Anda di halaman 1dari 11

BAHAN KULIAH HUKUM ADAT Hanafi Ramsi, S,H., M.H.

Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan


Muhammad Arsyad Al Banjari Banjramasin Semester Ganjil 2019/2020

PENGANTAR HUKUM ADAT INDONESIA

Pertemuan 1 Istilah hukum adat, terjemahan istilah Belanda “Adatrecht”. Pertama kali dipakai oleh
Snouck Hurgronje, dipopulerkan oleh C. Van Vollenhoven. Istilah “Adatrecht” ini baru muncul pada
tahun 1920, dalam perUUan Belanda. Istilah “Adatrecht” tidak populer di kalangan banyak orang. Yang
populer adalah istilah “Adat” yang berasal dari bahasa Arab, yang berarti “Kebiasaan”.

PENDAHULUAN PENDAPAT AHLI

• Van Vollenhoven: “Hukum Adat adalah aturan-aturan kelakuan yang berlaku bagi orang-orang pribumi
dan timur asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan “hukum”) dan di lain pihak tidak
dikodifikasikan (maka dikatakan adat)”.

• R. Soepomo : “Hukum Adat adalah sinonim dari hukum tidak tertulis didalam peraturan legislatif
(unstatory law) , hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara, hukum yang timbul
karena putusan-putusan hakim (judgemade law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang
dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota-kota maupun di desa-desa (customary law)”.

• R.M. Soeripto : “Hukum Adat adalah semua aturan-aturan adat tingkah laku yang bersifat hukum di
segala kehidupan orang Indonesia yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat dianggap
patut dan mengikat para anggota masyarakat. Bersifat hukum karena ada kesadaran keadilan umum,
bahwa aturan-aturan itu harus dipertahankan oleh para petugas hukum dan fungsionaris masyarakat
dengan upaya pemaksa atau ancaman hukuman (sanksi)”.

Hukum Adat diartikan sebagai Hukum Indonesia Asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-
undangan Republik Indonesia yang disana-sini mengandung unsur agama.

Untuk Pembinaan/penyusunan hukum nasional, Hukum Adat dapat berarti:

✓ Penggunaan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma
hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

✓ Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang dimodernisir dan disesuaikan dengan kebutuhan
zaman.

✓ Memasukkan konsep-konsep dan asas-asas hukum adat ke dalam lembaga-lembaga hukum baru.
Peran Hukum Adat

✓ Pembinaan hukum harta kekayaan ( Hukum Adat merupakan salah satu unsur)

✓ Pembinaan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan (Hukum adat adalah intinya).

Unsur-Unsur Hukum Adat

• Unsur asli (bagian terbesar), (bersifat turun-temurun)

• Unsur agama (sebagian kecil).


Teori Receptio in complexu :

• Adat istiadat dan hukum sesuatu golongan (hukum) masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama
yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Hukum (adat) sesuatu golongan (masyarakat) adalah hasil
penerimaan bulat-bulat dari hukum (agama) yang dianut oleh golongan masyarakat itu.

• Teori ini mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje dan van Vollenhoven. Alasannya: tidak semua
bagian hukum agama diterima (diresepsi) dalam hukum adat. Hanya beberapa bagian saja yang
dipengaruhi oleh hukum agama (Islam), yaitu : Hukum keluarga, perkawinan dan waris.

Pendapat Snouck Hurgronie dibantah oleh Ter Haar, dengan alasan Hukum Waris tidak dipengaruhi oleh
Hukum Islam, tetap asli, seperti di Minangkabau.

Sumber Hukum Adat Dari sumbernya (Rechtsbron):

✓ Kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan tradisi rakyat.

✓ Kebudayaan tradisional rakyat.

✓ Ugeran-ugeran yang langsung timbul sebagai pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli.

✓ Perasaan keadilan yang hidup di dalam hati nurani rakyat.

