Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL

MAKALAH TURN OVER BED ASSISSTANT : NURSING DEVICE


DI RUANG HCU INTALASI PERAWATAN INTENSIVE
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUMEDANG

Disusun Oleh :
NUNUNG NURLAELA,S.Kep.,Ners

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUMEDANG

2021

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit adalah penyedia layanan jasa yang bersaing dengan pentingnya
kualitas pelayanan terhadap pasien sebagai konsumen. Salah satu yang berperan
penting dalam memberikan pelayanan terhadap pasien yaitu perawat.
Intensive care adalah salah satu layanan keperawatan untuk pasien dengan
penyakit akut atau kronis dalam situasi darurat, kritis yang memerlukan monitoring
fungsi vital, lebih khusus terapi intensif dan tindakan segera yang tidak dapat
diberikan di ruang perawatan umum (Linda, Kathleen, & Mary, 2010). Pasien
kiritis yang ada di intensive care unit/ High care unit umumnya mengalami bed rest
total dan memerlukan perawatan secara total care.
Tingginya frekuensi perawat melayani pasien menjadi bagian penting dalam
penilaian terhadap kualitas layanan. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di
rumah sakit yang terletak di Carolina Utara yaitu melihat adanya dampak dari
kehadiran perawat terhadap kualitas pelayanan pada rumah sakit. Hasil yang
diperoleh menunjukkan indikasi prevalensi nyeri muskuloskeletal adalah 71% dan
depresi adalah 18%, hal ini menunjukkan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi
masalah kesehatan. MSDs atau gangguan musculoskeletal, yaitu cedera dan
gangguan pada jaringan lunak (otot, tendon, ligamen, sendi, dan tulang rawan) dan
sistem saraf (OSHA 2000). MSDs juga merupakan masalah yang sering
mengganggu pekerja yang bekerja di semua sektor industri.
Low Back Pain atau nyeri punggung belakang adalah suatu sindroma yang
sering menyerang karyawan dalam rutinitas pekerjaannya. LBP dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit musculoskeletal, gangguan psikologis dan mobilisasi yang
salah. Saat ini, 90% kasus nyeri punggung bawah bukan disebabkan oleh kelainan
organik, melainkan oleh kesalahan posisi tubuh dalam bekerja (Lewellyn, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan di ruang HCU, dengan melakukan
wawancara dari 20 orang perawat yang melakukan perawatan ke pasien secara
2
total care, terdapat 7 orang perawat yang mengalami keluhan nyeri pada bahu dan
punggung bagian bawah ( low back pain ).
Aktivitas perawat yang bekerja di ruang HCU secara rutin yaitu, monitoring
hemodinamik pasien, membantu pemenuhan activity daily living, pemenuhan
mobilisasi pasien, tindakan (pemberian terapi obat, perawatan luka dan
sebagainya), tindakan code blue. Berdasarkan wawancara terhadap perawat yang
mengalami sakit pada bagian punggung bawah untuk menganalisis sebab dan
akibat terjadinya sakit pada bagian punggung bawah perawat pada aktivitasnya.
Berikut adalah diagram fishbone mengenai keluahan nyeri punggung bawah
pada perawat di ruang HCU :

Man :
Machine/Tools :
- - Belum ada pelatihan
- Belum ada alat bantu untuk
ergonomic
menahan pasien saat
- - Berat yang diangkat tidak
mobilisasi mika miki
seimbang
- Proses memandikan dan
- Tidak ada evaluasi terhadap
pemenuhan eliminasi msh
aktivitas perawat
standar
-

Keluhan nyeri
punggung bawah
pada perawat

Methode :
- Perawatan pasien total care
Money :
- Aktivitas perawat dalam
- Belum ada anggaran untuk
membantu mobilisasi pasien
serta pemenuhan ADL yang pengadaan alat bantu
tidak ergonomic

Gambar I.2 Diagram Fishbone dari Keluhan di Bagian Punggung Bawah

3
Kesimpulan dari hasil analisis studi pendahuluan tersebut, maka perlu
adanya alat bantu untuk memaksimalkan kinerja perawat dalam pemenuhan total
care pasien dan mobilisasi pasien, serta untuk mengurangi tingkat resiko
musculoskeletal disorder pada perawat yaitu masalah nyeri punggung bawah ( Low
Back Pain) pada perawat di ruang high care unit.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka kami ingin mengetahui tentang
efektivitas pemakaian alat bantu turn over bed assistant untuk membantu perawat
dalam meningkatkan kinerja pemenuhan total care kepada pasien serta
mengurangi keluhan low back pain pada perawat.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah efektivitas pemakaian alat bantu turn over bed assistant untuk
membantu perawat dalam meningkatkan kinerja pemenuhan total care kepada
pasien?

