangkaian kejadian. Sedangkan fungsi teori
yang sudah disepakati para ilmuwan minimal ada 3 yaitu: (a)
mendeskripsikan, (b) menjelaskan, dan (c) memprediksi.”12

Ulasan tentang apa itu teori sebagaimana di atas tidak dilakukan


secara lebih jauh dan itu sekedar membangun pemahaman dasar
sehubungan teori-teori dalam disiplin ilmu perpajakan bersifat
paradigmatis (idealnya) dan ada yang jatuh karena tidak ideal sedang
yang bertahanpun tidak begitu banyak.

2. Teori Asuransi
Teori Asuransi merupakan satu diantara teori dalam hukum
perpajakan. Namun teori ini dinilai tidak memiliki kekuatan untuk
digunakan. Adapun teori dimaksud:
“Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi orang
dan segala kepentingannya: keselamatan dan keamanan jiwa, juga
harta bendanya. Sebagaimana juga halnya dengan setiap
perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan
tersebut di atas diperlukan pembayaran premi, dan di dalam hal
ini, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya, yang pada
waktu-waktu tertentu harus dibayar oleh masing-masing.”13

Teori Asuransi jatuh karena memperbandingkan dengan


perusahaan asuransi dinilai tidak tepat, jelasnya sebagai berikut:
Pajak : Dalam hal terjadi kerugian, negara selaku pemungut
pajak tidak dalam kapasitas memberikan ganti rugi bagi
sipembayar pajak.
Asuransi : Dalam asuransi terjadi pergantian oleh pihak perusahaan
sesuai dengan klausul perjanjian terhadap kerugian yang
menimpa si pembayar premi. Kemudian, dalam asuransi
terdapat hubungan langsung.
Pajak : Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa
yang diberikan oleh negara bukanlah hubungan yang
langsung.

12KKBI Online.
13
R. Santoso Brotodihardjo. Op.cit. Hlm. 30
11

Asuransi : Dalam asuransi pembayaran premi memiliki hubungan


langsung dengan yang dipertanggungkan si pembayar
premi.

Pada prinsipnya pembayaran pajak tidak dapat dipersamakan


dengan premi asuransi. Artinya, teori ini jatuh karena mengandung
falacies (sesat pikir). Artinya, tidak dapat membangun sebuah teori dari
analogi sebuah interaksi yang berbeda maksud dan tujuannya dimana
Asuransi tidak dapat disamakan dengan Pajak.

3. Teori Kepentingan
Teori Kepentingan merupakan teori yang cukup relevan bila
ditafsirkan jelas subjek pajaknya. Namun dipandang ambigu (memiliki
dua sisi yang saling bertolak belakang) sebagaimana isi dari teori:
“Pajak dipungut dari penduduk seluruhnya dengan pembagian
beban didasarkan pada kepentingan orang masing-masing dalam
tugas-tugas pemerintahan (yang bermanfaat baginya) termasuk
juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta
bendanya. Maka sudah selayaknyalah bahwa biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh negara untuk menunaikan kewajibannya
dibebankan kepada mereka itu.” 14

Disatu sisi pajak dipungut dari penduduk seluruhnya, pada sisi


berlawanan “didasarkan pada kepentingan orang masing-masing” yang
maksudnya tidak lain hubungan yang bersangkutan dengan tugas
pemerintahan untuk melindunginya. Tafsirnya bisa diarahkan pada
pemberlakuan totalitas atau pada pihak tertentu saja. Kondisi demikian
menjadi rentan dalam praktiknya, dimana kaum pemodal cenderung
mendikte penguasa maka pajak itu akan menjadi beban bagi penduduk
seluruhnya.
Kerumitan teori ini, disebabkan adanya perdebatan atas
“perlindungan terhadap harta benda yang lebih banyak harganya
daripada harta si miskin, diharuskan membayar pajak yang lebih besar
pula.” Kaum kapitalis berpandangan bahwa si miskin itu memiliki
kepentingan yang jauh lebih besar dari yang kaya karena jumlah rakyat

14Ibid. Hlm. 31
12

miskin berada pada angka yang sangat besar ketimbang yang kaya dan
rakyat miskin memiliki kepentingan besar terhadap negara untuk
mendapatkan jaminan sosial. Logika terbalik menjadi argumentasi
yang tidak relevan karena akan terbersit maksud dan tujuan menutupi
sumber perolehan harta berharga si kaya itu berasal dari hak seluruh
rakyat dan menganggap perlindungan terhadap dirinya bisa dengan
kekayaannya (pola pemikiran membangun kekuasaan di dalam negara).
Teori ini juga mengalami kejatuhan akibat ketidakjelasan
kepentingannya diperuntukan bagi siapa.