Sesajen merupakan persembahan bagi para Dewata. Kamu bisa menemukannya hampir di semua
tempat — di pantai, teras rumah, juga depan toko dan penginapan. Isinya macam-macam, bahkan ada
juga yang diselipi permen dan biskuit. Sesajen ini punya peran penting dalam ritual keagamaan umat
Hindu. Masyarakat Bali percaya, sangat tabu jika kita mengusik sesajen yang sudah dipersembahkan
dalam ritual. Bisa-bisa kamu tertimpa musibah. Jadi, saat berkunjung ke Bali, jangan sekali-sekali
mengambil atau menginjak sesajen dengan sengaja, ya! Sumber: https://www.hipwee.com

Didalam suku jawa adanya upacara sekaten ini merupakan bentuk rasa hormat masyarakat Jawa kepada
Baginda Nabi Rasulullah SAW yang mana Rasulullah SAW ini sudah menyebarkan agama yang mulia
(Islam) di tanah Jawa ini. Selain itu, upacara sekaten juga merupakan upacara peringatan kelahiran
Rasulullah SAW yang mana upacara sekaten ini diadakan selama 7 hari. Pada saat ini upacara sekaten ini
masih dilestarikan di kawasan kerajaan-kerajaan, seperti di Yogyakarta dan Kota Solo.

Bahkan ketika upacara sekaten dimulai, dari pihak kerajaan keraton didaerah Surakarta ini
mengeluarkan 2 jenis alat musik gamelan, yaitu gamelan Guntur Sari, dan gamelan Kyai Gunturmadu.
Sumber: https://baabun.com Upacara Tiwah merupakan ritual para penganut Hindu Kaharingan,
kepercayaan asli suku Dayak, sebagai tanda bakti kepada luhur. Tiwah merupakan upacara kematian
tingkat terakhir. Bagi suku Dayak, kematian perlu disempurnakan dengan ritual lanjutan agar roh dapat
hidup tenteram bersama Ranying Hatalla. Tiwah bertujuan untuk melepas kesialan bagi keluarga yang
ditinggalkan. Upacara ini juga bisa melepas ikatan status janda atau duda dari pasangan yang
ditinggalkan, sehingga mereka dapat menentukan apakah akan mencari pasangan hidup lagi atau tidak
akan menikah selamanya. Upacara Tiwah membutuhkan dana yang besar. Oleh karena itu, prosesi
pengantaran ini tidak dilakukan untuk satu jenazah saja, namun bisa puluhan jenazah dari berbagai
desa. Sumber: https://adira.co.id

Dari pengenalan (Kenborn):


✓ Pepatah-pepatah adat.

✓ Yurisprudensi adat.

✓ Laporan-laporan dari komisi penilitian yang khusus dibentuk.

✓ Dokumen atau naskah-naskah yang ditulis oleh Raja atau Sultan pada masa itu.

Undang-Undang Sultan Adam 1835 adalah Undang-undang yang dikeluarkan oleh Sultan Adam Al-
Wastsiq Billah, raja Banjar tahun 1825-1857, setelah baginda memerintah selama 10 tahun dari tahun
penobatannya. Undang-Undang Islam dalam bidang politik sebagai proses perkembangan hukum Islam
dalam Kesultanan Banjar. Naskah asli yang ditulis dengan tulisan tangan dengan huruf Arab-Melayu
menurut penelitian Eissenberger yang pernah menjabat sebagai Controleur van Banjarmasin en
Marabahan pada tahun 1936, tidak pernah ditemukan lagi. Eisenberger pernah menemukan sebuah
naskah tulisan tangan di Martapura .

Selain naskah yang telah dipublikasikan sebagai hasil penelitian dari Eisenberger dan Komisi Hukum
Adat, terdapat lagi versi Amuntai yang ditulis oleh Asisten Residen Amuntai Helderman pada tanggal 16
April 1910. Perbedaan kedua macam versi ini ialah setelah pasal 30. Pasal 1 sampai 30 sama bunyinya,
tetapi Pasal 31 berbeda sekali sampai Pasal 38 dan ditutup dengan kata-kata penutup (versi Amuntai).
Sumber:http://gorden313.yolasite.com

Ciri-Ciri Hukum Adat

➢ Keagamaan.

➢ Kebersamaan (communal)

➢ Serba konkrit, artinya hubungan-hubungan hukum yang dilakukan tidak serba sembunyi-sembunyi
atau samar-samar, anatara kata dan perbuatan berjalan serasi, jelas, nyata. Misalnya, perjanjian jual
beli.