C. Tujuan penelitian :
1. Mampu mengetahui tentang efektivitas pemakaian alat bantu turn over
bed assistant untuk membantu perawat dalam meningkatkan kinerja
pemenuhan total care kepada pasien.
2. Mampu mengetahui solusi pemecahan masalah low back pain pada
perawat dengan menggunakan alat bantu turn over bed assisstant

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian low back pain

B. Access Block Di IGD

Menurut Australasian College for Emergency Medicine (2004, dalam


Forero, 2011), access block adalah situasi dimana pasien tidak memperoleh
akses untuk mendapatkan ruang rawat inap melebihi 8 jam yang mengakibatkan
timbulnya overcrowding dan menyebabkan fungsi IGD menjadi terhambat.
Jumlah pasien yang menunggu untuk mendapatkan pemeriksaan, pengobatan, dan
dipindahkan melebihi kapasitas dokter atau kapasitas staf IGD.
Penyebab terjadinya access block menurut Australasian College for
Emergency Medicine (2004) diantaranya adalah :
1. Ketersediaan beds rawat inap.
2. Tekanan pekerjaan yang berhubungan dengan kurang ketersediaannya staf
perawatan.
3. Aging population.
4. Kemunduran dari pelayanan perawatan di komunitas.
5. Pendanaan kesehatan.
Australasian College for Emergency Medicine (2004) berkesimpulan bahwa
access block berhubungan dengan meningkatnya waktu tunggu pasien untuk
memperoleh pemeriksaan dan mengarahkan terciptanya overcrowding.
Sedangkan menurut Sklar,et al (2010, dalam Forero, 2011) access block dan
overcrowding menciptakan ketegangan yang dinamis yang akan
mempengaruhi hasil akhir pengobatan karena pengobatan dilakukan pada
situasi konflik. Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa access block
adalah tertahannya alur pasien untuk mendapatkan ruang rawat, mengakibatkan
bertambahnya masa rawat pasien di IGD yang akan mempengaruhi hasil akhir
perawatan.

5
C. Overcrowding IGD
Menurut Australasian College for Emergency Medicine (2002, dalam
Aacharya., et al, 2011) overcrowding adalah situasi dimana fungsi IGD
terkendala oleh karena banyaknya pasien yang menunggu untuk mendapatkan
pemeriksaan, pengobatan, dan pasien-pasien yang menunggu pindah ke ruang
rawat inap bersamaan dengan tidak sesuainya dokter dan atau staf di IGD.
Sedangkan menurut American College of Emergency Physicians (2008),
overcrowding terjadi ketika tidak ada lagi ruang dan menurunnya waktu untuk
memberikan pelayanan emergensi pada pasien.
Richardson dan Mountain (2009) dalam summarynya menyimpulkan
fakta terkait overcrowding di IGD sebagai berikut :
1. Overcrowding terjadinya karena banyaknya pasien yang menunggu di IGD
untuk mendapatkan ruang rawat inap.
2. Pasien baru yang datang untuk mendapatkan pengobatan meningkat dan
pasien yang menunggu ruang rawat inap jauh lebih banyak.
3. Waktu staf untuk memberikan perawatan pada pasien baru menjadi terbatas
karena waktu staf IGD digunakan untuk memberikan perawatan pada pasien
yang menunggu rawat inap.
4. Penambahan ukuran IGD berhubungan dengan peningkatan terjadinya
overcrowding.
5. Faktor di luar IGD merupakan penyebab dan sekaligus dapat menjadi
pemecahan masalah overcrowding di IGD.
6. Overcrowding merupakan masalah yang serius bagi rumah sakit,
kualitas perawatan dan pasien termasuk angka kematian.

