Bab 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ukuran Perusahaan

2.1.1.1 Pengertian Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menurut Machfoedz (1994) adalah suatu skala yang

dapat membagi besar kecilnya suatu perusahaan berdasarkan beberapa perhitun-

gan atau faktor lainnya, yaitu total aktiva, log size, dan nilai saham (Azis, 2021).

Riyanto (2008) juga berpendapat bahwa besar kecilnya ukuran perusahaan dapat

diukur dengan besarnya nilai equity atau nilai penjualan perusahaan (Azis, 2021).

Pada tahun 2013, Jogiyanto berpendapat bahwa ukuran perusahaan dapat diukur

dengan suatu skala menurut berbagai cara yaitu, total aktiva, log size, nilai pasar

saham, dan penjualan (Azis, 2021).

2.1.1.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan

Dari pengertian yang telah disampaikan, ukuran perusahaan dapat dik-

lasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Menurut Machfoedz (1994)

Menurut Machfoedz, perusahaan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pe-

rusahaan besar (large firm), ukuran sedang (medium firm) dan ukuran kecil (small

firm) (Azis, 2021).


2. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, ukuran perusahaan dibagi

menjadi 4 kategori, yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha

besar (Azis, 2021).

a. Usaha Mikro

Usaha Mikro adalah usaha milik orang perorangan dan/atau badan usaha

perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah dan

tidak termasuk tanah serta bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan

satu periode (tahunan) paling banyak 300 juta rupiah (Azis, 2021).

b. Usaha Kecil

Usaha Kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang perorangan atau badan usaha yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.

Syarat tambahannya perusahaan ini bukan anak perusahaan atau menjadi Usaha

Menengah atau Usaha Besar baik secara langsung maupun tidak langsung (Azis,

2021).

c. Usaha Menengah

Usaha produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang peroran-

gan atau badan usaha dan bukan merupakan anak perusahaan dengan kriteria

memiliki kekayaan bersih antara lima ratus juta rupiah sampai dengan paling

banyak sepuluh miliyar rupiah disebut Usaha Menengah, tidak termasuk tanah

dan bangunan komersial (Azis, 2021).

2
d. Usaha Besar

Usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jum-

lah kekayaan bersih, atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menen-

gah disebut dengan Usaha Besar, yang meliputi usaha nasional milik negara atau

swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di In-

donesia (Azis, 2021).

2.1.2 Leverage

Leverage sangat mempengaruhi tingkat derajat dan tingkat perubahaan

pendapatan saham. Schall dan Harley (1992) mendefinisikan leverage sebagai

tingkat pinjaman perusahaan. Berdasarkan pada pengertian-pengertian di atas

maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan leverage adalah suatu

tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang

mempunyai beban tetap (hutang dan atau saham istimewa) dalam rangka mewu-

judkan tujuan perusahaan untuk memaksimisasi kekayaan pemilik perusahaan

(Reza, Yuliniar, & Simarmata, 2020). Permasalahan leverage akan selalu dihadapi

oleh perusahaan, bila perusahaan tersebut menanggung sejumlah beban atau bi-

aya, baik biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi meru-

pakan beban atau biaya tetap yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi

pelaksanaan investasi, sedangkan biaya finansial merupakan beban atau biaya

yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan.

Jadi, beban atau biaya tetap sebenarnya merupakan risiko yang harus ditanggung

perusahaan dalam pelaksanaan keputusan-keputusan keuangan. Besar kecilnya

3
risiko tersebut perlu diketahui agar dapat diantisipasi dengan meningkatkan vol-

ume kegiatan usaha.

2.1.3 Integritas Laporan Keuangan

Mulyadi (2004) mendefinisikan integritas sebagai prinsip moral yang

tidak memihak dan jujur, seseorang yang berintegritas tinggi memandang fakta

seperti apa adanya dan mengemukakan fakta tersebut seperti apa adanya. Sedan-

gkan laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang da-

pat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara manajemen dengan pihak