➢ Sangat visual, artinya perhubungan-perhubungan hukum itu dianggap hanya terjadi jika sudah ada
ikatan yang nampak.

➢ Tradisional, artinya bersifat turun-temurun, sejak dahulu hingga sekarang tetap dipakai, diperhatikan,
dan dihormati.

➢ Dapat berubahtinya mengikuti perkembangan zaman.

➢ Mampu menyesuaikan diri, karena sifat hukumnya tidak tertulis (tidak dikodifikasi) dan sifat
keterbukaannya.

➢ Terbuka dan sederhana, artinya dapat menerima unsur dari luar, sepanjang tidak bertentangan
dengan pandangan hidup masyarakat.

SISTEM HUKUM ADAT Pertemuan II


✓ Sistem adalah suatu tatanan yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagianbagian
atau unsur-usnur yang saling berkaitan erat satu sama lain.

✓ Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu
sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.

✓ Sistem hukum adat, terdiri atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan,
yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum barat.

Hukum Barat & Hukum Adat Hukum Barat

• Membedakan hukum publik (kepentingan hukum) dan hukum privat (hukum khusus). Hukum publik
dipertahankan oleh pemerintah hukum privat oleh perorangan.

• Membedakan antara hak atas suatu barang yang bersifat kebendaan (berlaku untuk semua orang) dan
hak perseorangan (berlaku untuk orang tertentu).

• Membedakan pelanggaran pidana dan perdata. Hukum Adat

• Tidak mengenal perbedaan itu, hukum adat dapat dibedakan menurut objek yang diaturnya, bukan
kepentingan dan siapa yang mempertahankannya konsekuensinya dari sifat komunal.

• Tidak mengenal perbedaan itu, karena sifat kebersamaan, maka semua hak tidak ada yang bersifat
mutlak “milikku” tapi “milik kita”.

• Hukum adat tidak mengenal perbedaan itu. Hakim tidak melihat jenis pelanggarannya, tapi siapa yang
bersalah, siapa yang dirugikan, dan bagaimana menyelesaikannya. Tugas hakim adalah memperbaiki
hukum yang dilanggar. Karater Hukum Asli Indonesia

• Sebagian besar tidak tertulis. Terlihat dalam kehidupan rakyat sehari-hari (mis. dalam pepatah-
pepatah rakyat), yurisprudensi, buku karangan ilmiah dalam berbagai majalah, piagam-piagam, akta-
akta, kepustakaan asli tentang Sejarah.

• Sebagian kecil tertulis Terlihat dalam buku-buku asli yang melukiskan lembagalembaga hukum, seperti
UU Jambi, UU tentang perdagangan dan perkapalan dari suku wajo di Sulawesi Selatan serta perundang-
undangan sesungguhnya dari lingkungan asli (desa, nagari, marga, awig-awig di Bali, Lombok, pranatan
desa di Jawa dll) dan lingkungan raja (angger-angger: di Yogya), UU Sultan Adam di Kerajaan Banjar.

Ruang Lingkup Hukum Adat Pertemuan III

Ruang Lingkup Hukum Adat

Hukum Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur tentang susunan dari dan ketertiban
dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtgemenchappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-
alat kelengkapan, jabatanjabatan dan pejabatnya. Terdiri dari hukum adat mengenai kekerabatan
(genealogikal) dan teritorial. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bahasa Jawa: ꦏꦱꦸꦭ꧀ ꦠ
ꦤ꧀ꦤꦤ꧀꧀ ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏ ꦂ ꦡ ꦲꦢ ꦶ ꦤ꧀ ꦶ ꦔꦿꦠ꧀ , translit. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat)
adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara
diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan
Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Kontrak politik terakhir antara
negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai
konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk,
maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama
dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber: https://id.wikipedia.org

Terdapat tiga sistem kekerabatan (genealogikal), yakni:

• Sistem patrilineal (ayah). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari pihak bapak. Contoh
pada adat Batak, Bali dan Ambon.

• Sistem Matrilineal (ibu). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari ibu. Contoh di
Minangkabau, Kerinci.

• Sistem Parental/Bilateral (ayah dan ibu). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari pihak
ayah dan ibu.