6
BAB III
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan studi literatur, maka didapatkan beberapa artikel atau jurnal


mengenai overcrowding IGD dan Acces Block , diantaranya:

A. Emergency demand acces blok and patient safety : A Call for national
leadership (Lowthian A Judy, Cameron A Peter. Journal compilation.
2009. Australian College for Emergency Medicine and Australian Society
for Emergency Medicine)
Berdasarkan penelitian ini mengatakan bahwa akses blok pasien ke rawat
inap menyebabkan kinerja emergency berkurang sehingga merupakan
ancaman terhadap keselamatan pasien serta dapat meningkatkan angka
kematian.
Penyebab terjadinya akses blok dikarenakan tingginya permintaan tidak
sesuai dengan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, hal ini disebabkan
karena: Permintaan kebutuhan emergency, penuaan populasi penduduk,
kurangnya koordinasi organisasi di masyarakat, kegiatan promosi kesehatan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Solusi pemecahan masalah yang direkomendasikan diantaranya adalah
mengurangi permintaan (demand), perubahan kebijakan sistem jangka
panjang (kebijakan pencegahan penyakit, peningkatan layanan kesehatan
primer), sistem redesign (rumah sakit mempunyai kebijakan untuk
penambahan kapasitas tempat tidur rawat inap yaitu 15% dari tempat tidur
rawat inap untuk permintaan emergency departement, akan tetapi hal ini perlu
dipertimbangkan segi ekonomi serta rasio staf dengan kapasitas tempat tidur)
Kesimpulan : akses blok merupakan fenomena klasik yang terjadi di rumah
sakit, memerlukan solusi dari pembuat kebijakan, politisi, serta administrator
yang memberikan kepemimpinan untuk memastikan solusi yang terbaik dan
perlu untuk dikembangkan. Sehingga dapat meningkatkan pelayanan rumah
sakit serta efisiensi dari emergency departement, bukan hanya melihat
7
masalah akan tetapi perlu mengidentifikasi serta mengurangi permintaan
pelayanan emergency departement.

B. Emergency department triage: an ethical analysis (Aacharya et al.


2011.BMC Emergency Medicine)
Jurnal ini menggambarkan tentang analisis etik pada sistem triase emergency
departement, dimana prinsip etik itu meliputi respect for autonomy,
beneficence, nonmaleficence dan justice.
Hasilnya bahwa dalam pelaksanaan sistem trige di emergency menerapkan 4
prinsip etis yang terintegrasi dengan kerangka kerja perencanaan di triage
emergency departement.
Overcrowding emergency departement merupakan situasi dimana fungsi ED
terhambat karena kepadatan pasien di emergency departement yang
berdampak terhadap waktu tunggu yang lama, ketidaknyamanan dan
keselamatan pasien terancam, semangat staf terganggu serta meningkatnya
biaya perawatan. Orientasi publik dalam meningkatkan fasilitas pelayanan
primer merupakan salah satu solusi di komunitas. Di emergency departement
salah satu titik point untuk mengurangi kepadatan pasien diantaranya adalah
meningkatkan fungsi triage yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
perawatan serta memprioritaskan kasus sesuai dengan kegawat daruratan.
Menurut penelitian bahwa Pedoman skoring triage yang lebih efektif, valid
dan reliabel adalah sistem triage 5 tingkat. Pedoman yang paling umum
digunakan menurut standart internasional adalah The Manchester Triage
Score, The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS), The Australian
Triage Scale (ATS), Emergency Severity Index(ESI).
Tabel 5 tingkat triage :
System Countries Levels Patient should be seen by
provider within
Australasian Triage Scale (ATS) Australia 1 – Resuscitation Level 1 - 0 minutes
New Zealand 2 – Emergency Level 2 - 10 minutes
3 – Urgent Level 3 - 30 minutes
4 - Semi-urgent Level 4 - 60 minutes
5 – Nonurgent Level 5 - 120 minutes
Manchester England 1 - Immediate (red) Level 1 - 0 minutes
Scotland 2 - Very urgent (orange) Level 2 - 10 minutes
8
3 - Urgent (yellow) Level 3 - 60 minutes
4 - Standard (green) Level 4 - 120 minutes
5 - Nonurgent (blue) Level 5 - 240 minutes
Canadian Triage and Acuity Canada 1 – Resuscitation Level 1 - 0 minutes
Scale(CTAS) 2 - Emergent Level 2 - 15 minutes
3 - Urgent Level 3 - 30 minutes
4 - Less urgent Level 4 - 60 minutes
5 - Nonurgent Level 5 - 120 minutes

Start algoritma untuk pasien dewasa :