luar perusahaan tentang data keuangan atau aktivitas perusahaan tersebut selama

periode tertentu. Mayangsari (2003) berpendapat bahwa integritas laporan keuan-

gan didefinisikan sebagai berikut:“Integritas laporan keuangan adalah sejauh

mana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan ju-

jur.” Laporan keuangan dikatakan berintegritas apabila laporan keuangan tersebut

memenuhi kualitas reliability (Kieso, 2001). Reliability atau keandalan termasuk

salah satu karakteristik kualitatif penyusunan laporan keuangan menurut SAK

(2012). Suatu informasi memiliki keandalan jika bebas dari pengertian yang

menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai

penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya dis-

ajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

Menurut (Indrasari, Yuliandhari, & Triyanto, 2017), laporan keuangan

yang berintegritas harus mengandung dua karakteristik informasi keuangan yaitu

relevan dan reliabel, sehingga pengguna dari laporan keuangan tersebut akan

menghasilkan suatu keputusan ekonomi yang baik. Integritas laporan keuangan

4
dapat diukur dengan dua metode pengukuran, yaitu konservatisme dan manaje-

men laba (Wulandari1 & Budiartha2, 2014). Banyak faktor yang mempengaruhi

integritas laporan keuangan diantaranya adalah Struktur Kepemilikan, Komite

Audit, komisaris independen, Dewan Direksi, Audit quality, Manajemen Laba,

Ukuran Perusahaan, Audit Tenure, Reputasi KAP, Leverage dan Good Corporate

Governance.

2.2 Pengembangan Hipotesis

2.2.1 Ukuran Perusahaan terhadap Integritas Laporan Keuangan

Ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total aset tidak berpen-

garuh signifikan terhadap integritas laporan keuangan karena tidak semua perusa-

haan besar memiliki tingkat pengungkapan informasi yang tinggi. Nilai sig-

nifikansi ukuran perusahaan dari hasil pengujian kurang dari 0,05, yaitu sebesar

0,716 atau lebih besar dari tingkat signifikansi (0,716 > 0,05) yang berarti bahwa

tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Da-

pat dikatakan kondisi ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap integritas la-

poran keuangan (Santoso & Andarsari, 2022).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh (Susanti, Santi. Mellynda, Rizka.

Sumiati, 2019), bahwa Ukuran Perusahaan tidak memiliki pengaruh yang sig-

nifikan terhadap Integritas Laporan Keuangan pada perusahaan terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) yang mengikuti program Corporate Governance Perception

Index (CGPI) tahun 2014-2017. Hasil perhitungan menunjukan bahwa t hitung

ukuran perusahaan -0,040272 dengan t tabel sebesar 1,68709. Karena pada ukuran

perusahaan t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu -0,040272< 1,68709 dan nilai sig-

5
nifkansi variabel ukuran perusahaan 0,9681 > 0,05, sehingga dapat disimpulkan

bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap integritas

laporan keuangan. Berbeda dengan hasil penelitian yang diungkapkan oleh (Putra,

Aristi, & Azmi, 2022), besarnya koefisien regresi variabel ukuran perusahaan

yaitu -0,508 dengan nilai signifikansi sebesar 0,00. Maka dapat diambil kesimpu-

lan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap Integritas

H1 : Ukuran Perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap Integritas

Laporan Keuangan.

2.2.2 Leverage terhadap Integritas Laporan Keuangan

Leverage berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap integritas lapo-

ran keuangan. Nilai probabilitas leverage yang diproksi dengan debt equity ratio sebesar

0,0645 dengan signifikan 5% (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa leverage berpengaruh

negatif namun tidak signifikan terhadap integritas laporan keuangan . Tinggi atau rendah-

nya leverage tidak ada dampaknya pada integritas laporan keuangan karena sebagian

besar sumber dana operasional perusahaan BUMN masih berasal dari pemerintah

(Putri Dwi Wahyuni, 2022). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Atiningsih & Suparwati, 2018), didapatkan bahwa leverage berpengaruh negatif

terhadap integritas laporan keuangan, sehingga semakin rendah leverage maka in-

tegritas laporan keuangan perusahaan semakin meningkat.

Sedangkan (Krisnhoe Sukma Danuta, 2020) mengungkapkan bahwa

Leverage berpengaruh negatif terhadap integritas laporan keuangan. Nilai sig-

6
nifikansi untuk variabel leverage adalah sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil

daripada 0,05. Nilai t hitung sebesar 3,654 memiliki arah negatif (Krisnhoe

Sukma Danuta, 2020). Pun penelitian yang dilakukan oleh (Reza et al., 2020)

menghasilkan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap integritas laporan

keuangan.