HUBUNGAN GENEALOGIS PATRILINEAL

• Kesatuan kemasyarakatan yang organisasinya terbentuk atas dasar hubungan genealogis merunut
garis keturunan laki-laki (Patri = bapak; lini = garis).

• Kesatuan masyarakatnya biasanya menggunakan nama keluarga (marga) laki-laki.

• Anggota utama adalah anak laki-laki,sedangkan anak perempuan bila menkah akan meninggalnya
marga.

• Perkawinannya dengan sistem “pembayaran jujur”, artinya pihak wanita dibeli oleh pihak suami, dan
ikut masuk kedalam marga suaminya dan biasanya dengan sistem “asymetris connubium” → Dalian Ana
Tolu ( di Batak).

• Anak laki-laki menjadi penerus silsilah.

• Ada larangan kawin semarga (exogam marga).

• Kehidupan keluarga ditopang oleh harta pusaka, dalam konstruksinya bersifat komunalistik.

• Anak laki-laki menjadi ahli waris, sebaliknya anak perempuan tidak mewaris.

• Perekembangan terjadi dengan munculnya harta pencarian sebagai embrio harta besama (bersifat
individual → anak perempuan dapat ikut menerima warisan).

HUBUNGAN GENEALOGIS MATRILINEAL

• Kesatuan kemasyarakatan yang organisasinya didasarkan atas garis keturunan perempuan (matri =
ibu; lini = garis) → Minangkabau dengan sistem buah paruik (buah perut).

• Kesatuan kemasyarakatannya menggunakan bentuk Clan (kaum), dan di Minangkabau ada Clan Piliang
dan Clan Caniago.
• Perkawinan mengunakan sistem “semenda” , artinya tidak memutuskan hubungan dengan kaum/clan
orang tuanya. Walau dalam hal ini di Minangkabau ada sistem “uang Japuik” menjemput suami.

• Anggota utama adalah perempuan dan anak perempuan sebagai penerus silsilahnya.

• Solidaritas terjadi antara anak-anak (laki-laki dan perempuan) dengan ibu dan para pamannya,
sedankan dengan bapaknya secara kelembagaan tidak ada hubngan.

• Kehidupan kaum ditopang dengan harta kaum.

• Perkembangan munculnya harta suarang” sebagai embrio harta bersama.

2. Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan) yang
terdiri dari:

hukum pertalian sanak (perkawinan, waris);

hukum tanah (hak ulayat tanah, transaksitransaksi tanah);

dan hukum perhutangan (hakhak atasan, transaksi-transaksi tentang benda selain tanah dan
jasa).

3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang pelbagai delik
dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.

4. Hukum adat mengenai perikatan.

Corak Hukum Adat

• Corak utama dari hukum adat adalah bentuk hukumnya tidak tertulis.

• Dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok (commun), sebagai suatu
kesatuan yang utuh. Dikenal asas kekeluargaan/asas kebersamaan, dan (senasib dan sepenanggungan);
• Mengutamakan bekerja dengan asas-asas pokok saja. Lembaga adat diisi/dijabarkan menurut tuntutan
waktu, tempat dan keadaan (suasana) dan diukur dengan asas kerukunan, kepatutan keselarasan;

• Memberi kepercayaan penuh kepada petugas hukum adat;

Sifat Hukum Adat

✓ Konkrit. Hukum adat memperhatikan secara khusus setiap persoalan yang dihadapkan kepadanya.

✓ Supel. Karena hukum adat dibangun dengan aspek-aspek pokok, soal detail diserahkan pada
pengolahan asas pokok, dengan menerapkan prinsip desa, kala dan patra dan asas kerja rukun patut,
selaras dan musyawarah.

✓ Dinamis. Hukum adat berubah dan berkembang atas atau sesuai kehendak rakyat melalui keputusan
atau penyelesaian oleh masyarakat sebagai hasil temu rasa, temu pikir melalui permusyawaratan

Persekutuan Hukum Masyarakat Hukum Adat Pertemuan IV

• Persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) adalah perikatan atau perkumpulan antar manusia yang
mempunyai anggota-anggota yang merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu kesatuan yang
penuh solidaritas, dimana dalam anggota-anggota tertentu berkuasa untuk bertindak atas nama
mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan bersama.