9
C. Impact of a Triage Liaison Physician on Emergency Department
Overcrowding and Throughput: A Randomized Controlled Trial (Holroyd
R Brian et al. 2007. The Society for Academic Emergency Medicine )
Jurnal ini menggambarkan tentang pelaksanaan dokter penghubung triage
(TLP) yang dilaksanakan selama 6 minggu di university of alberta hospital
sebuah rumah sakit rujukan tertier di inggris, dengan metode penelitian RCT.
Hasilnya dengan metode TLP , LOS (length of stay) mengalami penurunan
dibandingkan dengan hari biasa, serta mengurangi jumlah kepadatan pasien di
emergency departement.
Kepadatan pasien di emergency merupakan suatu masalah yang kompleks
sehingga memerlukan intervensi yang efektif dan efisien. Untuk ,mengurangi
masalah tersebut maka diterapkan model pelayanan input-troughput-output.
Dimana model ini memungkinkan suatu proses pelayanan yang komprehensif
untuk mengurangi kepadatan pasien di IGD. Input meliputi alasan masuk
pasien ke IGD, troughput meliputi proses kerja di IGD diantaranya sistem
triage, pengambilan keputusan, tes diagnostik dan pengobatan, sedangkan
output diantaranya masuknya pasien ke rawat inap, transfer pasien, serta
pasien pulang.
Peran utama TLP adalah menjawab semua panggilan dokter, membantu
proses triage, mengevaluasi penggunaan ambulance, memberikan
pengobatan.

10
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan studi literatur diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fenomena


akses blok dan overcrowding di IGD merupakan masalah yang kompleks
sehingga perlu dipecahkan secara bersama-sama dengan unit-unit terkait, untuk
mendapatkan solusi penanganan secara komprehensif. Selain itu semua unit
terkait harus menyamakan persepsi mengenai konsep pelayanan gawat darurat
serta batasan waktu tunggu pelayanan pasien di IGD sehingga dapat diambil
keputusan definitif untuk pasien-pasien yang telah mendapatkan pelayanan di
IGD.

Untuk menurunkan terjadinya overcrowding di IGD perlu ada tiga tahap


yang dilaksanakan, yaitu meliputi input, proses dan output, adapun dalam input
yaitu penurunan permintaan dari konsumen ke pelayanan IGD, proses yaitu
peningkatan akses pelayanan di IGD, serta output yaitu peningkatan keluaran
pasien dari IGD. Kepadatan pasien di emergency merupakan suatu masalah yang
kompleks sehingga memerlukan intervensi yang efektif dan efisien.
Untuk ,mengurangi masalah tersebut maka diterapkan model pelayanan input-
troughput-output. Dimana model ini memungkinkan suatu proses pelayanan yang
komprehensif untuk mengurangi kepadatan pasien di IGD. Input meliputi alasan
masuk pasien ke IGD, troughput meliputi proses kerja di IGD diantaranya sistem
triage, pengambilan keputusan, tes diagnostik dan pengobatan, sedangkan output
diantaranya masuknya pasien ke rawat inap, transfer pasien, serta pasien pulang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aacharya., et al. 2011. Emergency department triage: an ethical analysis.


http://www.biomedcentral.com/1471-227X/11/16, (diakses tanggal 17
Mei 2015) : BMC Emergency Medicine.

Australasian College For Emergency. 2004. Access block and overcrowding in


emergency room. http://www.acem.org.au/media/Access_Block1.pdf,
(diakses tanggal 17 Mei 2015).

Cameron., Joseph., & McCarthy. 2009. Access block can be


managed. https://www.mja.com.au/journal/2009/190/7/access-block-can-
be-managed, (diakses tanggal17 Mei 2015).

Chang., et al. 2010. Research of patient’s nursing care demand at


emergency room.
http://www.hraljournal.com/Page/13ChingHsiangChang.pdf, (diakses
tanggal 17 Mei 2015).

Depkes Republik Indonesia. 1999. Pedoman Kerja Perawat Instalasi


Gawat
Darurat di Rumah Sakit. Cetakan pertama. Jakarta.

Forero., et al. 2011. Access block and emergency department overcrowding.


http://ccforum.com/content/15/2/216, (diakses tanggal 17 Mei 2015).
Australia.

Lowthian A Judy, Cameron A Peter. 2009. Emergency demand acces blok and
patient safety : A Call for national leadership. Australia.

12

Anda mungkin juga menyukai