H2 : Leverage memiliki pengaruh terhadap Integritas Laporan Keuangan.

2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah ukuran perusahaan dan

leverage sebagai variabel independen. Sedangkan integritas laporan keuangan

sebagai variabel dependen. Di dalam penelitian ini, integritas laporan keuangan

diproksikan atau diukur dengan pengukuran konsevatisme akuntansi dengan

menggunakan indeks konsevatif dengan proksi market to book value of equity.

Rasio ini merupakan perbandingan antara nilai pasar ekuitas dengan nilai buku

ekuitas. Rasio yang bernilai lebih dari 1, mengindikasikan akuntansi yang

konservatif karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai

pasarnya sehingga membuat integritas laporan keuangan semakin rendah (Santoso

& Andarsari, 2022).

Variabel

Independen Variabel

Dependen
7
Ukuran Perusahaan

Integritas Laporan
Leverage
Keuangan

Gambar 1. Kerangka Konseptual Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Leverage


terhadap Integritas Laporan Keuangan

2.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Integritas Laporan keuangan

Menurut (Hery, 2017), ukuran perusahaan merupakan suatu kategori

untuk menentukan rendah atau besarnya suatu perusahaan yang dapat diukur

dengan berbagai cara, antara lain dengan membandingkan total aset perusahaan,

total pendapatan, serta total nilai saham. Klasifikasi besar kecilnya perusahaan

akan dapat membuat persepsi sendiri pada investor, dimana semakin besar ukuran

perusahaan, akan menjadi perhatian dan sorotan utama terhadap investor karena

perusahaan besar cenderung memiliki kondisi ekonomi yang lebih stabil dan

mudah dalam memperoleh pendanaan dari pihak eksternal perusahaan. Selain itu,

perusahaan yang besar juga akan menghadapi masalah-masalah yang kompleks,

mulai dari pengelolaan kinerja operasi hingga kinerja keuangan/pendanaan,

sehingga manajer perusahaan yang besar lebih menjaga integritas laporan

keuangannya agar tidak mendapat masalah yang lebih kompleks lagi karena

melakukan manajemen laba dan untuk menjaga kredibilitas manajer dalam

menjalankan perusahaan dari sorotan publik sehingga berdampak positif terhadap

integritas laporan keuangan.

Ukuran perusahaan ialah variable yang diproksikan dari total aset

8
perusahaan yang ada, kemudian total aset ini ditransformasi menjadi bentuk

logaritma natural. dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Reza et al.,

2020):

Ukuran Perusahaan = Ln(Total Asset)

Keterangan :

Ln = Logaritma natural

2.3.2 Pengaruh Leverage terhadap Integritas Laporan Keuangan

Variabel independen kedua dalam penelitian ini adalah leverage.

Menurut (Hery, 2017), leverage disebut rasio solvabilitas yang merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan

hutang. Hutang merupakan salah satu sumber pendanaan yang penting bagi

perusahaan. Beberapa perusahaan bahkan mengandalkan hutang untuk

mengembangkan perusahaannya. Namun demikian jumlah hutang yang terlalu

banyak juga dapat mengindikasikan kondisi perusahaan kurang baik. Kondisi

hutang dalam perusahaan dapat terlihat pada rasio leverage. Rasio leverage

menunjukan seberapa besar hutang digunakan untuk membiayai aset yang

dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio leverage, semakin tinggi resiko

perusahaan. Perusahaan dengan resiko tinggi tentunya kurang menarik minat

investor. Hal ini dapat memicu manajemen untuk melakukan manipulasi pada

laporan keuanganya, sehingga mempengaruhi integritas laporan keuangan

perusahaan.

9
Pada pengukuran rasio leverage terdapat beberapa jenis yang sering

digunakan, diantaranya adalah rasio hutang terhadap aset, rasio hutang terhadap

modal, rasio kelipatan bunga yang dihasilkan, rasio laba operasional terhadap

kewajiban (Febrilyantri, 2020).

Pengukuran leverage dapat menggunakan debt asset ratio (DAR) dengan formula

sebagai berikut (Reza et al., 2020) :

TU
DAR= x 100 %
TA

Keterangan :

DAR = Debt Asets Ratio

TU = Total Utang yang Dimiliki Perushaan

TA = Total Aset yang Dimiliki Perusahaan

10

Anda mungkin juga menyukai