• Soeroyo W.P mengartikan persekutuan hukum sebagai kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata
susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri baik kekayaan
materiil maupun imateriil.

• Djaren Saragih mengatakan, Persekutuan hukum adalah: Sekelompok orang-orang sebagai satu
kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik
berwujud maupun tidak berwujud dan mendiami alam hidup diatas wilayah tertentu.

• Van Vollenhoven mengartikan persekutuan hukum sebagai suatu masyarakat hukum yang
menunjukkan pengertian-pengertian kesatuan-kesatuan manusia yang mempunyai: – Tata susunan yang
teratur – Daerah yang tetap – Penguasa-penguasa atau pengurus – Harta kekayaan Masyarakat Hukum
Adat

• Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah “masyarakat tradisional” atau the indigenous
people, dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan populer disebut dengan istilah “masyarakat adat”.
• Masyarakat hukum adat adalah komunitas manusia yang patuh pada peraturan atau hukum yang
mengatur tingkah laku manusia dalam hubungannya satu sama lain baik berupa keseluruhan dari
kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup karena diyakini dan dianut, jika dilanggar pelakunya
mendapat sanksi dari penguasa adat.

• Menurut Soepomo, masyarakat hukum adat di Indonesia dapat dibagi atas tiga golongan atau
persekutuan hukum, yaitu: – Berdasarkan keturunan (ganeologis) – Berdasarkan daerah (territorial ) –
Berdasarkan gabungan keduanya (ganeologis territorial)

• Masyarakat hukum atau persekutuan hukum yang teritorial adalah masyarakat yang tetap dan
teratur, yang anggota-anggota masyarakatnya terikat pada suatu daerah kediaman tertentu, baik dalam
kaitan duniawi sebagai tempat kehidupan maupun dalam kaitan rohani sebagai tempat pemujaan
terhadap roh-roh leluhur.

• Contoh dari pada masyarakat territorials ini dalah didesa Jawa, Sunda,Madura dan Bali. Gampong,
(menasah) di Aceh, dusun-dusun didaerah Melayu Bangka Belitung, sebagian dari daerah gabungan di
Sulawesi Selatan, Nagorij di Minahasa dan Ambon.

• Persekutuan-persekutuan territorials ini merupakan pokok pangkal tata susunan terpenting bagi
masyarakat Indonesia. Adapun persekutuan masyarakat territorials dapat dibagi menjadi tiga pusat yang
masing-masing menjadi pusatnya dibagi bentuk-bentuk tetap dan bentuk peralihan, yaitu: Persekutuan
Desa (Masyarakat Dusun)

• Yang dinamakan dengan persekutuan desa adalah apabila suatu tempat kediaman bersama mengikat
suatu persekutuan manusia diatas daerahnya sendiri, mungkin bersama-sama dengan beberapa dusun
yang tak bebas danyang terletak disebelah pedalaman sedikit, sehingga segala kepentingan rumah
tangga seluruh wilayahnya diselenggarakan oleh suatu badan tata urusan pusat yang merupakan satu-
satunya badan tata urusan yang berwibawa diseluruh wilayahya. Contoh dari persekutuan desa kita
jumpai di Jawa, Madura dan Bali. Persekutuan Daerah (Masyarakat Wilayah)
• Persekutuan Daerah adalah suatu daerah tertentu yang terdiri dari beberapa desa dan masing-masing
desa mempunyai tata-susunan dan pemerintahan sendiri yang dikepalai oleh pejabat-pejabat yang
memegang kedudukan sejenis, sehingga masing-masing desa dalam batas kemandirian (otonomi)
tertentu mengurus kepantingan rumah tangganya sendiri.