4. Teori Gaya Pikul


Dari kejatuhan teori kepentingan, orang mulai memikirkan teori
yang relevan dalam hukum perpajakan. Teori kepentingan yang masih
tidak mengandung kejelasan subjek pajaknya beralih kedalam
pemikiran yang melahirkan sebuah teori tentang “Gaya Pikul”. Teori ini
menyatakan:
“Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang, dan sekadar
untuk mengukur gaya pikul ini, “dapat”-lah dipergunakan selain
besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran atau
pembelanjaan seseorang.”15

Teori ini dinilai sangat ideal sehingga teori kepentingan menjadi


terkesampingkan karena cakupannya luas. Namun masih saja teori ini
ditolak oleh kaum kapitalis dengan alasan: “mestinya negara juga
memperhatikan kepentingan-kepentingan yang lain dari para wajib
pajak. Akan tetapi alasan itu tidak mendapat pembenaran karena asas
hukum pajak berupa asas kenikmatan memberikan dukungan besar
terhadap teori ini dimana asas kenikmatan itu berbunyi “pajak dapat
dipungut seimbang dengan jasa-jasa pemerintah yang telah dinikmati
oleh orang masing-masing seperti jual beli dimana membayar sesuatu
seimbang dengan apa yang diperolehnya.”
Para ahli memberikan pandangan terhadap teori gaya pikul,
sebagai berikut:

15Ibid. Hlm. 32
13

Menurut de Langen:
“Teori gaya pikul ini memiliki tekanan yang sama atas individu
dengan tolok ukurnya berupa luasnya pemuasan kebutuhan yang
dapat dicapai oleh seseorang.” Lebih lanjut dijelaskan oleh de
Langen: bahwasanya kebutuhan yang bersifat mutlak bagi setiap
individu (seperti memiliki rumah tempat berteduh, cukup
memiliki makanan, dan yang bersifat takaran rata kebutuhan
utama) tidak untuk dijadikan ukuran pajak melainkan
kelebihannya itu yang menjadi gaya pikul.”16

Menurut A.J. Cohen Stuart:


“Teori gaya pikul itu seperti jembatan dimana sebuah jembatan
itu pertama-tama harus dapat memikul bobotnya sendiri, jika
bobotnya sendiri saja tidak dapat memikul maka dipastikan
runtuh apalagi memikul beban yang akan berada diatas jembatan
itu sendiri. Analogi jembatan sama dengan seseorang karena
kekuatan untuk membayar sejumlah uang ke negara itu muncul
ketika kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup telah tersedia.
Artinya bagi orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
primernya tidaklah mungkin membayar pajak atau dalam kalimat
lain: yang sangat diperlukan untuk kehidupan seseorang harus
tidak dimasukkan ke dalam pengertian gaya pikul .”17

Untuk memperdalam tentang teori gaya pikul ini, kita dapat


mempelajari bagaimana perhitungan dari Pajak Penghasilan, yang nanti
akan dibahas pada bagian perkuliahan selanjutnya.

5. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Bakti


Teori ini berdasarkan atas paham “Organische Staatsleer” yang
menyatakan:
“Negara sebagaimana sifatnya memiliki hak mutlak untuk
memungut pajak”. Orang-orang tidak berdiri sendiri; dengan tidak
adanya persekutuan itu (yang menjelma dalam negara) berhak
atas satu dan lain. Semenjak berabad-abad hak ini telah diakui,
dan orang-orang selalu menginsyafinya sebagai kewajiban asli
untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dengan
melakukan pembayaran pajak.”

Tidak banyak orang memberikan penjelasan atas teori ini karena


memang kekuasaan negara itu dapat bertindak untuk hal-hal yang
dibutuhkannya. Oleh van de Berge diberikan penjelasan:

16Ibid. Hlm. 33
17Ibid.
14

“Negara sebagai Groepsverband (organisasi dari golongan) dengan


memperhatikan syarat-syarat keadilan, bertugas menyeleng-
garakan kepentingan umum dan karenanya dapat dan harus
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukannya, termasuk
tindakan-tindakan dalam lapangan pajak. Pada prinsipnya teori
ini merupakan dasar hukum pajak yang menjelma dalam
hubungan antara rakyat dengan negara yang memungut pajak
kepada rakyatnya.”18

Teori ini sekedar mempresentasikan fungsi dan tugas negara yang


mana diberikan hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori ini
tidak dapat berdiri sendiri karena hanya menunjukan eksistensi negara
sedang pada implementatifnya memerlukan perpaduan dengan teori
lainnya.

6. Teori Gaya Beli

Teori Gaya Beli merupakan teori yang mengarahkan pada


kemampuan ekonomi sebuah keluarga yang dianalogikan sebagai
rumah tangga dalam masyarakat dan kepentingan negara sebagai
rumah tangga negara. Isi dari teori:
“Pajak diambil dari gaya beli rumah tangga-rumah tangga dalam
masyarakat untuk rumah tangga negara, dan kemudian
menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk
memelihara hidup masyarakat dan membawanya kearah
tertentu.”19

Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan


masyarakat dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak;
bukan kepentingan individu demikian pula bukan kepentingan negara,
melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. Daripada
itu dibutuhkan suatu pengaturan. Teori ini dinilai sebagai teori modern
karena menyandarkan pada pertimbangan yang praktis.

18Ibid. Hlm. 35-36.


19Ibid.
15

Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Apa isi dari teori Asuransi ?


2. Apa isi dari teori Kepentingan ?
3. Apa isi dari teori Gaya Pikul ?
4, Apa isi dari teori Kewajiban Pajak Mutlak dan Bakti ?
5. Apa isi dari teori Gaya Beli ?
6. Teori apa yang tidak relevan dalam hukum perpajakan ?

Anda mungkin juga menyukai