• Dalam desa demikian itu, di samping suatu badan tataurusan pusat yang berwibawa diseluruh wilayah
desa itu, ada pula badan-badan tataurusan setempat yang berwibawa dalam bidang masing-masing,
untuk menyelenggarakan segala hal yang perlu dalam pelaksanaan otonominya, mengurus dan
mengatur rumah tangganya sendiri-sendiri dan memeiliki kewibawaannya selaku amanat dari badan
tata urusan pusatnya.(misal : Kuria di Angkola dan Mandailing yang mempunyai hutan-hutan di
daerahnya; Marga di Sumatera Selatan dengan dusun-dusun di daerahnya). Perserikatan Desa
(Persekutuan Beberapa Desa)

• Yang dikatakan perserikatan desa ialah apabila persekutuanpersekutuan desa, masing-masing lengkap
dengan pemerintahan dan daerahsendiri dan terletak berdekatan dan mengadakan perjanjian untuk
memeliharakepentingan bersama atau suatu hubungan yang berdasarkan tradisi dandengan
mengadakan suatu pemerintahan yang bersifat kerja sama antara pemerintah tersebut. Sedangkan
kepada desa-desa yang tergabung (bersama) itu tidak diberikan hak wilayah sendiri (contohnya, Batak
bagian tengah).

• Tentu saja tidak semua persekutuan hukum teritorials dapat ditetap kandengan begitu saja termasuk
kedalam salah satu golongan (type) tersebut,sebab ada yang mempunyai bentuk-bentuk yang agak
menyimpang dan adapula yang berbentuk campuran, akan tetapi kebanyakan dari padanya jelas sesuai
dengan tipe-tipe tadi.

• Sedangkan masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis adalah suatu kesatuan masyarakat
teratur, dimana para anggotanya terikat pada suatu keturunan yang sama dan leluhur, baik secara
langsung karena hubungan darah (keturunan) atau secara tidak langsung karena pertalian keturunan
atau pertalian adat. Hak Tradisional Masyarakat Hukum Adat Pertemuan V Hak Pengelolaan dan
Pemanfaatan Hutan

• Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pengertian hutan adat
merujuk pada status kawasan hutan. Hal ini pernah menjadi polemik berkepanjangan karena dalam
kerangka hukum di Indonesia hutan adat dianggap sebagai hutan negara yang hak pengelolaannya
diberikan kepada masyarakat adat. Kemudian terjadi perubahan definisi yang memberikan status
tersendiri.

• Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan status hutan di Indonesia terbagi
dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas
tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (tidak dimiliki seseorang atau badan hukum). Sedangkan hutan
hak mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam
ketentuan ini, otomatis hutan adat dikategorikan sebagai hutan negara.

• Hingga pada tahun 2012 Mahkamah Konstitusi memenangkan gugatan judicial review terhadap
undang-undang kehutanan yang termaktub dalam putusan Nomor 35/PUU-X/2012. Mahkamah
menganggap ketentuan hutan adat dalam undangundang tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Kemudian statusnya dikukuhkan sebagai milik masyarakat adat, bukan hutan negara.
• Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan ada perubahan pengertian hutan adat dan pasal-pasal
terkait lainnya dalam UU No.41 tahun 1999. Salah satunya terdapat dalam pasal 1 ayat 6, berikut bunyi
perubahannya:

• Sebelumnya: “Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.
• Menjadi: “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.

• Akibat perubahan tersebut muncul berbagai isu hukum yang hingga saat ini belum dapat dijawab.
Terutama mengenai batasan kewenangan masyarakat adat dalam mengelola hutan. Misalnya, apakah
masyarakat adat bisa mengalihkan hak atas hutan pada pihak lain, atau mengalihkan fungsi hutan
menjadi non-hutan dan lain sebagainya. Disamping itu belum ada aturan teknis mengenai bentuk formal
pengakuan negara atas hutan adat. Hak Ulayat & Penguasaan Tanah Uluyat

• Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas
wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, di mana kewenangan ini memperbolehkan
masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut
bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara
lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan
wilayah yang bersangkutan.

• Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dalam Pasal 6 ayat (3) tetap diakui sepanjang masih ada dimana
penguasaan negara aras sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh pemerintah dan atau
pemerintag daerah dengan mengkui dan menghormati kesaturan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang
serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI.

• Tanah Ulayat diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Hak penguasaan atas tanah oleh masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat, yakni serangkaian
wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak
dalam lingkungan wilayahnya.

• Pengelolaan tanah ulayat dilakukan oleh pemimpin adat (kepala adat) dan pemanfaatannya
diperuntukan baik bagi warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan maupun orang luar.

• Hak ulayat ini diatur serta diakui dalam peraturan perundang-undangan di bidang agraria yaitu UU no.
1 Tahun 1960 (UUPA): sepanjang menurut kenyataannya masih ada.

• Merujuk pada Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat
dan Pemanfaatannya, ada beberapa jenis tanah ulayat, yaitu: – 1. Tanah ulayat nagari – 2. Tanah ulayat
suku – 3. Tanah ulayat kaum – 4. Tanah ulayat rajo

• Tanah ulayat nagari adalah tanah ulayat beserta sumber daya alam yang ada di atas dan di dalamnya
merupakan hak penguasaan oleh ninik mamak kerapatan adat nagari (“KAN”) dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat nagari, sedangkan pemerintahan nagari bertindak
sebagai pihak yang mengatur untuk pemanfaatannya.
• Tanah ulayat nagari berkedudukan sebagai tanah cadangan masyarakat adat nagari, penguasaan serta
pengaturannya dilakukan oleh ninik mamak KAN bersama pemerintahan nagari dengan adat
minangkabau dan dapat dituangkan dalam peraturan nagari.

• Tanah ulayat suku adalah hak milik atas sebidang tanah berserta sumber daya alam yang berada
diatasnya dan didalamnya merupakan hak milik kolektif semua anggota suku tertentu yang penguasaan
dan pemanfaatannya diatur oleh penghulu-penghulu suku.

• Tanah ulayat suku berkedudukan sebagai tanah cadangan bagi anggota suku tertentu di nagari,
penguasaan dan pengaturannya dilakukan oleh penghulu suku berdasarkan musyawarah mufakat
dengan anggota suku sesuai dengan hukum adat minangkabau.

• Tanah ulayat kaum adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada diatas
dan didalamnya merupakan hak milik semua anggota kaum yang terdiri dari jurai/paruik yang
penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh mamak jurai/mamak kepala waris.

• Sementara itu, tanah ulayat kaum berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam
bauntuak pagang bamansiang oleh anggota kaum yang pengaturannya dilakukan oleh ninik mamak
kepala waris sesuai dengan hukum adat minangkabau.

• Tanah ulayat rajo adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber daya alam yang ada diatas dan
didalamnya yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh laki-laki tertua dari garis keturunan ibu
yang saat ini masih hidup disebagian Nagari di Propinsi Sumatra Barat.

• Tanah ulayat rajo berkedudukan sebagai tanah garapan dengan status ganggam bauntuk pagang
bamansinag oleh anggota kaum kerabat pewaris rajo yang pengaturannya dilakukan oleh laki-laki tertua
pewaris rajo sesuai hukum adat minangkabau. Hak Pengelolaan atas Ladang atau Perkebunan
Pengelolaan hak atas tanah untuk usaha perkebunan sebgaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2004 tentang Perkebunan tetap harus mmperhatikan hak ulayat masyrakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi
serta kepentingan nasional. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

• Dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Pasal 63 ayat (1) huruf (t)
yang berbunyi: “pemerintah bertugas dan berwenang untuk menetapkan kebijakan mengenai tata cara
pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”.

• Dalam Pasal 63 ayat (2) huruf (n) juga dinyatakan: “pemerintah provinsi bertugas dan berwenang
untuk menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat yang
terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi”.

• Pengakuan ini sampai pada tingkat pemerintah kabupaten / kota sebgaimana pasal 63 ayat (3) huruf
(k). Pengelolaan Wilayah Pesisir

• Pasal 61 ayat (1) UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
menyatakan: “Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat tradisional,
dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun-
temurun”. • Hak-hak tradisional sebagaimana diatur dalam beberapa undang-undang sejatinya adalah
hak konstitusional.

• Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan: “negara mengakui dan menghormati
kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyrakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalm undang-undang”. Hak Masyarakat Adat dalam UUD NRI I945

• Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) dikatakan bahwa : "Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang".

• Masyarakat hukum adat juga merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang juga memiliki hak-
hak konstitusional sebagai warga negara yang sebagaimana dijelaskan dalam UUD 1945 Pasal 28I ayat
(3) bahwa : "Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban" TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai